PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN PENYETEKAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.)
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP
KEBERHASILAN PENYETEKAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.)
Oleh Rudianto
Tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) merupakan tanaman hias yang sekaligus berkhasiat sebagai tanaman obat. Tanaman sirih mempunyai banyak manfaat sehingga dibutuhkan teknik perbanyakan yang tepat. Salah satu teknik perbanyakan sirih merah adalah dengan setek batang. Indikator
keberhasilan dalam penyetekan adalah tumbuhnya akar. Salah satu tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan setek sirih merah adalah dengan penambahan zat perangsang akar dari luar (eksogen) seperti NAA
(Naphthelena acetic acid) dan IBA (Indole butyric acid)
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui perbedaan pertumbuhan setek sirih merah yang diberi NAA dan tidak diberi NAA pada media pasir malang, (2) Mengetahui konsentrasi IBA yang menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang terbaik pada media pasir malang, (3) Mengetahui pengaruh pemberian NAA dan konsentrasi IBA yang digunakan.
(2)
Rudianto Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Gedung Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan November 2008 sampai Januari 2009. Rancangan perlakuan disusun secara faktorial (2 x 4), dengan faktor pertama adalah pemberian NAA dengan konsentrasi 1000 ppm (A0) dan tanpa NAA (A1).
Faktor yang kedua adalah pemberian IBA dengan konsentrasi 0 ppm (B0), 1000
ppm (B1), 2000 ppm (B2), dan 4000 ppm (B3). Perlakuan diterapkan pada petak
percobaan dalam Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS). Pengelompokan dilakukan berdasarkan pada penempatan setek yang telah
ditanam yaitu kelompok I: bagian tepi sebelah Timur yang banyak mendapat sinar matahari pagi, kelompok II: bagian Tengah yang banyak mendapat sinar matahari siang , dan kelompok III: bagian tepi sebelah Barat yang banyak mendapat sinar matahari sore. Total kombinasi perlakuan berjumlah 8 dan setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Jumlah setek pada setiap perlakuan sebanyak 5 setek. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan uji diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi maka data dianalisis ragam, kemudian
dilanjutkan pemisahan nilai tengah dengan BNT pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwapemberian NAA 1000 ppm menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang lebih baik daripada tanpa NAA pada jumlah akar pada buku, jumlah akar pada pangkal setek, dan panjang akar terpanjang pada pangkal setek, kecuali pada variabel waktu membuka daun.
Tanpa pemberian IBA pada penyetekan tanaman sirih merah memberikan pengaruh nyata pada variabel waktu membuka daun dan pemberian IBA 4000 ppm berpengaruh nyata pada jumlah akar pada pangkal setek. Tanpa pemberian
(3)
Rudianto NAA dan IBA 4000 ppm, NAA 1000 ppm dan IBA 1000 atau 2000 ppm
menghasilkan pengaruh nyata pada variabel jumlah akar pada pangkal setek, pada NAA 1000 ppm dan IBA 4000 ppm menghasilkan pengaruh nyata pada panjang akar terpanjang pada pangkal setek, dan tanpa pemberian NAA dan IBA atau NAA 1000 ppm dan IBA 2000 ppm menghasilkan pengaruh nyata pada jumlah daun.
(4)
PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN PENYETEKAN
SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.)
(Skripsi)
Oleh Rudianto
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tanaman sirih merah. ……… 2. Bagan proses pembentukan akar pada setek. ...
2 14 3. Diagram cara pembuatan campuran bubuk NAA (1000 ppm)
dan IBA (4000 ppm). ... 4. Contoh setek sirih merah satu buku. ... 5. Contoh setek sirih merah yang diberi pasta NAA dan IBA. …….… 6. Rata-rata waktu muncul tunas setek tanaman sirih merah (hari). ... 7. Rata-rata setek yang jumlah bertunas tunas setek tanaman sirih merah (setek). ... 8. Perkembangan akar pada buku setek sirih merah umur 35 hari setelah setek pada perlakuan NAA 1000 ppm dan IBA 1000 ppm. ... 9. Perkembangan akar pada pangkal setek sirih merah umur 35 hari setelah setek pada perlakuan NAA 0 ppm dan IBA 4000 ppm. ... 10. Rata-rata panjang akar pada buku setek tanaman sirih
merah (helai). ... 11. Ukuran panjang akar terpanjang pada pangkal setek sirih merah umur 35 hari pada perlakuan NAA 1000 ppm dan IBA 0 ppm. ... 12. Jumlah daun yang tumbuh pada setek sirih merah setelah di setek pada umur 60 hari pada perlakuan NAA 0 ppm dan IBA 0 ppm. ... 13. Setek sirih merah umur 60 hari pada masing-masing perlakuan. …..
19 20 21 27 28 29 31 31 33 35 36
(6)
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Landasan Teori ... 4
1.4 Kerangka Pemikiran ... 7
1.5 Hipotesis ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Tanaman Sirih Merah ... 10
2.1.1 Morfologi Tanaman Sirih Merah ... 10
2.1.2 Syarat Tumbuh ... 11
2.1.3 Perbanyakan Tanaman ... 12
2.2 Zat Pengatur Tumbuh ………. 13
2.3 Media Tanam ... 15
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17
3.2 Alat dan Bahan ... 17
3.3 Metode Penelitian ... 17
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 18 3.4.1 Pembuatan Campuran Konsentrasi Bubuk NAA dan
IBA... 3.4.2 Persiapan Media Tanam ... 3.4.3 Persiapan Bahan Tanam ... 3.4.4 Penanaman Setekan dan Pemberian NAA dan
IBA... 3.4.5 Pemeliharaan Setek Sirih Merah ………
3.4.6 Pengamatan ……….
3.4.6.1 Pengamatan pada umur 35 hari setelah tanam…. 3.4.6.2 Pengamatan pada umur 60 hari setelah tanam….
18 20 20 21 21 22 22 23
(8)
v
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1 Hasil Penelitian ... 24
4.1.1 Pengamatan Setek Sirih Merah Umur 35 hari …………. 26
4.1.1.1 Waktu muncul tunas ………... 26
4.1.1.2 Waktu membuka daun ………... 27
4.1.1.3 Jumlah setek yang bertunas……….. 4.1.1.4 Jumlah akar pada buku……… 4.1.1.5 Jumlah akar pada pangkal setek ……….. 4.1.1.6 Panjang akar terpanjang pada buku……… 28 29 30 31 4.1.1.7 Panjang akar terpanjang pada pangkal setek………… 4.1.2 Pengamatan Setek Sirih Merah Umur 60 hari ……… 4.1.2.1Jumlah daun ………. 4.1.2.2Bobot akar basah……….. 4.2 Pembahasan ………... 32 33 34 37 38 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1 Kesimpulan ... 42
5.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN ... 46 Tabel 12-62 ... 47-71
(9)
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1990. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur
Tumbuh. Angkasa. Bandung. 85 hlm.
Bayoo. 2006. Sirih merah: Sembuh Bukan Sekedar Impian.
http://www.kebonkembang.com/mod.php?mod=publiser&op=viewarticle &artid=112. Diakses 22 Desember 2008
Dwijoseputro, 1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta. 191 hlm.
Gaspar, T., C. Kevers, C. Penel, H. Greppin, D.M. Reid, and T.A. Thorpe. 1996. Plant Hormones and Plant Growth
Regulator in Plant tissue culture. In Vitro Cell Dev. Biol. Plant 32: 272-289.
George, E.F.1996. Plant Propagation by Tissue Culture. Second Edition 1993/1996. Exegentics Limited. England. Hlm. 719-730.
Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, dan R. L. Geneve. 1990. Plant
Propagation (Principles and Practices). 5th ed. Prentice Hall Int.
Englewood Cliffs New Jersey. 647 p.
Husada, R. 2008. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Napthalene
Acetic Acid (NAA) atau Indole Butyric Acid (IBA) pada
Pembentukan Akar Adventif Setek Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz and Pav.) Satu Buku. Universitas Lampung.
Bandar Lampung. 53 hlm.
Judd, C., M. Kellog, and Donoghue. 2006. Plant Systematics, A Phyllogenetic Approach Piper crocatum Ruiz and Pav. Dalam
http://www.biologie.uni_ulm.de/cgi_bin/queriall/details.pl?id=88434&stuf e=A&typ=PVL.2006.systax. Diakses tanggal 16 November 2008.
Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.CV. Yasaguna. Jakarta Selatan. 75 hlm.
(10)
Lakitan, B. 2001. Dasar dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 203 hlm.
Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hlm.
Maryati, H. dan Suharmiati. 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Penyakit
Pada Usia Lanjut. Agromedia Pustaka. Jakarta. 73 hlm
Nastain, A. 2006. Budidaya Sirih Merah.
http://sirih_merah.squarespace.com/budidaya-sirih-merah/. Diakses 10 Januari 2009.
Rukmana, R. 1997. Teknik perbanyakan Tanaman Hias. Kanisius. Yogyakarta. 63 hlm.
Rachmawati, Y.A. 2008. Pengaruh Konsentrasi IBA dan Jumlah Buku pada Keberhasilan Penyetekan Sirih Merah
(Piper crocatum Ruiz and Pav.) dengan Media Pasir Malang.
(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 61 hlm. Rismunandar. 1995. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. 58 hlm
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi TumbuhanJilid 3. Diterjemahkan dari Plant Physiology oleh D.R. Lukman, dan Sumaryono. Disunting oleh Niksolihin, S. Penerbit ITB. Bandung. 343 hlm.
Sudewo, B. 2005. Basmi Penyakit Dengan Sirih Merah. PT AgoMedia Pustaka. Jakarta. 45 hlm.
Solikhah, A. 2006. Sirih Merah Menurunkan Glukosa Darah.
http://www.pustakatani.org/HasilPenelitian/tabid/55/ctl/ArticleView/mid/3 75/articleId/208/SirihMerahMenurunkanGlukosaDarah.aspx. Diakses 17 Desember 2008.
Tahardi, J.S. dan I. Riyadi. 1994 Perbanyakan in vitro tanaman Kina melalui penggandaan tunas. Laporan Hasil penelitian. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. 8 hlm. Wudianto, R. 1993. Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi.
(11)
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pembuatan konsentrasi campuran antara NAA dan IBA. ... 19 2. Rekapitusasi hasil analisis ragam pengaruh pemberian NAA dan
konsentrasi IBA pada setek sirih merah umur 35 hari setelah
Penyetekan. ... 25 3. Rekapitusasi hasil analisis ragam pengaruh pemberian NAA dan
konsentrasi IBA pada setek sirih merah umur 60 hari setelah
Penyetekan. ... 26 4. Pengaruh pemberian NAA pada waktu membuka daun pada setek
tanaman sirih merah. ... 27 5. Pengaruh pemberian IBA pada waktu membuka daun pada setek
tanaman sirih merah. …... 28 6. Pengaruh pemberian NAA pada jumlah akar pada buku pada setek
tanaman sirih merah. ... 29 7. Pengaruh pemberian NAA dan konsentrasi IBA pada jumlah
akar pada pangkal setek sirih merah pada umur setek 35 hari. ... 30 8. Pengaruh pemberian NAA dan konsentrasi IBA pada panjang
akar terpanjang pada pangkal setek sirih merah pada umur
setek 35 hari. ... 32 9. Hasil pengamatan rata-rata pada masing-masing variable setek
sirih merah umur 60 hari setelah setek. ………... 34 10. Pengaruh pemberian NAA dan konsentrasi IBA pada jumlah
daun setek sirih merah pada umur setek 35 hari. ... 35 11. Bobot akar pangkal setek dan buku pada setek sirih merah
(12)
viii 12. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap waktu muncul tunas
pada setek sirih merah umur 35 hari. ...
47 13. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap waktu muncul
tunas setek sirih merah umur 35hari. ... 47 14. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap waktu muncul tunas
setek sirih merah umur 35 hari. ... 48 15. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap waktu membuka
daun pada setek sirih merah umur 35 hari. ...
48 16. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap waktu membuka
daun setek sirih merah umur 35 hari. ...
49 17. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap waktu membuka daun
setek sirih merah umur 35 hari. ... 49 18. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah setek yang
bertunas pada setek sirih merah umur 35 hari. ... 19. Data pengamatan transformasi pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah setek yang bertunas pada setek sirih merah umur 35 hari. ...
51 20. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah setek yang
bertunas pada setek sirih merah umur 35 hari. ... 51 21. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah setek yang
bertunas pada setek sirih merah umur 35 hari. ... 52 22. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada
buku pada setek sirih merah umur 35 hari. ... 52 23. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada
buku pada setek sirih merah umur 35 hari. …... 53 24. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada buku
pada setek sirih merah umur 35 hari. ... 53 25. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada
pangkal setek sirih merah umur 35 hari. ... 53 26. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap variabel jumlah
akar pada pangkal setek sirih merah umur 35 hari. ... 54 50
(13)
ix 27. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada
pangkal setek sirih merah umur 35 hari. ...
28. Pengaruh pemberian konsentrasi IBA pada jumlah akar pada pangkal setek sirih merah pada umur setek 35 hari. ... ... 29. Pengaruh pemberian NAA pada jumlah akar pada pangkal setek sirih
merah pada umur setek 35 hari. ... 30. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar
terpanjang pada buku setek sirih merahumur 35 hari. ..……… 31. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap variabel panjang
akar terpanjang pada buku setek sirih merah umur 35 hari. .. ………… 32. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar terpanjang
pada buku setek sirih merah umur 35 hari. ……… 33. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar
terpanjang pada pangkal setek sirih merah umur 35 hari. ………. 34. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar
terpanjang pada pangkal setek sirih merah umur 35 hari. ……..………. 35. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar terpanjang
pada pangkal setek sirih merah umur 35 hari. ... 36. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang tunas pada
setek sirih merah umur 60 hari. ………. 37. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang tunas
setek sirih merah umur 60 hari. ……….……. 38. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang tunas setek
sirih merah umur 60 hari. ………..……… 39. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar
terpanjang pada buku setek sirih merah umur 60 hari. ….………. 40. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar
terpanjang pada buku setek sirih merah umur 60 hari. ……….. 41. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar terpanjang
pada buku setek sirih merah umur 60 hari. ….………..
54 55 55 55 56 56 57 57 58 58 59 59 60 60 61
(14)
x 42. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar
terpanjang pada pangkal setek sirih merah umur 60 hari. ……….…… 43. Uji kesamaan ragam untuk variabel panjang akar terpanjang pada pangkal
setek sirih merah umur 60 hari. …………..……… 44. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang akar terpanjang
pada pangkal setek sirih merah umur 60 hari. ………..……. 45. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada
buku setek sirih merah umur 60 hari. ……….………... 46. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada
buku setek sirih merah umur 60 har. ……….……….……….. 47. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada buku setek sirih merah umur 60 hari. ………..………..……... 48. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada
pangkal setek sirih merah umur 60 hari. ………….……… 49. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada pangkal setek sirih merah umur 60 hari. .……..………. 50. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah akar pada
pangkal setek sirih merah umur 60 hari. ….…….……….. 51. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang ruas pertama
pada setek sirih merah umur 60 hari. ………..………. 52. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang ruas
pertama pada setek sirih merah umur 60 hari. ………..……….. 53. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap panjang ruas pertama
pada setek sirih merah umur 60 hari. ………..…. 54. Data pengamatan pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah daun pada
setek sirih merah umur 60 hari. ……….……….. 55. Uji kesamaan ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah daun pada
setek sirih merah umur 60 hari. ………..………. 56. Analisis ragam pengaruh NAA dan IBA terhadap jumlah daun pada setek
sirih merah umur 60 hari. ………..………..
61 62 62 63 63 64 64 65 65 66 66 67 67 68 68
(15)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun tanaman hias bunga. Tanaman hias yaitu suatu tanaman yang bagian akar, batang, daun, dan bunga dapat dinikmati keindahannya. Masyarakat menyukai tanaman hias daun karena keindahanya, baik dilihat dari bentuknya yang unik maupun warnanya yang indah, salah satunya adalah sirih merah. Tanaman sirih dilihat dari warna daun tak hanya berwarna hijau, tapi juga merah, hitam, kuning, bahkan perak. Di antara macam tanaman sirih tersebut yang banyak diminati masyarakat adalah sirih merah.
Sirih merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) merupakan tanaman hias daun yang berasal dari Peru (Judd et al., 2006) yang termasuk ke dalam famili Piperaceae. Daunnya berbentuk hati dan panjang daun sirih merah dapat mencapai 15–20 cm (Sudewo, 2005). Tampilan tanaman sirih merah dibandingkan sirih yang lain lebih menarik karena memiliki perpaduan warna permukaan daun bagian atas dan bawah yang mencolok. Permukaan atas daun merupakan perpaduan antara warna hijau, pink, dan perak sedangkan permukaan bawah daunnya berwarna merah keunguan (Gambar 1).
(16)
2
Gambar 1. Tanaman sirih merah
Kedua perpaduan itu menjadikan sirih merah cocok untuk dijadikan tanaman hias pot yang cantik baik di dalam ruangan maupun luar ruangan.
Pada awalnya tanaman sirih merah hanya dijadikan sebagai salah satu jenis tanaman hias daun, namun Sudewo (2005) memperkenalkannya sebagai tanaman obat, sehingga keberadaan tanaman ini menjadi lebih diminati. Sirih merah berkhasiat sebagai tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengobati diabetes, kanker, peradangan, hipertensi, hepatitis, batu ginjal dan ambeien. Bila dibuat teh herbal, sirih merah dapat mengobati asam urat, darah tinggi, kencing manis, maag, dan kelelahan. Daun sirih merah juga dapat digunakan untuk menghaluskan kulit.
Menurut Solikhah (2007), khasiat tanaman sirih merah sebagai obat ditentukan oleh senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah yakni alkaloid, saponin, tanin, dan flavonoid. Senyawa aktif alkaloid dan flavonoid pada daun sirih merah memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah.
(17)
3 Banyaknya manfaat dari sirih merah sebagai tanaman hias dan tanaman obat, merupakan salah satu alasan perlunya dilakukan usaha perbanyakan yang cepat dan praktis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu teknik
perbanyakan sirih merah yang paling mudah dilakukan adalah dengan setek batang.
Umumnya keberhasilan metode setek ini dipengaruhi oleh bahan setek, umur bahan setek, manipulasi lingkungan (kelembaban, suhu, cahaya), perlakuan dalam penyetekan (penyimpanan setek, pelukaan, pemberian zat perangsang akar) (Hartmann etal., 1990). Salah satu perlakuan pada penyetekan untuk
meningkatkan petumbuhan setek adalah pemberian ZPT. Jenis ZPT yang umum digunakan untuk memacu perakaran sirih merah adalah golongan auksin, seperti
Naphthalena acetic acid (NAA) dan Indole butyric acid (IBA).
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian NAA dan IBA dengan berbagai konsentrasi terhadap keberhasilan penyetekan sirih merah.
Selain penggunaan zat pengatur tumbuh keberhasilan penyetekan sirih merah juga dipengaruhi oleh media tanam yang mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Berdasarkan hasil penelitian Rachmawati (2008), media tanam yang baik adalah campuran pasir malang dan arang sekam karena memiliki porositas yang tinggi serta memiliki kandungan mineral dan berongga.
(18)
4 Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan setek sirih merah antara yang diberi NAA dan tanpa NAA pada media pasir malang?
2. Berapakah konsentrasi IBA yang menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang terbaik pada media pasir malang?
3. Apakah pengaruh pemberian NAA pada pertumbuhan setek sirih merah dalam media pasir malang bergantung pada konsentrasi IBA yang digunakan?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian disusun sebagai berikut:
1. Mengetahui perbedaan pertumbuhan setek sirih merah yang diberi NAA dan tanpa NAA pada media pasir malang.
2. Mengetahui konsentrasi IBA yang menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang terbaik pada media pasir malang.
3. Mengetahui pengaruh pemberian NAA pada pertumbuhan setek tanaman sirih merah pada masing-masing IBA yang digunakan.
1.3 Landasan Teori
Metode perbanyakan tanaman dengan bagian organ yang bukan merupakan hasil pembuahan seperti benih merupakan metode perbanyakan vegatatif. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dilakukan untuk menghindari lamanya waktu yang digunakan untuk berkecambah, tanaman memiliki sifat yang dengan induknya,
(19)
5 lebih cepat berbunga dan berbuah, dan dapat dihasilkan jumlah bibit yang banyak dan seragam (Rukmana, 1997).
Salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah dengan menggunakan setek. Penyetekan adalah pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, daun, dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Perbanyakan dengan cara setek dapat menghasilkan tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya. Kelebihan perbanyakan dengan setek dibandingkan cara perbanyakan vegetatif lainnya yaitu praktis dan mudah. Perbanyakan tanaman sirih merah yang efektif adalah dengan
menggunakan setek. Pada tanaman sirih merah, penyetekan yang paling tepat adalah menggunakan bagian batang (Rukmana, 1997).
Pada penyetekan tanaman sirih merah, dipilih batang yang umurnya kurang lebih 7 bulan. Pemotongan batang dilakukan dengan menggunakan gunting setek atau pisau setek yang tajam, agar luas permukaan bekas potongan rata dan halus. Pada penyetekan perlu menyertakan satu atau dua helai daun, karena daun menyimpan cadangan makanan dan hormon yang berperan dalam proses fotosintesis yang fotosintratnya dapat berguna untuk pertumbuhan akar (Nastain, 2006).
Menurut Hartmann et. al. (1990), pada tanaman yang mengalami pelukaan sering terbentuk jaringan sel baru yang menutupi luka. Jaringan tersebut disebut kalus. Menurut Ashari (1995), kalus merupakan sekumpulan sel-sel parenkim yang laju pertumbuhannya tidak seragam. Kalus inilah yang berperan penting untuk perakaran (Wudianto, 2005). Pembentukan kalus pada setek merupakan wujud daya tumbuh baru dari daya regenerasi tanaman. Atas dasar hal tersebut dapat
(20)
6 dinyatakan keberhasilan setek membentuk akar bergantung pada besar kecilnya daya pembentukan kalus pada potongan setek bagian bawah.
Menurut Sudewo (2005), persentase tumbuh hasil setek sirih merah berkisar antara 40-70%. Apabila persentase tumbuh hasil setek dapat ditingkatkan maka akan diperoleh jumlah bibit tanaman sirih merah yang lebih banyak. Untuk meningkatkan persentase tumbuh hasil setek pada sirih merah adalah penggunaan zat pengatur tumbuh.
Menurut Hartmann etal. (1990), penggunaan zat pengatur tumbuh dapat meningkatkan persentase pertumbuhan akar, menambah jumlah akar, dan
meningkatkan mutu akar. Keuntungan penggunaan zat perangsang tumbuh adalah memperbaiki sistem perakaran, mempercepat keluarnya akar bagi tanaman muda, membantu tanaman dalam menyerap unsur hara dari dalam tanah, mencegah gugur daun, dan meningkatkan proses fotosintesis (Lingga dan Marsono, 2001).
Salah satu zat pengatur tumbuh (ZPT) perangsang akar adalah auksin. Dalam organ tanaman, auksin dihasilkan pada biji atau tepung sari bunga, dan pucuk batang/cabang maupun ranting yang kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. Pada tahun 1929, Went menduga bahwa pembentukan kalus yang dilanjutkan dengan pembentukan akar pada setek merupakan akibat dari kegiatan suatu jenis hormon tanaman yaitu auksin. Hormon auksin ini banyak macamnya, namun yang sering digunakan dalam pengakaran setek adalah Naphthalena acetic acid (NAA) dan Indole butyric acid (IBA).
(21)
7 Penggunan kedua jenis sintesis auksin tersebut telah dilakukan oleh Husada (2008) yang hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan NAA sampai konsentrasi 4000 ppm ada kecenderungan meningkatkan pertumbuhan akar dan penggunaan IBA sampai konsentasi 4000 ppm ada kecenderungan meningkatkan pertumbuhan tunas. Pada penelitian ini akan dicoba penerapan perlakuan campuran antara kedua jenis auksin yang diharapkan memiliki sifat sinergis. Dengan demikian keberhasilan penyetekan akan lebih tinggi daripada menggunakan satu macam auksin.
1.4 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap rumusan masalah. Tanaman sirih merah adalah tanaman hias yang dimanfaaatkan juga sebagai tanaman obat sehingga permintaan akan jumlah tanaman sirih merah mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan perlu adanya upaya pengembangan penelitian tentang perbanyakan tanaman sirih merah yang praktis dan sederhana.
Sirih merah dapat diperbanyak dengan cara setek, cangkok, dan merunduk. Dalam penelitian ini dilakukan perbanyakan menggunakan cara setek, yaitu setek batang. Kelebihan dari perbanyakan setek ini adalah menghasilkan bibit yang sama dengan induknya, menghasilkan jumlah bibit yang banyak dan seragam, serta teknik budidaya yang praktis, sederhana, dan biayanya yang tidak mahal.
Tanaman sirih merah yang akan dijadikan sebagai bahan setek dipilih yang berbatang sehat dan mempunyai sulur yang relatif besar. Besar kecilnya batang
(22)
8 sirih merah akan menentukan persentase keberhasilan setekan. Karena cadangan makanan dan jumlah ZPT yang tersedia berguna untuk pembentukan akar.
Awal terbentuknya akar pada setek dikendalikan oleh sejumlah faktor yang saling berinteraksi baik dari dalam maupun luar tanaman yang berperan kompleks dalam mekanisme pembentukan akar.
Bahan setek dengan 1 buku yang menyertakan 1 helai daun dapat berpengaruh pada lamanya pembentukan akar. Auksin adalah zat pengatur tumbuh yang memacu pemanjangan sel. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem akar adventif sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada setek tanaman. Oleh karena itu, untuk mempercepat pertumbuhan akar dan tunas diperlukan pengaplikasian ZPT berupa auksin.
Golongan auksin yang digunakan untuk mempercepat pertumbuhan akar adalah
Naphthalena acetic acid (NAA) dan untuk mempercepat pertumbuhan tunas
adalah Indole butyric acid (IBA). Pemberian NAA dan IBA diharapkan mampu meningkatkan keberhasilan pertumbuhan setek sirih merah yang ditunjukkan oleh meningkatnya persentase tumbuh setek, kecepatan tumbuh akar dan tunas, jumlah dan bobot akar yang terbentuk.
Bahan setek yang diberi auksin hanya berupa NAA akan menghasilkan persentase keberhasilan penyetekan yang rendah maka diperlukan IBA agar persentase keberhasilan penyetekan tinggi. Karena kelengkapan dari beberapa auksin dapat mempengaruhi pertumbuhan setek pada sirih merah.
(23)
9 1.5 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
1. Setek yang menggunakan NAA menghasilkan pertumbuhan sirih merah yang lebih baik dibandingkan tanpa NAA
2. Terdapat perbedaan pertumbuhan setek sirih merah pada masing-masing konsentrasi IBA yang digunakan.
3. Terdapat perbedaan pengaruh antara pemberian NAA dan tanpa NAA pada masing-masing konsentrasi IBA yang digunakan terhadap pertumbuhan setek tanaman sirih merah.
(24)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sirih Merah
2.1.1 Morfologi Tanaman Sirih Merah
Sirih merah merupakan tanaman hias daun yang berasal dari Peru, yang tergolong dalam famili Piperaceae (Judd et al., 2006). Daunnya berbentuk hati dan panjang daun sirih merah dapat mencapai 15–20 cm. Warna permukaan atas daun
merupakan perpaduan antara warna hijau, pink, dan perak, sedangkan permukaan bawah daunnya berwarna merah keunguan. Pembedaan antara sirih merah dengan sirih hijau adalah apabila daun sirih merah disobek maka akan berlendir, rasanya pahit getir. Namun aromanya lebih wangi dibandingkan sirih hijau (Sudewo, 2005). Selanjutnya menurut Soekardi yang dikutip oleh Bayoo (2006) bahwa apabila dipegang, daun terasa tebal dan kaku (tidak lemas). Semakin tua warna daun, maka daun akan semakin tebal dan kaku.
(25)
11
Secara taksonomi, sirih merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio : Spermathophyta
Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae C. Agardh Genus : Piper L.
Spesies : Piper crocatum Ruiz and Pav.
Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yaitu; alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid. Senyawa alkaloid dan flavonoid memiliki aktivitas
hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah. Kandungan kimia lainnya yang terdapat di daun sirih merah adalah minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol, kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, pcymene, cineole, caryofelen, kadimen estragol, terpenena, dan fenil propada. Karena banyaknya kandungan zat/senyawa kimia bermanfaat inilah, daun sirih merah memiliki manfaat yang sangat luas sebagai bahan obat. Karvakrol bersifat desinfektan, anti jamur, sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan. Eugenol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, sedangkan tanin dapat digunakan untuk mengobati sakit perut (Sudewo, 2005).
2.1.2 Syarat Tumbuh
Tanaman sirih merah membutuhkan pencahayaan sekitar 60–75 persen. Pada kondisi seperti itu daunnya akan melebar, warna merah marunnya yang cantik akan segera terlihat bila daunnya dibalik, batangnya tumbuh gemuk. Tanaman
(26)
12
sirih merah tumbuh subur pada tanah yang kaya akan bahan organik dan cukup air, tetapi pemberian air yang berlebih akan menyebabkan akar dan batang cepat membusuk (Maryati dan Suharmiati, 2003). Bila terkena banyak sinar matahari tanpa diimbangi penyiraman yang cukup, batangnya cepat mengering.
Tanaman sirih merah tumbuh subur dan bagus di daerah pegunungan. Bila tumbuh pada daerah panas atau terkena sinar matahari langsung, maka warna daunnya akan pudar. Sirih merah tidak boleh langsung terkena matahari dan akan tumbuh dengan baik jika menggunakan penutup (net) untuk mengurangi intensitas matahari.
2.1.3 Perbanyakan Tanaman
Untuk mendapatkan bibit sirih merah dalam jumlah besar, sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat akan sirih merah, dapat dilakukan perbanyakan vegetatif. Tanaman sirih merah dapat diperbanyak dengan cara setek, cangkok, dan
rundukan batang (Sudewo, 2005). Cara yang paling cepat dan mudah dilakukan adalah perbanyakan dengan cara setek. Dengan cara ini, dibutuhkan bahan tanam yang sedikit, tetapi akan diperoleh jumlah bibit yang banyak. Setek adalah pemisahan atau pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, daun, dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut membentuk akar (Wudianto, 2005).
Menurut Sudewo (2005), bahan tanam setek berasal dari batang sirih merah yang sudah cukup tua. Besar kecilnya batang sirih merah akan menentukan besar kecilnya daun dan tunas. Oleh karena itu disarankan memilih bahan setek yang
(27)
13
berasal dari sulur yang diameternya besar, agar daun yang dihasilkan besar-besar, tebal, dan lebat. Potongan calon setek ini sebaiknya tetap memiliki 1 helai daun untuk menjaga agar proses fotosintesis tetap berlangsung. Kemungkinan keberhasilan penyetekan sirih merah dengan metode ini berkisar 90 %.
2.2 Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa organik bukan hara (nutrient), yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit), dan dapat merubah proses fisiologi tanaman (Abidin, 1990). Menurut Dwidjoseputro (1978), pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari ZPT yang akan
mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Menurut Kusumo (1984), ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi salah satu ZPT, yaitu: Auksin yang berperan dalam pembesaran sel, mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar, dominansi apikal, fototropisme dan geotropisme.
Menurut Salisbury dan Ross (1995), auksin yang ditemukan diketahui sebagai asam indolasetat (IAA) dihasilkan secara alami oleh tumbuhan. Namun tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang stukturnya mirip IAA yaitu: PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA
(28)
14
misalnya NAA (napthalene acetic acid), 2,4 D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chlorophenoxyacetic acid).
Sifat kimia dari IBA dan NAA lebih stabil dan mobilitasnya di dalam tanaman rendah. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan pemakaian IBA dan NAA sebagai zat perangsang tumbuh akar menjadi berhasil (Kusumo, 1984).
Menurut Hartmann et al. (1990), hipotesis hubungan dari berbagai komponen utama untuk inisiasi akar adventif adalah seperti pada Gambar 2.
+ Auksin RNA (Indoleacetic
acid)
Gambar 2. Bagan proses pembentukan akar pada setek (Sumber : Hartmann et al., 1990)
Dalam pembentukan co-faktor/IAA komplek terjadi proses penggabungan antara co-faktor 1, co-faktor 2, co-faktor 3 (Isochologenic acid), co-faktor 4 (Oxygenated
terpenoids), dan auksin. Sebelum terjadi penggabungan, ada kemungkinan
penghambatan atau kerusakan IAA yang kerusakan IAA tersebut dapat terkontrol oleh polyphenol oxydase. Co-faktor/IAA komplek dan RNA, sebagai awal dari
Co-faktor 1 Co-faktor 2 Co-faktor 3 (Isochologenic acid} Co-faktor 4 (Oxygenated terpenoids) Destruksi IAA (Indoleacetic acid oxidase) Polyphenol oxydase Co-faktor/ IAA kompleks Inisiasi Akar
Glukosa, Campuran Nitrogen, Kalsium dan Nutrisi Lainnya
(menghalangi pembelahan sel sehingga mencegah pembentukan akar awal) Giberelin Acid (GA) Asam absisat
(29)
15
pembentukan akar yang membutuhkan glukosa, campuran nitrogen, kalsium, dan nutrisi lain. Sejalan dengan pembentukkan akar terdapat giberelin yang
menghalangi pembelahan sel, namun keberadaan asam absisat berperan untuk melawan kerja giberelin sehingga pembelahan sel tidak terhalangi dalam awal pembentukan akar (Hartmann et al.,1990).
2.3 Media Tanam
Banyak berbagai jenis media tanam untuk penyetekan yang dijual di pasaran. Namun tidak semua media tanam cocok untuk media setek sirih merah. Media setek mempengaruhi pertumbuhan akar yang fungsi mendukung pembentukan dan pertumbuhan akar selama penyetekan, memberikan kelembaban pada setek, dan memudahkan penetrasi akar yang muncul pada pangkal setek (Hartmann etal., 1990). Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara.
Media tanam yang baik harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Tidak mengandung bibit hama dan penyakit dan bebas gulma.
2. Mampu menampung air, tetapi juga mampu membuang atau mengalirkan kelebihan air.
3. Remah dan porous, sehingga akar bisa tumbuh dan berkembang menembus media tanam dengan mudah.
Salah satu contoh media tanam yang mampu memenuhi persyaratan di atas adalah pasir malang dan arang sekam. Pasir malang adalah batuan beku berupa lava dengan komposisi basaltic atau andesitic dengan struktur scoria atau vesiculer
(30)
16
(mempunyai rongga-rongga) akibat keluarnya gelembung gas selama erupsi (Nastain, 2006). Pasir malang digunakan karena memiliki porositas yang tinggi serta memiliki kandungan mineral dan berongga. Arang sekam digunakan karena alur tekstur yang kasar sehingga udara mudah bersirkulasi, sama dengan pasir malang yang memiliki rongga untuk perputaran udara. Penggunaan sekam bakar untuk menghindari root mealy bugs yang biasa bersarang pada sekam yang tidak dibakar. Penggunaan media seperti ini diharapkan mampu meminimalkan busuk akar, mencegah luka akibat gesekan pasir malang dengan akar pada saat media disiram, dan memudahkan dalam melakukan pindah tanam. Pemilihan media tanam yang tepat dalam penyetekan sirih merah adalah menggunakan pasir malang dan arang sekam yang dicampur dengan perbandingan 1:1 (Rachmawati, 2008).
(31)
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, mulai awal bulan Desembar 2008 sampai akhir bulan Januari 2009.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah gunting setek (cutter), neraca analitik, spatula, botol kultur, hand sprayer, penggaris, gembor, meteran, pot plastik berdiameter 20 cm dan tinggi 14 cm, kertas label, kamera digital, dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah bibit tanaman sirih merah hasil penelitian sebelumnya, NAA dengan kosentrasi 0 ppm dan 1000 ppm, IBA dengan konsentrasi 0 ppm;1000 ppm; 2000 ppm; 4000 ppm, pasir malang, arang sekam, talk, larutan etanol, dan fungisida Benlate.
3.3 Metode Penelitian
Rancangan perlakuan disusun secara faktorial (2 x 4), dengan faktor pertama adalah pemberian NAA dengan konsentrasi 1000 ppm (A0) dan tanpa NAA (A1).
(32)
18
ppm (B1), 2000 ppm (B2), dan 4000 ppm (B3). Perlakuan diterapkan pada petak
percobaan dalam Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS). Pengelompokkan dilakukan berdasarkan pada penempatan setek yang telah ditanam yaitu kelompok I: bagian tepi sebelah timur yang banyak mendapat sinar matahari pagi, kelompok II: bagian tengah yang banyak mendapat sinar matahari siang , dan kelompok III: bagian tepi sebelah barat yang banyak mendapat sinar matahari sore. Total kombinasi perlakuan berjumlah 8 dan setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Jumlah setek pada setiap perlakuan sebanyak 10 setek.
Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan uji diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi maka data dianalisis ragam, kemudian
dilanjutkan pemisahan nilai tengah dengan BNT pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Campuran Konsentrasi Bubuk NAA dan IBA
Bahan yang digunakan dalam pembuatan NAA dan IBA adalah Benlate, talk, dan bubuk NAA dan IBA. Berikut adalah jumlah Benlate, talk, bubuk NAA, dan bubuk IBA dengan berbagai konsentrasi tertentu (Tabel 1).
(33)
19
NAA = 0,05 g diencerkan pada larutan etanol 10 ml
IBA = 0,2 g diencerkan pada larutan etanol 10 ml
Benlate 0,4 g dicampur dengan talk 99,35 g
Campuran larutan NAA (0,05 g + 10 ml etanol) dan IBA (0,2 g + 10 ml etanol)
Tabel 1. Pembuatan Konsentrasi Campuran antara NAA dan IBA Perlakuan
Konsentrasi NAA + IBA
(ppm) Konsentrasi NAA/IBA (g) Benlate 4% NAA/IBA (g) Talk NAA/IBA (g) Bobot Total Campuran (g) 0 + 0 0/0 0,2/0,2 49,80/49,80 100
0 + 1000 0/0,05 0,2/0,2 49,80/49,75 100 0 + 2000 0/0,1 0,2/0,2 49,80/49,70 100 0 + 4000 0/0,2 0,2/0,2 49,80/49,60 100 1000 + 0 0,05/0 0,2/0,2 49,75/49,80 100 1000 + 1000 0,05/0,05 0,2/0,2 49,75/49,75 100 1000 + 2000 0,05/0,1 0,2/0,2 49,75/49,70 100 1000 + 4000 0,05/0,2 0,2/0,2 49,75/49,60 100
Cara pembuatan konsentrasi campuran bubuk NAA (1000 ppm) dan IBA (4000 ppm) adalah:
+ Dicampurkan
Dituangkan Diaduk
Gambar 3. Diagram cara pembuatan campuran bubuk NAA (1000 ppm) dan IBA (4000 ppm)
Campuran konsentrasi NAA (1000 ppm) dan IBA (4000 ppm)
(34)
20
3.4.2 Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan untuk penanaman setek berupa campuran pasir malang dengan arang sekam dengan perbandingan 1 : 1. Setelah kedua bahan media tanam bercampur secara merata kemudian dimasukkan dalam pot yang berdiameter 20 cm sebanyak ± 2 ½ kg. Pot berisi media tanam hingga 2 cm dari bibir pot.
3.4.3 Persiapan Bahan Tanam
Bahan tanam dipilih dari tanaman sirih merah yang telah berumur 7 bulan dan memiliki pertumbuhan yang sehat dengan jumlah daun ± 14-20 helai. Bahan tersebut dipotong dari tanaman dengan menyisakan 2-3 daun terbawah, lalu dipotong-potong dengan ketentuan setiap setek 1 buku dengan 1 helai daun. Bagian setek yang digunakan adalah 4 daun dari pucuk tidak digunakan untuk setek dengan potongan pangkal setek dibuat miring ± 45º dengan panjang 2 cm dari buku bawah dan buku atas (Gambar 4). Kemudian bahan setek direndam pada larutan fungisida Benlate dengan konsentrasi 2 g/l selama 30 menit.
(35)
21
3.4.4 Penanaman Setekan dan Pemberiaan NAA dan IBA
Media tanam yang sudah dimasukkan dalam pot disiram dengan larutan Benlate dengan konsentrasi 2 g/l sebanyak 200 ml/pot. Bahan tanam yang telah direndam dalam larutan Benlate ditiriskan selama 10 menit kemudian diolesi pasta NAA dan IBA dari pangkal setek sampai buku (Gambar 5). Pasta NAA dan IBA yang digunakan sebanyak 1 g di larutkan dalam 0,5 ml air untuk 10 setekan. Pasta NAA dan IBA dioleskan sesuai dengan masing-masing perlakuan pada bahan setek sirih merah. Setekan ditanam pada media tanam yang telah disiapkan dan setiap pot ditanami 5 setekan dengan kombinasi perlakuan yang sama masing-masing perlakuan ada 2 pot sehingga total setek yang ditanam 10 setek setiap satuan percobaan
Gambar 5. Contoh setek sirih merah yang diberi pasta NAA dan IBA.
3.4.5 Pemeliharaan Setek Sirih Merah
Pemeliharaan yang dilakukan dalam penyetekan sirih merah adalah penyiraman, pengendalian hama dan gulma, dan pembersihan eksudat. Penyiraman pertama dilakukan dengan hand sprayer selama 3 hari agar pasta NAA dan IBA yang
(36)
22
dioleskan pada bahan setek tidak larut dengan air sehingga perlakuan lebih efektif. Penyiraman selanjutnya dilakukan 2 hari dengan menggunakan takaran air
sebanyak 200 ml per tanaman. Pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman dilakukan secara manual. Pembersihan eksudat yang menempel pada bagian bawah daun maupun pada bagian batang dengan cara mengelapnya menggunakan tisu.
3.4.6 Pengamatan
Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis, maka dilakukan pengamatan terhadap beberapa variabel penelitian yaitu:
3.4.6.1 Pengamatan pada umur 35 hari setelah tanam
1. Waktu muncul tunas (hari), dihitung sejak bahan setek ditanam hingga muncul tunas dengan tanda muncul kuncup yang berbentuk seperti jarum dengan panjang 1 cm.
2. Waktu membuka daun (hari), dihitung sejak muncul tunas sampai daun membuka pada setek sirih merah.
3 Jumlah setek yang bertunas, dihitung berdasarkan jumlah setek yang ditanam dan tumbuh tunas.
4. Jumlah setek yang berakar pada buku, dihitung berdasarkan setek yang keluar akar pada buku dengan panjang 1 cm.
5. Jumlah setek yang berakar pada pangkal setek, berdasarkan setek yang keluar akar pada pangkal setek dengan panjang 1 cm
6. Panjang akar terpanjang pada buku (cm), diukur pada akar terpanjang pada buku setek sirih merah.
(37)
23
7. Panjang akar terpanjang pada pangkal setek (cm), diukur pada akar terpanjang pada pangkal setek sirih merah.
3.4.6.2 Pengamatan pada umur 60 hari setelah tanam
1. Panjang tunas (cm), diukur dari pangkal tunas hingga buku pucuk tunas pada setek sirih merah.
2. Jumlah setek yang berakar pada buku, berdasarkan setek yang keluar akar pada buku dengan panjang 1 cm
3. Jumlah setek yang berakar pada pangkal setek, berdasarkan setek yang keluar akar pada pangkal setek dengan panjang 1 cm
4. Panjang akar terpanjang pada buku (cm), diukur pada akar terpanjang pada buku setek sirih merah.
5. Panjang akar terpanjang pada pangkal setek (cm), diukur pada akar terpanjang pada pangkal setek sirih merah.
6. Panjang ruas pertama (cm), diukur dari pangkal tunas hingga pangkal buku yang pertama pada setek sirih merah.
7. Jumlah daun, dihitung dari jumlah semua daun yang tumbuh pada setek sirih merah.
8. Bobot basah akar (g), ditimbang bobot akar pada buku dan pangkal setek pada setek sirih merah
(38)
PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN PENYETEKAN
SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.)
Oleh
Rudianto
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Program Studi Hortikultura Jurusan Budidaya Pertanian
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
(39)
PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN PENYETEKAN
SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) (Skripsi)
Oleh Rudianto
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
(40)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Rugayah, M.P. ...
Sekretaris : Ir. Sri Ramadiana, M.Si.
Penguji
Bukan Pembimbing : Ir. Tri Dewi Andalasari, M.Si.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001
(41)
Puji syukur atas terselesainya studi-ku dan kupersembahkan
karyaku ini untuk Bapak (Alm) dan Ibu tercinta sebagai wujud rasa
sayang dan cintaku atas pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang
tak ternilai harganya, yang telah diberikan selama ini
Kakak-kakakku tercinta yang selalu mendukung dan memberikan
doa atas semua yang telah kucapai selama ini
(42)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan,
kerjakanlah urusan yang lain dan hanya kepada
ALLAH hendaknya kamu berharap.
(Q.S. Al Insyirah : 6-8)
Keabadian cinta itu tidak ada yang ada hanya cinta
yang mendekati abadi, karena keabadian hanya milik
ALLAH Yang Esa.
(Jejen)
Syukuri apa yang ada hidup adalah anugrah,
Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik.
(43)
i SANWACANA
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul ”Pengaruh
Pemberian NAA (Nephthalene Acetic Acid) dan Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) Terhadap Keberhasilan Setek Sirih Merah (Piper crocatumRuiz and Pav.)”.
Dalam skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan, karenanya Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Dengan selesainya skripsi ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang kepada: 1. Ibu Ir. Rugayah, M.P. selaku selaku Pembimbing I yang telah memberikan
arahan, bimbingan, masukan, dan pengertian selama penelitian dan penyusunan skripsi;
2. Ibu Ir. Sri Ramadiana, M.Si. selaku Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan masukan selama penyusunan skripsi;
3. Ibu Ir. Tri Dewi Andalasari, M.Si. selaku dosen Penguji dan dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan dan pengarahan yang bermanfaat bagi penelitian dan penyusunan skripsi;
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
(44)
ii 5. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung;
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu pengetahuan;
7. Ayahanda (Alm) dan Ibunda Penulis yang selalu memberikan dorongan baik moral maupun material, serta kakak-kakak Penulis yang tercinta beserta keluarga besar Penulis yang lain;
8. Windy Arima Yogaswari, S.P. dan Yunita Ayu R., S.P. atas bantuannya dalam menyediakan bahan tanam untuk penelitian;
9. Mitra Jani P., Yondri, Ade Ulumidin, Widya Citra Utami, S.P., Sari Dewi Kusuma, S.P., Sevi Lesiana, S.P., Nyimas Dewi Handayani, S.P., Agus Chandra, atas bantuan, saran, dan dukungannya selama Penulis melaksanakan penelitian;
10. Mona Farista Putri atas bantuan, semangat, doa, nasehat, dan dukungan kepada penulis;
11. Teman-teman Hortikultura angkatan 2004 dan 2005 atas saran dan dukungan morilnya selama Penulis melaksanakan penelitian maupun dalam proses penyelesaian penulisan skripsi;
12. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu Penulis baik selama pelaksanaan penelitian maupun dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini.
(45)
iii Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, dan Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bandar Lampung, 13 April 2010
(46)
Judul Skripsi : PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena
Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole
Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN
PENYETEKAN SIRIH MERAH
(Piper crocatum Ruiz and Pav.).
Nama Mahasiswa : Rudianto Nomor Pokok Mahasiswa : 0414012045 Program Studi : Hortikultura
Jurusan : Budidaya Pertanian
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Ir. Rugayah, M.P. Ir. Sri Ramadiana, M.Si. NIP. 196111071986032002 NIP. 196912051994032002
2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. NIP 196110211985031002
(47)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotagajah pada tanggal 13 April 1986, merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara pasangan Bapak Supomo (alm.) dan Ibu Jumiyem. Penulis mengawali pendidikan formal di Taman Kanak Pertiwi Sritejokencono pada tahun 1992. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar 1 Sritejokencono, diselesaikan pada tahun 1998. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 1 Kotagajah dan pada tahun 2004 Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Kotagajah.
Pada tahun 2004, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2008, Penulis melakukan Praktik Umum di Balai Benih Induk Hortikultura, Pekalongan, Lampung Timur
dengan judul ”Teknik Okulasi Tanaman Rambutan (Nephelium lappaceum L.) di Balai Benih Induk Hortikultura Dataran Rendah Pekalongan Lampung Timur”. Selama masa perkuliahan Penulis pernah menjadi Ketua Bidang II (Bidang
Pendidikan) Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADITA) tahun periode 2006-2007.
(48)
42
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemberian NAA 1000 ppm menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang lebih baik daripada tanpa NAA pada jumlah akar pada buku, jumlah akar pada pangkal setek, dan panjang akar terpanjang pada pangkal setek, kecuali pada variabel waktu membuka daun.
2. Tanpa pemberian IBA pada penyetekan tanaman sirih merah memberikan pengaruh nyata pada variabel waktu membuka daun dan pemberian IBA 4000 ppm berpengaruh nyata pada jumlah akar pada pangkal setek.
3. Tanpa pemberian NAA dan IBA 4000 ppm, NAA 1000 ppm dan IBA 1000 atau 2000 ppm menghasilkan jumlah akar pada pangkal setek yang banyak, pada NAA 1000 ppm dan IBA 4000 ppm menghasilkan panjang akar
terpanjang pada pangkal setek, dan tanpa pemberian NAA dan IBA atau NAA 1000 ppm dan IBA 2000 ppm menghasilkan jumlah daun yang paling banyak.
(49)
43 5.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan NAA dan IBA yang sama
(1)
ii 5. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung;
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu pengetahuan;
7. Ayahanda (Alm) dan Ibunda Penulis yang selalu memberikan dorongan baik moral maupun material, serta kakak-kakak Penulis yang tercinta beserta keluarga besar Penulis yang lain;
8. Windy Arima Yogaswari, S.P. dan Yunita Ayu R., S.P. atas bantuannya dalam menyediakan bahan tanam untuk penelitian;
9. Mitra Jani P., Yondri, Ade Ulumidin, Widya Citra Utami, S.P., Sari Dewi Kusuma, S.P., Sevi Lesiana, S.P., Nyimas Dewi Handayani, S.P., Agus Chandra, atas bantuan, saran, dan dukungannya selama Penulis melaksanakan penelitian;
10. Mona Farista Putri atas bantuan, semangat, doa, nasehat, dan dukungan kepada penulis;
11. Teman-teman Hortikultura angkatan 2004 dan 2005 atas saran dan dukungan morilnya selama Penulis melaksanakan penelitian maupun dalam proses penyelesaian penulisan skripsi;
12. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu Penulis baik selama pelaksanaan penelitian maupun dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini.
(2)
iii Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, dan Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bandar Lampung, 13 April 2010
(3)
Judul Skripsi : PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena
Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole
Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN
PENYETEKAN SIRIH MERAH
(Piper crocatum Ruiz and Pav.).
Nama Mahasiswa : Rudianto Nomor Pokok Mahasiswa : 0414012045 Program Studi : Hortikultura
Jurusan : Budidaya Pertanian
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Ir. Rugayah, M.P. Ir. Sri Ramadiana, M.Si.
NIP. 196111071986032002 NIP. 196912051994032002
2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc.
(4)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotagajah pada tanggal 13 April 1986, merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara pasangan Bapak Supomo (alm.) dan Ibu Jumiyem. Penulis mengawali pendidikan formal di Taman Kanak Pertiwi Sritejokencono pada tahun 1992. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar 1 Sritejokencono, diselesaikan pada tahun 1998. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 1 Kotagajah dan pada tahun 2004 Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Kotagajah.
Pada tahun 2004, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2008, Penulis melakukan Praktik Umum di Balai Benih Induk Hortikultura, Pekalongan, Lampung Timur
dengan judul ”Teknik Okulasi Tanaman Rambutan (Nephelium lappaceum L.) di
Balai Benih Induk Hortikultura Dataran Rendah Pekalongan Lampung Timur”. Selama masa perkuliahan Penulis pernah menjadi Ketua Bidang II (Bidang
Pendidikan) Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADITA) tahun periode 2006-2007.
(5)
42
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemberian NAA 1000 ppm menghasilkan pertumbuhan setek sirih merah yang lebih baik daripada tanpa NAA pada jumlah akar pada buku, jumlah akar pada pangkal setek, dan panjang akar terpanjang pada pangkal setek, kecuali pada variabel waktu membuka daun.
2. Tanpa pemberian IBA pada penyetekan tanaman sirih merah memberikan pengaruh nyata pada variabel waktu membuka daun dan pemberian IBA 4000 ppm berpengaruh nyata pada jumlah akar pada pangkal setek.
3. Tanpa pemberian NAA dan IBA 4000 ppm, NAA 1000 ppm dan IBA 1000 atau 2000 ppm menghasilkan jumlah akar pada pangkal setek yang banyak, pada NAA 1000 ppm dan IBA 4000 ppm menghasilkan panjang akar
terpanjang pada pangkal setek, dan tanpa pemberian NAA dan IBA atau NAA 1000 ppm dan IBA 2000 ppm menghasilkan jumlah daun yang paling banyak.
(6)
43
5.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan NAA dan IBA yang sama