Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola

(1)

RESPONS PEMBERIAN COUMARIN TERHADAP PRODUKSI MIKRO TUBER PLANLET KENTANG (Solanum tuberosumL.)

VARIETAS GRANOLA

SKRIPSI OLEH:

VIVI ULFIA HASNI / 090301191

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

RESPONS PEMBERIAN COUMARIN TERHADAP PRODUKSI MIKRO TUBER PLANLET KENTANG (Solanum tuberosumL.)

VARIETAS GRANOLA

SKRIPSI OLEH :

VIVI ULFIA HASNI / 090301191

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN


(3)

Judul : Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola Nama : Vivi Ulfia Hasni

NIM : 090301191

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Asil Barus, MS. Ferry Ezra T. Sitepu SP, MSi. Ketua Anggota

Diketahui Oleh :

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, MSc. Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(4)

ABSTRAK

VIVI ULFIA HASNI : Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola, dibimbing oleh ASIL BARUS dan FERRY EZRA T. SITEPU.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pemberian coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum tuberosum L.) varietas Granola. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun Percobaan Brastagi yang berada pada ketinggian ± 1340 m di atas permukaan laut, mulai dari bulan Oktober 2013 hingga Februari 2014, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi coumarin (kontrol; 0,025; 0,050; dan 0,075 gram/l) dan volume coumarin (30, 60, 90, dan 120 ml). Parameter yang diamati adalah persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro, persentase planlet yang mati, jumlah umbi mikro, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro, dan diameter umbi mikro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi coumarin bepengaruh nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (1-2 BSA) dan diameter umbi mikro per planlet. Volume coumarin berpengaruh nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (1-2 BSA), jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan diameter umbi mikro per planlet.


(5)

ABSTRACT

VIVI ULFIA HASNI : Response in giving coumarin on production of Micro-Tuber

Plantlets Potato (Solanum tuberosum L.) Varieties Granola, supervised by ASIL BARUS and FERRY EZRA T. SITEPU.

The aim of this experiment is to determine the response to the administration of coumarin in micro-tuber production of potato plantlets (Solanum tuberosum L.) varieties of granola. The research was conducted at Tissue Culture Laboratory Experiment Berastagi at ± 1340 m above sea level, starting from October 2013 until February 2014 using a completely randomized

factorial design with two factors, that is concentrations of coumarin (control; 0,025;

0,050; and 0,075 gram/l) and the volume of coumarin (30, 60, 90, 120 ml).

Parameters observed were the percentage of plantlets which produces micro tubers, the percentage of plantlets were dead, the number of tubers on each micro planlet, the weight of tubers on each micro planlet, weight of each micro tuber, and diametres of tuber in each planlet.

The results showed that administration of coumarin concentration significantly affected the percentage of plantlets which produces micro tubers (1-2 BSA) and the diameter of micro tubers of each plantlet. Coumarin volume significantly affect the percentage of plantlets which produces micro tubers (1-2 BSA), the number of tubers on each micro planlet, the weight of tubers on each micro planlet, weight of each micro tuber, and diametres of tuber in each planlet.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 17 Februari 1991 dari ibu Nuryani dan ayah Hasbuh Yahya. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 di Lhokseumawe dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), sebagai asisten praktikum di Laboratorium Budidaya Tanaman Obat dan Rempah dan Laboratorium Dasar Agronomi.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III, Sarang Giting dari tanggal 9 Juli sampai 2 Agustus 2012.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Ir. Asil Barus, MS. dan bapak Ferry Ezra T. Sitepu SP, MSi. selaku ketua dan

angota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis selama proses penulisan dan penyelesaian skripsi ini, serta Ibu Rina Christina Hutabarat, SP. selaku pembimbing lapangan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada seluruh staf pengajar, pegawai serta sahabat dan teman di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga hasil skripsi ini bermanfaat bagi budidaya kentang serta bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, April 2014


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh Iklim ... 6

Tanah ... 8

Umbi Mikro ... 8

Varietas Granola ... 11

Coumarin ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 16

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Media Tanam ... 18

Persiapan Bahan Tanam ... 18

Penanaman Eksplan ... 18

Aplikasi Coumarin ... 19

Pengamatan Parameter Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro (%) ... 19

Persentase Planlet Yang Mati (%) ... 20


(9)

Bobot Umbi Mikro Per Planlet (gram) ... 20 Bobot Per Umbi Mikro (gram) ... 20 Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm) ... 20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 21 Pembahasan ... 36 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 40 Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (%) 1-2 BSA pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin ... 22 2. Rataan persentase planlet yang mati (%) pada perlakuan konsentrasi

dan volume coumarin ... 27 3. Rataan jumlah umbi mikro per planlet (umbi) pada perlakuan

konsentrasi dan volume coumarin ... 28 4. Rataan bobot umbi mikro per planlet (gram) pada perlakuan

konsentrasi dan volume coumarin ... 30 5. Rataan bobot per umbi mikro (gram) pada perlakuan konsentrasi dan

volume coumarin ... 32 6. Rataan diameter umbi mikro per planlet (mm) pada perlakuan

konsentrasi dan volume coumarin ... 34


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal. 1. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

1 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin ... 24 2. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

1 BSA dengan perlakuan volume coumarin ... 24 3. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

2 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin ... 25 4. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

2 BSA dengan perlakuan volume coumarin ... 26 5. Hubungan jumlah umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume

coumarin ... 29 6. Hubungan bobot umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume

coumarin ... 31 7. Hubungan bobot per umbi mikro dengan perlakuan volume coumarin ... 33 8. Hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan

konsentrasi coumarin ... 35 9. Hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi kentang varietas granola ... 43

2. Komposisi media murashige dan skoog (ms) ... 44

3. Bagan penelitian ... 45

4. Rencana kegiatan penelitian ... 46

5. Data persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA (%) ... 47

6. Sidik ragam persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA ... 47

7. Data persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA (%) setelah transformasi arcsin ... 48

8. Sidik ragam persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA setelah transformasi arcsin ... 48

9. Data persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA (%) ... 49

10. Sidik ragam persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA ... 49

11. Data persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA (%) setelah transformasi arcsin ... 50

12. Sidik ragam persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA setelah transformasi arcsin ... 50

13. Data persentase planlet yang mati (%) ... 51

14. Sidik ragam persentase planlet yang mati ... 51

15. Data persentase planlet yang mati (%) setelah transformasi arcsin ... 52

16. Sidik ragam persentase planlet yang mati setelah transformasi arcsin ... 52

17. Data jumlah umbi mikro (umbi) ... 53

18. Sidik ragam jumlah umbi mikro ... 53

19. Data jumlah umbi mikro (umbi) setelah transformasi �X + 0,5 ... 54

20. Sidik ragam jumlah umbi mikro setelah transformasi �X + 0,5 ... 54

21. Data bobot umbi mikro per planlet (gram) ... 55

22. Sidik ragam bobot umbi mikro per planlet ... 55

23. Data bobot umbi mikro per planlet (gram) setelah transformasi �X + 0,5 ... 56

24. Sidik ragam bobot umbi mikro per planlet setelah transformasi �X + 0,5 ... 56

25. Data bobot per umbi mikro (gram) ... 57

26. Sidik ragam bobot per umbi mikro ... 57

27. Data bobot per umbi mikro (gram) setelah transformasi �X + 0,5 ... 58

28. Sidik ragam bobot per umbi mikro setelah transformasi �X + 0,5 ... 58

29. Data diameter umbi mikro per planlet (mm) ... 59


(13)

31. Data diameter umbi mikro per planlet (mm) setelah transformasi

�X + 0,5 ... 60

32. Sidik ragam diameter umbi mikro per planlet setelah transformasi �X + 0,5 ... 60

33. Foto sprout yang telah di tanam di media MS ... 61

34. Foto planlet yang telah di sub-kultur ... 61

35. Foto umbi per perlakuan ... 62

36. Foto planlet kentang varietas granola ... 64


(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari negara beriklim dingin (Belanda, Jerman). Tanaman kentang sudah dikenal di Indonesia (Pengalengan, Lembang, dan Karo) sejak sebelum perang dunia II yang disebut Eugenheimer. Kentang merupakan hasil seleksi di Negara Belanda pada tahun 1890, berkulit umbi kekuning – kuningan, berdaging kuning, dan rasanya enak. Kelemahan dari kentang ini adalah peka terhadap penyakit busuk daun, virus Y dan A, dan peka terhadap penyakit layu (Soelarso, 1997).

Kentang merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai prospek cerah untuk terus dikembangkan. Hal ini dikarenakan kentang mempunyai kandungan zat karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras, gandum atau jagung sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan pokok masyarakat. Selain itu, kentang banyak digunakan oleh beberapa kalangan tertentu seperti penderita diabetes dan yang sedang menjalani diet karena kadar gula yang terkandung dalam kentang rendah.

Menurut Badan Pusat Statistik (2012), produksi kentang pada tahun 2011 adalah 123,078 ton. Hasil tersebut mengalami penurunan sebesar 2,48% dibandingkan produksi kentang tahun 2010 yaitu 126,203 ton. Penurunan produksi kentang ini diperkirakan terjadi akibat penurunan luas panen sebesar 769 hektar (9,65%).

Rendahnya produktivitas kentang di Indonesia disebabkan oleh : 1. Rendahnya mutu benih yang digunakan oleh petani;


(15)

3. Menanam kentang secara terus – menerus;

4. Kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit; 5. Umur panen yang kurang tepat;

6. Penyimpanan yang kurang baik; 7. Permodalan petani yang terbatas (Soelarso, 1997).

Kendala yang dihadapi petani kentang Indonesia adalah sulitnya memperoleh umbi yang berkualitas tinggi, karena umumnya benih lokal yang digunakan saat ini sudah mengalami kemunduran (degenerasi) dan tertular dengan berbagai macam penyakit, terutama disebabkan oleh virus. Hal ini menyebabkan rendahnya produktifitas kentang, sehingga hasil yang diperoleh petani sedikit. Mengatasi masalah ini, perlu dilakukan pembenihan kentang yang menghasilkan benih bebas virus dan penyakit serta berkualitas tinggi (Mariani, 2011).

Usaha untuk memperbaiki kualitas kentang di Indonesia telah dilaksanakan dengan beberapa program kegiatan. Salah satunya adalah melalui perbanyakan mikro, diantaranya penanaman stek secara in vitro yang merupakan aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan. Metode kultur jaringan merupakan cara untuk menghasilkan kentang bebas virus disamping itu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim karena dilakukan di ruang

tertutup, daya multiplikasinya tinggi dari bahan tanaman yang kecil, tanaman yang dihasilkan seragam, dan bebas penyakit terutama bakteri dan cendawan (Sakya, dkk., 2002).

Zat penghambat tumbuh merupakan faktor yang menentukan tipe pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat penghambat tumbuh (retardan)


(16)

dan penghambat biosintesis GA. Pada pengumbian kentang secara in vitro, retardan berperan penting dalam mendorong pembentukan umbi mikro, terhambatnya pertumbuhan dapat meningkatkan akumulasi asimilat pada batang dan daun sehingga mampu menginduksi terbentuknya umbi (Dewi, 2011).

Untuk mendapatkan umbi mikro kentang yang bermutu dalam waktu yang relatif pendek perlu pemberian zat pengatur tumbuh pada media, karena pembentukan umbi mikro secara in vitro tergantung dari nisbah zat tumbuh pendorong dan penghambat pengumbian. Nisbah ini dapat dilakukan dengan pemberian pendorong, mengurangi penghambat, atau kombinasi keduanya. Zat penghambat tumbuh yang berperan dalam pengumbian diantaranya adalah coumarin dan aspirin, sedangkan zat pendorongnya adalah sitokinin (Sakya, dkk., 2002).

Varietas kentang yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas granola. Menurut Hani (2012), varietas granola tahan terhadap penyakit kentang umumnya, misalnya bila daya serang suatu penyakit terhadap varietas kentang lain bisa 30%, tetapi granola hanya 10%. Umur panen normal 90 hari, meskipun umur 80 hari sudah bisa dipanen.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh respon pemberian coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang varietas Granola.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respons pemberian coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum tuberosum L.) varietas Granola.


(17)

Hipotesis Penelitian

Ada repsons pemberian konsentrasi dan volume coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang varietas Granola serta interaksi kedua faktor tersebut.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang


(18)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Hartus (2001), kentang (Solanum tuberosum L.) masih satu famili dengan cabai, tomat, terung, paprika, dan tembakau. Kentang termasuk

dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

ordo (bangsa) Tubiflorae, suku (famili) Solanaceae, genus (marga) Solanum, dan spesies (jenis) Solanum tuberosum L.

Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar utama tetapi hanya akar halus atau akar serabut saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm.

Dalam tanah, akar – akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm (Soelarso, 1997).

Batang di bawah permukaan tanah (rizoma), umumnya disebut stolon, menimbun dan menyimpan produk fotosintesis dalam umbi yang membengkak dekat bagian ujung. Karbohidrat ditranslokasikan sebagai sukrosa ke dalam stolon, yang pembelahan dan pembesaran selnya menyebabkan pertumbuhan umbi; sukrosa yang ditransportasikan dikonversi dan disimpan dalam bentuk butiran pati (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Daun tanaman kentang merupakan daun majemuk yang terdiri atas tangkai daun utama (rachis), anak daun primer (pinnae), dan anak daun sekunder (folioles) yang tumbuh pada tangkai daun utama diantara anak daun primer. Bagian rachis di bawah pasangan daun primer yang terbawah disebut petiola (Soelarso, 1997).

Bunga yang bergerombol membentuk tandan simosa, memiliki lima lembar mahkota yang menyatu, dengan warna berkisar antara putih hingga merah jambu dan keunguan. Bunga tidak bermadu dan sebagian besar menyerbuk silang


(19)

dengan perantaraan angin, tetapi serangga dapat juga melakukan penyerbukan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Satu minggu setelah penyerbukan, bakal buah membesar dan berkembang menjadi buah. Buah kentang berwarna hijau tua sampai keunguan, berbentuk bulat, bergaris tengah ± 2 ½ cm dan berongga dua. Buah kentang mengandung 500 bakal biji dan yang dapat berkembang menjadi biji hanyalah berkisar antara 10 – 300 biji. Buah kentang dapat dipanen kira – kira 6 – 8 minggu setelah penyerbukan (Soelarso, 1997).

Secara morfologi, umbi adalah batang pendek, tebal dan berdaging dengan daun berubah menjadi kerak atau belang, berdampingan dengan tunas samping (aksilar), yang dikenal sebagai mata. Tunas tersebut membentuk susunan spiral yang tertekan pada permukaan umbi, dengan jumlah yang makin banyak mendekati titik apikal. Mata berada pada belang ketiak daun yang tetap dorman selama pembesaran umbi. Permukaan umbi dapat halus atau kasar akibat jala-jala dengan warna epidermis coklat hingga coklat cerah, merah atau ungu tua. Warna daging umbi biasanya kuning muda atau putih; ada kultivar yang berwarna kuning cerah, jingga, merah atau ungu. Bentuk umbi beragam; memanjang, kotak, bulat atau pipih (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Syarat Tumbuh Iklim

Di Indonesia, tanaman kentang diusahakan di daerah yang memiliki ketinggian 500 m – 3000 m di atas permukaan laut, dan pada ketinggian optimum antara 1000 – 2000 m di atas permukaan laut. Suhu yang paling tepat bagi pertumubhan kentang adalah 20o C – 24o C pada siang hari dan 8o C – 12o C pada


(20)

malam hari. Suhu yang cocok selama periode pertumbuhan dari bertunas sampai stadium primordia bunga adalah 12o C – 16o C. Jika suhu rata-rata melebihi 23o C,

daun biasanya akan menjadi kecil dan jarak antar ruas menjadi panjang (Soelarso, 1997).

Tanaman kentang menghendaki penyinaran penuh. Naungan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Kerapatan fluks intensitas radiasi surya rendah akan mengakibatkan laju fotosintesis menurun. Beberapa kultivar kentang menghendaki hari pendek (short day). Maksudnya lama penyinaran kurang dari 12 jam. Namun ada pula kultivar yang menghendaki hari panjang (long day), yakni 16 – 18 jam (Hartus, 2011).

Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4 dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tumbuhan C3. Sebagian besar tanaman pertanian seperti gandum, kentang, kedelai, kacang – kacangan, dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3 (Deptan, 2010).

Curah hujan yang diketahui tanaman kentang adalah antara 200 mm – 300 mm tiap bulan atau rata – rata 1000 mm selama masa

pertumbuhan. Pertumbuhan kentang pada periode awal sampai pertengahan, saat daun sedang aktif tumbuh, memerlukan air adalah jumlah yang cukup. Sedangkan pada periode pertengahan sampai akhir membutuhkan keadaan yang sedikit kering. Kelembapan tanah yang paling baik adalah 40% - 60%. Kelembapan udara yang tinggi 80% - 90% adalah sangat baik pertumbuhan kentang (Soelarso, 1997).


(21)

Tanah

Tanah dengan pH antara 5 – 5,5 paling optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang. Pada pH kurang dari 5, tanaman mudah terserang penyakit bintil – bintil pada umbi yang disebabkan oleh serangan nematoda. Di samping itu, tanaman akan mengalami defisiensi fosfor (P) dan magnesium (Mg) serta keracunan mangan (Mn). Pada pH tinggi, tanaman mengalami defisiensi kalium (K) (Hartus, 2001).

Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai struktur cukup halus atau gembur, drainase baik, tanpa lapisan kedap air, debu atau debu berpasir, dan sedikit kering, dengan pH 5,0 – 6,5 (Soelarso, 1997).

Permeabilitas tanah menggambarkan kemampuan tanah untuk dapat ditembus oleh air. Porositas tanah melukiskan kemampuan tanah dalam menyerap dan merembeskan air. Kedua sifat tanah ini penting bagi kentang karena drainase tanah yang baik dibentuk oleh kedua sifat di atas. Selesai hujan, tidak boleh ada genangan air. Hal ini dapat berlangsung apabila drainasenya baik. Tanah dengan tekstur lempung berpasir sudah pasti mempunyai sistem drainase yang baik (Hartus, 2001).

Umbi Mikro

Target mutu pada benih kentang adalah kesehatan benih (seed health) dan kebenaran varietasnya. Oleh karena itu persoalan pokok pada benih kentang adalah bagaimana agar benih kentang yang diproduksi itu sehat, bebas dari infeksi dan infestasi penyakit. Benih kentang yang dipakai sekarang berupa organ vegetatif (umbi), sehingga sekalipun diperbanyak berkali-kali tidak akan terjadi perubahan secara genetis. Adapun kemerosotan (degenerasi) produksi yang terjadi


(22)

pada setiap generasi benih kentang yang diperbanyak/ditanam secara terus menerus disebabkan oleh infestasi penyakit yang terakumulasi pada setiap generasi dan terus terbawa pada regenerasi benih (Kuntjoro, 2000).

Propagula in vitro yang banyak digunakan dalam usaha menghasilkan benih kentang bermutu adalah tunas mikro dan umbi mikro (Wattimena 1991). Selanjutnya propagula ini dapat digunakan untuk produksi umbi mini, yaitu umbi dengan bobot 1 – 10 gram yang diinduksi dalam rumah kaca atau ketat serangga (screen house). Umbi mini diinduksi secara in vitro sehingga biayanya lebih murah (Rainiyati, dkk., 2011).

Menurut Donelly, dkk., (2003) beberapa penelitian menunjukkan bahwa umbi mikro dapat dimanfaatkan dalam produksi benih berupa generasi awal (G0) maupun generasi lanjut bergantung pada kondisi lingkungan untuk memenuhi standar mutu benih yang diharapkan.

Dalam penelitian ini persentase kontaminasi antara 20 - 30 % dari total jumlah kultur. Kontaminasi ini merupakan faktor pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan yang dapat disebabkan atau berasal dari (a) bahan tanaman/eksplan

baik external maupun internal, (b) organisme yang masuk ke media/ kultur, (c) peralatan yang kurang baik, (d) lingkungan kerja, ruang kultur yang tidak

mendukung, (e) kecerobohan dalam pelaksanaan. Jenis kontaminasi yang ditemukan adalah jamur dengan hifa yang berwarna putih dan sedikit merah muda, jamur yang berwarna hijau kehitaman, dan bakteri berwarna putih susu. Jenis kontaminasi ini dapat dikenali dari penampakan fisiknya. Dari keempat

jenis kontaminasi jamur berwarna hijau kehitaman adalah kontaminasi yang paling cepat merusak kultur. Berkembangnya jamur ini cepat dengan


(23)

terbentuknya spora-spora berwarna hijau gelap dan mampu menutupi seluruh permukaan media. Akibatnya tanaman tidak mampu bersaing dan akhirnya mati (Karjadi dan Buchory, 2007).

Perbanyakan tanaman kentang dengan kultur jaringan dapat menghasilkan benih berupa umbi mini dan umbi mikro. Penggunaan umbi mikro memiliki beberapa keuntungan, yaitu bebas dari patogen terutama virus, menghasilkan tanaman yang seragam, dan umur panen sama dengan propagul umbi biasa, kebutuhan umbi mikro sebagai benih hanya 4-5 kg per hektar dibandingkan dengan umbi biasa yang memerlukan 1-2 ton per hektar, mudah dalam penyimpanan dan transportasi serta mudah memenuhi persyaratan karantina untuk lalu lintas propagul baik dalam maupun luar negeri. Keuntungan lainnya adalah tidak dibutuhkan lahan untuk memproduksi benih G0 dan tidak tergantung pada

iklim dan musim, sehingga benih G0 dapat diproduksi sepanjang tahun (Halimah, dkk., 2008).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan umbi mikro yaitu temperatur, waktu penyinaran/photoperiode, konsentrasi sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh yang dipergunakan dan kandungan nitrogen pada media tumbuh (Karjadi dan Buchory, 2007).

Kriteria umbi mikro berkualitas baik adalah umbi dengan bobot basah lebih dari 100 mg per umbi dan berdiameter 5-10 mm serta mempunyai bahan kering lebih dari 14%. Umbi mikro dapat tumbuh secara langsung dari ketiak tunas eksplan dan secara tidak langsung pada ketiak atau terminal tunas baru (Wattimena, 2005).


(24)

Varietas Granola

Varietas adalah suatu kelompok tumbuhan tertentu asli di alam dalam suatu spesies yang mempunyai ciri atau sifat tertentu. Yang dimaksud varietas disini berbeda dengan pengertian orang awam. Istilah varietas yang sering digunakan oleh orang awam sebenarnya lebih tepat disebut kultivar. Apabila orang menyebut varietas Granola sebenarnya lebih tepat dikatakan kultivar Granola. Varietas dalam pengertian botanis adalah subspesies (Hartus, 2001).

Di Indonesia, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang telah mengoleksi plasma nutdah kentang lebih dari 300 nomor klon atau varietas. Namun, varietas unggul yang telah dilepas (dirilis) baru sedikit, antara lain varietas Cosima, Desiree, Eigenheimer, Patrones, Rapan 106, Cipanas, Thung 151 C, Segunung, Katela dan Granola. Dalam beberapa tahun terakhir dikenalkan pula beberapa varietas unggul kentang indtroduksi, misalnya Hertha, LBC, dan Atlantic. Diantara varietas – varietas unggul kentang, ternyata varietas Granola dan Atlantic paling disukai konsumen (pasar) di dalam negeri. Varietas Granola mempunyai sifat multiguna, baik untuk konsumen rumah tangga dan konsumen lembaga, maupun sebagai bahan baku industri (Rukmana, 2002).

Saat ini yang ditanam secara luas oleh para petani adalah varietas Granola dan sudah tersedia bibit bebas penyakit dari keturunan program kultur jaringan (tissue cultur). Varietas – varietas lainnya yang ditanam oleh sebagian petani adalah varietas Diaman, Atlantik (benih impor) dan Herta (Soelarso, 1997).

Untuk pasar umum, dikehendaki kentang dengan warna umbi kuning dan kadar gula tinggi. Itulah sebabnya masyarakat konsumen lebih memilih Granola yang memiliki sifat umbi demikian. Umbi varietas Granola berbentuk oval. Umur


(25)

genjah (80 – 90 hari), dan tahan terhadap beberapa penyakit berbahaya. Potensi hasil tinggi, yakni dapat mencapai 30 – 35 ton per hektar (Hartus, 2001).

Terjadi perbedaan respons antara varietas atlantik dengan granola, dimana rata-rata waktu pembentukan umbi varietas granola lebih cepat dibandingkan dengan atlantik, baik pada pemberian ekstrak daun gamal maupun pada pemberian filtrat diplodia. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan maupun produksi tanaman kentang adalah jenis tanaman yang berkaitan dengan genotipe. Perbedaan waktu pembentukan umbi pada kedua varietas dikarenakan perbedaan genotipe yang mempengaruhi proses metabolisme dalam jaringan tanaman. Cepat lambatnya pembentukan umbi dipengaruhi oleh varietas, fotoperiode dan zat pengatur tumbuh (Halimah, dkk., 2008).

Coumarin

Coumarin ialah suatu zat kimia yang menyebabkan pengembangan sel. Zat ini lazim kedapatan di dalam tanaman. Penyelidikan membuktikan, bahwa coumarin mempergiat pengembangan sel – sel pada koleoptil dan lembaran – lembaran daun. Oleh karena itu, layaklah jika coumarin itu dimasukkan di dalam golongan fitohormon (Dwidjoseputro, 1980).

Coumarin dan turunannya adalah antikoagulan utama. Coumarin tidak larut air, namun 4-hydroxy mensubstitusi sifat asam lemah dengan molekul yang membuatnya larut dalam air di bawah sedikit kondisi basa,


(26)

Pembentukan umbi mikro perlu diinduksi dengan pemberian sitokinin dan retardan. Menurut Wattimena (2000) jenis sitokinin yang dapat digunakan terdiri dari

air kelapa 10 %, BA 5 mg/l, adenin sulfat 100 mg/l dan Benomyl 150 mg/l. Jenis retardan yang biasa digunakan adalah Cycocel 600 mg/l, Alar (B9) 10 mg/l,

Coumarin 25 mg/l, Ancymidol 10 mg/l, Paclobutrazol 10 mg/l dan Uniconazol 3 mg/l (Warnita, 2008).

Coumarin adalah fitokimia dengan seperti rasa vanili. Coumarin adalah heterosiklik oksigen. Coumarin dapat terjadi baik secara bebas atau dikombinasikan dengan glukosa (glikosida kumarin). Coumarin ditemukan dalam beberapa tanaman, termasuk kacang tonka, lavender, licorice, stroberi, aprikot, ceri, kayu manis, dan semanggi manis

Menurut Warnita (2008), jumlah umbi dipengaruhi oleh komposisi media yang digunakan. Tampak bahwa jumlah umbi tertinggi didapat pada media yang diberi alar.Pembentukan umbi mikro membutuhkan zat pengatur tumbuh sebagai inisiator atau pendorong dalam pertumbuhan tanaman. Retardan (alar) mampu merangsang pengumbian dengan jalan menghambat biosintesis giberelin yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Terhambatnya pertumbuhan mengakibatkan akumulasi asimilat pada batang dan daun sehingga mampu menginduksi terbentuknya umbi.

Berdasarkan hasil pengamatan Sakya, dkk., (2002) rata-rata persentase plantlet yang menghasilkan umbi terbanyak terdapat pada plantlet dengan pemberian coumarin konsentrasi 45 mg/l, sedangkan plantlet tanpa pemberian coumarin menunjukkan persentase paling kecil. Adanya penghambatan


(27)

45 mg/l akan mempercepat masuknya tanaman ke fase generatif karena energi untuk melakukan pertumbuhan tersebut diakumulasikan untuk pembentukan umbi. Dengan demikian, plantlet yang diperlakukan dengan coumarin konsentrasi 45 mg/l ini akan lebih banyak yang dapat menghasilkan umbi.

Pemberian coumarin berpengaruh nyata terhadap tinggi planlet, jumlah planlet yang berumbi, jumlah buku, jumlah akar, waktu pembentukan umbi, dan berat kering umbi. Jumlah planlet yang berumbi dari sepuluh ulangan mulai 1 MST sampai 8 MST mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan umbi mikro sangat baik dalam menyerap unsur hara pada media kultur dan adanya penghambatan pertumbuhan vegetatif yang terjadi dengan pemberian coumarin 25 mg/l (Yudistira, 2010).

Semakin lama masa kultur semakin banyak fotosintat yang diperoleh, selanjutnya fotosintat tersebut digunakan untuk menambah jumlah sel di seluruh tubuh planlet, hasilnya planlet bertambah tinggi dan diameter batangnya semakin besar. diameter planlet kentang setelah masa inkubasi selama 21 hari dalam perlakuan intensitas cahaya 3000 lux lebih kecil ukurannya, tetapi setelah masa inkubasi selama 28 hari ukuran diameter batang planlet kentang relatif tidak berbeda satu dengan lainnya. Dalam percobaan terlihat pada planlet yang dikulturkan dalam perlakuan dengan intensitas cahaya yang lebih rendah (3000 lux), tumbuh relatif lebih tinggi dengan diameter batang yang relatif lebih kecil ukurannya (Pertamawati, 2010).

Pengumbian in vitro dapat terjadi karena kondisi lingkungan tumbuh dan komposisi media yang digunakan mampu mendorong inisiasi umbi, terutama bila dilihat dari tingginya kecepatan tumbuh umbi. Zat pengatur tumbuh merupakan


(28)

salah satu faktor yang menentukan arah perkembangan kultur selain komposisi

medium, eksplan dan lingkungan kultur seperti suhu lingkungan yang rendah (18-20 oC), keadaan gelap pada saat pengumbian dan konsentrasi sukrosa yang

tinggi. Hal ini juga dikarenakan fungsi dari inhibitor (coumarin) untuk menginduksi pengumbian dengan cara menghambat sintesis giberelin dan proses pertumbuhan secara umum, karena inisiasi umbi mikro membutuhkan gibberelin yang rendah (Wattimena, 2005).


(29)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun Percobaan Berastagi yang berada pada ketinggian ± 1340 m di atas permukaan laut pada bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah planlet kentang granola, media MS, coumarin, aquadest, alkohol, spiritus, agar-agar, gula pasir, air kelapa muda, khlorox, pembersih dengan bahan aktif Natrium Alkil Benzena Sulfonat, tisu, masker, sarung tangan, antispetik dengan bahan aktif Povidone Iodine 10%, kain hitam dan label nama.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar Air Flow, lampu UV, botol kultur, petridish, gunting, pinset, bunsen, water distilator, kamera, timbangan analitik, jangka sorong dan baki penanaman.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan, yaitu:

Faktor I = Konsentrasi Coumarin dengan 4 taraf K0 = 0,000 gram/l

K1 = 0,025 gram/l K2 = 0,050 gram/l K3 = 0,075 gram/

Faktor II = Volume Coumarin per 200 cc botol kultur dengan 4 taraf: V1 = 30 ml


(30)

V2 = 60 ml V3 = 90 ml V4 = 120 ml

Sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan, yaitu:

K0V1 K1V1 K2V1 K3V1

K0V2 K1V2 K2V2 K3V2

K0V3 K1V3 K2V3 K3V3

K0V4 K1V4 K2V4 K3V4

Jumlah ulangan : 2 ulangan

Jumlah eksplan/botol kultur : 5 eksplan Jumlah botol kultur seluruhnya : 32 botol Jumlah eksplan seluruhnya : 160 eksplan

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4 k = 1,2 dimana :

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat pengaruh konsentrasi coumarin

(K) taraf ke-j dan pengaruh volume coumarin (V) pada taraf ke-k µ : Nilai tengah

αi : Efek perlakuan konsentrasi coumarin pada taraf ke-i

βj : Efek perlakuan volume coumarin pada taraf ke-j

(αβ)ij : Interaksi antara perlakuan konsentrasi coumarin taraf ke-i dan perlakuan


(31)

εijk : Galat dari blok ke-i, konsentrasi coumarin ke-j dan volume coumarin ke-k

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian Pensterilan Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini seperti botol kultur, petridish, gunting, dan pinset disterilkan di dalam autoklaf selama 60 menit dengan suhu 121o C.

Persiapan Media Tanam

Dalam penelitian ini, media tanam yang digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS). Larutan stok media MS yang telah dipersiapkan terlebih dahulu ditakar sesuai takaran yang ada (Lampiran 2). Setelah itu, dimasukkan ke dalam botol kultur berukuran 200 cc yang telah di sterilisasi terlebih dahulu sebanyak 25 ml.

Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam yang digunakan berasal dari kentang hasil stek sprout (stek tunas) varietas Granola yang berjumlah 160 stek.

Penanaman Eksplan

Sebelum dilakukan penanaman di Laminar Air Flow, terlebih dahulu Laminar Air Flow dihidupkan selama 1 jam untuk mensterilkan Laminar Air Flow. Sambil menunggu Laminar Air Flow di sterilkan, sprout (tunas) yang terdapat di umbi kentang varietas Granola di potong kemudian di sterilkan di


(32)

dalam Povidone Iodine 10% selama 5 menit. Setelah sprout di sterilkan dan Laminar Air Flow siap digunakan, sprout di tanam ke dalam botol kultur yang telah berisi media MS sebanyak 5 tunas dan botol kultur diletakkan di dalam ruang kultur yang bersuhu 23 oC. Setelah tunas tumbuh setinggi mulut botol kultur (2-3 Minggu Setelah Tanam (MST)), tunas tersebut di sub-kultur menjadi 3 bagian. Diusahakan bagian tunas dan pertumbuhannya bagus. Tunas yang sudah di sub-kulturkan tersebut ditanam kembali ke media MS yang baru sebanyak 5 tunas (tunas berdaun 2). Setelah tumbuh sampai mulut botol kultur, di sub-kultur kembali dan di tanam ke media MS baru (dalam penelitian ini sub-kultur dilakukan sebanyak 2 kali) dan diletakkan di rak kultur yang ditutupi dengan kain hitam yang bersuhu 18 oC. Jumlah eksplan dalam botol berjumlah 5 eksplan.

Aplikasi Coumarin

Hal pertama yang dilakukan adalah menghitung coumarin sebanyak 0,025 gram, 0,050 gram dan 0,075 gram. Kemudian masing-masing konsentrasi coumarin dilarutkan ke dalam 1 liter aquadest. Setelah itu, di aplikasikan pada planlet yang telah berumur 3 MST dengan konsentrasi coumarin (0,000 gram/l, 0,025 gram/l, 0,050 gram/l dan 0,075 gram/l) dan volume coumarin (30 ml, 60 ml, 90 ml, 120 ml) sesuai dengan perlakuan yang di uji.

Pengamatan Parameter

Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro (%)

Persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro diamati pada umur 1 bulan dan 2 bulan setelah aplikasi (BSA) dengan rumus :

% Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro = planletmenghasilkanumbimikro


(33)

Persentase Planlet Yang Mati (%)

Persentase planlet yang mati diamati pada umur 2 bulan setelah aplikasi (BSA) dengan rumus :

% Planlet Yang Mati = planletyangmati

planletseluruhnya x 100 % Jumlah Umbi Mikro Per Planlet (umbi)

Jumlah umbi mikro per planlet di setiap perlakuan diamati pada umur 3 bulan setelah aplikasi (BSA).

Bobot Umbi Mikro Per Planlet (gram)

Bobot umbi mikro per planlet di setiap perlakuan dihitung pada umur 3 bulan setelah aplikasi (BSA) dengan menggunakan timbangan analitik.

Bobot Per Umbi Mikro (gram)

Bobot per umbi mikro di setiap perlakuan dihitung pada umur 3 bulan setelah aplikasi (BSA) dengan menggunakan timbangan analitik.

Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm)

Diameter umbi mikro per planlet di setiap perlakuan dihitung pada umur 3 bulan setelah aplikasi (BSA) dengan menggunakan jangka sorong.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan hasil penelitian dan sidik ragam (Lampiran 5-32) diketahui bahwa perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata terhadap parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dan 2 BSA serta diameter umbi mikro per planlet. Perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dan 2 BSA, jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan diameter umbi mikro per planlet. Interaksi antara pemberian konsentrasi dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro (%)

Berdasarkan data peneltian dan hasil sidik ragam (Lampiran 5 – 12), diketahui bahwa perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dan 2 BSA, perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dan 2 BSA. Interaksi perlakuan konsentrasi dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro.

Rataan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dan 2 BSA pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin dapat dilihat


(35)

Tabel 1. Rataan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (%) 1-2 BSA pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin

Konsentrasi Coumarin

(gram/l)

Volume Coumarin (ml)

Rataan V1 (30) V2 (60) V3 (90) V4 (120)

1 BSA

K0 (0,000) 0,000 10,000 40,000 30,000 20,000 c K1 (0,025) 80,000 40,000 80,000 70,000 67,500 b K2 (0,050) 60,000 50,000 90,000 90,000 72,500 ab K3 (0,075) 50,000 90,000 90,000 90,000 80,000 a

Rataan 47,500 b 47,500 b 75,000 a 70,000 a

2 BSA

K0 (0,000) 10,000 30,000 50,000 100,000 47,500 b K1 (0,025) 90,000 90,000 100,000 100,000 95,000 a K2 (0,050) 80,000 100,000 100,000 100,000 95,000 a K3 (0,075) 70,000 100,000 100,000 90,000 90,000 a

Rataan 62,500 c 80,000 b 87,500 b 97,500 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA pada taraf pemberian konsentrasi coumarin 0,075 gram/l (K3) menunjukkan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro tertinggi (80,000) yang berbeda nyata dengan K0 dan K1 namun berbeda tidak nyata dengan K2. Pada taraf pemberian konsentrasi coumarin 0,025 gram/l (K1) dan konsentrasi coumarin 0,050 gram/l (K2) menunjukkan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro tertinggi (95,000) pada umur 2 BSA yang berbeda nyata dengan K0 namun tidak berbeda nyata dengan K3.

Persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA pada taraf pemberian volume coumarin 90 ml (V3) menunjukkan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro tertinggi (75,000) yang berbeda nyata dengan V1 dan V2 namun tidak berbeda nyata dengan V4. Pada taraf pemberian volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan persentase planlet yang menghasilkan umbi


(36)

mikro tertinggi (97,500) pada umur 2 BSA yang berbeda nyata dengan V1, V2 dan V3.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa pemberian konsentrasi coumarin 0,075 gram/l menunjukkan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro tertinggi (80,000) pada umur 1 BSA dimana semakin tinggi konsentrasi coumarin yang diberikan maka persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro semakin meningkat. Pada persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi coumarin 0,050 gram/l (95,000) adalah persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro tertinggi dimana semakin tinggi konsentrasi coumarin yang diberikan maka persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro semakin meningkat namun mengalami penurunan pada konsentrasi 0,075 gram/l.

Pada pemberian volume coumarin 90 ml menunjukkan persentase planlet

yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA tertinggi (75,00) namun pada umur 2 BSA kembali mengalami peningkatan persentase planlet yang menghasilkan

umbi mikro 2 BSA tertinggi pada pemberian volume coumarin 120 ml (97,500) dimana semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka persentase planlet yang meghasilkan umbi mikro semakin meningkat.

Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin dilihat pada gambar 1.


(37)

Gambar 1. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dengan perlakuan beberapa konsentrasi coumarin tertinggi yaitu 80,000 % diperoleh pada pemberian 0,075 gram/l dimana semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro semakin meningkat.

Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dengan perlakuan volume coumarin dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dengan perlakuan volume coumarin

Ŷ= -16000x2+ 1940x + 22,25 R² = 0,954

0 25 50 75 100

0 0,025 0,05 0,075

P er sen tas e P lan let Y an g M engha si lka n Um bi M ikr o 1 B S A (%)

Konsentrasi Coumarin (gram/l) Y max = 81

X opt = 0,060

Ŷ = 0,316x + 36,25 r = 0,841 0

20 40 60 80

0 30 60 90 120

P er sen tas e P lan let Y an g M engha si lka n Um bi M ikr o 1 B S A (%)


(38)

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dengan perlakuan beberapa volume coumarin tertinggi yaitu 75,000 % diperoleh pada pemberian volume coumarin 90 ml namun mengalami penurunan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada volume coumarin 120 ml seiring dengan peningkatan volume coumarin.

Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 2 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 2 BSA dengan perlakuan beberapa konsentrasi coumarin

tertinggi yaitu 95,000 % diperoleh pada pemberian konsentrasi coumarin 0,050 gram/l sedangkan semakin meningkatnya pemberian konsentrasi coumarin

yaitu 0,075 gram/l menurunkan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro sebesar 90,000 %.

Ŷ = -21000x2+ 2085x + 49,62 R² = 0,943

0 45 90 135

0 0,025 0,05 0,075

P er sen tas e P lan let y an g M en g h as il k an U m bi M ikr o 2 B S A (%)

Konsentrasi Coumarin (gram/l) Y max = 101,5


(39)

Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 2 BSA dengan perlakuan volume coumarin dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA dengan perlakuan volume coumarin

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 2 BSA dengan perlakuan beberapa volume coumarin tertinggi pada pemberian volume 120 ml yaitu 97,500 %. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA semakin meningkat.

Persentase Planlet Yang Mati (%)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 13 – 16), diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin dan perlakuan volume coumarin serta interaksi pemberian coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap persentase planlet yang mati.

Rataan persentase planlet yang mati pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin dapat dilihat pada Tabel 2.

Ŷ = 0,375x + 53,75 r = 0,966

0 25 50 75 100

0 30 60 90 120

P er sen tas e P lan let Y an g M en g h as il k an U m bi M ikr o 2 B S A (%)


(40)

Tabel 2. Rataan persentase planlet yang mati (%) pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin

Konsentrasi Coumarin

(gram/l)

Volume Coumarin (ml)

Rataan V1 (30) V2 (60) V3 (90) V4 (120)

K0 (0,000) 0,000 0,000 50,000 0,000 12,500

K1 (0,025) 10,000 10,000 0,000 0,000 5,000

K2 (0,050) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

K3 (0,075) 0,000 0,000 0,000 10,000 2,500

Rataan 2,500 2,500 12,500 2,500

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pemberian konsentrasi coumarin 0,000 gram/l menunjukkan persentase planlet yang mati tertinggi (12,500) dimana semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka persentase planlet yang mati cenderung menurun namun cenderung mengalami peningkatan pada pemberian konsentrasi coumarin 0,075 gram/l.

Pada pemberian coumarin 90 ml menunjukkan persentase planlet yang mati tertinggi (12,500) dimana semakin banyak volume coumarin yang diberikan maka semakin tinggi persentase planlet yang mati namun mengalami penurunan persentase planlet yang mati pada pemberian volume coumarin 120 ml.

Jumlah Umbi Mikro Per Planlet (Umbi)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 17 - 20), diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi mikro, perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi mikro. Interaksi pemberian konsentrasi coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah umbi mikro.


(41)

Rataan jumlah umbi mikro pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah umbi mikro per planlet (umbi) pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin

Konsentrasi Coumarin

(gram/l)

Volume Coumarin (ml)

Rataan V1 (30) V2 (60) V3 (90) V4 (120)

K0 (0,000) 0,100 0,300 0,800 3,100 1,075

K1 (0,025) 1,500 1,100 2,200 1,900 1,675

K2 (0,050) 1,200 1,300 1,600 1,400 1,375

K3 (0,075) 0,700 1,400 1,300 1,500 1,225

Rataan 0,875 c 1,025 c 1,475 b 1,975 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa pemberian konsentrasi coumarin 0,025 gram/l menunjukkan jumlah umbi mikro per planlet tertinggi (1,675) dimana semakin tinggi konsentrasi coumarin yang diberikan maka jumlah umbi mikro per planlet cenderung menurun.

Pada perlakuan volume coumarin 120 ml menunjukkan jumlah umbi mikro per planlet tertinggi (1,975) dimana semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka jumlah umbi mikro per planlet semakin meningkat.

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah umbi mikro per planlet pada taraf pemberian volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan jumlah umbi mikro per planlet yang tertinggi (1,975) yang berbeda nyata dengan V1, V2 dan V3.

Grafik hubungan jumlah umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume coumarin dilihat pada gambar 5.


(42)

Gambar 5. Hubungan jumlah umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume coumarin

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa jumlah umbi mikro per planlet dengan perlakuan beberapa volume coumarin tertinggi yaitu 1,975 umbi pada pemberian volume 120 ml dimana semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka jumlah umbi mikro yang dihasilkan semakin meningkat.

Bobot Umbi Mikro Per Planlet (gram)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 21 – 24), diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap bobot umbi mikro per planlet, perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap bobot umbi mikro per planlet. Interaksi pemberian konsentrasi coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot umbi mikro per planlet.

Rataan bobot umbi mikro per planlet pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin dapat dilihat pada Tabel 4.

Ŷ= 0,012x + 0,4 r = 0,977

0 0,8 1,6 2,4

0 30 60 90 120

Jum

la

h

Um

bi

M

ikr

o

P

er

P

la

nl

et

(

um

bi

)


(43)

Tabel 4. Rataan bobot umbi mikro per planlet (gram) pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin

Konsentrasi Coumarin

(gram/l)

Volume Coumarin (ml)

Rataan V1 (30) V2 (60) V3 (90) V4 (120)

K0 (0,000) 0,021 0,050 0,136 0,415 0,155

K1 (0,025) 0,088 0,138 0,403 0,260 0,222

K2 (0,050) 0,135 0,178 0,192 0,249 0,189

K3 (0,075) 0,078 0,175 0,121 0,129 0,126

Rataan 0,080 b 0,135 b 0,213 a 0,263 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa pemberian konsentrasi coumarin 0,025 gram/l menunjukkan bobot umbi mikro per planlet tertinggi (0,222) dimana semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka bobot umbi mikro per planlet cenderung menurun.

Pada pemberian volume coumarin 120 ml menunjukkan bobot umbi mikro per planlet tertinggi (0,263) dimana semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka bobot umbi mikro per planlet semakin meningkat.

Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot umbi mikro per planlet pada taraf pemberian volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan bobot umbi mikro per planlet yang tertinggi (0,263) yang berbeda nyata dengan V1 dan V2 namun tidak berbeda nyata dengan V3.

Grafik hubungan bobot umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume coumarin dilihat pada gambar 6.


(44)

Gambar 6. Hubungan bobot umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume coumarin

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa bobot umbi mikro per planlet dengan perlakuan beberapa volume coumarin tertinggi pada pemberian volume 120 ml yaitu 0,263 gram. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka bobot umbi mikro per planlet semakin meningkat.

Bobot Per Umbi Mikro (gram)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 25 - 28), diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap bobot per umbi mikro, perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap bobot per umbi mikro. Interaksi pemberian konsentrasi coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot per umbi mikro.

Rataan bobot per umbi mikro pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin dapat dilihat pada Tabel 5.

Ŷ= 0,002x + 0,016 r = 0,996

0 0,08 0,16 0,24 0,32

0 30 60 90 120

B

obot

Um

bi

M

ikr

o

P

er

P

la

nl

et

(

gr

am

)


(45)

Tabel 5. Rataan bobot per umbi mikro (gram) pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin

Konsentrasi Coumarin

(gram/l)

Volume Coumarin (ml)

Rataan V1 (30) V2 (60) V3 (90) V4 (120)

K0 (0,000) 0,021 0,050 0,080 0,213 0,091

K1 (0,025) 0,071 0,107 0,182 0,159 0,130

K2 (0,050) 0,091 0,143 0,142 0,186 0,140

K3 (0,075) 0,061 0,145 0,096 0,080 0,095

Rataan 0,061 c 0,111 b 0,125 ab 0,160 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa konsentrasi coumarin 0,050 gram/l menunjukkan bobot per umbi mikro tertinggi (0,140) dimana cenderung mengalami peningkatan dengan semakin tinggi konsentrasi coumarin yang diberikan namun cenderung menurun pada konsentrasi coumarin 0,075 gram/l.

Pada pemberian volume coumarin 120 ml menunjukkan bobot per umbi mikro tertinggi (0,160) dimana semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka bobot per umbi mikro semakin meningkat.

Tabel 5 menunjukkan bahwa bobot per umbi mikro pada taraf pemberian volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan bobot per umbi mikro yang tertinggi (0,160) yang berbeda nyata dengan V1 dan V2 namun berbeda tidak nyata dengan V3.

Grafik hubungan bobot per umbi mikro dengan perlakuan volume coumarin dilihat pada gambar 7.


(46)

Gambar 7. Hubungan bobot per umbi mikro dengan perlakuan volume coumarin Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa bobot per umbi mikro dengan perlakuan beberapa volume coumarin tertinggi terdapat pada pemberian volume coumarin 120 ml yaitu sebesar 0,263 gram. Semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka bobot per umbi mikro semakin meningkat.

Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 29 – 32), diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata terhadap diameter umbi mikro per planlet, perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap diameter umbi mikro per planlet. Interaksi pemberian konsentrasi coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap parameter diameter umbi mikro per planlet.

Rataan diameter umbi mikro per planlet pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin dapat dilihat pada Tabel 6.

Ŷ = 0,001x + 0,036 r = 0,978

0 0,05 0,1 0,15 0,2

0 30 60 90 120

B

obot

P

er

Um

bi

M

ikr

o

(gr

am

)


(47)

Tabel 6. Rataan diameter umbi mikro per planlet (mm) pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin

Konsentrasi Coumarin

(gram/l)

Volume Coumarin (ml)

Rataan V1 (30) V2 (60) V3 (90) V4 (120)

K0 (0,000) 0,066 0,185 0,311 0,538 0,275 c

K1 (0,025) 0,383 0,361 0,556 0,537 0,459 ab

K2 (0,050) 0,380 0,533 0,549 0,615 0,519 a

K3 (0,075) 0,251 0,535 0,491 0,409 0,422 b

Rataan 0,270 c 0,404 b 0,477 ab 0,525 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa konsentrasi coumarin 0,050 gram/l menunjukkan diameter umbi mikro per planlet tertinggi (0,519) dimana mengalami peningkatan dengan semakin tinggi konsentrasi coumarin yang diberikan namun menurun pada konsentrasi coumarin 0,075 gram/l.

Pada pemberian volume coumarin 120 ml menunjukkan diameter umbi mikro per planlet tertinggi (0,525) dimana semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka semakin diameter umbi mikro per planlet semakin meningkat.

Tabel 6 menunjukkan bahwa diameter umbi mikro per planlet pada taraf pemberian konsentrasi coumarin 0,050 gram/l (K2) menunjukkan diameter umbi mikro per planlet yang tertinggi (0,519) yang berbeda nyata dengan K0 dan K3 namun berbeda tidak nyata dengan K1 sedangkan pada pemberian volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan diameter umbi tertinggi (0,525) yang berbeda nyata dengan V1 dan V2 namun berbeda tidak nyata dengan V3.

Grafik hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan konsentrasi coumarin dilihat pada gambar 8.


(48)

Gambar 8. Hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan konsentrasi coumarin

Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan beberapa konsentrasi coumarin tertinggi pada pemberian konsentrasi coumarin 0,050 gram/l yaitu 0,519 mm sedangkan pada pemberian konsentrasi coumarin 0,075 gram/l mengalami penurunan diameter umbi mikro yaitu 0,4222 mm.

Grafik hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume coumarin dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume coumarin

Ŷ= -112,8x2+ 10,45x + 0,273 R² = 0,998

0 0,2 0,4 0,6

0 0,025 0,05 0,075

D ia m et er U m b i M ik ro P er P la n le t (m m )

Konsentrasi Coumarin (gram/l) Y max = 0,51

X opt = 0,045

Ŷ = 0,002x + 0,209 r = 0,974 0

0,2 0,4 0,6

0 30 60 90 120

D ia m et er Um b i M ik ro P er P la n le t ( m m )


(49)

Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume coumarin tertinggi terdapat pada pemberian volume coumarin 120 ml yaitu 0,525 mm. Semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka diameter umbi mikro semakin meningkat.

Pembahasan

Pengaruh konsentrasi coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum tuberosumL.)

Berdasarkan hasil penelitian bahwa perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata terhadap parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 – 2 BSA dan diameter umbi mikro per planlet.

Pada parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (Tabel 1) berpengaruh nyata pada umur 1 – 2 BSA. Rataan persentase planlet

yang menghasilkan umbi mikro tertinggi pada umur 1 BSA terdapat pada taraf 0,075 gram/l (K3) yakni 80,000 %. Rataan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro tertinggi 2 BSA pada taraf 0,025 gram/l (K1) dan 0,050 gram/l (K2) yakni 95,000 %. Dalam hal ini, menurut saya konsentrasi terbaik adalah 0,025 gram/l karena di tinjau dari segi ekonomis yaitu penggunaan coumarin yang lebih sedikit sehingga dapat menekan biaya (seperti kita ketahui bahwa bahan kimia tersebut harganya mahal). Terjadi perbedaan pengaruh pemberian konsentrasi coumarin yaitu 1 BSA pada taraf 0,075 gram/l sedangkan 2 BSA pada taraf 0,025 gram/l. Hal ini disebabkan bahwa pada umur planlet 1 BSA, coumarin belum bersifat sebagai penghambat pertumbuhan vegetatif dari planlet tersebut melainkan bersifat sebagai nutrisi untuk pertumbuhan planlet tersebut. Setelah planlet berumur 2 BSA, baru terlihat dari sifat coumarin tersebut yaitu menghambat pertumbuhan vegetatif. Selain itu, perbedaan genetika pada setiap


(50)

tanaman yang berpengaruh pada kemampuan metabolisme tanaman dalam mengabsorbsi zat pengatur tumbuh. Halimah, dkk., (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan maupun produksi tanaman kentang adalah jenis tanaman yang berkaitan dengan genotipe. Perbedaan waktu pembentukan umbi pada kedua varietas dikarenakan perbedaan genotipe yang mempengaruhi proses metabolisme dalam jaringan tanaman. Cepat lambatnya pembentukan umbi dipengaruhi oleh varietas, fotoperiode dan zat pengatur tumbuh.

Berdasarkan Tabel 6, perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata terhadap parameter diameter umbi mikro per planlet pada taraf 0,050 gram/l (K2) sebesar 0,519 mm. Hal tersebut dikarenakan coumarin sebagai retardan berfungsi untuk menghambat pertumbuhan vegetatif. Dengan terhambatnya pertumbuhan vegetatif, maka dapat meningkatkan akumulasi asimilat pada daun sehingga dapat menginduksi terbentuknya umbi. Hal ini didukung oleh Wattimena (2005) yaitu kriteria umbi mikro berkualitas baik adalah umbi dengan bobot basah lebih dari 100 mg per umbi dan berdiameter 5-10 mm serta mempunyai bahan kering lebih dari 14%. Umbi mikro dapat tumbuh secara langsung dari ketiak tunas eksplan dan secara tidak langsung pada ketiak atau terminal tunas baru.

Pengaruh volume coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum tuberosumL.)

Berdasarkan hasil penelitian bahwa perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA – 2 BSA, jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan diameter umbi mikro per planlet.


(51)

Berdasarkan Tabel 1, parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro menunjukkan bahwa perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata pada umur 1 BSA. Persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dengan pemberian volume coumarin 90 ml (V3) menunjukkan persentase planlet yaang menghasilkan umbi mikro tertinggi yaitu 75,000 %. Pada parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro umur 2 BSA, pemberian volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro tertinggi yaitu 97,5000 %. Pada Tabel 3, pemberian volume coumarin berpengaruh nyata terhadap perlakuan jumlah umbi mikro per planlet dengan jumlah umbi tertinggi terdapat pada taraf 120 ml (V4) yaitu sebanyak 1,975 umbi. Pada Tabel 4, perlakuan bobot umbi mikro per planlet dengan bobot umbi mikro tertinggi pada taraf 120 ml (V4) yaitu sebesar 0,263 gram. Pada Tabel 5, perlakuan bobot per umbi mikro dengan bobot umbi mikro tertinggi pada taraf 120 ml (V4) yaitu sebesar 0,160 gram. Pada Tabel 6, perlakuan diameter umbi mikro per planlet dengan diameter tertinggi pada taraf 120 ml (V4) yaitu sebesar 0,525 mm. Hal ini sesuai dengan cara kerja coumarin sebagai penghambat pertumbuhan ke atas seperti batang dan daun. Semakin banyak volume coumarin yang diberikan maka efek dari penghambatan tersebut semakin besar sehingga pertumbuhan dan produksi umbi mikro semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan Warnita (2008) yang menyatakan bahwa jumlah umbi dipengaruhi oleh komposisi media yang digunakan. Tampak bahwa jumlah umbi tertinggi didapat pada media yang diberi alar. Pembentukan umbi mikro membutuhkan zat pengatur tumbuh sebagai inisiator atau pendorong dalam pertumbuhan tanaman. Retardan (alar) mampu merangsang pengumbian dengan


(52)

jalan menghambat biosintesis giberelin yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Terhambatnya pertumbuhan mengakibatkan akumulasi asimilat pada batang dan daun sehingga mampu menginduksi terbentuknya umbi.

Pengaruh interaksi konsentrasi dan volume coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum tuberosumL.)

Berdasarkan hasil penelitian bahwa interaksi konsentrasi coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap perlakuan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 – 2 BSA, persentase planlet yang mati, jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan diameter umbi mikro per planlet.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata terhadap parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA – 2 BSA dan diameter umbi mikro per planlet dengan pemberian konsentrasi coumarin terbaik yaitu 0,050 gram/l.

2. Perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA – 1 BSA, jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan diameter umbi mikro per planlet dengan pemberian volume coumarin terbaik yaitu 120 ml.

3. Interaksi konsentrasi coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA – 2 BSA, persentase planlet yang mati, jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan diameter umbi mikro per planlet.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, volume coumarin terbaik terdapat pada pemberian volume coumarin 120 ml. Pada pemberian konsentrasi coumarin 0,025 gram/l menunjukkan hasil terbaik namun diperlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan konsentrasi coumarin yang optimal.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial – Ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Deptan. 2010. Tanaman C3, C4 dan CAM. Diunduh 18 Maret 2014.

Dewi, Y. P. 2011. Pengaruh Pemberian Beberapa Konsentrasi Coumarin Terhadap Umbi G1 Kentang (Solanum tuberosum L.). Skripsi. Universitas

Andalas, Padang.

Donelly, D. J., W. K. Coleman., dan E. Shirlyn. 2003. Potato Microtuber Production And Performance : A Review. Am. J. Pot. Res. 80(2):03-115. Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisologi Tumbuhan. PT. Gramedia, Jakarta. Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Lab. Kultur Jaringan

PAU. Bioteknologi IPB. Di Jen Pend. Tinggi P&K.

Halimah, S., M. Ansyar., T. Kuswinanti., R. Sjahril., Baharuddin., A. Ala., dan E. Sam’un. 2008. Kajian Pemanfaatan Filtrat Cendawan Lasiodiplodia

theobromae Dan Ekstrak Daun Gamal Sebagai Penginduksi Umbi Mikro Kentang Secara In-Vitro Dalam Seminar Nasional Pekan Kentang Lembang, 20-21 Agustus 2008. 13 hlm.

Hani, A. M. 2012. Pengeringan Lapisan Tipis Kentang (Solanum tuberosum. L) Varietas Granola. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hartus, T. 2001. Usaha Pembibitan Kentang Bebas Virus. Penebar Swadaya, Jakarta.

Jain, P. K. dan H. Joshi. 2012. Coumarin: Chemical and Pharmacological Profile.

J. App. Pharma. Sci. 02(06): 236-240.

Karjadi, A. K. dan Buchory, A. 2007. Pengaruh Konsentrasi BAP dan Sumber Karbohidrat Gula Terhadap Induksi Umbi Mikro Kentang. J. Agrivigor

6(3):197-205.

Kuntjoro, A. S. 2000. Produksi Umbi Mini Kentang G0 Bebas Virus melalui Perbanyakan Planlet secara Kultur Jaringan di PT. Intidaya Agrolestari (Inagro) Bogor – Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. 62p.

Mariani, N. 2011. Analisa Perbandingan Pendapatan Dan Keuntungan Usahatani Kentang (Solanum Tuberosum L.) Antara Menggunakan Benih Kultur Jaringan Bersertifikat (G4) Dengan Benih Lokal Di Kanagarian Batagak


(55)

Kecamatan Sungai Puar Kabupaten Agam. Skripsi. Universitas Andalas, Padang.

Rainiyati., Jasminarni., Neliyati., dan H. Henny. 2011. Proses Penyediaan Bahan Setek Kentang Asal Kultur Jaringan Untuk Produksi Bibit Kentang Mini Pada Kelompok Tani Kentang Di Kecamatan Kayu Aro Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat 52:1-7.

Rubatzky, V. E. dan Yamaguchi, M. 1998. Sayuran Dunia 1. Penerbit ITB, Bandung.

Rukmana, R. 2002. Usaha Tani Kentang Sistem Mulsa Plastik. Kanisius, Yogyakarta.

Sakya, A. T., A. Yunus., Samanhudi., dan U. Baroroh. 2002. Pengaruh Coumarin Dan Aspirin Dalam Menginduksi Umbi Mikro Kentang (Solanum Tuberosum L.). Agros 5(1):20-24.

Soelarso, B. 1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Ummah, K. dan P. Agus. 2009. Budidaya Tanaman Kentang (Solanum tuberosum

L.) Dengan Aspek Khusus Pembibitan di Hikmah Farm, Pengalengan, Bandung, Jawa Barat. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Warnita. 2008. Modifikasi Media Pengumbian Kentang Dengan Beberapa Zat Penghambat Tumbuh. Jerami 1(1):50-52.

Wattimena, G. A. 2000. Pengembangan Propagul Kentang Bermutu dari Kultivar Unggul dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kentang di Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

______________. 2005. Aspirin sebagai Subtitusi Coumarin dalam Pengumbian In Vitro Kentang. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan Jurusan Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. IPB.

Yudistira, G. 2010. Induksi Umbi Mikro Kentang Dengan Kultur Jaringan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Bogor.


(56)

Lampiran 1. Deskripsi Kentang Varietas Granola

Umur Tanaman : 100 hari – 115 hari

Tinggi Tanaman : 60 cm – 70 cm (rata – rata 65 cm)

Bentuk Daun : Oval

Bentuk Umbi : Oval

Ujung Daun : Runcing

Tepi Daun : Rata

Permukaan Daun : Berkerut

Mata Umbi : Dangkal

Permukaan Kulit Umbi : Halus

Warna Batang : Hijau

Warna Daun : Hijau

Warna Kulit Umbi : Kuning keputihan

Warna Putik : Putih

Warna Daging Umbi : Kuning Warna Benang Sari : Kuning Jumlah Benang Sari : 5 buah

Kualitas Umbi : Baik

Kandungan Karbohidrat : ± 12 %

Kandungan Vitamin C : ± 13 mg/100 gram bahan

Hasil : 10-30 ton/ha

Ketahanan Terhadap Penyakit : 1. Tahan terhadap PVA dan PVY

2. Agak tahan terhadap PLRV

3. Agak peka terhadap penyakit layu bakteri dan busuk daun.

Rekomendasi : Baik ditanam pada musim kemarau dan dapat

juga ditanam di musim hujan.

Keterangan : Baik digunakan sebagai kentang meja dan kentang sayur


(57)

Lampiran 2. Komposisi Media Murashige and Skoog (MS)

No. Komponen mg/liter Diper-

banyak Konsetrasi stok gram/L Sprout Cultur MP Sub-Cultur ZP Tuber Mononutrient MS I

1. NH4NO3 1650 25 x 41,25

(1x) 40 ml (1x) 80 ml (1x) 20 ml

KNO3 1900 25 x 47,50

(1x) 40 ml (1x) 80 ml (1x) 40 ml

2. CaCl2.2H2O 440 25 x 11,00

3. MgSO4.7H2O 370 25 x 9,25

4. KH2PO4 170 25 x 4,25

Mononutrient. MS II

1. KI 0,83 100 x 0,083

(1x) 10 ml (1x) 10 ml (1x) 10 ml

2. H3BO3 6,200 100 x 0,620

3. MnSO4.7H2O 22,300 100 x 2,230

4. ZnSO4.7H2O 8,600 100 x 0,860

5. Na2MoO4.2H2O 0,250 100 x 0,0250

6. CuSO4.5H2O 0,025 100 x 0,0025

7. CoCl2.6H2O 0,025 100 x 0,0025

Vitamin. MS II

1. Niasin 0,5 100 x 0,05

(1x) 10 ml (1x) 10 ml (1x) 10 ml

2. Piridoksin-HCl 0,5 100 x 0,05

3. Tiamin-HCl 0,1 100 x 0,01

4. Glisin 2,0 100 x 0,20

Zat Besi

1. Na2 EDTA 37,25 100 x 3,725 (1x)

10 ml

(1x) 10 ml

(1x) 10 ml

2. FeSO4.7H2O 27,80 100 x 2,780

Sukrosa 20 gr 40 gr 80 gr

Air kelapa 100 ml 100 ml 100 ml

Ba. 100 ppm - - 10 ml

∗ Agar-agar = 6 gr/liter


(58)

Lampiran 3. Bagan Penelitian

Ulangan I Ulangan II

10 cm 10 cm U

T B

S

K2V2 K1V1

K1V3

K2V1 K0V2

K1V3

K0V3

K1V4 K3V2 K1V2

K3V2 K1V4

K2V1 K1V1

K3V3 K3V3

K0V4 K0V4

K2V3 K3V4

K2V2 K3V1

K3V1 K3V4

K0V1 K2V3


(59)

Lampiran 4. Rencana Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1. Pensterilan Alat X

2. Persiapan Media

Tanam X

3. Persiapan Bahan

Tanam X

4. Penanaman

Eksplan X

5. Aplikasi

Coumarin X

6. Penyemprotan

Alkohol X X X X X X X X X X X X X X X X

7. Pengamatan

Parameter

Persentase Planlet Yang

Menghasilkan Umbi Mikro

X X

Persentase Planlet

Yang Mati X

Jumlah Umbi

Mikro Per Planlet X

Bobot Umbi

Mikro Per Planlet X

Bobot Per Umbi

Mikro X

Diameter Umbi


(60)

Lampiran 5. Data Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 1 BST (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 0 0 0 0

K0V2 20 0 20 10

K0V3 20 60 80 40

K0V4 20 40 60 30

K1V1 100 60 160 80

K1V2 60 20 80 40

K1V3 60 100 160 80

K1V4 80 60 140 70

K2V1 40 80 120 60

K2V2 80 20 100 50

K2V3 100 80 180 90

K2V4 100 80 180 90

K3V1 40 60 100 50

K3V2 80 100 180 90

K3V3 80 100 180 90

K3V4 80 100 180 90

Total 960 960 1920

Rataan 60 60 60

Lampiran 6. Sidik Ragam Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 1 BST

SK db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 26800,00 1786,67 3,76 2,35 *

K 3 17700,00 5900,00 12,42 3,24 *

Linier 1 13690,00 13690,00 28,82 4,49 * Kuadratik 1 3200,00 3200,00 6,74 4,49 *

V 3 5100,00 1700,00 3,58 3,24 *

Linier 1 3610,00 3610,00 7,60 4,49 *

KxV 9 4000,00 444,44 0,94 2,54 tn

Galat 16 7600,00 475,00

Total 31 34400,00

FK : 115200,00 KK : 36,32 %

Keterangan : tn = tidak nyata


(61)

Lampiran 7. Data Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 1 BST (%) setelah Transformasi Arcsin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 19,93 19,93 39,86 19,93

K0V2 33,85 19,93 53,78 26,89

K0V3 33,85 42,38 76,23 38,12

K0V4 33,85 38,52 72,37 36,18

K1V1 57,78 42,38 100,16 50,08

K1V2 42,38 33,85 76,23 38,12

K1V3 42,38 57,78 100,16 50,08

K1V4 46,60 42,38 88,99 44,49

K2V1 38,52 46,60 85,12 42,56

K2V2 46,60 33,85 80,45 40,23

K2V3 57,78 46,60 104,38 52,19

K2V4 57,78 46,60 104,38 52,19

K3V1 38,52 42,38 80,90 40,45

K3V2 46,60 57,78 104,38 52,19

K3V3 46,60 57,78 104,38 52,19

K3V4 46,60 57,78 104,38 52,19

Total 689,61 686,51 1376,12

Rataan 43,10 42,91 43,00

Lampiran 8. Sidik Ragam Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 1 BST setelah Transformasi Arcsin

SK db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 2850,14 190,01 3,53 2,35 *

K 3 1780,41 593,47 11,04 3,24 *

Linier 1 1346,68 1346,68 25,05 4,49 *

Kuadratik 1 335,38 335,38 6,24 4,49 *

V 3 583,28 194,43 3,62 3,24 *

Linier 1 430,73 430,73 8,01 4,49 *

KxV 9 486,45 54,05 1,01 2,54 tn

Galat 16 860,03 53,75

Total 31 3710,17

FK : 59178,08 KK : 17,05 %

Keterangan : tn = tidak nyata


(62)

Lampiran 9. Data Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 2 BST (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 0 20 20 10

K0V2 20 40 60 30

K0V3 0 100 100 50

K0V4 100 100 200 100

K1V1 80 100 180 90

K1V2 80 100 180 90

K1V3 100 100 200 100

K1V4 100 100 200 100

K2V1 60 100 160 80

K2V2 100 100 200 100

K2V3 100 100 200 100

K2V4 100 100 200 100

K3V1 60 80 140 70

K3V2 100 100 200 100

K3V3 100 100 200 100

K3V4 100 80 180 90

Total 1200 1420 2620

Rataan 75 88,75 81,88

Lampiran 10. Sidik Ragam Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 2 BST

SK db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 23687,50 1579,17 3,61 2,35 *

K 3 12737,50 4245,83 9,70 3,24 *

Linier 1 6502,50 6502,50 14,86 4,49 *

Kuadratik 1 5512,50 5512,50 12,60 4,49 *

V 3 5237,50 1745,83 3,99 3,24 *

Linier 1 5062,50 5062,50 11,57 4,49 *

KxV 9 5712,50 634,72 1,45 2,54 tn

Galat 16 7000,00 437,50

Total 31 30687,50

FK : 214512,50 KK : 25,55 %

Keterangan : tn = tidak nyata


(63)

Lampiran 11. Data Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 2 BST (%) setelah Transformasi Arcsin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 19,93 33,85 53,78 26,89

K0V2 33,85 38,52 72,37 36,18

K0V3 19,93 57,78 77,70 38,85

K0V4 57,78 57,78 115,55 57,78

K1V1 46,60 57,78 104,38 52,19

K1V2 46,60 57,78 104,38 52,19

K1V3 57,78 57,78 115,55 57,78

K1V4 57,78 57,78 115,55 57,78

K2V1 42,38 57,78 100,16 50,08

K2V2 57,78 57,78 115,55 57,78

K2V3 57,78 57,78 115,55 57,78

K2V4 57,78 57,78 115,55 57,78

K3V1 42,38 46,60 88,99 44,49

K3V2 57,78 57,78 115,55 57,78

K3V3 57,78 57,78 115,55 57,78

K3V4 57,78 46,60 104,38 52,19

Total 771,65 858,87 1630,52

Rataan 48,23 53,68 50,95

Lampiran 12. Sidik Ragam Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 2 BST setelah Transformasi Arcsin

SK db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 2726,25 181,75 2,55 2,35 *

K 3 1330,26 443,42 6,23 3,24 *

Linier 1 648,66 648,66 9,11 4,49 *

Kuadratik 1 637,29 637,29 8,96 4,49 *

V 3 725,38 241,79 3,40 3,24 *

Linier 1 671,17 671,17 9,43 4,49 *

KxV 9 670,60 74,51 1,05 2,54 tn

Galat 16 1138,62 71,16

Total 31 3864,87

FK : 83081,07 KK : 16,56 %

Keterangan : tn = tidak nyata


(64)

Lampiran 13. Data Persentase Planlet Yang Mati (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 0 0 0 0

K0V2 0 0 0 0

K0V3 100 0 100 50

K0V4 0 0 0 0

K1V1 20 0 20 10

K1V2 20 0 20 10

K1V3 0 0 0 0

K1V4 0 0 0 0

K2V1 0 0 0 0

K2V2 0 0 0 0

K2V3 0 0 0 0

K2V4 0 0 0 0

K3V1 0 0 0 0

K3V2 0 0 0 0

K3V3 0 0 0 0

K3V4 0 20 20 10

Total 140 20 160

Rataan 9 1 5

Lampiran 14. Sidik Ragam Persentase Planlet Yang Mati

SK db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 4800,00 320,00 0,91 2,35 tn

K 3 700,00 233,33 0,67 3,24 tn

V 3 600,00 200,00 0,57 3,24 tn

KxV 9 3500,00 388,89 1,11 2,54 tn

Galat 16 5600,00 350,00

Total 31 10400,00

FK : 800 KK : 374,17 %

Keterangan : tn = tidak nyata


(65)

Lampiran 15. Data Persentase Planlet Yang Mati (%) setelah Transformasi Arcsin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 26,51 26,51 53,03 26,51

K0V2 26,51 26,51 53,03 26,51

K0V3 49,47 26,51 75,99 37,99

K0V4 26,51 26,51 53,03 26,51

K1V1 35,58 26,51 62,09 31,05

K1V2 35,58 26,51 62,09 31,05

K1V3 26,51 26,51 53,03 26,51

K1V4 26,51 26,51 53,03 26,51

K2V1 26,51 26,51 53,03 26,51

K2V2 26,51 26,51 53,03 26,51

K2V3 26,51 26,51 53,03 26,51

K2V4 26,51 26,51 53,03 26,51

K3V1 26,51 26,51 53,03 26,51

K3V2 26,51 26,51 53,03 26,51

K3V3 26,51 26,51 53,03 26,51

K3V4 26,51 35,58 62,09 31,05

Total 465,30 433,28 898,58

Rataan 29,08 27,08 28,08

Lampiran 16. Sidik Ragam Persentase Planlet Yang Mati setelah Trasnformasi Arcsin

SK db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 308,20 20,55 0,85 2,35 tn

K 3 38,64 12,88 0,53 3,24 tn

V 3 18,10 6,03 0,25 3,24 tn

KxV 9 251,46 27,94 1,16 2,54 tn

Galat 16 386,80 24,18

Total 31 695,00

FK : 25232,41 KK : 17,51 %

Keterangan : tn = tidak nyata


(66)

Lampiran 17. Data Jumlah Umbi Mikro Per Planlet (Umbi)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 0,00 0,20 0,20 0,10

K0V2 0,20 0,40 0,60 0,30

K0V3 0,00 1,60 1,60 0,80

K0V4 3,60 2,60 6,20 3,10

K1V1 1,00 2,00 3,00 1,50

K1V2 1,40 0,80 2,20 1,10

K1V3 3,00 1,40 4,40 2,20

K1V4 2,20 1,60 3,80 1,90

K2V1 0,40 2,00 2,40 1,20

K2V2 1,40 1,20 2,60 1,30

K2V3 1,20 2,00 3,20 1,60

K2V4 1,40 1,40 2,80 1,40

K3V1 0,80 0,60 1,40 0,70

K3V2 1,00 1,80 2,80 1,40

K3V3 1,00 1,60 2,60 1,30

K3V4 2,00 1,00 3,00 1,50

Total 20,60 22,20 42,80

Rataan 1,29 1,39 1,34

Lampiran 18. Sidik Ragam Jumlah Umbi Mikro Per Planlet

SK db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 15,36 1,02 2,48 2,35 *

K 3 1,58 0,53 1,27 3,24 tn

V 3 5,90 1,97 4,76 3,24 *

Linier 1 5,63 5,63 13,64 4,49 *

KxV 9 7,88 0,88 2,12 2,54 tn

Galat 16 6,60 0,41

Total 31 21,96

FK : 57,25 KK : 48,02 %

Keterangan : tn = tidak nyata


(67)

Lampiran 19. Data Jumlah Umbi Mikro Per Planlet (Umbi) setelah Transformasi ��+�,�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 0,71 0,84 1,54 0,77

K0V2 0,84 0,95 1,79 0,89

K0V3 0,71 1,45 2,16 1,08

K0V4 2,02 1,76 3,79 1,89

K1V1 1,22 1,58 2,81 1,40

K1V2 1,38 1,14 2,52 1,26

K1V3 1,87 1,38 3,25 1,62

K1V4 1,64 1,45 3,09 1,55

K2V1 0,95 1,58 2,53 1,26

K2V2 1,38 1,30 2,68 1,34

K2V3 1,30 1,58 2,88 1,44

K2V4 1,38 1,38 2,76 1,38

K3V1 1,14 1,05 2,19 1,09

K3V2 1,22 1,52 2,74 1,37

K3V3 1,22 1,45 2,67 1,34

K3V4 1,58 1,22 2,81 1,40

Total 20,57 21,63 42,20

Rataan 1,29 1,35 1,32

Lampiran 20. Sidik Ragam Jumlah Umbi Mikro Per Planlet setelah Transformasi ��+�,�

SK db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 2,21 0,15 2,53 2,35 *

K 3 0,37 0,12 2,14 3,24 tn

V 3 0,83 0,28 4,73 3,24 *

Linier 1 0,81 0,81 13,81 4,49 *

KxV 9 1,01 0,11 1,93 2,54 tn

Galat 16 0,93 0,06

Total 31 3,15

FK : 55,65 KK : 18,32 %

Keterangan : tn = tidak nyata


(1)

Lampiran 29. Data Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 0,00 0,13 0,13 0,07

K0V2 0,12 0,25 0,37 0,19

K0V3 0,00 0,62 0,62 0,31

K0V4 0,41 0,67 1,08 0,54

K1V1 0,54 0,23 0,77 0,38

K1V2 0,31 0,41 0,72 0,36

K1V3 0,55 0,56 1,11 0,56

K1V4 0,52 0,56 1,07 0,54

K2V1 0,22 0,54 0,76 0,38

K2V2 0,51 0,56 1,07 0,53

K2V3 0,65 0,44 1,10 0,55

K2V4 0,64 0,59 1,23 0,62

K3V1 0,19 0,31 0,50 0,25

K3V2 0,60 0,47 1,07 0,54

K3V3 0,49 0,49 0,98 0,49

K3V4 0,49 0,32 0,82 0,41

Total 6,24 7,16 13,40

Rataan 0,39 0,45 0,42

Lampiran 30. Sidik Ragam Diameter Umbi Mikro Per Planlet

SK Db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 0,72 0,05 1,91 2,35 tn

K 3 0,26 0,09 3,44 3,24 *

Kuadratik 1 0,16 0,16 6,33 4,49 *

V 3 0,30 0,10 3,92 3,24 *

Linier 1 0,28 0,28 11,17 4,49 *

KxV 9 0,16 0,02 0,72 2,54 tn

Galat 16 0,40 0,03

Total 31 1,12

FK : 5,61 KK : 37,85 %

Keterangan : tn = tidak nyata


(2)

Lampiran 31. Data Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm) setelah Transformasi ��+�,�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

K0V1 0,71 0,79 1,50 0,75

K0V2 0,79 0,87 1,65 0,83

K0V3 0,71 1,06 1,77 0,88

K0V4 0,95 1,08 2,03 1,02

K1V1 1,02 0,85 1,87 0,94

K1V2 0,90 0,95 1,86 0,93

K1V3 1,03 1,03 2,06 1,03

K1V4 1,01 1,03 2,04 1,02

K2V1 0,85 1,02 1,87 0,93

K2V2 1,00 1,03 2,03 1,02

K2V3 1,07 0,97 2,05 1,02

K2V4 1,07 1,04 2,11 1,06

K3V1 0,83 0,90 1,73 0,87

K3V2 1,05 0,98 2,03 1,02

K3V3 0,99 1,00 1,99 1,00

K3V4 1,00 0,91 1,90 0,95

Total 14,98 15,52 30,49

Rataan 0,94 0,97 0,95

Lampiran 32. Sidik Ragam Diameter Umbi Mikro Per Planlet setelah Transformasi ��+�,�

SK Db JK KT F.hit F 5% Ket

Perlakuan 15 0,22 0,01 1,94 2,35 tn

K 3 0,08 0,03 3,73 3,24 *

Linier 1 0,03 0,03 4,60 4,49 *

Kuadratik 1 0,05 0,05 6,58 4,49 *

V 3 0,09 0,03 3,83 3,24 *

Linier 1 0,08 0,08 10,85 4,49 *

KxV 9 0,05 0,01 0,71 2,54 tn

Galat 16 0,12 0,01

Total 31 0,34

FK : 29,06 KK : 9,12%

Keterangan : tn = tidak nyata


(3)

Lampiran 33. Foto Sprout Yang telah Ditanam di Media MS


(4)

Lampiran 35. Foto Umbi Per Perlakuan

K0V1 K0V2

K0V3 K0V4

K1V1 K1V2


(5)

K2V1 K2V2

K2V3 K2V4

K3V1 K3V2


(6)

Lampiran 36. Foto Planlet Kentang Varietas Granola