Mulyadi, Penetapan Upah Minimum Provinsi Suatu Kajian Hukum Progresif
………………………………………….213
tahun 2012 telah terjadi pertumbuhan yang besar
pada industri
keuangan seperti
perbankan dan lembaga keuangan swasta lainya di Sulawesi Tengah. Penduduk yang
bekerja menurut lapangan kerja usaha secara dalam kurun waktu 5 lima tahun terakhir
dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2008-2012
LAPANGAN USAHA 2008
2009 2010
2011 2012
Pertanian 671.661
679.720 663.143
654.711 581.345
Pertambangan 8.289
13.136 24.905
34.612 30.685
Industri Pengolahan 50.216
43.923 38.848
65.698 62.251
Listrik, Gas dan Air 1.983
1.204 2.761
4.468 3.108
Bangunan 45.054
43.407 43.649
46.119 63.044
Perdagangan 156.381
161.449 164.103
190.411 169.346
Angkutan 43.696
45.103 44.102
50.243 39.111
Keuangan 5.864
6.699 7.941
10.204 19.167
Jasa Kemasyarakatan 148.562
155.077 174.774
204.534 197.385
JUMLAH 1.131.706
1.149.718 1.164.226
1.260.999 1.165.442
Sumber : BPS Sakernas 2008-2012
A. Prinsip-Prinsip
Dalam Hukum
Progresif
Hukum progresif berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia
dan selalu dalam proses untuk menjadi serta dalam memberikan penjelasan terhadap
fenomena hukum selalu terlibat dengan teori lain.
Untuk memperoleh pemahaman yang lebih
konkret guna
upaya mengimplementasikan
gagasan hukum
progresif dalam praktek berhukum maka secara sederhana dapatlah dirangkum prinsip-
prinsip hukum progresif sebagai berikut: 1.
Tidak ingin mempertahankan status quo merubuhkan dan membangun secara
berkesinambungan; 2.
Mengutamakan faktor dan peran manusia di atas hukum;
3. Membaca
undang-undang adalah
membaca maknanya, bukan hanya kata- kata UU. Oleh karena itu tidak ingin
dipenjara oleh kalimat dalam undang- undang;
4. Membebaskan manusia dari kelaziman
baik yang bersumber dari UU maupun kebiasaan praktik;
5. Mengutamakan modal nurani: empathy,
compassion, dedication, determination, sincerety, dare;
6. Hukum bukan mesin melainkan lebih
merupakan jerih payah manusia dengan model nurani.
Dalam perspektif
teori hukum
progresif, hukum merupakan suatu institusi yang
bertujuan mengantarkan
manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera, dan
membuat manusia bahagia. “Gagasan hukum
progresif lahir di tengah-tengah kegalauan, sebagaimana diuraikan dimuka, dan karena
itu lebih sarat dengan keinginan untuk bertindak
daripada suatu
kontemplasi abstrak. Hukum progresif mengajak bangsa
ini untuk meninjau kembali review cara- cara berhukum di masa lain. Cara berhukum
merupakan perpaduan dari berbagai faktor sebagai unsur antara lain, misi hukum,
214 e Jurnal Katalogis, Volume 4 Nomor 2, Februari 2016 hlm 209-218
ISSN: 2302-2019
paradigma yang digunakan, pengetahuan hukum
peraturan perundang-undangan,
penggunaan teori-teori tertentu, sampai kepada hal-hal yang bersifat keperilakuan
dan psikologis, seperti tekad dan kepedulian commitment,
keberanian dare,
determinasi, empati serta rasa-perasaan compassion”.
Dalam terma tipologi, maka cara berhukum progresif dimasukkan ke dalam
tipe berhukum dengan nurani conscience. Penilaian keberhasilan hukum tidak dilihat
dari diterapkannya hukum materiel maupun formal, melainkan dari penerapannya yang
bermakna dan berkualitas. Hukum progresif bertujuan mengantarkan manusia kepada
kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia, serta tidak menerima
hukum sebagai institusi yang mutlak dan final, melainkan sangat ditentukan oleh
kemampuanya untuk mengabdi kepada manusia. Hukum progresif ditujukan untuk
melindungi rakyat menuju kepada ideal hukum dan menolak status quo, serta tidak
ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu
institusi yang bermoral sesuai pada asas besar
“hukum adalah untuk manusia” hukum selalu mengalir karena kehidupan manusia memang
penuh dengan dinamika dan berubah dari waktu ke waktu. Kehidupan manusia tersebut
tidak dapat diwadahi secara ketat ke dalam satu atau lain bagan yang selesai dan tidak
boleh diubah finitescheme.
Pada dasarnya
hukum progresif
memiliki dua asumsi dasar. Pertama, hukum adalah untuk manusia, bukan manusia untuk
hukum. Oleh karena itu tujuan hukum yang utama adalah membahagiakan manusia
sehingga hukum harus didasarkan pada hati nurani. Kedua, hukum merupakan institusi
yang terus berproses. Hukum bukan hanya berupa bunyi pasal-pasal yang final, tetapi
harus diadaptasikan dengan konteks sosial yang dinamis. Kedua asumsi dasar terebut
melahirkan ide bahwa hukum harus pro rakyat, pro-keadilan, bersifat responsif,
dijalankan dengan kecerdasan spritual, dan bersifat membebaskan.
Selanjutnya landasan hukum progresif didasarkan pada dua asumsi pokok, pertama,
hukum adalah
untuk manusia
bukan sebaliknya. Berangkat dari asumsi ini, maka
kehadiran hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih
luas dan besar. Itulah sebabnya ketika terjadi permasalahan dalam hukum, maka hukumlah
yang harus ditinjau dan diperbaiki bukan manusianya yang dipaksa untuk dimasukkan
ke dalam skema hukum. Kedua, hukum bukan institusi yang mutlak serta final,
hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi. Hukum adalah institusi yang
secara
terus-menerus membangun
dan mengubah dirinya menuju kepada tingkat
kesempurnaan yang lebih baik. Kualitas kesempurnaan di sini bisa direfleksi ke dalam
faktor keadilan, kesejahteraan, kepeduliaan kepada rakyat dan lain-lain. Inilah hakikat
hukum yang selalu dalam proses menjadi law as a process law in the making.
Menurut teori
hukum progresif,
manusia berada di atas hukum. Hukum hanya menjadi sarana untuk menjamin dan
menjaga berbagai kebutuhan manusia. Hukum tidak lagi dipandang sebagai suatu
dokumen yang absolut dan ada secara otonom.
Hukum progresif
membawa konsekuensi pentingnya kreativitas untuk
mengatasi ketertinggalan hukum, maupun untuk membuat terobosan-terobosan hukum,
bila
perlu melakukan
rule breaking.
Terobosan ini diharapkan dapat mewujudkan tujuan kemanusiaan melalui bekerjanya
hukum, yaitu hukum yang membuat bahagia.
Sedangkan hukum
responsif merupakan sebuah tatanan atau sistem yang
inklusif dalam arti mengaitkan diri dengan sub sistem sosial non hukum, tak terkecuali
dengan kekuasaan. Hukum responsif menurut Nonet
–Selznick merupakan suatu upaya dalam menjawab tantangan untuk melakukan
sintesis antara ilmu hukum dan ilmu sosial. Bahkan hukum progresif memiliki tipe
Mulyadi, Penetapan Upah Minimum Provinsi Suatu Kajian Hukum Progresif
………………………………………….215
responsif. Dalam tipe responsif, hukum akan selalu dikaitkan pada tujuan-tujuan di luar
narasi tekstual itu sendiri yang disebut sebagai “the souverrignity of purpose” yang
mengeritik doktrin due process of law. Tipe responsif menolak otonomi hukum yang
bersifat final dan tidak dapat digugat.
Hal ini juga sejalan dengan cara pandang orang timur yang memberikan
pengutamaan pada kebahagiaan, Jeremy Bentham
1748-1832 adalah
seorang penganut utilitarian yang menggunakan
pendekatan tersebut
kedalam kawasan
hukum. Dalilnya adalah bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara sedemikian rupa
sehingga ia mendapatkan kenikmatan yang sebesar-besarnya dan menekan serendah-
rendahnya penderitaan. Tujuan akhir dari perundang-undangan adalah untuk melayani
kebahagiaan paling besar dari sejumlah terbesar rakyat atau
tujuan hukum semata- mata adalah memberikan kemanfaatan atau
kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masayarakat.
Sedangkan menurut teori Keadilan Aristoteles dari sudut pandangnnya yang
menyatakan bahwa hukum itu bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan antara
warga masyarakat.“Teori Etis” yang dikemukakannya dalam buku Ethica Nieo
Macheis dan Reterico. Ia mengajarkan bahwa tugas hukum adalah memberikan keadilan
pada warga masyarakat. Adapun pengertian keadilan
menurut Aristoteles
ialah memberikan pada setiap orang apa yang
semestinya diterimanya.
Untuk itu
Aristoteles membagi keadilan: 1. Keadilan Distributif adalah Suatu keadilan
yang memberi
jatahimbalan sesuai
dengan apa
yang telah
dilakukandiberikanprestasijasanya. Hal ini banyak berlaku dilapangan hukum
publik. Misalnya:
Pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan sesuai
dengan pendidikan dan pengalamannya.
2. Keadilan Kumulatif adalah Suatu keadilan
yang memberikan jatahimbalan sama banyak terhadap tiap-tiap orang dengan
tidak mengingat
jasa-jasaprestasi perseorangannya. Konsep ini banyak
berlaku dilapangan
hukum perdata.
Misalnya: Disuatu PT terdiri dari bagian subag,
akademik, kepegawaian
dan umum.
Bagian akademik
melayani mahasiswa
yang banyak,
bagian kepegawaian hanya melayani pegawai
yang sedikit, tetapi masing-masing gaji yang
diterimanya sama
tanpa mempertimbangkan
kesibukanbebas
pekerjaan perseorangan.
Keadilan yang diharapkan melalui penetapan Undang-Undang Ketenagakerjaan
dan berbagai peraturan pelaksananya jika dihubungkan dengan kajian keadilan menurut
John Rawis merupakan keadilan formal. Konsistensi dalam menempatkan konstitusi
dan hukum sebagai basis pelaksanaan hak dan kewajiban individu dalam interaksi sosial
merupakan kenyataan yang memperkuat pendapat di atas. Bahwa keadilan yang
berbasiskan peraturan, bahkan yang sifatnya administratif-formal
sekalipun tetaplah
penting karena pada dasarnya memberikan suatu jaminan minimum bahwa setiap orang
dalam kasus yang sama harus diperlakukan secara sama. Singkatnya keadilan formal
menuntut kesamaan minimum bagi segenap warga masyarakat.
Munculnya hukum ketenagakerjaan tidak bisa didasarkan pada pikiran dan
nomenklatur hukum klasik. Dalam konsep klasik, maka pemilikan adalah penguasaan
manusia atas barang. Sejak munculnya industrialisasi, maka pekerja muncul sebagai
salah satu faktor produksi, sejajar dengan tanah dan mesin. Maka sejak menjadi buruh
maka manusia berubah statusnya sebagai faktor produksi yang memperoleh perlakuan
sama seperti faktor-faktor produksi lain. Pekerja bukan lagi manusia dengan kapasitas
kemanusiaan yang penuh, melainkan sudah menjadi barang, seperti tanah dan mesin.
Hukum harus ditata kembali, oleh karena “hukum komvensional” yang berlaku
216 e Jurnal Katalogis, Volume 4 Nomor 2, Februari 2016 hlm 209-218
ISSN: 2302-2019
yaitu yang lazim disebut hukum kebiasaan, hukum adat, tidak bisa lagi dijadikan
landasan dan kerangka beroprasinya negara modern. Negara modern ditata secara
rasional dan birokratis, sesuai dengan perkembangan zaman waktu itu dan untuk
menopang hal tersebut hukum harus ditata kembali.
Dengan menela’ah hukum progresif tersebut maka pengusaha dalam menjalankan
usahanya dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.
B.
Hubungan Antara Tingkat Upah Dengan Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah suatu pemenuhan kebutuhan atau keperluan yang bersifat
jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara
langsung maupun tidak lansung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam
lingkungan kerja yang aman dan sehat. Tujuan dari kesejahteraan adalah untuk
menciptakan
motivasi. Kesejahteraan
merupakan alasan utama bagi pekerja untuk bergabung dan tetap menjadi anggota
perusahaan. Mengukur kesejahteraan dapat dengan menggunakan pendapatan yang
diterima oleh pelaku-pelaku ekonomi, karena dengan adanya kenaikan upah upah riil dan
upah nominal atau pendapatan maka kesejahteraan para pekerja akan meningkat,
hal ini disebabkan dengan pendapatan yang naik, pekerja akan lebih mampu mencukupi
kebutuhannya.
Dalam teori
ekonomi, pendapatan pelaku ekonomi measured
income yang terbagi menjadi pendapatan permanen atau tetap permanent income dan
pendapatan tidak tetap transitory income, unplanned
income, atau
unanticipated income.
Dalam kontek pekerja, upah pekerja merupakan komponen pendapatan permanen.
Upah selalu berkaitan dengan istilah upah rill dan upah nominal. Upah yang diterima
pekerja disebut dengan upah nominal nominal wage. Upah riil real wage adalah
upah yang telah diperhitungkan dengan daya beli dari upah yang diterima atau upah
nominal. Harga barang dan jasa akan mempengaruhi daya beli dari upah pekerja.
Bisa saja upah nominal pekerja mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya,
tetapi karena biaya hidup naik, maka daya beli dari upah pekerja bisa lebih rendah dari
tahun sebelumnya. Meskipun ada kenaikan, tingkat kenaikan upah riil tidak seberapa
dibandingkan
dengan upah
rill tahun
sebelumnya. Jadi upah tenaga kerja mempengaruhi
eksistensi kehidupan minimal para pekerja. Artinya semakin besar upah yang diterima
oleh pekerja maka tingkat kemakmuranya akan meningkat, sebaliknya jika upah pekerja
semakin kecil maka tingkat kemakmuran pekerja akan semakin rendah pula.
Dalam menentukan struktur dan sakala upah yang harus dibangun adalah kultur
mem bahagiakan rakyat “the cultural
primacy”. Kultur yang dimaksud adalah tidak berkutat pada “the legal structure of the
state” melainkan harus lebih mengutamakan “a state with conscience “. Dalam bentuk
pertanyaan, hal tersebut akan berbunyi: “bernegara hukum untuk apa ?” dan dijawab
dengan “ bernegara untuk membahagiakan rakyat.”
C. Struktur dan Skala Upah