Gross tonage hubungannya dengan tenaga penggerak (hp) pada kapal pukat cincin (purse seine) di kabupaten takalar, provinsi sulawesi selatan:

GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA
PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN
(PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR,
PROVINSI SULAWESI SELATAN

IRAWAN ALHAM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Gross Tonage (GT) Hubungannya
dengan Tenaga Penggerak (HP) pada Kapal Pukat Cincin (Purse Seiner) di
Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya sendiri dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis yang lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian Tesis ini.


Bogor, Juni 2010

Irawan Alham
NIM C451080031

ABSTRACT
IRAWAN ALHAM. Gross tonage (GT) value towards horse power (HP) of Purse
Seiners in Takalar Regency, South Celebes. Supervised by Budhi Hascaryo
Iskandar and Mohammad Imron.
The waters of Takalar Regency provide a good fishing area for pelagic
fish such as kembung, layang, tembang, teri, lemuru, cakalang, and belanak.
There are various types of vessels with fishing equipment of different sizes in the
area, one of which is purse seiner, a purse seine vessel which dominates the area.
The objective of this study is to determine the values of HP and GT of purse
seiners in Takalar. An initial step was taken to directly measure several vessels.
Measuring the main dimensions was performed to determine the value of GT
vessel compared to the value of GT stated in the vessel documents and the data
from the listed engine power compared to the actual engine power during
operation. The analysis was conducted descriptively, numerically, and

comparatively on the purse seiners in Takalar regency based on naval architecture
method. The success of a purse seine fishing depends on the speed of setting and
the speed of putting nets in circle. The result for a vessel with the biggest IHP of
330 HP and the lowest IHP of 115 HP. Based on those IHP value, a speed of
10.56 knots could be generated for the largest IHP and 2.50 knots for the lowest.
The simulation results for 8 vessels show that HP, should be 20 times from the GT
value. Since the highest GT value is 20-30 GT, so the IHP value of 400-600 HP.
Keywords: gross tonage (GT), horse power (HP), purse seiner.

RINGKASAN
IRAWAN ALHAM. Gross Tonage (GT) Hubungannya dengan Tenaga
Penggerak (HP) pada Kapal Pukat Cincin (Purse Seiner) di Kabupaten Takalar,
Provinsi Sulawesi Selatan. Di bawah bimbingan Budhi Hascaryo Iskandar dan
Mohammad Imron.
Perairan Kabupaten Takalar merupakan daerah penangkapan yang baik
untuk jenis ikan pelagis seperti kembung, layang, tembang, teri, lemuru, cakalang,
dan belanak. Berbagai jenis kapal dan alat tangkap dengan ukuran yang bervariasi
terdapat disana, salah satunya adalah kapal purse seine. Kapal purse seine jenis
kapal penangkap yang mendominasi daerah tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji nilai HP dan GT pada

kapal purse seine di Kabupaten Takalar. Langkah awal dilakukan adalah
pengukuran langsung pada beberapa kapal, pengukuran pada nilai rasio dimensi
utama dilakukan untuk mengetahui nilai GT kapal dibandingkan dengan GT yang
ada pada surat kapal dan data dari kekuatan mesin yang tertera dibandingkan
dengan kekuatan mesin yang nyata pada saat beroperasi. Analisis dilakukan secara
deskriptif dan numerik serta komparatif terhadap kapal purse seine di Kabupaten
Takalar berdasarkan perhitungan perkapalan (naval architecture). Kasus yang
diteliti adalah hubungan GT dengan tenaga penggerak (HP) sehingga didapatkan
GT yang sesuai dengan tenaga penggerak (HP).
Kapal-kapal yang diteliti terdiri dari 8 unit kapal dengan nilai GT tertera
yaitu 1. KM. Sinar Bahagia sebesar 20 GT; 2. KM. Minasa 3 adalah 22 GT; 3.
KM. Minasa 5 adalah 23 GT; 4. KM. Bone 1 adalah 22 GT; 5. KM. Bone 2 adalah
23 GT; 6. KM. Taruna adalah 20 GT; 7. KM Cahaya Bone 1 adalah 22 GT; 8.
KM. Kurnia 1 adalah 20 GT. Adapun nilai HP kapal-kapal yang diteliti yaitu 1.
KM. Sinar Bahagia sebesar 300 HP; 2. KM. Minasa 3 adalah 115 HP; 3. KM.
Minasa 5 adalah 115 HP; 4. KM. Bone 1 adalah 300 HP; 5. KM. Bone 2 adalah
300 HP; 6. KM. Taruna adalah 300 HP; 7. KM Cahaya Bone 1 adalah 190 HP; 8.
KM. Kurnia 1 adalah 300 HP. Apabila dilihat dari GT dan HP yang digunakan
tidaklah optimal hal ini disebabkan karena secara umum pada pemilik kapal
menentukan ukuran mesin yang dipasang pada kapalnya hanya berdasarkan modal

yang dimiliki.
Hasil perhitungan untuk pengukuran pada 8 kapal adalah 1. KM. Sinar
Bahagia sebesar 21 GT; 2. KM. Minasa 3 adalah 27GT; 3. KM. Minasa 5 adalah
28 GT; 4. KM. Bone 1 adalah 28 GT; 5. KM. Bone 2 adalah 30 GT; 6. KM.
Taruna adalah 22 GT; 7. KM Cahaya Bone 1 adalah 26 GT; 8. KM. Kurnia 1
adalah 20 GT. Seorang pemilik kapal apabila kapalnya telah selesai dibuat maka
ia harus memikirkan mesin apa yang cocok dengan ukuran kapal yang telah ia
buat agar sesuai dan efisien. Dussardier (1960) menyarankan agar mesin yang
digunakan pada kapal sebaiknya mempunyai tenaga sekitar 3,0-3,5 dari gross
tonage (GT) kapal tersebut.
Keberhasilan suatu usaha penangkapan purse seine tergantung pada
kecepatan setting dan kecepatan melingkarkan jaring. Kecepatan melingkarkan
jaring banyak tergantung pada ukuran kapal, besarnya tenaga penggerak yang
digunakan dan bentuk kapal. Dengan demikian, untuk berhasilnya operasi
penangkapan purse seine maka pada ukuran kapal tertentu akan lebih cocok

menggunakan tenaga penggerak yang berkekuatan tertentu dan sebaliknya. Hasil
perhitungan untuk kapal dengan IHP terbesar adalah 330 HP dan untuk IHP yang
terendah adalah 115. Dari nilai IHP tersebut dapat dihasilkan kecepatan sebesar
10,56 knot untuk IHP yang terbesar dan 2,50 IHP terendah. Dari Hasil simulasi

terhadap 8 kapal di lokasi penelitian besar untuk tenaga penggerak (HP) adalah
sebaiknya 20 kali dari nilai GT yaitu dengan nilai 20-30 GT mempunyai nilai IHP
adalah sebesar 400-600 HP.
Kata kunci : gross tonage (GT), tenaga penggerak (HP), kapal purse seine.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA
PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN
(PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR,
PROVINSI SULAWESI SELATAN


IRAWAN ALHAM

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Yopi Novita, S.Pi., M.Si

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Gross Tonage (GT) Hubungannya dengan Tenaga Penggerak
(HP) pada Kapal Pukat Cicin (Purse Seiner) di Kabupaten

Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan
: Irawan Alham

NRP

: C451080031

Judul Tesis

Program Studi : Teknologi Perikanan Tangkap

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si
Ketua

Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si
Anggota


Mengetahui,

Ketua Program Studi
Teknologi Perikanan Tangkap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 18 Juni 2010

Tanggal lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya
sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan tugas akhir pada
Program Magister Sains di Sekolah Pascasarjana IPB, pada Mayor Teknologi
Perikanan Tangkap. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak

Juli hingga Desember 2009 adalah Gross Tonage (GT) Hubungannya dengan
Tenaga Penggerak (HP) pada Kapal Pukat Cincin (Purse Seiner) di
Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis data yang dikumpulkan
adalah Horse Power (HP) kapal, berat jenis air laut dan Gross Tonage (GT),
meliputi volume ruang tertutup diatas dek dan volume ruang tertutup di bawah
dek.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Budhi Hascaryo
Iskandar, M.Si, Bapak Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku komisi pembimbing
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Yopi Novita, S.Pi., M.Si sebagai penguji
luar komisi pada ujian tesis yang dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2010 yang
telah banyak memberikan saran-saran yang sangat berarti bagi perbaikan tesis ini.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman
angkatan 2008 yang telah membantu dan mendukung terselesaikannya tesis ini.
Terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada ayah Alimuddin, ibunda Hj.
Hamidah, istri tersayang Erniwati serta seluruh keluarga atas do’a dan kasih
sayangnya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saran-saran untuk perbaikan tesis ini akan sangat penulis hargai. Semoga karya
ini dapat memberikan manfaat.


Bogor, Juni 2010

Irawan Alham

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Ujung Pandang Provinsi Sulawesi Selatan
pada tanggal 23 Oktober 1978 dari pasangan Bapak Alimuddin
dan Ibu Hj. Hamidah Penulis merupakan anak keenam dari
delapan bersaudara.
Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan di
SMA Kartika Chandra Kirana Ujung pandang dan pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa di Universitas Muslim Indonesia pada Fakultas
Teknik dan memilih Jurusan Mesin. Penulis lulus pada tahun 2002 dalam ujian
skripsi dengan judul Analisa Sistem Pengendalian Optimal Putaran Turbin Uap
pada PLTU Sektor Tello Makassar.
Tahun 2004 diterima sebagai tenaga dosen Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep. Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi pada
jenjang Magister Sains di Institut Pertanian Bogor (IPB), memilih Mayor
Teknologi Perikanan Tangkap. Beasiswa pendidikan diperoleh dari BPPS.


x

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xv
DAFTAR SIMBOL DAN ISTILAH ...................................................................... xvi
1

2

3

4

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................
1.5 Hipotesis Penelitian .................................................................................
1.6 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................
1.7 Kerangka Pemikiran ................................................................................

1
2
3
3
3
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karateristik Kapal Perikanan....................................................................
2.2 Kapal Purse seine ...................................................................................
2.3 Hubungan Tingkah Laku Ikan dengan Alat Tangkap Purse Seine .........
2.4 Dimensi Utama Kapal .............................................................................
2.5 Koefisien Balok (Coeffisien of block) ......................................................
2.6 Gross Tonage (GT) ..................................................................................
2.7 Mesin Kapal .............................................................................................
2.8 Tahanan, Kecepatan dan Daya Penggerak Kapal ....................................

5
7
9
12
15
18
20
21

METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................................
3.2 Peralatan Penelitian ..................................................................................
3.3 Metode Penelitian ....................................................................................
3.3.1 Jenis data ......................................................................................
3.3.2 Metode pengumpulan data ...........................................................
3.3.3 Pengolahan data............................................................................

23
23
23
23
24
24

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kapal Purse seine di Takalar ....................................................................
4.1.1 Metode penangkapan ..................................................................
4.1.2 Rancangan umum ........................................................................
4.2 Dimensi Utama Kapal dan Volume Ruang Tertutup di atas Dek............
4.3 Mesin Kapal Purse seine ..........................................................................
4.4 Kecepatan kapal .......................................................................................

27
27
30
32
33
34

xi

4.5 Perbandingan GT Tertera terhadap GT Hasil Pengukuran .......................
4.6 Hubungan Antara GT dan HP...................................................................
4.7 Hubungan Antara GT, HP dan Kecepatan (V) ........................................
4.8 Hubungan Antara Rasio GT dan Displacement Ton ...............................
5

40
42
43
44

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan............................................................................................... 46
5.2 Saran ......................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 47
LAMPIRAN ............................................................................................................ 50

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkap
yang dioperasikan ................................................................................................ 18

2

Hasil pengukuran dimensi utama dan pengukuran dari ruang tertutup diatas
dek ....................................................................................................................... 32

3

Nilai IHP, BHP, SHP dan EHP pada 8 kapal yang diteliti ................................. 34

4

Perbandingan antara kecepatan dan panjang kapal purse seine di Kabupaten
Takalar ................................................................................................................. 40

5

GT hasil pengukuran dan GT tertera ................................................................... 41

6

Perbandingan nilai GT dan HP kapal purse seine di Kabupaten Takalar ............ 45

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Kerangka pemikiran pendekatan studi................................................................. 4

2

Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat pelingkaran alat
tangkap pukat cincin ........................................................................................... 8

3

Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat penarikan tali kolor
pada alat tangkap pukat cincin ........................................................................... 8

4

Posisi kapal dan bentuk purse seine pada saat akan hauling .............................. 8

5

Ukuran panjang total kapal (LOA) .................................................................... 12

6

Ukuran panjang garis tegak (LBP) ..................................................................... 13

7

Panjang garis air (LWL) ...................................................................................... 13

8

Lebar kapal .......................................................................................................... 14

9

Dalam kapal ......................................................................................................... 14

10 Coefficient of block (Cb)...................................................................................... 16
11 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient of vertical prismatic (Cvp) .......... 17
12 Coefficient of waterplan (Cw) ............................................................................. 17
13 Coefficient of midship (C⊗) ............................................................................... 18
14 Perbandingan GT dan HP sekunder terhadap GT dan HP hasil pengukuran ...... 26
15 Contoh salah satu kapal purse seine di Kabupaten Takalar ............................... 32
16 Posisi engkol, gear box dan poros penghubung .................................................. 33
17 Proses pembentukan daya pada mesin ................................................................ 34
18 Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Sinar Bahagia ............................... 35
19 Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Minasa 3 ....................................... 36

xiv

20 Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Minasa 5 ....................................... 36
21 Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Bone 1 .......................................... 37
22 Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Bone 2 .......................................... 37
23 Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Taruna .......................................... 38
24 Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Cahaya Bone 1 ............................. 38
25 Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Kurnia 1 ........................................ 39
26 Perbandingan panjang kapal dan kecepatan kapal .............................................. 40
27 Perbandingan nilai GT pengukuran dan GT tertera ............................................ 42
28 Hubungan GT dan HP ......................................................................................... 43
29 Hubungan GT, HP dan kecepatan (V ) ............................................................... 43
30 Hubungan Antara Ratio GT dan Displacement Ton ........................................... 44

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Tabel data pengukuran ...................................................................................... 50
2. Contoh perhitungan........................................................................................... 52
3. Tabel hasil perhitungan .................................................................................... 54
4. Tabel hasil perhitungan hubungan V dan HP ................................................... 56
5. Peta lokasi penelitian ....................................................................................... 60
6. Foto dokumentasi ............................................................................................. 61

xvi

DAFTAR SIMBOL DAN ISTILAH
After perpendicular (AP) (m); garis tegak yang terdapat buritan, garis tersebut
berada tepat di tiang kemudi kapal.
Area water plan (Aw) (m2); luas potongan membujur pada tinggi garis air (garis
sarat) tertentu.
Breadth (B) (m); lebar terlebar kapal dan umumnya terdapat pada bagian midship.
Coefficient of block/ fineness of displacement (Cb); rasio antara volume badan kapal
di bawah permukaan air terhadap volume balok dengan panjang (L), lebar (B)
dan dalam (D) yang sama.
Coefficient of Midships (C⊗); perbandingan antara area penampang melintang
tengah kapal dengan lebar (B) dan draft (d) kapal.
Coefficient of water area (Cw); perbandingan antara luas area waterplan dengan
panjang (L) dan Lebar (B) kapal.
Coefficient of prismatic (Cp); perbandingan antara kapasitas displacement dengan
luas area penampang melintang tengah dengan panjang (L) kapal.
Coefficient of vertikal prismatic (Cvp); perbandingan antara volume displacement
dengan penampang melintang dan draft kapal.
Draught /Draft (d) (m); tinggi badan kapal yang terendam dalam air, diukur dari
upper keel dan umumnya terdapat pada bagian midship.
Displacement /Ton displacement (Δ) (ton); volume air dalam ton atau meter kubik
yang dipindahkan saat kapal terapung pada tinngi sarat tertentu.
Depth (D) (m); tinggi kapal yang diukur dari upper keel hingga deck terendah dan
umumnya terdapat di bagian midship.
Fishing ground; daerah penangkapan ikan.
Fishing base; pangkalan penangkapan, dimana kapal melakukan aktivitas tambat
labuh, bongkar muat.
Freeboard (Fb) (m); jarak antara draft hingga garis geladak.
Gross tonage (GT) (ton); volume ruangan tertutup dan dianggap kedap air.
Horse Power (HP); satuan besar tenaga penggerak mesin, 1 HP = 0,746 KW

xvii

Lines plan (m); gambar yang menunjukkan bentuk-bentuk penampang melintang dan
membujur badan kapal.
Longitudinal (m); ukuran memanjang kapal dari midship ke haluan atau buritan.
Length over all (LOA=L) (m); panjang keseluruhan dari haluan hingga ke buritan.
Length perpendicular (Lpp) (m); panjang badan kapal antara dua garis tegak AP
(Apter Perpendicular) dan FP (Fore Perpendicular).
Length of water line (LWL) (m); panjang badan kapal pada batas air tertinggi yang
setara dengan tinggi draft maksimum.
Volume displacement (∇ ) (m3); volume badan kapal yang terendam di dalam air.
Rasio L/B; nilai perbandingan antara panjang (L) dengan lebar kapal (B).
Rasio L/D; nilai perbandingan panjang kapal (L) dengan dalam kapal (D).
Rasio B/D; nilai perbandingan lebar kapal (B) dengan dalam kapal (D).
Schooling fish; sekelompok atau segerombol ikan.

1

1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kabupaten Takalar memiliki potensi sumberdaya perairan pantai yang

cukup besar dan dapat dikelola dengan melakukan penangkapan dan budidaya di
laut. Potensi sumberdaya laut diperkirakan mampu memproduksi ikan sebanyak
25.000 ton/tahun bila dikelola dengan baik, tanpa merusak kelestarian lingkungan.
Selain potensi ikan laut, potensi komoditas lainnya seperti, udang, kerangkerangan, teripang, rumput laut juga memiliki prospek yang cerah (DKP,
Kabupaten Takalar, 2008).
Disamping itu, perairan Kabupaten Takalar merupakan daerah penangkapan
yang baik untuk jenis ikan pelagis seperti kembung, layang, tembang, teri, lemuru,
cakalang, dan belanak. Berbagai jenis kapal dan alat tangkap dengan ukuran yang
bervariasi terdapat disana, salah satunya adalah kapal purse seine, kapal jenis ini
cukup mendominasi di daerah tersebut.
Ayodhyoa (1981) mengemukakan bahwa untuk keberhasilan suatu usaha
perikanan purse seine di perairan Indonesia, perlu dilakukan penelitian-penelitian
antara lain menyangkut dimensi gear dan kapal yang sesuai untuk suatu tipe
fishing ground, jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, demikian pula skala
dari usaha yang akan dilakukan. Baskoro dan Effendy (2005) mengemukakan
bahwa keberhasilan penangkapan dengan menggunakan purse seine ditentukan
oleh beberapa faktor selain arah arus dan angin adalah faktor kecepatan, baik
dalam hal melingkarkan alat dan penarikan tali kolor (purse seine) hingga betulbetul bagian pinggiran bawah jaring dapat mengerucut dalam waktu tertentu.
Kecepatan melingkarkan jaring banyak tergantung pada ukuran kapal, besarnya
tenaga penggerak yang digunakan dan bentuk kapal. Dengan demikian, untuk
berhasilnya operasi penangkapan purse seine maka pada ukuran kapal tertentu
akan lebih cocok menggunakan tenaga penggerak yang berkekuatan tertentu.
Berdasarkan fungsi-fungsinya maka besar kecilnya sebuah kapal tidak saja
dinyatakan dalam ukuran-ukuran memanjang atau membujur, melebar atau
melintang dan tegak atau dalam saja, tetapi juga dinyatakan dan dilengkapi pula
dengan ukuran-ukuran isi maupun berat. Dengan kata lain, besarnya sebuah kapal

2

tidak saja dinyatakan seperti apa yang kita lihat dalam ukuran fisiknya, tetapi juga
dari kemampuan kapal tersebut mengangkut muatan. Sebagai contoh dapat
dikemukakan bahwa kapal perikanan dan kapal tanker dengan daya angkut yang
sama akan kelihatan berbeda, baik dalam ukuran panjang, lebar maupun
dalamnya.
Guna dari ukuran-ukuran ini ialah untuk mengetahui besar kecilnya sebuah
kapal, besar kecilnya daya angkut kapal dan sekaligus mengetahui berapa
kekuatan mesin yang ideal untuk digunakan pada ukuran-ukuran kapal tersebut.
Kesesuaian yang optimal antara kekuatan tenaga penggerak (HP) dan Gross
Tonage (GT) yang digunakan, perlu dikaji untuk mendapatkan nilai yang lebih
sesuai. Hal ini disebabkan karena secara umum pemilik kapal menentukan ukuran
mesin yang dipasang pada kapalnya hanya berdasarkan modal yang dimiliki.
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat ke arah
tujuan dimaksud.
1.2

Perumusan Masalah
Keberhasilan suatu usaha penangkapan purse seine tergantung pada

kecepatan setting dan kecepatan melingkarkan jaring. Kecepatan melingkarkan
jaring banyak tergantung pada ukuran kapal, besarnya tenaga penggerak yang
digunakan dan bentuk kapal. Dengan demikian, untuk berhasilnya operasi
penangkapan purse seine maka pada ukuran kapal tertentu akan lebih cocok
menggunakan tenaga penggerak yang berkekuatan tertentu dan sebaliknya.
Kapal purse seine digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang
terdapat di laut dalam, keberadaan jenis ikan tersebut dijumpai di laut yang jauh
dari pantau atau di perairan lepas pantai (off shore). Untuk dapat mengoptimalkan
produksi sumberdaya ikan yang terdapat di Kabupaten Takalar, dibutuhkan kapal
yang dapat menguntungkan secara teknis maupun ekonomis bagi nelayan. Salah
satu parameternya adalah mengkombinasikan antara kekuatan tenaga penggerak
(HP) dan Gross Tonage (GT).
Dari uraian tersebut dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan antara
HP dan GT yang digunakan nelayan di Kabupaten Takalar yaitu :
1) Kesesuaian kekuatan tenaga penggerak (HP) yang tinggi dan Gross Tonage
(GT) yang besar sesuai dengan peruntukannya.

3

2) Apakah kekuatan HP yang tinggi dan GT yang besar menghasilkan kecepatan
setting dan kecepatan lingkar jaring?
Dengan demikian informasi tentang kombinasi tersebut sangat dibutuhkan
oleh nelayan setempat. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sumber informasi dan dapat memberikan keuntungan secara teknis bagi
usaha perikanan purse seine di Kabupaten Takalar.
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji nilai HP dan tenaga penggerak

(GT) pada kapal purse seine di Kabupaten Takalar
1.4

Manfaat Penelitian

1) Sebagai bahan acuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan HP dan GT baik
bagi nelayan di Kabupaten Takalar khususnya maupun pemerintah dan
masyarakat perikanan tangkap pada umumnya.
2) Memberikan informasi ke depan agar lebih efisien dalam mengkombinasikan
antara kekuatan HP dan GT.
1.5

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dipakai dalam penelitian ini adalah

1) Terdapat perbedaan yang nyata antara GT pengukuran dengan GT tertera
2) Hubungan GT terhadap kapal purse seine di atas perkiraan teoritis
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian:
Penilitian difokuskan pada nilai kekuatan tenaga penggerak (HP) dan Gross
Tonage (GT) pada kapal purse seine di Kabupaten Takalar.

1.7 Kerangka Pemikiran
Permasalahan yang terjadi adalah perbedaan GT memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kecepatan kapal, demikian pula pada perbedaan HP.
Perhitungan GT dan HP pada kapal purse seine , yaitu:

4

1) Analisis GT.
Langkah awal yang dilakukan adalah pengukuran langsung pada beberapa
kapal, pengukuran pada nilai rasio dimensi utama dilakukan untuk
mengetahui nilai GT kapal dibandingkan dengan GT yang ada pada surat
kapal
2) Analisis HP.
Data dari kekuatan mesin yang tertera dibandingkan dengan kecepatan (V)

Permasalahan:
Nilai HP dan GT kapal purse seine

tidak beraturan

1.
2.
3.
4.

Analisis HP dan GT
Kekuatan mesin tertera dan kekuatan
mesin yang nyata
Ukuran kapal pada surat ukur kapal dan
ukuran kapal sebenarnya
Kekuatan mesin pada berbagai nilai GT
Ukuran kapal pada berbagai nilai HP

Hubungan antara HP dan GT
yang optimal
Gambar 1 Kerangka pemikiran pendekatan studi

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Kapal Perikanan
Pada hakekatnya fungsi sebuah kapal ialah sebagai alat pengangkut di air
dari suatu tempat ke tempat lain, baik pengangkutan barang, penumpang maupun
hewan. Selain sebagai alat angkut, kapal juga dapat di gunakan untuk rekreasi,
sebagai alat pertahanan dan keamanan, alat-alat survey atau laboratorium maupun
sebagai kapal kerja (Mudjiono 1986).
Ayodhyoa (1987) mengemukakan bahwa kapal ikan di Indonesia terdiri dari
ukuran yang terkecil berupa sampan dan perahu nelayan dari kayu yang memakai
dayung dan layar hingga kepada kapal-kapal ikan yang terbuat dari besi baja
dengan ukuran lebih besar dari 100 GT dengan memakai tenaga penggerak mesin
diesel. Karena itu dapat digambarkan betapa banyak jenis dan bentuk kapal ikan
dalam lingkup mulai dari sampan, perahu layar hingga kapal-kapal besi baja.
Selanjutnya Nomura dan Yamazaki (1977) mengemukakan bahwa
persyaratan minimal untuk kapal ikan ketika melakukan operasi penangkapan: (1)
Mempunyai struktur badan kapal; (2) Memiliki stabilitas yang tinggi; dan (3)
Memiliki fasilitas untuk penyimpanan.
Dengan demikian kapal ikan mempunyai keistimewaan pokok yang berbeda
dengan jenis kapal lainnya (Nomura dan Yamazaki 1977) seperti:
1) Kecepatan kapal:
Untuk mengejar dan menghadang gerombolan ikan yang sedang berruaya
dibutuhkan kecepatan yang tinggi dari kapal ikan, agar kapal tidak tertinggal
pada saat operasi penangkapan dan daerah yang dilalui oleh kapal lebih luas
untuk mencari gerombolan ikan serta untuk membawa hasil tangkapan yang
segar dalam waktu yang pendek ke pelabuhan perikanan.
2) Kemampuan olah gerak kapal:
Kemampuan olah gerak yang baik pada saat pengoperasian alat tangkap,
seperti kemampuan steerability, radius putaran (turning circle) yang kecil dan
daya dorong mesin (propulsion engine) yang dapat dengan mudah untuk
bergerak maju dan mundur.

6

3) Kelaiklautan:
Laik berlayar dalam operasi penangkapan ikan dan cukup tahan untuk
menerima terpaan angin, gelombang, memiliki stabilitas yang baik dan daya
apung yang cukup, beberapa kriteria tersebut diperlukan untuk menjamin
keselamatan dalam pelayaran pada kondisi palka kosong bahan bakar penuh
dan palka penuh ikan dan bahan bakar yang relatif sedikit.
4) Luas area pelayaran:
Sifat ikan yang dinamis mengakibatkan daerah pelayaran kapal ikan menjadi
tidak dapat dipastikan, pergerakan ikan yang dipengaruhi faktor-faktor
lingkungan mengakibatkan area pelayaran kapal ikan menjadi luas dan hingga
saat ini belum dapat di prediksi dengan pasti keberadaan jenis ikan tertentu
pada daerah tertentu.
5) Konstruksi kasko:
Konstruksi kasko kapal harus kuat, karena dalam operasi penangkapan akan
menghadapi kondisi alam yang berubah ubah, konstruksi kapal harus disiapkan
untuk kondisi cuaca yang ekstrim dan tahan terhadap getaran yang disebabkan
oleh kerja mesin.
6) Daya dorong mesin:
Kemampuan daya dorong mesin yang cukup besar, dengan volume mesin yang
relatif kecil, getaran mesin yang kecil untuk menjaga konstruksi agar tidak
cepat rusak, dibutuhkan untuk mendukung kecepatan kapal yang efektif pada
operasi penangkapan.
7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan:
Penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu dengan pasilitas ruang
pendingin, ruang pembekuan atau dengan es untuk menghindari kontaminasi
dari luar, yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas/mutu ikan. Pengolahan
ikan membutuhkan mesin–mesin untuk pengolahan (pengalengan, pengolahan
tepung ikan).
8) Mesin–mesin penangkapan:
Kapal-kapal ikan umumnya dilengkapi dengan mesin-mesin yang digunakan
sebagai alat bantu penangkapan untuk kelancaran operasi penangkapan.

7

2.2

Kapal Purse Seine
Barani (2005) mengemukakan bahwa hasil penelitian terhadap 13 jenis alat

tangkap menunjukkan bahwa tidak seluruh jenis alat tangkap memberikan
kontribusi keuntungan secara merata. Pukat cincin adalah unit penangkapan yang
memberikan keuntungan paling tinggi bagi nelayan di Sulawesi Selatan bagian
selatan yang cenderung memiliki kesamaan demografis.
Ayodhyoa dan Sondita (1996) menjelaskan bahwa kapal purse seine
menangkap ikan-ikan pelagis yang bergerombol (schooling), perenang cepat (high
speed) dan beruaya jauh (high migration), sehubungan dengan sifat ikan sasaran
tangkap dan alat tangkap yang digunakan, maka dimensi utama kapal akan
berpengaruh pada beberapa kebutuhan kapal purse seine, seperti:
1) Nilai B/D membesar mengakibatkan stabilitas kapal membaik, kondisi ini
dibutuhkan karena gerakan kapal saat melingkari gerombolan ikan dan
pengaruh terpusatnya beban, yaitu berat dan gaya-gaya yang bekerja dan berat
seluruh ABK di salah satu sisi pada saat pengangkatan jaring.
2) Nilai L/B berpengaruh terhadap tahanan penggerak kapal, mengecilnya nilai
ini akan berpengaruh buruk pada kecepatan kapal (speed). Kecepatan kapal
yang tinggi sangat diperlukan pada kapal purse seine terutama saat kapal
mengejar dan melingkari kelompok ikan.
3) Nilai L/D berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal, membesarnya
nilai ini akan mengakibatkan kekuatan memanjang kapal melemah.
Fyson (1985) mengemukakan bahwa kapal purse seine diperuntukkan
menangkap jenis kelompok ikan yang berenang bebas, hasil tangkapan umumnya
dalam jumlah banyak, untuk itu kapal dirancang memilki kapasitas muat per unit
panjang lebih tinggi dari kapal trawl dasar dan memiliki stabilitas lebih baik.
Sistem pengoperasian alat tangkap purse seine adalah dengan menghadang
gerombolan ikan yang sedang beruaya, selanjutnya melingkarkan alat tangkap
terhadap gerombolan ikan sasaran tangkap, sehubungan dengan sifat operasi
penangkapannya, perhitungan tenaga penggerak utama (main engine) diharapkan
mampu untuk mencapai kecepatan melingkar (maneuverability) serta memiliki
bentuk lambung yang dirancang khusus, agar kapal memiliki kecepatan yang

8

diharapkan dan penarikan alat tangkap lebih mudah dilakukan (lambung rendah)
dan agar memiliki kemampuan olah gerak dan berputar yang baik (Fyson 1985).
š š

š
š š
š

Ö
Ö
Ö
Ö
Ö
Ö
Ö
Ö
Ö
Gambar 2 Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat
pelingkaran alat tangkap pukat cincin
(Sumber : DKP Kabupaten Maluku, 2006)

Ö
Ö
Ö
ÖÖ
Ö
ÖÖÖ
Ö

Gambar 3 Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat penarikan
tali kolor pada alat tangkap pukat cincin
(Sumber : DKP Kabupaten Maluku, 2006)

Gambar 4 Posisi kapal dan bentuk purse seine pada saat akan hauling
(Sumber : DKP Kabupaten Maluku, 2006)

9

Ayodhyoa dan Sondita (1996) mengemukakan bahwa kapal purse seine
diharapkan memiliki lebar yang cukup besar dan freeboard yang kecil. Lebar
kapal yang besar diperlukan untuk memberikan daerah kerja yang cukup luas di
atas deck. Daerah kerja yang luas dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan
saat penanganan hasil tangkapan dan penempatan alat tangkap di atas deck.
Freeboard rendah diperlukan untuk mempermudah saat pengangkatan jaring dan
hasil tangkapan, selain itu juga memperkecil kemungkinan terbaliknya kapal
disebabkan terpusatnya gaya berat pada salah satu sisi kapal.
Schmid (1960) mengemukakan bahwa untuk mendesain kapal purse seine
haruslah mempertemukan kebutuhan – kebutuhan umum seperti :
1) Kapal dirancang dengan menggunakan tenaga kerja yang efisien sesuai
dengan sistim operasi penangkapannya.
2) Kapal purse seine dirancang untuk penangkapan pada cuaca buruk maupun
tenang siang dan malam.
3) Kapal dirancang dengan memperhatikan keamanan bagi nelayan yang
melakukan penangkapan.
4) Setting dan hauling dapat dilakukan dengan waktu yang singkat dan dengan
memperhatikan patahan alat tangkap.
5) Kapal purse seine harus efektif pada pengoperasian siang dan malam hari.
2.3

Hubungan Tingkah Laku Ikan dengan Alat Tangkap Purse Seine
Baskoro dan Effendy (2005) mengemukakan bahwa jenis ikan yang

menjadi tujuan penangkapan dengan purse seine adalah ikan yang mempunyai
tingkah laku hidup bergerombol di permukaan air, baik bergerombol dalam jenis
dan ukuran yang sama ataupun bergerombol dalam jenis berbeda ukuran. Jenisjenis ikan yang hidup pada lapisan permukaan, yang mana pada lapisan
permukaan itu adalah merupakan, merupakan lapisan perairan yang banyak
menerima cahaya matahari, maka ikan-ikan yang biasa pada lapisan ini
mempunyai daya, kemampuan dan kekuatan penglihatan yang sangat baik serta
mempunyai indera pendengaran, indera penciuman dan peranan gurat sisi yang
lebih sempurna.
Penglihatan yang baik pada jenis ikan ini dikarenakan susunan anatomi
matanya yang cukup sempurna yang pada retina matanya dilengkapi dengan sel

10

con, rod, tapeta lucida dan pigmen melamin serta mampu melangsungkan
terjadinya retina movement. Adanya con menjamin bahwa radopsin yang ada
disitu mampu membedakan warna-warna, sedangkan adanya ujung-ujung syaraf
berbentuk rod, memungkinkan ikan-ikan pelagis mampu membedakan dan
beradaptasi pada keadaan gelap dan terang dengan baik, dan juga dengan adanya
tapeta lucida, yang biasa berperan sebagai reflektor serta adanya pigmen melamin
yang membantu dan berperan melindungi mata dari terpaan cahaya yang terlalu
kuat, sehingga ketajaman penglihatan akan dapat terus diusahakan dan
diupayakan dengan maksimal.
Retina movement atau pergerakan retina adalah pengaturan pada retina
dengan pengertian bahwa apakah con yang ditonjolkan berperan atau rod yang
harus lebih ditampilkan peranannya. Dengan demikian maka ikan-ikan permukaan
selain mampu memperjelas pandangan yang ada disekitarnya, juga mampu
mendeteksi hadirnya predator dan adanya mangsa yang mereka buru.
Pada ikan permukaan gurat sisi berkembang dengan baik, hal ini menjadikan
ikan permukaan mampu mempertahankan posisinya terhadap ikan-ikan lain pada
kelompoknya yang ada disekitarnya, dan bersama-sama dengan indera
pendengaran mampu mendeteksi adanya gelombang, getaran maupun tekanan
yang berbeda dari biasanya dengan cepat, dengan demikian ikan permukaan dapat
dengan segera bisa mendeteksi kehadiran predator maupun benda-benda asing
lannya, termasuk alat tangkap yang berada dekat ataupun datang menghampiri.
Pada

ikan

permukaan umumnya

mempunyai

tingkah

laku

untuk

berkelompok, hal ini karena adanya dorongan untuk dapat memperoleh
kemudahan dalam melakukan ruaya ataupun pergerakan, kemudahan dalam
menghindar atau menyelamatkan diri dari predator, kemudahan untuk mencari
dan memperoleh makanan serta kemudahan dalam mencari habitat ataupun
keadaan lingkungan yang lebih ideal.
Pada umumnya ikan permukaan mempunyai kecepatan renang yang tinggi.
Kemampuan tersebut diperlukan untuk bisa memburu mangsa, menghindar dan
menyelamatkan diri dari predator, mencari lingkungan yang lainnya, serta
diperlukan untuk melaukukan ruaya sehubungan dengan masa pemijahannya.

11

Pada umumnya ikan-ikan permukaan dalam membentuk gerombolan selalu
berada pada formasi yang teratur dengan arah dan kecepatan renang yang
seragam. Kecepatan renang ikan pada saat harus menyalamatkan diri, terkejut,
takut, atau panik, umumnya ikan-ikan melakukan aktifitas ekstra luar biasa yang
dikenal dengan lompatan renang atau burst speed. Lompatan renang demikian
umumnya bertahan sepuluh kali panjang tubuhnya perdetik.
Disamping mempunyai kecepatan renang secara mendatar atau horisontal,
jenis-jenis ikan permukaan juga mempunyai kemampuan renang ke arah vertikal.
Biasanya ikan permukaan jika terkurung seperti halnya dalam operasi
penangkapan dengan purse seine maka cenderung akan meloloskan diri kearah
yang lebih dalam.
Jenis-jenis ikan yang termasuk ke dalam pelagic schooling antara lain adalah
tuna, cakalang, tenggiri, tongkol, mackerel, herring, selengseng, sardin, tembang,
lemuru, layang, selar, dan jenis ikan lain yang sejenis. Tingkah laku berkelompok
atau bergerombol pada ikan-ikan tersebut diatas yang menjadi tujuan
penangkapan dengan purse seine dapat memberikan manfaat yang baik, karena
dengan begitu memungkinkan dapat menangkap dalam jumlah yang banyak.
Akan tetapi juga akan menjadi suatu persoalan tersendiri, karena ikan yang
bergerombol semacam itu jika salah satu ikan meloloskan diri, walaupun
sebelumnya sudah terkurung dan kecil kemungkinannya untuk meloloskan diri,
hal ini menjadikan kegagalan dalam operasi penangkapan dengan purse seine.
Tingkah laku ikan dalam gerombolan yang sudah dikurung dengan alat
tangkap purse seine, akan selalu meloloskan diri, baik kearah horisontal maupun
kearah vertikal. Jika satu ekor saja meloloskan diri dari jaring maka semua
anggota kelompok dapat meloloskan diri. Jika jumlah gerombolan itu cukup besar
maka akan terpecah-pecah dalam sub-sub kelompok, dengan demikian jika
sebagian sub kelompok tersebut dapat meloloskan diri, maka sebagian sub
kelompok yang lain mungkin saja akan tetap terkurung oleh alat tangkap purse
seine yang mengurungnya dan apabila peluang untuk melarikan diri ternyata
sudah tertutup sama sekali, maka ikan tersebut akan terperangkap.

12

2.4

Dimensi Utama Kapal
Menurut Dohri dan Soedjana (1983) dimensi utama kapal terdiri dari :

1) Panjang kapal (Length/L)
Panjang kapal dapat dibedakan dalam 3 kategori yaitu LOA, LPP dan LWL.
Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak horizontal kapal yang
diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik terbelakang
dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar dari sebuah kapal
dan diukur sejajar dengan lunas kapal seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Ukuran panjang total kapal (LOA)
(Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)

ƒ

Jarak sepanjang garis tegak atau LPP/LBP (Length Perpendicular/Length
Between Perpendicular) adalah jarak horizontal yang dihitung dari garis
tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan atau
FP (Fore Perpendicular) ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada
perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Sedangkan
yang dimaksud dengan garis tegak buritan atau AP (After Perpendicular)
ialah sebuah garis khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan
atau berada di belakang poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros
kemudi) (Gambar 6).

13

Gambar 6 Ukuran panjang garis tegak (LBP)
(Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)

ƒ

Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horizontal
pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water
line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air
dengan linggi buritan (Gambar 7).

Gambar 7 Panjang garis air (LWL)
(Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)

2) Lebar kapal (Breadth/B)
Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
ƒ

Lebar terbesar atau Bmax (Breadth maximum), adalah jarak horizontal pada
lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang
satu ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan (Gambar 8).

ƒ

Lebar dalam atau Bmoulded (Breadth moulded), adalah jarak horizontal pada
lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu
ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan (Gambar 8).

14

Gambar 8 Lebar kapal
(Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)

3) Dalam kapal (Depth)
Dalam suatu kapal dibedakan atas :
ƒ

Dalam atau D (Depth), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah
kapal sampai titik terendah badan kapal (Gambar 9).

ƒ

Sarat kapal atau d (draft), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air
(water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal (Gambar
6).

ƒ

Lambung bebas (freeboard), adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari
garis air (water line) tertinggi sampai dengan sheer (Gambar 9).

Gambar 9 Dalam kapal
(Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)

Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal karakteristik
perbandingan dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus
diperhatikan. Perbandingan tersebut meliputi :

15

1)

Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal;

2)

Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap stabilitas; dan

3)

Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal.
Nilai rasio dimensi sangat penting untuk menentukan penampilan dari

suatu kapal ikan. Menurut Iskandar (2007), dikatakan jika nilai L/B mengecil akan
berpengaruh buruk terhadap kecepatan kapal, nilai L/D membesar akan
mengakibatkan kekuatan memanjang kapal melemah, sedangkan nilai B/D
membesar akan mengakibatkan stabilitas kapal meningkat akan tetapi propulsive
ability akan memburuk. Iskandar dan Novita (2000) menyatakan, perbandingan
beberapa nilai parameter badan kapal ikan Indonesia dengan kapal ikan Jepang,
menunjukkan bahwa sebagian besar parameter kapal ikan Indonesia berada di luar
nilai kisaran yang dimiliki kapal ikan Jepang.
2.5 Koefisien Balok (Coeffisien of block)
Koefisien bentuk suatu kapal erat hubungannya dengan stabilitas kapal,
menurut Fyson (1985), stabilitas kapal ikan didefinisikan sebagai kemampuan
kapal tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami momen
temporal. Momen ini dapat disebabkan oleh angin, gelombang, sebaran muatan di
kapal, air di dek dan lain-lain.
Muckel (1975) menyatakan bahwa stabilitas kapal tergantung pada beberapa
faktor antara lain dimensi kapal, bentuk kapal badan kapal yang ada di dalam air,
distribusi benda-benda yang ada diatas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap
bidang horizontal.
Fyson (1985) mengemukakan bahwa coefficient of fineness akan
menunjukkan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan
kapal yang berbeda dan volume badan kapal terhadap masing-masing dimensi
utama kapal, coefficient of fineness untuk kapal yang tidak bergerak (V = 0 m/det),
terdiri atas:
1). Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai volume
displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan

16

kapal. Cb juga dikenal sebagai koefisien kegemukan badan kapal (Gambar
10).

Gambar 10 Coefficient of Block (Cb)
(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

2)

Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara volume
displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang
melintang tengah kapal (A⊗) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl).
Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal
secara horizontal (Gambar 11).

3)

Coefficient vertical prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara
volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area
kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal.
Cvp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal
secara vertikal (Gambar 11).

17

Gambar 11 Coefficient of Prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp)
(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

4)

Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang
membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang
yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal
pada bagian waterplan area (Gambar 12).

Gambar 12 Coefficient of waterplane (Cw)
(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

5)

Coefficient of midship (C⊗), menunjukkan perbandingan antara luas
penampang melintang tengah kapal secara vertikal dengan bidang empat
persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C⊗ mengambarkan
bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 13).

18

Gambar 13 Coefficient of midship (C⊗)
(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

Koefisien kapal akan sangat erat hubungannya dengan bentuk dan bobot
kapal tersebut. Nilai koefisien bentuk kapal berbeda-beda tergantung dari jenis
kapalnya. Nilai tersebut menunjukkan kelangsingan bentuk kapal dan erat
hubungannya dengan stabilitas. Koefisien bentuk kapal juga dipengaruhi oleh luas
bagian lambung kapal yang terbenam dalam air, bentuk lambung kapal yang
terbenam di air berbeda-beda sesuai dengan jenis kapal, dimana kapal yang
memerlukan kecepatan tinggi maka bentuk lambungnya lebih langsing
dibandingkan dengan jenis kapal yang kurang memerlukan kecepatan tinggi.
Bentuk lambung kapal ini berhubungan dengan koefisien bentuk. Dibawah
ini disajikan nilai koefisien bentuk yang dikemukakan oleh Nomura dan
Yamazaki (1977), pada Tabel 1.
Tabel 1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat
tangkap yang dioperasikan
Kisaran nilai
Kelompok kapal
Cb

Cp

C⊗

Cw

Alat tangkap yang ditarik

0,58-0,67

0,66-0,72

0,88-0,93

-

Alat tangkap pasif

0,63-0,72

0,83-0,90

0,65-0,75

0,91-0,97

Alat tangkap yang dilingkarkan

0,57-0,68

0,76-0,94

0,67-0,78

0,91-0,95

2.6

Gross Tonage (GT)
Sebelum ditetapkannya cara pengukuran kapal yang saat ini diberlakukan di

banyak negara termasuk Indonesia, masing-masing negara menerapkan cara
pengukuran yang berbeda-beda. Cara pengukuran kapal yang berbeda-beda ini

19

kemudian menimbulkan permasalahan bagi kapal-kapal dengan rute pelayaran
internasional.
Sesuai petunjuk Keputusan Menteri Perhubungan tersebut, maka Direktur
Jenderal Perhubungan Laut kemudian menetapkan Keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut No. PY.67/1/13-90 yang berisi tentang petunjuk pelaksanaan
pengukuran kapal-kapal Indonesia. Kemudian dalam keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut No. PY.67/1/13-90 ini menyebutkan bahwa terdapat tiga cara
pengukuran kapal-kapal di Indonesia, yaitu :
1) Pengukuran untuk kapal berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau
lebih dengan cara pengukuran internasional, dengan rumus GT=K1xV;
2) Pengukuran untuk kapal berukuan panjang kurang dari 24 (dua puluh empat)
meter dengan cara pengukuran dala