Analisis Efisiensi Teknis Padi Organik di Kabupaten Bogor

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS
PADI ORGANIK DI KABUPATEN BOGOR

LILA ESTY NURANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan yang ada dalam tesis saya yang
berjudul: Analisis Efisiensi Produksi Padi Organik di Kabupaten Bogor, merupakan
hasil penelitian tesis saya dengan arahan dari komisi pembimbingdan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Lila Esty Nurani
NIM. H451100301

• Pelimpahan ha cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihal luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

RINGKASAN
LILA ESTY NURANI. Analisis Efisiensi Produksi Padi Organik di Kabupaten Bogor
(ANNA FARIYANTI sebagai ketua and SRI UTAMI KUNTJORO sebagai anggota
komisi pembimbing)
Sustainabilitas atau keberlanjutan yang terabaikan selama ini menjadi isu dalam
pembangunan pertanian seluruh dunia. Di Indonesia, pembangunan pertanian
berawawasan lingkungan merupakan konsep pembangunan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara luas. Hal tersebut dapat
dicapai melalui peningkatan produksi pertanian baik dari segi kuantitas maupun
kualitas, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.
Salah satu bentuk sistem pertanian keberlanjutan di Indonesia adalah dengan
diterapkannya pertanian organik.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk
pengembangan pertanian organik. Dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor,

terdapat 11 kecamatan yang berpotensi mengembangkan usahatani padi organik
maupun semi organik. Di beberapa kecamatan ada beberapa desa yang setiap desanya
memiliki beberapa kelompok tani sawah organik. Sampai dengan saat ini belum ada
yang tercatat berhasil menerapkan budidaya padi organik murni. Pengembangan
teknologi padi organik membutuhkan waktu, sehingga yang dilakukan petani pada saat
ini adalah pengurangan dosis dalam penggunaan bahan-bahan anorganik dalam
pertanian organik.
Beberapa tempat di Bogor, produktivitas pertanian organik secara rata-rata
melebihi produktivitas padi anorganik Namun demikian masih banyak petani yang
enggan untuk berpindah dari pertanian anorganik ke pertanian organik padahal jika
dilihat dari pangsa pasarnya permintaan konsumen lokal terhadap beras organik cukup
tinggi. Pertanian padi organik di Indonesia berpotensi besar untuk dikembangkan
mengingat masih tingginya tingkat kebutuhan akan padi organik.
Penelitian tentang efisiensi produksi padi organik dilakukan di Kabupaten Bogor
dengan melibatkan 50 responden. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi organik (2) menganalisis tingkat
efisiensi produksi padi organik di Kabupaten Bogor. Efisiensi teknis diukur dengan
menggunan fungsi produksi frontier dan diestimasi menggunakan metode MLE dengan
program Frontier 4.1c.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh positif terhadap

peningkatan produksi padi organik adalah luas lahan yang dikelola, penggunaan pupuk
urea, NPK maupun TSP dan juga penggunaan tenaga kerja. Tingkat efisiensi berkisar
antara 0,39107-0,94002 dengan rata-rata efisiensi 61,64 persen. Sementara itu, faktor
yang berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi padi anorganik adalah luas
lahan yang dikelola dan penggunaan pestisida. Tingkat efisiensi teknis mencapai 98,72
persen. Selain itu, faktor kepemilikan lahan, pengalaman bertani dan usia petani juga
berpengaruh pada inefisiensi.
Kata kunci : Pertanian organik, padi organik, efisiensi produksi, stochastic frontier

SUMMARY
LILA ESTY NURANI. Technical Efficiency Analysis of Organic Rice Farming in
Bogor. Supervised by ANNA FARIYANTI and SRI UTAMI KUNTJORO.
At this time the issue of environmental protection is a thing to consider in
conducting the business of exploration of natural resources. Sustainability or
sustainability has been a neglected issue in the development of agriculture around the
world. In Indonesia environmentally sound agricultural development is concerned
sustainable agricultural development that aims to improve the incomes and welfare of
society at large. This can be achieved through increased agricultural production in terms
of both quantity and quality, with regard to the preservation of natural resources and
ligkungan. One form of sustainable farming systems in Indonesia is the implementation

of organic farming.
Bogor is one of the areas that have the potential for the development of organic
farming. Of the 40 districts in Bogor district, there are 11 districts that have the potential
to develop organic rice farming and organic spring. In some districts there are several
villages that each village has several organic paddy farmer groups. Up to now there is
no recorded successfully implement pure organic rice cultivation. Organic rice
technology development takes time, so the farmers at the moment is the dose reduction
in the use of inorganic materials in organic farming.
Some places in Bogor, organic agricultural productivity exceeds the average rice
productivity inorganic Nevertheless many farmers are reluctant to move from inorganic
farming to organic farming but if viewed from a local market share of the consumer
demand for organic rice is quite high. Organic rice farming in Indonesia has great
potential to be developed considering the high level of demand for organic rice.
Research on the efficiency of organic rice production is done in Bogor Regency,
involving 50 respondents. The purpose of this study was (1) to analyze the factors that
influence the production of organic rice (2) analyze the efficiency of organic rice
production in Bogor Regency. Technical efficiency is measured by menggunan frontier
production function and estimated using MLE method with Frontier program 4.1c.
The results showed that the positive effect on factors that increase the organic rice
production is the area of land managed, the use puuk urea, NPK and TSP and the use of

labor. Efficiency levels ranging from 0.39107 to 0.94002 with an average efficiency of
61.64%. In addition, the factor of land ownership, farming experience and age also
affect farmers' inefficiency.
Key words : organic rice, production efficiency, stochastic frontier

© Hak cipta milik IPB, tahun 2014
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penuisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS
PADI ORGANIK DI KABUPATEN BOGOR

LILA ESTY NURANI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

Pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Suharno, M.Adev

Penguji Program Studi

: Dr Ir Burhanudin, MM

Judul Tesis
Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi


:
:
:
:

Analisis Efisiensi Teknis Padi Organik di Kabupaten Bogor
Lila Esty Nurani
H451100301
Agribisnis

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Ketua

Prof Dr Ir Sri Utami Kuntjoro
Anggota

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi
Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Tanggal Ujian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini
adalah efisiensi produksi, dengan judul Analisis Efisiensi Produksi padi organik di
Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS dan Prof. Dr.
Ir. Sri Utami Kuntjoro selaku pembimbing. Pembinmbing juga mengucapkan

terimakasih kepada Dr. Ir. Suharno selaku penguji di luar komisi dan Dr. Ir.
Burhanddin, MM selaku penguji wakil departemen yang telah menyediakan waktu
untuk menguji. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Tatang
Supriyatna selaku PPL yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta teman-teman di
Puslitbangtan dan teman-teman MSA yang telah membantu hingga terselesaikannya
tulisan ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, September 2014
Lila Esty Nurani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang Permasalahan
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi
Pertanian organik
Pengertian Pertanian Organik
Konsep Pertanian Organik
Prinsip Pertanian Organik
Pentingnya Pertanian Organik
Kegunaan Pertanian Organik
Penelitian mengenai pertanian organik

1
4

6
6
6
6
7
8
9
11
12
13

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Teori Produksi
Fungsi Produksi
Fungsi Produksi Cobb Douglas
Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sebagai Fungsi Produksi Frontier
Konsep Efisiensi dan Inefisiensi
Kerangka pemikiran Operasional

14
15
16

4 METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Jenis dan Sumber data
Metode Pengambilan Sampel
Model fungsi Frontier

19
24
25
25
26

5 GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Gambaran Umum Kabupaten Bogor
Iklim
Demografi

27
27
29
29

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sampel
Analisis Faktor-faktor Produksi padi Organik
Analisis Faktor-faktor Produksi Padi Anorganik
Analisis Efisiensi Padi Organik
Analisis Efisiensi Padi Anorganik
Perbandingan Faktor-faktor Produksi Padi Organik dan Anorganik
Perbandingan Efisiensi Padi Organik dan Anorganik

29
29
31
34
37
38
39
41

7 SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

42
42

16
17
18

Saran

43

DAFTAR PUSTAKA

43

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1.

Rata-rata Konsumsi per Kapita Menurut Kelompok Makanan tahun 20082013

2
3

Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Beras Nasional 2007-2013
Keragaman umur petani padi organik dan anorganik di Kabupaten
Bogor Tahun 2012
Keragaman Tingkat Pendidikan padi organik dan anorganik di
Kabupaten Bogor Tahun 2012
Keragaman tingkat pengalaman petani padi organik dan anorganik di
Kabupaten Bogor Tahun 2012
Keragaman Luas lahan usahatani petani padi organik dan anorganik di
Kabupaten Bogor Tahun 2012
Pendugaan fungsi produksi dengan metode Maximum Likelihood
Estimation (MLE) pada usahatani padi organik di Kabupaten Bogor, tahun
2013
Rata-rata produksi dan Faktor-faktor produksi per Rumah Tangga Usahatani
Padi Anorganik di Kabupaten Bogor 2013
Pendugaan fungsi produksi dengan metode Maximum Likelihood
Estimation (MLE) pada usahatani padi organik di Kabupaten Bogor, tahun
2013
Pendugaan fungsi inefisiensi produksi pada usahatani padi organik di
Kabupaten Bogor, tahun 2013
Sebaran petani berdasarkan tingkat efisiensi teknis usahatani padi organik
Pendugaan fungsi inefisiensi produksi pada usahatani padi organik di
Kabupaten Bogor, tahun 2013
Pendugaan fungsi inefisiensi produksi pada usahatani padi anorganik di
Kabupaten Bogor, tahun 2013

2
30

Sebaran petani berdasarkan tingkat efisiensi teknis usahatani padi anorganik
Perbandingan Penggunaan Input Produksi Padi Organik dan Anorganik per
hektar

40
40

4
5
6
7

8
9

10
11
12
13

14
15

1

30
30
31
32

33
35

36
38
38
39

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Hubungan antara fungsi produksi dengan elastisitas
Kurva Isoquat dan Isocost
Analisis efisiensi alokatif orientasi input

16
20
21

4
5

Analisis efisiensi alokatif orientasi output
Kerangka Pemikiran

21
25

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Nama, luas wilayah per-kecamatan dan jumlah kelurahan/desa
Kabupaten Bogor
Lampiran 2 Output Anorganik
Lampiran 3 Output Organik

46
47
53

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian
menjadi prioritas utama dan memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan
ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. Undangundang No.7 Tahun 1996 tentang pangan yang menyatakan bahwa perwujudan
ketahanan pangan merupakan kewajiban pemerintah bersama masyarakat. Oleh karena
itu, pembangunan sektor pertanian sebagai sektor pangan utama menjadi sangat penting.
Hal ini karena lebih dari 55 persen penduduk Indonesia bekerja dan melakukan
kegiatannya di sektor pertanian dan tinggal di pedesaan (BPS, 2014).
Pembangunan pertanian telah dan akan terus memberikan sumbangan bagi
pembangunan nasional, baik secara langsung dalam pembentukan Pendapatan Domestik
Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat,
maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain. Hal tersebut juga
sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat tani, yang dicapai
melalui investasi teknologi, pengembangan produktivitas tenaga kerja, pembangunan
sarana ekonomi, serta penataan dan pengembangan kelembagaan pertanian. Sumber
daya manusia, bersama-sama dengan sumber daya alam, teknologi dan kelembagaan
merupakan faktor utama yang secara sinergis menggerakkan pembangunan pertanian
untuk mencapai peningkatan produksi pertanian.
Strategi pembangunan pertanian diarahkan pada perkembangan pertanian yang
maju, efisien dan tangguh. Selain untuk memperluas lapangan kerja, pertanian juga
bertujuan untuk mendukung pembangunan daerah. Dari lima subsektor pertanian,
tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan, masing-masing
subsektor mempunyai peran dan kontribusi yang berbeda dalam sumbangannya
terhadap perekonomian nasional.
Kontribusi mendasar dari pertanian adalah perannya dalam pemenuhan pangan
pokok masyarakat terutama beras. Beras merupakan sumber karbohidrat utama bagi
hampir seluruh penduduk Indonesia sehingga diperlukan dalam jumlah besar. Namun
demikian ada sebagian penduduk Indonesia yang memanfaatkan umbi-umbian sebagai
sumber karbohidrat, sebagaimana di gambarkan di Tabel 1.
Tabel 1 Konsumsi per kapita menurut kelompok makanan, tahun 2009-2013 (kg)
Tahun
No
Komoditi
2009
2010
2011
2012
2013
1. Padi-padian
93,075
92,033
91,563
88,851
87,182
2. Umbi-umbian
7,821
7,404
8,76
6,048
5,892
3. Daging
3,910
4,537
4,693
4,380
4,380
4. Telur dan Susu
17,301
17,799
18,563
15,956
15,747
5. Sayur-sayuran
80,977
81,082
78,944
78,329
73,834
6. Minyak/lemak
9,750
10,064
10,116
10,638
10,272
Sumber: BPS, 2014

2

Tabel 1 menunjukkan bahwa kebutuhan bahan makanan berasal dari padi-padian
(beras) menempati urutan teratas dari kebutuhan pangan sehari-hari, sehingga beras
merupaka bahan makanan yang paling penting bagi masyarakat. Dalam periode 20092013, konsumsi beras terus mengalami penurunan sebesar 1,62 persen per tahun.
Namun demikian, konsumsi beras masih tergolong tinggi karena pada tahun 2013 masih
mencapai 87,18 kg per kapita per tahun, jauh di atas rata-rata konsumsi Asia yang hanya
60 kg per per tahun.
Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 230 Juta jiwa dan tingkat pertumbuhan
1,3 persen per tahun (BPS, 2010) berarti penyediaan pangan nasional harus mengikuti
pertumbuhan penduduk. Hal ini mendorong perlunya upaya pemenuhan kebutuhan
pangan dalam negeri terutama beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia
melalui peningkatan produksi hasil pertanian. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi
beras nasional meningkat dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 5 persen. Peningkatan
produksi terbesar terjadi di tahun 2009 yakni sebesar 6,7 persen. Peningkatan produksi
beras ini didukung oleh adanya peningkatan lahan pertanian yang diusahakan.
Tabel 2 Luas panen, produksi dan produktivitas beras nasional 2007-2013
Produksi
Luas Panen
Tahun
Produktivitas (Ku/Ha)
(Ha)
(Ton)
2008
12.327.425
60.325.925
48,94
2009
12.883.576
64.398.890
49,99
2010
13.253.450
66.469.394
50,15
2011
13.203.643
65.756.904
49,80
2012
13.445.524
69.056.126
51,36
2013
13.835.252
71.279.709
51,52
Sumber. BPS, 2014

Peran sentra-sentra produksi beras di Indonesia dalam menjamin ketahanan
pangan penduduk juga mendapat dukungan dari program-program yang dibuat oleh
pemerintah. Revolusi hijau merupakan salah satu program pemerintah pada saat itu
yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan melalui usaha pengembangan
teknologi pertanian modern. Pertanian modern yang dicetus sejak tahun 1960-an ini
terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu: penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk
kimia, mekanisasi pertanian, dan penyuluhan pertanian secara massal.
Revolusi hijau telah berhasil mencukupi kebutuhan pangan pada era tahun 60-an
sampai 80-an. Namun dampak negatif terhadap lingkungan baru dapat dirasakan dalam
dasawarsa terakhir. Revolusi hijau telah terjadi, dengan menggunakan benih varietas
unggul memerlukan pemupukan yang lebih intensif serta menggunakan pestisida yang
berlebihan telah menyebabkan lahan-lahan pertanian berada pada kondisi levelling off,
yakni kondisi dimana tanah tidak mampu ditingkatkan lagi produktivitasnya meskipun
diberi banyak pupuk. Selain itu tanah kehilangan sifat porusnya sehingga kurang
mampu menahan pupuk dan pengairan yang diberikan (Sulaiman, 2009).
Perhatian masyarakat dunia terhadap persoalan pertanian dan lingkungan global
beberapa tahun ini menjadi meningkat. Kepedulian tersebut dilanjutkan dengan
melaksanakan usaha-usaha yang terbaik untuk menghasilkan pangan tanpa
menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air dan udara. Salah satu usaha
yang dirintis adalah pengembangan pertanian organik yang akrab lingkungan dan

3

menghasilkan pangan yang sehat (bebas dari obat-obatan dan zat-zat kimia yang
mematikan). Sebenarnya, pertanian organik ini sudah menjadi kearifan/pengetahuan
tradisional yang membudaya di kalangan kaum tani di Indonesia. Namun, teknologi
pertanian organik ini mulai ditinggalkan oleh petani ketika teknologi intensifikasi yang
mengandalkan bahan agrokimia diterapkan di bidang pertanian pada era revolusi hijau.
Setelah muncul persoalan dampak lingkungan akibat penggunaan bahan kimia di bidang
pertanian, teknologi pertanian organik yang akrab lingkungan dan menghasilkan pangan
yang sehat mulai diperhatikan lagi (Sutanto, 2002).
Di Indonesia munculnya pertanian organik didorong oleh kesadaran manusia
untuk mengkonsumsi produk pertanian bebas residu pestisida dan untuk menjaga
kelestarian lingkungan. Pembangunan pertanian berwawasan lingkungan merupakan
konsep pembangunan berkelanjutan dengan meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat petani secara luas. Hal ini bisa dicapai melalui peningkatan
produksi pertanian baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas, dengan tetap
memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Menurut Hong (1994),
komponen utama dari pertanian berkelanjutan meliputi budaya dan perilaku, pengolahan
tanah dan air, pemakaian obat-obatan non kimia, produksi tanaman dan ternak yang
terintegrasi dan melakukan daur ulang limbah pertanian.
Konsep pertanian organik menitikberatkan pada keterpaduan sektor pertanian
dan peternakan dalam menjamin daur hara yang optimum. Pada pertanian organik,
pupuk dan pestisida yang digunakan bersumber dari bahan organik. Pupuk kandang
yang berasal dari limbah tumbuhan atau hewan, atau produk sampingan seperti jerami
padi atau sisa-sisa tumbuhan lain, sedangkan untuk pencegahan dan pemberantasan
hama – penyakit tanaman digunakan bio pestisida yang berasal dari ekstrak bahanbahan aktif tumbuhan.
Hingga saat ini pertanian organik masih diperdebatkan, ada pihak yang
mendukung dan ada yang tidak mendukung, masing-masing dengan argumentasinya.
Argumentasi kelompok yang pro pada pertanian organik didasarkan pada keprihatinan
terhadap keamanan pangan, kondisi lingkungan dan kesejahteraan petani secara mikro.
Sedangkan pihak yang kontra pertanian organik bertitik tolak pada kekhawatiran pada
keberlanjutan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani secara menyeluruh.
Keberlanjutan pertanian organik, tidak dapat dipisahkan dengan dimensi
ekonomi, selain dimensi lingkungan dan dimensi sosial. Pertanian organik tidak hanya
sebatas meniadakan penggunaan input sintetis, tetapi juga pemanfaatan sumber-sumber
daya alam secara berkelanjutan, produksi makanan sehat dan menghemat energi. Aspek
ekonomi dapat berkelanjutan bila produksi pertaniannya mampu mencukupi kebutuhan
dan memberikan pendapatan yang cukup bagi petani. Tetapi, sering motivasi ekonomi
menjadi kemudi yang menyetir arah pengembangan pertanian organik.
Pemasaran padi organik saat ini memang baru melayani kebutuhan lokal dan
belum menyentuh pasar ekspor. Pemasaran pun masih terbatas pada daerah-daerah di
Jawa, khususnya daerah-daerah sekitar penghasil padi organik itu sendiri. Harga beras
organik yang sangat kompetitif dengan beras anorganik merupakan salah satu motivasi
petani untuk menanam padi organik.
Ahmad (2007) memproyeksikan kebutuhan pasar dan produksi padi organik
yang terus meningkat dari tahun 2005 sampai 2009. Tahun 2005 produksi padi
mampu memenuhi kebutuhan pasar yaitu sekitar 550,3 kuintal. Namun pada tahun
berikutnya produksi padi organik ini tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini
dikarenakan peningkatan produksi tidak seimbang dengan peningkatan yang lebih

4

besar pada kebutuhan pasar. Pada tahun 2009, produksi padi organik di Indonesia hanya
sebesar 577,08 kuintal, sedangkan kebutuhan pasar sebesar 1.141,102 kuintal.
Permintaan yang lebih tinggi dibanding penawaran, mengindikasikan bahwa padi
organik ini memiliki prospek yang bagus di masa yang akan datang. Bahkan laju
pertumbuhan penjualan pangan organik di dunia berkisar 20-30 persen per tahun pada
dekade terakhir ini, termasuk padi organik. Luas penanaman padi organik nasional
kurang dari 5 persen dari total luas lahan sawah di Indonesia atau sekitar lebih dari
630.000 ha. (Asrulhoesein, 2010)
Pelaksanaan sistem pertanian organik di Indonesia belum dapat disertifikasi
menurut sertifikat organik internasional. Hal ini dikarenakan lahan yang sudah
tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia masih dapat tercemar oleh
air dan udara di lingkungan sekitar yang masih menggunakan bahan-bahan kimia.
Sementara pertanian organik baik dari lahan, air, dan udara harus steril dari bahan
dan residu kimia berbahaya. Oleh karena itu sistem pertanian yang dilaksanakan
masih sistem pertanian sehat. Sistem pertanian sehat adalah sistem pertanian yang sudah
tidak menggunakan pestisida kimia untuk memberantas hama, tapi menggunakan
pestisida nabati. Meskipun masih menggunakan pupuk anorganik, namun
penggunaannya tidak terlalu banyak dibanding pertanian anorganik.
Perumuan Masalah
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk
pengembangan pertanian organik. Dari 40 kecamatan yang ada, terdapat 11 kecamatan
yang berpotensi mengembangkan usahatani padi organik maupun semi organik dimana
sudah terbentuk beberapa kelompok tani sawah organik. Kelompok-kelompok tersebut
merupakan objek dari program Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam mendukung
pengembangan padi organik. Sampai dengan saat ini belum ada yang tercatat berhasil
menerapkan budidaya padi organik murni. Pengembangan teknologi padi organik
membutuhkan waktu, sehingga yang dilakukan petani pada saat ini adalah pengurangan
dosis dalam penggunaan bahan-bahan anorganik dalam pertanian organik.
Pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bogor menyatakan
bahwa budidaya padi secara organik masih belum berkembang di Kabupaten Bogor.
Risiko yang mungkin akan dihadapi petani dalam proses transisi dari budidaya padi
konvensional (anorganik) menjadi organik menjadi salah satu penyebab petani enggan
untuk memulai budidaya padi organik. Produksi padi organik akan mengalami
penurunan jumlah produksi diawal budidaya, namun memasuki tahun ke 5 peningkatan
produksi akan lebih tinggi dibanding dengan padi konvensional (Prayogo, 2010).
Pada beberapa tempat di Kabupaten Bogor, produktivitas pertanian organik secara
rata-rata melebihi produktivitas padi anorganik. Hasil wawancara dengan pejabat Dinas
Pertanian dan kehutanan kabupaten Bogor, dapat diketahui
bahwa rata-rata
produktivitas padi organik mencapai 5,6 - 6,2 ton/ha, sementara padi anorganik rata-rata
hanya menghasilkan 5,2 ton/ha. Namun demikian masih banyak petani yang enggan
untuk berpindah dari pertanian anorganik ke pertanian organik padahal jika dilihat dari
pangsa pasarnya permintaan konsumen lokal terhadap beras organik cukup tinggi.
Penelitian yang dilakukan Pazek dan Rozman (2007) menyatakan bahwa pertanian
organik merupakan usahatani yang mampu memberikan keuntungan secara ekonomi
kepada petani dan layak untuk diusahakan, karena mempunyai harga jual premium
dibanding padi anorganik. Pada saat ini, harga beras organik di tingkat petani rata-rata

5

lebih mahal Rp. 300,- hingga Rp. 500,- per kilogramnya. Selisih harga antara beras
organik dengan anorganik ini sebenarnya bisa memberikan keuntungan kepada patani
padi organik. Namun penggunaan faktor produksi untuk budidaya padi organik dan
anorganik tentu mengalami perbedaan, sehingga perlu diketahui sejauh mana faktorfaktor produksi tersebut digunakan oleh petani dan tingkat efisiensinya.
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka permasalahan yang akan dikaji
selanjutnya adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi padi organik dan
anorganik? Serta seberapa besar tingkat efisiensi usahatani padi organik dan anorganik?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari
kegiatan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi organik dan
anorganik
2. Mengetahui tingkat efisiensi teknis padi organik dan anorganik di Kabupaten Bogor
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan
khususnya ekonomi pembangunan. Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan yakni dapat
melengkapi kajian mengenai efisiensi usahatani padi organik dan anorganik. Selain itu,
penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk pengambilan kebijakan di sektor
pertanian khususnya pada komoditas padi organik dan padi anorganik.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan
Beberapa batasan digunakan dalam penelitian agar lebih terarah dalam mencapai
tujuannya. Batasan penelitian tersebut antara lain:
1. Usahatani padi organik masih belum sepenuhnya menggunakan pupuk organik
murni. Petani masih menggunakan campuran pupuk kimia dengan dosis yang telah
disepakati kelompok tani
2. Petani pada obyek penelitian adalah petani yang telah melakukan usahataninya
lebih dari 4 kali musim tanam, dengan pertimbangan bahwa petani telah melewati
masa fluktuasi produktivitas selama 4 kali masa panen dan lahan sudah mulai
menyesuaikan dengan kondisi penemuhan unsur hara yang baru

2 TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi
Faktor produksi yang digunakan untuk usaha tani meliputi: tanah (land), modal
(capital), tenaga kerja (labour), dan managemen (management) yang berfungsi
mengkoordinir ketiga faktor produksi untuk memperoleh hasil produksi optimal.

6

a.

b.

c.

Tanah sebagai faktor produksi.
Salah satu faktor yang memiliki tingkat produktifitas adalah lahan garapan.
Hal ini menyebabkan usaha pertanian yang mempunyai tanah sedikit di daerah
tertentu produksinya atau pendapatan yang diperoleh juga sedikit (Mubyarto,
1985).
Modal sebagai faktor produksi.
Dalam konteks usaha tani, modal dimaksudkan sebagai barang ekonomi
untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar dan mempertahankan pendapatan
yang telah diperolehnya. Mubyarto (1985) menyatakan bahwa modal adalah
barang atau uang yang bersama-sama faktor lain (tanah + tenaga kerja)
menghasilkan barang-barang yaitu berupa hasil pertanian.
Soekartawi
mengelompokan modal menjadi dua golongan,yang terdiri dari: (1) Barang yang
tidak habis dalam sekali produksi. Misalnya, peralatan pertanian, bangunan, yang
dihitung biaya perawatan dan penyusutan selama 1 tahun dan (2) Barang yang
langsung habis dalam proses produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan
sebagainya.
Tenaga kerja sebagai faktor produksi.
Dalam usaha tani tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang utama,
dimaksudkan adalah mengenai kedudukan si petani dalam usaha tani. Petani
dalam usaha tani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja, tapi lebih dari pada
itu. Petani adalah pemimpin (manager) usaha tani, mengatur organisasi produksi
secara keseluruhan. Jadi disini kedudukan petani sangat menentukan dalam
usahatani (Mubyarto, 1985)
Pertanian Organik

Pertanian organik sudah sejak lama kita kenal yakni sejak ilmu bercocok tanam
dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan
bahan-bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian dan ledakan
populasi manusia, maka kebutuhan pangan juga meningkat. Saat itu revolusi hijau di
Indonesia memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan.
Dimana penggunaan pupuk kimia sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi
tinggi (high yield variety), penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya
mengalami peningkatan. Belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat
kesalahan manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan
lainnya akibat kelebihan pemakaian bahan-bahan tersebut berdampak terhadap
penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat selalu tercemar bahanbahan sintetis tersebut.
Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai
disadari sehingga diperlukan alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan
produk yang bebas dari pencemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang
lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature).
Namun pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah di zaman
dulu. Dalam pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok tanam,
penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen hayati
atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesan pertanian organik tersebut.

7

Pengertian Pertanian Organik
Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang holistic
(keseluruhan) dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas
agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup,
berkualitas, dan berkelanjutan. Lebih lanjut IFOAM (International Federation of
Organik Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik adalah sistem
pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi
dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan,
pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh
badan standardisasi. Dalam hal ini penggunaan GMOs (Genetically Modified
Organisme) tidak diperbolehkan dalam setiap tahapan pertanian organik mulai produksi
hingga pasca panen.
Menurut Sutanto (2002), bahwa pertanian organik diartikan sebagai suatu sistem
produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hara
dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak serta limbah lainnya yang mampu
memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Daur ulang hara merupakan teknologi
tradisional yang sudah cukup lama dikenal sejalan dengan berkembangnya peradaban
manusia, terutama di daratan China.
Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan
”Hukum Pengembalian (Law of Return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk
mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu
dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan
pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan
prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan
makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi
makanan langsung pada tanaman, Von Uexkull (1984) dalam Sutanto (2002)
memberikan istilah ”membangun kesuburan tanah”.
Pertanian berkelanjutan dengan masukkan teknologi rendah adalah membatasi
ketergantungan pada pupuk anorganik dan bahan kimia pertanian lainnya. Gulma,
penyakit dan hama tanaman dikelola melalui pergiliran tanaman, pertanaman campuran,
bioherbisoda, insektisida organik yang dikombinasikan dengan pengolahan tanaman
yang baik. Kesalahan persepsi yang sekarang sering dilakukan adalah apabila kita tidak
melaksanakan pertanian modern, maka kita dianggap kembali pada pertanian tradisional
dan tanaman yang akan kita produksi akan menurun drastis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa apabila pertanian organik dilaksanakan dengan baik maka dengan
cepat akan memulihkan tanah yang ‘sakit’ akbat penggunaan bahan kimia pertanian.
Menurut Las, et al. (2006), ada dua pemahaman umum tentang pertanian organik
yang keduanya sama-sama penting dan patut dikembangkan. Pertama, pertanian organik
”absolut” (POA) sebagai sistem pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input
kimia sintetis (anorganik), hanya menggunakan bahan alami berupa bahan organik atau
pupuk organik. Sasaran utamanya adalah menghasilkan produk dan lingkungan (tanah
dan air) yang bersih dan sehat. Sistem ini lebih mengutamakan nilai gizi, kesehatan, dan
ekonomi produk, yang konsumennya adalah kalangan tertentu (eksklusif), dan kurang
mengutamakan produktivitas. Kedua, pertanian organik ”rasional” (POR) atau pertanian
semi organik sebagai sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah
satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk kimia
sintetis (anorganik). Pestisida dan herbisida digunakan secara selektif dan terbatas, atau

8

menggunakan biopestisida. Landasan utamanya adalah sistem pertanian modern (Good
Agricultural Practices, GAP) yang mengutamakan produktivitas, efisiensi sistem
produksi, keamanan, serta kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
Kegunaan budidaya organik pada dasarnya adalah meniadakan atau bahkan
membatasi kemungkinan dampak yang timbul oleh budidaya kimiawi. Pupuk organik
dan pupuk hayati mempunyai keunggulan nyata jika di banding dengan pupuk kimia.
Pupuk organik dengan sendirinya merupakan keluaran setiap budidaya pertanian,
sehingga merupakan sumber unsur hara makro dan mikro yang dapat diperoleh tanpa
harus mengeluarkan biaya. Pupuk organik dan pupuk hayati berdaya ameliorasi ganda
dengan bermacam-macam proses yang saling mendukung, bekerja menyuburkan tanah
dan sekaligis mengkonversikan dan menyehatkan ekosistem tanah serta menghindarkan
kemungkinan terjadinya pencemaran.
Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa
tanaman, kompos, dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah
mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata
lain, unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik
sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian non-organik
yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga
segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman.
Meskipun sistem pertanian organik dengan segala aspek jelas memberikan
keuntungan banyak kepada pembangunan pertanian rakyat dan menjaga lingkungan
hidup, termasuk konservasi sumber daya lahan, namun penerapannya tidak mudah dan
akan menghadapi banyak kendala. Pada tahap awal menerapkan system organik yakni
pada masa transisi, hasil produksi akan mengalami penurunan (Padel, 2001).
Sama halnya dengan komoditas produk pangan organik yang lain, produksi
tanaman padi pun juga telah menggunakan konsep pertanian organik. Padi organik
adalah padi yang telah disahkan oleh sebuah badan independen, untuk ditanam dan
diolah menurut standar “organik” yang ditetapkan. Menurut J.Bawolye dan M. Syam
(2008), definisi organik adalah :
1. Tidak ada pestisida dan pupuk dari bahan kimia sintetis atau buatan yang telah
digunakan
2. Kesuburan tanah dipelihara melalui proses “alami” seperti penanaman tumbuhan
penutup dan/atau penggunaan pupuk kandang yang dikomposkan dan limbah
tumbuhan
3. Tanaman dirotasikan di sawah untuk menghindari penanaman tanaman yang sama
dari tahun ke tahun di sawah yang sama
4. Pergantian bentuk-bentuk bukan-kimia, misalnya pengendalian hama dan gulma
digunakan serangga yang bermanfaat untuk memangsa hama serta daun jerami
setengah busuk untuk menekan gulma, juga organisme lain untuk menekan
serangan penyakit.
Konsep Pertanian Organik
Seringkali terdapat pemahaman yang keliru tentang pertanian alami dengan
pertanian organik. Kedua istilah tersebut dalam praktek sering dianggap sama. Sutanto
(2002), mengemukakan empat langkah menuju pertanian alami dan menjelaskan prinsip
pertanian alami antara lain: (1) Tanpa olah tanah. Tanah tanpa diolah atau dibalik. Pada

9

prinsipnya tanah mengolah sendiri, baik menyangkut masuknya perakaran tanaman
maupun kegiatan mikroba tanah, mikro fauna dan cacing tanah. (2) Tidak digunakan
sama sekali pupuk kimia maupun kompos. Tanah dibiarkan begitu saja, dan tanah
dengan sendirinya akan memelihara kesuburannya. Hal ini mengacu pada proses daur
ulang tanaman dan hewan yang terjadi di bawah tegakan hutan. (3) Tidak dilakukan
pemberantasan hama baik melalui pengolahan tanah maupun penggunaan herbisida.
Pemakaian mulsa jerami, tanaman penutup tanah maupun penggenangan sewaktu-waktu
akan membatasi dan menekan pertumbuhan gulma. (4) Sama sekali tidak tergantung
pada bahan kimia Sinar matahari, hujan dan tanah merupakan kekuatan alam yang
secara langsung akan mengatur keseimbangan alami.
Prinsip Pertanian Organik
International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM, 2005),
menetapkan prinsip-prinsip dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian
organik. Prinsip-prinsip ini berisi tentang sumbangan yang dapat diberikan pertanian
organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek
pertanian secara global. Pertanian merupakan salah satu kegiatan paling mendasar bagi
manusia, karena semua orang perlu makan setiap hari. Nilai - nilai sejarah, budaya dan
komunitas menyatu dalam pertanian. Prinsip-prinsip ini diterapkan dalam pertanian
dengan pengertian luas, termasuk bagaimana manusia memelihara tanah, air, tanaman,
dan hewan untuk menghasilkan, mempersiapkan dan menyalurkan pangan dan produk
lainnya. Prinsip-prinsip tersebut menyangkut bagaimana manusia berhubungan dengan
lingkungan hidup, berhubungan satu sama lain dan menentukan warisan untuk generasi
mendatang. Prinsip-prinsip tersebut mengilhami gerakan organik dengan segala
keberagamannya. Prinsip – prinsip tersebut adalah :
a.Prinsip kesehatan;
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah,
tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip
ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tak dapat dipisahkan
dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang
dapat mendukung kesehatan hewan dan manusia. Kesehatan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari sistem kehidupan. Hal ini tidak saja sekedar bebas dari penyakit, tetapi
juga dengan memelihara kesejahteraan fisik, mental, sosial dan ekologi. Ketahanan
tubuh, keceriaan dan pembaharuan diri merupakan hal mendasar untuk menuju sehat.
Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi
bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme,
dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian
organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang
mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Mengingat hal tersebut, maka
harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif
makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan.
b. Prinsip ekologi;
Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan.
Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip
ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan. Prinsip ini
menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Makanan
dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu lingkungan produksi yang khusus;

10

sebagai contoh, tanaman membutuhkan tanah yang subur, hewan membutuhkan
ekosistem peternakan, ikan dan organisme laut membutuhkan lingkungan perairan.
Budidaya pertanian, peternakan dan pemanenan produk liar organik haruslah sesuai
dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Siklus-siklus ini bersifat universal
tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal. Pengelolaan organik harus disesuaikan
dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala lokal. Bahan-bahan asupan sebaiknya
dikurangi dengan cara dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahanbahan dan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan
melindungi sumber daya alam. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan
ekologis melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman
genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau
mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan
bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, habitat, keragaman
hayati, udara dan air.
c.Prinsip keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan
terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Keadilan dicirikan dengan
kesetaraan, saling menghormati, berkeadilan dan pengelolaan dunia secara bersama,
baik antar manusia dan dalam hubungannya dengan makhluk hidup yang lain. Prinsip
ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun
hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di
segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemproses, penyalur, pedagang dan konsumen.
Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang
terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian
organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan maupun
produk lainnyavdengan kualitas yang baik. Prinsip keadilan juga menekankan bahwa
ternak harus dipelihara dalam kondisi dan habitat yang sesuai dengan sifat-sifat fisik,
alamiah dan terjamin kesejahteraannya. Sumber daya alam dan lingkungan yang
digunakan untuk produksi dan konsumsi harus dikelola dengan cara yang adil secara
sosial dan ekologis, dan dipelihara untuk generasi mendatang. Keadilan memerlukan
sistem produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka, adil, dan mempertimbangkan
biaya sosial dan lingkungan yang sebenarnya.
d. Prinsip perlindungan.
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk
melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta
lingkungan hidup. Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis
yang menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat internal maupun eksternal. Para
pelaku pertanian organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktifitas, tetapi tidak
boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya. Maka, harus ada penanganan
atas pemahaman ekosistem dan pertanian yang tidak utuh. Prinsip ini menyatakan
bahwa pencegahan dan tanggung jawab merupakan hal mendasar dalam pengelolaan,
pengembangan dan pemilihan teknologi di pertanian organik. Ilmu pengetahuan
diperlukan untuk menjamin bahwa pertanian organik bersifat menyehatkan, aman dan
ramah lingkungan. Tetapi pengetahuan ilmiah saja tidaklah cukup. Seiring waktu,
pengalaman praktis yang dipadukan dengan kebijakan dan kearifan tradisional menjadi
solusi tepat. Pertanian organik harus mampu mencegah terjadinya resiko merugikan
dengan menerapkan teknologi tepat guna dan menolak teknologi yang tak dapat
diramalkan akibatnya, seperti rekayasa genetika (genetic engineering). Segala

11

keputusan harus mempertimbangkan nilai-nilai dan kebutuhan dari semua aspek yang
mungkin dapat terkena dampaknya, melalui proses-proses yang transparan dan
partisipatif.
Pentingnya Pertanian Organik
Dari uraian di atas diketahui bahwa revolusi hijau sudah membuktikan mampu
menyediakan kebutuhan pangan bagi dunia. Kita tidak dapat memungkiri jasa yang
besar tersebut tetapi juga tidak boleh terus-menerus mengandalkan revolusi hijau untuk
penyediaan pangan dunia. Revolusi hijau ternyata membawa dampak negatif bagi
lingkungan. Pupuk dan obat-obatan kimia yang digunakan telah mematikan tanah dan
merusak ekologi. Ada begitu banyak kehidupan di dalam tanah yang mati, yang berguna
untuk menyuburkan tanah. Predator hama ikut mati sehingga ketergantungan terhadap
pestisida semakin besar. Bahkan obatobatan tersebut juga berbahaya bagi para pelaku
pertanian. Satu hal yang harus dicacat, pertanian semaju apapun sangat tergantung
kepada perilaku alam sekitar. Dengan teknologi yang tepat ketergantungan ini dapat
dikurangi tetapi tidak dapat dihilangkan. Karena tergantung pada lingkungan alam,
suatu kemunduran atau kerusakan lingkungan alam karena penggunaan salah akan
langsung berbalik berdampak merugikan bagi pertanian.
Produk pertanian yang dihasilkan membawa akibat buruk bagi kesehatan
konsumennya. Revolusi hijau semakin menghilangkan kemandirian petani. Dalam
memenuhi kebutuhan pertanian, petani harus mengeluarkan begitu banyak sumber
kapital/dana. Usaha pertanian yang dikerjakan belum secara signifikan mensejahterakan
petani sehingga minat generasi muda untuk menekuni bidang pertanian terus turun dari
waktu ke waktu. Revolusi hijau tidak ramah lingkungan dan sosial karena
dikembangkan dalam sistem kapitalisme.
Pertanian organik dinilai sebagai sistem pertanian yang mampu menyediakan
ketersediaan pangan secara berkelanjutan karena ramah lingkungan. Pertanian organik
tidak identik dengan pertanian tradisional. Dalam menjalankan pertanian organik, petani
dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Para petani sudah
kehilangan beberapa kearifan lokal sebagai ilmu pengetahuan yang penting karena
sudah sekian lama dikondisikan melakukan pertanian konvensional. Pengetahuan lokal
tentang mengelola dan memproduksi pupuk tidak lagi dikuasai para petani. Sumber
daya lokal berupa material yang tersedia melimpah sebagai bahan pupuk organik tidak
lagi dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Para petani tidak lagi membenihkan sendiri
bibit padi yang akan mereka tanam. Memelihara keseimbangan antara musuh alami dan
hama tidak lagi merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan.
Harta yang paling berharga bagi seorang petani adalah tanah yang subur dan sehat
dimana terdapat populasi mikroba yang sesuai untuk terjadinya siklus nutrien. Dengan
demikian sudah saatnya dikembangkan strategi pertanian yang baru. Strategi pertanian
yang mampu memberikan perlindungan kepada lingkungan dan kehidupan masa depan
manusia. Strategi baru tersebut bukan sekedar dalam aspek teknik dan metode bertani,
melainkan juga cara pandang, sistem nilai, sikap dan keyakinan hidup. Strategi
pertanian yang mendasarkan pada prinsip-prinsip hukum alam. Alam dipandang secara
menyeluruh, dimana komponennya saling tergantung dan menghidupi, dimana manusia
juga adalah bagian di dalamnya.
Pertanian organik dinilai sebagai strategi pertanian yang mampu menjawab
tantangan di atas. Strategi pertanian yang mampu menyediakan ketersediaan pangan

12

secara berkelanjutan karena ramah lingkungan dan berkeadilan sosial. Untuk itu
kesadaran masyarakat secara umum akan pentingnya mengkonsumsi produk – produk
organik perlu ditingkatkan melalui berbagai cara. Demikian pula halnya dengan para
pelaku dunia usaha pertanian untuk dapat melakukan kegiatan pertanian yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan. Selanjutnya produk pertanian organik pantas dihargai
lebih tinggi bukan karena para petani sudah menghasilkan bahan pangan melainkan
lebih sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para petani yang telah
menjaga kelestarian lingkungan.
Kegunaan Pertanian organik
Budidaya pertanian organik menintikberatkan keselarasan alam, melalui
keragaman hayati dan pengoptimalan penggunaan asupan alami yang berada di sekitar
melalui proses daur ulang bahan-bahan alami. Pupuk organik merupakan keluaran
maupun sisa dari setiap budidaya pertanian, yang merupakan sumber unsur hara makro
dan mikro yang telah tersedia dengan sendirinya dalam sisa tanaman tersebut. Pupuk
hayati dan pupuk organik berdaya ameliorasi ganda dengan berbagai macam proses
yang saling mendukung, berfungsi dalam menyuburkan tanah dan sekaligus
mengkonservasikan serta menyehatkan Budidaya pertanian organik menintikberatkan
keselarasan alam, melalui keragaman hayati dan pengoptimalan penggunaan asupan
alami yang berada di sekitar melalui proses daur ulang bahan-bahan alami. Pupuk
organik merupakan keluaran maupun sisa dari setiap budidaya pertanian, yang
merupakan sumber unsur hara makro dan mikro yang telah tersedia dengan sendirinya
dalam sisa tanaman tersebut. Pupuk hayati dan pupuk organik berdaya ameliorasi ganda
dengan berbagai macam proses yang saling mendukung, berfungsi dalam menyuburkan
tanah dan sekaligus mengkonservasikan serta menyehatkan ekosistem tanah dan
menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan.
Sumber pupuk organik pada umumnya adalah kotoran hewan, bahan tanaman, dan
limbah serta limbah agroindustri. Kotoran hewan yang sering digunakan sebagai pupuk
kandang berasal dari hewan ternak besar dan ternak kecil. Bahan tanaman dapat berasal
dari rerumputan, semak, perdu, dan pohon, adapun limbah pertanaman dapat berasal
dari jerami padi, batang jagung, sekam dan lain sebagainya. Tanah yang dibenahi
dengan pupuk organik mempunyai struktur tanah yang baik sehingga tanah tersebut
mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan baha