Pendekatan Bioinformatika Formulasi Jamu Baru Berkhasiat Antidiabetes dengan Ikan Zebra (Danio rerio) sebagai Hewan Model

vii

PENDEKATAN BIOINFORMATIKA FORMULASI JAMU
BARU BERKHASIAT ANTIDIABETES DENGAN IKAN
ZEBRA (Danio rerio) SEBAGAI HEWAN MODEL

MIFTHAMI RAMAH NURISHMAYA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendekatan

Bioinformatika Formulasi Jamu Baru Berkhasiat Antidiabetes dengan Ikan zebra
(Danio rerio) sebagai Hewan Model adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Mifthami Ramah Nurishmaya
NIM G44090005

x

xi

PENDEKATAN BIOINFORMATIKA FORMULASI JAMU
BARU BERKHASIAT ANTIDIABETES DENGAN IKAN
ZEBRA (Danio rerio) SEBAGAI HEWAN MODEL


MIFTHAMI RAMAH NURISHMAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

xii

xiii

Judul Skripsi : Pendekatan Bioinformatika Formulasi Jamu Baru Berkhasiat
Antidiabetes dengan Ikan Zebra (Danio rerio) sebagai Hewan

Model
Nama
: Mifthami Ramah Nurishmaya
NIM
: G44090005

Disetujui oleh

Rudi Heryanto, SSi, MSi
Pembimbing I

Dr Farit Mochamad Afendi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


xiv

xv

ABSTRAK
MIFTHAMI RAMAH NURISHMAYA. Pendekatan Bioinformatika Formulasi
Jamu Baru Berkhasiat Antidiabetes dengan Ikan Zebra (Danio rerio) sebagai
Hewan Model. Dibimbing oleh RUDI HERYANTO dan FARIT MOCHAMAD
AFENDI.
Komposisi jamu umumnya diformulasikan tanpa ketentuan baku seperti
Traditional Chinese Medicine. Kajian terbaru menunjukkan keteraturan pola
melalui kajian statistika pada pangkalan data. Formulasi jamu dalam penelitian ini
dibuat dengan Design Expert dan khasiat jamu diprediksi dengan model analisis
diskriminan kuadrat terkecil (PLSDA), koefisien PLSDA multiways, dan support
vector machine. Prediksi menunjukkan 4 tanaman yang digunakan adalah
sembung, pare, jahe dan bratawali. Khasiat dibuktikan menggunakan ikan zebra
sebagai hewan uji. Hiperglikemia pada ikan zebra diinduksi dengan perendaman
menggunakan aloksan 0.1% selama 10 menit, glukosa 1% selama 10 menit, dan
akuades selama 60 menit secara berurutan. Uji t satu arah menunjukkan kadar

gula darah setelah induksi tidak meningkat signifikan (p>0.05). Hal ini
mengonfirmasi bahwa proses induksi belum berhasil meningkatkan kadar gula
darah rata-rata. Aplikasi jamu pada ikan zebra dilakukan selama 3 hari setelah
proses induksi. Pengamatan statistika atas setiap komposisi jamu menunjukkan
kelompok jamu 1 memiliki selisih penurunan paling besar.
Kata kunci: antidiabetes, bioinformatika jamu, ikan zebra, jamu

ABSTRACT
MIFTHAMI RAMAH NURISHMAYA. Bioinformatics Approach of New
Antidiabetic Jamu Formulations Using Danio rerio as an Animal Model.
Supervised by RUDI HERYANTO and FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Jamu composition was formulated without any provision like Traditional
Chinese Medicine. Recent studies showed regularity pattern through statistical
database. Jamu formulations in this study were made using Design Expert and its
efficacy predicted using models partial least square discriminant analysis
(PLSDA), coefficient PLSDA multiways, and Support Vector Machine. The
prediction indicated that 4 plants used were sembung, pare, ginger, and bratawali.
The efficacy was verified using zebrafish (D. rerio) as an animal test.
Hyperglycemia in the fish was induced by soaking them in alloxan 0.1% for 10
min, glucose 1% for 10 min, and distilled water for 60 min in sequence. One-way

t test showed that the increasing blood sugar levels was not significant (p>0.05).
These results confirm that the induction process have not been successful to
increase the average blood sugar levels. Application of jamu into the fish was
done for 3 days after the induction. Statistical observation for all compositions of
jamu showed that group 1 has the greatest decline difference.
Key words: antidiabetic, bioinformatic of jamu, jamu, zebrafish

xvi

xvii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan juni 2013 sampai November 2013 ini
ialah bioinformatika jamu, dengan judul Pendekatan Bioinformatika Formulasi
Jamu Baru Berkhasiat Antidiabetes dengan Ikan zebra (Danio rerio) sebagai
hewan model.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Rudi Heryanto dan Bapak Farit
Mochamad Afendi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Eman, Aidell Fitri Rachmawati, dan Ira Puspita

Andriana yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak, serta seluruh keluarga,
atas doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Mifthami Ramah Nurishmaya

xviii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Waktu dan Tempat

2

METODE


3

Alat dan Bahan

3

Prosedur Percobaan

3

Pembuatan Model PLSDA dan Pemilihan Kandidat Jamu Baru

3

Formulasi dan Pembuatan Jamu

3

Pembuatan Pakan Jamu


4

Pemeliharaan dan Persiapan Ikan Zebra

4

Pengujian Jamu Baru dengan Ikan Zebra

4

Analisis data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Hasil Prediksi Khasiat dan Formulasi Jamu Baru


5

Ikan zebra sebagai Hewan Model dalam Pengujian Efek Antidiabetes

8

Efek Pemberian Jamu Terhadap Kadar Gula Darah Ikan zebra
SIMPULAN DAN SARAN

12
14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

26

xix

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Distribusi jamu berdasarkan 9 kelompok khasiat
Hasil prediksi kandidat jamu menggunakan metode PLSDA dengan
Kadar air simplisia penyusun jamu
Hasil uji coba induksi aloksan 0.1% dalam NaCl 0.45% dengan variasi
waktu
5 Hasil uji coba induksi aloksan 0.1% dalam NaCl 0.45% selama 7 hari
6 Kadar gula darah normal populasi ikan zebra
7 Kadar gula darah setelah induksi dan pemberian pakan jamu

2
6
8
10
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Hipotesis struktur jamu oleh Pusat Studi Biofarmaka (PSB)
Pakan jamu
Ikan zebra betina (a) dan jantan (b)
Kurva hubungan waktu induksi dengan kadar gula darah (mg/dL)

1
8
9
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir penelitian
Contoh tabulasi data
Contoh penggolongan tanaman berdasarkan aktivitas farmakologis
Kandidat jamu baru
Desain komposisi formulasi jamu
Foto serbuk jamu setelah pengeringan
Perubahan kadar gula darah ikan zebra (mg/dL)

17
18
19
20
22
22
23

xx

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara tradisional, pemilihan tanaman sebagai penyusun obat hanya
berdasarkan pengalaman empiris selama ribuan tahun yang dipercaya secara
turun-temurun. Contoh pengobatan tradisional yang sudah ada sejak ribuan tahun
yang lalu adalah traditional chinese medicine (TCM) yang berasal dari Cina dan
jamu dari Indonesia. Menurut Kardono (2003), TCM memiliki filosofi dan teori
pengobatan yang jelas dan lebih mampu mengembangkan diri dengan
memanfaatkan perkembangan obat modern, misalnya dengan kajian molekular,
sedangkan sistem pengobatan jamu bertahan dengan mengandalkan kekuatan
empiris. Jamu umumnya dibuat dengan memilih dan mencampurkan beberapa
tanaman yang dipercaya memiliki khasiat tanpa ada ketentuan baku mengenai
ukuran dan takaran yang digunakan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dan
pengembangan dengan tahapan yang jelas dan sistematis.
Dalam perkembangan pengetahuan tentang jamu, studi yang dilakukan
Afendi et al. (2010) dan hipotesis Pusat Studi Biofarmaka (PSB) pada tahun 2011
(Gambar 1) berhasil menunjukkan adanya keteraturan pola pada sistem jamu
melalui pendekatan pangkalan data statistika jamu. Pola tersebut terdiri atas 1
tanaman utama sebagai penentu khasiat target dan 3 tanaman pendukung dengan
aktivitas farmakologis analgesik, antimikrob, dan antiradang. Ketiga aktivitas
farmakologis tanaman pendukung bersifat tetap, sedangkan pada tanaman utama
bersifat spesifik dan dinamis. Pola jamu selanjutnya digunakan untuk
memprediksi khasiat jamu yang digolongkan menjadi 9 kelompok seperti pada
Tabel 1. Hasil tersebut kemudian diperkuat Afendi et al. (2012) yang melakukan
studi lanjutan dengan tujuan melihat konsistensi penggunaan tanaman dalam jamu
melalui model analisis diskriminan kuadrat terkecil parsial (PLSDA). Hasilnya,
dari 465 tanaman terdapat 276 tanaman yang konsisten dan penggunaannya sesuai
dengan khasiat yang didukung oleh literatur ilmiah.

Gambar 1 Hipotesis struktur jamu oleh Pusat Studi Biofarmaka (PSB)

2

Tabel 1 Distribusi jamu berdasarkan 9 kelompok khasiat
Khasiat
Urinary related problems (URI)
Disorders of appetite (DOA)
Disorders of mood and behavior (DMB)
Gastrointestinal disorders (GST)
Female reproductive organ problems (FML)
Musculoskeletal and connective tissue disorders (MSC)
Pain/Inflammation (PIN)
Respiratory diseases (RSP)
Wound and skin infections (WND)

Frekuensi jamu
72
249
22
980
398
840
311
107
159

Sumber: Afendi et al. (2010)

Tahap formulasi jamu menjadi sangat penting karena berkorelasi langsung dengan
kesehatan konsumen. Adanya pola dan aturan baku diharapkan dapat menjamin
keamanan khasiat dan penggunaan jamu. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan
Afendi et al. (2010) belum didukung dengan hasil eksperimen.
Analisis pada penelitian ini difokuskan pada jamu komersial di Indonesia
yang memiliki khasiat antidiabetes. Data yang digunakan terdiri atas 2748 jamu
dan 231 tanaman. Kandidat jamu terpilih diuji di laboratorium menggunakan ikan
zebra sebagai hewan uji. Ikan zebra menjadi salah satu hewan yang saat ini
banyak digunakan untuk pengembangan penelitian. Ikan zebra memiliki beberapa
keunggulan, yaitu ukuran tubuh kecil, kemampuan reproduksinya tinggi, embrio
transparan, mampu menyerap bahan-bahan larut air (Amsterdam and Hopkins
2006; Rubistein et al. 2006), dan sebagai hewan bertulang belakang, ikan zebra
memiliki kesamaan genetik dan psikologi dengan mamalia (Shin et al. 2012).
Dalam penelitian mengenai diabetes, larva ikan zebra digunakan oleh Elo et al.
(2007) sebagai hewan model untuk mengamati metabolisme glukosa dan optimasi
induksi hiperglikemia dengan aloksan yang dilakukan Shin et al. (2012)
membuktikan bahwa ikan zebra dewasa cukup baik digunakan sebagai model
diabetes.

Tujuan
Penelitian bertujuan melakukan formulasi jamu baru yang memiliki khasiat
antidiabetes dengan kajian bioinformatika pada pangkalan data jamu dan
membuktikan kebenarannya melalui eksperimen menggunakan ikan zebra sebagai
hewan uji.

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik dan Pusat Studi
Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni−November 2013.

3

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah perangkat lunak R i386 2.15.2, Design
Expert 8.0.7.1, GlucoDr Blood Glucose Test Meter, oven, cawan porselen, neraca
analitik, freeze dryer tipe Martin Christ Gamma 2-16 LSC, akuarium, pompa,
surgical blade, pinset, alat kaca dan trash bag. Bahan-bahan yang digunakan
adalah ikan zebra jenis ekor panjang, daun sembung (Blumea balsamifera), batang
bratawali (Tinospora crispa), rimpang jahe (Zingiber officinale), daun pare
(Momordica charantia), akuabides, aloksan monohidrat, glukosa 1%, NaCl
0.45%, pakan kering TetraBits complete jumbo, tisu, tepung sagu, es, dan kain
blacu.

Prosedur Percobaan
Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pembuatan model
PLSDA untuk memprediksi khasiat jamu dan pemilihan kandidat jamu baru,
formulasi dan persiapan jamu terpilih, pembuatan pakan jamu, pemeliharaan dan
persiapan ikan zebra, pengujian jamu baru dengan ikan zebra, dan analisis data.
Pembuatan Model PLSDA dan Pemilihan Kandidat Jamu Baru
Data yang digunakan merupakan hasil penelitian Afendi et al. (2010) yang
terdiri atas 2748 jamu, 231 tanaman, dan 9 khasiat. Data ini kemudian
dimasukkan ke dalam peranti lunak R i386 2.15.2 untuk dibuat model PLSDA
dengan jamu sebagai prediktor dan khasiat sebagai respons. Model PLSDA
selanjutnya digunakan untuk memprediksi khasiat dari 50 kandidat jamu baru.
Satu kandidat jamu baru dipilih untuk diuji di laboratorium. Kriteria
pemilihannya, ialah memiliki khasiat gangguan saluran cerna (GST) berdasarkan
prediksi menggunakan model PLSDA, metode support vector machine (SVM),
dan koefisien PLSDA multiways, serta ketersediaan di alam.
Formulasi dan Pembuatan Jamu
Kandidat jamu baru terpilih diformulasikan dengan peranti lunak Design
Expert 7.0.0. Pendekatan yang digunakan adalah mixture dengan desain simplex
lattice. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan tanaman yang diperoleh dari kebun
percobaan Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Bogor. Tanaman dibersihkan dengan air
mengalir hingga bersih lalu dikeringkan dan dihaluskan menggunakan blender.
Kadar air diukur menggunakan metode AOAC (2007).
Jamu dibuat dengan menimbang serbuk tanaman sesuai komposisi hasil
desain. Bobot total tiap komposisi jamu adalah 10 g. Setelah itu, jamu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL lalu ditambahkan 200 mL akuabides.
Jamu dipanaskan hingga mendidih dan volumenya menyusut menjadi 100 mL.
Selanjutnya, jamu disaring dengan kain blacu untuk memisahkan filtrat dengan
ampas. Filtrat jamu dikeringkan menggunakan freeze dryer, sedangkan ampas
dibuang.

4

Pembuatan Pakan Jamu
Pakan kering dimasukkan ke dalam tabung plastik, lalu disemprot dengan
larutan sagu 0.5%. Pakan dihancurkan dan diaduk hingga membentuk adonan.
Jamu ditambahkan kedalam adonan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk.
Proses ini dilakukan hingga jamu tercampur sempurna dengan pakan. Nisbah
pakan:ekstrak jamu yang dibuat adalah 1:0.6 (Littleron et al. 2012).
Pemeliharaan dan Persiapan Ikan Zebra
Pemeliharaan dan persiapan ikan zebra sebagai hewan uji mengacu pada
Advesh et al. (2012). Sistem sirkulasi akuarium terdiri atas filter canister, karbon,
biologi, dan UV. Sistem aerasinya menggunakan pompa dan pipa paralon yang
tersambung ke dalam setiap akuarium. Sistem sirkulasi dan aerasi dibuat untuk
menjaga kualitas air tetap baik. Selain itu, kondisi akuarium disesuaikan dengan
kebutuhan ikan zebra dengan pencahayaan 14 jam terang dan 10 jam gelap. Siklus
gelap dilakukan dengan menutup akuarium menggunakan trash bag. Umur ikan
yang dipilih sekitar 118 hari dengan ukuran M (1-1.5 in).
Setelah kondisi ruangan dan akuarium siap, ikan zebra ditempatkan dalam
21 akuarium 10�15�100 cm3 masing-masing 25 ekor. Dilakukan masa adaptasi
selama 1 minggu. Ikan zebra diberi makan 2� sehari dengan kombinasi pakan
kering dan pakan cacing. Pakan kering diberikan sebanyak 3.5 mg/ekor/hari.
Pengujian Jamu Baru dengan Ikan Zebra
Induksi glukosa pada ikan zebra mengacu pada Shin et al. (2012) dengan
modifikasi konsentrasi aloksan dan waktu induksi. Pertama, ikan zebra
dimasukkan ke dalam wadah berisi aloksan 0.1% dalam NaCl 0.45% selama 10
menit. Setelah itu, dipindahkan ke dalam wadah lain yang berisi larutan glukosa
1% selama 10 menit. Terakhir, sebelum pengecekan kadar gula darah, ikan zebra
dipindahkan ke dalam wadah berisi akuades selama 1 jam untuk selanjutnya
dimasukkan kembali ke dalam akuarium. Induksi dilakukan berulang selama 3
hari.
Pengecekan kadar gula dilakukan pada hari ke-4 setelah induksi
hiperglikemia. Ikan zebra dipindahkan ke dalam wadah berisi air dingin dengan
suhu yang diturunkan secara perlahan dari 17 ᵒC menjadi 12 ᵒC. Tujuannya untuk
membuat ikan zebra pingsan. Setelah pingsan, ikan zebra diangkat dan kelebihan
air pada sisik dihilangkan menggunakan tisu. Ikan zebra ditimbang, lalu
diletakkan di atas alas plastik dalam posisi melintang, darah diperoleh dengan
memotong bagian ekor. Contoh darah ditempelkan pada strip GlucoDr Blood
Glucose Test Meter yang akan secara otomatis menyerap darah. Alat akan segera
mengukur kadar gula dalam darah dalam satuan mg/dL. Nilai yang terbaca
merupakan kadar gula darah awal (Intine et al. 2013).
Kemampuan jamu sebagai antidiabetes diukur setelah pemberian pakan
jamu selama 3 hari. Ritme pemberian pakan sama seperti masa adaptasi, hanya
pakan kering diganti dengan pakan jamu. Contoh darah diambil dan diukur setiap
hari selama perlakuan. Prosedur pengukuran sama seperti pengecekan kadar gula.
Analisis data
Analisis data dilakukan dengan uji t satu arah untuk mengetahui
peningkatan dan penurunan kadar gula darah setelah induksi atau pemberian

5

pakan jamu. Pengaruh komposisi jamu terhadap ikan zebra dianalisis dengan
membandingkan selisih penurunan kadar gula darah setiap kelompok jamu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Prediksi Khasiat dan Formulasi Jamu Baru
Hipotesis struktur jamu menyebutkan bahwa jamu sekurang-kurangnya
terdiri atas tanaman pendukung dan utama. Tanaman pendukung berperan sebagai
penyelaras serta pengoordinasi formula jamu dan memiliki aktivitas farmakologis
tetap, yakni analgesik, antimikrob, dan antiradang. Tanaman utama berperan
sebagai penentu khasiat. Aktivitas farmakologis untuk tanaman utama pada
penelitian ini adalah hipoglikemik. Hipoglikemia merupakan suatu kondisi
seseorang dengan kadar gula darah rendah, yaitu kurang dari 45 mg/dL (2.6
mmol/L) (Indrasanto 2006). Berdasarkan definisi tersebut, hipoglikemik dapat
diartikan sebagai aktivitas atau potensi suatu bahan menurunkan kadar gula darah.
Oleh karena itu, tanaman yang memiliki aktivitas hipoglikemik diharapkan
memiliki potensi sebagai antidiabetes. Menurut Afendi et al. (2012), aktivitas
farmakologis hipoglikemik konsisten muncul di antara 54 tanaman penyusun
jamu dengan khasiat GST. Berdasarkan hasil tersebut, khasiat jamu yang menjadi
target penelitian adalah GST.
Tahap-tahap yang dilaksanakan dalam penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1. Data yang terdiri atas 9 kelompok khasiat, 231 tanaman, dan 2748
jamu asal Indonesia ditabulasikan seperti pada Lampiran 2. Pemilihan 4 tanaman
untuk 50 kandidat jamu baru dilakukan dengan mengelompokkan terlebih dahulu
225 dari 231 tanaman menjadi 88 kelompok berdasarkan aktivitas farmakologis
(Lampiran 3). Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pemilihan. Selain
itu, ketersediaan tanaman di alam ditelusur. Tanaman yang sulit diperoleh atau
tumbuh sesuai musim dikeluarkan dari kelompok pemilihan. Kandidat jamu baru
yang dibuat dapat dilihat pada Lampiran 4. Prediksi khasiat kandidat jamu baru
pada penelitian ini dilakukan dengan tiga metode berbeda, yakni PLSDA,
koefisien PLSDA multiways, dan SVM. Metode PLSDA menggunakan model
persamaan yang telah dibuat Afendi et al. (2010) dengan peranti lunak R i386
2.15.2. Hasil prediksi yang ditampilkan berupa 9 nilai pendugaan khasiat yang
berbeda untuk setiap kandidat jamu baru. Nilai pendugaan tertinggi dipilih
sebagai hasil akhir prediksi. Pada metode PLSDA multiways (Afendi et al. 2010),
setiap tanaman penyusun jamu memiliki nilai koefisien tertentu pada setiap
aktivitas farmakologis. Nilai koefisien dijumlahkan sesuai dengan peran setiap
tanaman. Jumlah koefisien tertinggi dipilih sebagai hasil akhir prediksi. Berbeda
dengan 2 metode sebelumnya, prediksi dengan SVM mengacu pada Fitriawan
(2013).
Hasil prediksi kandidat jamu baru ditunjukkan pada Tabel 2. Sebanyak 10
kandidat jamu menunjukkan hasil prediksi GST pada metode model PLSDA, 4
kandidat jamu pada PLSDA multiways, dan 20 kandidat jamu pada SVM.
Kandidat jamu baru dengan kode Jb0042 terpilih sebagai formula jamu yang diuji

6

di laboratorium. Hal ini karena Jb0042 memiliki khasiat GST berdasarkan
prediksi dengan ketiga metode. Pertimbangan lain dipilihnya Jb0042 adalah tidak
terdapat kesamaan susunan tanaman yang digunakan dengan jamu yang telah
terdaftar pada pangkalan data dan ketersediaan tanaman penyusunnya melimpah.
Jamu Jb0042 terdiri atas pare, sembung, jahe, dan bratawali yang banyak
ditemukan di alam. Dari keempat tanaman tersebut, tidak seluruh bagian tanaman
digunakan untuk membuat jamu. Misalnya, untuk tanaman pare dan sembung
yang digunakan hanya bagian daun, sedangkan jahe bagian rimpangnya. Ketiga
tanaman ini berperan sebagai tanaman pendukung yang memiliki aktivitas
farmakologis analgesik, antimikrob, dan antiradang. Tanaman keempat, yaitu
bratawali hanya digunakan bagian batangnya. Bratawali berperan sebagai
tanaman utama yang memiliki aktivitas farmakologis hipoglikemik. Pemilihan
bagian
tanaman
mengacu
pada
pangkalan
data
di
Kanaya.naist.jp/KNApSAcK_family/.
Tabel 2 Hasil prediksi kandidat jamu menggunakan metode PLSDA dengan
peranti lunak R, koefisien PLSDA multiways, dan SVM
Kode jamu
Jb0001
Jb0002
Jb0003
Jb0004
Jb0005
Jb0006
Jb0007
Jb0008
Jb0009
Jb0010
Jb0011
Jb0012
Jb0013
Jb0014
Jb0015
Jb0016
Jb0017
Jb0018
Jb0019
Jb0020
Jb0021
Jb0022
Jb0023
Jb0024

Model PLSDA
GST
MSC
MSC
MSC
MSC
MSC
MSC
MSC
PIN
MSC
MSC
MSC
PIN
MSC
GST
RSP
PIN
GST
MSC
GST
FML
MSC
MSC
GST

Koefisien PLSDA
multiways
PIN
FML
FML
PIN
MSC
MSC
WND
MSC
PIN
MSC
FML
FML
PIN
PIN
WND
WND
PIN
MSC
MSC
PIN
FML
PIN
DOA
WND

SVM
GST
MSC
MSC
GST
GST
MSC
GST
GST
GST
MSC
MSC
MSC
FML
MSC
MSC
GST
GST
MSC
GST
MSC
MSC
GST
MSC
GST

7

Lanjutan Tabel 2
Kode jamu
Jb0025
Jb0026
Jb0027
Jb0028
Jb0029
Jb0030
Jb0031
Jb0032
Jb0033
Jb0034
Jb0035
Jb0036
Jb0037
Jb0038
Jb0039
Jb0040
Jb0041
Jb0042
Jb0043
Jb0044
Jb0045
Jb0046
Jb0047
Jb0048
Jb0049
Jb0050

Model PLSDA

Koefisien PLSDA
multiways

SVM

MSC
PIN
MSC
GST
MSC
WND
WND
WND
MSC
FML
WND
WND
GST
GST
FML
WND
WND
GST
URI
FML
URI
WND
WND
WND
WND
GST

MSC
WND
MSC
PIN
FML
RSP
MSC
GST
WND
MSC
WND
GST
GST
WND
FML
WND
PIN
GST
FML
MSC
FML
DOA
WND
WND
FML
PIN

GST
MSC
MSC
MSC
MSC
PIN
GST
GST
URI
WND
GST
FML
WND
GST
WND
FML
GST
GST
GST
URI
MSC
URI
GST
WND
WND
WND

Tahap preparasi dan pembuatan jamu diawali dengan pengumpulan tanaman
penyusunnya. Keempat tanaman diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi
Biofarmaka (PSB) Bogor. Tanaman dicuci dan dibersihkan dari pengotorpengotor yang tertinggal, seperti tanah yang masih melekat atau benda asing yang
mungkin masuk selama proses pemetikan. Daun pare dan sembung yang telah
dicuci langsung dikeringkan, sedangkan batang bratawali dan rimpang jahe diiris
tipis terlebih dahulu untuk mempercepat proses pengeringan. Simplisia yang
sudah kering dihaluskan menjadi serbuk menggunakan blender. Penghalusan
dilakukan agar proses ekstraksi makin efektif dan efisien (Depkes 2000).
Simplisia kering ditentukan kadar airnya dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3.
Menurut Kemenkes (1994), salah satu syarat bahan baku obat tradisional adalah
memiliki kadar air kurang dari 10%. Suatu bahan dengan kadar air kurang dari
10% memiliki umur simpan yang panjang karena dapat meminimumkan
pertumbuhan mikroorganisme, terutama bakteri dan kapang.

8

Tabel 3 Kadar air simplisia penyusun jamu
Simplisia
Daun sembung
Daun pare
Rimpang jahe
Batang brotowali

Kadar air (%)
4.35
4.64
6.08
3.70

Komposisi jamu Jb00042 diformulasikan dengan Design Expert 7.0.0, dan
menghasilkan 20 kelompok jamu dengan komposisi masing-masing tersusun atas
1, 2, atau 4 jenis tanaman (Lampiran 5). Formulasi dilakukan dengan tujuan
mengetahui efek komposisi terhadap khasiat jamu yang ditunjukkan dengan
penurunan kadar gula darah. Selanjutnya, 20 kelompok jamu tersebut diekstraksi
menggunakan akuabides sebanyak 3 kali. Metode ekstraksi mengikuti cara
pembuatan jamu gendong, yaitu digodok hingga volumenya berkurang 50%.
Filtrat jamu hasil penyaringan dikeringkan dengan freeze dryer selama 54 jam
hingga membentuk serbuk halus berwarna hijau, hijau kecokelatan, atau hitam
(Lampiran 6). Jamu diaplikasikan pada ikan zebra dalam media pakan kering.
Serbuk jamu dicampurkan dengan pakan hingga membentuk adonan kalis.
Adonan kemudian dibentuk menjadi butiran kecil seperti pada Gambar 2. Pakan
dengan tambahan jamu disebut pakan jamu.

Gambar 2 Pakan jamu (Sumber: koleksi pribadi)
Ikan zebra sebagai Hewan Model dalam Pengujian Efek Antidiabetes
Ikan zebra dikelompokkan dalam 21 akuarium, masing-masing berisi 25
ekor. Setiap kelompok tidak dipisahkan berdasarkan jenis kelamin atau bobot
badan dengan tujuan menghindarkan kondisi stres pada ikan zebra. Jenis ikan
zebra yang digunakan ialah ekor panjang, warna abu-abu dengan garis metalik
yang melintang sepanjang badan hingga ekor (Gambar 3). Selama masa adaptasi,
pemberian pakan dilakukan pada pukul 09.00 dan 15.00 WIB. Waktu pemberian
pakan dibuat konsisten untuk membiasakan ikan zebra dengan jenis pakan yang
diberikan dan menyeragamkan pola makan. Pemeliharaan ikan zebra dilakukan
dengan mengganti filter canister setiap 3 hari dan siklus gelap:terang 10:14 jam.
Siklus gelap dilakukan untuk mendekati kondisi hidup ikan zebra di alam liar
yang cenderung berdiam dan aktif pada kondisi air yang gelap.

9

a

b

Gambar 3 Ikan zebra betina (a) dan jantan (b) (Sumber: koleksi pribadi)
Berdasarkan Shin et al. (2012), induksi hiperglikemia pada ikan zebra
dewasa dapat dilakukan dengan metode perendaman. Kondisi optimum
perendaman yang dihasilkan adalah perendaman dalam aloksan 0.3% selama 30
menit, glukosa 1% selama 30 menit, dan akuades selama 60 menit. Namun, saat
dilakukan induksi dengan cara yang sama, ikan zebra mengalami kejang dan mati
sesaat setelah dimasukkan ke dalam aloksan 0.3%. Ikan zebra tidak mampu
bertahan lebih dari 1 menit. Kematian diduga disebabkan oleh sifat toksik
aloksan, khususnya pada sel−β pankreas. Toksisitas disebabkan aloksan berikatan
dengan GLUT-2 yang memfasilitasi masuknya aloksan ke dalam sitoplasma sel β
pankreas. Depolarisasi pada mitokondria akan meningkat sebagai akibat
pemasukan ion Ca2+ yang diikuti penggunaan energi berlebih sehingga terjadi
kekurangan energi di dalam sel (Szkudelski 2001). Kekurangan energi ini menjadi
awal mula kematian sel. Konsentrasi aloksan 0.3% menyebabkan sel-sel pankreas
ikan zebra lebih cepat mengalami kematian dikarenakan ukuran yang jauh lebih
kecil dibandingkan hewan yang umumnya diinduksi dengan aloksan seperti tikus,
kelinci, atau anjing. Oleh sebab itu, uji coba induksi dilakukan dengan konsentrasi
aloksan lebih rendah, yaitu 0.1% dan 0.2% masih dalam NaCl 0.45%. hasil uji
coba menunjukkan bahwa aloksan 0.1% mampu meningkatkan kadar gula darah
tanpa menyebabkan kematian, sedangkan aloksan 0.2% memiliki efek kematian
yang sama dengan aloksan 0.3% sehingga kadar gula darah tidak dapat diukur.
Berdasarkan hasil tersebut, aloksan 0.1% dipilih sebagai konsentrasi yang
digunakan untuk induksi hiperglikemia.
Hasil induksi hiperglikemia yang diharapkan pada penelitian ini adalah
kadar gula darah ikan zebra yang konstan tinggi selama lebih dari 24 jam. Hal
tersebut menjadi penting karena aplikasi pakan jamu dan pengukuran kadar gula
darah dilakukan keesokan harinya. Uji coba induksi yang dilakukan dengan
memvariasikan waktu induksi menunjukkan hasil seperti pada Tabel 4. Saat 0
jam, kadar gula darah tertinggi ditunjukkan oleh perendaman dalam aloksan 0.1%
selama 10 menit, dilanjutkan glukosa 1% selama 10 menit, dan akuades selama 60
menit, yaitu 557 mg/dL. Kadar gula darah tersebut tidak konsisten tinggi karena
setelah 24 jam turun menjadi 80 mg/dL. Kadar gula darah pada perendaman
aloksan 0.1% selama 13, 20, dan 30 menit tidak dapat diukur karena ikan zebra
mati. Berdasarkan hasil tersebut, waktu perendaman aloksan 0.1% selama 10
menit yang dilanjutkan dengan perendaman dalam glukosa 1% selama 10 menit,
dan dalam akuades selama 60 menit dipilih sebagai waktu terbaik.

10

Tabel 4 Hasil uji coba induksi aloksan 0.1% dalam NaCl 0.45% dengan variasi
waktu
Uji
ke-

1
2
3
4

Kadar gula darah
(mg/dL)

Waktu (menit)
Aloksan 0.1%
dalam NaCl
0.45%
10
13
20
30

Glukosa 1% Akuades
10
10
15

60
60
15

Saat 0 jam

Setelah 24
jam

557
67
240

80
-

Uji coba selanjutnya dilakukan selama 7 hari untuk melihat waktu induksi
yang menghasilkan kadar gula darah konstan tinggi. Tabel 5 menunjukkan
perubahan kadar gula darah setelah induksi 7 hari. Pola perubahan kadar gula
darah dapat dilihat pada Gambar 6. Peningkatan terjadi pada hari ke-3 tetapi
dengan cepat menurun pada hari ke-4. Hari ke-5 atau 6 terjadi peningkatan tapi
tidak setinggi hari ke-3. Fluktuasi kadar gula darah diduga karena aloksan tidak
merusak sel beta pankreas seluruhnya. Aloksan hanya mampu bertahan pada pH
netral dan suhu 37 ᵒC selama 1.5 menit (Lenzen and Munday 1991). Selain itu,
ikan zebra dilaporkan memiliki kemampuan regenerasi sel-sel pankreas yang
cepat tanpa perlu induksi insulin (Moss et al. 2009). Berdasarkan hasil uji coba
induksi hiperlikemia dilakukan selama 3 hari karena menghasilkan peningkatan
kadar gula darah tertinggi.
Tabel 5 Hasil uji coba induksi aloksan 0.1% dalam NaCl 0.45% selama 7 hari
Pengulangan
induksi ke1
2
3
4
5
6
7

Kadar gula darah (mg/dL)
Induksi 1
Induksi 2
181
100
132
106
286
211
100
48
66
70
144
65
67
64

11

Gambar 4 Kurva hubungan waktu induksi dengan kadar gula darah (mg/dL)
ulangan 1 dan
ulangan 2 pada ikan zebra
Kadar gula darah normal pada populasi ikan zebra ditampilkan pada Tabel
6. Rerata kadar gula darah tidak jauh dari rentang normal 80-120 mg/dL
(Pujiyanto dan Rejeki 2010) dan simpangan baku sebesar 39.32 mg/dL.
Simpangan baku menunjukkan terdapat perbedaan sebesar 39.32 mg/dL terhadap
nilai tengah kadar gula darah populasi. Perbedaan diduga disebabkan faktor
individu seperti; jenis kelamin, bobot badan, asupan pakan, tingkat stres dan
pergerakan ikan zebra.
Tabel 6 Kadar gula darah normal populasi ikan zebra
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
rerata

Kadar gula darah ikan zebra (mg/dL)
55
78
84
93
97
102
113
124
138
148
149
152
166
167
173
190
126.81

12

Efek Pemberian Jamu Terhadap Kadar Gula Darah Ikan zebra
Perubahan kadar gula darah pada kelompok kontrol negatif dan jamu dapat
dilihat pada Tabel 7. Hasil uji t satu arah terhadap kadar gula darah normal dan
setelah induksi menunjukkan bahwa kadar gula darah tidak mengalami
peningkatan signifikan (p>0.05) setelah induksi. Secara statistika dapat dikatakan
bahwa proses induksi belum berhasil meningkatkan kadar gula darah rata-rata.
Pengobatan diabetes dilakukan dengan pemberian pakan jamu dimulai setelah
pengulangan induksi hari ketiga. Pakan jamu yang diberikan sebanyak 3.5
mg/ekor pada pagi dan sore hari. Berdasarkan hasil uji t satu arah, kadar gula
darah setelah pemberian pakan jamu tidak mengalami perubahan yang signifikan
(p>0.05). Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa formula jamu baru belum secara
maksimal menurunkan kadar gula darah ikan zebra.
Tabel 7 Kadar gula darah setelah induksi dan pemberian pakan jamu
Kelompok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kadar gula darah (mg/dL)
Setelah pemberian pakan
Setelah induksi
jamu
108
115
131
75
79
76
54
238
103
113
120
192
84
66
52
91
105
187
66
235
69
100
60
262
50
282
88
48
91
72
69
92
139
139
66
76
72
132
51
33
75
229
90
119
50
241
102
67

13

Lanjutan Tabel 7
Kadar gula darah (mg/dL)
Kelompok

13
14
15
16
17
18
19
20
Kontrol negatif

Setelah induksi

Setelah pemberian
pakan jamu

90
191
80
82
75
75
51
75
105
84
54
102
72
83
70
82
60
97

73
292
256
214
134
174
117
213
31
280
114
135
258
227
180
157
397
186

Secara statistika formula jamu baru memang belum maksimal menurunkan
kadar gula darah, namun diantara 20 kelompok jamu yang diuji terdapat beberapa
kelompok yang dapat menurunkan kadar gula darah dalam jumlah kecil. Guna
melihat komposisi yang paling baik dalam menurunkan kadar gula darah
dilakukan analisis berdasarkan selisih penurunan. Selisih kadar gula darah ikan
zebra setelah induksi dan pemberian pakan jamu (Lampiran 7) menunjukkan
bahwa kontrol negatif memiliki selisih penurunan yang paling kecil dibandingkan
20 kelompok jamu. Berdasarkan hasil ini diketahui bahwa kelompok jamu masih
lebih baik dalam menurunkan kadar gula darah dibandingkan kontrol negatif.
Diantara 20 kelompok jamu tersebut kelompok jamu 1 merupakan kelompok yang
memiliki selisih penurunan terbesar. Artinya, kelompok jamu 1 cenderung
menurunkan kadar gula darah lebih baik dibandingkan 19 kelompok jamu lainnya.
Kelompok jamu 1 dibuat dengan nisbah bobot sembung:pare 0.5:0.5. Berdasarkan
pangkalan data aktivitas farmakologis tanaman, sembung mampu berperan
sebagai analgesik dan pare sebagai antimikrob. Pada komposisi ini tidak
menggunakan bratawali dan jahe. Aktivitas hipoglikemik dari tanaman utama
yang diharapkan muncul dalam penentuan khasiat nyatanya tidak ikut berperan
dalam menurunkan kadar gula darah. Hasil ini sedikit berbeda dengan hipotesis
struktur jamu diabetes pada penelitian yang menyebutkan bahwa jamu disusun
oleh 4 aktivitas farmakologis antara lain; analgesik, antimikrob, antiradang, dan
hipoglikemik. Meski demikian, jamu dengan komposisi dua tanaman masih
mampu menurunkan kadar gula darah disebabkan interaksi campuran didalam
jamu. Aktivitas hipoglikemik pada jamu diduga muncul karena pare memiliki

14

senyawa inhibitor � glukosidase. Senyawa ini berperan menghambat pencernaan
karbohidrat komplek menjadi glukosa, sehingga asupan glukosa dari usus
kedalam darah dapat dikurangi (Pujiyanto dan Rejeki 2010). Selain itu, Arjadi dan
Susatyo (2010) menyebutkan bahwa flavonoid kemungkinan mempunyai
kemampuan merangsang pengeluaran insulin dengan meregenerasi sel−β
pankreas. Flavonoid juga mampu berperan sebagai antioksidan untuk menangkap
radikal bebas seperti O2- dan OH- yang dihasilkan setelah induksi aloksan.
Flavonoid yang dilaporkan memiliki aktivitas hipoglikemik pada hewan uji yang
diinduksi aloksan adalah quercetin dan chrisyn (Lukacinova et al. 2008).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Induksi hiperglikemia pada ikan zebra optimum saat perendaman dalam
aloksan 0,1% selama 10 menit, dilanjutkan glukosa 1% selama 10 menit, dan
akuades selama 60 menit. Tetapi ikan zebra sebagai hewan uji belum stabil dalam
mempertahankan kadar gula darah tetap tinggi setelah induksi. Pengobatan
diabetes yang dilakukan dengan pemberian pakan jamu menunjukkan bahwa
kelompok jamu 1 cenderung menurunkan kadar gula darah lebih baik
dibandingkan kontrol negatif dan 19 kelompok lainnya. Kelompok jamu 1 dibuat
dari sembung dan pare dengan nisbah 0.5:0.5. Kesetaraan kelompok jamu 1
dengan hipotesis struktur jamu diduga dihasilkan oleh senyawa flavonoid,
senyawa inhibitor � glukosidase dan antimikrob dari pare, serta diperkuat
aktivitas analgesik dari sembung.
Saran
Perlu dilakukan pengujian terhadap kestabilan ikan zebra sebagai hewan
model diabetes dengan induksi hiperglikemia menggunakan Streptozotocin (STZ).
Selain itu, perlu juga dilakukan pengujian antidiabetes lebih lanjut pada kelompok
jamu 1 secara in vivo dan in vitro menggunakan metode yang sudah stabil untuk
mendukung hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Adam LS, Seram NP, Hardy ML, Carpenter C, dan Heber D. 2006. Analysis of
the interactions of botanical extract combinations against the viability of
prostate cancer cell lines. Evid Based Complement Alternat Med. 3(1):117124.
Advesh et al. 2012. Regular care and maintenance of a ikan zebra (Danio rerio)
laboratory: an introduction. J. Vis. Exp. 69(4196):1-8.

15

Afendi et al. 2010. Modelling ingredient of jamu to predict its efficacy. Forum
Statistika dan Komputasi. 5(2).1-9.
Afendi F M, Darusman L K, Fukuyama M, Md. Altaf-Ul-Amin, and Kanaya S.
2012. A Bootstrapping approach for investigating the consistency of
assignment of plants to jamu efficacy by PLS-DA model. Malaysian
Journal of Mathematical Sciences.6(2):147-164.
Amsterdam A and Hopkins N. (2006). Mutagenesis strategies in zebrafish for
identifying genes involved in development and disease. Trends Genet.
22(9):473-478.
[AOAC] Assosiation of Official Analitycal Chemist. 2007. Official Methods of
AOAC International. Revisi ke-2 Volume ke-1. Maryland: AOAC
International.
Arjadi F dan Susatyo P. 2010. Regenerasi sel pulau Langerhans pada tikus putih
(Ratus novergicus) diabetes yang diberi rebusan daging mahkota dewa
(Phaleria macrocarp (Scheff.) Boerl.). Efek Antidiabetes Rebusan Mahkota
Dewa. 2(2):117-126.
[DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta (ID): DEPKES.
Elo B, C M Villano, D Govorko, and L A White. 2007. Larval ikan zebra as a
model for glucose metabolism: expression of phosphoenolpyruvate
carboxykinase as a marker for exposure to anti-diabetic compounds. Journal
of Molecular Endocrinology. 38:433–440.
Fitriawan A. 2013. Sistem klasifikasi khasiat formula jamu dengan metode
support vector machine [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Indrasanto D. 2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta (ID):
DEPKES.
Intine R V, Olsen AS, Sarras MP. A ikan zebra model of diabetes mellitus and
metabolic memory. J. Vis. Exp.72(50232):1-7.
Kardono LBS. 2003. Sekilas perbandingan perkembangan obat tradisional dan
makanan fungsional Cina dan Indonesia serta kemungkinan dampaknya
kedepan. Di dalam: Penggalian, Pelestarian, Pengembangan, dan
Pemanfaatan Tanaman Obat Indonesia. Seminar Nasional Tumbuhan Obat
Indonesia XXII; 2003 Mar 25-26; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Fakultas
Farmasi Universitas Pancasila. hlm 8-20.
[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Persyaratan
Obat Tradisional. Jakarta (ID): KEMENKES.
Lenzen S and Munday R. 1991. Thiol-group reactivity, hydrophilicity and
stability of alloxan, its reduction products and its N-methyl derivatives and a
comparison with ninhydrin. Biochem Pharmacol. 42: 1385-13.
Littleton RM et al. 2012. Whole plant based treatment of hypercholesterolemia
with crataegus laevigata in ikan zebra model. BMC complementary and
alternative medicine. 12:105 Doi: 10.1186/1472-6882-12-105.
Lukacinova A, Mojzis L, Benacka R, Keller J, Maguth T, Kurila P, Vasko L,
Racz O, and Nistiar F. 2008. Preventives effect of flavonoids on alloxaninduced diabetes Mellitus in Rats. ACTA VET.BRNO. 77:175-182.
Moss et al. 2009. Regeneration of the pancreas in adult ikan zebra. Diabetes.
58:1844-1851.

16

Pujiyanto S dan Rejeki SF. 2010. Aktifitas inhibitor �-glukosidase bakteri endofit
PR-3 yang diisolasi dari tanaman pare (Momordica charantia).
BIOMA.12(1):1-5.
Rubistein AL. 2006. Zebrafish assay for drug toxicity screening. Toxicol.
2(2):231-240.
Shin E, Hong B N, and Kang T H. 2012. An optimal establishment of acute
hyperglicemia ikan zebra model. African Journal of Pharmacy and
Pharmacology. 6(42):2922-2928.
Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action B cells
of the rat pancreas. Physiology Res. 50:536-546.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Pengelompokan tanaman
berdasarkan aktivitas farmakologis

Pemilihan kandidat formula
jamu baru

Prediksi khasiat
Formula jamu
terpilih

Tanaman 1

Tanaman 2

Tanaman 3

Penentuan kompisisi jamu
(Design Expert 8.0.7.1)

Pengukuran
kadar air,
freezedrying

Pemeliharaan dan
adaptasi ikan
zebra

Tanaman 4

Induksi
hiperglikemia

Preparasi
ekstrak jamu

Pakan Jamu

Ikan zebra
diabetes
aloksan
Pengukuran kadar
gula
Analisis data

18

16

Lampiran 2 Contoh tabulasi data
Kode
Jamu
J00001
J00002
J00003
J00004
J00005
J00006
J00007
J00008
J00009
J00010
J00011
J00012
J00013
J00014
J00015
J00016
...
J02748

Khasiat

E01

E02

E03

E04

E05

E06

E07

E08

E09

P0001

P0002

P0003

P0004

P0006

5
5
8
6
5
5
6
6
5
2
2
9
6
6
5
6

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0

0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

4

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

..

P0465
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

.
.

0

18

Lampiran 3 Contoh penggolongan tanaman berdasarkan aktivitas farmakologis
Kode

Nama Tanaman

Abortifikasi

Analgesik

Antasid

Anti asma

Antimikrob

P0001

Foeniculum vulgare





-

-



Masalah
kewanitaan
-

P0002

Clausena anisum-olens

-

-

-

-



-

P0003

Litsea chinensis

-

-

-

-

-

-

P0004

Glycyrrhiza uralensis

-









-

P0006

Imperata cylindrica

-

-

-

-



-

P0007

Phellodendron chinense

-

-

-

-



-

P0008

Zanthoxylum
acanthopodium

-



-

-

-

-

P0013

Elaeocarpus grandiflora

-

-

-

-

-

-

P0020
P0021

Garcinia atroviridis
Tamarindus indica

-



-

-


-

-

Alisma orientalis

-

-

-

-

-

....

.....
P0465

...

-

19

18
20

Lampiran 4 Kandidat jamu baru
Kode
Jamu

Kode Tanaman

Jb0001
Jb0002
Jb0003
Jb0004
Jb0005
Jb0006
Jb0007
Jb0008
Jb0009
Jb0010
Jb0011
Jb0012
Jb0013
Jb0014
Jb0015
Jb0016
Jb0017
Jb0018
Jb0019
Jb0020
Jb0021
Jb0022
Jb0023
Jb0024
Jb0025

P0033
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0

P0096
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0

P0115
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0

P0120
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

P0123
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1

P0139
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0

P0140
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0

P0181
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0

P0183
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

P0185
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0

P0187
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1

P0198
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0

P0201
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

P0206
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0

P0223
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0

P0277
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0

P0282
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1

P0329
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0

P0334
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

P0345
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1

P0390
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0

Jb0026

1

0

0

0

0

0

1

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

P0438
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0

19

Lanjutan Lampiran 4
Kode
jamu
Jb0027
Jb0028
Jb0029
Jb0030
Jb0031
Jb0032
Jb0033
Jb0034
Jb0035
Jb0036
Jb0037
Jb0038
Jb0039
Jb0040
Jb0041
Jb0042
Jb0043
Jb0044
Jb0045
Jb0046
Jb0047
Jb0048
Jb0049
Jb0050

Kode tanaman
P0033
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0

P0096
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

P0115
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1

P0120
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0

P0123
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1

P0139
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0

P0140
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0

P0181
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0

P0183
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0

P0185
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

P0187
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0

P0198
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0

P0201
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

P0206
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1

P0223
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1

P0277
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0

P0282
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0

P0329
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0

P0334
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

P0345
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0

P0390
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0

P0438
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0

21

22

Lampiran 5 Desain komposisi formulasi jamu
Ekstrak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

1
0.500
0.625
0000
0.000
0.000
0.125
0.000
0.500
0.500
0.000
1.000
0.000
0.250
1.000
0.000
0.000
0.125
0.000
0.500
0.125

Tanaman
2
3
0.500
0.000
0.125
0.125
0.000
0.000
0.000
1.000
0.000
1.000
0.125
0.125
0.000
0.500
0.000
0.500
0.500
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.500
0.000
0.250
0.250
0.000
0.000
1.000
0.000
0.500
0.500
0.625
0.125
0.000
0.000
0.000
0.000
0.125
0.625

4
0.000
0.125
1.000
0.000
0.000
0.625
0.500
0.000
0.000
0.000
0.000
0.500
0.250
0.000
0.000
0.000
0.125
1.000
0.500
0.125

Lampiran 6 Foto serbuk jamu setelah pengeringan
Jb0001

Jb0005

Jb0002

Jb0006

Jb0003

Jb0004

Jb0007

Jb0008

23

Jb0009

Jb0010

Jb0013

Jb0017

Jb0012

Jb0011

Jb0014

Jb0015

Jb0018

Jb0019

Jb0016

Jb0020

Lampiran 7 Perubahan kadar gula darah ikan zebra (mg/dL)
Kadar gula darah (mg/dL)
Kelompok

1
2
3
4
5
6

Setelah
induksi
108
131
79
54
103
120
84
52
105
66
69
60

Rata-rata
setelah
induksia
119.5
66.5
111.5
68
85.5
64.5

Setelah
pemberian
pakan
jamub

Selisih
perubahan
kadar gula
darahc

115
75
76
238
113
192
66
91
187
235
100
262

4.5
44.5
-9.5
-171.5
-1.5
-80.5
2
-23
-101.5
-149.5
-35.5
-197.5

Rata-rata
selisih
perubahan
kadar gula
darahd
24.5
-90.5
-41
-10.5
-125.5
-116.5

24

Lanjutan Lampiran 7
Kadar gula darah (mg/dL)
Kelompok

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Kontrol
negatif

Setelah
induksi
50
88
91
69
139
66
72
51
75
90
50
102
90
191
80
82
75
75
51
75
105
84
54
102
72
83
70
82
60
97

Rata-rata
setelah
induksia
69
80
102.5
61.5
82.5
76
140.5
81
75
63
94.5
78
77.5
76
78.5

Setelah
pemberian
pakan
jamub

Selisih
perubahan
kadar gula
darahc

282
48
72
92
139
76
132
33
229
119
241
67
73
292
256
214
134
174
117
213
31
280
114
135
258
227
180
157
397
186

-213
21
8
-12
-36.5
26.5
-70.5
28.5
-146.5
-36.5
-165
9
67.5
-151.5
-175
-133
-59
-99
-54
-150
63.5
-185.5
-36
-57
-180.5
-149.5
-104
-81
-318.5
-107.5

Rata-rata
selisih
perubahan
kadar gula
darahd
-96
-2
-5
-21
-91.5
-78
-42
-154
-79
-102
-61
-46,5
-165
-92.5
-213

25

Contoh perhitungan:
Kelompok jamu 1

26

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 4 April 1992 dari ayah Enche
Wachyudin, Spd dan ibu Emay Sukmayati. Penulis adalah putri ketiga dari tiga
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Al-Ma’soem Jatinangor dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum
Spektroskopi dan Aplikasi Kemometrik pada tahun ajaran 2012/2013, asisten
praktikum Kimia Dasar pada tahun ajaran 2012/2013, asisten Statistika untuk
Kimia Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2012/2013, dan asisten praktikum
Kimia Bahan Alam pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif
menjadi bendahara Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Ikatan
Mahasiswa Kimia (IMASIKA) IPB. Bulan juli-Agustus 2012 penulis
melaksanakan Praktik Lapangan di Balai Besar Veteriner (Bbalitvet) Bogor
dengan judul Aplikasi Sandwich Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Untuk Mendeteksi Aflatoksin B1 Pada Pakan dan Bahan Baku Pakan.