Induksi Keragaman Genetik dengan Mutagen Sinar Gamma pada Nenas Secara In Vitro

PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
EKSTRAK Phyllanthus niruri L.

WULAN TRI WAHYUNI S.

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengoptimuman dan Validasi
Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Phyllanthus niruri L. adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.


Bogor, Februari 2010

Wulan Tri Wahyuni S.
NIM G451070051

ABSTRACT

WULAN TRI WAHYUNI S. Optimization and Validation High Performance
Liquid Chromatographic Fingerprint of Phyllanthus niruri L. Under direction of
LATIFAH K. DARUSMAN and AJI HAMIM WIGENA
Split-plot mixture-mixture design has been applied for optimization of
Phyllanthus niruri L. chromatographic fingerprint. The design applied for
unreplicated and simultaneous optimization of extraction mixture and
chromatographic mobile phase mixture. The whole-plot was extraction solvent
contained varying proportion of methanol, ethyl acetate and dichloromethane in a
simplex-centroid with axial design. The sub-plot was reversed phase
chromatographic mobile phase in simplex-centroid design contained varying
proportion of methanol, acetonitrile and acetonitrile:water (55:45 v/v). Each
extract analyzed with seven mobile phase and monitored at 210, 225 and 254 nm.
Ratio whole plot error to subplot error smaller than 0,4 (

/
< 0,4).
Correlation between extraction solvent, chromatographic mobile phase and
number of peak analyzed statistically by Ordinary Least Square (OLS) method.
The root mean square error of calibration (RMSEC) and root mean square error of
prediction (RMSEP) at 210, 225 and 254 nm respectively were 1,86341 and
4,00759; 2,22201 and 5,28394; 1,54367 and 2,26063. Optimum codition obtained
when ethyl acetate extract eluted by acetonitrile:water (55:45 v/v) and monitored
at 254 nm. Validation of optimum condition performed for precision and extract
stability test parameter. Precision of retention time at optimum condition was
excellent, percent relative standard deviation (%RSD) were 0,0698 % - 0,3006 %.
Extract stability test examined after 2,5 and 5 hours storage at 25 ˚C with
protection from light, peak area of each extract component changed in different
level during the storage.
Keywords: optimization, validation, chromatographic fingerprint, Phyllanthus
niruri L., split-plot mixture-mixture design.

RINGKASAN
WULAN TRI WAHYUNI S. Pengoptimuman dan Validasi Sidik Jari
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Phyllanthus niruri L. dibimbing oleh

LATIFAH K. DARUSMAN dan AJI HAMIM WIGENA
Phyllanthus niruri L. atau meniran merupakan bahan baku obat herbal
yang memiliki khasiat sebagai hepatoprotektor, antihepatitis, antioksidan, serta
penghambat replikasi dan transkripsi balik HIV. Sejauh ini kualitas meniran
ditentukan berdasarkan kandungan senyawa penanda tunggal dari golongan lignan
atau tanin. Hal ini dinilai kurang memadai karena khasiat obat herbal
disumbangkan oleh sejumlah senyawa kimia yang bekerja secara sinergis.
Penggunaan sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk
kontrol kualitas obat herbal dapat menjadi pendekatan yang efektif karena dapat
menjelaskan karakteristik obat herbal secara komprehensif. Diperlukan sidik jari
yang informatif dan representatif untuk membangun model kontrol kualitas yang
handal. Sidik jari kromatografi yang informatif dan representatif tersebut dapat
diperoleh melalui pengoptimuman pelarut ekstraksi dan fase gerak kromatografi
dengan bantuan rancangan statistika.
Pada penelitian ini dilakukan pengoptimuman sidik jari KCKT ekstrak
meniran menggunakan bantuan split-plot mixture-mixture design. Rancangan ini
diterapkan terhadap kombinasi pelarut ekstraksi dan fase gerak KCKT. Pelarut
ekstraksi yang terdiri atas metanol, etil asetat, dan diklorometana disusun
mengikuti rancangan mixture yang mengambil bentuk simplex-centroid dengan
axial design. Sementara fase gerak KCKT terdiri atas metanol, asetonitril, dan

asetonitril:air (55:45 v/v) disusun sesuai rancangan mixture dengan bentuk
simplex-centroid. Panjang gelombang deteksi yang digunakan ialah 210, 225, dan
254 nm.
Tanaman meniran yang digunakan diperoleh dari Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT)
Tawangmangu. Setelah dikeringkan dalam oven bersuhu 40 ˚C kadar air sampel
meniran ialah sebesar 6,5696 %. Tanaman meniran asal B2P2TO-OT
mengandung senyawa metabolit sekunder dari golongan flavonoid, fenol
hidroquinon, steroid, tanin, saponin, dan lignan.
Ekstraksi dengan teknik maserasi menggunakan sepuluh kombinasi pelarut
ekstraksi memberikan rendemen ekstraksi yang beragam. Rendemen ekstraksi
tertinggi ialah 7,4254 % saat digunakan pelarut metanol dan rendemen terkecil
saat menggunakan diklorometana, yaitu sebesar 1,3668 %.
Sepuluh jenis ekstrak meniran dipisahkan dengan tujuh kombinasi fase
gerak. Pelarut ekstraksi ditempatkan sebagai whole-plot dan fase gerak KCKT
sebagai sub-plot. Pengacakan dilakukan untuk menghindari galat sistematik.
Ekstrak metanol terelusi ke luar kolom paling cepat karena interaksinya dengan
fase diam C18 bersifat lemah. Ekstrak diklorometana memerlukan waktu yang
lebih lama untuk terelusi karena interaksinya dengan fase diam C18 lebih kuat.
Radiasi pada panjang gelombang ultraviolet menyebabkan terjadinya

transisi elektronik dari keadaan dasar menuju keadaan tereksitasi. Pada panjang
gelombang deteksi 210 dan 225 nm jumlah energi radiasi yang diserap

menyebabkan transisi elektronik n→σ*, n→л*, dan л→л*, sementara transisi
elektronik yang terjadi pada panjang gelombang 254 nm ialah n→л* dan л→л*.
Transisi elektronik yang terjadi pada setiap panjang gelombang deteksi
mempengaruhi jumlah puncak yang dapat dideteksi pada masing-masing panjang
gelombang tersebut.
Jumlah puncak yang dapat dideteksi dihitung berdasarkan kriteria nilai
resolusi dan rasio sinyal terhadap derau (S/N). Puncak diakui dan dihitung jika
memiliki nilai resolusi ≥ 1 dan nilai S/N ≥ 3. Jumlah puncak maksimum yang
dapat dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ialah 30 buah, pada panjang
gelombang 225 nm sebanyak 21 buah, sementara pada panjang gelombang 254
nm ialah 20 buah. Jumlah puncak pada panjang gelombang 210 nm dan 225 nm
lebih banyak dibanding pada 254 nm. Namun demikian, perlu diwaspadai jumlah
puncak yang dapat dideteksi pada panjang gelombang 210 dan 225 nm tidak
seluruhnya berasal dari ekstrak meniran. Pelarut metanol masih memberikan
puncak serapan yang berarti pada panjang gelombang 205 hingga 235 nm.
Analisis statistika terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak MINITAB. Data yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan

nisbah ragam whole-plot terhadap ragam sub-plot kurang dari 0,4 (
/
< 0,4)
sehingga ragam whole-plot dianggap tidak signifikan dan koefisien model regresi
diduga menggunakan metode kuadrat terkecil (OLS).
Interaksi linear pada model regresi secara konsisten memberikan efek
yang sinergis terhadap respons. Sinergisme tertinggi pada interaksi linear
dihasilkan saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air
(55:45 v/v). Interaksi kuadratik yang fase gerak metanol dengan asetonitril pada
proporsi yang sama selalu memiliki interaksi kuadratik yang sinergis dengan
pelarut ekstraksi metanol, etil asetat, maupun diklorometana.
Pendugaan jumlah puncak pada titik axial dilakukan menggunakan model
regresi pada setiap panjang gelombang. Persamaan regresi juga digunakan untuk
menduga jumlah puncak dari data yang digunakan membangun model. Nilai root
mean square error of calibration (RMSEC) dan root mean square error of
prediction (RMSEP) pada panjang gelombang 210, 225, dan 254 nm berturutturut ialah 1,86341 dan 4,00759; 2,22201 dan 5,28394; 1,54367 dan 2,26063.
Nilai RMSEC dan RMSEP terkecil diperoleh pada panjang gelombang deteksi
254 nm. Berdasarkan nilai RMSEC dan RMSEP model regresi terbaik dibangun
dari data pada panjang gelombang deteksi 254 nm, yaitu saat ekstrak etil asetat
dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v).

Validasi kondisi optimum dilakukan terhadap parameter presisi dan
kestabilan larutan ekstrak. Parameter presisi ditentukan melalui keterulangan
injeksi. Nilai persen simpangan baku relatif (%SBR) setiap waktu retensi berkisar
antara 0,0698 % hingga 0,3006 %, hasil ini menunjukkan kondisi optimum
memiliki ketelitian yang sangat baik. Uji kestabilan ekstrak dilakukan dengan
menganalisis ekstrak sesaat setelah disiapkan (t=0), setalah penyimpanan 2,5 jam,
dan 5 jam pada ruangan bersuhu 25 ˚C dan terlindung dari cahaya. Data yang
diperoleh menunjukkan bahwa proses penyimpanan menyebabkan perubahan luas
puncak yang bervariasi pada setiap komponen ekstrak.
Kata kunci: pengoptimuman, validasi, sidik jari kromatografi, Phyllanthus niruri
L., split-plot mixture-mixture design

© Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
EKSTRAK Phyllanthus niruri L.

WULAN TRI WAHYUNI S.

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr.


Judul Tesis
Nama
NIM

: Pengoptimuman dan Validasi Sidik Jari Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Phyllanthus niruri L.
: Wulan Tri Wahyuni S.
: G451070051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S.
Ketua

Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc.
Anggota

Diketahui


Ketua Program Mayor Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 22 Februari 2010

Tanggal Lulus: 01 Maret 2010

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kapada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2009 ini ialah sidik jari
kromatografi tanaman obat, dengan judul Pengoptimuman dan Validasi Sidik Jari
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Phyllanthus niruri L.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah K.
Darusman, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M. Sc. selaku
pembimbing, serta kepada Ibu Dr. Ir. Erfiani, M.S. atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk bergabung dalam Hibah Tim Pasca Sarjana yang
telah mendanai sebagian penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis

sampaikan kepada Bapak M. Rafi dan Ibu Utami Diah Safitri yang telah banyak
memberi saran dan masukan, Bapak Eman dan Ibu Nunung dari Laboratorium
Kimia Analitik IPB, Bapak M. Agung Zaim dan Ibu Nunuk dari Laboratorium
Pusat Studi Biofarmaka IPB, Bapak Sadiman dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT)
Tawangmangu, dan Ibu Ani Andriyati dari pascasarjana mayor statistika yang
telah banyak membantu selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada kedua orang tua, bunda, seluruh keluarga, serta rekan-rekan
pascasarjana mayor kimia angkatan 2007 atas segala dukungan dan doa yang
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2010
Wulan Tri Wahyuni S.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 23 November 1982 dari ayah
bernama Bajang Saepudin dan ibu bernama Titi Rohayati. Penulis merupakan
putri ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri I Cibadak dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan,
penulis pernah menjadi asisten dosen Kimia Dasar I sebanyak dua kali, yaitu pada
semester pendek (matrikulasi) tahun ajaran 2003/2004 dan semester reguler pada
tahun ajaran yang sama. Penulis juga menjadi asisten praktikum Kimia Analitik
IV pada tahun ajaran 2004/2005 dan menjadi Penanggung Jawab Praktikum (PJP)
semester ganjil Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran
2005/2006.
Pada tahun 2006 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana dan
mendapatkan penghargaan sebagai lulusan terbaik di Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai tenaga pengajar di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Sekolah
Pascasarjana IPB dan mendapatkan dana pendidikan dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi melalui program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS)
untuk melanjutkan studi pada Program Magister Mayor Kimia.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Phyllanthus niruri L. (Meniran) .................................................................. 4
Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)................................. 5
Pengoptimuman Pelarut Ekstraksi dan Fase Gerak KCKT dengan
Split-Plot Mixture-Mixture Design .............................................................. 6
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 11
Alat dan Bahan ............................................................................................ 11
Metode Penelitian........................................................................................ 11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi dan Ekstraksi Phyllanthus niruri L. (meniran) ........................... 15
Pengoptimuman Kondisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan
Pemisahan Ekstrak Meniran ........................................................................ 18
Analisis Data Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)........ 22
Validasi Kondisi Optimum ......................................................................... 27
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
LAMPIRAN ......................................................................................................... 35

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah puncak maksimum pada panjang gelombang 210, 225, 254 nm ....... 21
2 Persamaan regresi pada panjang gelombang 210, 225, dan 254 nm ..........…. 23
3 Nilai RMSEC dan RMSEP pada 210, 225, dan 254 nm…....................................25

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Tanaman Phyllanthus niruri L. ..................................................................... 4
2 Simplex-lattice, simplex-centroid, simplex-centroid dengan axial design..... 8
3 Mixture-mixture design untuk pelarut ekstraksi (a) dan mixture design untuk
fase gerak KCKT (b)...................................................................................... 9
4 Komposisi pelarut ekstraksi sesuai mixture design ...................................... 13
5 Komposisi fase gerak KCKT sesuai mixture design ..................................... 13
6 Titik percobaan yang digunakan untuk membangun model regresi ............ 14
7 Simplisia meniran sebelum dihaluskan (a) dan setelah dihaluskan (b) ........ 16
8 Rendemen ekstraksi meniran ......................................................................... 18
9 Kromatogram ekstrak metanol (a) dan diklorometana (b)............................. 20
10 Grafik hubungan jumlah puncak terdeteksi dengan jumlah puncak dugaan
pada panjang gelombang deteksi 254 nm ................................................... 25
11 Sidik jari KCKT ekstrak etil asetat meniran pada panjang gelombang
deteksi 254 nm ............................................................................................. 26
12 Kontur plot ekstrak etil asetat pada panjang gelombang 254 nm ............... 27
13 Perubahan luas puncak masing-masing komponen ekstrak akibat
penyimpanan .............................................................................................. 28

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian ...................................................................................... 35
2 Penentuan kadar air meniran berdasarkan metode gravimetri evolusi .......... 36
3 Uji fitokimia serbuk kering meniran ............................................................ 36
4 Pemayaran ekstrak meniran dengan spektrofotometer ultraviolet berkas ganda
pada panjang gelombang 200-400 nm Bagan alir penelitian ........................ 36
5 Pengacakan terhadap whole dan sub-plot, menunjukkan urutan eksperimen
dengan KCKT ............................................................................................... 38
6 Jumlah puncak hasil pemisahan ekstrak meniran dengan KCKT fase terbalik
pada panjang gelombang deteksi 210, 225, dan 254 nm ............................. 39
7 Profil hubungan pelarut ekstraksi, fase gerak KCKT, dan jumlah puncak
maskimum pada 210 nm (a), 225 nm (b), dan 254 nm (c) ........................... 41
8 Plot kuantil-kuantil pada panjang gelombang 210, 225, dan 254 nm............ 42
9 Grafik hubungan jumlah puncak terdeteksi dengan jumlah puncak dugaan
pada panjang gelombang 210 nm (a) dan 225 nm (b)..................................... 43
10 Waktu retensi komponen kimia dalam ekstrak etil asetat meniran pada
enam kali ulangan injeksi dengan fase gerak asetonitril:air (55:45) .......... 44
11 Luas puncak komponen kimia dalam ekstrak etil asetat meniran
setelah penyimpanan ................................................................................... 44

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat herbal digunakan di negara Asia sejak ratusan tahun yang lalu (Liang
et al. 2004). Di Indonesia obat herbal yang digunakan meliputi jamu, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
(BPS RI) pada tahun 2008 persentase penduduk Indonesia yang menggunakan
obat tradisional, termasuk di dalamnya obat herbal, mencapai 22,26 % (BPS
2009). Menteri

Kesehatan RI dalam laporannya menuliskan bahwa menurut

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 80% penduduk dunia bergantung pada
pengobatan tradisional, termasuk obat herbal (Depkes 2009). Meningkatnya
konsumsi obat herbal dipengaruhi oleh gaya hidup kembali ke alam (back to
nature) pada masyarakat modern dan keyakinan masyarakat bahwa pengobatan
menggunakan herbal lebih aman dibanding pengobatan modern (WHO 2000;
Wayland 2004; Lynch & Berry 2007).
Berkembangnya penggunaan obat herbal perlu didukung oleh upaya untuk
menjamin konsistensi kualitas dan khasiatnya. Selain hal tersebut, upaya untuk
mencari kandidat tanaman obat yang memiliki khasiat tertentu yang diharapkan
(fitoekivalensi) juga menjadi fokus perhatian. Sejauh ini kualitas tanaman obat
sebagai bahan baku obat herbal ditentukan berdasarkan kandungan senyawa
penanda tunggal. Namun demikian, analisis senyawa penanda tunggal untuk
kontrol kualitas dinilai kurang memadai karena khasiat tanaman obat
disumbangkan oleh sejumlah senyawa kimia yang bekerja secara sinergis (Liang
et al. 2004; Xie & Leung 2009).
Model kontrol kualitas berdasarkan sidik jari kromatografi dapat menjadi
teknik alternatif untuk memonitor kualitas tanaman obat. Seluruh senyawa kimia
yang dikandung oleh tanaman obat tertentu dapat ditampilkan dalam sidik jari
kromatografi sehingga karakteristik tanaman obat tersebut dapat digambarkan
secara komprehensif (Liang et al. 2009). Teknik ini telah direkomendasikan untuk
kontrol kualitas tanaman obat oleh Food and Drug Administration (FDA),
European Medicines Agency (EMEA), dan WHO (Borges et al. 2007a; WHO

2000). Sidik jari kromatografi yang telah banyak dimanfaatkan untuk membangun
model kontrol kualitas ialah sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Phyllanthus niruri L. atau meniran merupakan tanaman obat dari famili
Euphorbiaceae yang memiliki khasiat sebagai hepatoprotektor (Syamsundar et al.
1985; Sabir & Rocha 2008), antihepatitis (Venkateswaran 1987; Shin et al. 2005),
dan antioksidan (Harish & Shivanandappa 2006; Sabir & Rocha 2008).

Di

Indonesia tanaman ini telah digunakan sebagai bahan baku jamu, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka. Sejauh ini kualitas meniran ditentukan berdasarkan
kandungan senyawa penanda tunggal dari golongan lignan (Murugaiyah & Chan
2007b) dan tanin (Colombo et al. 2009). Model kontrol kualitas meniran
berdasarkan sidik jari kromatografi sampai saat ini belum dilaporkan. Teknik ini
perlu dikembangkan untuk melengkapi kelemahan kontrol kualitas berdasarkan
senyawa penanda tunggal.
Dalam rangka mengembangkan model kontrol kualitas tanaman meniran,
diperlukan sidik jari kromatografi ekstrak meniran yang informatif dan mampu
menampilkan semaksimal mungkin komponen kimia dengan resolusi yang baik.
Sidik

jari

ekstrak

meniran

yang

informatif

dapat

diperoleh

melalui

pengoptimuman faktor-faktor yang mempengaruhi waktu retensi, resolusi, jumlah
puncak, dan luas puncak kromatografi. Faktor tersebut meliputi metode dan
pelarut ekstraksi, kondisi instrumen kromatografi (termasuk panjang gelombang
deteksi dan kolom kromatografi), dan fase gerak kromatografi (Liang et al. 2004;
Borges et al. 2007a).
Pada penelitian ini pengoptimuman dilakukan terhadap komposisi pelarut
ekstraksi, fase gerak KCKT, dan panjang gelombang deteksi KCKT. Komposisi
pelarut ekstraksi menentukan jenis dan jumlah senyawa kimia yang dapat diambil
dari tanaman meniran, sementara komposisi fase gerak KCKT menentukan baik
tidaknya pemisahan setiap senyawa kimia yang dikandung dalam ekstrak meniran
pada KCKT. Dengan demikian, untuk mendapatkan sidik jari kromatografi
meniran yang informatif diperlukan komposisi pelarut ekstraksi dan komposisi
fase gerak KCKT yang tepat.
Komposisi pelarut ekstraksi maupun komposisi fase gerak KCKT dapat
dipandang sebagai suatu sistem campuran. Rancangan percobaan mixture design

dapat diterapkan untuk masing-masing sistem tersebut. Pelarut ekstraksi dan fase
gerak KCKT saling berinteraksi dalam menghasilkan sidik jari KCKT yang
informatif sehingga mixture design yang digunakan dapat dikombinasikan
membentuk mixture-mixture design. Pengoptimuman pelarut ekstraksi, komposisi
fase gerak kromatografi, dan panjang gelombang deteksi pada penelitian ini
dilakukan dengan bantuan plit-plot mixture-mixture design. Parameter yang
digunakan untuk mengevaluasi sidik jari KCKT yang dihasilkan ialah jumlah
puncak.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan melakukan pengoptimuman pelarut ekstraksi dan fase
gerak KCKT dengan split-plot mixture-mixture design dan pengoptimuman
panjang gelombang deteksi untuk mendapatkan sidik jari kromatografi ekstrak
meniran yang informatif serta melakukan validasi terhadap kondisi optimum yang
diperoleh.

TINJAUAN PUSTAKA

Phyllanthus niruri L. (meniran)
Meniran ialah tanaman semak semusim dengan tinggi sekitar 30 sampai 60
cm. Tanaman ini termasuk famili Euphorbiaceae, banyak ditemukan di daerah
tropis dan subtropis. Memiliki morfologi tumbuh tegak bercabang, daun tunggal
dengan letak berseling, helaian daun bundar telur sampai bundar memanjang
dengan ujung tumpul dan pangkal membulat, buahnya berbentuk bulat pipih dan
licin dengan biji kecil, keras, berbentuk ginjal, dan berwarna cokelat (Gambar 1).

Gambar 1 Tanaman Phyllanthus niruri L.

Secara turun temurun seluruh bagian tanaman ini telah digunakan sebagai
obat. Bagian daun diketahui mengandung senyawa aktif lignan dengan
konsentrasi tertinggi (Sharma et al. 1993). Meniran memiliki aktivitas sebagai
hepatoprotektor (Syamsundar et al. 1985; Sabir & Rocha 2008), antihepatitis
(Shin et al. 2005), dan antioksidan (Harish & Shivanandappa 2006; Sabir &
Rocha 2008).
Senyawa aktif yang dikandung meniran meliputi golongan lignan, yaitu
phyllantin, hypophyllanthin, phyltetralin, dan niranthin (Row et al. 1966; Sharma
et al. 1993; Murugaiyah & Chan 2007a; Murugaiyah & Chan 2007b), alkaloid
(Petchnaree et al. 1986), terpenoid (Singh et al. 1989; Gunawan et al. 2008), tanin
(Shimizu et al. 1989; Markom et al. 2007), dan glikosida flavanon (Gupta &
Bahar Ahmed 1984). Beberapa di antaranya telah dilaporkan memiliki efek
farmakologis tertentu (Venkateswaran 1987; Harish & Shivanandappa 2006).

Senyawa phyllanthin dan hipophyllanthin berhasil diekstraksi dari meniran
dengan pelarut metanol, etil asetat, dan kloroform (Tripathi et al. 2006;
Murugaiyah & Chan 2007b). Ekstraksi senyawa golongan tanin telah dilakukan
dengan menggunakan pelarut polar seperti air, etanol, dan metanol (Markom et al.
2007). Pelarut lain yang telah digunakan untuk mengekstraksi senyawa kimia
dalam meniran antara lain ialah aseton, diklorometana, dietil eter, dan heksana.
Efisiensi ekstraksi masing-masing pelarut secara berurutan ialah sebesar 3,9 %, 4
%, 2,2 %, dan 1,8 % (Markom et al. 2007).
Pemisahan

ekstrak

meniran

telah

dilakukan

dengan

kromatografi

menggunakan kolom C18 dan beberapa kombinasi fase gerak. Fase gerak tersebut
antara lain asetonitril:air (55:45 v/v) (Murugaiyah & Chan 2007a; Murugaiyah &
Chan 2007b), asetonitril:air secara gradien dengan penambahan asam fosfat 0,1 %
sebagai aditif (Markom et al. 2007), air:metanol secara gradien (Colombo et al.
2009), metanol:air (70:30) (Tripathi et al. 2006), dan fase gerak metanol:air
(66:34) (Sharma et al. 1993).

Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) memisahkan komponen
berdasarkan interaksi komponen dengan fase gerak berupa cairan dan fase diam.
Fase gerak mengalir dengan bantuan tekanan. Komponen yang dipisahkan
teramati sebagai puncak dengan waktu retensi tertentu, sementara kadar
komponen ditunjukkan oleh luas area masing-masing puncak (Harvey 2000;
Ahuja & Rasmussen 2007).
Hasil pemisahan KCKT disajikan dalam kromatogram atau sidik jari
kromatografi. Parameter yang diukur pada analisis sidik jari KCKT meliputi
waktu retensi, resolusi, jumlah puncak, dan luas puncak. Parameter tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya metode ekstraksi, instrumen
kromatografi yang digunakan, dan kondisi pemisahan (Liang et al. 2004; Borges
et al. 2007a). Salah satu parameter yang banyak digunakan untuk evalusi sidik jari
kromatografi ialah jumlah puncak (Borges et al. 2007a; Borges et al. 2007b;
Delaroza & Scarminio 2008). Jumlah puncak dihitung berdasarkan banyaknya
puncak yang muncul pada kromatogram. Secara teori, puncak kromatografi

dikatakan terpisah apabila memiliki nilai resolusi minimum sama dengan 1 (Dong
2006). Puncak dapat dideteksi jika memiliki nilai rasio sinyal terhadap derau lebih
besar sama dengan 3 sementara analisis kuantitatif dapat dilakukan secara presisi
dan akurasi terhadap puncak yang memiliki rasio sinyal terhadap derau lebih
besar sama dengan 10 (Bliesner 2006).
KCKT secara luas digunakan untuk analisis obat herbal karena teliti,
sensitif, dan memiliki ketersalinan yang baik (Xie & Leung 2009). Sidik jari
kromatografi obat herbal yang dihasilkan bersifat sangat khas. Sidik jari tersebut
merepresentasikan senyawa aktif yang terdapat dalam obat herbal dan interaksi
yang terjadi antar komponen aktif maupun antara komponen aktif dengan fase
gerak dan fase diam. Sidik jari KCKT di antaranya telah digunakan untuk kontrol
kualitas Turnera diffusa (Garza-Juarez et al. 2009), Ginkgo biloba (Ding et al.
2009), Ganoderma lucidum (Chen et al. 2008), Pericarpium Citri Reticulatae dan
Pericarpium Citri Reticulatae Viride (Yi et al. 2007), Rheum tanguticum (Jin et
al. 2006), dan Angelica sinensis (Lu et al. 2005; Wang et al. 2007).
Metode KCKT yang digunakan untuk memperoleh sidik jari perlu divalidasi
untuk memastikan bahwa metode tersebut memberikan kromatogram yang identik
untuk sampel yang sama. Mengacu pada United States Pharmacopea, parameter
validasi yang dilakukan ialah parameter presisi, sementara parameter lainnya
dapat dilakukan ataupun tidak.

Pengoptimuman Pelarut Ekstraksi dan Fase Gerak KCKT dengan Split-Plot
Mixture-Mixture Design
Efisiensi ekstraksi dipengaruhi oleh temperatur, pH, waktu ekstraksi, metode
ekstraksi, nisbah sampel dengan pelarut, selektivitas pelarut, dan stabilitas solut
dalam pelarut tersebut. Keberhasilan ekstraksi dipengaruhi oleh komposisi pelarut
ekstraksi (Soares & Scarminio 2008). Dengan demikian, penggunaan komposisi
pelarut ekstraksi yang tepat dapat meningkatkan keberhasilan ekstraksi. Mixture
design merupakan rancangan komposisi campuran yang dapat digunakan untuk
memilih komposisi pelarut ekstraksi yang tepat.
Pengoptimuman kondisi pemisahan KCKT dilakukan untuk memperoleh
hasil pemisahan dengan resolusi yang baik, robust, dan cepat. Pengoptimuman
dapat dilakukan terhadap fase gerak, fase diam, suhu pemisahan, dan kondisi

deteksi (Heyden et al. 2000). Pengoptimuman fase gerak paling sering dilakukan,
kekuatan pelarut dan selektivitas pelarut dapat dijadikan pertimbangan dalam
pemilihan fase gerak (Borges et al. 2007a). Rancangan percobaan yang sering
digunakan pada pengoptimuman fase gerak KCKT ialah mixture design (Borges
et al. 2007a; Borges et al. 2007b; Soares & Scarminio 2008; Delaroza &
Scarminio 2008).
Mixture design digunakan saat suatu sistem terdiri atas campuran beberapa
komponen yang jumlah totalnya konstan, yaitu 100 %. Respons yang diperoleh
merupakan fungsi dari proporsi relatif tiap komponen dalam sistem. Pada Mixture
design dapat digunakan 2 komponen atau lebih. Bertambahnya jumlah komponen
yang terlibat akan menambah jumlah dimensi ruang yang dipakai untuk
menggambarkan mixture. Saat 2 komponen terlibat, maka profil campuran
komponen akan mengikuti garis lurus, saat tiga komponen akan berbentuk
segitiga, berbentuk tetrahedron saat empat komponen digunakan, dan seterusnya.
Objek paling sederhana yang menggambarkan dimensi mixture disebut sebagai
simplex.
Saat digunakan tiga komponen, mixture design dapat mengikuti rancangan
simplex-lattice, simplex-centroid, maupun simplex-centroid dengan axial design.
Contoh sederhana ketiga rancangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 2. Pada
rancangan campuran berbentuk simplex-lattice titik-titik yang digunakan tersebar
di sepanjang sisi simplex. Jika diamati lebih lanjut rancangan ini fokus pada
pengaruh komponen tunggal dan kombinasi dua komponen dengan berbagai
variasi proporsi terhadap respons

yang dihasilkan. Pada rancangan simplex-

centroid, selain pengaruh sistem tunggal dan biner dipelajari juga pengaruh
kombinasi tiga komponen (pada titik tengah/centroid). Untuk k faktor yang
terlibat, jumlah eksperimen ialah 2k-1 buah dan melibatkan kombinasi proporsi 1,
½, sampai 1/k. Pada simplex-centroid dengan axial design, pengaruh kombinasi
tiga komponen diperbanyak dengan menambah titik pada daerah axial (Brereton
2005). Saat dua buah mixture design digabungkan, maka rancangan tersebut
dikenal sebagai mixture-mixture design. Pada saat kombinasi pelarut ekstraksi
dibuat mengikuti simplex-centroid dengan axial design dan fase gerak KCKT

mengikuti simplex-centroid, maka kombinasi mixture-mixture design yang
diperoleh disajikan pada Gambar 3.

X13

(a)
Gambar 2

X13

b

(b)

X13

(c)

Simplex-lattice (a), simplex-centroid (b), simplex-centroid dengan
axial design (c).

Rancangan split-plot banyak digunakan untuk mengatasi kendala teknis
berupa jumlah unit percobaan yang terlalu besar. Rancangan ini dapat dilakukan
dengan maupun tanpa pengulangan. Pada rancangan split-plot, unit percobaan
dibagi menjadi 2, yaitu whole-plot dan sub-plot. Pengacakan dilakukan terhadap
whole-plot terlebih dahulu diikuti pengacakan terhadap sub-plot. Hal ini
berimplikasi pada berkurangnya unit percobaan dibandingkan unit percobaan pada
pengacakan lengkap. Ragam pada rancangan split-plot berasal dari dua sumber,
yaitu dari whole-plot (

) dan sub-plot (

). Analisis terhadap data dapat

dilakukan dengan beberapa pendekatan. Ordinary Least Squares method (metode
OLS) dilakukan saat nisbah ragam whole-plot terhadap ragam sub-plot kurang
dari 0,4. Persamaan umum yang digunakan untuk mengolah data disajikan pada
persamaan (1). Koefisien regresi pada OLS dapat dihitung dengan persamaan (2a)
hingga (7a). Koefisien untuk interaksi linear dihitung dengan persamaan (2a),
interaksi kuadratik dengan persamaan (3a), interaksi kubik dengan persamaan
(4a), interaksi biner-biner menggunakan persamaan (5a), gabungan interaksi
ternary-biner menggunakan persamaan (6a), serta interaksi ternary-ternary
menggunakan persamaan (7a). Saat nisbah ragam whole-plot terhadap ragam subplot lebih dari 0,4 tidak dibenarkan menggunakan OLS, pendekatan yang dapat
digunakan ialah Generalized Least Squares (GLS), Restricted Maximum
Likelihood (REML), dan Analysis of Varians (ANOVA) (Naes et al. 2006).

(a)

(b)

Gambar 3 Mixture-mixture design untuk pelarut ekstraksi (a), mixture design
untuk fase gerak KCKT (b).

...............................................................................................................................(1)
...............................................................................................................(2a)
....................................................................................................(2b)
................................................................................................(3a)
...............................................................................................(3b)
..........................(4a)
........................................................................................(4b)

.............................................................................................................................(5a)
............................................................................................(5b)

.............................................................................................................................(6a)
........................................................................................(6b)

.............................................................................................................................(7a)
.................................................................................(7b)

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak Mei 2009 hingga Januari 2010 di
Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB dan Pusat Studi
Biofarmaka LPPM IPB.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi oven konveksi gravitasi, botol timbang, perangkat
ekstraksi, penguap putar, peralatan gelas, spektrofotometer ultraviolet berkas
ganda Hitachi U-2800, serta sistem KCKT Shimadzu LC-20 AD yang dilengkapi
dengan detektor larik dioda, sistem pompa gradien, sistem injeksi loop, dan kolom
oven.
Bahan yang digunakan meliputi Phyllanthus niruri L. (meniran) yang berasal dari
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TO-OT) Tawangmangu, pereaksi fitokimia, pelarut ekstraksi (metanol,
etilasetat, dan diklorometana), kolom kromatografi C18 LiChospher (5 µm, 250
mm x 4 mm) produksi Merck, dan fase gerak KCKT (metanol,asetonitril, dan air)
produksi merck.
Metode Penelitian
Meniran yang diperoleh dari (B2P2TO-OT) Tawangmangu dikeringkan,
dihaluskan, diukur kadar airnya, dan dianalisis kandungan metabolit sekundernya
secara kualitatif melalui uji fitokimia. Simplisia meniran diekstraksi dengan
teknik maserasi menggunakan komposisi pelarut yang ditentukan dengan mixture
design. Ekstrak meniran selanjutnya dikeringkan dengan penguap putar. Ekstrak
yang diperoleh masing-masing dipisahkan dengan KCKT menggunakan
kombinasi fase gerak yang ditentukan dengan mixture design dan dimonitor pada
beberapa panjang gelombang deteksi yang ditentukan berdasarkan pemayaran
ekstrak meniran dengan spektrofotometer ultraviolet (UV). Setelah kondisi

optimum pemisahan diperoleh, dilakukan validasi terhadap kondisi pemisahan
optimum (Lampiran 1).
Preparasi Sampel. Tanaman meniran dikeringkan menggunakan oven bersuhu
40 ◦C hingga kadar airnya kurang dari 10 %. Sampel yang telah kering dihaluskan
hingga menjadi serbuk berukuran 80 mesh.
Penentuan Kadar Air. Kadar air sampel meniran ditentukan dengan metode
gravimetri evolusi tidak langsung (Depkes 1995). Sebanyak 3 gram sampel
ditimbang, digunakan wadah yang telah dikeringkan pada suhu 105 ◦C selama 30
menit dan ditara. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven konveksi gravitasi
bersuhu 105 ◦C hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air diperoleh sebagai
nisbah selisih bobot sampel awal dengan bobot sampel setelah dikeringkan
tehadap bobot sampel sebelum dikeringkan. Kadar air sampel ditentukan
sebanyak tiga kali ulangan.
Uji Fitokimia. Kandungan metabolit sekunder meniran diperiksa dengan uji
fitokimia yang terdiri atas uji alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon, terpenoid,
steroid, tanin, saponin, dan lignan (Harborne 1987).
Ekstraksi. Ekstraksi sampel meniran dilakukan dengan teknik maserasi
menggunakan komposisi pelarut yang ditentukan dengan mixture design dengan
bentuk simplex-centroid dengan axial design (Gambar 4). Pelarut yang digunakan
terdiri atas metanol (z1), etil asetat (z2), dan diklorometana (z3). Sebanyak 25 gram
serbuk meniran direndam dengan

125 mL pelarut selama 24 jam. Maserat

dipisahkan dari residu dengan penyaringan. Ke dalam residu ditambahkan
kembali pelarut dan tahapan ekstraksi diulangi hingga tiga kali. Maserat dari
setiap ulangan ekstraksi digabung dan dikeringkan dengan penguap putar.
Pengoptimuman Kondisi Kromatografi. Pengoptimuman kondisi kromatografi
dilakukan terhadap komposisi fase gerak yang disusun sesuai mixture design
dengan bentuk simplex-centroid (Gambar 5). Fase gerak yang digunakan terdiri
atas metanol (x1), asetonitril (x2), dan campuran asetonitril:air (55:45 v/v) (x3).

Fase gerak yang akan digunakan disaring terlebih dulu menggunakan membran
filter 0,45 µm. Panjang gelombang deteksi KCKT yang digunakan ialah 210, 225,
dan 254 nm. Panjang gelombang ini dipilih berdasarkan profil serapan ekstrak
meniran saat pemayaran dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang
gelombang 200-400 nm dan merujuk pada beberapa pustaka.
Pada analisis dengan KCKT, 50 miligram ekstrak meniran dilarutkan dalam 5 mL
pelarut ekstraksi. Sebanyak 100 µL ekstrak tersebut dilarutkan dengan 1900 µL
fase gerak dan disaring dengan membran filter 0,45 µm sebanyak dua kali.
Selanjutnya 20 µL larutan sampel yang telah disaring diinjeksikan ke dalam
kolom C18. Suhu kolom dijaga konstan pada 40 ◦C dengan laju alir fase gerak 1
mL/menit. Jumlah puncak yang muncul pada kromatogram setiap ekstrak
dihitung. Puncak yang dihitung ialah puncak yang memiliki rasio sinyal terhadap
derau ≥ 3 dan nilai resolusi ≥ 1.
z1
Metanol(1,0,0)

(2/3,1/6,1/6)
(1/2,0,1/2)

(1/2,1/2,0)

(1/3,1/3,1/3)

(1/6,2/3,1/6)

z2
Etil asetat (0,1,0)

(1/6,1/6,2/3)

(0,1/2,1/2)

z3
Diklorometana (0,0,1)

Gambar 4 Komposisi pelarut ekstraksi sesuai mixture design.
x1
Metanol (1,0,0)

(1/2,1/2,0)

(1/2,0,1/2)

(1/3,1/3,1/3)

x2
Asetonitril (0,1,0)

(0,1/2,1/2)

x3
Asetonitril:air (55:45 v/v) (0,0,1)

Gambar 5 Komposisi fase gerak KCKT sesuai mixture design.

Analisis Data Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Pengaruh interaksi pelarut ekstraksi dengan fase gerak KCKT terhadap jumlah
puncak yang ditampilkan sidik jari kromatografi dimodelkan dengan bantuan
pengolahan statistika. Perangkat lunak MINITAB digunakan untuk membangun
model regresi dari data pemisahan KCKT tersebut. Data yang digunakan untuk
membangun model ialah data yang terletak pada sisi dan pusat simplex mengikuti
bentuk simplex-centroid (Gambar 6). Sementara data diperoleh dari titik axial
digunakan sebagai data validasi untuk memeriksa keajegan model yang
dihasilkan.

Gambar 6 Titik percobaan yang digunakan untuk membangun model regresi.

Validasi Kondisi Optimum KCKT. Parameter validasi yang diuji ialah presisi
dan kestabilan larutan ekstrak. Parameter presisi ditentukan melalui keterulangan
injeksi. Pada penentuan keterulangan, ekstrak meniran yang sama diinjeksikan
sebanyak 6 kali ulangan oleh satu orang analis, pada hari yang sama, dengan
instrumen dan kondisi injeksi yang sama. Nilai persen simpangan baku relatif (%
SBR) waktu retensi dihitung untuk menentukan validitas kondisi optimum yang
diperoleh. Tes kestabilan larutan ekstrak dilakukan dengan menganalisis larutan
ekstrak sesaat setelah disiapkan (t=0), setalah penyimpanan 2,5 jam, dan setelah
penyimpanan 5 jam pada ruangan bersuhu 25 ˚C dan dalam keadaan terlindung
dari cahaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi dan Ekstraksi Phyllanthus niruri L. (meniran)
Tanaman meniran yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TO-OT) Tawangmangu, Jawa Tengah-Indonesia. Tanaman dipanen pada
tanggal 6 Mei 2009 dan dikeringkan dalam oven gravitasi bersuhu 40 ◦C selama
36 jam. Tanaman meniran dideterminasi dan dibuat spesimen contohnya (voucher
specimen) oleh Herbarium Bogoriense. Berdasarkan determinasi yang dilakukan,
tanaman tersebut benar Phyllanthus niruri L. dan spesimen contohnya disimpan di
Herbarium Bogoriense sebagai koleksi dengan nomor BO 1880583.
Menggunakan metode gravimetri evolusi tidak langsung diketahui sampel
meniran yang siap diekstraksi memiliki kadar air sebesar 6,5696 % (Lampiran 2).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam 100 gram sampel meniran terkandung
6,5696 gram air yang terikat secara fisik dan dapat hilang oleh pemanasan pada
suhu sekitar 105 ◦C. Kadar air kurang dari 10 % diharapkan mengurangi resiko
kerusakan sampel meniran akibat serangan jamur dan bakteri.
Uji fitokimia yang dilakukan memberikan informasi bahwa tanaman
meniran asal B2P2TO-OT Tawangmangu mengandung metabolit sekunder dari
golongan flavonoid, fenol hidroquinon, steroid, tanin, saponin, dan lignan
(Lampiran 3), sementara metabolit sekunder golongan alkaloid dan terpenoid
tidak dapat dideteksi. Hasil uji alkaloid dan terpenoid tidak sepakat dengan
penelitian terdahulu yang melaporkan bagian aerial meniran mengandung alkaloid
(Petchnaree et al. 1986) dan ekstrak n-heksana herba meniran mengandung
terpenoid (Gunawan et al. 2008). Hal ini dapat terjadi karena kadar alkaloid dan
terpenoid pada meniran asal B2P2TO-OT Tawangmangu terlampau kecil
sehingga uji kualitatif fitokimia tidak mampu mendeteksi keberadaannya. Kadar
dan jenis senyawa metabolit sekunder dalam tanaman sejenis tidak selalu sama,
kandungan senyawa metabolit sekunder tersebut dipengaruhi oleh kandungan hara
dan kondisi tanah tempat tumbuhnya (Briskin 2002). Di samping itu, kadar dan
kandungan senyawa metabolit sekunder dipengaruhi oleh waktu panen dan
penanganan pasca panen (Famei et al. 2006).

Tanaman meniran kering yang meliputi bagian daun, batang, akar, dan buah
dihaluskan hingga berukuran 80 mesh sebelum ekstraksi dilakukan (Gambar 7).
Hal ini bertujuan meningkatkan luas permukaan sampel sehingga daerah kontak
sampel dengan pelarut ekstraksi lebih besar dan proses ekstraksi berlangsung
lebih optimal (Coats & Wingard 1950; Gião et al. 2009; Sembiring et al. 2006).
Ekstraksi dilakukan dengan teknik maserasi pada suhu ruang untuk menghindari
kerusakan komponen kimia meniran akibat panas.

(a)
(b)
Gambar 7 Simplisia meniran sebelum dihaluskan (a) dan setelah dihaluskan (b).
Kombinasi pelarut ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak meniran
disusun sesuai rancangan campuran (mixture design) yang mengambil bentuk
simplex-centroid dengan axial design (Gambar 4). Rancangan ini digunakan untuk
mempelajari pengaruh pelarut tunggal, campuran dua pelarut pada titik tengah
setiap sisi simplex, serta campuran tiga pelarut pada pusat simplex dan pada titik
axial terhadap efisiensi ekstraksi meniran. Pelarut ekstraksi yang digunakan harus
dapat bercampur dengan baik pada setiap titik rancangan campuran simplexcentroid dengan axial design. Hal ini dimaksudkan agar kaidah kimia dan
statistika dapat ditaati oleh setiap kombinasi pelarut ekstraksi yang digunakan.
Pelarut ekstraksi yang dipilih ialah metanol, etil asetat, dan diklorometana.
Pemilihan pelarut ekstraksi didasarkan pada sifat fisik dan kimianya.
Pertimbangan lain yang mendasari ialah ketiga pelarut ini telah digunakan untuk
mengekstraks senyawa kimia pada meniran. Metanol telah digunakan untuk
mengekstrak senyawa golongan lignan dan tanin pada meniran (Tripathi et al.
2006; Murugaiyah & Chan 2007b), etil asetat telah digunakan untuk mengekstrak
lignan pada meniran (Tripathi et al. 2006), sementara diklorometana telah
digunakan untuk mengekstrak senyawa yang cenderung tidak polar pada meniran
(Markom et al. 2007).

Ketiga pelarut tersebut memiliki polaritas berlainan. Metanol dengan nilai
polaritas 5,1 dikategorikan sebagai pelarut polar. Etil asetat memiliki kepolaran di
pertengahan dengan nilai polaritas 4,4. Sementara diklorometana memiliki
polaritas sebesar 3,1 dan dikategorikan sebagai pelarut yang tidak polar. Ketiga
pelarut tersebut dikategorikan ke dalam kelas yang berbeda oleh Marcus (2004).
Metanol termasuk pelarut protogenik (kelas 2) karena memiliki hidrogen yang
terikat unsur elektronegatif dan memiliki unsur elektronegatif yang mampu
membentuk ikatan hidrogen. Etil asetat termasuk kelas aprotik dipolar (kelas 3)
karena mengandung unsur elektronegatif namun tidak memiliki hidrogen yang
terikat unsur elektronegatif. Diklorometana termasuk dalam kelas 4 karena tidak
memiliki unsur elektronegatif yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Walaupun
pelarut tersebut memiliki polaritas yang berlainan dan dikategorikan ke dalam
kelas yang berbeda, ketiganya dapat bercampur dengan baik pada setiap titik
rancangan campuran simplex-centroid dengan axial design.
Pemilihan pelarut ekstraksi juga didasarkan pada pertimbangan nilai
tegangan antar muka pelarut. Pelarut ekstraksi yang baik memiliki tegangan antar
muka yang nilainya di pertengahan. Tegangan antar muka yang terlalu tinggi
menyebabkan kontak antara pelarut dengan sampel sulit terjadi. Sementara jika
tegangan antar mukanya terlalu kecil akan terbentuk emulsi yang stabil antara
pelarut dengan sampel, sehingga akan sulit memisahkannya. Dalam hal ini ketiga
pelarut yang dipilih memiliki tegangan permukaan yang nilainya di pertengahan.
Sepuluh kombinasi pelarut ekstraksi memberikan efektivitas ekstraksi yang
beragam (Gambar 8). Rendemen ekstraksi yang diperoleh berkisar antara 1,3668
hingga 7,4254 % berdasarkan bobot kering sampel. Rendemen ekstraksi tertinggi
diperoleh saat menggunakan metanol sebagai pelarut ekstraksi, yaitu sebesar
7,4254 %. Rendemen ekstraksi terendah dihasilkan oleh pelarut diklorometana,
yaitu sebesar 1,3668 %. Tingginya nilai rendemen ekstraksi dengan pelarut
metanol menggambarkan komponen kimia dalam tanaman meniran mayoritas
larut dalam pelarut polar. Calixto et al. (1998) melaporkan bahwa komponen
mayor pada Phyllanthus niruri L. ialah senyawa dari golongan lignan, tanin,
polifenol, dan flavonoid. Interaksi yang terjadi saat proses ekstraksi antara

senyawa kimia pada meniran dengan metanol dapat berupa ikatan hidrogen
maupun interaksi dwikutub-dwikutub.

Gambar 8 Rendemen ekstraksi meniran.
Pengoptimuman Kondisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan
Pemisahan Ekstrak Meniran
Panjang gelombang deteksi KCKT yang digunakan ditentukan berdasarkan
panjang gelombang maksimum yang muncul saat pemayaran ekstrak meniran
dengan spektrofotometer ultraviolet berkas ganda pada panjang gelombang 200
hingga 400 nm. Pemayaran dengan spektrofotometer ultraviolet berkas ganda
terhadap ekstrak meniran memberikan puncak serapan maksimum pada kisaran
217 nm hingga 235 nm (Lampiran 4). Di samping itu, pemilihan panjang
gelombang deteksi dilakukan mengacu pada penelitian terdahulu terhadap genus
Phyllanthus.

Sharma

et

al.

(1993)

mengukur

kadar

phyllanthin

dan

hypophyllanthin dari Phyllanthus niruri L. pada panjang gelombang 230 nm,
sementara penentuan senyawa phyllanthin dan hypophyllanthin dari Phyllanthus
amarus dideteksi pada panjang gelombang 220 nm (Tripathi et al. 2006).
Pada penelitian ini panjang gelombang deteksi KCKT yang digunakan ialah
210, 225, dan 254 nm. Panjang gelombang 210 nm dipilih mengacu pada
penelitian pengoptimuman sidik jari KCKT ekstrak Camellia sinensis dengan
rancangan mixture-mixture design yang dimonitor pada 210 nm (Borges et al.
2007a). Pajang gelombang 254 nm digunakan karena senyawa kimia yang telah
berhasil diisolasi dari

Phyllanthus niruri L., antara lain phyllanthin,

hipophyllanthin, phyltetralin, dan niranthin (Murugaiyah & Chan 2007a;
Murugaiyah & Chan 2007b), asam galat, asam elagat, dan korilagin (Markom et
al. 2007) memiliki struktur benzena dan turunannya yang mengalami transisi
elektronik л→л* pada panjang gelombang 254 nm (Lindon et al. 2000).
Fase gerak KCKT yang digunakan pada penelitian ini ialah metanol,
asetonitril