Pengaruh Perubahan Beban Generator Listrik Terhadap Efisiensi Kinerja PLTU

(1)

PENGARUH PERUBAHAN BEBAN GENERATOR LISTRIK TERHADAP EFISIENSI KINERJA PLTU

TUGAS AKHIR

Tugas Akhir ini diajukan guna melengkapi syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) Teknik Elektro Di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH : 050422015

ADI APRI SINULINGGA

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PERUBAHAN BEBAN GENERATOR LISTRIK TERHADAP EFISIENSI KINERJA PLTU

OLEH : 050422015

ADI APRI SINULINGGA

Disetujui Oleh : Pembimbing

NIP : 19461208 197603 1 002

Ir. Syarifuddin Siregar

Diketahui Oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara

NIP : 19461022 197302 1 001

Prof.Dr.Ir. Usman Baafai

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Tugas akhir ini merupakan study tentang pengaruh besar beban listrik terhadap efisiensi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLTU yang menjadi tempat penambilan data adalah PLTU berbahan bakar cangkang kelapa sawit dengan kapasitas 10 MW. Penghitungan efisiensi dilakukan pada beberapa posisi beban pada pembangkit sehingga diperoleh beberapa nilai efisiensi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbeda. Dari hasil perhitungn akhir dari study ini diperoleh nilai efisiensi maksimum dan minimum pembangkit. Hasil efisiensi maksimum adalah 21,61% pada beban 7300 kW (73% total beban) dan efisiensi minimum adalah 20,26% pada beban 5500 kW (55% total beban).


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya memberikan pengetahuan dan kesempatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Ekstension Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul yang penulis kemukakan di sini adalah : ” PENGARUH PERUBAHAN BEBAN GENERATOR LISTRIK TERHADAP EFISIENSI KINERJA PLTU”.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini :

1. Bapak Prof.Dr.Ir. Usman Baafai, selaku ketua Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syarifuddin Siregar, selaku dosen pembimbing penulis.

3. Bapak Rahmat Fauzi,S.T, M.T, selaku sekretaris departemen teknik elektro. 4. Bapak Ir. Sumantri Zulkarnaen, selaku dosen wali.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar serta pegawai Administrasi Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

6. Segenap karyawan PT. Musim Mas 7. Orang tua dan seluruh keluarga tercinta.

8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa PPSE departemen teknik elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun tulisan ini. Semoga Tugas Akhir ini berguna bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih.

.

Medan, November 2009


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah 1

I.2. Tujuan 1

I.3. Manfaat Penulisan Tugas Akhir 1

I.4. Batasan Masalah 2

I.5. Metode dan Sistematika Penulisan 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap 4

II.1.1. Siklus tenaga uap 4

II.1.2. Siklus pemanas ulang 5

II.1.3. Siklus regeneratif 6

II.2. Komponen Utama PLTU 7

II.2.1 Boiler 9

II.2.2 Turbin uap 15

II.2.3 Kondensor 18

II.2.4 Generator listrik 18

BAB III. KINERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

III.1. Bahan Bakar 26

III.2. Konversi Energi 36

III.3. Rugi-rugi 38

III.4. Efisiensi 43

BAB IV. OPERASIONAL PLTU PADA PT.MUSIM MAS

IV.1. BLOK DIAGRAM 49


(6)

IV.3. ANALISA DATA 55


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema pusat listrik tenaga uap 5

Gambar 2.2 Siklus rankine 5

Gambar 2.3 PLTU dengan proses pemanas ulang 6

Gambar 2.4 PLTU dengan siklus regeneratif 7

Gambar 2.5 Komponen utama PLTU 9

Gambar 2.6 Diagram neraca energi boiler 11

Gambar 2.7 Kehilangan panas pada boiler yang berbahan bakar batubara 11

Gambar 2.8 Jenis boiler bahan bakar minyak 12

Gambar 2.9 Gambar sederhana fire tube boiler (ketel pipa api) 13 Gambar 2.10 Gambar sederhana water tube boiler (ketel pipa air) 14

Gambar 2.11 Prinsip kerja turbin reaksi 15

Gambar 2.12 Prinsip kerja turbin impuls 16

Gambar 2.13 Turbin ljungstrom 17

Gambar 2.14 Turbin tangensial 17

Gambar 2.15 Turbin aliran radial 17

Gambar 2.16 Kondenser uap 18

Gambar 2.17 Rangkaian listrik generator tanpa beban 22 Gambar 2.18 Rangkaian listrik generator berbeban 23

Gambar 3.1 Konversi energi pada PLTU 36

Gambar 3.2 Diagram neraca energi boiler 39

Gambar 4.1 Blok Diagram Aliran Uap dan Air PT. Musim Mas 49


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Specific gravity berbagai bahan bakar minyak 27 Tabel 3.2 Nilai kalor kotor (GCV) untuk beberapa bahan bakar minyak 28 Tabel 3.3 Presentase sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak 28

Tabel 3.4 Spesifikasi khusus bahan bakar minyak 29

Tabel 3.5 Kelas nilai kalor batubara 31

Tabel 3.6 GCV untuk berbagai jenis batubara 31

Tabel 3.7 Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas 34 Tabel 3.8 Perbandingan komposisi kimia berbagai bahan bakar 35

Tabel 4.1 Konsumsi Uap Turbin 4 Per Jam 54

Tabel 4.2 Data perhitungan 55

Tabel 4.3 Tabel hasil perhitungan 56


(9)

ABSTRAK

Tugas akhir ini merupakan study tentang pengaruh besar beban listrik terhadap efisiensi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLTU yang menjadi tempat penambilan data adalah PLTU berbahan bakar cangkang kelapa sawit dengan kapasitas 10 MW. Penghitungan efisiensi dilakukan pada beberapa posisi beban pada pembangkit sehingga diperoleh beberapa nilai efisiensi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbeda. Dari hasil perhitungn akhir dari study ini diperoleh nilai efisiensi maksimum dan minimum pembangkit. Hasil efisiensi maksimum adalah 21,61% pada beban 7300 kW (73% total beban) dan efisiensi minimum adalah 20,26% pada beban 5500 kW (55% total beban).


(10)

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PLTU pada umumnya merupakan unit pembangkit yang terbesar dalam sistem karena secara teknis ukuran kapasitasnya juga yang paling besar. Hal ini menyababkan bahwa dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik kendala operasi yang dihadapi PLTU perlu mendapat perhatian khusus. Secara teknis kebetulan juga PLTU paling banyak kendala opersinya, hal ini disebabkan karena proses konversi energi yang terjadi di PLTU cukup panjang dan tiap bagian pada jalur proses perubahan energi ini, tidak sama kemampuanya untuk menghadapi perubahan beban.

Apabila aliran energi listrik yang diminta sistem kepada generator PLTU berubah, maka perubahan tersebut oleh alat kontrol dalam PLTU harus pula diikuti dengan pengaturan yang merubah aliran entalphy, aliran kalori dan aliran bahan bakar serta udara. Begitu pula aliran air sebagai media pembawa entalphy dalam air harus pula disesuaikan oleh sistem kontrol PLTU melalui pompa pengisi Air Ketel.

Mengingat proses konversi energi yang panjang pada PLTU, maka kemampuan sebuah PLTU untuk menghadapi perubahan beban dalam sistem sangat tergantung kepada besarnya tempat penyimpanan energi misalnya ruang bakarnya dan drum ketelnya. Lambatnya kemampuan sebuah PLTU untuk menghadapi perubahan beban akan menyebabkan pemborosan bahan bakar sehingga akan berpengaruh terhadap efisiensi PLTU.

I.2 TUJUAN

Adapun tujuan utama penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Untuk mendapatkan nilai efisiensi PLTU pada berbagai posisi beban listrik. 2. Untuk mendapatkan gambaran operasional PLTU di lapangan dan

menyesuaikannya dengan teori yang diperoleh di bangku kuliah.

I.3 MANFAAT PENULISAN TUGAS AKHIR


(11)

1. Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro yang ingin memperdalam wawasannya tentang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

2. Penulis sendiri untuk menambah wawasan dan juga pengetahuan mengenal operasional PLTU.

3. Setiap orang yang berkenan dengan penggunaan pembangkit listrik yang efisien

I.4 BATASAN MASALAH

Untuk mendapatkan hasil pembahasan yang maksimal, maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah:

1. Prinsip kerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2. Analisa efisiensi pada PLTU

I.5 METODE DAN SISTEMATIKA PENULISAN I.5.1 Metode Penulisan

Karena Laporan Tugas Akhir ini merupakan suatu studi penulisan, maka penulis mencari dan mengumpulkan bahan-bahan dan data-data yang diperlukan melalui :

1. Studi literatur : mengambil bahan dari buku-buku referensi, jurnal, majalah, media elektronik (internet), dan sebagainya.

2. Studi lapangan : mengambil data dan informasi dari pusat PLTU tentang prinsip kerja dan cara pengoperasian pembangkit ini.

3. Studi bimbingan : diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Jurusan Teknik Elektro USU, mengenai masalah-masalah yang timbul selama penulisan Tugas Akhir ini berlangsung.

I.5.2 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :


(12)

1. BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan.

2. BAB II : Bab ini berisi tinjauan siklus turbin Uap pada PLTU, generator sinkron, dan komponen utama PLTU

3. BAB III : Bab ini berisi tentang kinerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan efisiensi

4. BAB IV : Bab ini berisi tentang operasional PLTU dan analisa data 5. BAB V : Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran yang


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

Pada PLTU, energi sebagai suatu arus panas dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil/konvensional. Energi berupa panas tersebut digunakan untuk memanaskan boiler dan menghasilkan uap yang bertekanan dan bertemperatur tinggi. Energi berupa panas dikonversikan menjadi energi mekanikal yang menggerakkan/memutar sebuah generator, perubahan energi panas menjadi mekanikal dan energi listrik ini melalui suatu siklus konversi energi yang sangat bergantung pada jumlah panas, pola suhu dan suhu lingkungan atau suhu penerima panas yang tersedia (dalam hal ini boiler). Suatu siklus panas menerima sejumlah energi panas pada suatu suhu tertentu, dan merubah sebagian energi panas itu menjadi kerja, membuang atau meneruskan yang selebihnya kepada lingkungan atau penerima panas itu sebagai “energi kerugian” pada suhu yang lebih rendah (dalam hal ini dapat dilihat pada fungsi kondensor).

II.1.1 Siklus Tenaga Uap

Siklus Rankine atau siklus tenaga uap merupakan siklus teoritis paling sederhana yang mempergunakan uap sebagai media kerja sebagaimana dipergunakan pada sebuah pusat listrik tenaga uap. Pusat listrik tenaga uap yang terdiri atas komponen-komponen terpenting yaitu : Boiler, Turbin Uap, Kondensor dan Generator listrik. Jumlah energi masuk sebagai bahan bakar melalui boiler adalah Em, sedangkan energi efektif yang tersedia pada poros turbin adalah energi kerja Ek. Energi yang terbuang melalui kondensor adalah sebesar Eb. Dengan menganggap semua kerugian lainya adalah Eb, maka dapat sikatakan bahwa berlaku :

Em = Ek + Eb

Sedangkan untuk efisiensi kerja dapat ditulis :

η = Em

Ek =

Em Eb Em


(14)

Dalam gambar 2.2, merupakan suatu diagram suhuentropi konstelasi, menurut gambar 2.2, luas 1-2-3-4 merupakan energai keluaran Ek, sedangkan luas a-b-3-4 merupakan energi terbuang Eb, luas wilayah a-b-2-1 mewakili jumlah energi masukan Em. Untuk meningkatkan dayaguna siklus ini dapat dilakukan dengan menurunkan tekanan kondensor. Secara ideal takanan kondenser yang terendah adalah tekanan jenuh sesuai suhu terendah dari air pendingin atau udara yang dipakai sebagai penerima. Dalam diagram suhu-entropi hal ini berarti menutunkan garis suhu 4-3. hal ini dapaat dilakukan dengan menggunakan air pendingin pada kondensor yang mempunyai suhu yang lebih rendah. Akan tetapi hal ini sangat terbatas, karena air pendingin yang dapat dipakai hanyalah apa yang tersedia, yaitu air laut, air sungai, atau danau yang ada.

pompa boiler

uap

turbin Ek

kondensor air

1

2

3 4

Eb

Em

1

2

3 4

a b entropi

suhu

Gambar 2.1. Skema pusat listrik tenaga uap Gambar2.2. Siklus Rankine

II.1.2 Siklus Pemanasan Ulang

Peningkatan efisiensi dapat pula dilakukan dicapai dengan mempergunakan proses pemanasan ulang. Proses pemanasan ulang ini terlihat pada gambar 2.3. turbin uap tebagi dua bagian, yaitu bagian Tekanan Tinggi (TT) dan bagian Tekanan Rendah (TR). Uap yang telah dipakai pada taraf pertama meninggalkan bagian TT pada titik 3 dan dialirkan kembali ke boiler untuk pemanasan ulang, kemudian dimasukkan kembali ke turbin pada titik 4 dan dipakai oleh bagian TR turbin uap tersebut.

Pemanas lanjut


(15)

pompa boiler

uap tekanan

tinggi kotak turbin

kondensor air

1

2

3 4

Em 5

6

Ek

Eb G

uap tekanan

rendah 1

2

3

6

a b entropi

suhu

4

5

(a) (b)

Gambar 2.3. PLTU dengan Proses Pemanasan Ulang

Luas 1-2-3-4-5-6 dari gambar 2.3b yang mewakili jumlah energi yang dimanfaatkan, dengan demikian menjadi lebih besar, dan dayaguna atau efisiensi termal dari pusat tenaga listrik menjadi lebih besar pula. Untuk mesin-mesin yang lebih besar, pemanasan ulang dapat dilakukan hingga dua kali, dan turbin uap terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian Tekanan Tinggi (TT), Tekanan Menengah (TM), dan Tekanan Rendah (TR). Keuntungan dari pemanasan kembali adalah untuk menghindari terjadinya korosi, pengikisan, peningkatan kualiltas uap, peningkatan efisiensi sudu dan nosel, efisiensi panas, dan daya luaran. Tetapi biaya yang diperlukan untuk pemanasan kembali lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang didapat dari peningkatan efisiensi panas, disamping itu pemelliharaan menjadi lebih banyak

II.1.3 Siklus Regeneratif

Dalam apa yang dinamakan siklus regeneratif sebagian dari energi yang berada didalam rangkaian panas dipertahankan beredar dalam rangkaian itu. Hal demikian dilakukan dengan misalnya memanaskan air yang keluar dari kondensor dengan uap yang “dipinjam” dari turbin, sebelum dimasukkan ke boiler sebagaimana terlihaat dalam gambar 2.4b.


(16)

a b entropi suhu 1 2 3 6 4 5 7 8 boiler

uap tekanan tinggi box

turbin kondensor air 1 2 3 Ek Eb 5 4 6 7 8 Em G uap tekanan rendah

(a) (b) Gambar 2.4. PLTU dengan Siklus Regeneratif

II.2 KOMPONEN UTAMA PLTU

Strukutur dan komponen-komponen utama sebuah pusat listrik tenaga uap (PLTU) terlihat pada gambar 2.5. Sebuah boiler bekerja sebagai tungku, memindahkan panas berasal dari bahan bakar kepada barisan pipa-pipa air yang mengelilingi api. Air harus berada senantiasa dalam keadaan mengalir walaupun dilakukan dengan pompa.

Sebuah drum berisi air dan uap bertekanan dan suhu tinggi menghasilkan uap yang diperlukan turbin. Drum itu juga menerima air pengisi yang diterima dari kondensor. Uap mengalir ke turbin tekanan tinggi setelah melewai superhiter guna meningkatkan suhu kira-kira 200OC. Dengan demikian uap menjadi kering dan efisiensi seluruh PLTU meningkat.

Turbin tekanan tinggi merubah energi termal menjadi energi mekanikal dengan mengembangnya uap yang melewati sudu-sudu turbin. Uap dengan demikian menurun baik tekanan maupun suhunya. Agar meningkatkan efisiensi termal dan menghindari terjadinya kondensasi terlalu dini, uap dilewatkan sebuah pemanas ulang yang juga terdiri atas barisan-baarisan pipa yang dipanaskan.

Uap yang yang meninggalkan pemanas ulang dialirkan ke turbin tekanan menengah. Turbin ini ukuranya lebih besar dari turbin tekanan tinggi, karena dengan menurunya tekanan uapvolume menjadi naik. Uap kemudian dialirkan ke turbin tekanan rendah, yang memiliki ukuran yang lebih besar. Uap lalu dialirkan ke dalam


(17)

kondensor. Uap terpakai yang memasuki kondensor didinginkan oleh air pendingin, sehingga menjadi kondensasi. Air pendingin biasanya berasal dari laut, sungai atau danaua tersekat. Proses kondensai uap menyebabkan terjadinya pakem yang diperlukan guna meningkatkan efisiensi turbin. Air hangat yang meninggalkan kondensor dipompakan ke sebuah pemanas awal sebelum dikembalikan ke drum boiler. Pemanas awal memperoleh panas dari uap yang diambil dari turbin tekanan tinggi. Menurut beberapa studi yang dilakukan, hal demikian meningkatkan efisiensi keseluruhan PLTU.

Bahan bakar yang dipakai biasanya tersdiri atas batu bara, minyak bakar, atau gas bumi. Sebelum dimasukkan ke pembakar boiler. Batu bara digigling terlebih dahulu. Demikian juga minyak bakar perlu dipanaskan, sebelum dapat dialirkan ke pembakar boiler. Sebuah kipas mengatur masuknya udara kedalam boiler dalam jumlah besar sebagaimana diperlukan guna pembakaran. Dan sebuah kipas lain mengatur agar semua gas buang melewati berbagai alat pembersih sebelum dialirkan ke cerobong dan dilepas diudara bebas. Geberator listrik terpasang pada poros sama dengan ketiga turbin.

Selain komponen-komponen utama yang disebutkan diatas, sebuah PLTU masih memiliki ratusan lagi komponen dan alat lain guna menjalankan seluruh sistem, seperti katup uap, pembersih air, pompa minyak pelumas, dan lain sebagainya. Kemudian perlu juga disebut sistem air pendingin, yang terdiri atas tempat air masuk dan kembali ke laut, sungai ayaua danau. Kemungkinan adanya menara pendingin. Kemudian instalasi untuk membuat air bersih bagi boiler. Dan bilamana pendinginan generator dilakukan dengan hidrogen, terdapat pula sebuah instalasi hidrogen. Sebuah PLTU batu bara juga perlu memiliki sebuaha fasilitas untuk penerimaan batu bara dari kereta api atau dari laut/sungai serta sebuah halaman batu bara dengan fasilitas penggilingan. Banyak PLTU batu bara juga dilengkapi dengan fasilitas untuk memanfaatkan abu terbangnya guna dibuat batu bata untuk bangunan atau jalanan. Dan tidak kalah penting perlu adanya fasilitas untuk mengurangi pencemaran. Agar partikel-partikel tidang dibuang ke uadara melalui cerobong, digunakan presipitator elektrostatik ( electrostatik presipitator). Dan untuk mengurangi emisi belerang digunakan peralatan desulfuralisasi gas buang (fluegas desulfurization, FGD). Sulfur sering terdapat pada batu bara. Untuk mengurangi masalh ini dikembangkan apa yang dinamakan teknologi batu bara bersih (clean coal technology).


(18)

1 2

3 4 5

6 P 7 11 8 P 9 10 Q3 Q2 Q1 P air pendingin uap tekanan tinggi uap tekanan menengah uap tekanan rendah turbin

Gambar 2.5 Komponen utama PLTU 1 : Boiler P : Pompa

2 : Drum Q1 : Pipa-pipa Boiler

3 : Turbin Tekanan Tinggi Q2 : Superhiter 4 : Turbin Tekanan Menengah Q3 : Pemanas Ulang 5 : Turbin Tekanan Rendah

6 : Kondensor 7 : Pemanasan Awal

8 : Pembakaran Bahan Bakar 9 : Kipas Udara Masuk 10 : Kipas Gas Buang 11 : Generator

II.2.1 Boiler

Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau uap (steam). Air panas atau steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi steam, volumenya akan meningkat sekitar 1.600 kali,


(19)

menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak, sehingga boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga dengan sangat baik.

Sistem boiler terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar. Sistem air umpanmenyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai dengan kebutuhan steam.Berbagai kran disediakan untuk keperluan perawatan dan perbaikan. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur menggunakankran dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada sistem.

Air yang disuplai ke boiler untuk dirubah menjadi steam disebut air umpan. Dua sumber air umpan adalah: (1) Kondensat atau steam yang mengembun yang kembali dari proses dan (2) Air makeup (air baku yang sudah diolah) yang harus diumpankan dari luar ruang boiler dan plant proses. Untuk mendapatkan efisiensi boiler yang lebih tinggi, digunakan economizer untuk memanaskan awal air umpan menggunakan limbah panas pada gas buang.

Pada umumnya ketel uap diperlukan pada semua industri/perusahaan yang memerlukan pemanasan di dalam produksinya atau menggunakan tenaga uap untuk menjalankan mesin-mesinya. Ketel uap dipakai juga di rumah-rumah sakit untuk memasak, memanasi suatu bejana, tempat pencucuian dan digunakan untuk penggerak mesin-mesin yang harus berputar cepat (turbin uap) dan suatu mesin yang memerlukan suatu tenaga dorong yang sangat kuat (mesin uap), kapal-kapal laut hingga masa kini masih banyak menggunakan tenaga uap sebagai penggeraknya.

Ketel uap adalah pesawat yang disusun untuk mengubah air dingin (dari air sumur atau air sungai) untuk menjadi uap dengan jalan pemanasan, karena panas yang perlu untuk pembentukan uap ini didapat dari pembakaran bahan bakar.

Parameter kinerja boiler, seperti efisiensi dan rasio penguapan, berkurang terhadap waktu disebabkan buruknya pembakaran, kotornya permukaan penukar panas dan buruknya operasi dan pemeliharaan. Bahkan untuk boiler yang baru sekalipun, alasan seperti buruknya kualitas bahan bakar dan kualitas air dapat mengakibatkan buruknya kinerja boiler. Neraca panas dapat membantu dalam mengidentifikasi kehilangan panas yang dapat atau tidak dapat dihindari. Uji efisiensi


(20)

boiler dapat membantu dalam menemukan penyimpangan efisiensi boiler dari efisiensi terbaik dan target area permasalahan untuk tindakan perbaikan. Proses pembakaran dalam boiler dapat digambarkan dalam bentuk diagram alir energi. Diagram ini menggambarkan secara grafis tentang bagaimana energi masuk dari bahan bakar diubah menjadi aliran energi dengan berbagai kegunaan dan menjadi aliran kehilangan panas dan energi. Panah tebal menunjukan jumlah energi yang dikandung dalam aliran masing-masing.

Gambar 2.6. Diagram neraca energi boiler

Neraca panas merupakan keseimbangan energi total yang masuk boiler terhadap yang meninggalkan boiler dalam bentuk yang berbeda. Gambar berikut memberikan gambaran berbagai kehilangan yang terjadi untuk pembangkitan steam.


(21)

Ketel uap dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Jenisnya

A. Ketel Pipa api (Fire Tube Boiler) B. Ketel Piapa Air (Water Tube Boiler) C. Ketel Tangki

2. bahan bakar yang digunakan A. Padat

B. Cair C. Gas 3. Kegunaan

A. Di darat (stationer)

B. Di laut atau transportasi (locomobile) 4. Tekanan kerja

A. Rendah (< 5 ata)

B. Menengah/medium (5-40 ata ) C. Tinggi (40-80 ata )

D. Ekstra tinggi (super kritis) 5. Produksi uap

A. Kecil (<250 kg/jam)

B. Menengah (250-5000 kg/jam) C. Besar (>5000 kg/jam)


(22)

II.2.1.1 Ketel pipa api (fire tube boiler)

Pada fire tube boiler gas panas melewati pipa-pipa dan air umpan ada di dalam shell untuk dirubah menjadi uap. Fire tube boiler biasanya digunakan untuk boiler dengan kapasitas uap yang relatif kecil dengan tekanan uap rendah sampai sedang. Sebagai pedoman, fire tube boilers kompetitif untuk kecepatan uap sampai 12000 kg/jam dengan tekanan sampai 18 kg/cm2. Fire Tube Boilers dapat menggunakan bahan bakar minyak bakar, gas atau bahan bakar padat dalam operasinya. Untuk alasan ekonomis, sebagian besar fire tube boilers dikonstruksi sebagai “paket” boiler (dirakit oleh pabrik) untuk semua bahan bakar.

Gambar 2.9. Gambar sederhana fire tube boiler (ketal pipa api)

II.2.1.2 Ketel pipa air (water tube boiler)

Pada ketel pipa air (water tube boiler), air umpan boiler mengalir melalui pipa-pipa masuk kedalam drum. Air yang tersirkulasi dipanaskan oleh gas pembakar membentuk steam pada daerah uap dalam drum. Boiler ini dipilih jika kebutuhan steam dan tekanan steam sangat tinggi seperti pada kasus boiler untuk pembangkit tenaga. Water tube boiler yang sangat modern dirancang dengan kapasitas steam antara 4500 – 12000 kg/jam, dengan tekanan sangat tinggi. Banyak water tube boilers

yang dikonstruksi secara paket jika digunakan bahan bakar minyak bakar dan gas. Untuk water tube yang menggunakan bahan bakar padat, tidak umum dirancang secara paket.

Pipa api Air


(23)

Gambar. 2.10. Diagram sederhana Ketel pipa air/water tube boilers

Karakteristik water tube boilers sebagai berikut :

• Forced, induced dan balanced draft membantu untuk meningkatkan efisiensi pembakaran.

• Kurang toleran terhadap kualitas air yang dihasilkan dari plant pengolahan air. • Memungkinkan untuk tingkat efisiensi panas yang lebih tinggi.

II.2.1.3 Ketel tangki (shell type boiler)

Ketel tangki adalah drum atau selongsong (shell) silinder tertutup yang berisi air. Bagian dari selongsong sedemikian rupa sehingga bagian bawahnya secara sederhana terekspose ke atas, yaitu gas hasil pembakaran dari luar. Ketel jenis selongsong berkembang secara perlahan menjadi bentuk yang modern seperti ketel elektrik, yang mana panas disuplai elektroda yang dipasang dalam air, atau akumulator, yang didalamya panas disuplai oleh uap dari sumber luar yang mengalir melalui pipa-pipa (tubes) di dalam selongsong. Dalam kedua kasus ini selongsong tidak terekspose ke panas. Jenis ketel ini adalah tangki tegak dan tangki horisontal.

Udara dan bahan bakar masuk

Ruang bakar Pipa air Uap keluar

Air masuk


(24)

II.2.2 Turbin Uap

Turbin uap adalah pesawat dengan aliran tetap (steady-flow) machine. Turbin uap mendapat energi uap yang bertemperatur dan bertekanan tinggi yang berekspansi melalui sudu-sudu turbin, dimana uap melalui nosel diekspansikan ke sudu-sudu turbin dengan penuruna tekanan yang drastis sehingga terjadi perubahan energi kinetik pada uap. Energi kinetik uap yang keluar dari nosel diberikan pada sudu-sudu turbin. Akibatnya, poros turbin berputar dan menghasilkan tenaga.

Ditinjau dari cara kerja transfer energi uap ke poros, turbin uap dapat dibedakan atas dua tipe :

1. turbin reaksi

2. turbin impuls (aksi)

Apabila ditinjau dari aliran uap, turbin uap dapat diklasifikasikan atas tiga tipe, yaitu : 1. turbin aliran radial

2. turbin aliran tangensial 3. turbin aliran aksial

II.2.2.1 Turbin Reaksi

Turbin uap reaksi biasanya juga memiliki tingkat Curtis pada awal turbin. Bagian kedua terbangun sebagai turbin tekanan tersusun reaksi (jenis Parsons). Penurunan tekanan tiap tingkat lebih rendah dari turbin impuls, sehingga turbin memerlukan tingkat lebih banyak, namun sudu-sudunya lebih murah. Karena penurunan tekanan dalam sudu tetap kecil, desain diafragma menjadi lebih sederhana dan piringannya adalah jenis drum. Efisiensi untuk satu tingkat sedikit lebih baik dari turbin impuls.

a. Turbin reaksi pertama b. Sudu turbin reaksi Ket : Sudu diam (A, A1, A2), sudu bergerak (B, B1, B2)


(25)

II.2.2.2 Turbin Impuls (Aksi)

Uap mula-mula memasuki tingkat Curtis dengan kecepatan tersusun seperti pada turbin uap impuls. Uap memasuki tingkat ini melalui regulator, dan tanpa regulator pada bagian kedua, yaitu turbin tekanan tersusun impuls (Rateau). Pada setiap tingkat di Rateau, penurunan tekanan atau panas terjadi pada sudu-sudu tetap dan penurunan tekanan ini dikonversikan menjadi energi kinetik. Karena penurunan tekanan antara bagian masuk dan keluar sudu tetap adalah besar, maka diperlukan sealing yang efektif. Susunan yang demikian memerlukan rotor jenis piringan. Panjang aksial dari satu tingkat adalah relatif lebar karena rancangan diafragma piringan.

(a) Turbin Buatan Branca 1629 (b) Diagram Sudu Turbin Impuls Ket : nozzle (A, AA), sudu bergerak (B1, B2, BB1, BB2), sudu diam (C, CC)

Gambar 2.12. Prinsip Kerja Turbin Impuls II.2.2.3 Turbin Radial

Turbin Ljungstrom adalah turbin uap aliran kearah luar. Panjang aksial sudu membesar kearah radial untuk memberi kesempatan uap berekspansi. Jumlah rotor dan casing adalah dua buah yang berputar berlawanan, dengan tiap rotor dihubungkan dengan satu generator. Turbin ini tidak mempunyai sudu pengarah , dan sudunya bertipe reaksi. Efisiensinya tinggi, namun tidak dibuat untuk keluaran daya tinggi karena sudu yang terlalu panjang pada bagian luar terkena tegangan bengkok yang besar pada bagian akar sudu. Arah aliran uap adalah pada bidang tegak lurus sumbu mesin, dan arahnya bisa masuk dan keluar.


(26)

Gambar 2.13. Turbin Ljungstrom II.2.2.4 Turbin Tangensial

Jenis turbin ini memliki konstruksi yang kokoh akan tetapi efisiensinya sangat rendah. Pancaran uap dari nosel diarahkan untuk menghembus bucket yang dipasang melingkar pada rotor (gambar 2.14). arah hembusan uap adalah tangensial (pada garis singgung putaran bucket).

Gambar 2.14 Turbin Tangensial Gambar 2.15 Turbin Aliran Aksial II.2.2.5 Turbin aliran aksial

Tipe ini yang paling populer dan sangat cocok untuk kapasitas besar. Turbin ini dapat merupakan tipe reaksi dan juga merupakan tipe impuls. Arah aliran uap sejajar dengan poros (gambar 2.15).


(27)

II.2.3 Kondensor

Kondensor merupakan peralatan untuk mengembunkan kembali uap yang telah dimanfaatkan untuk memutar turbin uap. Hal ini diperlukan untuk menghemat sumber air yng ada di sekitarnya serta menjamin kemurnian air yang digunakan dalam sistem turbin uap agar tidak terjadi pengendapan maupun kotoran-kotoran yang dapat merusak. Sebagai pendingin kondensor biasanya menggunakan air dingin seperti air sungai, laut atau air tanah yang sudah diproses melalui water treatment terlebih dahulu.

Gambar 2.16 Kondensor Uap

II.2.4 Generator Listrik

Generator AC yang akan dibahas adalah generator yang termasuk jenis mesin serempak (mesin sinkron) dimana frekwensi listrik yang dihasilkan sebanding dengan jumlah kutup dan putaran yang dimilikinya. Listrik yang dihasilkan adalah listrik arus bolak balik (listrik AC). Mesin penggerak (prime mover) nya dapat berasal dari tenaga air, tenaga uap, mesin diesel, dan sebagainya.

Generator AC banyak kita jumpai pada pusat-pusat listrik (dengan kapasitas yang relatif besar). Misalnya pada PLTA, PLTU, PLTD, PLTN, PLTG, dan lain lain.

air pendingin masuk ke pipa sekat

arah aliran air

air pendingin dari pipa

pompa air pendingin pipa

uap dari turbin

air hasil kondensasi


(28)

Disini umumnya generator AC disebut dengan alternator atau generator saja. Selain generator AC dengan kapasitas yang relatif besar tersebut, kita mengenal pula generator dengan kapasitas yang relatif kecil. Misalnya generator yang dipakai untuk penerangan darurat, untuk penerangan daerah-daerah terpencil (yang belum terjangkau PLN), dan sebagainya. Generator tersebut sering disebut home light atau generator set.

Dibandingkan dengan generator DC, generator AC lebih cocok untuk pembangkit tenaga listrik berkapasitas besar. Hal ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan, antara lain :

• Timbulnya masalah komutasi pada geberator DC

• Timbulnya persoalan dalam hal menaikkan/menurunkan tegangan pada listrik DC. Hal ini menimbulkan persoalan untuk hantaran dalam pengiriman tenaga listrik (transmisi/distribusi), masalah penampang kawat, tiang transmisi, rugi-rugi, dan sebagainya.

• Listrik AC relatif lebih mudah untuk diubah menjadi listrik DC. • Masalah efisiensi mesin dan lain-lain pertimbangan.

Konstruksi generator AC lebih sederhana dibandingkan generatoe DC. Bagian-bagian terpenting dari generator AC adalah :

• RANGKA STATOR, dibuat dari besi tuang. Rangka stator merupakan rumah dari bagian-bagian generator yang lain.

• STATOR, bagian ini tersusun dari plat-plat (seperti yang digunakan juga pada jangkar dari mesin-mesin arus searah) stator yang mempunyai alur-alur sebagai tempat meletakkan lilitan stator. Lilitan stator berfungsi sebagai tempat terjadinya GGL induksi.

• ROTOR, rotor merupakan bagian yang berputar. Pada rotor terdapat kutub-kutub magnet dengan lillitannya yang dialiri arus searah, melewati cincin geser dan sikat-sikat.

• SLIP RING atau CINCIN GESER, dibuat dari bahan kuningan atau tembaga yang dipasang pada poros dengan memakai bahan isolasi. Slip ring ini berputar bersama-sama dengan poros rotor. Jumlah slip ring ada dua buah yang masing slip ring dapat menggeser sikat arang yang masing-masing merupakan sikat positif dan sikat negatif, berguna untuk mengalirkan arus penguat magnet ke lilitan magnet pada rotor.


(29)

• GENERATOR PENGUAT, generator penguat adalah suatu generator arus searah yang dipakai sebagai sumber arus. Biasanya yang dipakai adalah dinamo shunt. Generator arus searah ini biasanya dikopel terhadap mesin pemutarnya bersama generator utama. Akan tetapi sekarang banyak generator yang tidak menggunakan generator arus searah (dari luar) sebagai sumber penguat, sumber penguat diambil dari GGL sebagian kecil belitan statornya. GGL tersebut ditransformasikan kemudian disearahkan dengan penyearah elektronik sebelum masuk pada bagian penguat.

Generator generator sinkron umumnya dibuat sedemikian rupa sehingga lilitan tempat terjadinya GGL tidak bergerak, sedangkan kutub-kutub akan menimbulkan medan magnet berputar. Generator semacam ini disebut generator kutub dalam. Keuntungan generator kutub dalam ialah bahwa untuk mengambil arus listrik tidak dibutuhkan cincin geser dan sikat arang. Hal ini disebabkan lilitan-lilitan tempat terjadinya GGL itu tidak berputar. Genertor sinkron tersebut terutama sangat cocok untuk mesin-mesin dengan tegangan yang tinggi dan arus yang besar.

Untuk mengalirkan arus penguat ke lilitan penguat yang berputar tetap diperlukan cincin geser dan sikat arang. Meskipun demikian bukan berarti bahwa hal tersebut memberatkan karena arus penguat magnet tidak begitu besar dan tegangannya pun rendah.

Bagian-bagian terpenting dari stator adalah rumah stator, inti stator dan lilitan stator. Inti stator adalah sebuah silinder yang berlubang, terbuat dari plat-plat dengan alur-alur di bagian kelilling dalamnya. Didalam alur-alur itu dipasang lilitan statornya. Ujung-ujung lilitan stator ini dihubungkan dengan jepitan-jepitan penghubung tetap dari mesin. Bagian-bagian terpenting dari rotor adalah kutup-kutup, lilitan penguat, cincin geser dan sumbu (as). Konstruksi generator yang umum digunakan adalah jenis kutub dalam dan yang selanjutnya dibicarakan adalah konstruksi generator kutub dalam ini. Kelebihan generator kutub dalam pada intinya adalah bahwa genrator ini dapat menghasilkan tenaga listrik yang sebesar-besarnya, karena tegangan yang terbentuk dapat langsung diambil dari lilitan statornya.

Secara umum kutub magnet mesin sinkron dibedakan atas :

1. Kutub magnet dengan bagian kutub yang menonjol (salient pole). Konstruksi seperti ini digunakan untuk putaran rendah, dengan jumlah kutub yang banyak.


(30)

2. Kutub magnet dengan bagian kutub yang tidak menonjol (non salient pole). Konstruksi seperti ini digunakan untuk putaran tinggi, dengan jumlah kutub yang sedikit. Kira-kira 2/3 dari seluruh permukaan rotor dibuat alur-alur untuk tempat lilitan penguat. Yang 1/3 bagian lagi merupakan bagian yang utuh, yang berfungsi sebagai inti kutub

Menurut teori listrik, GGL induksi yang dihubungkan pada kumparan dalam medan magnet ialah :

E = 4.44 . f . ф . N (Volt) E = 2,22 . f . ф . Z (Volt)

Dimana :

E : GGL induksi (Volt) f : Frekwensi listrik (Hz)

ф : besarnya fluks magnet (Weber) N : jumlah lilitan

Z : jumlah sisi lilitan

f =

120 .n P

Dimana:

f : frekuensi listrik

P : banyaknya kutub magnet n : putaran generator per menit

Jadi jika nilai f dimasukkan ke persaman diatas maka : E = 4.44 .

120 .n P

. ф . N (Volt)

Karena nilai P dan N tidak berubah pada generator maka harga-harga yang tidak berubah akan dijadikan menjadi suatu ketetapan yang kita sebut dengan Konstanta (K) sehingga persamaan lebih mudah untuk dipahami.

E = K . n . ф

Dimana :

E : GGL induksi (Volt) K : konstanta


(31)

Banyak penyediaan listrik terdiri atas sistem tiga fase, dan terdapat tiga pasangan elektromagnet yang terpisah serta tiga set kumparan yang juga terpisah. Antara masing-masing fase terdapat selisih 120 derajat listrik antara arus ketiga fase. Ketiga fase itu biasanya ditandai u-v-w, atau juga r-s-t, dan dapat menurut hubungan delta atau hubungan bintang. Tegangan antara dua fase adalah V. Khusus pada hubungan bintang, terdapat titik bintang, yang diberi tanda 0. Tegangan antara fase dan titik bintang adalah V 3. Daya sebuah generator 3 phasa dinyatakan dalam rumus berikut :

P = 3 VLL.I cosφ. Atau

P = 3 VLN. I . cosφ ( V dalam satu phasa)

Di mana :

P : daya (W)

VLL : tegangan phasa-phasa (V) VLN : tegangan phasa-netral (V) I : arus beban (A)

Cosφ : faktor daya


(32)

Keteraangan :

If : arus kumparan medan atau arus penguat Rf : hambatan kumparan medan

Ra : hambatan armatur Xl : reaktansi bocor

Vt : tegangan output/terminal Ea : gaya gerak listrik armatur

Pada generator sinkron keadaan jalan tanpa beban menandung arti bahwa arus armatur (Ia) = 0. Dengan demikian besar tegangan terminal adalah :

Vt = Ea = Eo

Gambar 2.18 Rangkaia listrik generator berbeban

Pada generator sinkron berbeban, maka pada kumparan armatur timbul Ia dan Xm akibatnya timbul penurunan GGL armatur tanpa beban. Tegangan terminal Vt yang timbul adalah :

Vt = Ea – I (Ra + j Xs) Vt = Ea – Ia Zs

Daya nominal sebuah generator biasanya dinyatakan dalam kW, atau MW, ataupun dalam kVA atau MVA. Daya nominal ditentukan oleh suhu kerja dari kumparan, sedangkan faktor daya biasanya adalah 0,8. Efisiensi sebuah generator dinyatakan dalam rasio keluaran dibagi masukan. Keluaran yang bermanfaat merupakan seluruh masukan dikurangi rugi-rugi. Terdapat dua jenis rugi-rugi yaitu : mekanikal dan elektrikal. Rugi-rugi mekanikal termasuk gesekan bantalan dan udara, sedangkan


(33)

rugi-rugi elektrikal terdiri atas rugi-rugi besi dan tembaga. Semua rugi-rugi akan mengakibatkan terjadinya panas yang harus dihilangkan melalui pendinginan.

II.2.4.1 Pengaturan beban aktif dan reaktif

Sistem tenaga listrik harus mampu menyediakan tenaga listrik bagi para pelanggan dengan frekwensi yang praktis kontan. Penyimpangan frekwensi dari nilai nominal harus selalu dalam batas toleransi yang diperbolehkan.

Daya aktif mempunyai hubungan erat dengan nilai frekwensi dalan sistem, sedangkan beban sistem yang berupa daya aktif maupun rektif selalu berubah sepanjang waktu. Hal dengan hal ini, maka untuk mempertahankan frekwensi dalam batas toleransi yang diperbolehkan, penyediaan/pembangakitan daya reaktif dalam sistem harus disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan atas daya aktif, harus selalu disesuaikan dengan beban daya aktif. Penyesuaian daya aktif ini dilakukan dengan mengatur besarnya kopel penggerak generator. Penambahan kopel pemutar generator memerlukan tambah bahan bakar pada unit pembangkit termis dan pada unit PLTA memerlukan penambahan air. Oleh karenanya produksi MWH memerlukan bahan bakar pada unit pembangkit termis dan memerlukan sejumlah air pada unit PLTA.

Menurut hukum Newton ada hubungan antara kopel mekanis penggerak generator dengan perputaran generator yaitu :

(TG - TB) = H x

dt dω

Dimana :

TG : Kopel penggerak generator

TB : Kopel beban yang membebani generator

H : Momen inersia dari generator beserta mesin penggeraknya

ω : kecepatan sudut perputaran generator sedangkan frekwensi yang dihasilkan generator adalah :

f = π ω 2

Hal ini berarti bahwa pengaturan frekwensi dalam sistem berarti pula pengaturan kopel penggerak generator atau juga berarti pengaturan daya aktif dari generator. Ditinjau dari segi mesin penggerak generator ini berarti bahwa pengaturan frekwensi sistem adalah pengaturan pemberian bahan bakar pada unit termis dan pengaturan pemberian air pada unit PLTA. Ditinjau dari segi beban sistem, frekwensi akan turun


(34)

apabila daya aktif yang dibangkitkan tidak mencukupi kebutuhan beban dan sebaliknya frekwensi akan naik apabila ada surplus daya aktif dalam sistem.

Secara tidak langsung penyediaan daya reaktif dapat pula mempengaruhi frekwensi sistem, karena penyediaan daya reaktif mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tegangan yang selanjutnya dapat menyebabkan kenaikan beban daya aktif.

Dalam penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan, tegangan yang konstan seperti halnya frekwensi yang konstan, merupakan salah satu syarat utama yang harus dipenuhi. Oleh karenanya masalah pengaturan tegangan merupakan masalah operasi sistem tenaga listrik yang perlu mendapat penanganan tersendiri. Pengaturan tegangan erat kaitanya dengan pengaturan daya reaktif dalam sistem. Berbeda dengan frekwensi yang sama dalam semua bagian sistem, tegangan tidak sama dalam setiap bagian sistem, sehingga pengaturan tegangan adalah lebih sulit dibandingkan dengan pengaturan frekwensi. Kalau frekwensi praktis hanya dipenuhi oleh daya nyata MW dalam sistem, di lain pihak tegangan dipenuhi oleh :

A. Arus penguat generator (eksitasi) B. Daya reaktif beban

C. Daya reaktif yang didapat dalam sistem (selain generator), misalnya dari kondensator dan dari reaktor

D. Posisi tap transformator

Dalam sistem tenaga listrik ada dua variabel yang dapat diatur secara bebas, disebut variabel pengatur (control variabel), yaitu daya nyata (MW) dan daya reaktif (MVAR). Seperti telah diuraikan diatas, pengaturan daya nyata akan mempengaruhi frekwensi, sedangkan pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi tegangan. Butir a sampai d tersebut diatas adalah cara untuk mengatur daya reaktif yang harus disediakan dalam sistem. Secara singkat dapat dikatakan bahwa :

MW merupakan variabel pengatur frekwensi. MVAR merupakan variabel pengatur tegangan.


(35)

BAB III

KINERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP III.1 BAHAN BAKAR

Energi dari Matahari diubah menjadi energi kimia dengan fotosintesa. Namun, sebagaimana kita ketahui, bila kita membakar tanaman atau kayu kering, menghasilkan energi dalam bentuk panas dan cahaya, kita melepaskan energi matahari yang sesungguhnya tersimpan dalam tanaman atau kayu melalui fotosintesa. Kita tahu bahwa hampir kebanyakan di dunia pada saat ini kayu bukan merupakan sumber utama bahan bakar. Kita umumnya menggunakan gas alam atau minyak bakar di rumah kita, dan kita menggunakan terutama minyak bakar dan batubara untuk memanaskan air menghasilkan steam untuk menggerakan turbin untuk sistim pembangkitan tenaga yang sangat besar. Bahan bakar tersebut – batubara, minyak bakar, dan gas alam –sering disebut sebagai bahan bakar fosil.

Berbagai jenis bahan bakar (seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang tersedia tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, polusi dan peletakan boiler, tungku dan peralatan pembakaran lainnya.

Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar membantu dalam memilih bahan bakar yang benar untuk keperluan yang benar dan untuk penggunaan bahan bakar yang efisien. Uji laboratorium biasanya digunakan untuk mengkaji sifat dan kualitas bahan bakar.

III.1.1 Jenis Jenis Bahan Bakar

Bagian ini menerangkan tentang jenis bahan bakar cair, padat dan gas. III.1.1.1 Bahan Bakar Cair

Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat bahan bakar cair diberikan dibawah ini.

- Densitas, didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan bakar pada suhu acuan 15°C. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut hydrometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3.

- Specific Gravity, Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum minyak bakar terhadap berat air untuk volum yang sama pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif terhadap air, disebut specific gravity. Specific gravity air


(36)

ditentukan sama dengan 1. Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan. Pengukuran specific gravity biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity digunakan dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum. Specific gravity untuk berbagai bahan bakar minyak diberikan dalam tabel dibawah:

Bahan Bakar Minyak

L.D.O (Minyak Diesel Ringan)

Minyak

Tungku/Furnace Oil

L.S.H.S (Low Sulphur Heavy Stock)

Specific Gravity 0,85-0,87 0,89-0,95 0,88-0,98 Tabe 3 1. Specific gravity berbagai bahan bakar minyak

- Viskositas, Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan Stokes / Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu – viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental,maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat. - Titik Nyala, Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Titik nyala untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0C.

- Titik Tuang, Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar minyak siap untuk dipompakan.

- Panas Jenis, Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 1oC. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0C. Besarnya bervariasi mulai dari 0,22 hingga 0,28 tergantung pada specific gravity minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk


(37)

memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang lebih tinggi.

- Nilai Kalor, Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan., dan diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor netto/ nett calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor/. gross calorific value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto. Nilai kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air dan jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahan bakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini:

Bahan bakar minyak Nilai kalor kotor (GCV) (kKal/kg)

Minyak tanah 11.100

Minyak diesel 10.800

L.D.O 10.700

Minyak tungku/furnace 10.500

LSHS 10.600

Tabel 3.2. Nilai kalor kotor (GCV) untuk beberapa bahan bakar minyak

- Sulfur, Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada sumber minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2 - 4 %. Kandungan sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak.

Bahan bakar minyak Persen sulfur

Minyak tanah 0,05-0,2

Minyak diesel 0,05-0,25

L.D.O 0,5-1,8

Minyak furnace 2,0-4,0

LSHS < 0,5


(38)

Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara dan economizer.

- Kadar abu, Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll. Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.

- Residu karbon, Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih.

- Kadar air, Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan umumnya sangat rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum 1% ditentukan sebagai standar. Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama penyalaan. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak terlihat pada tabe dibawah.

Karakteristik Bahan bakar Minyak

Minyak Furnace L.S.H.S L.D.O

Masa Jenis (g/cc pada 150C)

0,89-0,95 0,88-0,98 0,85-0,87

Titik Nyala (0C) 66 93 66

Titik Tuang (0C) 20 72 18

G.C.V. (kKal/kg) 10.500 10.600 10.700

Endapan, % Berat Max.

0,25 0,25 0,1


(39)

Berat, Max. Kadar Air, % Vol. Max.

1,0 1,0 0,25

% Abu, Berat Max. 0,1 0,1 0,02

Tabel 3.4. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak

- Penyimpanan bahan bakar minyak, Akan sangat berbahaya bila menyimpan minyak bakar dalam tong. Cara yang lebih baik adalah menyimpannya dalam tangki silinder, diatas maupun dibawah tanah. Minyak bakar yang dikirim umumnya masih mengandung debu, air dan bahan pencemar lainnya. Ukuran tangki penyimpan minyak bakar sangatlah penting. Perkiraan ukuran penyimpan yang direkomendasikan sedikitnya untuk 10 hari konsumsi normal. Tangki penyimpan bahan bakar untuk industri pada umumnya digunakan tangki mild steel tegak yang diletakkan diatas tanah. Untuk alasan keamanan dan lingkungan, perlu dibuat dinding disekitar tangki penyimpan untuk menahan aliran bahan bakar jika terjadi kebocoran. Pengendapan sejumlah padatan dan lumpur akan terjadi pada tangki dari waktu ke waktu, tangki harus dibersihkan secara berkala: setiap tahun untuk bahan bakar berat dan setiap dua tahun untuk bahan bakar ringan. Pada saat bahan bakar dialirkan dari kapal tanker ke tangki penyimpan, harus dijaga dari terjadinya kebocoran-kebocoran pada sambungan, flens dan pipa-pipa. Bahan bakar minyak harus bebas dari pencemar seperti debu, lumpur dan air sebelum diumpankan ke sistim pembakaran.

III.1.1.2 Bahan Bakar Padat (Batubara)

- Klasifikasi Batubara, Batubara diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama yakni antracit, bituminous, dan lignit, meskipun tidak jelas pembatasan diantaranya. Pengelompokannya lebih lanjut adalah semiantracit, semi-bituminous, dan sub-bituminous. Antracit merupakan batubara tertua jika dilihat dari sudut pandang geologi, yang merupakan batubara keras, tersusun dari komponen utama karbon dengan sedikit kandungan bahan yang mudah menguap dan ฀amper tidak berkadar air. Lignit merupakan batubara termuda dilihat dari pandangan geologi. Batubara ini merupakan batubara lunak yang tersusun terutama dari bahan yang mudah menguap dan kandungan air dengan kadar fixed carbon yang rendah. Fixed carbon merupakan karbon dalam keadaan bebas, tidak bergabung dengan elemen lain. Bahan yang mudah menguap merupakan bahan batubara yang mudah terbakar yang menguap apabila batubara dipanaskan. Batubara yang umum digunakan, contohnya pada


(40)

industri di India adalah batubara bituminous dan sub-bituminous. Pengelompokan batubara India berdasarkan nilai kalornya adalah sebagai berikut:

Kelas Kisaran Nilai Kalor (dalam kKal/kg)

A Lebih dari 6200

B 5600-6200

C 4940-5600

D 4200-4940

E 3360-4200

F 2400-3360

G 1300-2400

Tabel 3.5 Kelas nilai kalor batu bara

Komposisi kimiawi batubara berpengaruh kuat pada daya pembakarannya. Sifat-sifat batubara secara luas dik lasifikasikan kedalam sifat fisik dan sifat kimia.

- Sifat fisik dan kimia batubara, Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan mudah menguap dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur. Nilai kalor batubara beraneka ragam dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya. Nilai untuk berbagai macam batubara diberikan dalam tabel dibawah.

Parameter Lignit

(dasar kering)

Batubara India

Batubara Indonesia

Batubara Afrika selatan GCV

(kKal/kg)

4500 4000 5500 6000

Tabel 3.6 GCV untuk berbagai jenis batubara

- Analisis Batubara, Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana.


(41)

Penentuan kadar air dilakukan dengan menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan sampai ukuran 200-mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 108 +2 oC dan diberi penutup. Sampel kemudian

didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya.

Penentuan kadar air

Sampel batubara halus yang masih baru ditimbang, ditempatkan pada krus tertutup, kemudian dipanaskan dalam tungku pada suhu 900 + 15 oC. Sampel kemudian

didinginkan dan dtimbang. Sisanya berupa kokas (fixed carbon dan abu). Metodologi rinci untuk penentuan kadar karbon dan abu, merujuk pada IS 1350 bagian I: 1984, bagian III, IV.

Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter)

Tutup krus dari dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan dengan pembakar Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang, yang merupakan abu yang tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari penimbangan sebelumnya merupakan fixed carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon atau FC dihitung dari pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu.

Pengukuran karbon dan abu

- Penyimpanan, handling dan persiapan batubara, Ketidaktentuan dalam ketersediaan dan pengangkutan bahan bakar mengharuskan dilakukannya penyimpanan dan penanganan untuk kebutuhan berikutnya. Kesulitan yang ada pada penyimpanan batubara adalah diperlukannya bangunan gudang penyimpanan, adanya hambatan masalah tempat, penuruan kualitas dan potensi terjadinya kebakaran. Kerugiankerugian kecil lainnya adalah oksidasi, angin dan kehilangan karpet. Oksidasi 1% batubara memiliki efek yang sama dengan kandunag abu 1% dalam batubara. Kehilangan karena angin mencapai 0,5 – 1,0 % dari kerugian total. Penyimpanan batubara yang baik akan meminimalkan kehilangan karpet dan kerugian terjadinya pembakaran mendadak. Pembentukan “karpet lunak”, dari batubara halus dan tanah, menyebabkan kehilangan karpet. Jika suhu naik secara perlahan dalam tumpukan batubara, maka dapat terjadi oksidasi yang akan menyebabkan pembakaran yang mendadak dari batubara yang disimpan. Kehilangan karpet dapat dikurangi dengan cara:


(42)

2. Membuat tempat penyimpanan standar yang terbuat dari beton dan bata

Di Industri, batubara di-handling secara manual maupun dengan conveyor. Pada saat handling batubara harus diusahakan supaya sesedikit mungkin batubara yang hancur membentuk partikel kecil dan sesedikit mungkin partikel kecil yang tercecer.

Persiapan batubara sebelum pengumpanan ke boiler merupakan tahap penting untuk mendapatkan pembakaran yang baik. Bongkahan batubara yang besar dan tidak beraturan

dapat menyebabkan permasalahan sebagai berikut:

Kondisi pembakaran yang buruk dan suhu tungku yang tidak mencukupi

Udara berlebih yang terlalu banyak mengakibatkan kerugian cerobong yang tinggi Meningkatnya bahan yang tidak terbakar dalam abu

Rendahnya efisiensi termal

III.1.1.3 Bahan Bakar Gas

Bahan bakar gas merupakan bahan bakar yang sangat memuaskan sebab hanya memerlukan sedikit handling dan sistim burner nya sangat sederhana dan hampir bebas perawatan. Gas dikirimkan melalui jaringan pipa distribusi sehingga cocok untuk wilayah yang berpopulasi tinggi atau padat industri. Walau begitu, banyak pemakai perorangan yang besar memiliki penyimpan gas, bahkan beberapa diantara mereka memproduksi gasnya sendiri.

III.1.1.3.1 Jenis jenis bahan bakar gas

Berikut adalah daftar jenis-jenis bahan bakar gas: Bahan bakar yang secara alami didapatkan dari alam: − Gas alam

− Metan dari penambangan batubara

Bahan bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat − Gas yang terbentuk dari batubara

− Gas yang terbentuk dari limbah dan biomasa − Dari proses industri lainnya (gas blast furnace) Gas yang terbuat dari minyak bumi

− Gas Petroleum cair (LPG) − Gas hasil penyulingan


(43)

− Gas dari gasifikasi minyak Gas-gas dari proses fermentasi

Bahan bakar bentuk gas yang biasa digunakan adalah gas petroleum cair (LPG), gas alam, gas hasil produksi, gas blast furnace, gas dari pembuatan kokas, dll. Nilai panas bahan baker gas dinyatakan dalam Kilokalori per normal meter kubik (kKal/Nm3)

ditentukan pada suhu normal (20 0C) dan tekanan normal (760 mm Hg).

III. 1.1.3.2. Sifat sifat bahan bakar gas

Karena hampir semua peralatan pembakaran gas tidak dapat menggunakan kadungan panas dari uap air, maka perhatian terhadap nilai kalor kotor (GCV) menjadi kurang. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto (NCV). Hal ini benar terutama untuk gas alam, dimana kadungan hidrogen akan meningkat tinggi karena adanya reaksi pembentukan air selama pembakaran. Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas diberikan dalam Tabel

Bahan Bakar Gas Masa Jenis Relatif Nilai Kalor yang lebih tinggi kkal/Nm3 Perbandingan Udara/Bahan bakar

- m3 udara

terhadap m3 Bahan

Bakar Suhu Nyala api o C Kecepatan Nyala api m/s

Gas Alam 0,6 9350 10 1954 0,290

Propan 1,52 22200 25 1967 0,460

Butan 1,96 28500 332 1973 0,870

Tabel 3.7 Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas III.1.1.3.3. LPG

LPG terdiri dari campuran utama propan dan Butan dengan sedikit persentase hidrokarbon tidak jenuh (propilen dan butilene) dan beberapa fraksi C2 yang lebih

ringan dan C 5 yang lebih berat. Senyawa yang terdapat dalam LPG adalah propan

(C3H8), Propilen (C3H6), normal dan iso-butan (C4H10) dan Butilen (C4H8). LPG

merupakan campuran dari hidrokarbon tersebut yang berbentuk gas pada tekanan atmosfir, namun dapat diembunkan menjadi bentuk cair pada suhu normal, dengan tekanan yang cukup besar. Walaupun digunakan sebagai gas, namun untuk kenyamanan dan kemudahannya, disimpan dan ditransport dalam bentuk cair dengan tekanan tertentu. LPG cair, jika menguap membentuk gas dengan volum sekitar 250 kali. Uap LPG lebih berat dari udara: butan beratnya sekitar dua kali berat udara dan


(44)

propan sekitar satu setengah kali berat udara. Sehingga, uap dapat mengalir didekat permukaan tanah dan turun hingga ke tingkat yang paling rendah dari lingkungan dan dapat terbakar pada jarak tertentu dari sumber kebocoran. Pada udara yang tenang, uap akan tersebar secara perlahan. Lolosnya gas cair walaupun dalam jumlah sedikit, dapat meningkatkan campuran perbandingan volum uap/udara sehingga dapat menyebabkan bahaya. Untuk membantu pendeteksian kebocoran ke atmosfir, LPG biasanya ditambah bahan yang berbau. Harus tersedia ventilasi yang memadai didekat permukaan tanah pada tempat penyimpanan LPG. Karena alasan diatas, sebaiknya tidak menyimpan silinder LPG di gudang bawah tanah atau lantai bawah tanah yang tidak memiliki ventilasi udara.

III.1.1.3.4. Gas Alam

Metan merupakan kandungan utama gas alam yang mencapai jumlah sekitar 95% dari volum total. Komponen lainnya adalah: Etan, Propan, Pentan, Nitrogen, Karbon Dioksida, dan gasgas lainnya dalam jumlah kecil. Sulfur dalam jumlah yang sangat sedikit juga ada. Karena metan merupakan komponen terbesar dari gas alam, biasanya sifat metan digunakan untuk membandingkan sifat-sifat gas alam terhadap bahan bakar lainnya. Gas alam merupakan bahan bakar dengan nilai kalor tinggi yang tidak memerlukan fasilitas penyimpanan. Gas ini bercampur dengan udara dan tidak menghasilkan asap atau jelaga. Gas ini tidak juga mengandung sulfur, lebih ringan dari udara dan menyebar ke udara dengan mudahnya jika terjadi kebocoran. Perbandingan kadar karbon dalam minyak bakar, batubara dan gas diberikan dalam tabel dibawah.

Bahan Bakar Minyak

Batubara Gas Alam

Karbon 84 41,11 74

Hidrogen 12 2,76 25

Sulfur 3 0,41 -

Oksigen 1 9,89 Sedikit

Nitrogen Sedikit 1,22 0,75

Abu Sedikit 38,63 -

Air Sedikit 5,98 -


(45)

III.2 KONVERSI ENERGI

Dalam PLTU, energi yang dikonversikan menjadi energi listrik adalah bahan bakar. Energi yang digunakan dapat berupa batubara (padat), minyak (cair), atau gas. Ada kalanya PLTU menggunakan kombinasi beberapa macam bahan bakar.

Konversi energi tingkat pertama dalam PLTU adalah konversi energi primer menjadi energi panas (kalor). Hal ini dilakukan dalam ruang bakar dari ketel uap PLTU. Energi panas ini kemudian dipindahkan kedalam air yang ada didalam pipa ketel untuk menghasilkan uap yang dikumpulkan dalam drum dari ketel. Uap dari drum ketel dialirkan ke turbin uap. Dalam turbin uap, energi (enthalpy) uap dikonversikan menjadi energi mekanis penggerak generator, dan akhirnya energi mekanik dari turbin uap ini dikonversikan menjadi energi listrik oleh generator. Secara skematis, proses tersebut di atas digambarkan oleh gambar 3.1

Gambar 3.1 Konversi energi pada PLTU

Gambar 3.1 menggambarkan siklus uap dan air yang berlangsung dalam PLTU, yang dayanya relatif besar diatas 200 MW. Untuk PLTU ukuran ini, PLTU umumnya memiliki pemanas ulang dan pemanas awal serta mempunyai 3 turbin yaitu


(46)

turbin tekanan tinggi, turbin tekanan menengah, dan turbin tekanan rendah. Siklus yang digambarkan oleh gambar 3.1 telah disederhanakan, yaitu bagian yang menggambarkan sirkuit pengolahan air untuk suplisi dihilangkan untuk penyederhanaan. Suplisi air ini diperlukan karena adanya kebocoran uap pada sambungan-sambungan pipa uap dan adanya blowdown air dari drum ketel.

Air dipompakan kedalam drum dan selanjutnya mengalir ke pipa-pipa air yang merupakan dinding yang mengelilingi ruang bakar ketel. Kedalam ruang bakar ketel disemprotkan bahan bakar dan udara pembakaran. Bahan bakar dan udara pembakaran ini dinyalakan dalam ruang bakar sehingga terjadi pembakaran dalam ruang bakar. Pembakaran bahan bakar dalam ruang bakar mengubah energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi panas (kalor). Energi panas hasil pembakaran ini dipindahkan ke air yang ada dalam pipa air ketel melalui proses radiasi, konduksi dan konveksi.

Untuk setiap macam bahan bakar, komposisi perpindahan panas berbeda beda, misalnya bahan bakar minyak paling banyak memindahkan kalori hasil pembakaran melalui radiasi dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Untuk melaksanakan pembakaran diperlukan oksigen yang diambil dari udara. Oleh karena itu, diperlukan pasokan udara yang cukup ke dalam ruang bakar. Untuk keperluan memasok udara ke ruang bakar, ada kipas (ventilator) tekan dan isap yang dipasang masing-masing pada ujung masuk udara ke ruang bakar dan pada ujung keluar udara dari ruang bakar.

Gas hasil pembakaran dalam ruang bakar setelah diberi kesempatan memindahkan energi panasnya ke air yang ada didalam pipa air ketel, dialirkan melalui saluran pembuangan gas buang untuk selanjutnya dibuang ke udara melalui cerobong. Gas buang sisa pembakaran ini masih mengandung banyak energi panas karena tidak semua energi panasnya dapat dipindahkan ke air yang ada di dalam pipa air ketel. Gas buang yang masih mempunyai suhu diatas 4000C ini dimanfaatkan untuk memanasi.:

A. Pemanas Lanjut (Super Heater)

Didalam pemanas lanjut, mengalir uap dari drum ketel yang menuju ke turbin uap tekanan tinggi. Uap yang mengalir dalam pemanas lanjut ini mengalami kenaikan suhu sehingga uap air ini semakin kering, oleh karena adanya gas buang disekeliling pemanas lanjut.


(47)

Uap yang telah digunakan untuk menggerakkan turbin tekanan tinggi, sebelum menuju turbin tekanan menengah, dialirkan kembali melalui yang dikelilingi oleh gas buang. Di sini uap akan mengalami kenaikan suhu yang serupa dengan pemanas lanjut.

C. Economizer

Air yang dipompakan kedalam ketel, terlebih dahulu dialirkan melalui economizer agar mendapat pemanasan oleh gas buang. Dengan demikian suhu air akan lebih tinggi ketika masuk ke pipa air di dalam ruang yang selanjutnya akan mengurangi jumlah kalori yang diperlukan untuk penguapan (lebih ekonomis)

D. Pemanas Udara

Udara yang akan dialirkan kedalam ruang pembakaran yang dipergunakan untuk membakar bahan bakar terlebih dahulu dialairkan melalui pemanas udara agar mendapat pemanasan oleh gas buang sehingga suhu udara pembakaran naik yang selanjutnya akan mempertinggi suhu nyala pembakaran.

III.3 RUGI-RUGI

Sesuai dengan hukum II termodinamika yang menyatakan bahwa energi termal tidak dapat dikonversi menjadi kerja oleh proses siklus dengan efisiensi 100% maka setiap alat konversi energi akan mempunyai rugi-rugi. Pada pembangkit listrik tenaga uap terdapat tiga alat konversi energi yang bekerja pada sistem yaitu boiler atau ketel uap, turbin uap dan generator listrik atau alternator.

Proses pembakarn dalam boiler dapat digambarkan dalam bentuk diagram aliran energi. Diagram ini menggambarkan secara grafis tentang bagaimana energi masuk dari bahan bakar diubah menjadi aliran energi dengan berbagai kegunaan dan menjadi aliran kehilangan panas dan energi. Panah tebal menunjukkan jumlah energi yang dikandung dalam aliran masing-masing.


(48)

Gambar 3.2 Diagram neraca energi boiler

Neraca panas merupakan keseimbangan energi total yang masuk boiler terhadap yang meninggalkan boiler dalam bentuk yang berbeda.

Kerugian ditiap-tiap tingkat turbin adalah kerugian di sudu-sudu turbin, kerugian gesekan dan kerugian ventilasi, serta kerugian kebocoran (celah). Sudu-sudu turbin adalah suatu tempat dimana energi aliran uap harus diubah menjadi gaya keliling. Didalam sudu jalan turbin tekanan sama aliran uap dibelokkan 150 o dan lebih, kecepatan uapnya juga tinggi, maka kerugian kecepatan pada tingkat dari turbin ini dihitung sampai 7 %. Untuk tingkat dari turbin tekanan lebih kecepatan uap dan belokanya lebih kecil, aliran uapnya lebih baik karena pada waktu yang bersamaan uap tersebut mendapat percepatan akibat dari ekspansi dan kerugian percepatan yang ada diperhitungkan sekitar 4 %. Panjang sudu mempunyai pengaruh. Untuk sudu yang pendek kerugianya makin tinggi, karena hantaran pancaran uap cuma sedikit, sehingga di kaki dan kepala sudu terjadi pusaran uap dan gangguan-gangguan.

Pada turbin uap terjadi kerugian gesekan dengan roda uap, harga gesekan ini akan makin besar bila diameter roda makin besar dan makin tinggi kecepatan roda serta makin besar kerapatan uapnya. Karena hanya sebagian dari sudu disekeliling roda yang dimasuki/digerakkan oleh uap, maka akibatnya akan timbul kerugian ventilasi. Bila sudu jalan yang bergerak melewati bagian yang tidak ada nozel atau sudu pengarahnya, sehingga sudu jalan tersebut tidak dialiri/dimasuki uap, maka pada bagian ini akan terdapat olakan pada pusaran-pusaran uap, dan hasilnya dari peristiwa


(49)

ini akan bekerja sebagai rem. Kerugian ventilasi ini tergantung kepada panjang sudu, besarnya pemasukan uap kedalam sudu-sudu turbin dan kecepatan keliling serta kepada kerapatan uap. Untuk turbin yang kecil kerugian ventilasi ini dapat diketahui dengan jelas dan sangat mengurangi efisiensi turbin. Kerugian kebocoran (celah) terdapat diantara rotor dan rumah turbin pada ujung dari sudu pengarah dan sudu jalan. Makin pendek panjangnya sudu dan makin besar kebutuhan celah untuk mengatasi perbedaan temperatur pada saat turbin start, makin besarlah kerugian kebocorannya. Sebab uap tersebut mengalir di ujung-ujung sudu melalui penampang celah tanpa bekerja (memberikan energinya untuk bekerja).

Pertimbangan terhadap rugi-rugi mesin listrik merupakan hal yang penting berdasarkan ketiga alasan berikut : (1) rugi-rugi menentukan efisiensi mesin dan cukup berpengaruh terhadap biaya pemakaiannya; (2) rugi-rugi menentukan pemanasan mesin sehingga menentukan pula keluaran daya atau ukuran yang dapat diperoleh tanpa mempercepat keausan isolasinya; dan (3) jatuhnya tegangan atau komponen arus yang bersangkutan dengan rugi-rugi yang dihasilkan harus diperhitungkan dengan semestinya dalam penampilan mesin. Pada umumnya mesin berputar bekerja secara efisien kecuali pada beban ringan. Suatu efisisensi beban penuh dari rata-rata motor, misalnya, berkisar 74 % pada motor berukuran 1-dk, 89 % pada yang berukuran 50-dk, 93 % pada yang berukuran 500-dk, dan 97 % pada yang berukuran 5000-dk.. Efisiensi dari motor berkecepatan rendah biasanya lebih rendah dari motor berkecepatan tinggi, penyebaran keseluruhannya adalah 3 atau 4 %.

Efisiensi mesin listrik pada umumnya ditentukan dengan pengukuran rugi-ruginya, bukan langsung mengukur masukan dan keluaranya dalam keadaan dibebani. Pengukuran rugi-rugi mempunyai keuntungan karena mudah dan murah dilaksanakan dan menghasilkan harga yang lebih teliti dan cermat karena kesalahan presentasi yang diberikan dalam pengukuran rugi-rugi hanya menyebabkan sekitar sepersepuluh kesalahan presentasi pada efisiensinya. Efisiensi yang ditentukan dari pengukuran rugi-rugi dapat dipergunakan dalam membandingkan mesin –mesin sejenis jika metoda pengukuran dan perhitungan yang persis sama dipergunakan untuk tiap-tiap mesin. Dengan alasan inilah maka berbagai rugi-rugi dan persyaratan-persyaratan dalam melakukan pengukuran telah didefinisikan dengan tepat oleh American National Standards Institute, Inc. (ANSI), Institutbe of Electrical and Electronic Engineers (IEEE), dan National Electrical Manufactures Association (NEMA). Berikut ini dibahas tiap rugi-rugi yang kesemuanya merupakan pasal-pasal yang


(50)

harus diikuti yang diberikan dalam ANSI Standard C50, meskipun tidak disampaikan semuanya secara terperinci.

Rugi-rugi I2R. Rugi-rugi I2R tentu saja akan ditemukan pada semua lilitan mesin. Menurur konvensi, rugi-rugi tersebut dihitung berdasarakan pada tahanan dc dari lilitan pada suhu 750C. Sesungguhnya rugi-rugi I2R tergantung pada tahanan efektif dari lilitan pada fluks dan frekwensi kerjanya. Perbedaan rugi-rugi yang dinyatakan oleh perbedaan antara tahanan dc dan tahanan efektif dimasukkan sebagai rugi-rugi beban tersebar, sebagaimana akan dibahas dibawah.

Pada rangkaian medan mesin serempak dan mesin dc, hanya rugi-rugi pada belitan medan yang dikenakan pada mesin, sedangkan rugi-rugi dari sumber luar yang mencatu peneralaan dikenakan pada keseluruhan peralatan yang menggunakan mesin tersebut sebagai salah satu bagiannya. Sangat berkaitan dengan rugi-rugi I2R adalah rugi-rugi kontak sikat pada cincin slip dan komutator. Menurut konvensi, rugi-rugi ini biasanya diabaikan pada mesin induksi dan mesin serempak, dan pada mesin dc jenis industri tegangan jatuh pada sikat dianggap tetap sebesar 2 V keseluruhanya jika dipergunakan sikat arang dan grafit dengan shunt.

Rugi-rugi mekanis. Rugi-rugi ini terdiri atas gesekan sikat dan bantalan, perlilitan, dan daya yang diperlukan untuk mengalirkan udara melalui mesin dan sistem ventilasi, jika ada, apakah sudah tersedia didalam atau kipas dari luar (kecuali daya yang diperlukan untuk mendorong udara melalui terowongan luar yang panjang terhadap mesin). Rugi-rugi gesekan dan perlilitan dapat diukur dengan menentukan masukan pada mesin yang bekerja pada kecepatan yang semestinya tetapi tidak diberi beban dan tidak diteral. Kadang-kadang juga dimasukkan rugi-rugi inti dan ditentukan pada saat yang sama.

Rugi-Rugi Inti Rangkaian Terbuka, atau Tanpa beban. Rugi-rugi inti rangkaian terbuka terdiri atas rugi-rugi histerisis dan arus-eddy yang timbul dari perubahan kecepatan fluks pada besi mesin dengan hanya lilitan peneral utama yang diberi tenaga. Peda mesin dc dan mesin serempak, rugi-rugi ini terutama dialami oleh besi armatur, meskipun pembentukan pulsa fluks yang berasal dari mulut celah akan menyebabkan rugi-rugi pada besi medan juga, terutama pada sepatu kutub atau permukaan besi medan. Pada mesin induksi rugi-rugi terdapat terutama pada besi stator. Rugi-rugi inti rangkaian terbuka dapat diperoleh dengan mengukur masukan pada mesin pada saat bekerja tanpa beban pada kecepatan ukuran atau frekuensi


(51)

ukuran dan dengan fluks atau tegangan yang semestinya dan kemudian mengurangan rugi-rugi perlilitan dan gesekan dan, jika mesin tersebut bekerja sendiri selama dites, rugi-rugi I2R armatur tanpa beban (rugi-rugi I2R stator beban pada motor induksi). Biasanya data diambil untuk suatu kurva rugi-rugi inti sebagai fungsi dari tegangan armatur di sekitar tegangan ukuran. Maka rugi-rugi inti dalam keadaan dibebani ditentukan sebagai harga pada suatu tegangan yang besarnya sama dengan tegangan ukuran yang merupakan perbedaan dari jatuhnya tahanan-ohm armatur pada saat dibebani (pada mesin ac merupakan pembetulan fasor). Pada motor induksi, koreksi tidak dilakukan, melainkan digunakan rugi-rugi inti pada tegangan ukuran. Untuk menentukan efisiensi saja, tidak perlu memisahkan rugi-rugi inti rangkaian terbuka dan rugi gesekan serta perlilitan, jumlah dari kedua rugi ini dinamakan rugi-rugi putaran tanpa beban. Rugi-rugi-rugi arus eddy tergantugn pada kuadrat dari kerapatan fluks, frekuensi, dan ketebalan dari lapisan. Pada keadaan mesin normal besarnya dapat didekati dengan :

Pe = Ke (Bmaksfτ)2 Dimana :

τ = tebal lapisan

Bmaks = kerapatan fluks maksimum f = frekuensi

Ke = tetapan pembilang

Harga Ke tergantung pada satuan yang digunakan, volume besi, dan resistivitas besi. Ragam dari rugi-rugi histerisis dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan empiris saja. Persamaan yang banyak digunakan adalah :

Ph = KhfBn maks

Dimana Kh merupakan tetapan pembanding yang besarnya tergantung pada karakteristik dan volume besi dan satuan yang dipergunakan dan pangkat n berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,5 dan biasa diambil 2,0 dalam memperkirakan penampilan mesin. Pada kedua persamaan diatas frekuensi dapat diganti dengan kecepatan dan kerapatan fluks dengan tegangan yang sesuai, dengan mengubah besarnya tetapan pembanding juga.

Rugi-Rugi Beban Tersebar. Rugi-rugi beban tersebar terdiri atas rugi-rugi yang timbul karena pembagian arus tak seragam pada tembaga dan rugi-rugi inti


(52)

tambahan yang dihasilkan pada besi karena gangguan pada fluks magnit oleh arus beban. Rugi-rugi ini sukar ditentukan secara tepat. Sesuai konvensi diambil 1,0 persen dari keluaran untuk mesin dc. Untuk mesin serempak dan mesin induksi dapat dicari dengan percobaan. Jika ditinjau, pembagian rugi-rugi pada mesin di atas menunjukkan adanya sedikit sifat, yang jika dipandang secara mendasar seperti tidak alami. Hal tersebut gigambarkan oleh adanya pembagian rugi besi menjadi rugi-rugi inti tanpa beban dan perbedaan yang muncul setelah dibebani, adanya pembagian dari rugi-rugi I2R menjadi I2R ohm dan perbedaannya yang timbul oleh adanya pembagian arus tak seragam, dan penjumlahan kedua perbedaan tersebut sebagai sisa-sisa rugi-rugi dan memasukkanya dalam kategori rugi-rugi beban tersebar.

III.4 EFISIENSI

Seperti telah kita ketahui bahwa energi masukan pada PLTU adalah pemasukan sejumlah bahan bakar pada ruang bakar ketel uap dan dan dikonvesikan melalui media uap sehingga keluaran dari unit pembangkit ini adalah berupa daya listrik pada generator listrik. Keluaran dari generator listrik berupa GGL listrik sebesar :

E = 4.44 . f . ф . N (Volt)

E = 2,22 . f . ф . Z (Volt)

Dimana :

E : GGL induksi (Volt) f : Frekwensi listrik (Hz)

ф : besarnya fluks magnet (Weber) N : jumlah lilitan

Z : jumlah sisi lilitan

f =

120 .n P

Dimana:

f : frekuensi listrik

P : banyaknya kutub magnet n : putaran generator per menit


(53)

Jadi jika nilai f dimasukkan ke persaman diatas maka : E = 4.44 .

120 .n P

. ф . N (Volt)

Karena nilai P dan N tidak berubah pada generator maka harga-harga yang tidak berubah akan dijadikan menjadi suatu ketetapan yang kita sebut dengan Konstanta (K) sehingga persamaan lebih mudah untuk dipahami.

E = K . n . ф

Dimana :

E : GGL induksi (Volt) K : konstanta

ф : besarnya fluks magnet (Weber)

Gambar 3.3 Rangkaian listrik generator berbeban

Pada generator sinkron berbeban, maka pada kumparan armatur timbul Ia dan Xm akibatnya timbul penurunan GGL armatur tanpa beban. Tegangan terminal Vt yang timbul adalah :

Vt = Ea – I (Ra + j Xs) Vt = Ea – Ia Zs

Daya sebuah generator 3 phasa dinyatakan dalam rumus berikut : P = 3 VLL.I cosφ.

Atau

P = 3 VLN. I . cosφ ( V dalam satu phasa)

Bila generator diberi beban yang berubah -ubah maka besarnya tegangan terminal V


(54)

• Resistansi jangkar, resistansi jangkar/fasa Ra menyebabkan terjadinya kerugian tegangan jatuh/fasa dan I.Ra yang sefasa dengan arus jangkar.

• Reaktansi bocor jangkar, saat arus mengalir melalui penghantar jangkar, sebagian fluks yang terjadi tidak mengimbas pada jalur yang sudah ditentukan, hal seperti ini disebut fluks bocor.

• Reaksi jangkar, adanya arus mengalir pada kumparan jangkar saat generator dibebani akan menimbulkan fluks jangkar (ФA) yang berintegrasi dengan

fluks yang dihasilkan medan rotor (ФF), sehingga akan dihasilkan suatu fluks resultan sebesar ФR = ФA + ФF

Dalam sistem tenaga listrik ada dua variabel yang dapat diatur secara bebas, disebut variabel pengatur (control variabel), yaitu daya nyata (MW) dan daya reaktif (MVAR). Pengaturan daya nyata akan mempengaruhi frekwensi dan konsumsi bahan bakar, sedangkan pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi tegangan dan arus eksitasi (fluksi).

Pada saat beban listrik naik maka daya yang timbul untuk melawan generator akan makin besar juga sehingga putaran generator akan turun begitu juga dengan tegangan. Turunnya putaran generator maka putaran turbin ikut turun, oleh sebab itu maka diperlukan lebih banyak jumlah uap untuk menaikkan putaran turbin. Untuk menaikkan jumlah uap maka pasokan bahan bakar pada ruang bakar harus ditambah sehingga produksi uap bertambah. Begitu juga sebaliknya jika beban generator berkurang maka putaran generator naik dan tegangan juga naik maka konsumsi bahan bakar perlu dikurangi untuk menjaga frekuensi tetap stabil.

Apabila turbin sedang berbeban penuh kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan pemutus tenaga (PMT) generator yang digerakkan turbin trip, maka turbin kehilangan beban secara mendadak. Hal ini menyebabkan putaran turbin akan naik secara mendadak dan apabila hal ini tidak dihentikan, maka akan merusak bagian bagian yang berputar pada turbin maupun generator, seperti : bantalan, sudu jalan turbin, dan kumparan arus searah yang ada pada rotor generator. Untuk mencegah hal ini, aliran uap ke turbin harus dihentikan yaitu dengan cara menutup katup uap turbin. Pemberhentian aliran uap ke turbin dengan menutup katup uap turbin secara mendadak menyebabkan uap mengumpul dalam drum ketel sehingga tekanan uap


(1)

KB-3 : sub stasiun speciallity fats KB-4 : transformator 3500 kVA turbin KB-5 : VT

KD-1 : transformator 3500 kVA speciallity fats IV.2 DATA OPERASIONAL

Waktu (per jam) Daya generator4-10MW (kW) Konsumsi uap (ton/jam) 09.00 5500 27.55 10.00 6200 28,98 11.00 7000 33.92 12.00 7200 33.82 13.00 7200 33.86 14.00 7200 3.90 15.00 7300 34.32 16.00 7300 34.29 17.00 7350 34.55 18.00 8000 37.64 19.00 7950 37.20 20.00 7950 37.36 21.00 8050 37.85 22.00 7950 37.37 23.00 7000 3295 24.00 7050 33.15 01.00 7000 32.91 02.00 7000 32.91


(2)

03.00

7050

33.10 04.00

7050

33.15 05.00

7040

33.09 06.00

7050

33.10 07.00

6900

32.20 08.00

5500

27.50

Jumlah : 176410 kWh

829.38 Ton/h Tabel 4.1 Konsumsi Uap Turbin 4 Per Jam

Pengambilan data dilakukan pada hari senin tanggal 10 November 2009. Dari perusahaan diperoleh untuk 1 MW membutuhkan 4.7 ton uap kering. Data dari perusahaan didapat bahwa Boiler Cangkang (BC)-1,2,3 memerlukan 195 kg bahan bakar (cangkang+serabut) untuk menghasilkan 1 ton uap kering, sedangkan untuk BC-4 memerlukan 230 kg bahan bakar untuk menghasilkan 1 ton uap kering. Komposisi bahan bakar adalah 80% serat dan 20 % cangkang.

IV.3 ANALISA DATA

Pada perhitungan analisa data akan diambil pada lima posisi beban yang berbeda yaitu pada :

Waktu Daya generator (kW) Konsumsi uap (ton/jam) 09.00

5500

27.55 10.00

6200

28,98 11.00

7000

33.92 16.00

7300

34.29 18.00

8000

37.64 Tabel 4.2. Data perhitungan


(3)

Satu ton uap = 230 kg bahan bakar

Nilai kalor bahan bakar (serabut 80% + cangkang 20%) adalah :

• HHV = 16.828,05 kJ/kg

• LHV (GCV) = 15.430,03 kJ/kg

Jam 09.00.

Beban generator (Pout) = 5500 kW Konsumsi uap = 27,55 ton/jam

Jumlah bahan bakar yang digunakan adalah :

(Jumlah konsumsi uap) x (bahan bakar yang dibutuhkan per ton uap) = 27,55 x 230 = 6336,5 kg/jam

Jumlah energi masukan pada boiler (Pin) adalah :

(Jumlah bahan bakar yg digunakan x LHV bahan bakar) = 6336,5 kg/jam x 15420, 03 kJ/kg

= 97709020,1 kJ/jam = 27141,394 kJ/detik (kW)

Efisiensi pembangkit adalah : Pout/Pin x 100% 5500 kW/27141 kW x 100%

= 20.26 %

Dengan perhitungan yang sama maka akan diperoleh nilai efisiensi pada posisi beban yang lain sebagai berikut :

Waktu (Jam) Daya Generator

(kW)

Konsumsi uap (Ton/jam)

P in (kW)

Efisiensi (%)

09.00

5500

27.55 27141,394 20,26 10.00

6200

28,98 28550,8 21,27

11.00

7000

33.92 33416,918 20,94 16.00

7300

34.29 33771,62 21,61 18.00

8000

37.64 37081,745 21,57 Tabel.4. 3. Tabel hasil perhitungan


(4)

19,5

20

20,5

21

21,5

22

5500 6200 7000 7300 8000

kW

%

efisiensi

grafik 4.1. Grafik efisiensi PLTU terhadap Beban Listrik


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V.1 KESIMPULAN

Setelah menyelesaikan studi pengaruh perubahan beban listrik terhadap efisiensi kinerja PLTU maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Efisiensi PLTU unit 4 relatif rendah dibandingkan dengan PLTU pada umumnya yaitu berkisar antara 20,26 %-21,61 %.

2. Efisiensi tertinggi terdapat pada saat beban 7300 kW yaitu 21,61 % 3. Efisiensi terendah terdapat pada saat beban 5500 kW yaitu 20,26 %

4. PLTU unit 4 dengan kapasitas 10 MW digunakan sebagai pembangkit utama pada PT. Musim Mas yang memikul beban dasar.

V.2 SARAN

Dari studi yang telah dilakukan pata PLTU unit 4 maka ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan yaitu :

1. Perlunya melakukan pengecekan dan modifikasi peralatan PLTU untuk mendapatkan nilai efisiensi yang lebih tinggi.

2. Untuk mendapatkan nilai efisiensi yang lebih lengkap maka pengambilan data sebaiknya dilakukan pada lebih banyak posisi beban. Misalnya dari beban 20% sampai beban penuh.

3. Perlunya menambah unit pembangkit untuk mencukupi keperluan daya listrik tanpa harus menggunakan daya listrik dari PLN.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dietzel, Fritz. 1993. Turbin pompa dan kompresor cetakan-4, Erlangga : Jakarta 2. Djokodetyarjo, M.J.1993. Ketel Uap cetakan-3, Pradnya Paramita : Jakarta

3. Fitzgerald, A.E : Kingsley Jr, Charles : Umas stephen D. 1992. Mesin-mesin listrik cetakan-3, Erlangga : Jakarta

4. Kadir, Abdul. 1997. Pembangkit Tenaga Listrik.

5. Kulshresta, S.K. 1989. Termodinakika Terpakai, Teknik Uap dan Panas. Universitas Indonesia : Jakarta

6. Marsudi, Djiteng. 2005. Pembangkitan Energi Listrik, Erlangga : Jakarta

7. Marsudi, Djiteng. 2006. Operasional Sistem Tenaga Listrik. Graha Ilmu : Yogyakarta

8. Muin, Syamsir A. 1988. Pesawat-Pesawat Konversi Energi (I) Ketel Uap, Rajawali : Jakarta

9. Pujanarsa, Astu : Nursuhud, Djati. 2006. Mesin konversi energi, Andi : Yogyakarta

10.Sumanto, MA. 1996. Mesin Sinkron. Andi : Yokyakarta

11.Yon, Rijono Drs : 2002. Dasar teknik tenaga listrik, Andi :Yogyakarta

12.