Wali nikah menurut pendapat empat imam mazhab: Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i dan Ahmad Ibn Hambal

Abstrak

Dipandang dari segi tempat lahir dan hidup para imam mazhab yang empat, memang terdapat
beberapa perbedaan, terutama antara imam Abu Hanifah dengan imam Malik: ibn Anas dan
imam asy-Syafi'iy. Sedang antara imam Abu Hanifah dengan imam Ahmad ibn Hanbal tidak
banyak perbedaan. Semua imam mazhab empat berpendapat, bahwa perwalian dalam nikah,
adalah hak 'ashabah, yaitu keluarga laki-laki dari pihak ayahnya. Menurut imam Abu
Hanifah ibn an-Nu’man, semua perempuan dewasa dapat kawin tanpa wali nikah, dan ia
dapat pula mengawinkan anak perempuannya yang belum dewasa tanpa bantuan orang lakilaki. Selain itu, perempuan pun dapat mewakilkan hak perwaliannya kepada orang lain.
Menurut imam Malik ibn Anas, perempuan dibedakan menjadi dua macam, yaitu perempuan
syarifah dan perempuan dani'ah atau wadi'ah. Perempuan syarifah adalah perempuan yang
cantik dan kaya. Kedua unsur tersebut, yaitu cantik dan kaya, harus dipenuhi bagi perempuan
syarifah. Apabila seorang perempuan tidak termasuk cantik dan kaya, misalnya hanya cantik
tetapi tidak kaya, atau kaya tetapi tidak cantik, atau tidak cantik dan tidak kaya, maka
perempuan tersebut tergolong perempuan dani'ah atau wadi'ah. Menurut pendapat imam
Malik ibn Anas, apabila seorang laki-Iaki yang mengawini seorang perempuan adalah wali
nikah bagi perempuan yang dikawini, maka laki-Iaki tersebut dapat mengawinkan perempuan
tersebut dengan dirinya sendiri tanpa harus menunjuk orang laki-Iaki lain sebagai wali nikah.
Menurut pendapat imam asy-Syafi'iy, wali nikah termasuk rukun nikah. Oleh karena itu,
maka menurut imam asy-Syafi'iy, tidak ada seorang perempuan tersebut dengan dirinya
sendiri tanpa harus melaui laki-laki lain untuk menjadi wali nikah bagi perempuan yang

dikawini.