PEMBERIAN IBA (INDOLE BUTYRIC ACID) DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP ERTUMBUHAN STEK KEPUH

(1)

commit to user

PEMBERIAN IBA (INDOLE BUTYRIC ACID) DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK

KEPUH (Sterculia foetida Linn.)

Oleh : BUDI SANTOSO

H 0107037

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

i

PEMBERIAN IBA (Indole Butyric Acid) DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK

KEPUH (Sterculia foetida Linn.) Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Agronomi

Oleh : BUDI SANTOSO

H 0107037

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

ii

PEMBERIAN IBA (Indole Butyric Acid) DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK

KEPUH (Sterculia foetida Linn.)

yang dipersiapkan dan disusun oleh Budi Santoso

H 0107037

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 15 April 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Tim Penguji

Ketua

Dr. Ir. Endang Yuniastuti, MSi. NIP.19700609.1994022.001

Anggota I

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. NIP.19560225.1986011.001

Anggota II

Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi. NIP. 19620116199.0021001

Surakarta, April 2011 Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003


(4)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan karunia, nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) Dalam Berbagai Konsentrasi dan Lama

Perendaman Terhadap Pertumbuhan Stek Kepuh (Sterculia foetida Linn.)”. Skripsi

ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian UNS.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta atas doanya, serta saudara/iku atas motivasinya.

2. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.

3. Ir. Wartoyo S. P., MS selaku Ketua Jurusan Agronomi FP UNS.

4. Dr. Ir. Subagiya, MP selaku Pembimbing Akademik.

5. Dr. Ir. Endang Yuniastuti, MSi selaku Pembimbing Utama

6. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Pembimbing Pendamping.

7. Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi selaku Dosen Pembahas.

8. Teman-teman Agronomi 2007 yang selalu kompak.

9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan karya ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Surakarta, April 2011


(5)

commit to user

iv DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

RINGKASAN ... viii

SUMMARY ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Kepuh (Sterculia foetida Linn.) ... 3

B. Perbanyakan Tanaman ... 7

1. Secara Generatif ... 7

2. Secara Vegetatif ... 8

C. Perendaman Hormon Pada Stek ... 9

1. Perendaman Sebagian ... 9

2. Perendaman Total ... 10

3. Perendaman Cepat ... 10

D. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ... 11

1. Pengertian Zat Pengatur Tumbuh ... 11

2. IBA (Indole Butyric Acid) ... 11


(6)

commit to user

v

III. METODE PENELITIAN ... 14

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 14

1. Bahan ... 14

2. Alat ... 14

C. Cara Kerja Penelitian ... 14

1. Rancangan Penelitian ... 14

2. Pelaksanaan Penelitian ... 15

3. Variabel Pengamatan ... 16

4. Analisis Data ... 17

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 18

A. Persentase Stek Hidup ... 18

B. Saat Muncul Tunas ... 20

C. Jumlah Daun ... 21

D. Jumlah Akar ... 24

E. Panjang Akar ... 26

F. Jumlah Muncul Tunas ... 29

G. Tinggi Tunas ... 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

A. Kesimpulan ... 33

B. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(7)

commit to user

vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Histogram Persentase Stek Hidup ... 18

2. Pengamatan Persentase jumlah stek hidup... 18

3. Kemunculan Tunas pada Batang Stek yang diawali dengan Pecahnya Nodus . 21

4. Histogram Persentase Stek Hidup dan Rerata Jumlah daun 12 Minggu Setelah

Tanam... 22

5. Pengamatan Jumlah Daun ... 23

6. Histogram jumlah stek yang berakar dan Jumlah Rata-rata Muncul Akar

SetelahPengamatan 12 Minggu Setelah Tanam ... 25

7. Pengamatan jumlah muncul akar pada perlakuan P1M3 ... 25

8. Histogram Jumlah Batang Stek yang Berakar dan Jumlah Rata-rata Panjang

Akar 12 Minggu Setelah Tanam ... 27

9. Pengamatan panjang akar pada P1M3(1) ... 28

10. Histogram Persentase Stek Hidup dan Perlakuan Dan Rata-Rata Jumlah

Muncul Tunas ... 30 11. Histogram Persentase Stek Hidup dan Jumlah Rata-rata Panjang

Tunas 12 Minggu Setelah Tanam ... 32 12. Pengamatan panjang tunas ... 32


(8)

commit to user

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Denah Penelitian ... 39

2. Gambar Rangkaian Kegiatan Penelitian ... 40


(9)

PEMBERIAN IBA (Indole Butyric Acid) DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DAN

LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK KEPUH

(Sterculia foetida Linn.) *)

BUDI SANTOSO1)

Dr. Ir. Endang Yuniastuti, MSi. 2); Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. 2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi dan lama

perendaman IBA (Indole Butyric Acid) untuk pembentukan akar pada stek

batang kepuh. Penelitian ini dilaksanakan dilaksanakan mulai bulan Juli 2010 sampai januari 2011 di laboratorium fisiologi tumbuhan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) pola faktorial, yang terdiri atas dua faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi IBA yang diberikan yang terdiri atas 3 taraf yaitu : Konsentrasi 4 ppm, konsentrasi 6 ppm, konsentrasi 8 ppm. Faktor kedua adalah lama perendaman IBA yang terdiri dari 3 taraf yaitu: Perendaman 8 jam, Perendaman 16 jam, Perendaman 24 jam. Variabel pengamatan meliputi Persentase Stek Hidup, Saat muncul tunas, Jumlah daun, Jumlah tunas, Jumlah Akar, Panjang Akar, Tinggi tunas. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase stek hidup adalah sebesar 53,3% dan perlakuan pemberian konsentrasi IBA 4 ppm dengan lama perendaman 24 jam memberikan hasil yang lebih baik pada variabel pengamatan persentase stek hidup, saat muncul tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, jumlah muncul tunas dan tinggi tunas

Kata kunci : Kepuh ,Konsentrasi IBA, Lama perendaman, Stek

*) Disampaikan pada seminar hasil penelitian tingkat sarjana Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

1) Peneliti adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret Surakarta


(10)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pranajiwa atau sering dikenal dengan nama Kepuh (Sterculia foetida Linn.) merupakan salah satu spesies tanaman di Indonesia yang berasal dari Afrika Timur, Asia Tropik dan Australia. Karena keberadaan tanaman ini sebagian besar ditemukan di daerah pemakaman atau tempat yang dikeramatkan maka masyarakat sering menyebut tanaman ini sebagai tanaman “Genderuwo”. Selain keberadaannya tersebut, penampilan tanaman pranajiwa atau kepuh ini sangat besar dan buahnya juga besar (Yuniastuti, 2008).

Kepuh mempunyai manfaat yang sangat besar bagi manusia namun pemanfaatanya belum maksimal. Kepuh yang dulu dikenal sebagai tanaman obat dan sekarang mulai dikenal sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) akan sangat menguntungkan jika dibudidayakan dengan baik. Keberadaan minyak yang berasal dari fosil yang semakin lama akan semakin habis dan sulit untuk diperbaharui, maka dengan adanya pengembangan biji tanaman kepuh yang akan diolah menjadi Bahan Bakar Nabati akan menjadi solusi dalam mengurangi maupun mengganti penggunaan BBM di masyarakat.

Kepuh sebagai tanaman penghasil energi alternatif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan tanaman energi alternatif yang lain, misalnya kelapa sawit, tebu, kelapa, ubi jalar, dan ubi kayu, karena tanaman kepuh kegunaannya tidak berkompetisi sebagai tanaman konsumsi, sedangkan tanaman kelapa sawit, tebu, kelapa, ubi jalar ataupun ubi kayu memiliki fungsi utama untuk konsumsi.

Kepuh dapat diperbanyak dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan generatif menggunakan biji, sering dilakukan karena mudah, sedangkan perbanyakan vegetatif masih jarang dilakukan. Perbanyakan dengan cara vegetatif salah satunya dengan cara stek. Teknik perbanyakan vegetatif dengan stek adalah metode perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian tanaman yang dipisahkan dari induknya di mana jika ditanam pada kondisi yang menguntungkan untuk beregenerasi akan berkembang menjadi tanaman yang mampu tumbuh baik. Kelebihan dengan perbanyakan vegetatif dengan cara stek adalah kita bisa


(11)

commit to user

mendapatkan tanaman baru dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat, selain itu dapat diperoleh sifat yang sama dengan induknya. Keberhasilan perbanyakan dengan stek dipengaruhi oleh beberapa faktor antra lain : media tanam, bahan stek, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), dan lain-lain.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan berakar dan bertunas stek batang tanaman kepuh dengan adanya pengaruh konsentrasi perendaman dan lama perendaman dengan menggunakan larutan IBA (Indole Butyric Acid).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang akan diteliti adalah : 1. Konsentrasi IBA untuk pertumbuhan stek batang kepuh.

2. Lama perendaman IBA untuk memperoleh pertumbuhan stek batang kepuh yang terbaik.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian bertujuan dan bermanfaat untuk :

Mengetahui konsentrasi dan lama perendaman IBA yang tepat untuk pertumbuhan stek tanaman kepuh


(12)

commit to user

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepuh (Sterculia foetida Linn.)

Kepuh (Sterculia foetida Linn.) mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliphyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Family : Sterculiaceae

Genus : Sterculia

Spesies : Sterculia foetida Linn. (Anonim, 2010)

Kepuh berupa pohon yang cukup besar dengan tinggi bisa mencapai 50 meter. Namun demikian keberadaan tanaman kepuh sudah mulai jarang ditemukan, bahkan dari penelitian yang dilakukan status keberadaan tanaman

kepuh sudah termasuk langka. Tanaman kepuh dapat tumbuh dengan cepat di daerah tropik atau daerah beriklim panas yang bersuhu sekitar 18 - 27 °C

mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Untuk mendapatkan tanaman kepuh yang banyak buahnya, maka penanaman tanaman kepuh memerlukan ketinggian antara 300 – 600 m dpl. Pada dataran tinggi (diatas 750) kepuh dapat tumbuh dengan baik tetapi buah yang dihasilkan sangat jarang. Pertumbuhan yang terjadi mengarah pada pertumbuhan vegetatifnya (Yuniastuti, 2008).

Kepuh adalah Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kulit batang tumbuhan ini digunakan untuk obat sakit perut, bila kulit batang dicampur dengan daun kepuh dapat digunakan sebagai abortivum

(obat penggugur), sedangkan bila dicampur dengan kapur tohor dan air jeruk nipis dapat dipakai sebagai obat lumpuh. Akarnya digunakan untuk obat rajasinga dan kencing nanah (Sastroamidjojo, 1997).


(13)

commit to user

Kepuh sebagai tanaman penghasil energi alternatif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan tanaman energi alternatif yang lain, misalnya kelapa sawit, tebu, kelapa, ubi jalar, dan ubi kayu. Tanaman kepuh kegunaannya tidak berkompetisi sebagai tanaman konsumsi, sedangkan tanaman kelapa sawit, tebu, kelapa, ubi jalar ataupun ubi kayu memiliki fungsi utama untuk konsumsi. Selain itu dibandingkan dengan tanaman energi alternatif yang lain, tanaman kepuh memiliki rendemen hasil minyak yang cukup tinggi yaitu lebih besar dari 40 %, bahkan dari penelitian yang dilakukan dengan pemurnian eter rendemen minyak dapat mencapai lebih dari 70 %. Sedangkan dengan pemrosesan langsung (compoun) rendemen minyak rata-rata mencapai 45 % .Sebagai Bahan bakar Nabati (BBN), biji tanaman kepuh diambil dan diekstrak dan selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pelumas (bio- oil) (Yuniastuti, 2008).

Soerawidjaja (2005) mengatakan bahwa minyak dari inti biji buah kepoh tergolong minyak nabati yang unik karena komponen utama asam lemaknya adalah asam sterkulat yang mempunyai rumus molekul C19H34O2 dengan rantai karbonya mempunyai gugus cycloprepenoid. asam-asam lemak ini atau turunanya dapat digunakan sebagai komponen racikan/ramuan yang melahirkan karakteristik unggul pada berbagai produk seperti kosmetik, pelumas, cat, dan plastik. Ester isopropilnya diharapkan dapat digunakaan sebagai bubuhan, penurun titik tuang (pour point depressant ) pada pelumas dan bio-diessel.

Beberapa karakter morfologi yang diamati diketahui bahwa bunga dan daun muncul pada cabang terakhir atau anak cabang ke-4 hingga ke-6. Persentase fruit-set tanaman pranajiwa digolongkan sangat rendah, karena dalam 1 tangkai bunga yang berisi antara 20 - 30 bunga hanya 1 – 2 buah yang jadi. Pada bulan Mei sampai Juli tanaman kepuh mulai membentuk bunga dan buah muda sudah menjadi buah tua, dimana siap untuk dipanen. Secara umum, tanaman kepuh berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Keadaan ini memungkinkan tanaman pranajiwa dibudidayakan secara intensif dan dimanfaatkan sebagai bahan baku


(14)

commit to user

Daun tumbuh berumpun pada penghujung dahan-dahan, merupakan daun majemuk berbentuk menjari dengan 7- 9 anak daun (foliolum). Daun berbentuk lanset, panjang helaian daun (lamina) antara 10-17 sentimeter dengan permukaan daun halus. Tangkai daun (petiolus) relatif pendek dengan ukuran 10 - 30 sentimeter. Bunga tumbuh pada penghujung dahan bercabang-cabang membentuk rumpun, berwarna orange hingga merah keunguan. Diameter bunga 2- 4 sentimeter bersifat uniseksual. Buah berukuran cukup besar terdiri dari 2 – 5 lokus dengan panjang per lokus kira-kira 20 – 40 sentimeter, berwarna hijau saat masih muda, kemudian kemerahan dan hitam saat buah sudah tua atau masak, berbentuk bulat hingga oval, dan kulit buah halus memiliki lapisan lilin dan terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan terluar berwarna seperti penampilan buah, lapisan tengah seperti tempurung kelapa yang mengeras, dan lapisan dalam tipis berwarna putih, hijau hingga kecoklatan tergantung kemasakan buah. Di dalam buah terdapat biji, setiap lokus buah berisi 10-20 biji. Biji berwarna hitam bila sudah masak dengan ukuran panjang antara 2 – 4 sentimeter (Yuniastuti, 2008).

Kayu kepuh merupakan jenis substitusi yang paling baik untuk mengantikan kayu ramin, sehingga beberapa perusahaan di Purbalingga sudah berusaha untuk mencoba membudidayakannya. Kayu kepuh mempunyai warna yang hampir sama dengan ramin, berat jenisnya sekitar 0,64, kelas kuat antara II – III dan kelas awetnya III. Sedangkan berat jenis ramin adalah sekitar 0,63, kelas kuat II – III dan kelas awet V (Varma, 1956).

Bunga tumbuh pada penghujung dahan bercabang-cabang membentuk rumpun, berwarna kuning hingga merah keunguan. Diameter bunga 2 - 2,5 cm bersifat uniseksual. Tipe mahkota bunga adalah beraturan/bintang dengan warna merah darah, hijau pada ujungnya dengan ukuran 1,5 - 2,1 cm. Jumlah tajuk mahkota bunga 4 – 6 buah. Ukuran tangkai bunga 0,2 - 0,6 cm dengan panjang putik 0,1 - 1,7 cm. Aroma bunga pada tanaman ini mengeluarkan aroma yang tidak sedap (Yuniastuti, 2008).

Buah Kepuh mempunyai ukuran yang relatif besar, buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah matang berubah menjadi merah dan kadang-kadang menjadi hitam dan membuka, ukuran buahnya dapat mencapai diameter 7 mm


(15)

commit to user

atau lebih, mempunyai pericarp yang tebal (7 – 8 mm), berkayu dan folikelnya berbentuk orbikular. Tingkat kematangan buah tergantung spesiesnya, tetapi biasanya memerlukan waktu 4 – 6 bulan. Bijinya berbentuk elipsoid atau elipsoid-oblong, dengan ukuran panjang ± 2 cm, berwarna hitam, licin dan mengkilat dengan hilum yang berwarna putih serta karpelnya berwarna merah atau merah tua (Herdiana, 2005).

Buah memiliki tipe buah tidak berdaging dengan warna mentah/muda adalah hijau muda dan berwarna hitam jika sudah matang. Rasa buah kepuh ini sama dengan rasa kelapa muda. Panjang tangkai buah 6 - 35 cm. Di dalam buah terdapat lokus-lokus dengan ukuran sedang - besar dengan jumlah lokus 2 - 6 lokus. Ketebalan kulit lokus antara 0,6 - 1,9 cm, lebar lokus 7 - 11 cm, panjang lokus 6,5 - 13 cm. Berat buah mencapai 0,325 gr/lokus atau 1,4 kg/buah - 1kg/4 lokus (Yuniastuti, 2008).

Di dalam buah terdapat lokus-lokus yang berisi biji. Jumlah biji/lokus 2 – 20 biji. Jumlah biji/buah dapat mencapai 10 – 100 biji. Biji berbentuk lonjong dengan panjang 2,06 – 3,03 cm, lebar biji 1,0 – 2,1 cm. Biji kulit luar berwarna putih muda dan biji kulit dalam berwarna kuning muda. Tekstur biji luar licin/halus, tekstur biji dalam lunak dan berdaging (Yuniastuti, 2008).

Berat 100 biji juga dipengaruhi oleh ukuran biji. Gejala umum memperlihatkan bahwa besarnya biji dipengaruhi ketinggian tempat, iklim dan musim. Ukuran biji cenderung lebih besar pada musim penghujan dibanding pada musim kemarau. Bila pada musim pematangan biji sampai dengan menjelang buah matang sempurna keadaan udaranya sangat kering dan suhu sangat tinggi, maka menyebabkan penurunan kualitas biji kepuh, sedangkan bila saat pemasakan biji turun hujan yang cukup banyak menyebabkan rendemen minyak berkurang dan kualitas biji juga menurun karena kelembaban tinggi menyebabkan biji mengalami busuk (Yuniastuti, 2008).


(16)

commit to user B.Perbanyakan Tanaman

1.Secara Generatif

Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari penyerbukan antara bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik). Secara alami proses penyerbukan terjadi dengan bantuan angin atau serangga. Keunggulan tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah sistem perakarannya yang kuat dan rimbun. Oleh karena itu, sering dijadikan sebagai batang bawah untuk okulasi atau sambungan. Sementara itu, ada beberapa kelemahan dari perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon induknya. Kelemahan lainnya, pertumbuhan vegetatif tanaman hasil perbanyakan secara generatif juga relatif lambat. Karena diawal pertumbuhannya, makanan yang dihasilkan dari proses fotosintesa lebih banyak digunakan untuk membentuk batang dan tajuk tanaman. Akibatnya, tanaman memerlukan waktu yang lama untuk berbunga dan berbuah. Contohnya tanaman mangga, durian, lengkeng, manggis atau duku yang berasal dari hasil perbanyakan secara generatif, baru akan berbuah setelah 8-10 tahun setelah tanam (Anonim, 2009).

Kelemahan dari perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon induknya. Jika ditanam, dari ratusan atau ribuan biji yang berasal dari satu pohon induk yang sama akan menghasilkan banyak tanaman baru dengan sifat yang beragam. Ada yang sifatnya sama, atau bahkan lebih unggul dibandingkan dengan sifat pohon induknya, Namun ada juga yang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon induk, bahkan lebih buruk sifatnya. Keragaman sifat ini terjadi karena adanya pengaruh mutasi gen dari pohon induk jantan dan betina (Elisa, 2010).


(17)

commit to user 2. Secara Vegetatif

Perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah perbanyakan tanaman tanpa melalui proses perkawinan. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan mengambil bagian dari tanaman, misalnya batang, daun, umbi, spora, dan lain-lain. perbanyakan secara vegetatif dapat dimulai melalui dari carayang paling sederhana seperti stek, cangkok, merunduk, dan lain-lain, hingga cara ang rumit misalnya dengan sistem kultur jaringan (Widarto, 1996). Perkembangbiakan secara vegetatif merupakan alternatif yang perlu diperhatikan, salah satunya dengan cara stek. Perkembangbiakan dengan cara stek diharapkan dapat menjamin sifat-sifat yang sama dengan induknya

(Astuti, 2000).

Cara stek yaitu kita bisa mendapatkan tanaman baru dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini disebabkan dalam 1 pohon bisa diperoleh beratus-ratus bahan atau materi stek, dan juga dengan penggunaan hormon perangsang perakaran, kita bisa mendapatkan tanaman baru yang lebih cepat (Iskandar, 2002).

a. Stek

Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan stek, yaitu pemotongan/ pemisahan bagian tumbuhan agar bagian tanaman tersebut membentuk akar dan menjadi individu baru (Hartman et al., 1997).

Salah satu teknik perbanyakan vegetatif yang secara teknis cukup mudah dan sederhana serta tidak membutuhkan biaya produksi dan investasi yang besar adalah stek. Teknik perbanyakan vegetatif dengan stek adalah metode perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian tanaman yang dipisahkan dari induknya di mana jika ditanam pada kondisi yang menguntungkan untuk beregenerasi akan berkembang menjadi tanaman yang sempurna

(Juhardi, 1995).

Bahan tanaman untuk perbanyakan secara vegetatif sebaiknya berasal dari pohon induk yang telah diketahui silsilah, tingkat pertumbuhan, serta kualitas dan kuantitas produksi buahnya. Untuk stek, bagian vegetatif yang digunakan adalah batang, daun, akar, umbi. Pohon induk adalah tanaman yang


(18)

commit to user

dijadikan bahan awal untuk kegiatan perbanyakan tanaman. Pohon induk dipilih dari tanaman yang sudah jelas asal usul dan keunggulan sifatnya, baik dari segi pertumbuhan, kuantitas dan kualitas potensi produksi, maupun ketahananya terhadap hama dan penyakit (Redaksi Agromedia, 2007).

Stek merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif yang menggunakan bagian tanaman misalnya batang, daun, dan akar. Stek dilakukan dengan cara memotong bagian tanaman dan menumbuhkannya pada suatu media, baik media padat ataupun cair sebelum dilakukan penyapihan (Dephut, 1995).

Tanaman stek akan tumbuh dengan baik dan cepat apabila dibantu dengan pemberian hormon pertumbuhan. Stek akan lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hormon yang digunakan dalam suatu perbanyakan adalah yang bersifat merangsang akar, tunas, perkecambahan dan sebagainya

(Kristina, 2008).

C.Perendaman Hormon Pada Stek 1. Perendaman sebagian

Perendaman sebagian telah umum dilakukan oleh petani tanaman hias tetapi masih sebagian kecil yang menggunakan auksin sebagai pemacu pertumbuahn akarnya. Maksud perendaman sebagian yaitu cara stek dengan merendam batang saja tanpa mengikutkan tajuknya. Umumnya petani beranggapan tanpa penambahan obat-obatan pun stek mudah tumbuh. Anggapan tersebut memang benar tapi ada beberapa kelemahan jika tidak menggunakan ZPT yaitu waktu muncul akar tidak seragam, pertumbuhan lambat dan kualitas akar tidak baik dan tidak seragam sehingga tidak dapat digunakan untuk target produksi masal. Selain itu, tidak semua jenis tanaman dapat dengan mudah berakar hanya dengan perendaman menggunakan air saja, ada tanaman-tanaman tertentu yang sulit berakar dan membutuhkan perlakuan auksin untuk merangsangnya.


(19)

commit to user

Metode perendaman ini menggunakan konsentrasi yang rendah untuk menginduksi akar (menumbuhkan akar) yaitu 1/4 hingga 1/2 dari konsentrasi normal. Penentuan konsentrasi tergantung dari lamanya bahan stek direndam dan jenis tanamannya. Semakin lama perendaman semakin kecil konsentrasi yang dianjurkan. Semakin sulit berakar suatu tanaman semakin besar konsentrasi yang digunakan. Secara umum metode ini melalui 2 tahap yaitu perendaman menggunakan auksin selama 1-2 hari kemudian dilanjutkan dengan perendaman menggunakan air tanpa auksin hingga akar tumbuh. Perlakuan 2 tahap ini dimaksudkan agar tanaman tidak mengalami kerusakan akibat keracunan auksin mengingat bahan ini merupakan bahan kimia (Rachmatullah, 2010).

2. Perendaman Total

Perendaman total yaitu merendam seluruh bagian tanaman termasuk tajuk ke dalam larutan auksin. Metode ini biasa dilakukan untuk perbanyakan tanaman dengan bahan stek pucuk atau batang muda dari tanaman-tanaman herba. Konsentrasi yang digunakan pada metode ini sama dengan metode perendaman sebagian hanya saja waktu yang diperlukan sedikit lebih cepat (Rachmatullah, 2010).

3. Perendaman Cepat

Metode ini sama seperti perendaman sebagian yaitu merendam batang stek, hanya saja konsentrasi auksin yang diberikan lebih besar yaitu 3-4 kali dari konsentrasi normal. Waktu perlakuannya pun sangat cepat yaitu 2-3 detik saja dibandingkan perendaman total yang membutuhkan waktu 1-2 jam (Rachmatullah, 2010).


(20)

commit to user D.Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

1. Pengertian Zat Pengatur Tumbuh

ZPT merupakan suatu zat yang digunakan sebagai perangsang pertumbuhan, dalam hal ini ZPT sangat mempengaruhi pertumbuhan yaitu mempercepat pertumbuhan dan dapat dijadikan sebagai perangsang yang nyata terhadap pertumbuhan stek. Terdapat beberapa macam zat penumbuh yang tepat dalam mempercepat tumbuhnya perakaran stek (Anton, 2007).

Zat pengatur tumbuh dapat dibagi beberapa golongan, yaitu auksin, sitokinin, gibberellin, ethylene, dan inhibitor. Hormon-hormon ini masuk dalam golongan auksin yaitu IAA, NAA dan IBA. Hormon yang ada pada tanaman ini jumlahnya sedikit, maka perlu ditambah. Dengan demikian pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat (Wudianto,1996)

2. IBA (Indole Butyric Acid)

IBA adalah hormon pengakaran lain yang biasa digunakan oleh para pemulia. IBA dihasilkan secara alami pada tanaman dan juga dapat dibuat secara sintetik. IBA lebih stabil daripada NAA dan lebih disukai untuk induksi pengakaran pada kultur jaringan (Kyte and Kleyn, 1996).

Pada perbanyakan kina ledger, hasil yang diperoleh menunjukan bahwa adanya pengaruh konsentrasi IBA yang nyata terhadap jumlah akar dan panjang akar, dengan konsentrasi optimum 2 mg/l IBA dengan jumlah akar tertinggi mencapai 7,2 buah. Jika IBA yang akan diabsorbsi tinggi, proses pembelahan sel berlangsung cepat sehingga pembentukan kalus akan lebih cepat dan luas. semakin luas bagian yang membentuk kalus,berarti semakin banyak primodia akar yang terbentuk, sehingga inisiasi akar lebih banyak. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan akar pada perlakuan dengan konsentrasi IBA tertentu lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi IBA yang lebih rendah (Santoso et al., 2004)

Dalam praktiknya, pemakaian IBA dan NAA lebih baik daripada IAA dan RF. IBA lebih stabil sifat kimia dan mobilitasnya dalam tanaman rendah dan menyebabkan pemakaiannya lebih berhasil, yaitu: Sifat kimianya yang mantap, pengaruhnya yang lama, Hormon ini tetap berada pada tempat dimana


(21)

commit to user

ia diberikan dan tidak menyebar di bagian stek yang lain sehingga tidak akan mempengaruhi pertumbuhan bagian lain, sedangkan IAA dapat menyebar ke tunas-tunas dan menghalangi perkembangan tunas-tunas tersebut (Lia, 2000).

Pemberian IBA pada konsentrasi 59 ppm yang dilakukan oleh Djauhariya dan Rahardjo (2004) dapat meningkatkan panjang akar mengkudu. Pada percobaan lain yang dilakukan oleh Irawati (2005), diketahui bahwa perendaman tanaman daun dewa (Gynura pseudochina) dalam IBA konsentrasi 50 ppm diperoleh hasil terbaik pada perakarannya. Pemberian IAA dan NAA pada konsentrasi yang semakin meningkat hingga mencapai batas 50 ppm.

Persentase keberhasilan tertinggi pada stek batang yaitu 100%, dicapai pada konsentrasi 25 ppm. Dalam hal ini, IBA pada konsentrasi tersebut mampu mengoptimalkan perakaran, sehingga penyerapan nutrien dapat dilakukan secara optimal (Farida, 2007)

Stek Khaya anthoteca yang direndam selama 1 - 3 jam dengan konsentrasi larutan hormon IBA 100 ppm menghasilkan rata-rata persen tumbuh yang berbeda nyata dengan persen hidup stek tanpa perlakuan hormon yaitu berkisar antara 85 - 97 persen. Sedangkan rata-rata persen hidup stek tanpa perlakuan hormon 61,25 persen

(Alrasyid dan Widiarti, 1990).

Perlakuan tingkat dosis 400 mg/liter atau 400 ppm (perendaman stek selama 2 jam) memberikan harga rata-rata persentase jadi stek Gmelina arborea yang berakar lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tingkat dosis hormon IBA lainnya, sehingga akan tumbuh lebih baik dan lebih kuat (Siagian, 1992).

Untuk jenis tanaman Shorea polyandra, pernah dilakukan percobaan pembiakan secara stek melalui sistem water-rooting dengan penggunaan hormon IBA dimana persentase stek yang berakar tertinggi mencapai 85 persen dan rata-rata jumlah akar sebesar 6,2 buah tiap stek (Omon, 1989).


(22)

commit to user

Pemberian hormon IBA dengan tingkat konsentrasi 100 ppm dengan waktu perendaman 2 jam meningkatkan persen jadi stek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena), dimana rata-rata persen jadi stek yang berakar mencapai 83,33 persen (Irwanto, 2001).

E.Hipotesis

Hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Konsentrasi IBA optimum untuk pertumbuhan kepuh adalah 6 ppm. 2. Lama perendaman IBA yang paling baik adalah 24 jam.


(23)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2010 sampai Januari 2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B.Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi batang kepuh, larutan IBA, tanah, kompos,pasir.

2. Alat

Alat yang digunakan antara lain adalah penggaris, ember timbangan, alat tulis, polibag, pisau, dan label.

C.Cara Kerja Penelitian 1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) pola faktorial, yang terdiri atas dua faktor perlakuan dengan 3 ulangan sebagai berikut :

a. Faktor pertama (P) yaitu penggunaan konsentrasi IBA dengan 3 taraf, yaitu : P1 : 4 ppm

P2 : 6 ppm P3 : 8 ppm

b. Faktor kedua (M) yaitu lama perendaman IBA dengan 3 taraf, yaitu: M1 : 8 jam

M2 : 16 jam M3 : 24 jam

Dari kedua faktor tersebut, diperoleh 9 kombinasi perlakuan yaitu P1M1, P1M2, P1M3, P2M1, P2M2, P2M3, P3M1, P3M2, P3M3. Masing-masing kombinasi perlakuan tersebut diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 27 unit percobaan.


(24)

commit to user

Sebagai pembanding maka dilakukan percobaan dengan tanpa diberi perlakuaan konsentrasi maupun dilakukan perendaman yaitu P0M0 dan diulang sebanyak 3 kali sehingga ada 30 unit percobaan.

2. Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan media tanam

Persiapan media tanam di lakukan dengan cara mengisi polibag dengan media tanam yaitu tanah, kompos, dan pasir dengan perbandingan 1:1:1.

b. Persiapan alat dan bahan tanaman

Alat dan bahan harus disiapkan terlebih dahulu sebelum melakukan pelaksanaan penelitian, persiapan alat dan bahan meliputi persiapan media tanam, batang kepuh, larutan IBA, tempat letakan praktikum dan semua alat yang mendukung dalam penelitian ini.

c. Penganginan bahan stek

Semua bahan tanam stek dilakukan penganginan selama 24 jam sehingga getah yang ada di bahan stek dapat hilang sehingga tidak menggagu pertumbuhan stek.

d. Perendaman dengan menggunakan larutan IBA

Perendaman dilakukan dengan tiga perlakuan yaitu perendaman 8 jam, perendaman 16 jam dan perendaman 24 jam. Dilakukan dengan cara merendam batang tanaman kepuh yang akan di tanam.

e. Penanam batang tanaman kepuh

Penanaman batang tanaman kepuh di lakukan dengan cara melakukan menanam batang tanaman kepuh ke dalam media tanam.

f. Pemeliharaan

Dalam pemeliharaan tanaman meliputi, penyiraman maupun penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit.

g. Pengamatan

Pengamatan terhadap pertumbuhan dan hasil stek tanaman kepuh dilakukan setelah di lakukan pemanenan/pencabutan sampel tanaman dan kemudian akan dilakukan pengamatan mengenahi variabel yang diamati.


(25)

commit to user 3. Variabel Pengamatan

a. Persentase Stek Hidup

Persentase keberhasilan stek dihitung dengan rumus : Persentase Stek Hidup =

tanam di yang Stek Jumlah

Hidup stek Jumlah

x 100% b. Saat muncul tunas

Pengamatan muncul tunas dilakukan setelah bahan stek muncul tunas, dan setelah itu akan dilakukan pengamatan variabel jumlah tunas.

c. Jumlah daun

Pengamatan muncul daun dilakukan setelah bahan stek muncul daun, dan setelah itu, jumlah daun diamati dengan selang waktu satu minggu sampai dengan akhir pengamatan.

d. Jumlah tunas

Menghitung dengan melihat secara lansung adakah tunas yang muncul di batang stek. Waktu pengamatan adalah satu minggu, satu kali pengamatan sampai di akhir batas waktu pengamatan.

e. Jumlah Akar

Menghitung jumlah akar yang tumbuh pada tanaman. waktu Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan cara mencabut bahan stek dari media tanam.

f. Panjang Akar

Memilih akar terpanjang pada stek, kemudian diukur panjangnya menggunakan mistar. waktu Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan cara mencabut bahan stek dari media tanam.

g. Tinggi tunas

Tinggi tunas merupakan indikator untuk mengetahui tingkat pertumbuhan stek. Pengamatan dimulai sejak tanaman mulai ditanam hingga akhir pengamatan, dengan mengukur tinggi tunas mulai dari pangkal tunas sampai titik tumbuh. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali.


(26)

commit to user 4. Analisis data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan hasil dari pengamatan penelitian.


(27)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Persentase Stek Hidup

Secara umum pertumbuhan adalah suatu proses yang dilakukan oleh tanaman hidup pada lingkungan tertentu dan dengan sifat-sifat tertentu untuk menghasilkan kemajuan perkembangan dengan menggunakan faktor lingkungan (Sitompul & Guritno, 1995). Selain itu dikatakan pula bahwa hanya stek yang mempunyai kualitas yang baik saja yang akan bisa tumbuh dengan baik pula. Sementara itu, Hartmann et al., (1990) berpendapat bahwa zat pengatur tumbuh sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan stek. Dengan mengacu pada kedua pendapat tersebut, perlakuan yang diberikan pada penelitian ini menunjukkan bahwa stek batang kepuh memberikan tanggapan yang berbeda-beda pada pertumbuhannya.

Gambar 1. Histogram Persentase stek hidup

Gambar 2. Pengamatan Persentase jumlah stek hidup

0 20 40 60 80 100 120

P

er

se

n

tas

e

S

te

k

H

id

u

p

(

%


(28)

commit to user

Persentase stek hidup dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan dalam perbanyakan vegetatif dengan metode stek. Persentase Stek adalah sebesar 53,3% yaitu berjumlah 16 unit stek dari 30 unit. Berdasarkan gambar 1 menunjukan bahwa stek yang mampu tumbuh 100% adalah pada perlakuan P0M0, P1M3, P3M2 sedangkan yang tidak dapat tumbuh adalah pada perlakuan P3M1 dan P3M3. Indikator bahwa stek tersebut hidup adalah munculnya tunas pada nodus dan adanya pertumbuhan tunas dan juga daun hingga akhir pengamatan. Stek yang di tanam akan tumbuh dengan baik jika persyaratan tumbuh yang diharapkan dapat terpenuhi dengan baik.

Dalam pertumbuhanya, bahan stek yang ditanam dapat tumbuh karena cadangan makanan yang ada didalamnya yang mengandung karbohidrat. Cadangan makanan ini akan diambil oleh tanaman yang di stek untuk pembentukan sel baru termasuk pembentukan akar. Kemampuan stek untuk hidup dipengaruhi oleh keberhasilan dari stek untuk membentuk akar. Budianto (2000), mengatakan bahwa karbohidrat dalam batang sebagai bahan pembangun, merupakan hasil fotosintesis yang dilakukan daun dan disimpan pada seluruh bagian vegetatif tanaman sebagai cadangan makanan. Cadangan makanan ini digunakan kembali pada saat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan atau pembentukan sel maupun organ baru. Apabila akar yang berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dalam tanah tidak segera dibentuk maka bahan stek akan mati. Untuk itu perlu diketahui faktor keberhasilan stek dari dalam maupun dari luar seperti suhu, kelembaban, kondisi fisiologi stek dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Na’iem (2000), yang menyatakan bahwa keberhasilan stek tergantung beberapa faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah kondisi fisiologi stek, waktu pengumpulan stek dan lain sebagainya. Adapun yang termasuk faktor luar antara lain adalah media perakaran, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan hormon pengatur tumbuh. Hal ini dipertegas dengan pendapat Lal (1994), yang menyatakan bahwa tanaman dalam pertumbuhanya memerlukan nutrisi yang berupa unsur hara. Sedangkan asupan unsur tersebut diperoleh tanaman dari media tanam yaitu tanah, dalam


(29)

commit to user

penggunaanya sebagai media tanam sebaiknya tanah tersebutbebas dari penyebab penyakit .

Stek yang mati/ tidak tumbuh pada penelitian ini dikarenakan batang yang tidak mampu memunculkan tunas yang di duga karena adanya jamur yang menyerang sayatan batang stek. Selain itu ada bahan stek yang rest sehingga masih belum mampu memunculkan tunas hingga akhir pengamatan.

B.Saat Muncul Tunas

Stek pada awal pertumbuhan belum mampu menyerap unsur hara yang ada dalam media tanah karena bahan stek belum mempunyai akar. Pada kondisi ini stek hanya memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat pada bahan stek dalam jumlah terbatas. Sitompul dan Guritno (1995) juga menyatakan bahwa penggunaan cadangan makanan oleh stek akan menghasilkan energi dan energi yang dihasilkan dapat mendorong pecahnya kuncup dan jaringan meristem pada titik tumbuh tunas makin aktif.

Penelitian menunjukan bahwa bahan stek yang diberikan penambahan IBA mampu memunculkan tunas lebih awal daripada perlakuan kontrol. Saat muncul tunas dalam penelitian menunjukan keberagaman yaitu muncul tunas tidak terjadi secara bersamaan dan bahkan tunas stek masih ada yang tumbuh pada penanaman setelah 9 Minggu Setelah Tanam (MST).

Jenis perlakuan yang dapat memunculkan tunas tercepat daripada perlakuan yang lain adalah pada perlakuan P1M3 ulangan 1,2,3. Hal ini dapat menjadikan dasar bahwa jenis perlakuan yang baik dalam penelitian ini adalah perlakuan P1M3 yaitu perendaman batang stek selama 24 jam dengan konsentrasi IBA 4 ppm. Selain itu penggunaan konsentrasi dan lama perendaman yang tepat akan memacu pertumbuhan tunas semakin cepat pula. Keberhasilan pemakain Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) tergantung dari berbagai faktor antara lain jenis Zat Pengatur Tumbuh yang digunakan, konsentrasi, interval waktu, cara pemberian, serta faktor dalam tanaman. zat pengatur tumbuh bila digunakan pada konsentrasi terlalu tinggi akan meracuni tanaman, sedang pada konsentrasi yang terlau rendah tidak efektif dalam memacu pertumbuhan tanaman. Sedangkan untuk tanaman/bahan


(30)

commit to user

stek yang lain yang tidak bisa memunculkan tunas dikarenakan bahan stek yang membusuk dan juga adapula bahan stek yang dormanci sehingga batang stek tidak mampu memunculkan tunas.

Gambar 3. Kemunculan Tunas Pada Batang Stek Yang Diawali Dengan Pecahnya Nodus

C.Jumlah Daun

Variabel pengamatan jumlah daun sangat diperlukan sebagai indikator pertumbuhan dan sebagai penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pembentukan biomassa tanaman. Fungsi daun adalah sebagai penghasil fotosintant yang sangat diperlukan tanaman sebagai sumber energi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan (Ardana, 2009). Jumlah daun menunjukan tanaman mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik.


(31)

commit to user Gambar 4a

Gambar 4b

Gambar 4. Histogram Persentase Stek Hidup dan Rerata Jumlah Daun 12 Minggu Setelah Tanam

Gambar 5. Pengamatan jumlah daun

0 20 40 60 80 100 120 P er se n tas e S te k H id u p (% ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 R at a-rat a Ju m lah D au n


(32)

commit to user

Penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan daun terbanyak adalah pada perlakuan konsentrasi IBA 4 ppm dengan lama perendaman 24 jam (P1M3) pada ulangan ketiga yaitu 9 helai daun. Pertumbuhan daun mampu tumbuh lebih banyak daripada yang lain dikarenakan karena pada perlakuan ini tunas muncul lebih awal dari perlakuan lain yaitu pada 2 MST sehingga mendukung dalam pertumbuhan daun.

Pemunculan tunas lebih awal dapat menyebabkan pertumbuhan stek lebih baik. Hasil pengamatan menunjukan bahwa pertumbuhan daun dari stek kepuh ini rata-rata dapat mampu membetuk satu helai daun setelah 1-2 minggu setelah muncul tunas, setelah itu daun stek kepuh rata-rata bertambah 1 helai daun setiap minggunya.

Banyaknya daun tersebut akan menentukan luas bidang permukaan dalam kaitannya untuk menerima sinar matahari guna proses fotosintesis. proses tersebut, karbohidrat yang dihasilkan akan didistribusikan keseluruh tubuh tanaman untuk pertumbuhannya (Suhaendi, 1990). Maka dengan semakin banyaknya jumlah daun yang terbentuk berarti proses fotosintesis semakin optimal sehingga akan menunjang pertumbuhan stek selanjutnya.

Gambar 4 menunjukan bahwa rata-rata jumlah daun yang paling banyak adalah pada perlakuan P1M3 yaitu perlakuan perendaman selama 24 jam dengan konsentrasi 4 ppm. Hal ini menunjukan bahwa pemberian konsentrasi dan lama perendaman yang tepat akan memacu pertumbuhan akar maupun daun stek. Pada dasarnya jumlah daun dan panjang tunas berbanding lurus, yaitu jika panjang tunas meningkat, maka jumlah daun juga mengalami hal yang sama. Hal tersebut menunjukan semakin panjang tunas maka tempat kedudukan daun yang tersedia makin meningkat yaitu pada nodus. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman, Sutejo (1995) menyatakan bahwa nitrogen yang terkandung dalam cadangan tanaman, pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif antara lain akar, batang dan daun.


(33)

commit to user D.Jumlah Akar

Gardner et al., (1991) menyatakan bahwa akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan akar yang kuat diperlukan untuk kekuatan dan pertumbuhan pucuk. Apabila akar mengalami kerusakan karena gangguan bilogis, fisik atau mekanis, maka pertumbuhan pucuk akan terganggu.

Yanuartha (2007) menyatakan bahwa akar berfungsi dalam pengisapan air dan zat cair yang bermuatan garam. Fungsi yang lain yaitu sebagai pengisap zat-zat hara bagi tanaman yang kemudian diedarkan keseluruh bagian tanaman melalui jaringan kayu.

Jumlah akar stek pada penelitian diamati pada akhir pengamatan yaitu saat tanaman berumur 12 MST. Kemunculan akar pada penelitian ini hanya terdapat pada perlakuan P1M1, P1M2, P1M3, P2M1, P2M3, P3M2.


(34)

commit to user Gambar 6a

Gambar 6b

Gambar 6. Histogram Jumlah Stek yang Berakar dan Jumlah Rata-rata Muncul Akar Setelah Pengamatan 12 Minggu Setelah Tanam.

Gambar 7. Pengamatan Jumlah Muncul Akar pada Perlakuan P1M3

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Ju m lah B at an g S te k yan g B er ak ar 0 1 2 3 4 5 6 7 8 R at a-rat a Ju m lah M u n cu l A k ar


(35)

commit to user

Gambar 6 menunjukan bahwa tidak semua bahan stek yang mampu memunculkan tunas, dapat juga mampu memunculkan akar setetah penanaman 12 MST. Stek kepuh yang muncul tunas pada saat 7-9 MST tidak ada akar yang muncul, hal ini dikarenakan energi yang ada dalam bahan stek digunakan untuk memunculkan tunas daun sehingga untuk akar belum tumbuh. Pada umumnya akar terbentuk setelah stek berumur satu bulan. Pertumbuhan akar adventif terjadi karena proses regenerasi kalus. Beberapa pustaka menyebutkan bahwa secara fisiologis, jumlah akar sangat berpengaruh dan menentukan cepatnya pertumbuhan suatu tanaman untuk periode selanjutnya. Dengan semakin banyaknya akar yang terbentuk, akan memperluas bidang serap terhadap unsur hara atau air dari media yang digunakan (Suhaendi, 1990). Selain itu dalam proses pertumbuhan tanaman akar juga berperan dalam penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 (Kolek and Kozinka, 1992).

Jumlah akar terbanyak dalam penelitian ini adalah pada perlakuan P1M2 pada ulangan kedua yaitu ada 7 unit akar. Namun untuk rata-rata jumlah akar yang terbaik adalah pada perlakuan P1M3 yaitu dengan rata-rata jumlah akar mencapai 3,66 akar atau hampir mencapai 4 unit akar setiap tanamanya. IBA merupakan ZPT untuk merangsang pertumbuhan akar sehingga penggunaan IBA yang tepat akan menghasilkan jumlah akar yang baik.

E. Panjang Akar

Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel dibelakang meristem ujung. Petumbuhan akar yang kuat lazim diperlukan untuk kekuatan dan pertumbuhan (Gardner et al., 1991). Panjang akar merupakan bentuk pertumbuhan akar. bentuk keseluruhan sistem akar terutama lebih dikendalikan secara genetik daripada mekanisme lingkungan (Salisbury dan Ross, 1995).


(36)

commit to user Gambar 8a

Gambar 8b

Gambar 8. Histogram Jumlah Batang Stek yang Berakar dan Jumlah Rata-rata Panjang Akar 12 Minggu Setelah Tanam

Gambar 9. Pengamatan Panjang Akar pada P1M3(1)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Ju m lah B at an g S te k yan g B er ak ar 0 5 10 15 20 R at a-rat a P an jan g A k ar ( C m )


(37)

commit to user

Gambar 8 menunjukan bahwa rata-rata panjang akar kepuh dengan metode stek pada perlakuan P1M3 merupakan hasil terbaik pada penelitian ini. Pada perlakuan tersebut mampu menumbuhkan akar dengan rata-rata dari ketiga ulangan P1M3, panjang akar mampu mencapai 16 cm (gambar 8). Pemberian ZPT IBA dengan konsentrasi 4 ppm dan lama perendaman 24 jam mampu menginduksi pemanjangan akar stek. Auksin biasanya memiliki pengaruh pada peningkatan jumlah dan panjang akar. Selain itu diduga pemberian IBA pada perlakuan P1M3 merupakan pemberian konsentrasi dan lama perendaman IBA yang tepat pada penelitian ini. Karena ZPT yang diberikan dengan kebutuhan yang tepat akan direspon dengan baik oleh tanaman dalam pembentukan akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Wudianto (1993) yang mengemukakan bahwa manfaat dari hormon sangat tergantung dari dosis dan konsentrasi yang diberikan, jika dosisnya tepat akan sangat membantu dan didapatkan sistem perakaran yang baik dalam waktu yang relatif singkat.

Panjang akar juga sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan stek yang digunakan. karena proses pertumbuhan awal akar, energi yang digunakan untuk tumbuh berasal dari batang stek yang digunakan. Hal tersebut diduga karena semakin banyak jumlah ruas bahan stek, maka kandungan karbohidrat dan nitrogennya juga semakin banyak sehingga dapat memacu pertumbuhan tunas dan akar. Menurut Koesriningrum dan Hardjadi (1973), kandungan bahan makanan pada stek tanaman terutama protein dan karbohidrat dan nitrogen sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar serta tunas tanaman. Semakin banyak jumlah ruas akan menyebabkan semakin meningkatnya kandungan karbohidrat tetapi kandungan nitrogennya sedikit, keadaan ini mengakibatkan bahan stek tersebut akan memproduksi akar yang banyak dengan tunas yang lemah. Demikian untuk bahan stek dengan jumlah ruas sedikit akan membawa pengaruh sebaliknya, yaitu kandungan karbohidrat sedikit dengan nitrogen tinggi sehingga mengakibatkan produksi akar dan tunas terhambat. Hal ini didukung oleh pendapat Hartmann et al.,(1997) bahwa Karbohidrat digunakan dalam pengakaran untuk membangun kompleks makromolekul, elemen struktural dan sebagai sumber energi. Walaupun kandungan karbohidrat bahan stek tinggi,


(38)

commit to user

tetapi jika rasio C/N rendah maka inisiasi akar juga akan terhambat karena unsur N berkorelasi negatif dengan pengakaran stek.

F. Jumlah Muncul Tunas

Kepuh memiliki nodus (buku) sebagai tempat keluar akar ataupun tunas dan internodia (ruas) yang memisahkan antara nodia satu dengan nodia yang lain. Konsentrasi dan lama perendaman yang keduanya dikombinasikan berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas. Jumlah nodus yang digunakan dalam penelitian untuk setiap perlakuanya berjumlah 2 nodus.

Gambar 10a

Gambar 10b

Gambar 10. Histogram Persentase Stek Hidup dan Rata-Rata Jumlah Muncul Tunas 0 20 40 60 80 100 120 P er se n tas e S te k H id u p (% ) 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 R at a-rat a Ju m lah M u n cu l T u n as


(39)

commit to user

Pada gambar 10 menunjukan bahwa rata-rata jumlah muncul tunas pada setiap variabelnya menunjukan bahwa setiap bahan stek memunculkan tunas rata-rata hanyalah 1 tunas. Jumlah muncul tunas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kandungan karbohidrat, unsur hara (utamanya Nitrogen) serta konsentrasi auksin dan kinin. Stek yang ditopang dengan karbohidrat dalam jumlah yang tinggi dan nitrogen dalam jumlah rendah akan membentuk perakaran lebih cepat dibanding pertumbuhan tunasnya. Sebaliknya stek dengan kandungan nitrogen tinggi dan karbohidrat yang rendah akan membentuk tunas lebih cepat daripada perakaranya.

Kemampuan stek memunculkan tunas biasanya hanyalah muncul pada 1 nodus saja karena cadangan makanan yang masih terbatas, setelah tanaman mempunyai banyak energi yang dihasilkan dari daun yang berfotosintesis dari tunas awal, biasanya muncul tunas lagi dari nodus yang lain. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Sitompul dan Guritno (1995) yang mengatakan bahwa pada awal pertumbuhan stek belum mampu menyerap unsur hara yang ada dalam tanah karena belum mempunyai akar. Pada kondisi ini stek hanya memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat pada bahan stek dalam jumlah terbatas sehingga kemampuan memunculkan tunas terbatas.


(40)

commit to user G.Tinggi Tunas

Gambar 11a

Gambar 11b

Gambar 11. Histogram Persentase Stek Hidup dan Jumlah Rata-rata Panjang Tunas 12 Minggu Setelah Tanam

Gambar 12. Pengamatan Panjang Tunas

0 20 40 60 80 100 120 P er se n tas e S te k H id u p (% ) 0 5 10 15 20 25 R at a-rat a P an jan g T u n as (c m )


(41)

commit to user

Pengamatan panjang tunas dimulai dari munculnya tunas sampai dengan akhir pengamatan 12 MST. pengamatan tinggi tunas dilakukan dengan cara mengukur dari titik tumbuh munculnya tunas sampai dengan titik tumbuh pucuk tunas dengan menggunakan penggaris. dari hasil pengamatan menunjukan bahwa perlakuan P1M3 mampu memperlihatkan hasil yang terbaik, dengan rata-rata tinggi tunas mencapai 20,5 cm. hal ini menunjukan bahwa perlakuan P1M3 dapat tumbuh dengan baik daripada perlakuan yang lain.

Pemanjangan sel terjadi karena adanya proses pembelahan, pemanjangan dan pembesaran sel-sel baru yang terjadi pada meristem ujung sehingga bahan tanam yang ditanam bertambah tinggi (Gardner et al., 1991). Pada penelitian ini menunjukan bahwa pertambahan panjang tunas akan dibarengi dengan pertambahan panjang akar stek kepuh.

Pada dasarnya panjang dan jumlah daun berbanding lurus, yaitu jika panjang tunas meningkat, maka jumlah daun juga mengalami hal yang sama. Hal tersebut menunjukan semakin panjang tunas maka tempat kedudukan daun yang tersedia makin meningkat yaitu pada nodus. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman. Sutejo (1995) menyatakan bahwa nitrogen yang terkandung dalam cadangan tanaman, pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif antara lain akar, batang dan daun.


(42)

(43)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Persentase stek hidup dalam penelitian adalah 53,3% dan perlakuan pemberian konsentrasi IBA 4 ppm dengan lama perendaman 24 jam memberikan hasil yang lebih baik pada persentase stek hidup, saat muncul tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, jumlah muncul tunas dan tinggi tunas.

B.Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan zat pengatur tumbuh selain IBA agar diperoleh hasil yang lebih optimal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan zat pengatur IBA dengan perlakuan dicelup ataupun disemprot dengan dengan konsentrasi yang berbeda.


(1)

commit to user

tetapi jika rasio C/N rendah maka inisiasi akar juga akan terhambat karena unsur N berkorelasi negatif dengan pengakaran stek.

F. Jumlah Muncul Tunas

Kepuh memiliki nodus (buku) sebagai tempat keluar akar ataupun tunas dan internodia (ruas) yang memisahkan antara nodia satu dengan nodia yang lain. Konsentrasi dan lama perendaman yang keduanya dikombinasikan berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas. Jumlah nodus yang digunakan dalam penelitian untuk setiap perlakuanya berjumlah 2 nodus.

Gambar 10a

Gambar 10b

Gambar 10. Histogram Persentase Stek Hidup dan Rata-Rata Jumlah Muncul Tunas 0 20 40 60 80 100 120 P er se n tas e S te k H id u p (% ) 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 R at a-rat a Ju m lah M u n cu l T u n as


(2)

commit to user

Pada gambar 10 menunjukan bahwa rata-rata jumlah muncul tunas pada setiap variabelnya menunjukan bahwa setiap bahan stek memunculkan tunas rata-rata hanyalah 1 tunas. Jumlah muncul tunas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kandungan karbohidrat, unsur hara (utamanya Nitrogen) serta konsentrasi auksin dan kinin. Stek yang ditopang dengan karbohidrat dalam jumlah yang tinggi dan nitrogen dalam jumlah rendah akan membentuk perakaran lebih cepat dibanding pertumbuhan tunasnya. Sebaliknya stek dengan kandungan nitrogen tinggi dan karbohidrat yang rendah akan membentuk tunas lebih cepat daripada perakaranya.

Kemampuan stek memunculkan tunas biasanya hanyalah muncul pada 1 nodus saja karena cadangan makanan yang masih terbatas, setelah tanaman mempunyai banyak energi yang dihasilkan dari daun yang berfotosintesis dari tunas awal, biasanya muncul tunas lagi dari nodus yang lain. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Sitompul dan Guritno (1995) yang mengatakan bahwa pada awal pertumbuhan stek belum mampu menyerap unsur hara yang ada dalam tanah karena belum mempunyai akar. Pada kondisi ini stek hanya memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat pada bahan stek dalam jumlah terbatas sehingga kemampuan memunculkan tunas terbatas.


(3)

commit to user

G.Tinggi Tunas

Gambar 11a

Gambar 11b

Gambar 11. Histogram Persentase Stek Hidup dan Jumlah Rata-rata Panjang Tunas 12 Minggu Setelah Tanam

0 20 40 60 80 100 120 P er se n tas e S te k H id u p (% ) 0 5 10 15 20 25 R at a-rat a P an jan g T u n as (c m )


(4)

commit to user

Pengamatan panjang tunas dimulai dari munculnya tunas sampai dengan akhir pengamatan 12 MST. pengamatan tinggi tunas dilakukan dengan cara mengukur dari titik tumbuh munculnya tunas sampai dengan titik tumbuh pucuk tunas dengan menggunakan penggaris. dari hasil pengamatan menunjukan bahwa perlakuan P1M3 mampu memperlihatkan hasil yang terbaik, dengan rata-rata

tinggi tunas mencapai 20,5 cm. hal ini menunjukan bahwa perlakuan P1M3 dapat

tumbuh dengan baik daripada perlakuan yang lain.

Pemanjangan sel terjadi karena adanya proses pembelahan, pemanjangan dan pembesaran sel-sel baru yang terjadi pada meristem ujung sehingga bahan tanam yang ditanam bertambah tinggi (Gardner et al., 1991). Pada penelitian ini menunjukan bahwa pertambahan panjang tunas akan dibarengi dengan pertambahan panjang akar stek kepuh.

Pada dasarnya panjang dan jumlah daun berbanding lurus, yaitu jika panjang tunas meningkat, maka jumlah daun juga mengalami hal yang sama. Hal tersebut menunjukan semakin panjang tunas maka tempat kedudukan daun yang tersedia makin meningkat yaitu pada nodus. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman. Sutejo (1995) menyatakan bahwa nitrogen yang terkandung dalam cadangan tanaman, pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif antara lain akar, batang dan daun.


(5)

(6)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Persentase stek hidup dalam penelitian adalah 53,3% dan perlakuan pemberian konsentrasi IBA 4 ppm dengan lama perendaman 24 jam memberikan hasil yang lebih baik pada persentase stek hidup, saat muncul tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, jumlah muncul tunas dan tinggi tunas.

B.Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan zat pengatur tumbuh selain IBA agar diperoleh hasil yang lebih optimal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan zat pengatur IBA dengan perlakuan dicelup ataupun disemprot dengan dengan konsentrasi yang berbeda.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Panjang Akar, Panjang Buluh dan Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid Terhadap Pertumbuhan Anakan Vetiver (Vetiveria zizanioides)

0 32 108

Pengaruh Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid (IBA) dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Setek Anggur Vitis vinifera h.)

0 30 77

Pengaruh Pemberian Pupuk Nitrogen dan Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid (IBA) Terhadap Pertumbuhan Vetiver (Vetiveria zizanioides L. Nash)

1 42 61

PENGARUH BERBAGAI LAMA PERENDAMAN DAN KONSENTRASI LARUTAN ZPT IAA (Indole Acetic Acid) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK PUCUK MENTIGI (Vaccinium varingiaefolium (BL.) MIQ.)

0 14 19

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN ZPT IBA (Indole Butyric Acid) DAN MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK PUCUK MENTIGI (Vaccinium varingiaefolium (Bl) Miq)

0 7 26

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI INDOLE-3 BUTYRIC ACID (IBA) DAN JUMLAH BUKU PADA STEK TERHADAP PERAKARAN STEK BATANG MINI UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

6 24 39

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia Swingle) pada Berbagai Bahan Tanam dan Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

1 8 73

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia Swingle) pada Berbagai Bahan Tanam dan Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

0 0 13

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia Swingle) pada Berbagai Bahan Tanam dan Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

0 0 2

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia Swingle) pada Berbagai Bahan Tanam dan Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

0 0 4