Pemerintah Kabupaten Rembang Dinamika Kebijakan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang Pada Masa Reformasi Tahun 1998-2008 | Salim | Citra Lekha 6878 14673 1 SM

Dinamika Kebijakan Kelautan dan Perikanan Moch. Salim 69 kebijakan Pemerintah Daerah meskipun kadang kurang dilandasi dengan argumentasi yang memadai. Kuatnya posisi tawar lembaga DPRD menjadi karaktersistik utama iklim demokrasi di daerah pada masa itu terutama dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik yang memerlukan proses legislasi misalnya seperti dalam penyusunan Peraturan Daerah Perda dan terutama pada penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Di tingkat masyarakat, gejolak perubahan dalam masa awal reformasi dirasakan semakin meningkatkan tekanan kepada birokrasi dengan lebih menyoroti transparansi pengelolaan pembagunan di daerah. Aksi demonstrasi semakin marak untuk mengungkapkan perasaan ketidakpuasan masyarakat atas implementasi kebijakan publik di setiap tingkatan. Kejadian ini turut menyuburkan kemunculan lembaga swadaya masyarakat LSM yang memfungsikan diri sebagai lembaga ”mediasi” berbagai kepentingan. Delegasi kewenangan melalui otonomi daerah ini membawa angin segar kepada Pemerintah Daerah tidak terkecuali bagi Pemerintah Kabupaten Rembang untuk meningkatkan pembangunan perekonomian daerah yang selama masa Orde Baru cenderung statis dan bahkan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada masa krisis moneter tahun 1998 yaitu minus 9,96 persen. 8 Namun upaya untuk mengembalikan kehidupan perekonomian daerah selepas masa Orde Baru tampaknya tidak terlalu mudah untuk dilaksanakan, karena selama rezim Orde Baru segala sendi perekonomian daerah telah terbelenggu oleh sistem ekonomi dengan sentralisasi yang kuat, kebijakan bersifat monopoli, praktik perburuan rente ekonomi, serta pemberian lisensi khusus untuk golongan tertentu saja. Kondisi tersebut masih diperberat dengan paradoks kebijakan dan ketergantungan pembiayaan pembangunan dari Pemerintah Pusat yang masih membayangi langkah Pemerintah Daerah untuk benar - benar mewujudkan daerah yang mandiri serta menyejahterakan seluruh masyarakat.

a. Pemerintah Kabupaten Rembang

pada Masa Awal Reformasi Paradoks dalam hal prioritas pembangunan juga terjadi di Kabupaten Rembang, meskipun Kabupaten Rembang memiliki potensi laut yang besar, namun prioritas pembangunan masih dititikberatkan pada sektor pertanian. 9 Sebenarnya Pemerintah Kabupaten Rembang menyadari hal tersebut, akan tetapi masih tampaknya masih sulit untuk menemukan kebijakan yang tepat untuk mengembangkan sektor ini secara masif, sehingga dapat memberi keuntungan signifikan dalam pembangunan ekonomi masyarakat dan daerah Kabupaten Rembang. Bahkan motto yang dipakai Kabupaten Rembang yang pertama kali dicetuskan pada masa Bupati Wachidi Riyono yaitu “Rembang Bangkit” Perda Nomor 2 tahun 1992 kurang mencerminkan potensi kelautan sebagai daerah pesisir yang seharusnya memiliki identitas kawasan “Bahari”. Hal demikian berarti sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Rembang belum menjadi leading sector dan bahkan kurang mendapatkan perhatian yang proporsional. 10 Paradigma pembangunan per- ikanan dan kelautan yang bersifat top- down sebagaimana yang dijelaskan di atas menimbulkan berbagai dampak. Dampak pertama berkaitan dengan pengelolaan potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang kurang proporsional. Artinya, dengan potensi perikanan dan kelautan yang begitu besar yang dimiliki oleh Kabupaten 70 Rembang namun tidak dikelola dengan baik hal ini dapat dilihat dari anggaran sektor perikanan yang sangat rendah. Dampak kedua, bahwa model pembangunan dengan menggunakan paradigma top-down juga mengakibatkan semangat inisiatif dan inovatif menjadi rendah. Hal ini terjadi karena berbagai macam kegiatan dan program sudah ditentukan dan didesain dari Dinas Perikanan Provinsi atau pun dari Direktorat Jenderal Perikanan di Jakarta. Sementara itu Dinas Perikanan Kabupaten Rembang lebih banyak berfungsi sebagai pelaksana atau bahkan sebagai pendamping pelaksana belaka. Dampak ketiga dari paradigma pembangunan yang bersifat top-down yang sangat dirasakan secara langsung oleh masyarakat adalah terjadinya sebuah paradoks. Paradoks ini berkaitan dengan kenyataan bahwa meskipun Kabupaten Rembang memilki potensi sumberdaya alam kelautan yang melimpah tetapi kondisi masyarakat, terutama nelayan, masih sangat miskin. Kondisi keterbelakangan sektor perikanan dan kelautan sebagaimana yang digambarkan di atas telah menimbulkan kesan bagi banyak orang bahwa meskipun Kabupaten Rembang memiliki sumberdaya laut yang luas, namun tidak begitu memberikan kontribusi yang signifikan dalam kehidupan ekonomi rakyat dan pendapatan bagi pemerintah Kabupaten Rembang yang tercermin dari kontribusi sektoral maupun sumbangan Pendapatan Asli Daerah PAD. Sumbangan PAD dari Sektor Kelautan dan Perikanan hanya berkisar empat persen. 11 Baru setelah Reformasi dan penerapan semangat otonomi daerah, secara bertahap akhirnya kebijakan untuk membuat sektor kelautan dan perikanan berkembang secara dinamis, meskipun hal itu masih berjalan secara evolusioner. Pendelegasian kewenangan dalam UU No. 22 tahun 1999 dicoba untuk diadaptasikan dalam implemetasi kebijakan daerah dengan pertama kali melakukan pembenahan kelembagaan melalui restrukturisasi stuktur organisasi dan tata kerja SOTK. Namun baru pada tahun 2001 dilaksanakan pembahasan dan pengesahan SOTK untuk penyesuaian bentuk Dinas dan Lembaga Teknis Daerah Lemtekda di tingkat Kabupaten Rembang dengan pelimpahan kewenangan yang baru. Terbentuknya Dinas Perikanan dan Kelautan melalui ketetapan Peraturan Daerah Nomer 7 tahun 2001, memiliki arti yang cukup penting bagi pelaksanaan otonomi di Kabupaten Rembang. Mustain mengatakan bahwa besarnya peluang pengembangan potensi bahari di Kabupaten Rembang tampaknya telah mulai disadari oleh tim perumus SOTK untuk memasukkan unsur ”kelautan” dalam nomenklatur Dinas. 12 Hasil perumusan tim ini juga dikuatkan oleh DPRD dengan meloloskan Dinas Perikanan dan Kelautan sebagai dinas teknis daerah mandiri di bawah pejabat setingkat eselon IIb yang sebelumnya hanya setingkat eselon IIIb. Terbentuknya Dinas Perikanan dan Kelautan ini menjadi modal penting bagi daerah untuk memperluas penjabaran berbagai kewenangan daerah di sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Rembang. Selama masa transisi ini, sebagai payung hukum pelaksanaan delegasi kewenangan di sektor kelautan dan perikanan telah dikeluarkan beberapa produk regulasi baik berupa undang- undang maupun Peraturan Pemerintah yang diamanatkan sebagai acuan dalam perumusan kebijakan di daerah. Keluarnya beberapa Peraturan Pemerintah tersebut merupakan produk regulasi di bidang perikanan dan kelautan yang semasa awal pelaksanaan otonomi daearah telah menjadi landasan Dinamika Kebijakan Kelautan dan Perikanan Moch. Salim 71 bagi Kabupaten Rembang dalam pelaksanaan kebijakan serta perumusan regulasi sektor perikanan dan kelautan pada tataran operasional. Bila disimak lebih jauh, substansi Peraturan Pemerintah tersebut berkaitan dengan pembagian batas kewenangan pengelolaan wilayah laut serta lingkup perizinan usaha perikanan yang pada tahap implementasinya kerap menimbulkan tarik ulur kepentingan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten dengan mengusung argumennya masing-masing. Sementara itu persoalan kelautan dan perikanan sendiri mempunyai kompleksitas permasalahan yang lebih luas. Hal ini mengingat faktor sumberdaya perikanan dan kelautan yang bersifat open access yang tidak jarang menjadi muara timbulnya perselisihan antar nelayan, seperti terjadinya konflik penggunaan jenis alat tangkap dalam konteks pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut, meskipun hal itu telah diatur dalam peraturan-peraturan yang lebih teknis.

b. Implementasi Otonomi Daerah