Indonesia dan Reformasi 1998 (1)

Indonesia Reformasi 1998

Oleh:
Adidiningrat DNPH/20170510026

Asisten Dosen:
Ali Maksum

Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Masa reformasi di Indonesia
Setelah pelantikan Kabinet Pembangunan VII pada awal bulan Maret 1998 ternyata kondisi
bangsa dan negara semakin tidak membaik. Perekonomian juga tidak mengalami pertumbuhan,
akibatnya muncul masalah-masalah sosial. Dengan kondisi seperti itu mengundang keprihatinan
rakyat, yang akhirnya memasuki bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah mulai mengadakan
demonstrasi.
Mahasiswa kemudian menyusun agenda reformasi yang isinya sebagai berikut :
a. Adili Soeharto dan kroni-kroninya.
b. Amandemen UUD 1945.

c. Penghapusan dwifungsi ABRI.
d. Otonomi daerah yang se,uas-luasnya.
e. Supremasi hukum.
f. Pemerintahan yang bersih dari KKN.
Menurunnya pamor pemerintahan Orde Baru dimulai sejak penandatanganan perjanjian
pemberian dana bantuan IMF. Pemberian dana bantuan tersebut mengandung dua kelemahan.
Kelemahan pertama terletak pada posisi dana bantuan itu, karena pemberian dana bantuan tersebut
adalah utang luar negeri yang harus dibayarkan kembali oleh Indonesia beserta dengan bunganya
walaupun dengan persentase yang rendah. Kelemahan kedua adalah penerapan Structural
Adjustment Program (Program Penyesuaian Struktural) dari IMF yang menyertai penurunan dana
bantuan tersebut. Structural Adjustment Program adalah persyaratan IMF bagi Indonesia dalam
empat bidang utama (pengetatan kebijaksanaan fiskal, penghapusan subsidi, menutup 16 bank di
Indonesia, dan memerintahkan bank sentral untuk menaikkan tingkat suku bunga). Dengan
penerapan Structural Adjustment Program tidak terwujud dalam perbaikan ekonomi nasional

signifikan. Dengan banyaknya aksi demonstrasi, membuat aparat keamanan kewalahan dan
bertindak keras terhadap aksi tersebut. Akibatnya bentrokan antara mahasiswa dan aparat
keamanan tidak dapat dicegah. Pada tanggal 12 Mei 1996 mahasiswa berdemonstrasi di
Universitas Trisakti. Aksi damai tersebut berubah menjadi insiden bentrokan dengan aparat ketika
mahasiswa ingin melakukan long march menuju gedung DPR/MPR.

Dalam insiden tersebut empat mahasiswa tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.
Empat mahasiswa tersebut adalah : Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan
Heri Hartanto. Mereka mendapat gelar Pahlawan Reformasi. Sebelum insiden Tri Sakti tersebut,
di Jogjakarta seorang mahasiswa yang bernama Moses Gatotkaca tewas ketika melakukan aksi
menuntut mundurnya Presiden Soeharto. Moses Gatotkaca meninggal pada tanggal 8 Mei 1998.
Kejadian Tri Sakti tersebut memicu terjadinya kerusuhan massa pada tanggal 13 dan 14 Mei di
Jakarta dan sekitarnya. Tragedi kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 ini merupakan titik kulminasi
depresi masyarakat akibat krisis ekonomi Indonesia. Pascatragedi ini suasana Jakarta sangat
tegang, hingga digelarnya aksi demonstrasi besar-besaran pada tanggal 19 Mei 1998 oleh para
mahasiswa. Mereka melakukan Long March menuju gedung DPR/MPR dengan tujuan menuntut
turunnya Presiden Soeharto, menggelar Sidang istimewa MPR, dan pelaksanaan reformasi total
dalam tubuh pemerintahan negara. Di Jogjakarta mahasiswa dan masyarakat berkumpul di alunalun mendengarkan maklimat dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VII
mengenai kondisi negara yang sedang tegang. Inti dari maklumat tersebut adalah menganjurkan
kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada tanggal 19 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang sembilan tokoh masyarakat ke Istana
Negara dengan agenda membahas segala kemungkinan penanganan krisis negara. Sembilan tokoh
tersebut adalah :
1. Nur Cholis Madjid
2. Abdurahman Wahid
3. Emha Ainun Nadjib

4. Ali Yafie
5. Malik Fadjar
6. Cholis Madjid Baidlowi
7. Sutrisno Muhdam

8. Ma'aruf Amir
9. Ahmad Bagdja
Dalam pertemuan tersebut sepakat membentuk Komite Reformasi. Tugas komite ini adalah
menyelesaikan UU Kepartaian, UU Pemilu, UU Susunan dan Kedudukan MPR/DPR serta DPRD,
UU Anti-Monopoli, UU Anti-Korupsi dan lainnya.
Berbagai tokoh masyarakat seperti Amien Rais dan Emil Salim menyatakan
kekecewaannya dengan keputusan Presiden Soeharto tersebut, penyebabnya adalah presiden
meminta pemberian waktu enam bulan untuk menggelar pemilu secara konstitusional. Namun, hal
tersebut tidak dinyatakan dalam keputusan beliau selepas pertemuan itu selesai. Emil Salim dengan
melalui Gema Madani menyerukan agar Presiden Soeharto melaksanakan niatnya untuk lengser
keprabon (turun dari tahta kekuasaan) pada saat itu juga, yaitu tanggal 20 Mei 1998. Pada tanggal
20 Mei 1998 Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Madeleine Albright memberikan pernyataan
yang meminta Presiden Soeharto untuk segera mundur. Madeleine menyatakan bahwa
pengunduran diri Soeharto sudah semestinya dilakukan untuk memberikan jalan bagi transisi
demokrasi di Indonesia dan kesempatan ini merupakan momentum bagi Presiden Soeharto untuk

menorehkan langkah historisnya sebagai negarawan. Pada pukul 14.30 tanggal 20 Mei 1998
sejumlah 14 menteri yang berada di bawah koordinasi Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita,
menyatakan penolakannya untuk dicalonkan kembali dalam Kabinet Reformasi. Pada pukul 16.45,
perwakilan mahasiswa dan pimpinan DPR/MPR mengaakan pertemuan di lantai 3 gedung lama
MPR/DPR. Dalam pertemuan tersebut mahasiswa memberikan batas waktu pengunduran diri
Soeharto hingga hari Jumat, tanggal 22 Mei 1998. Jika tidak ada kepastian, maka pada hari Senin
tanggal 25 Mei 1998 pimpinan DPR akan mempersiapkan Sidang Istimewa MPR. Akibat adanya
desakan dari para mahasiswa dan masyarakat, serta mempertimbangkan kepentingan bangsa dan
negara, pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 19.06 WIB Presiden Soeharto mengumumkan
pengunduran dirinya dari posisi presiden Republik Indonesia. Bertempat di Credential Room,
Istana Negara Jakarta dengan disaksikan oleh Mahkamah Agung. 1

1

"Kronologi Reformasi Indonesia Tahun 1998". 11 Oktober 2017.

http://www.sejarah-negara.com/2014/04/kronologi-reformasi-indonesia-tahun-1998.html

Faktor penyebab munculnya Reformasi
Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan

sehingga mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalawai perjalannya pada dasawarsa
60-an rakyat sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam
pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan. Sebagai
tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil membangun negara, Presiden
Soeharto diangkat menjadi "Bapak Pembangunan". Temyata keberhasilan pembangunan tersebut
tidak merata, maka kemajuan Indonesia temyata hanya semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat
dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini disebabkan cara-cara
mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN). Protes dan kritik masyarakat seringkali dilontarkan namun pemerintah Orba seolah-olah
tidak melihat, dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan
pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan sebagainya. Pada pertengahan tahun 1997
Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai membumbung tinggi sehingga daya beli
rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan
"PHK" karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah
para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan
pemerintah. Setiap hari mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi mencapai puncaknya pada
bulan Mei 1998, dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum. Pada
tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet
Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat
tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD

1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR.
B.J. Habibie.
Diawali krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada
Indonesia, bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global
tersebut. Krisis ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus 1997. Tercatat di
bulan Desmeber 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai R. 5.000,00 perdolar, bahkan

mencapai angka Rp. 16.000,00 perdolar pada sekitar Maret 1997. Nilai tukar rupiah semakin
melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat lesunya ikiim bisnis.
Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan Maret 1997.
Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), temyata
tidak membawa hasil sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat
mengembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup besar.
Akibatnya kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini akhimya
berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem fundamental perekonomian
Indonesia. Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan
Pebruari


1998

pemerintah

melaporkan

tentang

utang

luar

negeri

tercatat

:

utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS,
jadi utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua

Tim Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan
Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto
di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998. Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari
luar negeri menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia
yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak
mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di
Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi.2
The reformasi was the event determined by several fac-tors that emerged in 1998. Firstly,
the end of the ColdWar with bipolar system followed by unipolar world and the emerging of new
issues namely globalisation. The issues such as democracy, market liberalisations, and clean
governance directly affected Indonesian domestic politics. Secondly, the pressure from the anti
Suharto groups during reformasi movement had demonstrated that international situation after
the end of the Cold War was a significant factor in creating difficult situations in Indonesian

2

Suwandi. "Masa Reformasi di Indonesia (1998 – Sekarang)". 11 Oktober 2017.

http://suwandi-sejarah.blogspot.co.id/2009/11/proses-gerakan-reformasi-di-indonesia.html


domestic politics.Overall, Suharto had to step down because he failed to keep up with the
changes in international level not-ably globalisation and its consequences. The collapse of
Suharto was the real evidence that the 1997 financial cri-sis is an international conspiracy
which needed different responses and actions. Furthermore, the difficult political situations in
Indonesia accompanied by financial crisis are really influences on Indonesia’s relations with
Malaysia.This is because the Indonesian reformasi significantly influenced the Malaysian
domestic politics which seriously challenged Mahathir's administration. This will be dis-cussed
in the next section.3

Daftar Pustaka

"Kronologi Reformasi Indonesia Tahun 1998". 11 Oktober 2017.
http://www.sejarah-negara.com/2014/04/kronologi-reformasi-indonesia-tahun-1998.html
Suwandi. "Masa Reformasi di Indonesia (1998 – Sekarang)". 11 Oktober 2017.
http://suwandi-sejarah.blogspot.co.id/2009/11/proses-gerakan-reformasi-di-indonesia.html
Ali Maksum. "The 1965 coup and reformasi 1998: two critical moments in Indonesia-Malaysia
relations during and after the Cold War". 20 Oktober 2017.
https://www.academia.edu/5992764/The_1965_coup_and_reformasi_1998_two_critical_momen
ts_in_Indonesia-Malaysia_relations_during_and_after_the_Cold_War


3

Ali Maksum. "The 1965 coup and reformasi 1998: two critical moments in Indonesia-Malaysia

relations during and after the Cold War". 20 Oktober 2017.
https://www.academia.edu/5992764/The_1965_coup_and_reformasi_1998_two_critical_momen
ts_in_Indonesia-Malaysia_relations_during_and_after_the_Cold_War

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24