Akibat Hukum bila terjadi pelanggaran atas hak merek dalam perjanjian waralaba

sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik merek yang bersangkutan”.

3.2.2 Akibat Hukum bila terjadi pelanggaran atas hak merek dalam perjanjian waralaba

Seperti perjanjian pada umumnya ada kemungkinan terjadi wanprestasi di dalam pelaksanaan perjanjian waralaba. Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak memenuhi ataupun melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera dalam perjanjian waralaba. Bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan para pihak dalam perjanjian waralaba tergantung kepada siapa yang melakukan wanprestasi tersebut. Jika karena adanya wanprestasi, salah satu pihak merasa dirugikan maka pihak yang dirugikan tersebut dapat menuntut pihak yang wanprestasi untuk memberikan ganti rugi kepadanya. Kemungkinan pihak yang dirugikan mendapat ganti rugi ini merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum positif Indonesia 47 . Pengertian prestasi menurut Pasal 1234 KUH Perdata adalah, “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Sebaliknya dianggap wanprestasi bila seorang: 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukanya; 2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau 4. Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya. Suatu perjanjiankontrakperikatan yang dibuat oleh para pihak dapat memiliki akibat hukum. Akibat hukum dari suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata meliputi tiga macam yaitu: a Perjanjian bersifat mengikat para pihak. Hal ini senada dengan bunyi Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Ketentuan ini mengisyaratkan betapa kuatnya kedudukan hukum suatu perjanjian meskipun perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak yang bukan tergolong pejabat publik. b Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan kata sepakat kedua belah pihak, atau berdasarkan alas an-alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. Ketentuan ini dimaksudkan agar setiap orang yang membuat perjanjian harus 47 http:prasetyohp.wordpress.comproblematika-perlindungan-merek-di-indonesia,diakses tanggal 27 November 2014 li berkomitmen penuh untuk melaksanakan semua isi perjanjian dan tidak mudah mempermainkan sebuah permainan. c Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Perjanjian yang tidak didasari iktikad baik misalnya didasari motif penipuan dan atau penggelapan, dapat berpotensi untuk dinyatakan batal demi hukum karena melanggar salah satu asas perjanjian yaitu “sebab yang halal”. Jika unsur penipuan dan penggelapan tersebut dapat dibuktikan maka pelakunya dapat dikenai sanksi pidana penjara sesuai aturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 48 Suatu kontrakperjanjianperikatan dapata berakhir atau hapus karena berbagai macam sebab, berakhirnya kontrak dapat digolongkan menjadi 12 sebab yaitu: a pembayaran, b novasi atau pembayaran utang, c kompensasi atau perjumpaan utang, d konfusio atau percampuran utang, e pembebasan utang, f kebatalan atau pembatalan, g berlaku syarat batal, h jangka waktu kontrak telah berakhir, i dilaksanakannya obyek perjanjian, j kesepakatan kedua belah pihak, k pemutusan kontrak secara sepihak, dan l adanya putusan pengadilan 49 . Berakhirnya suatu kontrakperjanjian juga dapat terjadi karena faktor Pembatalan Kontrak sebagaimana datur dalam Pasal 1446 hingga Pasal 1456 KUH Perdata. Pembatalan kontrak dapat disebabkan karena: a adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa dan atau dibawah pengampuan, b tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang dipersyaratkan dalam undang-undang, c adanya cacat kehendak seperti kekhilafan, paksaan, dan penipuan. 50 Berdasar ketentuan dalam klausul-klausul yang telah dibuat dan disepakati oleh masing-masing pihak yang tertuang kedalam Perjanjian Waralaba Franchise Agreement antara PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk dengan CV. Sumber Wonorejo SAT-SWOWLJBRIX2014008 disebutkan bahwa kualifikasi jenis merek yang digunakan dalam perjanjian waralaba ini ialah penggunaan merek jasa. Pengertian merek jasa menurut pasal 1 angka 3 menyebutkan, “Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama- sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.” 48 Iswi Hariyani R. Serfianto D.P, Op. Cit, hlm.86 49 Ibid, hlm.88 50 Ibid, hlm.90 lii Berbagai hal yang mengatur tentang merek jasa dalam perjanjian waralaba tersebut disebutkan kedalam ketentuan Pasal 20 yang berisi; “Pasal 20.1 Penerima Waralaba wajib untuk menggunakan Merek Jasa milik Pemberi Waralaba dalam setiap aktifitas Gerai.” “Pasal 20.2 Penerima Waralaba tidak diperkenankan dengan cara apapun menjual, mendaftarkan atau mengalihkan Merek Jasa tersebut, sehingga seolah-olah menjadi milik Penerima Waralaba atau pihak ketiga.” “Pasal 20.3 Pemberi Waralaba berhak setiap saat, berdasarkan atas kebijaksanaanya sendiri melakukan perubahan danatau modifikasi terhadap setiap bagian dari Merek Jasa, termasuk tetapi tidak terbatas pada huruf, logo dan warna.” Juga dijelaskan isi Lampiran 2 yang ada dalam Perjanjian Waralaba Franchise Agreement antara PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk dengan CV. Sumber Wonorejo SAT-SWOWLJBRIX2014008 memuat segala ketentuan mengenai cirri khas khusus serta trade mark atau faktor pembeda yang ada dalam merek jasa yang dimiliki oleh Pihak Pemberi Waralaba yakni mengenai berbagai ketentuan kombinasi warna- warna, kata-kata, huruf maupun logo dari karakteristik yang dimiliki oleh merek jasa tersebut. Perjanjian Waralaba Franchise Agreement antara PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk dengan CV. Sumber Wonorejo SAT-SWOWLJBRIX2014008 memuat klausul tentang hal-hal yang diklasifikasikan sebagai wanprestasi yang dilakukan oleh Penerima Waralaba selama Perjajian Waralaba berjalan, klausul-klausul tersebut dicantumkan dalam Pasal 23 Perjanjian Waralaba Franchise Agreement antara PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk dengan CV. Sumber Wonorejo SAT-SWOWLJBRIX2014008. Mengenai pelanggaran atas hak merek dalam hal ini Merek Jasa dari Pemberi Waralaba yang dilakukan pihak Penerima Waralaba dalam Perjanjian Waralaba tersebut terdapat dalam ketentuan Pasal 23.1 Huruf E yang berbunyi: “Penerima Waralaba menyalahgunakan, memberikan lisensi kepada pihak ketiga untuk menggunakan Merek Jasa atau mengalihkan secara tanpa hak atau dengan cara apapun meletakan beban atas Merek Jasa.” Pasal 23.2 Perjanjian Waralaba Franchise Agreement antara PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk dengan CV. Sumber Wonorejo SAT-SWOWLJBRIX2014008 memberikan penjelasan lebih lanjut tentang akibat hukum apabila terjadi pelanggaran atas hak merek yang dilakukan Penerima Waralaba, yakni pihak Pemberi Waralaba liii selaku pihak yang dirugikan atas pelanggaran atas hak merek tersebut mempunyai hak dan wewenang untuk dapat mengakhiri Perjanjian Waralaba tersebut. Pasal 23.2 menyebutkan: “Dalam hal Penerima Waralaba melakukan wanprestasi, Pemberi Waralaba dapat mengakhiri Perjanjian ini dengan tidak mengurangi pemenuhan kewajiban Penerima Waralaba yang telah timbul sebelum berakhirnya Perjanjian.” 3.3 Upaya Yang Bisa Ditempuh Oleh Pemberi Waralaba Atas Pelanggaran Hak Merek Yang Telah Dilakukan Penerima Waralaba Sistem hukum Indonesia memang belum terdapat yang secara khusus mengatur tentang penyelesaian perselisihan dalam waralaba dan pilihan forum penyelesaiannya. Didalam perjanjian waralaba, biasanya ada klausul yang mengenai penyelesaian sengketa. Dijelaskan dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba bahwa dalam perjanjian waralaba sedikitnya memuat klausul tentang penyelesaian sengketa. Untuk menyelesaikan sengketa dalam perjanjian waralaba terdapat klausul pilihan hukum atau pilihan forum apabila terjadi perselisihan. Pilihan hukum merupakan hal yang penting dalam suatu perjanjian waralaba, jika terjadi sengketa serta tempat hukum mana yang dipilih untuk menyelesaikan perselisihan- perselisihan yang timbul. Selain ada pilihan hukum terdapat pula pilihan forum yang dimungkinkan penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau penyelesaian sengketa berdasarkan proses litigasi. Pada dasarnya setiap perjanjian ataupun perjanjian waralaba sekalipun itu bentuknya yang dibuat para pihak dalam perjanjian harus dapat dilakukan dengan sukarela dan beritikad baik dalam perjanjian tersebut, namun dalam keberlangsungan prakteknya perjanjian yang dibuat para pihak tersebut seringkali dilanggar. Para pihak seringkali tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian, padahal ketentuan-ketentuan tersebut telah diketahui dan disepakati oleh para pihak. Tetapi dalam kenyataanya para pihak tersebut yang seringkali melanggar ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut. Para pihak seakan-akan lupa serta tidak mengindahkan akan hak, wewenang, maupun kewajiban yang harus dilakukan oleh para pihak sehingga melahirkan suatu keadaan yang disebut wanprestasi atau ingkar janji yang dapat merugikan salah satu pihak sehingga menyebabkan suatu perselisihan hukum atau sengketa diantara para pihak yang ada dalam perjanjian tersebut. liv Sengketa bisnis yang mungkin timbul dapat perjanjian waralaba dapat terjadi antara pemberi waralaba franchisor dengan penerima waralaba franchisee, sengketa bisnis bisa saja terjadi berkenaan dengan praktik pelaksanaan isi perjanjian waralaba yang dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan. Penyelesaian sengketa bisnis sengketa perdata, termasuk penyelesaian sengketa bisnis perjanjian waralaba terkait bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual yaitu hak merek dapat dilakukan melaui pengadilan litigasi maupun diluar pengadilan non-litigasi. 51

3.3.1 Upaya Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Litigasi