PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN PENYETEKAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP

KEBERHASILAN PENYETEKAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.)

Oleh Rudianto

Tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) merupakan tanaman hias yang sekaligus berkhasiat sebagai tanaman obat. Tanaman sirih mempunyai banyak manfaat sehingga dibutuhkan teknik perbanyakan yang tepat. Salah satu teknik perbanyakan sirih merah adalah dengan setek batang. Indikator

keberhasilan dalam penyetekan adalah tumbuhnya akar. Salah satu tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan setek sirih merah adalah dengan penambahan zat perangsang akar dari luar (eksogen) seperti NAA (Naphthelena acetic acid) dan IBA (Indole butyric acid)

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui perbedaan pertumbuhan setek sirih merah yang diberi NAA dan tidak diberi NAA pada media pasir malang, (2) Mengetahui konsentrasi IBA yang menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang terbaik pada media pasir malang, (3) Mengetahui pengaruh pemberian NAA dan konsentrasi IBA yang digunakan.


(2)

Rudianto Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Gedung Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan November 2008 sampai Januari 2009. Rancangan perlakuan disusun secara faktorial (2 x 4), dengan faktor pertama adalah pemberian NAA dengan konsentrasi 1000 ppm (A0) dan tanpa NAA (A1). Faktor yang kedua adalah pemberian IBA dengan konsentrasi 0 ppm (B0), 1000 ppm (B1), 2000 ppm (B2), dan 4000 ppm (B3). Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS).

Pengelompokan dilakukan berdasarkan pada penempatan setek yang telah

ditanam yaitu kelompok I: bagian tepi sebelah Timur yang banyak mendapat sinar matahari pagi, kelompok II: bagian Tengah yang banyak mendapat sinar matahari siang , dan kelompok III: bagian tepi sebelah Barat yang banyak mendapat sinar matahari sore. Total kombinasi perlakuan berjumlah 8 dan setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Jumlah setek pada setiap perlakuan sebanyak 5 setek. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan uji diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi maka data dianalisis ragam, kemudian

dilanjutkan pemisahan nilai tengah dengan BNT pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwapemberian NAA 1000 ppm menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang lebih baik daripada tanpa NAA pada jumlah akar pada buku, jumlah akar pada pangkal setek, dan panjang akar terpanjang pada pangkal setek, kecuali pada variabel waktu membuka daun.

Tanpa pemberian IBA pada penyetekan tanaman sirih merah memberikan pengaruh nyata pada variabel waktu membuka daun dan pemberian IBA 4000 ppm berpengaruh nyata pada jumlah akar pada pangkal setek. Tanpa pemberian


(3)

Rudianto NAA dan IBA 4000 ppm, NAA 1000 ppm dan IBA 1000 atau 2000 ppm

menghasilkan pengaruh nyata pada variabel jumlah akar pada pangkal setek, pada NAA 1000 ppm dan IBA 4000 ppm menghasilkan pengaruh nyata pada panjang akar terpanjang pada pangkal setek, dan tanpa pemberian NAA dan IBA atau NAA 1000 ppm dan IBA 2000 ppm menghasilkan pengaruh nyata pada jumlah daun.


(4)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun tanaman hias bunga. Tanaman hias yaitu suatu tanaman yang bagian akar, batang, daun, dan bunga dapat dinikmati keindahannya. Masyarakat menyukai tanaman hias daun karena keindahanya, baik dilihat dari bentuknya yang unik maupun warnanya yang indah, salah satunya adalah sirih merah. Tanaman sirih dilihat dari warna daun tak hanya berwarna hijau, tapi juga merah, hitam, kuning, bahkan perak. Di antara macam tanaman sirih tersebut yang banyak diminati masyarakat adalah sirih merah.

Sirih merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) merupakan tanaman hias daun yang berasal dari Peru (Judd et al., 2006) yang termasuk ke dalam famili Piperaceae. Daunnya berbentuk hati dan panjang daun sirih merah dapat mencapai 15–20 cm (Sudewo, 2005). Tampilan tanaman sirih merah dibandingkan sirih yang lain lebih menarik karena memiliki perpaduan warna permukaan daun bagian atas dan bawah yang mencolok. Permukaan atas daun merupakan perpaduan antara warna hijau, pink, dan perak sedangkan permukaan bawah daunnya berwarna merah keunguan (Gambar 1).


(5)

2

Gambar 1. Tanaman sirih merah

Kedua perpaduan itu menjadikan sirih merah cocok untuk dijadikan tanaman hias pot yang cantik baik di dalam ruangan maupun luar ruangan.

Pada awalnya tanaman sirih merah hanya dijadikan sebagai salah satu jenis tanaman hias daun, namun Sudewo (2005) memperkenalkannya sebagai tanaman obat, sehingga keberadaan tanaman ini menjadi lebih diminati. Sirih merah berkhasiat sebagai tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengobati diabetes, kanker, peradangan, hipertensi, hepatitis, batu ginjal dan ambeien. Bila dibuat teh herbal, sirih merah dapat mengobati asam urat, darah tinggi, kencing manis, maag, dan kelelahan. Daun sirih merah juga dapat digunakan untuk menghaluskan kulit.

Menurut Solikhah (2007), khasiat tanaman sirih merah sebagai obat ditentukan oleh senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah yakni alkaloid, saponin, tanin, dan flavonoid. Senyawa aktif alkaloid dan flavonoid pada daun sirih merah memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah.


(6)

3 Banyaknya manfaat dari sirih merah sebagai tanaman hias dan tanaman obat, merupakan salah satu alasan perlunya dilakukan usaha perbanyakan yang cepat dan praktis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu teknik

perbanyakan sirih merah yang paling mudah dilakukan adalah dengan setek batang.

Umumnya keberhasilan metode setek ini dipengaruhi oleh bahan setek, umur bahan setek, manipulasi lingkungan (kelembaban, suhu, cahaya), perlakuan dalam penyetekan (penyimpanan setek, pelukaan, pemberian zat perangsang akar) (Hartmann et al., 1990). Salah satu perlakuan pada penyetekan untuk

meningkatkan petumbuhan setek adalah pemberian ZPT. Jenis ZPT yang umum digunakan untuk memacu perakaran sirih merah adalah golongan auksin, seperti Naphthalena acetic acid (NAA) dan Indole butyric acid (IBA).

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian NAA dan IBA dengan berbagai konsentrasi terhadap keberhasilan penyetekan sirih merah.

Selain penggunaan zat pengatur tumbuh keberhasilan penyetekan sirih merah juga dipengaruhi oleh media tanam yang mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Berdasarkan hasil penelitian Rachmawati (2008), media tanam yang baik adalah campuran pasir malang dan arang sekam karena memiliki porositas yang tinggi serta memiliki kandungan mineral dan berongga.


(7)

4 Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan setek sirih merah antara yang diberi NAA dan tanpa NAA pada media pasir malang?

2. Berapakah konsentrasi IBA yang menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang terbaik pada media pasir malang?

3. Apakah pengaruh pemberian NAA pada pertumbuhan setek sirih merah dalam media pasir malang bergantung pada konsentrasi IBA yang digunakan?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian disusun sebagai berikut:

1. Mengetahui perbedaan pertumbuhan setek sirih merah yang diberi NAA dan tanpa NAA pada media pasir malang.

2. Mengetahui konsentrasi IBA yang menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang terbaik pada media pasir malang.

3. Mengetahui pengaruh pemberian NAA pada pertumbuhan setek tanaman sirih merah pada masing-masing IBA yang digunakan.

1.3 Landasan Teori

Metode perbanyakan tanaman dengan bagian organ yang bukan merupakan hasil pembuahan seperti benih merupakan metode perbanyakan vegatatif. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dilakukan untuk menghindari lamanya waktu yang digunakan untuk berkecambah, tanaman memiliki sifat yang dengan induknya,


(8)

5 lebih cepat berbunga dan berbuah, dan dapat dihasilkan jumlah bibit yang banyak dan seragam (Rukmana, 1997).

Salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah dengan menggunakan setek. Penyetekan adalah pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, daun, dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Perbanyakan dengan cara setek dapat menghasilkan tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya. Kelebihan perbanyakan dengan setek dibandingkan cara perbanyakan vegetatif lainnya yaitu praktis dan mudah. Perbanyakan tanaman sirih merah yang efektif adalah dengan

menggunakan setek. Pada tanaman sirih merah, penyetekan yang paling tepat adalah menggunakan bagian batang (Rukmana, 1997).

Pada penyetekan tanaman sirih merah, dipilih batang yang umurnya kurang lebih 7 bulan. Pemotongan batang dilakukan dengan menggunakan gunting setek atau pisau setek yang tajam, agar luas permukaan bekas potongan rata dan halus. Pada penyetekan perlu menyertakan satu atau dua helai daun, karena daun menyimpan cadangan makanan dan hormon yang berperan dalam proses fotosintesis yang fotosintratnya dapat berguna untuk pertumbuhan akar (Nastain, 2006).

Menurut Hartmann et. al. (1990), pada tanaman yang mengalami pelukaan sering terbentuk jaringan sel baru yang menutupi luka. Jaringan tersebut disebut kalus. Menurut Ashari (1995), kalus merupakan sekumpulan sel-sel parenkim yang laju pertumbuhannya tidak seragam. Kalus inilah yang berperan penting untuk perakaran (Wudianto, 2005). Pembentukan kalus pada setek merupakan wujud daya tumbuh baru dari daya regenerasi tanaman. Atas dasar hal tersebut dapat


(9)

6 dinyatakan keberhasilan setek membentuk akar bergantung pada besar kecilnya daya pembentukan kalus pada potongan setek bagian bawah.

Menurut Sudewo (2005), persentase tumbuh hasil setek sirih merah berkisar antara 40-70%. Apabila persentase tumbuh hasil setek dapat ditingkatkan maka akan diperoleh jumlah bibit tanaman sirih merah yang lebih banyak. Untuk meningkatkan persentase tumbuh hasil setek pada sirih merah adalah penggunaan zat pengatur tumbuh.

Menurut Hartmann et al. (1990), penggunaan zat pengatur tumbuh dapat meningkatkan persentase pertumbuhan akar, menambah jumlah akar, dan

meningkatkan mutu akar. Keuntungan penggunaan zat perangsang tumbuh adalah memperbaiki sistem perakaran, mempercepat keluarnya akar bagi tanaman muda, membantu tanaman dalam menyerap unsur hara dari dalam tanah, mencegah gugur daun, dan meningkatkan proses fotosintesis (Lingga dan Marsono, 2001).

Salah satu zat pengatur tumbuh (ZPT) perangsang akar adalah auksin. Dalam organ tanaman, auksin dihasilkan pada biji atau tepung sari bunga, dan pucuk batang/cabang maupun ranting yang kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. Pada tahun 1929, Went menduga bahwa pembentukan kalus yang dilanjutkan dengan pembentukan akar pada setek merupakan akibat dari kegiatan suatu jenis hormon tanaman yaitu auksin. Hormon auksin ini banyak macamnya, namun yang sering digunakan dalam pengakaran setek adalah Naphthalena acetic acid (NAA) dan Indole butyric acid (IBA).


(10)

7 Penggunan kedua jenis sintesis auksin tersebut telah dilakukan oleh Husada (2008) yang hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan NAA sampai konsentrasi 4000 ppm ada kecenderungan meningkatkan pertumbuhan akar dan penggunaan IBA sampai konsentasi 4000 ppm ada kecenderungan meningkatkan pertumbuhan tunas. Pada penelitian ini akan dicoba penerapan perlakuan campuran antara kedua jenis auksin yang diharapkan memiliki sifat sinergis. Dengan demikian keberhasilan penyetekan akan lebih tinggi daripada menggunakan satu macam auksin.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap rumusan masalah. Tanaman sirih merah adalah tanaman hias yang dimanfaaatkan juga sebagai tanaman obat sehingga permintaan akan jumlah tanaman sirih merah mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan perlu adanya upaya pengembangan penelitian tentang perbanyakan tanaman sirih merah yang praktis dan sederhana.

Sirih merah dapat diperbanyak dengan cara setek, cangkok, dan merunduk. Dalam penelitian ini dilakukan perbanyakan menggunakan cara setek, yaitu setek batang. Kelebihan dari perbanyakan setek ini adalah menghasilkan bibit yang sama dengan induknya, menghasilkan jumlah bibit yang banyak dan seragam, serta teknik budidaya yang praktis, sederhana, dan biayanya yang tidak mahal.

Tanaman sirih merah yang akan dijadikan sebagai bahan setek dipilih yang berbatang sehat dan mempunyai sulur yang relatif besar. Besar kecilnya batang


(11)

8 sirih merah akan menentukan persentase keberhasilan setekan. Karena cadangan makanan dan jumlah ZPT yang tersedia berguna untuk pembentukan akar.

Awal terbentuknya akar pada setek dikendalikan oleh sejumlah faktor yang saling berinteraksi baik dari dalam maupun luar tanaman yang berperan kompleks dalam mekanisme pembentukan akar.

Bahan setek dengan 1 buku yang menyertakan 1 helai daun dapat berpengaruh pada lamanya pembentukan akar. Auksin adalah zat pengatur tumbuh yang memacu pemanjangan sel. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem akar adventif sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada setek tanaman. Oleh karena itu, untuk mempercepat pertumbuhan akar dan tunas diperlukan pengaplikasian ZPT berupa auksin.

Golongan auksin yang digunakan untuk mempercepat pertumbuhan akar adalah Naphthalena acetic acid (NAA) dan untuk mempercepat pertumbuhan tunas adalah Indole butyric acid (IBA). Pemberian NAA dan IBA diharapkan mampu meningkatkan keberhasilan pertumbuhan setek sirih merah yang ditunjukkan oleh meningkatnya persentase tumbuh setek, kecepatan tumbuh akar dan tunas, jumlah dan bobot akar yang terbentuk.

Bahan setek yang diberi auksin hanya berupa NAA akan menghasilkan persentase keberhasilan penyetekan yang rendah maka diperlukan IBA agar persentase keberhasilan penyetekan tinggi. Karena kelengkapan dari beberapa auksin dapat mempengaruhi pertumbuhan setek pada sirih merah.


(12)

9 1.5 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

1. Setek yang menggunakan NAA menghasilkan pertumbuhan sirih merah yang lebih baik dibandingkan tanpa NAA

2. Terdapat perbedaan pertumbuhan setek sirih merah pada masing-masing konsentrasi IBA yang digunakan.

3. Terdapat perbedaan pengaruh antara pemberian NAA dan tanpa NAA pada masing-masing konsentrasi IBA yang digunakan terhadap pertumbuhan setek tanaman sirih merah.


(13)

42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemberian NAA 1000 ppm menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang lebih baik daripada tanpa NAA pada jumlah akar pada buku, jumlah akar pada pangkal setek, dan panjang akar terpanjang pada pangkal setek, kecuali pada variabel waktu membuka daun.

2. Tanpa pemberian IBA pada penyetekan tanaman sirih merah memberikan pengaruh nyata pada variabel waktu membuka daun dan pemberian IBA 4000 ppm berpengaruh nyata pada jumlah akar pada pangkal setek.

3. Tanpa pemberian NAA dan IBA 4000 ppm, NAA 1000 ppm dan IBA 1000 atau 2000 ppm menghasilkan jumlah akar pada pangkal setek yang banyak, pada NAA 1000 ppm dan IBA 4000 ppm menghasilkan panjang akar

terpanjang pada pangkal setek, dan tanpa pemberian NAA dan IBA atau NAA 1000 ppm dan IBA 2000 ppm menghasilkan jumlah daun yang paling banyak.


(14)

43 5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan NAA dan IBA yang sama


(1)

6 dinyatakan keberhasilan setek membentuk akar bergantung pada besar kecilnya daya pembentukan kalus pada potongan setek bagian bawah.

Menurut Sudewo (2005), persentase tumbuh hasil setek sirih merah berkisar antara 40-70%. Apabila persentase tumbuh hasil setek dapat ditingkatkan maka akan diperoleh jumlah bibit tanaman sirih merah yang lebih banyak. Untuk meningkatkan persentase tumbuh hasil setek pada sirih merah adalah penggunaan zat pengatur tumbuh.

Menurut Hartmann et al. (1990), penggunaan zat pengatur tumbuh dapat meningkatkan persentase pertumbuhan akar, menambah jumlah akar, dan

meningkatkan mutu akar. Keuntungan penggunaan zat perangsang tumbuh adalah memperbaiki sistem perakaran, mempercepat keluarnya akar bagi tanaman muda, membantu tanaman dalam menyerap unsur hara dari dalam tanah, mencegah gugur daun, dan meningkatkan proses fotosintesis (Lingga dan Marsono, 2001).

Salah satu zat pengatur tumbuh (ZPT) perangsang akar adalah auksin. Dalam organ tanaman, auksin dihasilkan pada biji atau tepung sari bunga, dan pucuk batang/cabang maupun ranting yang kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. Pada tahun 1929, Went menduga bahwa pembentukan kalus yang dilanjutkan dengan pembentukan akar pada setek merupakan akibat dari kegiatan suatu jenis hormon tanaman yaitu auksin. Hormon auksin ini banyak macamnya, namun yang sering digunakan dalam pengakaran setek adalah Naphthalena acetic acid (NAA) dan Indole butyric acid (IBA).


(2)

7 Penggunan kedua jenis sintesis auksin tersebut telah dilakukan oleh Husada (2008) yang hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan NAA sampai konsentrasi 4000 ppm ada kecenderungan meningkatkan pertumbuhan akar dan penggunaan IBA sampai konsentasi 4000 ppm ada kecenderungan meningkatkan pertumbuhan tunas. Pada penelitian ini akan dicoba penerapan perlakuan campuran antara kedua jenis auksin yang diharapkan memiliki sifat sinergis. Dengan demikian keberhasilan penyetekan akan lebih tinggi daripada menggunakan satu macam auksin.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap rumusan masalah. Tanaman sirih merah adalah tanaman hias yang dimanfaaatkan juga sebagai tanaman obat sehingga permintaan akan jumlah tanaman sirih merah mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan perlu adanya upaya pengembangan penelitian tentang perbanyakan tanaman sirih merah yang praktis dan sederhana.

Sirih merah dapat diperbanyak dengan cara setek, cangkok, dan merunduk. Dalam penelitian ini dilakukan perbanyakan menggunakan cara setek, yaitu setek batang. Kelebihan dari perbanyakan setek ini adalah menghasilkan bibit yang sama dengan induknya, menghasilkan jumlah bibit yang banyak dan seragam, serta teknik budidaya yang praktis, sederhana, dan biayanya yang tidak mahal.

Tanaman sirih merah yang akan dijadikan sebagai bahan setek dipilih yang berbatang sehat dan mempunyai sulur yang relatif besar. Besar kecilnya batang


(3)

8 sirih merah akan menentukan persentase keberhasilan setekan. Karena cadangan makanan dan jumlah ZPT yang tersedia berguna untuk pembentukan akar.

Awal terbentuknya akar pada setek dikendalikan oleh sejumlah faktor yang saling berinteraksi baik dari dalam maupun luar tanaman yang berperan kompleks dalam mekanisme pembentukan akar.

Bahan setek dengan 1 buku yang menyertakan 1 helai daun dapat berpengaruh pada lamanya pembentukan akar. Auksin adalah zat pengatur tumbuh yang memacu pemanjangan sel. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem akar adventif sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada setek tanaman. Oleh karena itu, untuk mempercepat pertumbuhan akar dan tunas diperlukan pengaplikasian ZPT berupa auksin.

Golongan auksin yang digunakan untuk mempercepat pertumbuhan akar adalah Naphthalena acetic acid (NAA) dan untuk mempercepat pertumbuhan tunas adalah Indole butyric acid (IBA). Pemberian NAA dan IBA diharapkan mampu meningkatkan keberhasilan pertumbuhan setek sirih merah yang ditunjukkan oleh meningkatnya persentase tumbuh setek, kecepatan tumbuh akar dan tunas, jumlah dan bobot akar yang terbentuk.

Bahan setek yang diberi auksin hanya berupa NAA akan menghasilkan persentase keberhasilan penyetekan yang rendah maka diperlukan IBA agar persentase keberhasilan penyetekan tinggi. Karena kelengkapan dari beberapa auksin dapat mempengaruhi pertumbuhan setek pada sirih merah.


(4)

9

1.5 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

1. Setek yang menggunakan NAA menghasilkan pertumbuhan sirih merah yang lebih baik dibandingkan tanpa NAA

2. Terdapat perbedaan pertumbuhan setek sirih merah pada masing-masing konsentrasi IBA yang digunakan.

3. Terdapat perbedaan pengaruh antara pemberian NAA dan tanpa NAA pada masing-masing konsentrasi IBA yang digunakan terhadap pertumbuhan setek tanaman sirih merah.


(5)

42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemberian NAA 1000 ppm menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang lebih baik daripada tanpa NAA pada jumlah akar pada buku, jumlah akar pada pangkal setek, dan panjang akar terpanjang pada pangkal setek, kecuali pada variabel waktu membuka daun.

2. Tanpa pemberian IBA pada penyetekan tanaman sirih merah memberikan pengaruh nyata pada variabel waktu membuka daun dan pemberian IBA 4000 ppm berpengaruh nyata pada jumlah akar pada pangkal setek.

3. Tanpa pemberian NAA dan IBA 4000 ppm, NAA 1000 ppm dan IBA 1000 atau 2000 ppm menghasilkan jumlah akar pada pangkal setek yang banyak, pada NAA 1000 ppm dan IBA 4000 ppm menghasilkan panjang akar

terpanjang pada pangkal setek, dan tanpa pemberian NAA dan IBA atau NAA 1000 ppm dan IBA 2000 ppm menghasilkan jumlah daun yang paling banyak.


(6)

43 5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan NAA dan IBA yang sama


Dokumen yang terkait

Pengaruh Panjang Akar, Panjang Buluh dan Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid Terhadap Pertumbuhan Anakan Vetiver (Vetiveria zizanioides)

0 32 108

Pengaruh Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid (IBA) dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Setek Anggur Vitis vinifera h.)

0 30 77

Pengaruh Pemberian Pupuk Nitrogen dan Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid (IBA) Terhadap Pertumbuhan Vetiver (Vetiveria zizanioides L. Nash)

1 42 61

PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN PENYETEKAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.)

0 21 49

PENGARUH INDOLE-3-BUTYRIC ACID (IBA) DAN α-NAPHTHALENE ACETIC ACID (NAA) TERHADAP PENGAKARAN SETEK DAN CANGKOK JAMBU JAMAIKA (Syzygium malaccense (L.) Merr. & Perry)

1 17 64

PEMBERIAN IBA (INDOLE BUTYRIC ACID) DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP ERTUMBUHAN STEK KEPUH

1 6 43

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) Dan Amoksisilin Terhadap Bakteri Streptococcus pneumoniae, Pseud

0 2 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) Dan Siprofloksasin Terhadap Staphylococcus Aureus, Pseudomonas a

0 1 12

Pengaruh ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz and Pav) terhadap sel kanker kolon WiDr.

1 21 113

PERTUMBUHAN STEK BATANG DAN KANDUNGAN POLIFENOL PADA TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) SETELAH PEMBERIAN VARIASI KONSENTRASI NAA (1-Napthalene Acetic Acid) DAN IBA (Indole-3-Butyric Acid).

0 1 14