Hukum perempuan memilih pasangan nikah dalam pandangan imam abu hanifah dan imam syafi'i

HUKUM PEREMPUAN MEMILIH PASANGAN NIKAH
DALAM PANDANGAN IMAM ABU l:l(ANIFAH
DAN IMAM SYAFI'I

Oleh
SUK.RON
NIM. 0043119162
イセ@

I
pゥZrGIuStjikENB|セ@

1HIN S\'Aflff

-----·
セMQ@

,J/\i(Alffl\

ャMᄋセNj@
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1426 H/2005 M

HUKUM PEREMPUAN MEMILIH PASANGAN NIKAH
DALAM PANDANGAN IMAM ABU HANIFAH
DAN IMAM SYAFI'I

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai
Gelar Smjana Hukum Islmn

Oleh:

SUKRON
NIM: 0043119162


Di Bawah Bimbingan



Prof. Dr. Hj. Chuzaimah Tahi-1) セZLN@

"

,,

o,,

"

,,..,,,,""'

0ts' . i.11 Pセ@ イ「Mセ@

セ@


,.

J

,.,,.

"'

:,,..u1 セ@
,.

"'"

,.µ

/Q

J"

'11:, :'; 0:,i.c.s セ|@


>,,.

1:,..;1 セlGNQ@

,,

セ@

r

セ@
,,

J,,

..'.ill 1_,11:, .I..'...;_:, 1:;.:

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tnhanmu yang telah
menciptakan kamn dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan

isterinya, dan dari kednanya Allah mengembangbiakan laki-laki dan perempuan
yang banyak". (QS. An-Nisal4:1).

Hal inipun disebutkan dalam snrat an-Nahl ayat 72:

,.

J

0

0)'.,£; セ[L@

セQ@

'

,,

::::) Pセェ[@


セwャ[Gi@

0

,,,.

"Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kanrn sendiri dan
menjadikan bagimn dari isteri-isteri kamu itu anak dan cucu-cucu ... ". (QS. AnNahl/16:72).
Islam mengatur manusia dalam hidup be1jodoh-jodohan itu melalui
jenjang perkawinan yang ketentnanya dirumuskan dalam wujnd atnran-aturan
yang disebnt hukum perkawinan dalam. 5

5

13

Drs. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A., Fiqih Munakahat (Jakarta: Prenada Media, 2003) h.

4


Untuk kebaikan dalam kehidupan berumah tangga, kesejahteraan dan
kesenanganya, seyogyanya perempuan memilih dan mempertimbangkan laki-laki
yang akan menjadi suaminya, sehingga ia dapat menentukan apakah laki-laki itu
cocok atau tidak menjadi suaminya.
Ada beberapa motivasi yang mendorong seorang laki-laki memilih
seorang perempuan untuk pasangan hidupnya dalam perkawinan dan demikian
pula dorongan seorang perempuan untuk memilih laki-laki menjadi pasangan
hidupnya. Yang pokok diantaranya adalah: karena kecantikan seorang wanita atau
kegagahan seorang laki-laki karena kekayaanya; karena kebangsawanannya dan
karena keberagamaannya. Diantara alasan yang banyak itu, maka yang paling
utama dijadikan motivasi adalah karena keberagamaannya. 6
Yang dimaksud dengan keberagamaan di

sini

adalah komitmen

keagamaannya atau kesungguhannya dalam menjalankan ajaran agamanya. Ini
clijadikan pilihan utama karena itulah yang langgeng. kekayaan suatu ketika dapat

lenyap dan kecantikan suatu ketika dapat puclar demikian pula kedudukan, suatu
ketika akan hilang. 7
Seperti cl al am hadis N abi:

A::K4 °G:,f



セQ@ セQZ[⦅LNj@

TェセS@

セ」ZL@

セZL@

セMZゥ⦅オQ@

セ@


"Dari Abi Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda: "seorang
perempuan (boleh) dinikahi karena empat ha!: karena hartanya, karena
6

Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta : Prenada Media 2003 ) h. 81

7

Ibid. h. 82

"Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Dmvud, (Beirut: Dar lbn Khazm) I 997, h. 372

5

keturunannya, karena kecantikannya dan karena agarnanya. Maka hendaklah
kamu dapatkan perempuan yang memiliki agama, (karena jika tidak), binasalal1
kedua tanganmu". (HR. Abu Dawud).
Dalam hal ini -perempuan memilih pasangan nikah- terjadi perbedaan
pendapat antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi' i.


Perbedaan pendapat

dalan1 masalah tersebut disebabkan berlainan pandangan terhadap keadaan wadah
hukum (perempuan) umpamanya: Gadis, janda, dewasa, dan tidak dewasa.
Empat macam masalah tersebut tidak lepas dari hukum khiyar bagi
wanita. Ketentuan hukum bagi tiap-tiap masalah tersebut juga tidak terlepas dari
perbedaan pendapat antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i keadaankeadaan

tersebut pun perlu diperhatikan karena ia membawa perbedaan

pandangan terhadap perubahan hukum.
Bertitik tolak dari permasalahan di atas, meman.g menarik untuk dikaji,
Karena terjadi perbedaan pendapat antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i
dalam masalah hukum khiyar bagi perempuan atau perempuan memilih pasangan
nika11. Untuk itu, inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengkaji pendapat
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang perempuan memilih pasangan
nikah.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Bila ditinjau dari segi topik atau judul skripsi ini, maka kajian Skripsi ini
merupakan kajian disiplin ilmu fiqh yang membahas tentang hukum munakahat.

Objek pembahasan fiqh munakahat sangat luas, seperti. nikah, talak, nrju' dan
yang lainya yang berhubungan dengan munalcalmt. Untuk itu kajian ini perlu

6

dibatasi. Penulis dalam hal ini hanya akan menjelaskan tentang perempuan
memilih pasangan nikah dalam pandangan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i.
Perempuan, dalan1 khiyar atau memilih pasangan nikah terjadi perbedaan
pandangan atau pendapat antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i.
Perbedaan pendapat dalam masalal1 tersebut disebabkan berlainan pandangan
terhadap keadaan wadah hukum (perempuan) di antaranya: gadis, janda, dewasa
dan tidak dewasa.
Bertitik tolak dari pemmsalahan di atas, masalah pokok yang ingin
dijawab oleh kesimpulan akhir skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
I. Bagaimana pandangan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang masalah

perempuan memilih pasangan nikal1 yang mencakup kriteria empat masalah
tersebut diatas.
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan pandangan Imam Abu I-Ianifal1 dan Imam
Syafi'i tentang masalah perempuan memilih pasangan nikal1.

C. Tujuan Pcnclitian

Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua macam :
I. Tujuan umnm
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pendapat lman1 Abu
Hanifah dan Imam Syafi'i tentang masalah perempuan memilih pasangan
nikah.

7

2. Tujuan khusus
a. Sebagai salah satu persyaratan dalan1 menyelesaikan program strata satu.
b. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjanah Hukum Islam
pada fakultas syari' ah dan hukum.
c. Untuk mengetahui bagaimana pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi'i tentang perempuan memilih pasangan nikah.

D. Metode dan Telrnik Pennlisan
Pembahasan dalam tulisan ini didasarkan pada penelitian kepustakaan
(library research), penelitian yang berdasarkan pada sumber-sumber tertulis.
Sedangkan metodologi yang digunakan dalam penulisan ini sendiri adalah
metode analitis laitis, Tegasnya, penelitian diawali dengan mencari dan
mengumpulkan bahan-bahan bacaan (literatur) yang berhubungan dengan
penyusunan Skripsi, lalu dilakukan pemahaman dan analisis secara kritis dan
mendalan1 untuk kemudian mengambil kesimpulan dan. menuangkannya dalam
Skripsi ini.
Sedangkan teknik penulisan SkTipsi ini adalah meng,gunakan buku Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang ditulis oleh tim Penyusun dari
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2002.

9

rinci dijelaskan mengenai persamaan dan perbedaan antara Imam Abu Hanifah
dan Imam Syafi' i tentang perempuan memilih pasangan nikah, dan analisis
mengenai persamaan dan perbedaan antara pendapat Imam Abu Hanifa11 dan
Imam Syafi'i tentang perempuan memilih pasangan nikah.
Bab V Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran. Kemudian
diakhiri dengan daftar pustaka.

8

E. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan Skripsi ini, dibagi menjadi lima bab dan
masing-masing bab memiliki sub pokok-pokok bahasan:
Bab I Pendahuluan, terdiri dari lima sub judul. Dalam bab ini antara lain
dibicarakan tentang Jatar belakang masalah kenapa penulis mengambil penelitian
dengan topik diatas. Selain itu, dibicarakan pula tentang pembatasan dan
perumusan masalah, tttjuan penelitian, metode dan tek:nik penulisan yang
dipergunak:an dalam penulisan skripsi ini dan yang terakhir tentang sistematika
penulisan.
Bab II Dasar-Dasar Umum Pemik:ahan Dalan1 Perspektif Hukum Islam.
Dalam bab ini secara rinci dibicarakan tentang pengmtian pemikahan, dasar
hukum pemikahan, rukun dan syarat sahnya pemikahan, hikmah dan tujuan
pemikahan.
Bab III

Pandangan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i terhadap

perempuan memilih pasangan nikah. Dalam bab ini secara rinci dijelaskan tentang
pandangan Imam Abu Hanifah yang meliputi biografi Imam Abu Hanifah,
metode ijtihad Imam Abu Hanifah dan Pendapat Imam Abu Hanifah tentang
perempuan memilih pasangan nik:ah. Selaajutnya menurnt pandangan Imam
Syafi'i yang meliputi biografi Imam Syafi'i, metode ijtihad Imam Syafi'i dan
pendapat Imam Syafi'i tentang perempuan memilih pasar1gan nikah.
Bab IV Persamaan dan perbedaan pendapat Imam Abu Hanifah dan
Imam Syafi'i tentang perempuan mamilih pasangan nikah dalam bab ini secara

BABU
DASAR-DASAR UMUM PERNIKAHAN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian Pernikahan
Mahmud Yunus dalam kamusnya mengatakan bahwa nikah itu dari kata
"nakaha" HセI@
.

"yankihu" Hセ@
.

) "nakhan" ( セ@

) " "nikahan" (G-\5:; ) yang

. I

artmya mengaw1111.

Imam al-Kahlani dalan1 kitabnya Subul al-Salam mengatakan bahwa
pernikahan berasal dari kata nikah Cc \5:;) yang menurut bahasa artinya

berkumpul, saling memasukan dan digunakan untuk mii bersetubuh (wathi).

2:1,)i セ@ J:.::'{) LGNyiセ|I@

: ;_;.j CiS:J\

"Nikah menurut bahasa adalah berkumpul, saling memasukan dan dipakai
dalam pengertian bersetubuh".
Pemikahan menurut Islam merupakan akad (ikatan) yang diberkahi antara
seorang lald-laki dm1 perempuan yang menyebabkan keduanya halal bergaul dan
mulai menempuh safari kehidupan panjang yang diwarnai saling mencintai, saling

1

• Mahmud Yunus, Kamus arab Indonesia, (Jakarta: Yayasa11 Penyelenggara Penterjemah
Tafsir al-Qw"'an, 1973), cet. ke- 1 h. 467.
2



Muhamad bin Ismail al-Kahlani, Subulus al-Salam, (Beirut: Dar al-Fikr t.th), juz IIJ, h. 109
1(\

11
toleransi,

tolong-menolong dan

saling

berkasih

sayang.

Masing-masing

menemukan sakinah, ketentraman, kesejukan, keamanan dan nikmatnya hidup. 3
Selanjutnya Imam empat mazhab memberikan pengertian tentang
pernikahan sebagai berikut:
1. Imam Abu Hanifah
41::>0 セ@

セ@

セBGッjIャ@
'.""-"

..-,jj

セ@

セ@

Jo.)>':..-

..WO.

,/::t1I

""''!_ c l.A.;J
-'{

}

"Nikah adalah suatu aqad dengan tujuan memiliki kesenangan secara
sengaja".
2. Imam Malik bin Anas
5 _,,
セQWGMNイᆱ^[@

_,.,

,-

'" ' "'·

,_ J

·'L

,ii

D

1::- 1 1::._1 :'.u.;;.

__ er-:
0

..

セlG@

/

,,

"'

is:JI

;C _

"Nikah adalah suatu aqad untuk menghalalkan kesenangan Gima') dengan
perempuan yang bukan muhrim dengan sighat nikah".
3. Imam Syafi'i

"Nikah adalah suatu aqad yang mengandung pemilikan "wath'i" dengan
menggunakan kata menikahkan atau mengawinkan atau kata lain yang menjadi
sinonimnya".
4. Imam Ahmad ibn Hanbal

3. Dr. Moh. Ali Hasyimi, Kepribadian Wanita Muslimah Menurut al-Qur'an dan al-Hadis,
(Jakarta: Akademika Pressindo, 1997) h. 125
4

Abdul Rahman al-Jaziri, a/-Fiqh 'ala Mazhabil Arba 'ah, (Mishr: Maktabah al-Tijarah)
1979, Juz 4, h. 2
5

Ibid, h. 3

6

Ibid

7

Ibid h. 4

12

"Nikah adalah suatu aqad dengan menggunakan lafadz nikah atau kawin
untuk manfaat (menikmati) kesenangan".
Dari beberapa pengertian yang di berikan oleh Imam empat mazhab diatas
dapat disimpulkan bahwa nikah adalah aqad antara laki-laki dan perempuan untuk
saling memiliki, bersenang-senang dan hubungan suami istri dalam rangka
membentuk keluarga atau rumah tangga dengan menggunakan kata-kata
menikahkan atau mengawinkan atau dengan kata lain yang semakna dengan
kedua kata tersebut.
Pemikahan dalam Islam sebagai ikatan yang sangat kuat atau Mitsqan

Ghalizan. Di samping itu pemikahan tidak dapat lepas dari unsur mentaati
perintah Alla11 dan melalcsanakanya adalah ibadah. Ikatan pemikahan sebagai

rnitsqan ghalizan dan mentaati perintah Allah bertujuan untuk membina dan
membentuk terwujudnya hubungan ikatan lahir bathin antara laki-laki dan
perempuan sebagai suami istri dalam kehidupan keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan syari' at Islam. 8 Firman Allah swt :
"

,,.

• l1).i:. |N[セ@

" ,..

セ@

J

,,

0

,,

0J;.\j セ@

_,,.

Jl,.. [LMセ@

J.

セ|@

0/

:u:, セj|ェ@
,..

J.

2

セZL@

,,

,,
,,.
,,
"'
"Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu
telah bergaul (bercan1pur) dengan yang Jain sebagai suami-isteri. Dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu pe1janjian y;mg kuat" (QS. An-Nisa/
4 :21).

8

Djarnan Nur, Fiqh Munakahat, (Semarang: Dina Utama semarang), 1993 Cet. Ke-1, h. 5

13

B. Dasar Hukum Pernikahan
Dasar hukum pernikahan banyak disebutkan dalam al-Qur'an dan alHadis, diantaranya firman Allah swt :

,,.

! 1)セ@
"'

,,

,;}

}



Pセ@

セcI@

}

}

;,.s- Zセ@

0:: セャGNLI@

"

セ@

}

セH|jQ@

..-q

QセZL@

'/[

"セcZj@ 1;;. • " WI'J
"Dan kawinlah bujang-bujang kamu dan budak laki-Jaki dan perempuan
yang telah patut nikah, jika mereka itu muslim maka nanti Allah berikan
kecnkupan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas kanmiaNya dan Maha tahu". (QS. an-Nm /24: 32).
Hal ini pun didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap nmslim wajib
menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu harus
dengan melakukan pernikahan, sedang menjaga diri itu wajib maka hukum
melakukan pernikahan itupun wajib sesuai dengan kaidah

'° Drs.
h. 18-19

H. Abd Rahman Ghazaly, M.A., Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media) 2003.

15

"Sesuatu yang waj ib tidak sempurna kecuali denganya, maka sesuatu itu
hukumnya wajib juga". 11

2.Sunah

Adapun bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan
untuk melangsungkan pernikahan tetapi kalau tidak nikah tidak dikhawatirkan
akan berbuat zina maka hukum malakukan pernikahan bagi orang tersebut adalah
sunah. 12 Alasan menetapkan lmkum sunah itu ialah dari anjuran al-Qur'an dalam
surat an-Nur ayat 32 :

セi[N@

....

"'

セケ@

,,

,,)

.1); QIセ@

J

0

0\ セc|I@

J

HNMUGZセ@

)

セ@

セャiI@

,.

セ@

J

セlL[|jQ@

..-Q

Qセ|ェ@

セ@ Niセ@ ' (
r-;-C:J

....

ilii')

"Dan kawinlah bujang-bujang kamu dan budak laki-laki dan perempuan
yang telah patut nikah, jika mereka itu muslim maka nanti Allah berikan
kecukupan kepada mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha Luas karuniaNya dan Maha tahu". (QS.an-Nur /24 : 32).

3. Haram
Seseorang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai
kemampuan se1ia tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
dalam rumah tangga sehingga apabila

ュ・ャ。ョァウオヲセ」@

pernikahan akan

terlantarlah dirinya dan istrinya maka hukum malakukan pernikahan bagi orang

11

Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah, (Jakarta: Sa'adiyah Putra) h. 41

12

Ibid. h.19-20

16

tersebut adalah haram. 13 Dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 195 melarang
orang melakukan hal yang akan mendatangkan kerusakan.

.... セーャ@
" ... Dan janganlah kamu menjatuhkan
kebinasaau ... "(QS. al-Baqara11/2:195).

,,

J

"

jセ@

,,.

dirimu

セ]Tg@

J.

;

Jo J.

lyit

sendiri

,,.

tr; ...

kedalam

Termasuk hukumnya haram juga pernikahan bila seseorang nikah dengan
maksud untuk menelantarkan orang lain, masalah perernpuan yang dinikahi itu
tidak diurus, hanya agar perempuan itu tidak dapat nikah dengan orang lain. 14

4.Mubah
Dan dimubahkan bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukan nikah, tetapi apabila tidak melalcukan nikah tidak khawatir akan
berbuat zina dan apabila melalrnkanya juga tidak akan menelantarkan istri. 15

5. Makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan nikah juga
cukup

mempunyai

kemampuan

untuk

menahan

diri

sehingga

tidalc

memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak nikah, hanya saja
orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untu1c dapat memenahi kewajiban
suami istri yang baik. 16

13

Ibid h. 20

14

Ibid h. 21

15

Ibid h. 21

16

Ibid h. 21

17

Demikianlah beberapa hukum pernikahan dimana akan berbeda hukumnya
sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami.

C. Syarat dan Rukun Pernikahan
1. Pengertian Syarat dan Rulmn

Syarat dan rukun dalam Islam merupakan dua ha! yang tidak dapat di
pisahkan antara satu dan yang lainya, karena kebanyakan dari setiap aktifitas
Ibadah yang ada dalam agama Islam senantiasa ada yang nan1anya syarat dan
rukun, sehlngga bisa dibedakan dai-i penge1iian keduanya.
Abdurrahman Ghazali dalam bukunya Fiqh lvfunakahat menyatakan
bahwa syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah tidalmya suatu
pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk daiam rangkaian pekerjaan
itu. 17 Tetapi lebih mudahnya syarat itu adalah suatu ha! yang harus ada dan
terpenuhi sebelum melakukan suatu perbuatan (ibadah) dilaksanakan, seperti
dalam shalat, misalnya wudlu merupakan suatu perbuatan yang dilakukan
sebelum shalat atau dalam pernikahan, calon pengantin laki-laki dan perempuan
harus beragama Islam.
Sedangkan rukun ialah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu peke1jaan (ibadah), dan sesuatu itu ter:masuk dalam rangkaian

17

46

Drs. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A., Fiqh Muna/what, (Jakarta: Prenada Media) 2003. h.

18
pekerjaan itu. 18 Atau lebih mudahuya rukun itu adalah suatu hal yang harus ada
atau terpenuhi pada saat perbuatan (ibadah) dilaksanakan, seperti dalam shalat,
membaca surat al-Fatihah itu merupakan suatu perbuatan yang dilakukan pada
saat shalat berlangsung atau sepe1ii dalan1 pemikahan harus adanya calon
pengantin laki-laki dan perempuan saat aqad pemikahan berlangsung.

2. Syarat Nikah
Syarat-syarat pernikahan merupakan dasar bagianya pemikahan. Jika
syarat-syarat terpenuhi maim pernikal1anya adalah sah, dan menimbulkan adanya
segala kewajiban dan hak-hak pernikahan. Syarat-syarat pemikahan diantaranya:

a. Syarat bagi mempelai laki-laki
1). Beragama Islam

2). Terang lald-lakinya (bukan banci)
3). Tidak dipal