Darul Islam Aceh:1953-1963 telaah terhadap akar masalah pemberontakan

DARUL ISLAM ACEH: 1953-1962
TELAAH TERHADAP AKAR MASALAH PEMBERONTAKAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakulfas Adah Dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (Sl)

Olch:
AHMADFAHRI
NIM. 100022018471

JURUSjA.N SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDA YATULLAH
JAKARTA
1426 HI 2005 M

DARUL ISLAM ACEH: 1953-1962
TELAAH TERHADAP AKAR MASALAH PE1\1JIJERONTAKAN

SKRIPSI


Diajukan Kepada Fakultas Adab Dan Humaniora
Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam
Untulc Memenuhi Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana
Oleh:
Ahmad Fahri
100022018471

Di Bawah Bimbingan

Dr.Dien Madjid
NIP 150 122 620
;

Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam
Fakultas Adah Dan Humaniora
Universitas Islam Negri SyarifHidayat1J1llah
Jakarta
142612005

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Sripsi yang be1.:judul "Darul Islam Aceh : 1953-1962 T1elaah Terhadap Akar
Masalah Pemberontakan" ini telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 Juli 2005. skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana progran1 strata I ·
(S 1) pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
Jakarta, 09 Juli 2005
Ke tua

Drs. H. Budi Sulistiono, M.Hum
NIP. 150 236 276

Sekretaris

Drs. H. M. Ma'rufMisbah, MA
NIP. 150 247 010

Pembimbing,

Penguji,


DR. Dien Madjid
NIP. 150 122 620

Drs, Parlind11mga11 Siregar, M.A
NIP. 150 268 .588

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
membekali manusia dengan aka! dan wahyu sehingga memudahkan penulis sebagai
bagian dari umat manusia untuk menggali khazanah intelektual Islam yang bertebaran di
muka bumi, mudah-mudahan penulis dimasukan ke dalam golongan "Ulil Albab''.
Sholawat dan Salam semoga selalu terpancar ke jiwa yang suci nabi besar Muhamad
SAW yang menghantarkan umatnya ke wilayah yang syarat dengan nilai Iman, takwa dan
peradaban
Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh penulis untuk
dapat menyelesaikan program pendidikan smjana strata I, jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam di Fakultas! Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Ketika penulis menyusun skripsi ini banyak sekali faktor-faktor yang saling
terkait yang menyebabkan ketidakmaksimalan penulis dalam pembuatan skripsi ini

ditambah kemampuan intelektualitas penulis yang sangat minim. Menyadari akan
ketidaksempurnaan skripsi ini tidak ada sikap maupun reaksi penulis yang bisa ditunjukan
kecuali berharap kritikan dan masukan untuk menyempurnakan hipotesa (skripsi) ini yang
dibangun di atas analisa yang dangkal
Dalam penusunan skripsi ini, penulis banyak sekali terbantu dari perorangan,
kelompok maupun institusi atas dorongan baik moril maupun materil, baik fisik msaupun ·
nono fisik. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini pula penulis hendak mengucapkan
rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada :

I. Prof. Dr. Badri Yatim, MA.Selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Drs. H. Budi

Sulistyo M.Hmn, Selaku ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, dan Drs. H.
Ma'rufMisbah, MA, selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
2. Dr. Dien Madjid, selaku pembimbing yang telah banyak merelakan waktunya (walau
dalam keadaan sakit) untuk memberi kritik, masukan clan saran kepacla penulis clalam
menyempurnakan skripsi ini

'

3. Drs. Parlindungan Siregar, MA, selaku dosen penasehat akademikyang telah

memberikan nasehal dan motivasinya dalam mengikuti clan menyelesaikan perkuliahan.
Juga untuk seluruh dosen Fakultas Adab clan Humaniora yang telah "mentransfer"
ilmunya kepada penulis
4. Pimpinan clan seluruh staff pegawai perpustakaan Uil\J Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Aclab dan Humaniora, Perpustakaan LIP! (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia), Perpustakaan Soemantri Brodjonegoro, Perpustakaan Arsip Nasional,
Perpustakaan Freedom Institut, Perpustakaan BPS (Baclan Pusat Statistik Nasional), dan
komunitas Aceh di jalan lndramayu, Menteng. Yang telah memberikan pelayanan dan
kemudahan bagi penulis dalam memperoleh data-data yang diperlukan
5. Kedua orangtua penulis Ayahancla Zahrin Abdullah clan lbunda waryanti, yang telah
memotivasi untuk terus maju clan bangkit dari kegagalan. Juga untuk kedua adik
Penulis Rahmawati dan Ahmad Rizal
6. Temen-temen SP! angkatan 2000 : Pingie, Otot, Botax, Dayat, Sobat, Fahmi Dishub,
Garux, Yana, Sari, Rima, Fitri, lndah H & K, clan semua teman-teman yang telah
membantu clan memberi masukan sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.

7. Buat temen-temen "Risma" yang telah merelakan penulis untuk menonaktifkan dari
kepengurusan, juga untuk Bahruddin yang ban yak sekali membantu penulis
8. !yang lndriani, yang telah mengajari penulis tentang arti kedewasaan, penulis baru

menyadari bahwa kedewasaan tidak harus diungkapkan dengan kata-kata bijak tapi
melalui sikap yang .arif. Pada Akhirnya membuat nyaman penulis dalam penyusunan
i

skripsi ini.
Mudah-mudahan apa yang telah mereka berikan kepada penulis dapat bennanfaat dan
tidak ada kata-kata yang bisa penulis kembalikan atas kebaikan kecuali Jazakumullah
Khoirul Jaza'

Jakarta, 30 juni 2005

Ahmad Fahri

DAFTARISI

KA TA PENG ANTAR ......................................................................... i
DAFTAR IS! ..................................................................................... iv
BAB I

Bab II


Bab III

PENDAHULUAN ............................... ._ ......................... I
A. Latar Belakang Masalah ...... :....................................... I
B.

Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................... I)

C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 6

D.

Metode Penulisan ......................................................"JI

E.

Sistematika Penulisan ................................................. 7


GAMBARAN UMUM MASY ARAKAT ACEH
PRA PEMBERONTAKAN .......................................................... 9
A. Keadaan Sosial ......................................................... 9
B.

Keadaan Politik .................................................................. 17

C.

Keadaan Ekonomi ......................................................... 27

D.

Bidang Agama ........................................................................ 30

MUNCULNYA PEMBERONTAKAN
DARUL !SLAM ACEH ....................................................... 36
A. Penge1tian Darul Islam ...................................................... 36
B. Faktor-faktor Pcnycbab t」セェ。、ゥョケ@

Pcmberontakan
Darul Islam Aceh ................................................................ 40

Bab IV

C.

Struktur Darul Islam Aceh .................................................. 45

D.

Aktifitas Darul Islam Aceh ...................................................... 50

AKAR MASALAH PEMBERONTAKAN
DAR UL ISLAM ACEH ........................................................... 55
A.

Pembubaran Propinsi Aceh ............................................. 55

B.


Penghapusan Sistim Perdagangan Barter ................................. 62

C.. Pertanmgan Kekuatan Lokal. ......................................... 66
D. Munculnya Less Hitam ........................................................... 72
E.
BAB V

Penolakan Syariat Islam ............................................. 75

PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . .......... 78
A. Kesimpulan ............................................................. 78

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 80

BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aceh sekarang bernama Nanggroe Aceh Darusslam adalah propinsi paling
Utara dari Sumatra dan paling Barat dari Republik Indonesia dengan Banda Aceh

sebagai ibukotanya, dibandingkan dengan propinsi Iain di Indonesia Aceh sangat
mcmiliki keunikan baik clitinjau dari scgi sosial, buclaya, politik dan agama. Seperti
kecintaan mereka terhaclap elit masyarakatnya yang terwakili oleh kaum Ulama clan
Ulebalang. ulama sebagai pemegang otoritas agama clan Ulebalang sebagai pemegang
kendali adat. Di samping dua elit masyarakat di atas, ada kekuasaan altematif yaitu
sultan. Hanya saja kekuasaan terakhir ini walaupun pemegang kendali tampuk
kepemimpinan masyarakat paling "acliclaya" kekuasaanya tidak bertahan lama, karena
kcsultanan dihapuskan pada tahun 1903 1 sejak saat itu tidak memainkan penman
apapun. terlepas dari penghapusan kesult4nan, yang terjadi adalah perseteruan ulama
clan ulebalang yang memakan waktu cukup panjang.
Dari prespektif politik, sebagai wilayah yang jauh dari pusat, Aceh juga
menyimpan persoalan yang tidak clapat disamakan dengan daerah Iain yang acla di
Indonesia, sejak awal ia senantiasa lekat dengan rona "revolusi", melawan penjajah di
masa lalu dan menantang pemerintah pusat di masa sesudahnya. 2

1

B J Boland, pergumu/an is/am di Indonesia (Jakmta,Grafiti pers I 985) cet I ha! 73 untuk
lebih jelasnya lihat Muhanad Said, A(ieh Sepanct'ang Abad, (diterbitkan pengarang sendiri 1961) h.
640.
h. xiii
'Syarifudin Tippe, Aceh di persimpanganjalan, (Jakarta, Pustaka Cesindo 2000) Cet I

2

Teri epas dari fenomena di ata!;, Aceh memiliki peranan besar dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dengan kegigihan dan semangat yang
berkobar mereka berhasil tumbuh menjadi daerah yang menakutkan bagi agresi
Belanda ke II pasca proklamasi, sehigga Aceh menjadi satu-satunya daerab yang

"steril" dari penjajahan ketika semua wilayah Indonesia berada di bawah
penguasaanya. Tak beran ketika Soekarno bersama rombongannya berkunjung ke
Aceh pada tanggal I 6 juni I 948 dalam berbagai rapat yang dihadirinya selama em pat
hari (presiden mukim di Aceh) beliau selalu menegaskan bahwa Aceh adalah daerah
modal bagi republik Indonesia3 • Dengan "modal" ini pula Muhamad Hatta
memenangkan perundingan dengan pihak Belanda dalam sebuah konfrensi yang
terkenal dengan Konfrensi Meja Bundar (KMB), yang diadakan pada tanggal 23
Agustus 1949 di Den Haag, Belanda. Tidak hanya sampai di sini peranan yang
dimainkan Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia, yaitu
dolar untuk membeli dua buah pesawat terbang, yang berguna untuk kepentingan
pe1:juangan republik Indonesia yang bemama Seuwalah I, pada waktu wilayah negara
Indonesia sedang diduduki oleh Belanda, pesawat tersebut dioperasi\rnn di luar negeri
tepatnya di Burma atas nama Indonesia Airways di bawah pimpinan komodor udara
Wiwcko Supono, RI 001 Seuwalah beroperasi di luar Negeri untuk meneari dana bagi
perjuangan republik Indonesia, seiring dengan be1jalannya waktu

3

ia kemuclian

A.Hasjn1i, semangat 1nerdeka 70 tahun rnenetnpuh jalan pergolakan dan pet.Juangan .
kemenlekaan (Jakai1a,Bulan Bintang 1985) h. 374-.J79

3

berubah menjadi Indonesia Airways4 , selain sumbangan di atas, Radio Rimba Raya
yang be1iempat di Aceh Tengah secara aktif menyuarakan semangat para pejuang
Indonesia untuk meraih kemerdekaan, siaran tersebut bisa dipantau di India, Mesir,
dan beberapa negara Arab. Negara-negara ini kemudian menjadi para pendukung
pertama negara yang barn lahir, republik Indonesia.
Dengan status istimewanya Aceh rnenjadi bagian tak terpisahkan dari negara
kesatuan republik Indonesia (NKRI). Namun tatkala pemerintah pusat dirasakan
mulai menyimpang dari semangat awal, secara berangsur para pemimpin Aceh mulai
memperhitungkan kembali dukungannya terhadap Jakmia, gerakan politik anti
pemerintah dan bahkan pergolakan yang menJurus kearah pemisahan diri dari
pemerintah pusat

muncul dan mempengaruhi masyarakat Aceh. Fenomena Daud

Beureueh dengan Dam! Islamnya, pada dekade 1950-an menandai aspirasi tersebut,
tidak terlalu mudah bagi pemerintah Jakarta untuk secara cepat clan tuntas
mcnghadapi pemberontakan daerah yang qimotorinya.
Pergolakan Darul Islam yang memakan rentan waktu yang cukup par\jang
sejak 1953-1962, merupakan suatu bentuk akumulasi kekecewaan rakyat Aceh
terhadap pemerintah pusat, kebijakan ym1g setidalmya baik menurut pemerintah pusat
tapi tidak baik untuk masyarakat Aceh. Bahkan ym1g te1jadi adalah sebuah
kesenjangan antara pujian dan harapan. Berbeda dengan Darn! Islam di Jawa Baral
yang Jebih menekankan pada perbedaan paradigma jika bukan perbedaan ideologi,

4

Nur el Ibrahimy, Teungku Muhatnad Daud Beureueh, perananya dala1n pergo/akan di Aceh,

(Jakarla,Gunung Agung 1986), Cet II h. 47

4

sedangkan Darul Islam Aceh lebih bermotifkan pada kebija.kan politik yang tidak
proporsional.
Ada beberapa penulisan mengenai Darul Islam yang terkesan subyektif,
karena lebih menekankan pada apa yang dilakukan para pengikut Darul Islam, bukan
pada apa faktor penyebab meletusnya pergolakan Darul Islam? clan kenapa mereka
melakukan konfrontasi vertikal clengan pemerintah pusat? Inilah yang sering
dilupakan penulis terutama buku-buku versi pemerintah, ironisnya buku-buku yang
subyektiflah yang menjadi bahan rujukan para siswa dan siswi Indonesia.
Mengidentifikasi akar masalah pembcrontakan Dami Islam .Aceh, tcntunya
mcmiliki beberapa faktor, yang menqrut istilah Nurcholis Madjid hubungan

Sibernetika yaitu hubungan atau faktor yang saling terkait. Pembubaran propinsi
Aceh oleh pemerintah pusat pacla tanggal 14 Agustus 1950 dengan mengganti
peraturan pemerintah nomor 8/DES/WKPM tahun I 949. Hal ini tentu saja
menimbulkan kekecewaan masyarakat Aceh terhaclap pemerintah pusat. Pembubaran
ini dipanclang masyarakat Aceh sebagai bentuk kebijakan yang sangat

、ゥウォイュョ。エjセ@

karena mengakibatkan masyarakat Aceh mengalami kerugian dari segi ekonomi,
politik, sosial dan budaya, seperti tercermin dari sikap yang cliekspresikan oleh DPRD
Aceh, dengan lantang mereka mengemukakan alasan penolakan mereka dengan
pembubaran pro'Jinsi Aceh. Masuknya Aceh sebagai residen Sumatara Utara
menguatkan

ketidakpercayaan

mereka

terhadap

propinsi

barn

itu

akan

kemampuannya mengatur daerah Aceh secara intensif, karena beberapa intensitas
pernbangunan clan pengalaman pada masa lalu. Di sisi lain perbedaan sosio-kultural

5'

termasuk di dalamnya agama juga memperkuat· dugaan mereka (DPRD Acch) akan
ketidakmampuan pemerintah propinsi Sumatra Utara mampu untuk mengatur acch,
Pembubaran propinsi ini juga terkait dengan pelaksanaan Syari'ah Islam di
Aceh clan juga penghapusan sistem perdagangan Barter. Syari'ah Islam yang sclama
ini menjadi itu menjadi impian masyarakat Aceh menjadi terhambat. Kalau saja
pemerintah pusat tidak membubarkan propinsi tentu tidak akan sulit bagi Aceh
menerapkan

Syari'ah Islam, lebih dari itu Aceh tidak bisa mengatur rumah

tangganya sendiri karena harus mengikuti prosedural propinsi Sumatra Utara. Sistem
perdagangan barter juga ikut terpengaruh akibat pembubaran Aceh. Biasanya para
pedagang langsung menyebrang ke Penang (Malaysia) tanpa prosedur Ekspor-lmpor
yang berbelit-belit. Setelah penghapusan perdagangan barter tersebut para pedagang
harus mengalihkan ke Medan clan mengilrnti proses yang berliku-liku. 5
Semua fenomena di atas, tentu tertuju kepada pemcrintah pusat sebagai
pcmbuat kebijakan. Kekecewaan ini membentuk sebuah bola salju yang semakin
lama semakin besar clan pada akhirnya pecah, yang nantinya juga akan menuntun
'

rnasyarakat Aceh dalam "kubang" pernberontakan Dami Islam. Di luar faktor di atas
pertarungan keldmtan lokal clan munculnya Less hitam menambah besarnya bola salju
di atas. 6

5

Nazaruddin Sya1nsuddin, Pe1nberontakan J(azun Republik: Ka.'i:us Darul /slan1 Aceh, (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1990), Cet l,h.79
6
Nur el lbrahimy, op cit, h.75

6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis membatasi
pembahasan pada akar masalah pemberontakan seperti : Pernbubaran Propinsi Aceh,
Penghapusan sistem perdagangan barter, pertarnngan kekuatan lokal, Munculnya less
hitam clan penolakan Syari'ah islam
Aclapun permasalahanya yang diangkat :
I. Mengapa terjaclinya pemberontakan Darul Islam Aceh ?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi pemberontakan
Darul Islam Aceh ?
3. Bagaimana aktilitas Darul Islam Aceh?

C. Tujuan dan lf'Ianfaat Penelitian

Aclapun tujuan yang henclak clicapai clari penulisan skripsi ini adalah untuk
mcngkaji akar permasalahan munculnya p1)rgolakan Darul Islam Aceh ( 1953-1962)
Penelitian ini secara garis besar memberi dua manfaat:
I. Manfaat secara akademis yaitu: memberi tambahan pengetahuan yang

berguna clalam rangka pengembangan ilmu sejarah, khususnya yang
berkaitan dengan topik Pemberontakan Darul Islam Aceh.
2. Manfaat praktis, akan dipergunakannya pengalaman masa lalu yang
digambarkan clalam tulisan ini, untuk menentukan langkah clan tindakan
yang lebih baik di masa yang akan datang, guna untuk rnenjaga keutuhan
dan kesatuan Negara Republik Indonesia.

7

D. Metodc Pcnulisan
Adapun tehnik penulisan skripsi ini menujukan kepada buku "pedoman
penulisan Skripsi, Tesis clan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2000". Proses
ke1:janya sebagaimana lazinmya penulisan karya sejarah, ada empat tahapan: I.)
Heuristik, penulis melakukan pencarian data dengan penelaahan terhadap buku-buku.
majalah, surat kabar maupun artikel jika diperlukan. Deng.an menelusuri naskah'
naskah yang 'berkenaan
dengan masalah pemberontakan Darul Islam Aceh, baik

sumber primer 111aupun sekunder. 2.) Kritik, yakni meneliti atau mcnganalisa
kefalidan inforniasi dari sekian banyak sumber tertulis yang ada, baik kritik intern
maupun ekstern. 3.) lntrepretasi Sumber. untuk memunculkan bcrbagai fakta yang
dibutuhkan dalam rangka pembuatan skripsi. 4.) hasil dari keseluruhan proses disusun
menjadi sebuah cerita sejarah mengenai pc:mberontakan yang dimaksud.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penuli:> membagi kepad limn bab, dengan masingmasing bab terdiri dari sub-sub yarig merupakan penjelasan bab tersebut, yaitu :

Bab I

Pendahuluan,
Yang

berisi

latar

belakang

masalah,

pembatasan

dan

perumusan masalah, tujuar1 dan mar1faaat penelitian. metode
penelitian, dan sistematika penulisan.

Gambaran umum Aceb,

Bab II

Membahas Aceh tahun 1953-1962 dalam bidang sosial, politik,
dan ekonomi.
Bab III

.. '
'

Munculnya pcmberontakan Darn! Islam Aceh,

Yang membahas mengenai pengertian Darul Islam A ceh,
faktor penyebab terjadinya pemberontakan Darul Islam Acch.
struktur Darul Islarn Aceh, dan aktifitas Darul Islam Aceh.
Bab IV

Akar masalah peniberontakan Darul Islam Aceb,

Bab

ini

membahas

faktor

penyebab

pergolakan

yaitu,

Pembubaran propinsi Aceh, penghapusan sistem pcrdagangan
barter, pertarungan kekuatan lokal, munculnya less hitam dan
Penolakan Syari' ah Islam.
Bab V

Pcnutup,

Yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

Bahn
Gambaran Umum Masyarakat Aceh Pra Pemll>erontakan

A. Keadaan Sosial
Sejak masuknya Islam ke Aceh, banyak sekali mempengaruhi adat istiadat Aceh.
Malahan pengaruh Islam itu sangat besar, sehingga ada pepatah yang berbunyi : hukum
ngo adat lagee zat ngo sipheuet (hukum dengan adat seperti benda dengan sifatnya, tidak

terpisah) yang dimaksud lrnkum di sini adalah hukum Islam yang diajarkan oleh para
ulama. Islam sangat melihat pada masalah budaya Aceh misalnya, · sapaan waktu
be1jumpa clan ucapan waktu berpisah tidak lagi diucapkan dengan yang lain melainkan
sudah menjadi Assalamu 'alaikum dan jawabannya Wa 'alaikumsalam wa rahmatullah,
bila seseorang menerima pemberian dari orang lain, tidak lagi mengucapkan terima kasih
atau yang lain melainkan sudah diganti dengan Al-hamdulillah. Apabila mendengar ada
orang meninggal, segera mengucapkan Jnnaa li li!lahi wa inna ilaihi raajiuun'
Sebelum Aceh diperintah Belanda, penggolongan masym-akat adalah sebagai
berikut :
!.

Golongan Hulubalang (ulebalang) yaitu golongan yang memerintah negeri.
Golongan ini mula-mula hanyalah rakyat biasa, tetapi karena mempunyai
wibawa dist'babkan kekayaan, kecakapan dalam mengatur dan memimpin,
maka ia diangkat menjadi kepala rakyat, kemudian mengingat jasa-jasanya,
ditambah pula bahwa biasanya anak mereka banyak yang mengikuti jcjak orang
tuanya, maka sesudah ia rneninggal diangkat pula anaknya sebagai pengganti.

1

h.6

Taufiq Abdullah (ed), Agama dan Perubahar.• Sosial, (Jakmta: PT. Raja Grafindo, 1996). cet II,

10

Sesudah keadaan be1jalan lama, maka kecakapan dan kemampuan anak tidak
lagi menjadi pe1iimbangan.
2.

Ulama atau golongan ahli dan pengajar agama, golongan ini berasal dari rakyat
biasa, tetapi karena ketekunannya dalam belajar, mereka memperoleh ilmu
pengetahuan, dahulu sebelum zaman Belanda, para ulama selain menguasai
ilmu pengetahuan bidang agama, juga banyak dari mereka yang menguasai
pula bidang-bidang lain.

3.

Golongan saudagar, yaitu golongan orang kaya, golongan ini berasal dari
rakyal biasa yang mempunyai nasib lebih baik dalam usaha mereka
mendapatkan kekayaan.

4.

Golongan tani, golongan inila11 yang terbanyak dan golongan

1111

pula yru1g

merupakan golongan asli.
5.

Golongan terpelajar atau pegawai, yang dimaksud dengan terpelajar adalah
mereka yang tela11 mengenyam pendidikan Barnt, lalu diangkat menjadi
pegawai pemerintah. Tetapi golongan ini tidak banyak pada masa Belanda,
'

disebabakan pengaruh permusuhan belum lagi padam clalam jiwa rakyat.
Ciolongan btlruh, golongan ini ticlak begitu banyak2

6.

Di samping itu acla juga di antara mereka melaksanaka propesi baru di PusatPusat kota sebagai pedagang, guru, pokrol bambu atau pengacara dan wartawan pendek

2

Antony Reid, l)e1:jua11gan Rakyat, revo/usi c.!an hancurnya kerajaan di S1u11alra, (Jakarta : cv

Mutiasari, 1987) h.32

II

kala, slruklur sosial masyarakat Aceh telah berlambah kompleks3 (fenomena ini muncul
pada masa pasca perang Aceh 1873-1903).
Di Juar dari penggolangan masyarakat di alas, perlu diingat bahwa selama empat
abad Aceh adalah negeri sultan, hulubalang dan ulama, karena ketiga unsur itulah
merupakan elit sosial masyarakat Aceh. Walaupun kesultanan dibapuskan pada tahun
1903 dan pada tahun 1907 sultan terakhir Muhamad Daud diasingkan, baik sultan yang
masih hidup di Batavia maupun kerabatnya masih dihormati oleh masyarakat dan malah
mcnduduki jabatan formal. Di lain pihak proses kolonisasi dan modernisasi yang
diperkenalkan oleh Belanda selama hampir tujuh puluh tahun itu telah rnenimbulkan
perubahan sosial dalam masyarakat Aceh, salah satunya ketegangan yang te1jacli antara
ulebalang dan ularna yang memakan rcntang waktu yang cukup panjang.
Pacla awalnya ulama dan ulebalang memiliki hubungan yang harmonis, mcrcka
bairn mcmbahu melawan peqjajah untuk tujuan yang sama yaitu kemerdekaan, tetapi
setelah kekalahan Aceh terhadap Belancla pada tahun 1903, clan kekuasaan kolonial
clitegakkan clengan menggunakan siasat divide et impera /adu dornba antara Ulama clan
Ulebalang. Dan rnemberi ternpat kepacla Ulebalang dalarn pemerintahan sipil kolonial
clan juga memperkenalkan sistem kekuasaan"pemerintah sendiri" bagi para ulebalang
clalam bentuk korte verklaring (pe1janjian pendek). Konsep ini jelas rnenguntungkan di
satu pihak dan merugikan di pihak Jain, ulebalang sebagai pihak yang mengarnbil
keuntungan sehingga memuclahkan dalarn rnerapatkan hubungannya dengan para
penjajah belancla. Hal ini tentu saja rnembuat "gerah" masyarakilt Aceh umumnya
mengingat watak masyarakat Aceh yang sangat benci clengan apapun yang berbau asing

3

Henri chambert-loir dan Hasan Muarif Ambari, Panggung Sejarah, persembahan kepada prof
Dr Denys Lornbarl YO!, h.525

1.2

tcrutama para kolonial, scpcrti yang digambarkan gubernur Belanda di Aceh olch
Goedhart " ..... Kecintaan yang fi.matik terhadap kemerdekaan, diperkua/ oleh ram

kesukuan yang sangal besar, mengakibatkan pandangan yangjijik terhadap orang asing
dan kebencian yang dalam /erhadap kekuasaan yang kafir. lv.fereka melawan kaum
penyerang tanpa pamrih .....4 • Walaupun ulama berada di pihak yang dirngikanjika bukan
sebagai pihak yang kalah karena tidak menduduki jabatan yang cukup signifikan pada
masa penjajahan Belanda, mereka tetap sebagai

motor penggerak masyarakat pada

umumnya untuk melakukan tindakan yang refresip terhadap penjajah.
Kekalahan yang dialami masyarakat Aceh terhadap pe11jajah Belanda tidak
mengharuskan perasaan keagamaan yang dianut oleh masyarakat Aceh menjadi luntur,
malah sebaliknya karena unsur agama sudah mengakar kuat dan membudaya bahkan
unsur keagamaan mencampuri seluruh kehidupan sosial ekonorni. 5 politik, pendidikan
dan j uga pembangunan, demikian kuatnya pengaruh keagarnaan terhadap corak
kehidupan masyarakat sehingga unsur agama bukan saja menjadi dasar ikatan
perkelompok, akan tetapi juga merupakan salah satu unsur yang menetapkan
penghargaan terhadap orang seorang dalam masyarakat.
Bila kita merujuk kepada uraian di atas bahwa asas kepemimpinan dalam
kebudayaan masyarakat Aceh adalah, pertama Al-quran dan hadist dan kedua adat
istiadat setempat. Sebab itu, seluruh perilaku kepemirnpinan dalam budaya masyarakat
Acch scnantiasa akan bermuara kepada sumber yang paling dasar yakni al-quran dan assunah, adal istiaclat merupakan nilai-nilai sosial yang dalam penjabaran tidak boleh

1
· Taufiq
5

Abdullah (ed). ibid, h 32
Alfian (ed), Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, Gakarta, LP3ES, 1977) cet I. h.84

13

bertentangan dengan nilai-nilai pokok di atas.'' Ada tiga aspek dasar yang melekat pada
konsep kcpemimpinan kebudayaan masyarakat Aceh :
l.

Pe1tama, aspek yang bergaris vertikal (Allah) aspek ini bersumber dari
dasar-dasar ajaran Islam yakni bahwa manusia ini adalah khalifah Allah di
muka bumi, artinya manusia diberi tugas oleh Allah untuk mengurus dan
memakmurkan bumi ini sesuai dengan perintahnya, dengan konscp ini,
berarti setiap manusia adalah pemimpin b1ianggung jawab atas yang
dipimpinnya.
Kedua, aspek yang bergaris horizontal (kenabian) maksudnya nabi
Muhammad saw adalah seorang manusia yang memiliki sifat uswatun

hasana (teladan yang baik) karena itu, kita sebagai rnanusia yang
membutuhkan bimbingan dan contoh pribadi yang dapat clijadikan tipe
manusia ideal, bagi masyarakat Aceh pribadi Muhammad adalah pribadi
yang dapat dijadikan contoh dalarn segala aspek kehidupannya, sebab pada
dirinya terdapat keteladanan yang baik sebagai pemimpin negara, panglima
perang dan pemimpin keluarga.
3.

Ketiga, aspek yang bergaris rnenyarnping maksudnya hubungan antara
sesarna rnanusia, manusia secara fitrahnya rnakhluk sosial artinya makhluk
yang bermasyarakat, karena itu, rnanusia untuk dapat rnengatur hidupnya
agar harmonis antara satu clengan yang lainnya memerlukan aturan-aturan
atau kaidah-kaidah sesuai yang disebut kontrak sosial, namun secara teoritis
kontrak sosial ini tidak boleh bertentangan dengan ked ua rujukan pokok tadi

6

Nanat fatah natsir, "Integrasi nilai adat dan agatna dala1n n1asyarakat Aceh, sebuah scbuah

pengan1atan pern1ulaan" 1ni;nbar studi, Depag RI, IAIN Sunan Gunung Jati, VIII, (agustus, 1985) h.35

14
(Allah dan rasul-Nya). Kontrak sosial ini umumnya diciptakan melalui
konsensus permufakatan,

baik dengan

kesepakatan bulat atau cara

mayoritas, namun yang jelas kesepakatan itu tidak berbenturan dcngan
sumber nilai pokok di atas.
Sistem nilai masyarakat Aceh didasarkan pada a1aran Islam, bila te1:jadi

'kontradiksi terhadap nilai-nilai keagamaan pasti ditentang oleh rakyat. Setiap unsur asing
yang memasuki dunia Aceh akan ditolak, kecuali jika unsur itu bersedia untuk
menrntuskan hubungan dengan lingkungan aslinya dan secara penuh menyesuaikan diri
dengan cara hidup masyarakat Aceh. Beberapa kebijakan pemerintah pusat, seperti
membanjirnya pejabat-pejabat non Aceh serta pola tingkah laku yang mereka bawa,
mempunyai clampak yang sangat mengganggu nilai-nilai setempat. Dalam hubungan inL
clapat melihat bahwa selama tahun 1950-1953 terclapat clua gaya hidup yang sangat
ekstrim di Kutaraja, (tempat kebanyakan pejabat bukan Aceh terpusat), di satu pihak,
masyarakat Aceh ticlak mau mangambil dan tidak toleran terhadap nilai orang-orang
bukan Aceh. Di lain pihak, masyarakat non Aceh mengabaikan nilai dan kepercayaan
setempat dan secara mencolok mempertahankan kebudayaan metropolitan mereka
dengan minum-minuman keras, beijudi dan terlibat dalam praktek-praktek lain yang oleh
luan rumah dipandang sebagai kelemahan moral. Padahal masyarakat setempat sejak
awal berusaha semaksimal mungkin untuk pemberdayaan kehidupan agama di Aceh
seperti yang dilakukan Muhamad Daud Beureueh, A Hasjmy clan T.M Amin sangat aktif
mem'\jukan usul percla tentang larangan mempe1:jual belikan minuman keras, pemisahan
peqjara lelaki clan pe:empuan, hukuman berat terhaclap pelaku judi dan zina. Bahkan

15
ketika M Daud Beureueh menjadi gubernur militer, ia juga mengeluarkan pengumuman
ten tang hukuman berat bagi penjudi dan zina.

7

Penduduk setempat sangat mengecam tingkah laku para pejabat pendatang itu,
terutama dalam hubungan pria dan wanita. Hal baru lain yang dipandang sebagai
ancaman terhaclap nilai-nilai lokal aclalah usaha penyelenggaraan kontes kecantikan, yang
tentu saja dipandang sangat provokatif. Selain itu juga, penampilan para putri-putri para
pejabat dalam pakaian olalu·aga yang bersifat membuka aurat clan penyelengaraan
sernngkaian pasar malam di seluruh daerah yang di dalamnya pe1judian merupalrnn
atraksi utama. Dan tingkah laku ini clianggap scbagai tindakan provokasi terhadap standar
kehiclupan yang lazim di Aceh, keticlakpeclulian terhaclap nilai-nilai setempat rncrnberi
dampak terhadap citra pemerintah di daerah itu, tidak saja karena masyarakat Aceh
menolak rnenghorrnati para pejabat ini, melainkan juga karena sikap asing itu dipandang
rnewakili citra clan stanclar -standar yang diperjuangkan oleh pernerintah pusat. 8 Latar
belakang dari ketidakhormatan ini akan clapat lebih clipahami bila kita perhatikan konsep
kepernimpinan yang dianut oleh masyarakat Aceh yang sarat dengan nilai-nilai Islam.
Logika ini memmtut keticlakpatuhan rnereka terhadap pernerintah pusat, sebab
dianggap citranya sama dengan pejabatnya. Berdasarkan alasan ini, mereka tidak dapat
menghargai kehacliran wakil-wakil pemerintah pusat, yang mereka panclang sebagai
pemerintah sesungguhnya adalah pamong praja yang tercliri alas orang-orang Aceh yang
meniiliki nilai yang mereka hormati. Suclah pasti bukan hanya gaya hidup para p"jabat
saja yang mcnyebabkan pemcrintah pusat tidak populcr di mata masyarakat Aceh.
Kebijakan pcmerintah di bidang lain juga rnemperkuat kekhawatiran ini, misalnya. clalam

- - - -7 - - - - - - - - -

Henri chambert-Loir dan Hasan Muarif Ambari (ed), Ibid, h.536

8

Nazarudin Syan1sudin, Pe111berontakan Ka11111 Repub/ik Kasus Darul Is/a1n Aceh, (jakatia, grafiti,
1990). cet I h. 70

16
biclang pencliclikan, clari clua puluh SMP (sekolah menengah pe1iama) Negeri yang
terclapat di Sumatra Utara, tiga belas di antaranya ada di Tapanuli, sembilan di sumatra
timur, clan hanya enam di Aceh. 9 Situasi yang sama juga terdapat dalam bidang
kesehatan. Pada tahun 1950 sebelum Aceh dimasukan kedalam propinsi.Surnatra Utara
dengan peraturan yang dibuat oleh Sjafruclclin Prawiranegara unclang-unclang no
8/WKPM/tahun 1949, Aceh clan Tapanuli masing-masing memiliki enam orang dokter,
tetapi clua talllm kemudian, propinsi Sumatra Utara mengirimkan sembilan clokter asing
ke Tapanuli clan hanya lima (empat cliantaranya orang asing) ke Acch. 10
Tidak hanya sampai di sini. pengabaian pemerintah pusat tentang pcnghormatan
hukum adat. terutama tingkaHingkal badan pemerintahan pada budaya lokal. Indonesia
kaya akan bcrbagai sislcm yang lclah dipraklikan bcrabad-abad dan pcmcrinlah terscbut
berfungsi dcngan baik. Di Aceh 111isalnya sctiap dcsa 111emiliki keuchi (pcmi111pin desa).
Pemerintah desa dlkontrol oleh dewan desa yang disebut "Tuha peut", terdiri dari empat
orang bijak. terhormat Jan dihormati, parlemen ini kemudian mengangkat seseorang yang
bertanggung ja\vab n1enjalankan dan 1T1cn1elihara aktivitas sosial dan pen1bangunan desu

tcrscbut. Tctapi pada masa ordc lama dan diperkuat pada awal pernerintahan orde baru.
sistem barn di berlakukan di propinsi Aceh, rakyat lokal merasa bahwa pemerintah pusat
mengabaikan clan tidak menghormati budaya mereka yang telah mereka pelihara sclama
bcrabacl-ahad, sebagian mengungkapkan kekecewaan mereka secara terus tcrang.
semcntara yang lain mengungkapkan secara lunak 11

') pcrlu di garis ba\vahi balnva pada waktu itu 1\ceh sudah dilebur 111enjadi propinsi surnalra utara
yang terdiri dari: Aceh, Tapanuli dan sun1atra ti111ur
Ill Nazarudin Sya1nsudin, Pernberontakan Kaun1 Re11ublik, ibid, h. 72
11
lkra Nusa Bakti dan Riza Sihbudi (ed), Kordroversi Negara Federal, Mencari Bentuk 1Vegara
!deal /11do11esi11 Masa Dep(111, (bandung, Mizan, 2002), eel I, h.196

17

B. Keadaan Politik
Pada permulaan revolusi kernerdekaan, daerah istimewa Aceh mengalami drama
politik penting seperti peristiwa Cumbok, peristiwa Said Ali cs, munculnya BKR (Badan
Keamanan Rakyat) dan razia Agustus.

f・ョッQセ。@

di atas diawali dari peristiwa Cumbok

kemudian berimbas kepada peristiwa yang lain. Peristiwa (Cumbok) 12 yang berlangsung
clalam waktu singkat itu mengakibatkan ulebalang yang telah berkuasa berabacl-abacl
tetjungkir clari tahtanya lewat aksi kekerasan yang dilakukan oleh lawan politiknya yaitu
PUSA.
Peristiwa pere;butan kekuasaan itu telah menarik perhatian para ahli sebagaimana
terbukti oleh Reid (1979) clan Morris (1985). Mereka berusaha mengungkap faktor
penyebab timbulnya peristiwa tersebut. Menurut Piekaar, politik kescirnbangan yang
clijalankan pernerintah Jepang rnempertajam konflik ulama dan ulebalang (lerulmna
PUSA). Menurut Reid, petani yang berideologi Islam bangkit rnelawan ulebalang yang
kasar untuk memperoleh tanah-tanah mereka. Sedangkan menurut Morris. elit rnucla
Islam yang tergabung clalam PUSA ingin merealisasikan syariah dalam kehiclupan seharihari. 13
Perang

Cumbok (I 946) yaitu

perang saudara yang

エ・セェ。、ゥ@

pada

masa

kemerdckaaan antara golongan ularna dan ulebalang. Dari pihak ulama, pcrlawanan
dilakukan

oleh

rakyat,

yang digerakan

oleh para ulama dan dari

ulebalang,

pemberontakan dilakukan oleh sebagian ulebalang yang telah berkhianat pacla bangsanya
sendiri. yang dipimpin oleh ulebalang Cumlwk, yaitu teuku Muharnad Daud Curnbok.

I'. (
1

'u111hok adalah nan1a suatu kecan1atan, yang tennasuk dala111 kabupaten Aceh pidie

Anthony Reid, Pe1:iuangan Rak.vat, Revolust' dan Hancurn.va Kerajaan lsla1n (te1je1nahan), cv
Muliasari. jnkarta, 1987. Lihat juga, Eric E Morris, "Aceh : Revolusi Sosial dan Panclangan lslan1", dalan1
Audrey R l(ahin (eel), "f>ergolakan Daerah Pada Au'al J(en1erdekaan ", grafiti press,jakarta 1990
-'

18

Dia pernah menjadi guncho di Lam meulo pada zaman Jepang dan awal republik dan M
Daud Cumbok adalah seorang yang sangat berani jika bukan nekad atau sembrono. Dia
tidak merahasiakan sikap pendapatnya yang tidak menyenangkan, juga terhadap
pendukung republik yang keras dia lebih suka aksi tindakan daripada diplomasi, dia ingin
menjacli tuan yang paling berkuasa di daerahnya sencliri, clan ini termasuk sikapnya yang
angkuh dan pandang cnteng sesuatu, .1 uga terhadap ulama-ulama yang mencoba
membawanya ke jalan yang benar. T.M Daud Cumbok merupakan ulebalang pertama
yang mengirim utusan kepada pejabat-pejabal Belanda yang ditawan di Rantau Prapat
pada 15 September, untuk menyatakan harapan supaya mereka selamat dan cepat kembal i
ke Aceh. Apabila semangat gerakan kemerdekaan itu be1:jalan pada bulan oktober, clia
merupakan salah satu clari seclikit orang yang bukan saja tidak bcrsikap hati-hati, malah
sccarn lcrang-terangan menunjukan kcbcnciannya. Ketika para pemuda mcnaikan
bendcrn merah putih di depan kantornya, dia langsung menurunkannya kembali dan tidak
meminta kcpada Jepang melakukan seperti yang diperbuat rekan-rekan yang lain.
Demikian juga dia rnemerintahkan orang-orangnya mencabut poster-poster pro republik
yang dipasang dan dia tidak menyembunyikan bahwa Indonesia belum matang untuk
n1erdeka. 1·1

Tindakan Daud Curnbok tenlu s::cia 111enimbulka11 suatu ketegangan dengan para
aktivis rnuda seperti PRl (yang kemudian berubah rnenjadi pesindo) 15, maka tc1:jadilah

Ainran Zarnzan1i, Jihad Akbar di A4edan Area, Uakarta, bu Ian bintang. 1990), cet I, 11.35
PRI Aceh bertukar nan1anya 111cnjadi pesindo (_sebuah organisasi pemuda pc(juangan) mulai
tang.gal I 0 l!llVC1nbcr 1945. Pcsindo Acch yang dipi1npin A.I lasjtny, na1nanya 111cn1cng idcntik dcngan
H

15

pesindo Jari berbagai daerah lain di Indonesia dan pada mulanya bernaung di ba\vah pesindo Pusat, tetapi
baik dalarn prograrn pc(juangan 1naupun kcgiatan-kcgiatannya, ッイァ。Qセゥウ@
ini bcrpcgang pada prinsipnya
scn