Prinsip-Prinsip PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI (SUATU KAJIAN HUKUM PROGRESIF) | Mulyadi | Katalogis 6547 21729 1 PB

Mulyadi, Penetapan Upah Minimum Provinsi Suatu Kajian Hukum Progresif ………………………………………….213 tahun 2012 telah terjadi pertumbuhan yang besar pada industri keuangan seperti perbankan dan lembaga keuangan swasta lainya di Sulawesi Tengah. Penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja usaha secara dalam kurun waktu 5 lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut: Tabel 1. Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2008-2012 LAPANGAN USAHA 2008 2009 2010 2011 2012 Pertanian 671.661 679.720 663.143 654.711 581.345 Pertambangan 8.289 13.136 24.905 34.612 30.685 Industri Pengolahan 50.216 43.923 38.848 65.698 62.251 Listrik, Gas dan Air 1.983 1.204 2.761 4.468 3.108 Bangunan 45.054 43.407 43.649 46.119 63.044 Perdagangan 156.381 161.449 164.103 190.411 169.346 Angkutan 43.696 45.103 44.102 50.243 39.111 Keuangan 5.864 6.699 7.941 10.204 19.167 Jasa Kemasyarakatan 148.562 155.077 174.774 204.534 197.385 JUMLAH 1.131.706 1.149.718 1.164.226 1.260.999 1.165.442 Sumber : BPS Sakernas 2008-2012

A. Prinsip-Prinsip

Dalam Hukum Progresif Hukum progresif berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia dan selalu dalam proses untuk menjadi serta dalam memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum selalu terlibat dengan teori lain. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih konkret guna upaya mengimplementasikan gagasan hukum progresif dalam praktek berhukum maka secara sederhana dapatlah dirangkum prinsip- prinsip hukum progresif sebagai berikut: 1. Tidak ingin mempertahankan status quo merubuhkan dan membangun secara berkesinambungan; 2. Mengutamakan faktor dan peran manusia di atas hukum; 3. Membaca undang-undang adalah membaca maknanya, bukan hanya kata- kata UU. Oleh karena itu tidak ingin dipenjara oleh kalimat dalam undang- undang; 4. Membebaskan manusia dari kelaziman baik yang bersumber dari UU maupun kebiasaan praktik; 5. Mengutamakan modal nurani: empathy, compassion, dedication, determination, sincerety, dare; 6. Hukum bukan mesin melainkan lebih merupakan jerih payah manusia dengan model nurani. Dalam perspektif teori hukum progresif, hukum merupakan suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera, dan membuat manusia bahagia. “Gagasan hukum progresif lahir di tengah-tengah kegalauan, sebagaimana diuraikan dimuka, dan karena itu lebih sarat dengan keinginan untuk bertindak daripada suatu kontemplasi abstrak. Hukum progresif mengajak bangsa ini untuk meninjau kembali review cara- cara berhukum di masa lain. Cara berhukum merupakan perpaduan dari berbagai faktor sebagai unsur antara lain, misi hukum, 214 e Jurnal Katalogis, Volume 4 Nomor 2, Februari 2016 hlm 209-218 ISSN: 2302-2019 paradigma yang digunakan, pengetahuan hukum peraturan perundang-undangan, penggunaan teori-teori tertentu, sampai kepada hal-hal yang bersifat keperilakuan dan psikologis, seperti tekad dan kepedulian commitment, keberanian dare, determinasi, empati serta rasa-perasaan compassion”. Dalam terma tipologi, maka cara berhukum progresif dimasukkan ke dalam tipe berhukum dengan nurani conscience. Penilaian keberhasilan hukum tidak dilihat dari diterapkannya hukum materiel maupun formal, melainkan dari penerapannya yang bermakna dan berkualitas. Hukum progresif bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia, serta tidak menerima hukum sebagai institusi yang mutlak dan final, melainkan sangat ditentukan oleh kemampuanya untuk mengabdi kepada manusia. Hukum progresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada ideal hukum dan menolak status quo, serta tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral sesuai pada asas besar “hukum adalah untuk manusia” hukum selalu mengalir karena kehidupan manusia memang penuh dengan dinamika dan berubah dari waktu ke waktu. Kehidupan manusia tersebut tidak dapat diwadahi secara ketat ke dalam satu atau lain bagan yang selesai dan tidak boleh diubah finitescheme. Pada dasarnya hukum progresif memiliki dua asumsi dasar. Pertama, hukum adalah untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Oleh karena itu tujuan hukum yang utama adalah membahagiakan manusia sehingga hukum harus didasarkan pada hati nurani. Kedua, hukum merupakan institusi yang terus berproses. Hukum bukan hanya berupa bunyi pasal-pasal yang final, tetapi harus diadaptasikan dengan konteks sosial yang dinamis. Kedua asumsi dasar terebut melahirkan ide bahwa hukum harus pro rakyat, pro-keadilan, bersifat responsif, dijalankan dengan kecerdasan spritual, dan bersifat membebaskan. Selanjutnya landasan hukum progresif didasarkan pada dua asumsi pokok, pertama, hukum adalah untuk manusia bukan sebaliknya. Berangkat dari asumsi ini, maka kehadiran hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan besar. Itulah sebabnya ketika terjadi permasalahan dalam hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau dan diperbaiki bukan manusianya yang dipaksa untuk dimasukkan ke dalam skema hukum. Kedua, hukum bukan institusi yang mutlak serta final, hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi. Hukum adalah institusi yang secara terus-menerus membangun dan mengubah dirinya menuju kepada tingkat kesempurnaan yang lebih baik. Kualitas kesempurnaan di sini bisa direfleksi ke dalam faktor keadilan, kesejahteraan, kepeduliaan kepada rakyat dan lain-lain. Inilah hakikat hukum yang selalu dalam proses menjadi law as a process law in the making. Menurut teori hukum progresif, manusia berada di atas hukum. Hukum hanya menjadi sarana untuk menjamin dan menjaga berbagai kebutuhan manusia. Hukum tidak lagi dipandang sebagai suatu dokumen yang absolut dan ada secara otonom. Hukum progresif membawa konsekuensi pentingnya kreativitas untuk mengatasi ketertinggalan hukum, maupun untuk membuat terobosan-terobosan hukum, bila perlu melakukan rule breaking. Terobosan ini diharapkan dapat mewujudkan tujuan kemanusiaan melalui bekerjanya hukum, yaitu hukum yang membuat bahagia. Sedangkan hukum responsif merupakan sebuah tatanan atau sistem yang inklusif dalam arti mengaitkan diri dengan sub sistem sosial non hukum, tak terkecuali dengan kekuasaan. Hukum responsif menurut Nonet –Selznick merupakan suatu upaya dalam menjawab tantangan untuk melakukan sintesis antara ilmu hukum dan ilmu sosial. Bahkan hukum progresif memiliki tipe Mulyadi, Penetapan Upah Minimum Provinsi Suatu Kajian Hukum Progresif ………………………………………….215 responsif. Dalam tipe responsif, hukum akan selalu dikaitkan pada tujuan-tujuan di luar narasi tekstual itu sendiri yang disebut sebagai “the souverrignity of purpose” yang mengeritik doktrin due process of law. Tipe responsif menolak otonomi hukum yang bersifat final dan tidak dapat digugat. Hal ini juga sejalan dengan cara pandang orang timur yang memberikan pengutamaan pada kebahagiaan, Jeremy Bentham 1748-1832 adalah seorang penganut utilitarian yang menggunakan pendekatan tersebut kedalam kawasan hukum. Dalilnya adalah bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara sedemikian rupa sehingga ia mendapatkan kenikmatan yang sebesar-besarnya dan menekan serendah- rendahnya penderitaan. Tujuan akhir dari perundang-undangan adalah untuk melayani kebahagiaan paling besar dari sejumlah terbesar rakyat atau tujuan hukum semata- mata adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masayarakat. Sedangkan menurut teori Keadilan Aristoteles dari sudut pandangnnya yang menyatakan bahwa hukum itu bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan antara warga masyarakat.“Teori Etis” yang dikemukakannya dalam buku Ethica Nieo Macheis dan Reterico. Ia mengajarkan bahwa tugas hukum adalah memberikan keadilan pada warga masyarakat. Adapun pengertian keadilan menurut Aristoteles ialah memberikan pada setiap orang apa yang semestinya diterimanya. Untuk itu Aristoteles membagi keadilan: 1. Keadilan Distributif adalah Suatu keadilan yang memberi jatahimbalan sesuai dengan apa yang telah dilakukandiberikanprestasijasanya. Hal ini banyak berlaku dilapangan hukum publik. Misalnya: Pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan pendidikan dan pengalamannya. 2. Keadilan Kumulatif adalah Suatu keadilan yang memberikan jatahimbalan sama banyak terhadap tiap-tiap orang dengan tidak mengingat jasa-jasaprestasi perseorangannya. Konsep ini banyak berlaku dilapangan hukum perdata. Misalnya: Disuatu PT terdiri dari bagian subag, akademik, kepegawaian dan umum. Bagian akademik melayani mahasiswa yang banyak, bagian kepegawaian hanya melayani pegawai yang sedikit, tetapi masing-masing gaji yang diterimanya sama tanpa mempertimbangkan kesibukanbebas pekerjaan perseorangan. Keadilan yang diharapkan melalui penetapan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan berbagai peraturan pelaksananya jika dihubungkan dengan kajian keadilan menurut John Rawis merupakan keadilan formal. Konsistensi dalam menempatkan konstitusi dan hukum sebagai basis pelaksanaan hak dan kewajiban individu dalam interaksi sosial merupakan kenyataan yang memperkuat pendapat di atas. Bahwa keadilan yang berbasiskan peraturan, bahkan yang sifatnya administratif-formal sekalipun tetaplah penting karena pada dasarnya memberikan suatu jaminan minimum bahwa setiap orang dalam kasus yang sama harus diperlakukan secara sama. Singkatnya keadilan formal menuntut kesamaan minimum bagi segenap warga masyarakat. Munculnya hukum ketenagakerjaan tidak bisa didasarkan pada pikiran dan nomenklatur hukum klasik. Dalam konsep klasik, maka pemilikan adalah penguasaan manusia atas barang. Sejak munculnya industrialisasi, maka pekerja muncul sebagai salah satu faktor produksi, sejajar dengan tanah dan mesin. Maka sejak menjadi buruh maka manusia berubah statusnya sebagai faktor produksi yang memperoleh perlakuan sama seperti faktor-faktor produksi lain. Pekerja bukan lagi manusia dengan kapasitas kemanusiaan yang penuh, melainkan sudah menjadi barang, seperti tanah dan mesin. Hukum harus ditata kembali, oleh karena “hukum komvensional” yang berlaku 216 e Jurnal Katalogis, Volume 4 Nomor 2, Februari 2016 hlm 209-218 ISSN: 2302-2019 yaitu yang lazim disebut hukum kebiasaan, hukum adat, tidak bisa lagi dijadikan landasan dan kerangka beroprasinya negara modern. Negara modern ditata secara rasional dan birokratis, sesuai dengan perkembangan zaman waktu itu dan untuk menopang hal tersebut hukum harus ditata kembali. Dengan menela’ah hukum progresif tersebut maka pengusaha dalam menjalankan usahanya dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku. B. Hubungan Antara Tingkat Upah Dengan Kesejahteraan Kesejahteraan adalah suatu pemenuhan kebutuhan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung maupun tidak lansung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. Tujuan dari kesejahteraan adalah untuk menciptakan motivasi. Kesejahteraan merupakan alasan utama bagi pekerja untuk bergabung dan tetap menjadi anggota perusahaan. Mengukur kesejahteraan dapat dengan menggunakan pendapatan yang diterima oleh pelaku-pelaku ekonomi, karena dengan adanya kenaikan upah upah riil dan upah nominal atau pendapatan maka kesejahteraan para pekerja akan meningkat, hal ini disebabkan dengan pendapatan yang naik, pekerja akan lebih mampu mencukupi kebutuhannya. Dalam teori ekonomi, pendapatan pelaku ekonomi measured income yang terbagi menjadi pendapatan permanen atau tetap permanent income dan pendapatan tidak tetap transitory income, unplanned income, atau unanticipated income. Dalam kontek pekerja, upah pekerja merupakan komponen pendapatan permanen. Upah selalu berkaitan dengan istilah upah rill dan upah nominal. Upah yang diterima pekerja disebut dengan upah nominal nominal wage. Upah riil real wage adalah upah yang telah diperhitungkan dengan daya beli dari upah yang diterima atau upah nominal. Harga barang dan jasa akan mempengaruhi daya beli dari upah pekerja. Bisa saja upah nominal pekerja mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi karena biaya hidup naik, maka daya beli dari upah pekerja bisa lebih rendah dari tahun sebelumnya. Meskipun ada kenaikan, tingkat kenaikan upah riil tidak seberapa dibandingkan dengan upah rill tahun sebelumnya. Jadi upah tenaga kerja mempengaruhi eksistensi kehidupan minimal para pekerja. Artinya semakin besar upah yang diterima oleh pekerja maka tingkat kemakmuranya akan meningkat, sebaliknya jika upah pekerja semakin kecil maka tingkat kemakmuran pekerja akan semakin rendah pula. Dalam menentukan struktur dan sakala upah yang harus dibangun adalah kultur mem bahagiakan rakyat “the cultural primacy”. Kultur yang dimaksud adalah tidak berkutat pada “the legal structure of the state” melainkan harus lebih mengutamakan “a state with conscience “. Dalam bentuk pertanyaan, hal tersebut akan berbunyi: “bernegara hukum untuk apa ?” dan dijawab dengan “ bernegara untuk membahagiakan rakyat.”

C. Struktur dan Skala Upah