Induksi Keragaman Genetik Dengan Mutagen Sinar Gamma pada Nenas Secara In Vitro

(1)

i

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK

DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS

SECARA

IN VITRO

ERNI SUMINAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

ABSTRACT

ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced with Gamma Rays Mutagen on Pineapple In Vitro. Under direction of AGUS PURWITO and SOBIR.

Improvement of the genetic variability of pineapple plant can be done by mutation induction with gamma rays. The aim of the research was to increase

genetic variability on pineapple through gamma irradiation of calli that have been frequently subculture. Medium for calli induction was MS + 1 mg L-1

benzylaminopurine (BAP) + 0.05 mg L-1 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D),

while the medium for shoot regeneration was MS + 1.5 mg L-1 kinetin + 0.5 mg L-1 NAA. Calli were then irradiated with 0, 15, 25 and 35 Gy gamma

irradiation. Completely randomized design with 40 replication were used in this experiment. The result showed that irradiation gamma rays were affected on growth and regeneration on calli. Generally, the 15 Gy induced variance of shoot growth, phenotypic and genetic variability. Gamma irradiation changed the banding pattern of DNAs as they were amplified with five primers of ISSR molecular marker to analysis genetic variability among regenerant. Serial selection based on erect leaves structures and narrow canopy diameter character resulted to seven regenerants mutant with erect leaves structure and narrow canopy diameter without reducing plant height and leaves number compared to those of control regenerants population.


(3)

iii

RINGKASAN

ERNI SUMINAR. Induksi Keragaman Genetik dengan Mutagen Sinar Gamma pada Nenas Secara In Vitro. Dibimbing oleh AGUS PURWITO dan SOBIR.

Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) merupakan tanaman buah yang potensial untuk dikembangkan karena telah banyak digunakan baik sebagai makanan segar, bahan industri makanan, kosmetik, obat-obatan dan industri tekstil. Produktivitas nenas di Indonesia masih rendah dan rasio bobot buah dengan tanaman hanya berkisar 0.43-0.46, sedangkan di negara maju telah mencapai rasio 0.6.

Pusat Kajian Buah Tropika IPB telah memiliki klon harapan nenas yang memiliki kualitas buah unggul, namun produktivitasnya masih rendah. Salah satu kendala dalam meningkatkan produktivitas di lapangan secara agronomi adalah diameter tajuk yang lebar mecapai 1 m, daun yang panjang mencapai 1 m atau lebih, serta kedudukan daun terkulai sehingga memerlukan jarak tanam yang lebar.

Upaya untuk mengatasi hal ini salah satunya adalah melalui perakitan varietas nenas unggul yang memiliki kualitas buah baik, struktur tanaman yang tegak, dan diameter tajuk sempit sehingga jarak tanam di lapangan dapat dirapatkan sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. Karakter tanaman nenas yang memiliki kedudukan daun tegak dan diameter tajuk sempit belum tersedia di alam dan perlu dilakukan peningkatan keragaman terutama untuk karakter-karakter tersebut, sedangkan sifat lainnya seperti kualitas buah dipertahankan.

Pemuliaan mutasi dengan menggunakan mutagen fisik seperti sinar gamma merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan keragaman yang dapat mengubah satu atau beberapa karakter tanpa mengubah karakteristik asalnya. Tujuan akhir diharapkan akan dihasilkan varietas unggul nenas yang memiliki karakter kedudukan daun tegak dengan kualitas buah yang baik.

Penelitian ini merupakan bagian dari pemuliaan yang diperlukan dalam perakitan varietas nenas unggul. Percobaan telah dilakukan dengan melalui beberapa tahap, mulai dari pembentukan kalus, iradiasi sinar gamma pada kalus, regenerasi kalus untuk pembentukan tunas, serta analisis keragaman genetik berdasarkan marka morfologi, penanda molekular, dan gabungan antara morfologi dan molekular sehingga diperoleh informasi bahwa pemberian mutagen sinar gamma dapat menyebabkan perubahan baik morfologi maupun pada tingkat DNA.

Kegiatan penelitian terdiri dari empat kegiatan yaitu persiapan dan

perbanyakan bahan tanam dan inisiasi kalus telah dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Kultur Jaringan PKBT IPB, selanjutnya dilakukan

induksi mutasi dengan mutagen sinar gamma dengan dosis 0 Gy, 15 Gy, 25 Gy, dan 35 Gy pada kultur kalus in vitro. Kegiatan ini dilakukan di BATAN Jakarta

dengan. Regenerasi kalus dilakukan dalam media induksi tunas (MS + 1.5 mg L-1 kinetin +0.5 mg L-1 NAA dan dilakukan pembesaran tunas dalam MS0.


(4)

b) Persentase kalus yang mampu membentuk tunas (%), c). Jumlah bakal tunas (buah), dan d) jumlah daun.

Kegiatan berikutnya adalah pengujian daya regenerasi tunas mutan pada tahap multiplikasi dan pembesaran secara in vitro. Media multiplikasi yang digunakan yaitu media MS dengan penambahan 1 mg L-1 BAP. Parameter yang diamati terdiri dari : a) jumlah tunas dan b) jumlah daun. Tunas-tunas yang mampu bermultiplikasi, selanjutnya dilakukan subkultur ke dalam media MS0

untuk pembesaran. Parameter yang diamati terdiri dari : a) jumlah tunas, b) jumlah daun, dan c) tinggi tunas.

Untuk pengujian keragaman genetik yang terjadi akibat pemberian mutagen sinar gamma, dilakukan dengan menggunakan penanda morfologi yang dapat dilihat dari perubahan bentuk tanaman secara visual, sedangkan pengujian pada tingkat DNA dilakukan dengan menggunakan penanda molekular ISSR dan dilakukan analisis data dengan program NTSYS ver. 2.02.

Berdasarkan analisis ragam pada tahap pertumbuhan kalus setelah diiradiasi menunjukkan bahwa pemberian mutagen sinar gamma dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kalus dalam pembentukan tunas baik pada media induksi maupun pada media multiplikasi dan pembesaran tunas selanjutnya. Terjadi perubahan morfologi yang dapat dilihat secara visual, yaitu pada karakter jumlah daun, bentuk daun, bentuk tunas, tinggi tunas, warna daun, kedudukan daun tegak, dan diameter tajuk. Perubahan yang terjadi pada tingkat DNA dapat dilihat dari pola pita DNA yang teramplifikasi dengan menggunakan marka molekular ISSR.

Hasil seleksi pertama dilakukan pada satu karakter yaitu kedudukan daun tegak dan diperoleh genotipe mutan sebanyak 24, namun memiliki nilai rata-rata jumlah daun yang lebih rendah daripada tanaman kontrol (normal). Untuk mendapatkan mutan yang memiliki struktur kedudukan daun tegak, diameter tajuk lebih sempit dengan jumlah daun dan tinggi tunas yang tidak berbeda nyata dengan kontrol maka dilakukan seleksi kedua berdasarkan pada dua karakter sekaligus (kedudukan daun tegak dan diameter tajuk < 0.9 cm) maka diperoleh tujuh regeneran mutan yang memiliki struktur kedudukan daun tegak dan diameter tajuk lebih sempit daripada regeneran kontrol tetapi memiliki karakter tinggi tunas dan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan regeneran kontrol. Mutan-mutan ini berasal dari populasi dengan pemberian mutagen sinar gamma dosis 15 Gy.

Kata kunci : keragaman genetik, sinar gamma, Inter Simple Sequence Repeat (ISSR)


(5)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ……… 1

Kerangka Pemikiran ……… 4

Tujuan Penelitian ………. 5

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman Nenas ……… 6

Pemuliaan TanamanNenas ……… 8

Kultur In Vitro pada Nenas ………... 9

Induksi Mutasi pada Kultur In Vitro……….. 11

Mutagen Sinar Gamma ………. 13

Penanda Morfologi ……… 15

Penanda Molekuler ISSR ……….. 15

BAHAN DAN METODE Bahan tanaman ……….. 17

Metode Penelitian ………. 17

Analisis Data ……… 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan Kalus ... 25

Pengaruh Pemberian Mutagen Sinar Gamma terhadap Regenerasi Kalus Nenas In Vitro ………... 26

Kemampuan Regenerasi Tunas Mutan pada Tahap Multiplikasi dan Pembesaran secara in vitro ……… 30

Keragaman Mutan Genetik dengan Menggunakan Penanda Morfologi, Molekular ISSR dan Gabungan ... 37

Seleksi, Analisis Perbandingan Nilai Rata-rata dengan Uji-t dan Analisis Perbandingan Nilai Varians Populasi Kontrol dan Mutan dengan Uji F . 44 SIMPULAN DAN SARAN... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Susunan nukleotida, kandungan G/C dari 17 primer berulang

ISSR yang Digunakan untuk Seleksi Primer ………. 22 2 Nilai F-hitung karakter fenotipik dalam media regenerasi pada

8 MST...……… 27

3 Nilai F-hitung karakter fenotipik dalam media pembesaran

(MS0) pada 8 MST…………....……… 29

4 Jumlah tunas dan jumlah daun regeneran hasil iradiasi sinar

gamma dalam media multiplikasi pada 8 MST……….. 31 5 Keragaman 16 regeneran contoh pada nenas in vitro hasil

perlakuan radiasi sinar gamma ….………. 35 6 Jumlah pita hasil amplifikasi lima primer pada analisis ISSR …. 39 7 Nilai koefisien keragaman tertinggi dan terendah pada penanda

morfologi, ISSR dan data gabungan ………. 43 8 Pengamatan karakter kuantitatif regeneran mutan hasil iradiasi

sinar gamma dalam media pembesaran (MS0) pada umur 16 MST sebelum dan setelah seleksi S1 (kedudukan daun tegak) dan S2 (kedudukan daun tegak dan diameter tajuk<0.9 cm)


(7)

vii DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Skema kerangka pemikiran penelitian induksi mutasi nenas klon PK

secara in vitro ... 4

2 [A] Deskripsi tanaman klon PK di lapangan; [B] Karakteristik buah nenas klon PK; [C] Plantlet in vitro nenas klon PK ………

17

3 Diagram alir penelitian.. ………. 18 4 Tahapan perbanyakan bahan tanam dan inisiasi kalus……… 25 5 Morfologi kalus 8 mingggu setelah iradiasi dalam media induksi

tunas ……….. 26

6 Histogram rata-rata persentase kalus hijau, persentase kalus

membentuk tunas, dan jumlah tunas dalam media regenerasi akibat pemberian mutagen sinaar gamma pada 8 MST ……… 28 7 Histogram rata-rata jumlah tunas dan daun regeneran dalam media

MS0 pada 8 MST…………..……….. 30

8 Keragaman karakter morfologi regeneran mutan putatif in vitro

dalam media pembesaran (MS0) pada 8 MST ……...……… 33 9 Keragaman bentuk daun regeneran hasil induksi mutasi dengan

sinar gamma……...……… 36

10 Dendrogram kemiripan morfologi hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan karakter morfologi dari 16 regeneran nenas in vitro ………

37

11 Pola pita 16 regeneran kontrol dan mutan………..…….. 40 12 Pola pita 16 regeneran kontrol dan mutan………..…….. 40 13 Dendrogram kemiripan genotipik hasil analisis gerombol dengan

metode pengelompokan UPGMA berdasarkan pola pita ISSR dari 16 regeneran nenas in vitro ……… 42 14 Dendrogram UPGMA dari hasil analisis data gabungan penanda

morfologi dan penanda molekular ISSR pada 16 regeneran nenas


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Komposisi Media MS (Murashige dan Skoog 1962) ……… 57 2 Deskripsi tanaman nenas klon harapan PK IPB ………. 58 3 Deskripsi buah nenas klon harapan PK IPB ……….. 59 4 Komposisi larutan dan bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi

DNA, analisis ISSR, dan elektroforesis ………..….. 60

5 Komposisi peraksi dan buffer untuk analisis DNA tanaman nenas . 62 6 Matriks koefisien kemiripan morfologi (KM) antar 16 regeneran

nenas in vitro ……….. 63

7 Matriks koefisien kemiripan genetik (KG) penanda ISSR antar 16

regeneran nenas in vitro ……… 64 8 Matriks koefisien kemiripan data gabungan penanda morfologi dan

penanda ISSR antar 16 regeneran nenas in vitro ……….. 65 9 Data biner gabungan morfologi dan pita DNA dari 5 primer ISSR

pada 16 regeneran kontrol dan mutan ………. 66 10 Dokumentasi genotipe terpilih dari populasi M-15 ……… 68


(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nenas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai manfaat ganda, baik sebagai makanan segar, bahan industri makanan seperti pizza, rempah, pemanis, penyedap, kue, yoghurt, minuman, es krim (Medina & Garcia 2005), serat daun mahkota untuk bahan pulp (Van Tran 2006), limbah dari buah untuk pakan ternak, produksi asam organik (seperti asam sitrat, asam askorbat, asam malat), serat daun untuk bahan tekstil dan bromelian untuk industri makanan, kosmetik obat-obatan (Nakasone & Paull 1999). Nenas mengandung enzim proteolitik bromelian yang digunakan untuk melunakkan daging dan digunakan dalam bidang kedokteran (Hale et al 2005). Produksi nenas di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1 427 781 ton (BPS 2008),

sedangkan Thailand dan Philipina masing-masing mencapai 2 705 000 ton dan 1 833 000 ton (FAOSTAT 2007). Rendahnya produksi nenas di Indonesia antara

lain disebabkan tingkat produktivitas di Indonesia masih rendah yaitu hanya sebesar 11.56 ton per hektar (FAOSTAT 2007) dan rasio bobot buah dengan tanaman hanya mencapai 0.43-0.46 (43-46%) (Didin 2009).

Pada tanaman nenas, panjang buah, diameter buah, bobot buah, total padatan terlarut dan kandungan asam merupakan karakter-karakter yang menjadi standar perdagangan nenas baik untuk konsumsi segar maupun sebagai buah olahan (Thakur et al. 1980 diacu dalam Soedibyo 1992). Saat ini Pusat Kajian Buah Tropika telah memiliki salah satu klon harapan yaitu klon nenas PK IPB yang memiliki sifat-sifat unggul seperti kandungan air pada buah rendah, warna buah kuning merata, warna buah matang merata, ukuran buah besar, dan mata datar, namun produktivitasnya masih rendah.

Secara agronomis peningkatkan produksi dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah populasi dari pertanaman nenas per hektarnya, namun struktur tanaman dewasa yang memiliki ketinggian rata-rata 100 cm – 200 cm dan diameter tajuk sekitar 100 cm – 200 cm dengan rata-rata panjang daun mencapai 1 m atau lebih dengan kedudukan daun terkulai sehingga sangat sulit untuk memperkecil jarak tanamnya. Salah satu alternatif adalah dengan


(10)

melakukan pemuliaan tanaman terutama untuk memperbaiki karakter morfologi agar diperoleh struktur tanaman nenas yang memiliki kedudukan daun tegak dan diameter tajuk dengan mempertahankan karakter baik yang sudah ada.

Dalam program pemuliaan tanaman salah satu pedoman yang harus diperhatikan dalam memperoleh kultivar unggul adalah adanya keragaman genetik yang luas terutama pada karakter yang dikehendaki. Keragaman genetik yang luas dari suatu karakter akan memberikan peluang yang baik dalam proses seleksi, karena akan terjadi pada karakter yang mempunyai keragaman genetik maupun fenotipik yang luas. Apriyani (2005) menyatakan bahwa penampilan nenas koleksi PKBT dari 22 aksesi, berdasarkan karakter morfologi dan analisis RAPD yang diamati tidak dapat menunjukkan adanya keragaman. Keragaman genetik yang rendah pada nenas merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam perbaikan klon atau populasi dan sangat sulit untuk pembentukan genotipe baru.

Keragaman genetik secara konvensional dapat terjadi melalui persilangan (Leal & Coppens 1996), namun permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan

keragaman genetik nenas melalui persilangan adalah tingginya tingkat heterosigositas sehingga akan banyak karakter yang harus dievaluasi selama proses seleksi dan pembentukan kultivar baru menjadi tidak efisien (Cabral et al. 2000), sifat self-incompatibilty yang tinggi (Bartholomew et al. 2003), diperoleh keturunan yang mengalami segregasi sehingga memungkinkan terjadinya kombinasi-kombinasi berbeda yang menyebabkan perbedaan genotipe keturunan (Poespodarsono 1988).

Pemuliaan mutasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik karakter tertentu pada tanaman menyerbuk silang dengan mempertahankan suatu sifat yang kompleks seperti halnya kualitas good eating dalam varietas itu yang memerlukan perbaikan hanya pada satu karakter saja yang diturunkan dan untuk mengembangkan suatu metode dalam mendapatkan tunas-tunas atau tanaman yang dihasilkan dari hanya satu sel. Pemuliaan mutasi secara nyata dapat meningkatkan keragaman genetik pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif atau apokmiksis (Sleper & Poehlman 2006).


(11)

Teknik kultur in vitro seperti kultur kalus yang dikombinasikan dengan teknik induksi mutasi menggunakan mutagen fisik atau kimia merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan keragaman somaklonal (Lapade et al. 2002). Teknik induksi mutasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif lebih efektif karena dapat mengubah satu atau beberapa karakter tanpa mengubah karakteristik kultivar asalnya (Nagatomi 1996). Keragaman somaklon dapat ditingkatkan melalui iradiasi sinar gamma dengan munculnya berbagai mutan baru sebagai sumber keragaman, diantaranya untuk mengembangkan tanaman yang memiliki idiotipe yang diharapkan dari karakter unggul yang sudah ada seperti sifat yang dimiliki nenas klon PK IPB dengan memperbaiki bentuk tanamannya yang memiliki struktur kedudukan daun terkulai dan diameter tajuk lebar.

Predieri et al. (1997) melaporkan bahwa iradiasi sinar gamma dapat mengubah karakter morfologi dan agronomi tanaman pear seperti mengurangi ukuran tanaman, mempercepat panen, perubahan warna, dan kulit buah. Iradiasi sinar gamma juga dapat menyebabkan perubahan morfologi, fisiologi, dan mutasi pada manggis (Qosim et al. 2007). Perubahan morfologi regeneran mutan dapat diamati dengan adanya perubahan ukuran regeneran dan bentuk daun. Iradiasi sinar gamma sering digunakan dalam usaha pemuliaan tanaman karena dapat meningkatkan keragaman, sehingga dapat menghasilkan mutan baru (Wattimena 1992).

Keragaman genetik dapat dianalisis secara morfologi, biokimia maupun molekuler. Keragaman morfologi dilakukan dengan menggunakan data hasil pengamatan atau pengukuran karakter morfologi tertentu (Falconer 1970), namun analisis keragaman genetik dengan menggunakan penanda morfologi sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, memperlihatkan penurunan sifat

dominan-resesif, dan memiliki tingkat keragaman atau polimorfisme yang rendah (Asiedu et al.1989).

Marka molekuler memberikan alternatif terbaik dalam menganalisis keragaman genetik tanaman karena mampu memberikan polimorfik pita DNA dalam jumlah banyak, konsisten, tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan tidak ada efek pleiotropik (Brar 2002), marka molekuler dapat diturunkan dan


(12)

berasosiasi dengan genotipe tertentu (Asiedu et al. 1989), memastikan kualitas tanaman hasil kultur jaringan, produksi tanaman transgenik dan mengenal suatu keragaman (Soniya et al. 2001), keterpautan dengan karakter yang diinginkan (McCaskill & Giovanni 2002), serta pewarisannya bersifat stabil (Brar 2002). Beberapa marka molekuler berdasarkan PCR yang telah banyak digunakan sebagai penciri genotipe tanaman diantaranya adalah RAPD (Williams et al. 1990), ISSR (Zietkiewicz et al. 1994) dan AFLP (Vos et al. 1995)

Kerangka Pemikiran

Untuk melakukan pemuliaan pada tanaman nenas yang memiliki kedudukan daun tegak dan diameter tajuk yang sempit, maka diperlukan sumber keragaman genetik terutama untuk karakter-karakter tersebut. Karakter kedudukan daun tegak dan diameter tanaman sempit pada nenas PK IPB secara genetik belum tersedia, sehingga perlu dibentuk populasi dasar yang memiliki keragaman pada karakter-karakter tersebut dengan mempertahankan karakter-karakter baik yang sudah ada.

Salah satu alternatif untuk meningkatkan keragaman genetik adalah melalui pemuliaan mutasi dengan pemberian mutagen sinar gamma, sehingga dapat diperoleh mutan baru yang telah mengalami perubahan morfologi dan genetik dalam waktu yang relatif singkat, selain itu teknik induksi mutasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif lebih efektif karena dapat mengubah satu atau beberapa karakter tanpa mengubah karakteristik asalnya.

Nenas PK dengan kedudukan daun tegak

Tersedia populasi dasar dengan keragaman tinggi pada karakter kedudukan daun

Tunas adventif mutan solid yang telah mengalami perubahan pada karakter morfologi termasuk bentuk tunas, daun dan kedudukan daun

Iradiasi sinar γ pada kultur kalus in vitro Klon harapan PK IPB,

memiliki kualitas buah yang baik, namun perlu diperbaiki pola struktur kedudukan daunnya

Peningkatan keragaman

Efektif Analisis keragaman

genetik berdasarkan penanda morfologi dan marka molekular ISSR


(13)

Mutan solid dapat diperoleh secara langsung jika bagian yang diiradiasi berupa kalus dan keragaman genetik yang diperoleh dievaluasi pada tingkat morfologi dan molekuler dengan penanda ISSR (Inter Simple Sequence Repeat). Mutan-mutan yang dihasilkan selanjutnya diseleksi untuk mendapatkan mutan unggul yang secara genetik memiliki karakter morfologi struktur kedudukan daun tegak dan diameter tajuk yang lebih sempit daripada kultivar asalnya. Skema kerangka pemikiran penelitian tersaji dalam Gambar 1.

Tujuan Penelitian

1. Meningkatkan keragaman genetik tanaman nenas dengan menggunakan mutagen sinar gamma untuk mendapatkan karakter tanaman dengan kedudukan daun yang tegak dan diameter tajuk sempit.

2. Mendapatkan informasi mengenai keragaman genetik hasil radiasi melalui analisis morfologi dan analisis molekular ISSR.

3. Mendapatkan calon mutan nenas klon PK IPB yang memiliki struktur tanaman dengan kedudukan daun tegak dan diameter tajuk sempit.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Tanaman Nenas

Nenas termasuk tanaman herbaceous dari klas monokotil yang bersifat perenial. Kultivar nenas dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu Cayenne, Queen, Spanish, Pernambuco (Abacaxi) dan Perolera (Maipure) (Petty et al. 2002). Kultivar yang banyak ditanam di Indonesis adalah Cayenne dan Queen. Tergantung pada varietasnya tanaman nenas dewasa dapat mencapai ketinggian 100-200 cm, dengan diameter tajuk 100 cm – 200 cm. Struktur utama morfologi dibedakan menjadi batang, daun, tangkai buah, buah majemuk atau sinkarp, mahkota, tunas, dan akar (Leal & Coppens 1996). Bagian tanaman nenas yang dapat digunakan untuk perbanyakan yaitu mahkota, shoots, suckers, dan slips (Bartholomew et al. 2003).

Daun nenas berbentuk pedang dengan panjang 1 m atau lebih, lebar 5-8 cm, pinggiran berduri atau hampir rata, berujung lancip. Daun menempel secara spiral pada batang dengan jarak yang rapat sehingga membentuk roset. Daun nenas mengandung serat 2-3% yang dapat digunakan untuk tekstil (Leal & Coppens 1996). Jumlah daun yang terbentuk dapat mencapai 70-80 helai (Collins 1960). Permukaan atas daun licin seperti lilin, berwarna hijau terang atau coklat kemerahan, permukaan bawahnya terdapat garis-garis linier berwarna putih keperakan, mudah lepas dari epidermis yang berwarna hijau terang. Stomata tersusun dalam garis putus-putus. Stomata berada di bagian sisi dan bawah permukaan daun diantara garis-garis linier (Collins 1960).

Batang nenas terdiri dari ruas dan buku. Ruasnya pendek berkisar antara 1-10 cm, ruas yang panjang berada pada bagian tengah batang, yaitu batang yang

pertumbuhannya paling cepat. Buku nenas dapat dilihat melalui daun yang dekat batang. Menghasilkan tunas ketiak setiap buku. Tunas ketiak ini dapat menghasilkan tunas dasar buah atau tunas anakan (Wee & Thongtham 1997;

Nakasone & Paull 1998). Batang nenas berbentuk ganda dengan panjang 25-50 cm dan lebar 2-5 cm pada bagian dasar dan 5-8 cm pada bagian atas.

Perakaran nenas dikelompokkan menjadi akar primer, sekunder, dan akar adventif. Akar primer berasal dari biji sebagai akar tunggang, pada pertumbuhan


(15)

bibit selanjutnya akar ini hilang dan berganti dengan akar adventif. Pada akar adventif selanjutnya bercabang menjadi akar sekunder yang dapat berupa rambut akar, epidermis, exodermis, korteks bagian luar dan dalam, endodermis, perisikel, floem, xylem, dan sel-sel empulur. Tanaman nenas hanya mempunyai sistem perakaran serabut yang sebarannya ke arah horizontal dan vertikal mencapai ukuran radius 50 cm (Collins 1960; Nakasone & Paull 1998).

Nenas mempunyai tangkai buah yang berkembang dari perpanjangan meristem apikal yang kemudian berdifferensiasi dan membentuk buah. Mahkota merupakan kelanjutan dari sel-sel meristem pada batang. Pertumbuhannya sejalan dengan perkembangan buah dan ketika buah matang mahkota menjadi dorman. Rangkaian bunga dan buah tanaman nenas terdapat pada meristem apikal batang. Bunganya hermaprodit berjumlah 100-200 masing-masing berkedudukan di

ketiak daun dan letak bunga dalam bentuk spiral. Bunga nenas termasuk bunga sempurna artinya dalam satu bunga terdapat benangsari dan putik.

Penyerbukannya bersifat self incompatible atau cross pollinated (Bartholomew et al. 2003).

Buah nenas merupakan buah multiple partenokarpi atau sinkarp yang terbentuk dari penebalan poros bunga dan peleburan masing-masing bunga (Wee & Thongtham 1997). Perkembangan fruitlet telah lengkap bersamaan dengan munculnya mahkota buah, selanjutnya buah dan mahkota terus berkembang sampai buah matang. Buah matang sekitar 4 bulan sejak munculnya mahkota atau 6-7 bulan dari inisiasi bunga (Nakasone & Paull 1999).

Inisiasi inflorescence secara alami dapat lebih cepat dengan adanya suhu rendah pada malam hari dan pengurangan jam penyinaran, namun inisiasi dapat diinduksi secara buatan dengan menggunakan etilen atau ethepon (Kuan et al. 2005). Fase generatif terbagi dalam 5 tahap yaitu (1) awal induksi, yaitu inflorenscence tersembunyi membentuk roset daun, (2) red hearth yaitu tahap antara munculnya inflorescence, (3) anthesis, (4) tahap pertumbuhan buah, dan (5) tahap pematangan buah (Coppens d’Eeckenbrugge et al. 2001). Inflorescence kompak mengandung 100-200 bunga hermaprodit. Antesis terjadi 2-4 minggu, dan setiap bunga mekar selama 1-2 hari (Ploetz et al. 1996).


(16)

Bakal biji dan serbuk sari berfungsi normal tetapi tidak kompatibel menyerbuk sendiri (self incompatible) sehingga tidak menghasilkan biji atau biji yang terbentuk tidak normal (Nakasone & Paull 1999). Self incompatible ini disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan serbuk sari pada 1/3 bagian atas dari tangkai putik (Brewbaker dan Gorrez 1967 diacu dalam Nakasone & Paull 1999).

Nenas yang ditanam di dataran rendah ukurannya lebih besar, lebih manis dan lebih berair (Wee &Thongtham 1997). Rasio gula:asam sangat bervariasi tergnatung pada kultivar, kondisi pertumbuhan tanaman dan umur panen (Nakasone & Paull, 1999). Wee & Thongtham (1997) menyatakan rasio gula:asam = 16:1 adalah ideal untuk proses pengalengan.

Pemuliaan Tanaman Nenas

Pemuliaan nenas pada umumnya diarahkan untuk mendapatkan tanaman nenas yang mempunyai pertumbuhan cepat, daun pendek tidak berduri, tangkai buah pendek dan kuat, berdaya hasil tinggi, sistem perakaran baik, bentuk buah silindris, kemasakan seragam, daging buah berwarna lebih kuning, kandungan asam oksalat dan bromelian buah rendah, memenuhi standar untuk buah segar dan olahan serta tahan terhadap hama dan penyakit (Collins 1960), dan memiliki karakter morfologi dengan struktur kedudukan daun yang tegak.

Perbaikan genotipe tanaman pada dasarnya bergantung pada tersedianya suatu populasi yang individunya memiliki susunan genetis berbeda dan keefektifan seleksi terhadap populasi tersebut. Keragaman genetik suatu populasi dapat diketahui dengan mengevaluasi beberapa sifat pertumbuhan dan hasil. Keragaman genetik yang luas dari suatu karakter yang akan diperbaiki, akan memberikan peluang yang baik dalam proses seleksi. Apabila suatu sifat mempunyai keragaman genetik luas, maka seleksi akan dapat dilaksanakan pada populasi tersebut, dan apabila nilai keragaman genetik sempit, maka kegiatan seleksi tidak dapat dilaksanakan karena individu dalam populasi relatif seragam sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbesar keragaman genetik (Poespodarsono 1988).

Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik secara konvensional adalah dengan melalui persilangan, namun menghadapi beberapa permasalahan


(17)

diantaranya fertilitas dalam Ananas comosus termasuk rendah ditunjukkan oleh rendahnya persentase ovule yang menghasilkan biji setelah persilangan yaitu berkisar 5% - 29% (Leal & Coppens 1996), terjadinya segregasi pada F1 dan biasanya pada tanaman menyerbuk silang hibridisasi dilakukan untuk menghasilkan tanaman inbreeding atau menguji potensi sesuatu atau beberapa tetua (Poespodarsono 1988), keragaman genetik di alam untuk karakter tanaman kedudukan daun tegak ini belum tersedia.

Tujuan pemuliaan nenas adalah untuk mendapatkan varietas tanaman nenas yang unggul, baik sebagai buah segar maupun nenas olahan juga karakter morfologi dengan mengubah struktur daunnya. Untuk buah segar diharapkan mempunyai karakter antara lain: mahkota buah kecil, warna kulit seragam dan berwarna cerah, ukuran buah kecil sampai sedang, bentuk buah tidak memanjang, mata buah datar dan warna daging buah kuning sampai kuning emas. Kriteria lain seperti tekstur, kadar asam dan gula, aroma dan buah tidak berbiji serta kandungan askorbat juga penting. Sedangkan untuk tujuan nenas olahan selain berproduksi tinggi, juga harus memenuhi kriteria yaitu tangkai buah kuat, bentuk buah silindris, mata buah datar dan dangkal, permukaan buah keras, empulur dan serat kurang kurang serta mempunyai kandungan asam dan gula tertentu serta aroma menarik dan buah tidak berbiji (Leal & Coppens 1996).

Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas nenas salah satu caranya adalah dengan meningkatkan populasi tanaman di lapangan, namun tanaman

nenas yang memiliki diameter tajuk sekitar 100 cm dengan daun berukuran 100 cm atau lebih, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemuliaan dengan

mengubah karakter morfologi tanaman tersebut agar diperoleh tanaman dengan struktur tunas yang memiliki kedudukan daun tegak, sehingga jarak tanam dapat dirapatkan.

Kultur In Vitro pada Nenas

Sistem regenerasi tanaman yang efisien sangat diperlukan untuk menunjang

program pemuliaan tanaman melalui kultur in vitro seperti rekayasa genetik, variasi somaklonal, dan induksi mutasi (Litz & Gray 1992). Teknik kultur jaringan pada nenas telah banyak dilakukan (Vesco et al.


(18)

2001; Barboza et al. 2004; Hamad & Taha 2008). Ada beberapa metode regenerasi yaitu organogenesis langsung (direct organogenesis), organogenesis tidak langsung (indirect organogenesis) dan embriogenesis somatik (somatic embryogenesis). Pada kultur in vitro kesesuaian media dan pemilihan eksplan merupakan hal penting untuk menghasilkan plantlet (Hartmann et al. 1997).

Organogenesis langsung adalah proses pembentukan tunas adventif langsung dari eksplan. Tunas adventif yang dihasilkan berstruktur unipolar dan jaringan tersebut masih terkait dengan jaringan asalnya. Organogenesis in vitro bergantung pada fitohormon eksogen, seperti auksin dan sitokinin dan juga kemampuan jaringan merespon fitohormon selama kultur (Sugiyama 1999). Pada beberapa species tanaman, tunas adventif diinduksi dengan konsentrasi sitokinin yang tinggi dibandingkan auksin (Phillips et al. 1995; Sugiyama 1999).

Organogenesis tidak langsung adalah proses pembentukan tunas adventif melalui pembentukan kalus terlebih dahulu. Tunas adventif atau embriosomatik dapat dibentuk dari kalus jika konsentrasi zat pengatur tumbuh khususnya auksin rendah. Kalus dapat diperoleh dari species tanaman, akan tetapi tidak semua kalus dari species tanaman dapat diregenerasikan menjadi plantlet bergantung dari sifat totipotensinya (Yeoman 1986).

Pada eksplan yang ditransfer ke dalam media dengan konsentrasi auksin yang tinggi seperti 2,4-D akan menjadi friable (remah) dan berproliferasi lebih cepat. Pertumbuhan kalus friable yang ditempatkan pada media cair dan digojok akan membentuk suspensi sel (Yeoman 1986). Kalus embriogenik dapat diinduksi dengan adanya 2,4-D pada basal medium (Phillips et al. 1995).

Beberapa penulis melaporkan prosedur mikropropagasi nenas dan menggunakan BAP untuk mendapatkan laju differensiasi yang tinggi. BAP secara nyata dapat mempengaruhi rata-rata jumlah tunas, panjang dan bobot tunas, namun tidak berpengaruh terhadap panjang dan bobot per eksplan (Hamad & Taha 2008).

Pada nenas kultivar Queen, induksi kalus nodular berasal dari eksplan mata tunas yang diambil dari crown yang ditanam pada medium Murashige & Skoog (MS) yang dilengkapi dengan 1.5 mg L-1 NAA dan 1.0 mg L-1 kinetin atau hanya 2.0 mg L-1 2,4-D atau 1,5 mg L-1 2,4-D dan 1.0 mg L-1 NAA, sedangkan


(19)

regenerasi tanaman dari nodul kalus dilakukan pada media MS dengan penambahan 1.5 mg L-1 kinetin dan 0.5 mg L-1 NAA (Akbar et al. 2003).

Hasil penelitian Rosmaina (2007) menunjukkan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh BA pada eksplan pangkal batang plantlet nenas kultivar Smooth Cayenne dapat menghasilkan laju multiplikasi, keberhasilan pengakaran dan persen plantlet hidup pada saat aklimatisasi yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan TDZ. Penggunaan 4.44 µM BAP menghasilkan tanaman regeneran dengan pertumbuhan vegetatif dan kualitas buah lebih baik dan seragam dibanding tanaman dari tempat asal (Nursandi 2006).

Induksi Mutasi pada Kultur In Vitro

Mutasi adalah perubahan genetik baik gen tunggal, sejumlah gen ataupun susunan kromosom (Poespodarsono 1988). Secara luas mutasi menghasilkan segala macam tipe perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diturunkan, termasuk keragaman kromosom maupun mutasi gen (Crowder 1990; Hartana 1992). Teknik kultur in vitro sangat potensial dalam menginduksi mutan, keragaman somaklonal yang terjadi melalui kultur kalus dapat digunakan untuk program pemuliaan. Penggunaan mutagen dalam kultur in vitro memegang peranan penting dalam meningkatkan keragaman genetik (Samad et al. 1998).

Predieri et al. (1997) melaporkan bahwa iradiasi sinar gamma dapat mengubah karakter morfologi dan agronomi tanaman pear seperti mengurangi ukuran tanaman, mempercepat panen, perubahan warna, dan kulit buah. Selanjutnya dikatakan, bahwa iradiasi sinar gamma dapat meningkatkan frekuensi varian tanaman pear sebesar 2.75%. Iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan morfologi, fisiologi, dan mutasi pada manggis (Qosim et al. 2007). Perubahan morfologi regeneran mutan dapat diamati dengan adanya perubahan ukuran regeneran dan bentuk daun (Lee et al. 2002). Iradiasi sinar gamma sering digunakan dalam usaha pemuliaan tanaman karena dapat meningkatkan keragaman, sehingga dapat menghasilkan mutan baru (Wattimena et al. 1992).

Kultur sel somatik yang berasal dari batang, daun, organ bunga atau jaringan mersitematik dapat digunakan sebagai sumber keragaman genetik (Sleper & Poehlman 2006) yang dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung


(20)

untuk pemuliaan tanaman dan keragaman genetik yang berasal dari kultur in vitro disebut variasi somaklonal (Jain 2000 diacu dalam Sheidai et al. 2008).

Ada tiga cara untuk mendapatkan variasi somaklonal yaitu regenerasi langsung maupun tidak langsung, kultur sel dan kultur protoplas. Variasi genetik dapat ditingkatkan dengan pemberian mutagen pada eksplan baik secara fisik (radiasi) maupun kimia (Wattimena & Mattjik 1992). Pada dasarnya prinsip pemberian radiasi pada teknik kultur in vitro adalah memberikan dosis radiasi pada bagian tanaman yang ditempatkan di dalam suatu kondisi yang aseptik dan dalam keadaan pertumbuhan optimal. Bagian tanaman tersebut ditanam dalam suatu medium yang dilengkapi dengan unsur-unsur hara mikro dan makro yang esensial bagi tanaman, gula, vitamin, dan zat pengatur tumbuh dengan kondisi lingkungan yang terkendali.

Penggunaan induksi mutasi dengan kultur jaringan pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif sangat efektif dalam mengurangi pembentukan kimera dan mempercepat seleksi karakter yang diharapkan (Maluszynski et al. 1995), selain itu dapat meningkatkan keragaman suatu tanaman dan mutan baru akan didapatkan dalam waktu yang relatif singkat dan dapat mengubah satu atau beberapa karakter tanpa mengubah karakteristik asalnya (Nagatomi 1996).

Bahan yang sering digunakan di dalam teknik radiasi secara in vitro adalah berupa tunas, mata tunas atau pucuk, dan kalus yang merupakan sekelompok sel yang belum mengalami diferensiasi. Penggunaan kalus di dalam teknik kultur jaringan pada saat sekarang masih ditemui kesulitan dalam meregenerasikan menjadi tanaman lengkap. Penggunaan kalus tersebut dapat meningkatkan keragaman somaklonal (Van Harten 1998) dan tanaman yang berasal dari sel-sel tunggal secara in vitro ini akan diperoleh mutan solid dan dapat menghindari terjadinya kimera (Zhen 1998).

Induksi mutasi dapat meningkatkan keragaman suatu tanaman dan mutan baru dapat diperoleh dalam waktu yang relatif singkat serta dapat memperbaiki karakter agronomi penting tanaman buah-buahan seperti ukuran tanaman, waktu pemasakan, perubahan warna buah dan self compatibilty (Donini 1982) dan telah dilakukan pada apel, pear, pisang dan anggur (Broertjes & Van Harten 1988),


(21)

et al. 2004), Garcinia mangostana (Qosim et al. 2006), Citrus sinensis (Ling et al.

2008), serta tanaman lainnya yang diperbanyak secara vegetatif seperti Allium sativum (Selvaraj et al. 2001), Rosa sinensis (Nomomura et al. 2001), dan

Saccharum officinarum untuk ketahanan terhadap penyakit red rot (Ali et al. 2007), serta toleran kadar garam tinggi (Gandonou et al. 2005; Patade et al. 2008).

Bila dibandingkan dengan metode pemuliaan mutasi in vivo, metode in vitro, waktu yang diperlukan dari mulai eksplan diberi perlakuan mutagen

sampai pelepasan klon mutan relatif lebih cepat. Pada tahun pertama diperoleh keragaman genetik diantara tanaman mutan, sedangkan tahun kedua sampai ketujuh uji kestabilan genetik tanaman termutasi dan tahun kedelapan dapat melepas klon mutan. Keuntungan metode in vitro, isolasi jaringan termutasi akan lebih mudah dilakukan dengan cara multiplikasi (Donini et al. 1990).

Mutagen Sinar Gamma

Mutagen dapat dikelompokkan menjadi mutagen fisik dan kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar ultraviolet dan beberapa tipe radiasi pengion, seperti sinar X, sinar gamma, partikel alfa, partikel beta, proton dan neutron (Sleper & Poehlman 2006). Masing-masing mutagen fisik mempunyai ionisasi yang berbeda. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar gamma yang mempunyai panjang gelombang pendek (10 – 0.01 nm). Sumber utama sinar gamma adalah isotop Cobalt-60 (60Co) dan Caesium-137 (137Cs).

Penggunaan mutagen fisik sangat dianjurkan karena mudah diaplikasikan, penetrasi dan reprodusibilitas dan frekuensinya tinggi (Broertjes & van Harten, 1988), sedangkan mutagen kimia penetrasinya sangat rendah dan bersifat toksik (Sleper & Poehlman 2006). Penggunaan mutagen radiasi untuk menginduksi mutan sudah banyak dilakukan oleh para pemulia tanaman di seluruh dunia. Salah satu aplikasinya pada tanaman buah-buahan dilakukan untuk memperoleh keragaman bentuk serta mendapatkan tanaman baru yang lebih unggul.

Radiasi merupakan penyinaran dengan sinar radioaktif, yang mempunyai kemampuan menghasilkan radiasi pengion. Radiasi pengion adalah radiasi dengan energi tinggi yang dapat mengadakan reaksi dengan objek yang dikenal radiasi dengan cara pengionan, termasuk didalamnya adalah sinar gamma. Van Harten


(22)

(1998) menyatakan bahwa sinar gamma adalah radiasi elektromagnetik dan mempunyai energi yang cukup tinggi untuk mengionisasi atom-atom dari molekul yang disinari tersebut, gelombang elektromagnetik ini mempunyai spektrum berkelanjutan.

Sinar gamma dapat menghasilkan radiasi pengion yang mampu mengionisasi materi yang dilewatinya. Jika ionisasi terjadi pada atau di dekat kromosom dapat menyebabkan terputusnya ikatan kimia, dan dapat menyebabkan perubahan di dalam inti sel, termasuk perubahan struktur dari gen, delesi gen, atau sekuen-sekuen DNA, chromosomal rearrangement, peningkatan atau penurunan frekuensi kiasmata, patahnya sentromer, kehilangan atau penambahan kromosom, kerusakan benang spindel dan sebagainya. Adanya kerusakan pada tingkat molekuler inilah yag menyebabkan munculnya keragaman pada tanamna yang diirdaiasi namun pada keadaan tertentu kerusakan dapat diperbaiki selama siklus hidupnya, hal ini disebut sebagai kerusakan fisisologi (Van Harten 1998).

Sinar gamma ditemukan pada tahun 1990 oleh P. Villard, setelah penemuan partikel α dan ß. Sinar gamma biasanya diperoleh dari radioisotop 137Cs dan 60Co. Cobalt 60 mempunyai dua macam energi radiasi yaitu 1.33 dan 1.17 MeV, dengan masa paruh 5.3 tahun sedangkan Cesium 137 dalah jenis mono energi dengan 0.66 MeV dan waktu paruh 33 tahun (Van Harten 1998). Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki tipe energi radiasi tinggi di atas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat kedalam jaringan dan mampu mengionisasi molekul yang dilewatinya, Iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan terjadinya perubahan formasi atau struktur kromosom dan gen.

Dosis iradiasi yang diberikan untuk mendapatkan mutan tergantung pada jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, kekerasan, dan bahan yang akan dimutasi (Soerdjono, 2003). Dosis optimum mutagen sinar gamma untuk induksi mutasi secara in vitro pada nenas belum banyak diketahui. Keberhasilan program pemuliaan mutasi sangat bergantung pada pemilihan mutagen (fisik atau kimia), metode aplikasi (akut atau kronik), dosis yang optimum, tahap perkembangan fisiologi materi tanaman (dorman atau pertumbuhan), bagian tanaman atau jaringan yang diperlukan (mata tunas, setek, jaringan, nucelus, zigot atau embrio)


(23)

dan teknik penanganan materi yang diradiasi dan seleksi pada generasi selanjutnya (Donini et al. 1990).

Penanda Morfologi

Keragaman genetik dapat dianalisis secara morfologi, kandungan protein dalam benih, isozim maupun marka molekular (Dongre et al. 2007). Keragaman morfologi dilakukan dengan menggunakan data hasil pengamatan atau pengukuran karakter morfologi tertentu (Falconer, 1970). Analisis keragaman genetik menggunakan penanda morfologi sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, memperlihatkan penurunan sifat dominan-resesif, dan memiliki tingkat keragaman atau polimorfisme yang rendah (Asiedu et al.1989).

Terdapat beberapa karakter vegetatif yang dapat dijadikan kriteria seleksi tidak langsung berhubungan dengan bobot buah, yaitu tinggi tanaman, diameter tajuk, jumlah daun, dan panjang daun sedangkan karakter tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun berkorelasi positif terhadap bobot buah serta karakter duduk daun terbuka dan karakter duri pada daun berhubungan dengan karakter tebal daging buah (Nasution 2008).

Penanda Molekuler ISSR

Variasi somaklonal dapat dievaluasi sedini mungkin. Evaluasi bisa dilakukan pada plantlet dalam botol, saat aklimatisasi di rumah kaca atau di lapangan pada fase vegetatif dan generatif. Identifikasi dengan menggunakan karakter morfologi mudah dilakukan dan biayanya murah, namun sering dipengaruhi oleh lingkungan dan tahap perkembangan tanaman. Jika pengaruh lingkungan sangat besar terhadap induksi keragaman maka penilaian keragaman berdasarkan data karakter morfologi tidak mencerminkan tingkat keragaman genetik yang sebenarnya (Yee et al. 1999).

Marka molekular telah digunakan untuk karakterisasi plasma nutfah, penanda genetik, analisis genetik dan pemuliaan molekular. Marker ini juga digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya variasi somaklonal pada tahap awal perkembangan yang dianggap sangat berguna untuk memastikan kualitas tanaman hasil kultur jaringan, produksi tanaman transgenik dan mengenal


(24)

suatu varian (Soniya et al. 2001) dan lebih efisien karena reliable dan polimorfisme (Wu et al. 1993 diacu dalam Dongre et al. 2007).

ISSR (Inter Simple Sequence Repeat) merupakan markar yang banyak digunakan dan lebih konsisten untuk menganalisis keragaman genetik serta dapat menunjukkan keterkaitan antara fragmen polimorfik yang teramplifikasi dengan karakter morfologi atau karakter agronomi lainya (Dongre et al. 2002). ISSR/SSRs dikenal juga dengan istilah microsatelite yaitu berupa pengulangan mono, di, atau trinucleotida yang biasanya terdiri atas 4 - 10 unit pengulangan, membentang pada utas DNA. Susunan basa yang demikian merupakan karakteristik dari nuklear genom dan bervariasi antar spesies atau populasi.

Pada ISSR pendeteksian genetik polymorphisme tanpa perlu lebih dahulu mengetahui susunan basa (sequence) dari genomik tanaman diantara susunan basa yang berulang, asal susunan basa berulang tersebut mewakili secara luas dan menyebar di seluruh genom. Pada dasarnya ISSR dapat menginisiasi bagian tertentu utas DNA pada daerah dekat diantara pengulangan mikrosatelit menggunakan primer berjangkar pada posisi 5` atau ‘3 di awal/akhir primer dengan 2 sampai 4 tambahan basa tidak berulang (Zietkiewicz at el. 1994).

Penggunaan marka molekular ISSR telah banyak digunakan untuk mempelajari keragaman genetik pada Arachis hypogaea (Raina et al. 2001), Gossypium spp. (Dongre et al. 2002), Rhodiola chrysanthemifolia (Crassulaceae)

(Xia et al. 2007), Zinnia elegans (Ye et al. 2008), Pelargonium reniforme (De Wet et al. 2008), Vicia faba L. (Terzopoulos & Bebeli 2008), Dianthus (Fu

et al. 2008), dan Amorphophallus albus (Jianbin et al. 2008).

Marka molekular ISSR dilaporkan dapat mengatasi keterbatasan penanda molekular yang lain (Reddy et al. 2002 diacu dalam Terzopoulos 2008), dan menguntungkan bila digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan antar kultivar, selain itu ISSR lebih polymorphisme daripada RAPD (Pharmawati et al. 2004).


(25)

BAHAN DAN METODE

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan adalah klon nenas harapan PK IPB yang memiliki karakter kandungan air pada buah rendah, warna buah kuning merata, warna buah matang merata, ukuran buah besar, dan mata datar (Gambar 2A), karakter morfologi kedudukan daun terkulai, daun yang panjang (82-102 cm), serta diameter tajuk yang lebar (85-92 cm) sehingga memerlukan jarak tanam di lapangan yang luas (Gambar 2B). Dalam penelitian ini digunakan plantlet nenas in vitro (Gambar 2C) koleksi PKBT IPB dan digunakan sebagai bahan untuk perbanyakan kalus.

[A] [B] [C] Gambar 2. [A] Deskripsi tanaman klon PK di lapangan; [B] Karakteristik buah

nenas klon PK; [C] Plantlet in vitro nenas klon PK

Inisiasi kalus dilakukan dengan menggunakan nodul sebagai bahan eksplan yang terbentuk pada bagian dasar dari plantlet nenas in vitro setelah tiga kali subkultur, kemudian ditumbuhkan dalam media inisiasi kalus dengan

pemberian 1 mg L-1 BAP + 0.05 mg L-1 2,4-D. Setiap botol diisi sebanyak 4 nodul. Perbanyakan kalus dilakukan selama enam bulan sampai menghasilkan

kalus sebanyak 700 buah kalus.

Metode Penelitian

Penelitian untuk induksi keragaman genetik ini terdiri dari tiga kegiatan percobaan yaitu : (1) Induksi mutasi dengan mutagen sinar gamma pada kultur kalus nenas in vitro; (2) Kemampuan regenerasi tunas mutan pada tahap


(26)

multiplikasi dan pembesaran secara in vitro; (3) Analisis keragaman genetik mutan berdasarkan penanda morfologi dan penanda molekular ISSR. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Induksi Keragaman Genetik Nenas dengan Mutagen Sinar Gamma

Pengujian Kemampuan Regenerasi Tunas Mutan dalam Media

Multiplikasi & Pembesaran

Iradiasi Sinar Gamma (0;15;25 dan 35 Gy)

Inisiasi dan Perbanyakan Kalus

Regenerasi Kalus dalam Media Induksi Tunas

a. Persentase kalus hijau

b. Persentase kalus bertunas

c. Jumlah bakal

tunas

Pengamatan

Regenerasi Tunas dalam Media Multiplikasi dan

MS0 Pengamatan

a. Jumlah tunas

b. Jumlah daun

Analisis Keragaman Pengamatan secara

Morfologi

Marka molekular ISSR

a. Jumlah daun

b. Ketinggian

tunas

c. Kedudukan

daun

d. Warna daun

e. Diameter

tajuk

Pengamatan

Jumlah dan pola pita hasil amplifikasi

Pengamatan

Diperoleh mutan klon PK IPB yang telah mengalami perubahan secara genetik dengan karakter struktur kedudukan daun tegak, diameter tajuk lebih rendah daripada tanaman asalnya


(27)

1. Induksi Mutasi dengan Mutagen Sinar Gamma pada Kultur Kalus Nenas in vitro

Perlakuan iradiasi sinar gamma dilaksanakan di Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta pada bulan April 2009, sedangkan percobaan kultur jaringan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB.

Kalus embriogenik hasil biakan in vitro berumur 6 minggu dalam media induksi kalus, kemudian diiradiasi dengan sinar gamma pada iradiator Gamma Chamber 4000 A (sumber 60Co) dengan dosis 0 Gy, 15 Gy, 25 Gy, dan 35 Gy. Laju dosis 0.96481 kgray/jam (96.481 krad/jam) pada bulan Januari 2009.

Kalus yang sudah diradiasi kemudian diregenerasikan dalam media

induksi tunas yaitu media MS dengan penambahan 1.5 mg L-1 kinetin dan 0.5 mg L-1 NAA (Akbar et al. 2003). Perbedaan dosis iradiasi sinar gamma

dijadikan perlakuan dan diulang sebanyak 40 kali (botol kultur), masing-masing botol kultur terdiri dari empat buah potongan kalus.

Parameter yang diamati, terdiri dari : a) Persentase kalus berwarna hijau (%), b) Persentase kalus membentuk tunas (%), c). Jumlah bakal tunas (buah). Tunas yang terbentuk dalam tahap ini berukuran sangat kecil, sehingga dilakukan subkultur ke dalam media pembesaran (media MS tanpa pemberian zat pengatur tumbuh).

Percobaan ditata dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada saat kalus diregenerasikan menjadi tunas. Dosis iradiasi sinar gamma (0; 15; 25 dan 35 Gy) digunakan sebagai perlakuan. Setiap unit percobaan diulang 40 kali. Model linier satu faktor dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah :

Yijk = µ + i + εij

Dimana : Yijk = pengamatan pada perlakuan kultivar ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

i = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Perbedaan setiap perlakuan dianalisis dengan menggunakan uji F pada taraf 5%, jika terdapat perbedaan nyata antar perlakuan maka dilakukan uji


(28)

lanjutan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (UJGD) pada taraf 5%, dengan menggunakan program SAS Release 6.12 (SAS Inst. 2002) dan dilakukan uji keragaman fenotipik dari masing-masing perlakuan dosis iradiasi.

2. Kemampuan Regenerasi Tunas Mutan pada Tahap Multiplikasi dan Pembesaran secara In Vitro

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor selama 4 bulan.

Tunas-tunas yang telah mengalami pembesaran dalam media MS0 pada kegiatan sebalumnya, kemudian disubkultur kedalam media MS dengan penambahan 1 mg L-1 BAP (Nursandi 2006) untuk pengujian kemampuan multiplikasi dari tunas-tunas mutan selama 8 MST. Tunas-tunas yang terbentuk dalam media multiplikasi kemudian disubkultur kedalam media MS tanpa pemberian zat pengatur tumbuh untuk pemanjangan dan pembesaran tunas selama 8 MST. Parameter yang diamati terdiri dari : a) jumlah tunas dan b) jumlah daun.

Rancangan percobaan yang digunakan adalan Rancangan Acak Lengkap. Dosis iradiasi sinar gamma (0; 15; 25 dan 35 Gy) digunakan sebagai perlakuan. Setiap unit percobaan diulang 10 kali. Model linier satu faktor dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006).

Perbedaan setiap perlakuan dianalisis dengan menggunakan uji F pada taraf 5%, jika terdapat perbedaan nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan Uji Jarak Dunnet pada taraf 5%, dengan menggunakan program SAS Release 6.12 (SAS Inst. 2002).

3. Analisis Keragaman Genetik Mutan Berdasarkan Penanda Morfologi dan Penanda Molekular ISSR

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Molekular Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor selama 4 bulan.

Tunas-tunas yang telah mengalami pembesaran dalam media MS0 setelah tahap multiplikasi, selanjutnya dilakukan subkultur setiap 4 minggu sebanyak dua kali pada MS0. Pengamatan dilakukan terhadap karakter morfologi (jumlah daun, bentuk daun, tinggi tunas, kedudukan daun, diameter tajuk, dan warna daun).


(29)

Analisis keragaman genetik mutan terseleksi dalam MS0 dengan menggunakan penanda molekuler ISSR, dilakukan dengan menganalisis DNA

dari mutan-mutan terseleksi yang memiliki penampilan karakter tertentu yang mewakili populasi mutan. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Molekular Pusat Kajian Buah Tropika IPB selama dua bulan dengan tahapan sebagai berikut: Pengambilan Sampel Daun. Sampel daun diambil dari setiap botol kultur yang telah terseleksi unggul (kalus embriogenik yang aktif berkembang dalam media).

Isolasi DNA Total. Daun sebanyak 200 mg dimasukkan ke dalam mortar

yang berisi 10 ml penyangga lisis ( 100 mM Tris-HCl pH 8.2% (m/v) CTAB, 1.4 M NaCl, 20 mM EDTA, dan 0.2 % ß mercaptoethanol ditambahkan pada saat

akan diisolasi) dan 0.07 g pasir kuarsa, selanjutnya digerus sampai halus. Cairan/serbuk daun dipindahkan ke dalam tabung 15 ml dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 30 menit. Suspensi DNA diambil dengan melakukan sentrifuse pada 11000 rpm selama 10 menit, dilanjutkan dengan ekstraksi 1 volume chloroform : isoamil alkohol (24:1). DNA di dalam suspensi dipresipitasi dengan menambahkan 0.1 volume sodium asetat 3M pH 5.2 dan 0.8 volume isopropanol.

Endapan DNA yang dihasilkan melalui sentrifuse 11000 rpm selama 10 menit, dicuci dengan etanol 70%, dikeringkan, dan DNA disuspensi dalam

500 μl larutan TE 1X. Suspensi DNA diektraksi berturut-turut dengan fenol, kemudian dengan 1 volume kloroform : isoamil alkohol (24:1). Tahapan berikut adalah presipitasi sampai tahap mensuspensi DNA yang prosedurnya sama dengan langkah sebelumnya.

Amplifikasi ISSR dengan PCR. Untuk amplifikasi ISSR, total campuran yang digunakan adalah sebanyak 12.5 μl terdiri dari 30 - 100 ng genomic DNA, 0.5 μl primer, 1x PCR buffer, 0,2 mM dNTPs, 1,5 mM MgCl2, and 0,5 Unit rTaq polymerase. Diusahakan pencampuran larutan homogen dan kegiatan dilakukan pada kondisi dingin (diatas es). Amplifikasi dilakukan menggunakan thermocycle dengan tahapan program sebagai berikut: Denaturasi awal pada kondisi 94ºC selama 2 menit, dilanjutkan dengan 35 putaran yang terdiri dari denaturasi pada 94ºC selama 30 detik, amplifikasi 52ºC selama 45 detik, dan extension pada 72ºC of 2 menit. Setelah selesai 35 putaran selanjutnya diakhiri dengan final extension


(30)

pada 72ºC selama 7 menit. Hasil dari reaksi kemudian dielektroforesis pada agarose gel pada konsentrasi 1,5%. Gel kemudian diwarnai dengan Ethidium bromide dan diamati di bawah UV transiluminator untuk melihat pola pita yang dihasilkan. Primer ISSR yang digunakan sebanyak 19 buah, kemudian diseleksi dan hanya 5 primer menunjukkan tingkat polimorfisme yang tinggi (Tabel 1).

Tabel 1 Susunan nukleotida, kandungan G/C dari 19 primer berulang ISSR yang digunakan untuk seleksi primer

No. Primer Susunan oligonukleotida 5’ ---3’ TM

(oC)

1 PKBT 1 ACACACACACACACACTG 54

2 PKBT 2 ACACACACACACACACTT 53*

3 PKBT 3 AGAGAGAGAGAGAGAGT 53

4 PKBT 4 AGAGAGAGAGAGAGAGAA 53*

5 PKBT 5 AGAGAGAGAGAGAGAGTA 53

6 PKBT 6 AGAGAGAGAGAGAGAGTT 53*

7 PKBT 7 GAGAGAGAGAGAGAGAGAA 53*

8 PKBT 8 GAGAGAGAGAGAGAGAGAC 54

9 PKBT 9 GAGAGAGAGAGAGAGAGAT 54*

10 PKBT 10 GTGTGTGTGTGTGTGTGTA 54

11 PKBT 11 GTGTGTGTGTGTGTGTGTC 54

12 PKBT 12 GTGTGTGTGTGTGTGTGTT 54

13 ISSRED 12 AGAC AGACAGACAGAC 50

14 ISSRED 14 GACAGACAGACAGACA 50

15 ISSRED 15 GATA GATA GATA GATAG 44

16 ISSRED 17 GACGACGACGACGAC 55

17 ISSRED 18 GGATGGATGGATGGAT 50

18 ISSRED 19 GAA GAA GAA GAA GAA GAA 46

19 ISSRED 26 CACACACACACAAG 46

Keterangan : * primer terseleksi

Analisis Data

1. Analisis Keragaman Genetik Regeneran Mutan Berdasarkan Penanda Morfologi

Hasil pengamatan pada Percobaan II untuk karakter morfologi (jumlah daun, bentuk daun, tinggi tunas, kedudukan daun, warna daun, dan diameter tajuk) dalam media pembesaran (MS0), kemudian diubah menjadi data biner dengan skoring data berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan pada setiap variabel. Bila ada nilai pada kriteria tersebut diskor ”1” atau tidak ada nilai diskor ”0”. Berdasarkan pada keragaman morfolgi yang muncul, selanjutnya dihitung


(31)

matrik kesamaan antar galur mutan yang dihitung berdasarkan Dice algoritme yang terdapat dalam paket program NTSYSpc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) versus 2.02 (Rohlf 1998).

2. Analisis Keragaman Genetik Regeneran Mutan Berdasarkan Penanda Molekular ISSR

Produk ISSR hasil pemotretan gel berupa pola pita DNA dengan ukuran tertentu. Ukuran DNA ditentukan dengan membandingkan marka dengan berat molekul 1 kb DNA ladder. Perbedaan antar individu tanaman ditunjukkan dengan adanya jumlah pita dan jarak migrasinya. Pita-pita DNA diubah menjadi data biner dengan melakukan skoring data. Pita diskor ”1” jika ada pita atau diskor ”0” jika tidak ada pita. Berdasarkan pada muncul tidaknya pola pita yang diperoleh pada tahap ini, kemudian dihitung matrik kesamaan antar galur mutan yang dihitung berdasarkan Dice algoritme yang terdapat dalam paket program NTSYSpc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) versus 2.02 (Rohlf 1998).

3. Analisis Similaritas

Data biner hasil marka ISSR dan data morfologi dilakukan analisis dengan menggunakan UPGMA (Unweighted pair group method with aritmathic means) dengan fungsi SIMQUAL menjadi dendrogram NTSYSpc 2.02 for windows (Rohlf 1998). Hasil analisis tersebut menggambarkan hubungan kekerabatan antara tanaman yang satu dengan yang lain berdasarkan jarak genetik.

4. Analisis Gerombol

Analisis gerombol (clustering) semua data baik morfologi, data ISSR dan data gabungan masing-masing dianalisis dengan menggunakan Sequential, Agglomerative, Hierarchical and Nested (SAHN)-UPGMA (Unweighted pair group method, arithmetic average) pada program NTSYSpc versi 2.02.

5. Analisis Komparasi antara Dua Penanda

Untuk mengetahui tingkat keselarasan koefisien kesamaan antara dua penanda morfologi dengan profil DNA dari analisis molekular kemudian dibandingkan dan dianalisis tingkat keselarasannya dengan menggunakan


(32)

MXCOMP NTSYS-pc versi 2.02. Tingkat keselarasan pengelompokan ditentukan berdasarkan kriteria goodness of fit, yakni tingkat kesamaan nilai matriks similarity coefficient dengan interpretasi kesesuaian matriks korelasi dua data adalah sangat sesuai (r ≥ 0.9), sesuai (0.8 ≤ r ≤ 0.9), tidak sesuai (0.7 ≤ r ≤ 0.8), dan sangat tidak sesuai (r < 0.7).

6. Analisis Perbandingan Nilai Rata-rata antara Populasi Mutan (M-15) dengan Populasi Kontrol (M-00) Sebelum dan Sesudah dilakukan Seleksi dengan Uji t

Seleksi pertama dilakukan terhadap tunas yang memiliki karakter kedudukan daun tegak dan seleksi kedua dilakukan pada dua karakter yaitu karakter kedudukan daun tegak dan karakter diameter tajuk. Analisis statistik berdasarkan pada nilai rata-rata, standar deviasi, dan ragam dari masing-masing populasi pada karakter jumlah daun, tinggi tunas, dan diameter tajuk pada tanaman in vitro. Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis perbandingan nilai rata-rata antar populasi dengan uji t. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program MINITAB 14 (Iriawan & Septin 2006).

7. Analisis Perbandingan Nilai Varian antar Dua Populasi Mutan (M-15) dengan Populasi Kontrol (M-00) Sebelum dan Sesudah dilakukan Seleksi dengan Uji F

Perhitungan varian dilakukan untuk melihat penyebaran suatu data. Uji rasio varian antar populasi digunakan untuk menguji kesesuaian varian populasi M-15 dengan populasi kontrol M-00 sebelum dan sesudah dilakukan seleksi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program MINITAB 14 (Iriawan & Septin 2006).


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Pertumbuhan Kalus

Kalus merupakan sekumpulan sel yang tidak terorganisir, hanya sel-sel parenkim yang berasal dari eksplan awal (Gunawan 1987). Inisiasi kalus diawali dengan pengambilan eksplan nodul dari bagian dasar plantlet (Gambar 4A). Kalus terbentuk akibat adanya pelukaan atau irisan pada permukaan eksplan. Potongan

nodul ditanamn dalam media MS + 0.05 mg L-1 2,4-D + 1 mg L-1 BAP (Gambar 4B) dan berhasil membentuk kalus berwarna bening kekuning-kuningan

serta memiliki tekstur remah (Gambar 4C).

Gambar 4. Tahapan perbanyakan bahan tanam dan inisiasi kalus. [A] Tanda panah menunjukkan eksplan yang digunakan untuk induksi kalus; [B] Inisiasi kalus dalam media MS + 0.05 mg L-1 2,4-D + 1 mg L-1 BAP; [C] Kalus yang akan diiradiasi sinar γ

Zat pengatur tumbuh 2,4-D dikenal sebagai auksin sintetik yang digunakan untuk induksi kalus sebab memiliki kemampuan untuk untuk mendorong pembelahan sel dalam jaringan pada beberapa tanaman (George & Sherrington

1996), namun dalam pembentukan kalus nenas ini diperlukan adanya auksin (2,4-D) dan sitokinin (BAP). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Alagumanian et al. (2004) yang menyatakan bahwa penggunaan BAP dapat mendorong pertumbuhan kalus pada eksplan daun dan potongan batang Solanum trilobatum L. dan kalus yang dihasilkan berwarna hijau serta memiliki

tekstur kompak. Auksin dan sitokinin berperan dalam induksi dan proliferasi kalus (Aftab et al. 2008).


(34)

Pengaruh Pemberian Mutagen Sinar Gamma terhadap Regenerasi Kalus Nenas in Vitro

Kalus-kalus berumur 6 MST dalam media induksi kalus, selanjutnya diberi mutagen sinar gamma pada dosis 0 Gy, 15 Gy, 25 Gy dan 35 Gy, kemudian diregenerasikan dalam media induksi tunas. Media regenerasi tunas menggunakan media MS (Lampiran 1) dengan zat pengatur tumbuh 0.5 mg L-1 NAA (Naphthalene Acetic Acid) dan 1.5 mg L-1 kinetin. Penggunaan kinetin dapat menginduksi tunas pada kalus nenas (Akbar et al. 2003; Khar et al. 2005). Zat pengatur tumbuh memegang peranan dalam kultur in vitro tanaman monokotil dan penambahan sitokinin secara nyata dapat mempengaruhi regenerasi tanaman (Bhaskaran & Smith 1990).

[A] [B]

[C] [D]

Gambar 5 Morfologi kalus 8 minggu setelah iradiasi sinar gamma (γ) dalam media induksi. [A] Kalus yang diradiasi sinar γ pada dosis 0 Gy ; [B] Kalus yang diradiasi sinar γ pada dosis 15 Gy; [C] Kalus yang diradiasi sinar γ pada dosis 25 Gy ; [D] Kalus yang diradiasi sinar γ pada dosis 35 Gy

Pertumbuhan kalus pada 8 MST dalam media induksi tunas tidak menunjukkan gejala-gejala keracunan. Eksplan kalus mampu tumbuh menjadi


(35)

nodul terlebih dahulu, kemudian membentuk tunas dengan ukuran yang relatif kecil, kompak, dan padat (Gambar 5).

Berdasarkan hasil uji F (Tabel 2) terlihat bahwa perlakuan berbagai dosis iradiasi sinar gamma menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada parameter persentase kalus berwarna hijau, persentase kalus bertunas, dan jumlah tunas per kalus pada 8 MST. Keragaman yang terjadi pada generasi MV1 akibat iradiasi sinar gamma dapat disebabkan oleh akumulasi pengaruh kerusakan fisiologis, mutasi gen, dan mutasi kromosom namun kerusakan fisiologis kontribusinya lebih besar daripada mutasi gen maupun kromosom pada MV1 (Nwachukwu et al. 2009).

Tabel 2 Nilai F-hitung pada karakter fenotipik dalam media regenerasi pada 8 MST

No. Karakter Dosis iradiasi

Nilai

rata-rata Ragam Uji F 1. Persentase kalus hijau 0 95.00 a 232.87 3.27*

15 80.36 b 305.55

25 85.71 ab 453.26

35 79.35 b 491.51

2. Persentase kalus bertunas

0 55.36 a 988.47 11.98**

15 58.93 a 1404.75

25 46.43 a 851.47

35 11.96 b 276.56

3. Jumlah tunas per kalus

0 6.65 a 5.61 8.80**

15 5.42 a 2.08

25 3.31 b 2.72

35 3.47 b 7.12

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan α = 0.05, (*) berbeda nyata; (**) berbeda sangat nyata

Pemberian mutagen sinar gamma dapat mempengaruhi terbentuknya tunas. Rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan pada perlakuan dosis iradiasi sinar gamma

15 Gy adalah 5.42 tunas yang tidak berbeda nyata dengan kontrol sebanyak 6.65 tunas (Tabel 2). Dosis iradiasi sinar gamma yang lebih besar menyebabkan

jumlah tunas yang terbentuk rendah sebab proses diferensiasi tunas terhambat akibat perlakuan dosis radiasi dan frekuensi terbentuknya tunas menurun sejalan dengan peningkatan dosis radiasi (Zhen 1998) yang mengakibatkan terganggunya kondisi fisiologis jaringan kalus. Penyerapan sinar pengion dalam materi biologi


(36)

akan melibatkan proses fisika dan kimia yang dapat menghasilkan peroksida (H2O2) dan dapat menyebabkan kerusakan gen (Ismachin 1988).

Perlakuan pemberian mutagen sinar gamma berpengaruh nyata terhadap variabel persentase kalus membentuk tunas (Gambar 6). Peningkatan dosis iradiasi sinar gamma menyebabkan penurunan persentase daya regenerasi kalus membentuk tunas. Variabel persentase kalus bertunas yang diamati berbeda nyata artinya perlakuan dosis iradiasi dapat berpengaruh terhadap regenerasi tunas dari kalus. Peningkatan perlakuan dosis iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan penurunan persentase daya regenerasi kalus membentuk tunas.

Gambar 6 Rata-rata persentase kalus hijau, persentase kalus bertunas, dan jumlah tunas dalam media regenerasi akibat pemberian mutagen sinar gamma pada 8 MST

Iradiasi sinar gamma pada dosis 15 Gy masih dapat merangsang pembentukan tunas, sedangkan dosis iradiasi yang lebih tinggi dapat menghambat munculnya tunas. Pemberian iradiasi pada dosis rendah memberi efek dapat mendorong pertumbuhan tanaman (IAEA 1985). Tunas-tunas yang terbentuk dalam media regenerasi tunas selama 8 MST memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga perlu dilakukan subkultur kedalam media MS tanpa pemberian zat pengatur tumbuh untuk pembesaran dan pemanjangan tunas selama 8 minggu


(37)

(Gambar 7). Eksplan yang telah beregenerasi dalam media MS yang mengandung sitokinin dapat dipindah ke media lain tanpa zat pengatur tumbuh (MS0).

Tabel 3 Nilai F- hitung pada karakter fenotipik dalam media pembesaran (MS0) pada 8 MST

No. Karakter Dosis

iradiasi Nilai rata-rata Ragam Uji F 1. Jumlah tunas 0 5.08 a 12.46 7.38*

15 2.80 b 2.59

25 0.89 c 0.58

35 2.65 b 7.13

2. Jumlah daun 0 10.71 a 72.93 10.01* 15 6.72 ab 11.36

25 0.00 c 0.00

35 4.75 b 23.81

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan α = 0.05.

Hasil uji F menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas yang tumbuh dalam media MS0. Pemberian dosis iradiasi 35 Gy tidak berbeda nyata dengan dosis 15 Gy terhadap variabel jumlah tunas dan jumlah daun (Tabel 3), namun tunas yang dihasilkan pada 35 Gy berukuran sangat kecil, berdaun tipis, dan keriting. Pemberian dosis iradiasi 25 Gy diperoleh nilai rata-rata dan ragam yang terendah pada karakter jumlah tunas dan jumlah daun. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan 25 Gy menghambat pertumbuhan tunas dan daun dan tidak dapat meningkatkan keragaman. Hal ini kemungkinan telah terjadi kerusakan seluler pada jaringan meristem, sehingga pertumbuhan menjadi terhambat.

Pemberian mutagen sinar gamma pada dosis 35 Gy, terlihat nilai ragam yang tinggi yaitu 7.13 pada karakter jumlah daun dan 23.81 pada karakter jumlah tunas (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa dosis 35 Gy dapat meningkatkan keragaman pada karakter jumlah daun dan jumlah tunas, namun keragaman yang terjadi tidak dapat digunakan untuk seleksi karena karakter tunas dan daun yang dihasilkan abnormal yaitu bentuk daun yang sangat kecil, tipis, dan keriting.


(38)

Gejala abnormalitas yang terjadi akibat pemberian mutagen sinar gamma kemungkinan disebabkan oleh adanya radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa penting dalam proses metabolisme serta terbentuknya senyawa hidrogen peroksida yang bersifat toksik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya kerusakan fisiologis dan menyebabkan proses pembelahan dan diferensiasi sel menjadi terhambat pada akhirnya memacu kerusakan jaringan (Ismachin 1989).

Kemampuan Regenerasi Tunas Mutan pada Tahap Multiplikasi dan Pembesaran secara In Vitro

Regeneran yang tetap hidup pada tahap induksi dan pembesaran, selanjutnya dilakukan seleksi dan disubkultur kedalam media multiplikasi untuk melihat kemampuan bermultiplikasi dari masing-masing regeneran. Tahap multiplikasi merupakan tahap pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar yang tumbuh dari mata tunas adventif secara bersama-sama (Wattimena et al. 1992).

Gambar 7 Rata-rata jumlah tunas dan daun regeneran dalam media MS0 pada 8 MST


(39)

Iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan terjadinya keragaman pertumbuhan tunas. Pengaruh yang signifikan berdasarkan analisis statistika diantara populasi tunas somaklon dalam media in vitro menunjukkan terjadinya keragaman. Nilai standar deviasi dari masing-masing somaklon menunjukkan besarnya tingkat keragaman dalam populasi somaklon tersebut. Menurut Miglani (2006), jika dua atau lebih genotipe ditumbuhkan pada kondisi lingkungan yang sama (kondisi in vitro) sehingga menghasilkan pertumbuhan yang berbeda, maka kedua individu tersebut mempunyai genotipe yang berbeda. Untuk mengetahui adanya variasi dari suatu populasi harus dilakukan pengukuran dan analisis mengikuti kaidah statistika. Populasi yang bervariasi mempunyai ciri-ciri khusus yang dapat dilihat dari nilai rata-rata, ragam, dan standar deviasi (Baihaki 1999).

Tabel 4. Jumlah tunas dan jumlah daun regeneran hasil iradiasi sinar gamma pada media multiplikasi pada 8 MST

Karakter Populasi regeneran

M-00 M-15 M-25 M-35

Jumlah tunas x 4.06 5.00tn 4.69tn 10.31*

s 1.79 2.12 1.22 2.19

2

3.20 4.50 1.50 4.80

KK (%) 44 42.40 26 21

Jumlah daun X 16.12 13.93* 0.00* 0.00*

S 2.57 3.96 0.00 0.00

2

6.62 15.67 0.00 0.00

KK (%) 15.9 28.42

Keterangan : Angka-angka nilai tengah (x) yang diberi tanda (*), berbeda nyata menurut uji

Dunnet 5%, s = standar deviasi; 2 = ragam; KK=koefisien keragaman; M-00,

M-15, M-25 dan M-35 merupakan regeneran hasil perlakuan dosis sinar gamma berturut-turut 0, 15, 25 dan 35 Gy.

Berdasarkan hasil uji Dunnett 5% menunjukkan bahwa nilai rata-rata jumlah tunas pada populasi regeneran kontrol (M-00) menghasilkan rata-rata jumlah tunas yang tidak berbeda nyata dengan regeneran asal perlakuan radiasi 15 Gy (M-15) dan 25 Gy (M-25), namun berbeda nyata dengan regeneran asal 35 Gy (M-35). Rata-rata jumlah daun yang dihasilkan pada populasi kontrol (M-00) lebih tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 4). Hal


(40)

berpengaruh nyata terhadap karakter morfologi terutama jumlah tunas dan jumlah daun.

Nilai ragam yang dihasilkan pada M-15 untuk karakter jumlah tunas dan jumlah daun lebih besar daripada populasi M-00 (Tabel 4). Hal ini membuktikan bahwa pada dosis 15 Gy telah terjadi keragaman pada karakter jumlah tunas dan jumlah daun. Peningkatan keragaman populasi dasar dapat dilakukan dengan melalui induksi mutasi secara fisik dengan iradiasi sinar gamma (Micke & Donini 1993). Mutasi dapat dikatakan sebagai perubahan materi genetik pada tingkat genom, kromosom dan DNA atau gen (Sleper & Poehlman 2006) sehingga dapat menyebabkan terjadinya keragaman genetik. Hal ini dapat terjadi karena sinar gamma dapat mentransfer energi ke dalam molekul-molekul dalam sel tanaman terutama DNA yang mengandung informasi genetik sehingga terjadi mutasi titik (Lamseejan et al. 2000).

Populasi regeneran M-25 dan M-35 Gy terlihat belum membentuk daun (Tabel 4), hal ini kemungkinan telah terjadi kerusakan yang parah, sehingga kemampuan untuk tumbuh dan membentuk daun juga semakin rendah. Keragaman yang diakibatkan oleh iradiasi sinar gamma bersifat acak, sehingga dalam kelompok yang sama dapat terjadi keragaman individu. Pertumbuhan tunas regeneran M-15 dalam media multiplikasi memiliki rata-rata jumlah daun yang lebih rendah daripada kontrol pada 8 MST (Tabel 4). Van Harten (1998), menyatakan bahwa spesies tanaman, tingkat ploidi, perbedaan tahap perkembangan, kondisi fisiologis tanaman juga dapat menyebabkan perbedaan respon terhadap radiasi. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh iradiasi terhadap beberapa karakter yang ditampilkan oleh masing-masing individu.

Semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma cenderung menyebabkan jumlah daun berkurang bahkan tidak terbentuk daun. Jika radiasi merusak materi genetik dan sel akan menyebabkan proses transkripsi tidak dapat berjalan normal sehingga molekul organik yang diperlukan untuk pembelahan sel tidak dapat disintesis, akhirnya pembelahan sel akan terhenti dan sel kehilangan viabilitasnya (Neary et al. 1957 diacu Tangpong et al. 2009).

Tunas-tunas dalam media multiplikasi selanjutnya disubkultur ke dalam media MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh untuk pembesaran. Semakin


(41)

lama eksplan berada dalam media yang mengandung sitokinin, diduga kandungan sitokinin endogen eksplan akan semakin tinggi. Sitokinin yang tinggi akan menyebabkan tunas kerdil dan kumpulan tunas tidak normal, dan kelainan ini dapat di atasi dengan dengan penanaman tunas dalam media basal selama 1 bulan (Yip et al. 1992 diacu dalam Laksamana et al. 1997), selain itu ketidaknormalan tunas tersebut akan hilang saat eksplan dipindah ke media MS tanpa zat pengatur tumbuh (Nursandi 2005).

K1 K2 M-15/1 M-15/2

M-15/3 M-15/4 M-15/5 M-15/6

M-15/7 M-25/1 M-25/2 M-25/3

M-35/1 M-35/2 M-35/3 M-35/4

Gambar 8 Karakter morfologi regeneran mutan in vitro dalam media pembesaran (MS0) pada 8 MST.

(Keterangan : K1= klon PK hasil kultur in vitro (organogenesis langsung) asal eksplan tunas yang tumbuh dari stek daun; K2=tunas hasil perbanyakan in vitro melalui kultur kalus tanpa mutagen; M-15/1, M-15/2, M-15/3, M-15/4, M-15/5, M-15/6, M-15/7 = tunas mutan dengan dosis iradiasi sinar γ 15 Gy; M-25/1, M-25/2, M-25/3 = tunas mutan dengan dosis iradiasi sinar γ 25 Gy; M-35/1, M-35/2, M-35/3, M-35/4 = tunas mutan dengan dosis iradiasi sinar γ 35 Gy)


(42)

Pertumbuhan regeneran mutan dalam MS0 pada 8 MST, menunjukkan adanya perbedaan morfologi masing-masing individu untuk karakter tinggi tunas (tinggi, sedang, pendek), bentuk ujung daun (runcing, membulat, roset), bentuk daun (normal, roset), ketegapan tanaman (terkulai, tegak, terbuka), dan warna daun (hijau tua, hijau muda, albino), diameter tajuk (lebar, agak lebar, dan sempit) akibat terjadinya mutasi. Penggunaan mutagen fisik melalui iradiasi sinar gamma menyebabkan terjadinya perubahan didalam sel dan menyebabkan munculnya keragaman dari berbagai bentuk morfologi tunas dan daun nenas in vitro. Perubahan dapat terlihat dari kemampuan tumbuh, perubahan bentuk, persentase eksplan yang hidup pasca radiasi maupun munculnya fenotipe yang berbeda dari tanaman kontrol (Harahap 2005).

Secara visual keragaman pertumbuhan tanaman akibat iradiasi sinar gamma menjadi lebih besar dan ada beberapa yang abnormal seperti pada dosis 25 Gy dan 35 Gy (Gambar 9). Karakter morfologi abnormalitas biasanya terlihat dari ukuran daun plantlet yang kecil, ruas tanaman yang pendek dengan daun panjang, ujung daun meruncing, plantlet dengan banyak cabang, bentuk daun yang menyimpang, daun berwarna kekuningan dan nekrosis (Sharabash 1998).

Terjadinya abnormalitas pada populasi yang diiradiasi menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pada tingkat genom, kromosom dan DNA atau gen yang sangat besar sehingga proses fisiologis yang dikendalikan secara genetik di dalam tanaman menjadi tidak normal dan menimbulkan variasi-variasi genetik baru (Soeranto 2003). Jumlah daun dan tinggi tanaman pada nenas sangat berkaitan dengan vigoritas dan kemampuan plantlet dalam penyerapan hara, dan kemampuan hidup plantlet saat diaklimatisasi (Rosmaina 2007).

Pada perlakuan iradiasi 15 Gy, regeneran memiliki kedudukan daun lebih tegak dibandingkan dengan kontrol (Gambar 8). Menurut van Harten (1998), perubahan gen atau kromosom dapat terjadi akibat mutagen fisik atau kimia. Perubahan morfologi daun akibat iradiasi sinar gamma kemungkinan disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada gen yang berperan dalam mengendalikan morfologi daun dan tanaman (Ketmaro 2007 diacu dalam Tangpong et al. 2009).


(43)

Tabel 5 Keragaman 16 regeneran contoh pada nenas in vitro hasil perlakuan radiasi sinar gamma

No. Regene

ran Asal usul seleksi Ciri khusus mutan 1. K-1 Tunas kontrol hasil induksi tunas

langsung secara in vitro

Tunas tinggi, daun panjang, lebar, daun terkulai (normal), diameter tajuk lebar

2. K-2 Tunas kontrol hasil induksi tunas melalui kalus secara in vitro

Tunas tinggi, daun lebar, daun terkulai (normal), diameter tajuk lebar

3. M-15/1 Regeneran no. 1 dari dosis 15 Gy Ujung daun meruncing,warna daun hijau tua, tegak, diameter tajuk sempit

4. M-15/2 Regeneran no. 2 dari dosis 15 Gy Ujung daun membulat, warna daun hijau muda, tegak, diameter tajuk agak lebar

5. M-15/3 Regeneran no. 3 dari dosis 15 Gy Ujung daun membulat, warna daun hijau muda, tegak, diameter tajuk sempit

6. M-15/4 Regeneran no. 4 dari dosis 15 Gy Ujung daun meruncing, warna daun hijau tua, pendek terkulai, diameter agak lebar

7. M-15/5 Regeneran no. 5 dari dosis 15 Gy Ujung daun membulat, warna daun hijau muda, roset, diameter tajuk agak lebar

8. M-15/6 Regeneran no. 6 dari dosis 15 Gy Ujung daun meruncing, daun lebar, warna daun hijau, tegak, diameter tajuk agak lebar

9. M-15/7 Regeneran no. 7 dari dosis 15 Gy Daun membulat, warna daun hijau, roset, diameter tajuk agak lebar

10. M-25/1 Regeneran no. 1 dari dosis 25 Gy Kalus berwarna putih kekuningan, tunas sangat kecil, diameter tajuk sempit

11. M-25/2 Regeneran no. 2 dari dosis 25 Gy Kalus berwarna putih kehijauan, tunas sangat kecil, diameter tajuk sempit

12. M-25/3 Regeneran no. 3 dari dosis 25 Gy Tunas pendek, roset, warna daun hijau muda, diameter tajuk sempit

13. M-35/1 Regeneran no. 1 dari dosis 35 Gy Tunas pendek, daun roset, daun banyak, daun agak keriting, hijau pucat, diameter tajuk agak lebar 14. M-35/2 Regeneran no. 2 dari dosis 35 Gy Tunas pendek, daun roset, daun banyak, daun

keriting, hijau pucat, vitrifikasi, diameter tajuk agak lebar

15. M-35/3 Regeneran no. 3 dari dosis 35 Gy Tunas pendek, daun roset, daun banyak, daun keriting, hijau tua, diameter tajuk agak lebar 16. M-35/4 Regeneran no. 4 dari dosis 35 Gy Tunas pendek, roset, daun banyak, keriting, albino,

diameter tajuk agak lebar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa tanaman mengalami perubahan pada morfologi tunas dan daun (Tabel 5). Pemberian mutagen sinar gamma dapat menyebabkan perubahan pada daun dan ukuran tanaman seperti daun variegata dan tanaman kerdil (Pongchawee et al. 2007), selain itu keragaman morfologi dapat terjadi sebagai akibat pemberian dosis radiasi sinar gamma (Lee et al. 2002). Perubahan juga terjadi pada karakter warna daun,

bentuk daun, warna bunga, dan lebar kanopi pada tanaman Saintpaulia (African violet) yang diberi iradiasi sinar gamma (Wongpiyasatid et al. 2007).

Terjadinya perubahan morfologi daun kemungkinan disebabkan adanya perubahan pada gen yang mengendalikan morfologi daun dan tanaman (Ichigawa 1970 diacu dalam Tangpong et al. 2009).


(44)

Klon PK asal stek crown

0 Gy 15 Gy 15 Gy

15 Gy 15 Gy 15 Gy 15 Gy

15 Gy 25 Gy 35 Gy 35 Gy

Gambar 9 Keragaman bentuk daun regeneran hasil induksi mutasi dengan sinar gamma

Tanaman hasil perlakuan iradiasi sinar gamma memperlihatkan karakter morfologi yang berbeda (Tabel 5). Keragaman juga ditemukan pada warna daun diantaranya ditemukan hijau muda dan albino. Defisiensi klorofil sering terjadi akibat mutasi (Karp 1993). Pengaruh yang ditampilkan bersifat individual, namun terdapat gambaran umum perubahan terhadap beberapa peubah hasil perlakuan radiasi sinar gamma. Walaupun radiasi sinar gamma banyak bersifat merusak namun hasil penelitian ini terdapat tanaman nenas yang mampu tumbuh dan memiliki karakter agronomi yang diharapkan, yaitu tanaman tinggi, tegak, dan jumlah daun relatif banyak.

Regeneran M-35 memiliki jumlah daun yang sangat banyak, namun

bentuk daun keriting, tipis, dan roset, kualitas tunas yang dihasilkan kurang baik (Gambar 9). Keragaman yang diinduksi dari iradiasi sinar gamma dan kultur in vitro bersifat spontan dan random sehingga sifat yang dimunculkan dari suatu

karakter tertentu terkadang tidak dikehendaki karena bersifat merugikan, seperti

yang terjadi pada tanaman pisang yang diiradiasi sinar gamma dalam kultur in vitro menyebabkan terjadinya abnormalitas daun sehingga tanaman tidak dapat


(1)

57

Zietkiewicz E, Rafalski A, Labuda D. 1994. Genome Finger Printing by Simple

Sequence Repeats (SSR)-anchored Polymerase Chain Reaction

Amplification.

Genomics

20 : 176 – 183.


(2)

58

Lampiran 6 Matriks koefisien kemiripan morfologi (KM) antar 16 regeneran

nenas

in vitro

K1 K2 M-15/1 M-15/2 M-15/3 M-15/4 M-15/5 M-15/6 M-15/7 M-25/1 M-25/2

K1 1.00

K2 0.71 1.00

M-15/1 0.57 0.57 1.00

M-15/2 0.43 0.43 0.57 1.00

M-15/3 0.29 0.57 0.71 0.57 1.00

M-15/4 0.43 0.71 0.86 0.43 0.86 1.00

M-15/5 0.29 0.29 0.43 0.71 0.29 0.29 1.00

M-15/6 0.29 0.57 0.43 0.86 0.71 0.57 0.57 1.00

M-15/7 0.29 0.29 0.43 0.71 0.29 0.29 1.00 0.57 1.00

M-25/1 0.31 0.00 0.31 0.15 0.15 0.15 0.31 0.00 0.31 1.00 M-25/2 0.14 0.14 0.14 0.00 0.29 0.29 0.14 0.14 0.14 0.77 1.00 M-25/3 0.14 0.00 0.14 0.00 0.14 0.14 0.29 0.00 0.29 0.62 0.71 M-35/1 0.00 0.00 0.14 0.29 0.29 0.14 0.29 0.29 0.29 0.15 0.14 M-35/2 0.14 0.14 0.00 0.14 0.00 0.00 0.43 0.14 0.43 0.31 0.29 M-35/3 0.14 0.29 0.29 0.57 0.29 0.29 0.57 0.57 0.57 0.31 0.29 M-35/4 0.00 0.00 0.00 0.29 0.00 0.00 0.43 0.29 0.43 0.46 0.43


(3)

59

Lampiran 7 Matriks koefisien kemiripan genetik (KG) penanda ISSR antar antar

16 regeneran nenas

in vitro

K1 K2 M-15/1 M-15/2 M-15/3 M-15/4 M-15/5 M-15/6 M-15/7 M-25/1 M-25/2 M K1 1.00 K2 0.91 1.00 M-15/1 0.86 0.86 1.00 M-15/2 0.82 0.73 0.76 1.00 M-15/3 0.77 0.69 0.64 0.69 1.00 M-15/4 0.64 0.71 0.67 0.64 0.75 1.00 M-15/5 0.80 0.80 0.75 0.88 0.69 0.77 1.00 M15/6 0.77 0.77 0.64 0.69 0.80 0.81

0.76 1.00 M-15/7 0.77 0.77 0.72 0.77 0.80 0.75

0.83 0.87 1.00 M-25/1 0.74 0.74 0.77 0.81 0.71 0.85

0.87 0.77 0.90 1.00 M-25/2 0.61 0.70 0.64 0.61 0.67 0.76

0.69 0.81 0.89 0.79 1.00 M-25/3 0.67 0.67 0.61 0.67 0.71 0.73

0.74 0.86 0.93 0.83 0.96 M-35/1 0.70 0.70 0.73 0.70 0.74 0.69

0.69 0.74 0.89 0.79 0.92 M-35/2 0.78 0.78 0.91 0.70 0.74 0.76

0.69 0.67 0.81 0.86 0.75 M-35/3 0.64 0.64 0.58 0.64 0.76 0.77

0.71 0.90 0.90 0.80 0.85 M-35/4 0.75 0.83 0.70 0.75 0.64 0.80


(4)

60

Lampiran 8 Matriks koefisien kemiripan data gabungan penanda morfologi dan

penanda ISSR antar antar 16 regeneran nenas

in vitro

K1 K2 M-15/1 M-15/2 M-15/3 M-15/4 M-15/5 M-15/6 M-15/7 M-25/1 M-25/2 M-25/

K1 1.00

K2 0.83 1.00

M-15/1 0.74 0.74 1.00

M-15/2 0.67 0.61 0.69 1.00

M-15/3 0.60 0.65 0.67 0.65 1.00

M-15/4 0.57 0.71 0.73 0.57 0.78 1.00 M-15/5 0.62 0.62 0.63 0.82 0.56 0.62 1.00 M-15/6 0.60 0.70 0.56 0.75 0.77 0.74 0.70 1.00

M-15/7 0.60 0.60 0.62 0.75 0.64 0.61 0.88 0.77 1.00

M-25/1 0.60 0.50 0.62 0.60 0.55 0.65 0.70 0.55 0.73 1.00

M-25/2 0.43 0.49 0.44 0.38 0.54 0.60 0.50 0.59 0.63 0.78 1.00 M-25/3 0.47 0.42 0.43 0.42 0.52 0.55 0.59 0.57 0.71 0.76 0.87 1.00 M-35/1 0.43 0.43 0.50 0.54 0.59 0.51 0.55 0.59 0.68 0.59 0.63 0.72 M-35/2 0.54 0.54 0.56 0.49 0.49 0.51 0.60 0.49 0.68 0.68 0.58 0.67 M-35/3 0.46 0.51 0.47 0.62 0.60 0.62 0.67 0.79 0.79 0.65 0.65 0.73 M-35/4 0.47 0.53 0.43 0.58 0.43 0.55 0.68 0.67 0.67 0.67 0.67 0.65


(5)

61

Lampiran 9 Data biner gabungan morfologi dan pita DNA dari 5 primer ISSR pada 16

regeneran kontrol dan mutan

Karakter Subkarakter Regeneran

K1 K2 15/1 15/2 15/3 15/4 15/5 M15/6 15/7 25/1

M-Jumlah

daun 1. sedikit (0-8 daun) 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2. sedang (9 - 18

daun) 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0

3. banyak (> 18

daun) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Ketinggian tunas

1. pendek (0-1.3 cm) 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 2. sedang (1.4-2.0

cm) 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0

3. tinggi (> 2 cm) 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 Bentuk

tunas

1. tunggal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

2. roset 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Warna daun 1. hijau tua 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0

2. hijau muda 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0

3. albino 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Bentuk daun

1. meruncing 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1

2. bulat 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0

3. keriting 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Kedudukan daun

1. terkulai 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0

2. terbuka 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0

3. tegak 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0

Diameter tajuk

1. lebar 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0

2. agak lebar 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0

3. sempit 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1

lanjutan

Molekular Primer Regeneran

K1 K2 M-15/1 M-15/2 M-15/3 M-15/4 M-15/5 M15/6 M-15/7 M-25/1

ISSR PKBT2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1

PKBT2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PKBT2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

ISSR

PKBT4 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0

PKBT4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PKBT4 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1

ISSR

PKBT6 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1

PKBT6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PKBT6 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1

PKBT6 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0

ISSR

PKBT7 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1

PKBT7 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1

PKBT7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PKBT7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1


(6)

62

PKBT7 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0

ISSR

PKBT9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

PKBT9 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0

PKBT9 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1

PKBT9 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1