Selulosa mikrofibril dari batang pisang sebagai bahan baku film plastik

i

SELULOSA MIKROFIBRIL DARI BATANG PISANG
SEBAGAI BAHAN BAKU FILM PLASTIK

EKA PRETTY FEBRIYANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Selulosa Mikrofibril
dari Batang Pisang sebagai Bahan Baku Film Plastik adalah benar karya saya

dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Eka Pretty Febriyani
NIM G44090015

iv

v

ABSTRAK
EKA PRETTY FEBRIYANI. Selulosa Mikrofibril dari Batang Pisang sebagai
Bahan Baku Film Plastik. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA dan
SRI MULIJANI.
Batang pisang merupakan limbah lignoselulosa yang kandungan selulosanya
bisa diisolasi dan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan film plastik.

Selulosa berhasil diisolasi menggunakan metode kimia mekanik dan didapatkan
selulosa mikrofibril dengan ukuran partikel 920 nm. Analisis gugus fungsi
menggunakan spektroskopi inframerah membuktikan bahwa hasil isolasi adalah
benar selulosa. Selulosa mikrofibril hasil isolasi dicampurkan dengan pati jagung
dan gliserol sebagai pemlastis. Ragam pati jagung yang digunakan adalah 1.5,
1.75, 2.0, dan 3.0 g. Selulosa mikrofibril dan gliserol yang ditambahkan pada tiap
ragam adalah 2.5 dan 1 g. Film plastik dengan jumlah pati 1.5 g menghasilkan
nilai kuat tarik paling tinggiyaitu 13 MPa dan memiliki nilai permeabilitas uap air
paling rendah, yaitu 2.3 ng m m-2 s-1 Pa-1. Film plastik yang mengandung pati
3.0 g memiliki elongasi paling tinggi, yaitu 11%. Mikrograf elektron parayan
menunjukkan distribusi campuran film telah homogen.
Kata kunci: film plastik, selulosa mikrofibril, sifat fisik-mekanik, permeabilitas
uap

ABSTRACT
EKA PRETTY FEBRIYANI. Microfibrillated Cellulose of Banana Stem as
Plastic Film Material. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA and SRI
MULIJANI.
Banana stem is a waste that contain lignoselulose from which cellulose can
be isolated and used as raw material for plastic film. Cellulose was sucessfully

isolated by mechanical chemical method giving 920 nm microfibrils. Functional
group analysis by infrared spectroscopy proved that the isolated material was
cellulose. The isolated microfibrils was mixed with corn starch and glicerol as
plastisizer. Corn starch was added at various composition, i.e. 1.5, 1.75, 2.0, and
3.0 g. The microfibrillated cellulose and glicerol added into corn starch were 2.5
and 1 g, respectively. The plastic film with 1.5 g corn starch showed the highest
tensile strength1 of 3 MPa and the lowest water vapor permeability 2.3 ng m m-2
s-1 Pa-1. The plastic film with 3 g corn starch gave the highest elongation rate of
11%. The scanning electron micrograph showed that the film component
distribution was homogeneous.
Keywords: cellulosemicrofibril, physical-mechanical properties, plastic film,
water vapor permeability

vi

vii

SELULOSA MIKROFIBRIL DARI BATANG PISANG
SEBAGAI BAHAN BAKU FILM PLASTIK


EKA PRETTY FEBRIYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix

Judul Skripsi : Selulosa Mikrofibril dari Batang Pisang Sebagai Bahan Baku
Film Plastik
Nama

: Eka Pretty Febriyani
NIM
: G44090015

Disetujui oleh

Betty Marita Soebrata, SSi, MSi
Pembimbing I

Dr Sri Mulijani, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

i


ii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Penelitian yang dilakukan sejak
bulan Desember 2014, serta dapat menyelesaikan karya ilmiah hasil penelitian
tersebut dengan judul Selulosa Mikrofibril dari Batang Pisang Sebagai Bahan
Baku Film Plastik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Betty Marita Soebrata, S.Si,
M.Si selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Sri Mulijani, MS selaku
pembimbing kedua. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan staf
Laboratorium Kimia Fisik, staf Laboratorium Kimia Anorganik, staf
Laboratorium Terpadu, serta staf Komisi Pendidikan Departemen Kimia, yang
telah membantu selama penelitian berlangsung hingga ditulisnya karya ilmiah ini.
Ungkapan terimakasih juga ditujukan kepada ayah Subowo Husen dan ibu
Aplonia Elteningsih, Alvian Ariwibowo, keluarga besar, Saima, Sefri, Noni, serta
teman-teman seperjuangan Kimia 46 atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2014
Eka Pretty Febriyani

iii

iv

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Waktu dan Tempat

2

BAHAN DAN METODE

2

Alat dan Bahan

2


Metode

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kadar air dan Kadar Abu

5

Selulosa Hasil Isolasi

6

Pembuatan Film dan Ketebalan

9


Sifat Mekanik

10

Sifat permeabilitas

11

Elektron pemayan (Scanning Electron Microscope/SEM)

12

SIMPULAN DAN SARAN

13

DAFTAR PUSTAKA

14


LAMPIRAN

16

v

DAFTAR TABEL
1 Hasil FTIR selulosa mikrofibril
2 Pengukuran ketebalan film

8
9

DAFTAR GAMBAR
Grafik hubungan antara ukuran pertikel dengan distribusi number sampel
Susunan selulosa di dalam sel tanaman
Spektrum FTIR selulosa mikro fibril hasil isolasi dari pelepah batang pisang
Hasil FTIR pelepah batang pisang penelitian Elanthikkal (2010)
Hasil pengukuran kuat tarik film
Hasil pengukuran % elongasi film
Permeabilitas uap air film
Mikrograf elektron pemayaran film plastik perbesaran 7500. (a) pati 1.5 g,
(b) pati 1.75 g, (c) pati 2.0 g, (d) pati 3.0 g.
9 Mikrograf elektron pemayaran dari permukaan komposit pada penelitian
Chang et al. (2010)

1
2
3
4
5
6
7
8

6
7
8
9
10
11
12
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian
2 Pengukuran kadar air tepung batang pisang
3 Pengukuran kadar tepung batang pisang
4 Hasil pengukuran ketebalan plastik biodegradasi
5 Hasil pengukuran kuat tarik dan elongasi komposit
6 Perubahan bobot cawan petri
7 Data WVTR (g/menit cm2)
8 Permeabilitas uap air (g mm cm-2 menit-1 Pa-1)
9 Permeabilitas uap air (ng m m-2 s-1 Pa-1)

16
17
17
18
18
19
19
20
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pisang (Musa spp.) adalah salah satu komoditas buah asli Indonesia.
Tanaman tropis dan subtropis ini termasuk famili Musaceae. Tahun 2012
produksi pisang mencapai 6.071.043 ton. Produksi tersebut sebagian besar
dipanen dari kebun rakyat seluas 269.000 ha (BPS 2013). Di samping memiliki
nilai gizi yang tinggi untuk dikonsumsi secara langsung, pisang juga dikenal luas
dalam dunia industri makanan. Bagian batang, daun, kulit buah dan akar
merupakan limbah lignoselulosa yang dihasilkan oleh tanaman ini. Limbah
lignoselulosa adalah limbah hasil pertanian yang mengandung serat selulosa,
hemiselulosa dan lignin (Richana dan Suarni 2004). Secara tradisional limbah
tanaman pisang sudah banyak dimanfaatkan. Daun pisang biasa dimanfaatkan
sebagai media pembungkus makanan matang, sedangkan bagian akar, batang dan
kulit pada umumnya dijadikan makanan untuk ternak. Dalam industri batang
pisang telah dimanfaatkan untuk dijadikan bioetanol, papan serat, kertas, pupuk,
dan media peredam suara (Zulferiyenni et al. 2009).
Kandungan selulosa pada batang pisang mencapai 40-65% (Zulferiyenni et
al. 2009). Selulosa merupakan polisakarida penyusun serat pada dinding sel
tanaman dengan struktur kimia berupa rantai yang tidak bercabang dan tersusun
atas satuan β-D-gluko-piranosa melalui ikatan glikosida (ß-1,4). Sifat alami
selulosa murni adalah kristalin, kaku dan tidak larut air. Isolasi selulosa dari
berbagai sumber nabati telah dikembangkan oleh para peneliti, diantaranya isolasi
selulosa dari ampas sagu (Nurpagi 2013, Cahyani 2013), limbah mahkota nanas
(Susana 2011) dan isolasi selulosa dari tongkol jagung (Evandani 2012).Selulosa
hasil isolasi memiliki ikatan yang lebih kuat dibandingkan selulosa alami yang
ada pada tanaman. Selulosa hasil isolasi yang dicampurkan dengan pati dan
pemlastis dapat menghasilkanfilm plastik.
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang banyak terdapat pada
tanaman dan terbentuk dari satuan α-D-glukosa dengan rumus empiris
(C6H10O5)n. Pati disusun oleh dua satuan polimer utama, yaitu amilosa dan
amilopektin. Rasio kandungan amilosa dan amilopektin pati bergantung pada
sumber tanamannya. Kadar rerata amilosa dan amilopektin yang dikandung oleh
pati jagung berturut-turut 24-26% dan 74-76% (Mali et al. 2004). Pati tidak larut
dalam air dingin, tetapi jika dipanaskan akan mengalami gelatinisasi dan
viskositasnya akan naik. Peristiwa gelatinisasi terjadi karena adanya pemutusan
ikatan hidrogen sehingga air akan masuk ke dalam granula pati dan
mengakibatkan granula mengembang (Krisna 2011). Selain proses gelatinisasi,
proses regelatinisasi juga penting dalam pembentukan gel pati, khususnya jika
hasil akhir dari proses pati ini adalah untuk membuat film. Regelatinisasi adalah
proses di mana granula pati menggelembung dan membentuk pasta atau gelatin,
jika suhu terus dinaikkan akan tercapai viskositas puncak dan setelah didinginkan
molekul-molekul amilosa cenderung bergabung kembali. Regelatinisasi
mengakibatkan keadaan amorf atau tidak teratur menjadi keadaan yang lebih
teratur atau kristalin. Pada penelitian ini, pati yang digunakan untuk campuran
film berasal dari biji jagung.

2
Sifat unggul dari film plastik yang dihasilkan dari campuran pati dan
selulosa adalah cepat terurai sehingga aman bagi lingkungan, tetapi karena berasal
dari polimer alam maka secara fisik bersifat rapuh. Untuk itu perlu ditambahkan
pemlastis. Pemlastis adalah bahan organik dengan bobot molekul rendah yang
dapat meningkatkan fleksibiltas dan ekstensibilitas polimer (Julianti 2006).
Menurut Winarno (1992) gliserol (C3H8O3) adalah senyawa alkohol polihidrat
dengan 3 buah gugus hidroksil dalam satu molekul atau disebut alkohol trivalen.
Gliserol mempunyai sifat mudah larutair atau hidrofilik dan mampu
meningkatkan viskositas larutan(Krisna 2011). Gliserol merupakan salah satu
pemlastisyang banyak digunakan karena cukup efektif mengurangi ikatan
hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekuler dan tidak
mudah menguap saat proses pemanasan karena titik didih gliserol mencapai 204
°C.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi selulosa dari batang pisang
dengan menggunakan metode kimia mekanik, selanjutnya selulosa dicampurkan
dengan pati jagung dan gliserol sebagai pemlastis untuk mendapatkan film plastik
yang memiliki sifat mekanik dan permeabilitas uap air yang baik. Berbeda dari
penelitian Chang et al. (2010) yang menggunakan selulosa sebagai variabel
bergeraknya, pada penelitian ini variabel bergeraknya adalah pati pada pembuatan
film.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013-Mei 2014 di
Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan Departemen Kimia dan Laboratorium
Terpadu Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu oven, alat-alat gelas,
timbangan analitik, pH Universal, elektron pemayaran (Scanning electron
microscope/SEM) tipe JSM-5000-JEOL JSM 5310 LV, spektroskopi inframerah
(Fourier transform Infrared Spectroscopy/FTIR) tipe IR-Prestige 21, Particle Size
Analyzer (PSA), cawan petri, blender, sonikasi, sentrifiusa.
Bahan–bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu pelepah batang
pisang batu (Musa brachycarpa), NaOH, HCl, NaOCl, pati jagung, dan gliserol.
Metode
Preparasi Batang Pisang (Susana 2011)
Batang pisang dipotong menjadi ukuran ± 10 cm dan dikeringkan di
dalamoven. Potongan batang pisang kering dihaluskan sampai berukuran 60 mesh
dengan menggunakan mesin pembuat tepung. Tepung batang pisang dianalisis
kadar air dan kadar abunya.

3
Kadar air (AOAC 2007)
Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven selama 30 menit
pada suhu 100-105 ˚C, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit
dan ditimbang hingga diperoleh bobot konstan (A). Sebanyak 2 gram sampel
tepung batang pisang ditimbang dan diletakkan dalam cawan yang telah
dikeringkan (B). Cawan yang berisi sampel dipanaskan di dalam oven pada suhu
105-110 ˚C selama 3-4 jam. Setelah selesai, cawan tersebut didinginkan di dalam
desikator selama 30 menit kemudian ditimbang lagi (C). Tahap ini diulangi
hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
B-C
Kadar air (%) =
×100%
B-A
Keterangan:
A = Bobot cawan kosong (gram)
B = Bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram)
C = Bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (gram)
Kadar abu (AOAC 2007)
Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven selama 30 menit
pada suhu 100-105 ˚C, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit
dan ditimbang hingga diperoleh bobot konstan. Sampel tepung batang pisang
sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan di dalam cawan yang sudah
dikeringkan. Cawan beserta sampel dibakar menggunakan bunsen hingga tidak
berasap selama ± 20 menit dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur pada
suhu 600 ˚C sampai pengabuan sempurna. Sampel yang telah diabukan
didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:
C-A
×100%
Kadar abu (%) =
B-A
Keterangan:
A = Bobot cawan kosong (gram)
B = Bobot cawan + sampel (gram)
C = Bobot cawan + abu (gram)
Isolasi Selulosa Mikrofibril
Isolasi selulosa dilakukan melalui empat tahap perlakuan. Tahap pertama
adalah perlakuan basa dengan menggunakan NaOH disertai pemanasan. Tahap ini
bertujuan untuk menghidrolisis hemiselulosa dan depolimerisasi lignin pada
tepung batang pisang menjadi komponen gula dan fenolik yang larut air (Cherian
et al. 2008). Pada penelitian ini digunakan NaOH 1 M dan suhu pemanasannya
adalah 80 °C selama 4 jam. Sampel kemudian dicuci sampai didapatkan pH netral.
Tahap kedua adalah proses pemucatan. Tepung batang pisang direndam dalam
larutan NaOCl 5% selama 3 jam pada suhu 30 °C. Tahap ini bertujuan untuk
menghilangkan lignin yang masih tersisa. Lignin perlu dihilangkan dalam proses
isolasi selulosa untuk menghindari teroksidasinya senyawa kuinon dalam struktur
aromatik lignin (Hattaka 2001).

4
Tahap ketiga adalah perlakuan dengan asam menggunakan HCl 3% disertai
pemanasan pada suhu 60 °C selama 1 jam. Perlakuan dengan HCl ini bertujuan
untuk menguraikan fibril-fibril selulosa yang masih saling berikatan dalam bentuk
mikrofibril selulosa. Tahap keempat adalah sonikasi dengan menggunakan
ultrasonik selama 1 jam. Tahap ini bertujuan untuk mengurai fibril-fibril selulosa
menjadi berukuran nano. Sampel yang masih dalam bentuk suspensi di
sentrifugasi pada 5000 rpm selama 45 menit dengan tujuan mengambil filtrat
(selulosa miktofibril). Selulosa hasil isolasi dikeringkan dalam oven bersuhu 3040 °C sampai kering dan siap digunakan untuk bahan baku pembuatan film
plastik.
Spektroskopi inframerah (Fourier Transform Infrared Spectroscopy/FTIR)
Film ditempatkan di dalam sel holder kemudian dilakukan analisis pada
bilangan gelombang 4000-500 cm-1. Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR
berupa spektrogram hubungan antara bilangan gelombang dan persentase
transmisi puncak yang mendeskripsikan gugus fungsi.
Particle Size Analyzer (PSA)
Sampel dalam bentuk suspensidiletakkan di atas permukaan wadah dengan
pipet sebanyak 1 tetes. Sampel diukur menggunakan Zeta Sizer Nano Particle
Analyzer.
Pembuatan film plastik (Chang et al. 2010)
Selulosa (2.50 g) dan gliserol (1.00 g) didispersikan ke dalam akuades (50
mL), kemudian disonikasi selama 45 menit. Penambahan pati jagung disertai
pemanasan padasuhu 90 °C dan pengadukan dengan pengaduk magnet selama 50
menit. Pati jagung sebagai pengisi ditambahkan dengan variasi bobot (1.50, 1.75,
2.00, 3.00 g). Campuran dicetak di atas kaca dan dikeringkan di dalam oven pada
suhu 40 °C.
Ketebalan film (Bae et al. 2007)
Ketebalan film diukur menggunakan mikrometer mekanik di 10 posisi acak
pada masing-masing spesimen film dengan akurasi ±1 μm.
Kuat tarik dan elongasi (ASTM D 882 – 02)
Kuat tarik dan elongasi diukur menggunakan alat uji tarik berdasarkan
ASTM D 882-02. Film yang telah dikeringkan dipotong dengan ukuran panjang 7
cm dan lebar 2 cm. Kemudian, film dijepitkan pada alat uji tarik dengan kecepatan
konstan. Data yang dihasilkan dicetak di atas kertas. Perhitungan besarnya kuat
tarik dan persentase elongasi menggunakan persamaan di bawah ini.
Kuat tarik (MPa)=

% Elongasi=

Gaya tarik saat putus (N)
Luas area (mm2)

Perubahan panjang film (mm)
Panjang awal film (mm)

5
Laju transmisi uap air (ASTM E 96-95)
Laju transmisi uap air diukur dengan menggunakan metode cawan
berdasarkan ASTM E 96-95. Sebanyak 30 mL akuades dimasukkan ke dalam
cawan petri. Kemudian cawan petri ditutup dengan alumunium foil yang telah
dilubangi. Luas lubang pada alumunium sebesar 10% dari luas cawan. Film
dilekatkan di atas lubang menggunakan epoxy. Batas ketinggian permukaan air
dalam cawan dan film sebesar 6 mm. Cawan dipanaskan di dalam oven pada suhu
37±0.5˚C dan RH 81% selama 5–6 jam dan diukur hilangnya massa air setiap
jamnya. Laju transmisi uap air dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.
Laju transmisi uap air (WVTR)=

masa air yang hilang
waktu×luas

Permeabilitas uap air (WVP)=

WVTR x l
S x (R1-R2)

Keterangan:
S = Tekanan udara jenuh pada suhu 37 ˚C (63.63199 Pa)
R1 = Kelembaban udara di dalam cawan petri (100%)
R2 = Kelembaban udara pada suhu 37 ˚C (81%)
l = ketebalan film (mm)

Elektron parayan (Scanning Electron Microscope/SEM)
Film plastik yang dihasilkan diamati dengan elektron parayan untuk
dianalisis karakteristik mikrostrukturalnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar air dan Kadar Abu
Pengukuran kadar air dan kadar abu dilakukan pada sampel batang pisang
batu (Musa brachycarpa) yang berasal dari daerah Gunung Bunder. Kadar air dan
kadar abu batang pisang yang diperoleh berturut-turut sebesar 13.43% (Lampiran
2) dan 5.57% (Lampiran 3). Kadar air suatu bahan menunjukkan kandungan air
bebas dalam bahan tersebut yang berikatan hidrogen dengan sesama molekul air
bebas. Kadar air yang tinggi pada tepung akan mengurangi daya simpan karena
mudah ditumbuhi oleh jamur. Kadar abu suatu bahan adalah residu senyawa
oksida dan garam yang tersisa dari pengeringan suatu bahan pada temperatur yang
tinggi.Penentuan kadar air dan abu pada serat batang pisang juga dilakukan oleh
Pareira et al. 2009, didapatkan hasil berturut-turut sebesar 8.46% dan 13.54%.
Perbedaan kadar air dan kadar abu ini disebabkan oleh perbedaan jenis pisang dan
letak geografis dari sampel batang pisang yang digunakan.

6
Selulosa Hasil Isolasi
Ukuran partikel selulosa yang berhasil diisolasi pada penelitian ini
ditentukan menggunakan instrumen PSA. Mode analisis yang digunakan adalah
commulant. Mode ini menghasilkan sebaran ukuran berdasarkan jumlah (size
dispersion by number). Ukuran partikel selulosa hasil isolasi berada di rentang
269.22 sampai 9778.96 nm dengan rerata sebesar 920.96 nm. Sampel selulosa
yang berada dalam akuades dipengaruhi oleh gaya gravitasi, sehingga mudah
mengendap. Proses pengendapan ini sangat menyulitkan pengukuran karena
partikel yang seharusnya melakukan gerakan Brown akanmengendap di dasar
wadah ukur. Grafik hubungan antara ukuran partikel dengan sebaran jumlah
disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1Grafik hubungan antara ukuran partikel dengan sebaran jumlah sampel
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kimia mekanik.
Perlakuan kimia yang dikenakan pada tepung batang pisang adalah perlakuan
basa, pemucatan, dan hidrolisis asam, sedangkan perlakuan mekaniknya dengan
menggunakan instrumen ultrasonik. Sampel yang berbentuk tepung ketika diberi
perlakuan basa akan menghasilkan suatu pulp berwarna coklat kehitaman. warna
ini akan memudar dengan proses pencucian yang intensif. Warna coklat
kehitaman pada pulp disebabkan oleh terbentuknya komponen gula dan zat
fenolik akibat terlarutnya lignin dan hemiselulosa yang membungkus struktur
selulosa. Gambar 2 mengilustrasikan letak selulosa di dalam susunan komponen
dinding sel tanaman.
Berdasarkan bentuk struktur dan ikatannya, selulosa dikelompokkan
menjadi 2 yaitu selulosa I dan selulosa II. Selulosa I adalah selulosa yang secara
alami terdapat pada tumbuh-tumbuhan, sedangkan selulosa II adalah perubahan
selulosa I akibat perlakuan dengan larutan basa dan pemanasan (Achmadi 1990).
Basa kuat yang digunakan adalah NaOH 1 M dengan suhu pemanasan adalah 80
°C. Pemilihan NaOH disebabkan karena kecocokan ukuran kation Na+ (0.276 nm)
untuk menyusup pada pori diantara bidang kisi dari struktur selulosa I yang
mengakibatkan hancurnya bagian kisi kristal serta menyebabkan pemekaran
apabila diikuti dengan masuknya molekul air(Achmadi 1990). Perubahan selulosa
I ke selulosa II terjadi melalui Na-selulosa di mana gugus fungsi -OH yang
terdapat pada struktur selulosa berubah menjadi -ONa. Ukuran atom Na (natrium)
yang lebih besar dari atom H (hidrogen) menyebabkan rusaknya bidang kisi.
Gugus -ONa ini dapat berubah kembali menjadi gugus -OH dengan pencucian

7
yang intensif. Namun struktur kristalin dari selulosa I yang sudah terlanjur rusak
tidak dapat kembali. Hal inilah yang mengakibatkan terbentuknya struktur
selulosa II yang memiliki ikatan hidrogen lebih kuat (Achmadi 1990).

Gambar 2 Susunan selulosa di dalam sel tanaman
Tahapan pemucatan menggunakan larutan NaOCl 5% menghasilkan
perubahan warna pada sampel menjadi putih kekuningan. Warna kekuningan yang
dibawa oleh sampel disebabkan ion Cl- yang berlebih dan ion ini bisa dihilangkan
dengan proses pencucian. Sampel dicuci bersih sampai warnanya berubah menjadi
putih bersih. Hidrolisis asam menggunakan HCl 3% dan pemanasan pada suhu 60
°C. Pada tahap ini fibril-fibril selulosa diuraikan menjadi ukuran yang lebih kecil.
Proses penguraian ini terlihat dari bentuk sampel yang semula menggumpal
menjadi butiran-butiran di dalam akuades. Dalam larutan, HCl dapat mengion
menjadi H+ dan Clˉ. Ion H+ dapat memecah glikosida pada selulosa dan
hemiselulosa sehingga akan membentuk monomer gula sederhana. Monomer gula
yang dihasilkan masih dalam bentuk radikal bebas, namun dengan adanya gugus OH dari air akan menstabilkan radikal bebas dan membentuk gugus glukosa.
Hidrolisis dengan HCl menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan H2SO4. Hal ini disebabkan karena larutan H2SO4 dapat menyebabkan
terjadinya reaksi esterifikasi selulosa (Adel et al. 2011). Proses sonikasi
menyebabkan ukuran fibril-fibril partikel selulosa yang telah dikenakan perlakuan
kimia semakin kecil.
Spektrum FTIR dari selulosa hasil isolasi yang disajikan dalam Gambar 3
menunjukkan terbentuknya puncak pada 896.83 cm-1 (ikatan β-glikosida),
1610.21 cm-1 (ikatan C-OH), 2900.84 cm-1 (regang C-H), 3340 cm-1 (regang OH), dan pada 1037.70 cm-1mengindikasikan ikatan C-O-C yang merupakan ciri
dari selulosa (Lanthong et al. 2006). Tabel 1 menunjukkan perbandingan bilangan
gelombang selulosa batang pisang, selulosa ampas sagu, dan singkong.

8
Tabel 1 Hasil FTIR selulosa mikrofibril
Bilangan
Bilangan
Bilangan selombang
gelombang
gelombang
selulosa
selulosa batang selulosa ampas
singkong(cm-1)
pisang (cm-1)
sagu (cm-1)
(Lanthong et al.
(Cahyani 2013)
2006)

Gugus Fungsi

3340.73

3340.71

3400-3200

Regang –OH

2900.84

2900.94

3300-2700

Regang C-H

1610.21

1639.49

1600

Ikatan C-OH

1037.70

1041.56

1041

Ikatan C-O-C

896.83

898.83

800-900

ß-glikosida

Sebagai pembanding,Gambar 4 menunjukan spektrum FTIR selulosa dari ampas
sagu (Cahyani 2013) yang juga menunjukan puncak pada panjang gelombang
yang hampir sama. Berdasarkan analisis bilangan gelombang yang dihasilkan oleh
sampel pelepah batang pisang membuktikan bahwa isolat yang didapatkan adalah
selulosa. Hanya saja ukuran partikel dari selulosa belum semuanya berukuran
nano.

Gambar 3Spektrum FTIR selulosa mikrofibril hasil isolasi dari pelepah batang
pisang
Berdasarkan hasil penelitian Purba (2013),film edibel dari campuran
karagenan, tepung porang,selulosa, dan pemlastis (gliserol) tidak menunjukan
adanya gugus fungsi yang baru. Hal ini disebabkan secara molekular, film yang
dihasilkan tidak berikatan secara kimia, melainkan hanya saling bercampur secara
fisik. Campuran secara fisik ini menyebabkan tidak terbentuknya gugus fungsi
baru ketika dilakukan analisis FTIR pada film.

9

Gambar 4Hasil FTIR ampas sagu (Cahyani 2013)
Film Plastik dan Ketebalan
Campuran larutan (selulosa, pati, gliserol dan akuades) yang telah dibuat,
dicetak di atas plat kaca yang diberi pembatas berupa pita perekat sebanyak 5
lapisan. Ketebalan film sangat mempengaruhi sifat mekanik film dan
menunjukkan kehomogenan komponen penyusun film. Film yang homogen akan
memiliki ketebalan yang seragam pada sepuluh titik pengukuran. Tabel 2
menunjukan hasil rata-rata dari pengukuran ketebalan film dan Lampiran 4
menyajikan data ketebalan dari 10 titik pengukuran. Film D dengan penambahan
3.00 gram pati memiliki ketebalan paling tinggi, yaitu 0.123 mm sedangkan film
B dengan penambahan pati 1.75 gram memiliki ketebalan paling tipis yaitu 0.088
mm. Ketebalan film yang dihasilkan meningkat bersamaan dengan jumlah pati
yang ditambahkan pada campuran. Sampel B dengan jumlah pati yang lebih
banyak dari sampel A memiliki ketebalan film yang lebih rendah disebabkan
proses pembentukan gelatinisasi yang tidak sempurna karena suhu pemanasan
yang tidak stabil.

Sampel

A
B
C
D

Tabel 2Pengukuran ketebalan film
Jumlah pati
Selulosa
Gliserol
(gram)
(gram)
(gram)
1.50
1.75
2.00
3.00

2.50
2.50
2.50
2.50

1.00
1.00
1.00
1.00

Rerata
ketebalan
film (mm)
0.107
0.088
0.118
0.123

Pati jagung dan selulosa yang mengalami perlakuan panas disertai dengan
pengadukan menggunakan pengaduk magnetik pada kisaran suhu antara 90-180
°C dengan tambahan bahan pemlastis gliserol, akan membentuk pati termoplastis

10
(Corradini et al.2007). Pada saat proses termoplastisasi, air akan masuk ke dalam
pati jagung dan bahan pemlastis akan membentuk ikatan hidrogen dengan pati
sehingga terjadi reaksi antara gugus hidroksil dengan molekul pati yang akan
membuat pati menjadi lebih plastis dan tebal (Kalambur et al. 2006). Secara fisik
lembaran film D memiliki permukaan yang paling halus dan lentur.
Sifat Mekanik

Kuat Tarik (MPa)

Sifat mekanik film meliputi kekuatan tarik dan persentase perpanjangan
tarik (elongasi). Menurut Stevans (2007) kuat tarik merupakan ukuran besarnya
beban atau gaya yang dapat ditahan sebelum suatu sampel rusak atau putus,
sedangkan elongasi adalah perubahan panjang sampel yang diakibatkan gaya yang
diberikan. Perbedaan mendasar pada selulosa mikrofiber dan campuran patigliserol adalah sifat selulosa yang kristalin, sedangkan campuran pati-gliserol
bersifat amorf. Hal inilah yang menyebabkan kelemahan proses pencampuran
selulosa dengan campuran pati-gliserol dan mempengaruhi kekuatan mekanik film
yang dihasilkan. Gambar 5 menyajikan hasil uji kuat tarik sampel.
14
12
10
8
6
4
2
0

13,1919

A

12,2972

B

6,0484

6,8245

C

D

Sampel

Gambar 5Hasil pengukuran kuat tarik film
Sampel A yang memiliki komposisi pati 1.50 gram menghasilkan kuat tarik
paling tinggi. Semakin besar komposisi pati kuat tarik yang dihasilkansemakin
kecil. Hal ini berkaitan dengan molekul-molekul campuran pati-gliserol yang
masuk ke antara struktur rantai selulosa yang teratur sehingga terjadi interaksi
tarik menarik antar molekul yang cukup besar dan menghasilkan molekul yang
amorf serta menyebabkan susunan molekul selulosa menjadi terganggu dan tidak
teratur (Permatasari 2010). Semakin besar interaksi yang terjadi maka susunan
molekul selulosa pun akan semakin tidak teratur. Hal ini yang menyebabkan kuat
tarik sampel menjadi semakin kecil dengan penambahan pati. Sampel C dengan
penambahan pati 2.00 gram memiliki nilai kuat tarik yang lebih rendah
dibandingkan dengan sampel D dengan penambahan pati 3.00 gram. Hal ini bisa
disebabkan karena faktor penyimpanan yang kurang baik, sehingga film plastik
yang bersifat higroskopisakan menyerap uap air dari udara dan menurunkan
kekuatan tariknya.
Perpanjangan putus (elongasi) menentukan sifat elastis film. Berdasarkan
Gambar 6 persen elongasi sampel A sampai D berturut-turut adalah 7.79, 3.18,
7.61, dan 11.36%. Besar kecilnya nilai elongasi berkaitan dengan jumlah pati dan

11

% elongasi

gliserol yang ditambahkan dalam tiap komposisi. Berdasarkan sifat pati yang
dapat membentuk gel dan gliserol sebagai pemlastis maka semakin banyak
komposisi kedua bahan ini akan menghasilkan film dengan elastisitas tinggi. Pada
penelitian ini, jumlah gliserol yang ditambahkan pada tiap komposisi sampel sama
sehingga gliserol tidak dapat digunakan sebagai parameter pembanding.
12
10
8
6
4
2
0

11,36
7,79

7,61
3,18

A

B

C

D

Sampel

Gambar 6Hasil pengukuran % elongasi film
Sampel B memiliki nilai elongasi terkecil (3.18%) sedangkan sampel D
memiliki nilai elongasi tertinggi (11.36%). Nilai elongasi sampel D sesuai teori
yang menyatakan bahwa banyaknya pati yang ditambahkan akan meningkatkan
elastisitas (Purba 2013), sedangkan sampel B yang seharusnya lebih tinggi nilai
elongasinya dibandingkan dengan sampel A (7.79%),menunjukan kondisi
sebaliknya. Hal ini bisa disebabkan pati yang ditambahkan belum semuanya
mengalami glatinisasi (proses pembentukan gel) akibat dari suhu pemanasan yang
tidak stabil sehingga elastisitas yang dihasilkan oleh film menjadi berkurang.
Hasil pengukuran kuat tarik dan elongasi disajikan secara lengkap pada Lampiran
5.
Sifat permeabilitas uap air
Sifat permeabilitas uap air (Water Vapor Permeability/WVP) film plastik
sangat penting untuk diketahui terutama untuk film yang diaplikasikan sebagai
bahan pengemas makanan. Film plastik yang baik digunakan sebagai bahan
pengemas adalah film yang memiliki permeabilitas uap air yang rendah, karena
pergerakan uap air antar lapisan film yang rendah akan menurunkan pergerakan
uap air antara lingkungan dengan produk, sehingga kemungkinan produk untuk
rusak akibat kelebihan kandungan airnya makin kecil. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa film plastik yang memiliki nilai permeabilitas uap air yang
paling rendah adalah film dengan komposisi pati sebanyak 1.50 g (sampel A),
yaitu 2.3158 ng m m-2 s-1 Pa-1.
Gambar 7menunjukan kenaikan nilai permeabilitas uap air seiring dengan
kenaikan jumlah pati yang ditambahkan di dalam campuran sampel. Hal ini
berkaitan dengan struktur pati yang bercabang dan strukturselulosa yang teratur.
Martins et al. (2012) menyatakan bahwa semakin banyak komponen teratur dalam
penyusun film, maka nilai permeabilitasnya juga semakin rendah. Sehingga

12

WVP (ng m m-2 s-1 Pa-1)

semakin banyak pati di dalam campuran, maka uap air yang lewat pun akan
semakin mudah.
30

26,6216

25
20

15,2093

15
7,861

10
5

2,3158

0
A

B

C

D

Sampel

Gambar 7Permeabilitas uap air film
Hal ini dibuktikan dengan sampel D yang memiliki nilai permeabilitas sekitar
26.6216 ng m m-2 s-1 Pa-1, sehingga film plastik yang kandungan selulosanya
tinggi lebih sulit untuk dilalui air, karena uap air cenderung untuk tertahan pada
permukaan film. Nilai permeabilitas tersebut dipengaruhi oleh suhu, kelembaban
udara (RH), ketebalan film, dan jumlah pemlastis yang digunakan. Hasil
pengukuran permeabilitas uap air disajikan pada Lampiran 9.
Elektron Parayan (Scanning Electron Microscope/SEM)
Analisis morfologi film plastik diperlukan untuk mengetahui
karakteristiknya. Gambar 8 menunjukan mikrograf SEM pada pembesaran 7500
х. Pembesaran ini menunjukkan distribusi pati dan gliserol di antara rantai
selulosa. Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa distribusi campuran film
telah homogen. Gambar 8 memperlihatkan adanya ulasan putih yang menandakan
keberadaan komponen pati-gliserol.Ketebalan film semakin meningkat dengan
penambahan pati, hal ini terlihat dari gumpalan putih yang terbentuk pada gambar
8d. Pengamati morfologi SEM pada permukaan film komposit dengan campuran
pati, selulosa, dan gliseroljuga dilakukan oleh Chang et al. (2010) dan ditunjukkan
pada Gambar 9.

A

B

13
C

D

Gambar 8 Mikrograf elektron pemayaran film plastik perbesaran 7500. (a) pati
1.5 g, (b) pati 1.75 g, (c) pati 2.0 g, (d) pati 3.0 g.

Gambar 9 Mikrograf elektron pemayaran dari permukaan komposit pada
penelitian Chang et al. (2010)

SIMPULAN

Selulosa mikrofibril berhasil diisolasi dari pelepah batang pisang melalui
metode kimia mekanik dengan ukuran partikel selulosa yang didapatkan ± 920.96
nm. Film plastik dengan variasi penambahan pati 1.5 g menghasilkan nilai kuat
tarik dan permeabilitas paling baik yaitu 13.1919 Mpa dan 2.3158 ng m m-2s-1Pa-1.
Nilai elongasi paling tinggi ditunjukkan oleh film plastik dengan penambahan pati
3.0 g,yaitu 11.36%. Mikrograf SEM menunjukan distribusi campuran selulosa dan
pati-gliserol yang homogen.

SARAN
Perlu dilakukan analisis penentuan kadar selulosa, hemiselulosa, dan lignin
dari sampel pelepah batang pisang yang digunakan. Optimisasi proses gelatinisasi
yang terjadi pada pati-gliserol juga perlu dilakukan agar proses distribusi struktur
selulosa semakin baik dan film yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih

14
baik, serta perlu dilakukan analisis dengan menggunakan istrumen XRD untuk
mengetahui tipe selulosa (fibril atau kristalin) yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor(ID): IPB Press.
Adel AM, Abd El-Wahab ZH, Ibrahim A A, Al-Shemy, MT.
2011.Characterization of microcrystalline mellulose prepared from
lignocellulosic materials. Part II: physicochemical properties. Carbohydrate
Polymers 83:676-687.
Bae Ho J, Cha Dong S, Whiteside William S, Park Hyun J. 2007. Film and
pharmaceutical hard capsule formation properties of mungbean,
waterchestnut, and sweet potao starches. Food Chem 106:96–105.
Cahyani N. 2013. Sifat fisikokimia, termal, dan spektroskopi mikrokristalin
selulosa serabut ampas sagu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Chang PR, Jian R, Zheng P, Yu J, Ma X. 2013. Preparation and properties of
glycerol plasticized-starch (GPS)/cellulose nanoparticle (CN) composites.
Journal
of
Carbohydrate
Polymers.
79(2010):
301-305.
doi:10.1016/j.carbpol.2009.08.007.
Cherian BM, Pothan LA, Chung TN, Mennig G, Kottaisamy M, Thomas S.
2008. A novel method for synthesis of cellulose nanofibril whiskers from
banana fibers and characterization. Food Chem 56: 5617-5627. doi:
10.1021/jf8003674. Epub 2008 Jun 21
Corradini E, A.J.F Carvalho, A.A.D Curvelo, L.H.C Mattoso. 2007. Preparation
and Characterization of Thermoplastic Starch/Zein Blends. Mat Res 10(3):15.doi: 10.1590/S1516-14392007000300002.
Evandani N. 2012. Sintesis nanoselulosa dari tongkol jagung dengan perlakuan
hidrolisis kimia dan homogenisasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Hattaka A.2001. Degradation of Lignin. Journal Bioplymer 1: 129-145.
Kalambur S, Rizvi SSH. 2006. An Overview of Starch-Based Plastic Blends
From Reactive Extrusion. J Plast Film Sheet 22:39-58.
Krisna D. 2011. Pengaruh regelatinasi dan modifikasi hidrotermal terhadap
sifat fisik pada pembuatan edible film dari pati kacang merah (vigna
angularis sp.) [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Lanthong P, Nuisin R, Kiatkamjornwong S. 2006. Graft copolymerization,
characterization, and degradation of cassava starch-g-acrylamide/itaconic
acid superabsorbents. Carbohydrate Polymers 66: 229-245.
Mali, S., M.V.E. Grossmann, M.A. Garcia, M.N. Martino dan N.E. Zaritzky.
2005. Mechanical and Thermal properties of yam starch films. J. Food
Hydrocolloid. 19:157-164.
Martins, Joana T, Miguel A, Antonio A. 2012. Synergistic effects between kcarrageenan and locust bean gum on physicochemical properties of edible

15
films
made
thereof.
FoodHydrocolloids29:280-289.doi:
10.1016/j.foodhyd.2012.03.004
Nurpagi EM. 2013. Kemurnian selulosa serabut ampas sagu pada berbagai
perlakuan isolasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Permatasari NA. 2010. Produksi plastik komposit dari campuran tapioka-onggok
termoplastis dengan compatibilized polietilen [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Purba S. 2013.Film edibel berbahan dasar karaginan dengan penambahan tepung
porang (Amorphophallus Onchophyllus) dan selulosa[skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Richana N, Suarni. 2004. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar
Pengembangan dan Penelitian Pascapanen Bogor.
Stevens MP. 2007.Kimia Polimer. IisSopyan, penerjemah. Jakarta (ID): PT Pradnya
Paramita.Terjemahandari: Polymer Chemistry
Susana. 2011. Ekstraksi selulosa limbah mahkota nanas. Jurnal Vokasi. 7(1): 8794.
Winarno FG. 1992. Kimia PangandanGizi. Jakarta: Gramedia.
Zulferiyenni, Otik N, Sri H. 2009. Proses pembuatan pulp berbasis ampas tebu:
dan batang pisang dengan metode acetosolve. Jurnal Teknologi Industri &
Hasil Pertanian. 14(1):1-7.

16
LAMPIRAN
Lampiran 1Bagan alir penelitian

Penepungan sampel
batang pisang

Kadar air dan abu
tepung batang pisang

PSA

Isolasi Selulosa
FTIR

Pembuatan Film Plastik

Ketebalan
film

Kuat tarik
dan elongasi

Permeabilitas
uap air

SEM

17
Lampiran 2Pengukuran kadar air tepung batang pisang
Bobot
Bobot
Bobot cawan
Kadar air
Sampel
cawan
kering oven
Rerata
dan sampel (g)
(%)
kosong (g)
(g)
1
30.7561
32.7631
32.4890
13.6
13.43
2
31.9299
33.9373
33.6650
13.5
3
26.4913
28.4952
28.2301
13.2
Contoh perhitungan: ulangan 1
Bobot cawan dan sampel-bobot kering oven
x 100 %
Kadar air % =
Bobot cawan dan sampel-bobot cawan kosong
32.7631 gram-32.4890 gram
=
x 100 %
32.7631 gram-30.7561 gram
= 13.6%
13.6+13.5+13.2
=13.43 %
Kerata kadar air % =
3
Lampiran 3Pengukuran kadar tepung batang pisang
Bobot cawan
Bobot
Bobot cawan
Kadar
dan sampel
kering tanur
Sampel
Rerata
kosong (g)
abu (%)
(g)
(g)
1
35.3667
37.3711
35.4806
5.68
5.57
2
32.8401
34.8496
32.9544
5.68
3
35.6582
37.6653
35.7660
5.37
Contoh perhitungan: ulangan 1
Bobot kering tanur-bobot cawan kosong
x 100 %
Kadar abu % =
Bobot cawan dan sampel-bobot cawan kosong
35.4806 gram-35.3667 gram
=
x 100 %
37.3711 gram-35.3667 gram
= 9.98 %
5.68+5.68+5.37
= 5.57 %
Rerata kadar abu % =
3

18
Lampiran 4Hasil pengukuran ketebalan plastik biodegradasi
Ulangan

A

B

C

D

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rerata (mm)

0.11
0.10
0.11
0.10
0.11
0.11
0.11
0.10
0.11
0.11
0.107

0.08
0.09
0.09
0.09
0.08
0.09
0.10
0.08
0.09
0.09
0.088

0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.11
0.12
0.11
0.12
0.12
0.118

0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.12
0.10
0.12
0.12
0.12
0.123

Contoh perhitungan:
ketebalan film plastik
Banyaknya ulangan
0.11 + 0.10 + 0.11 + 0.10 + 0.11 + 0.11 + 0.11 + 0.10 + 0.11 + 0.11
=
10
= 0.107 mm
Rerata ketebalan komposit (mm)=

Lampiran 5Hasil pengukuran kuat tarik dan elongasi komposit
Sampel

Beban
maksimum
(N)

Perpanjangan
(mm)

Kuat tarik
(MPa)

Rerata kuat
tarik (MPa)

%
Elongasi

Rerata
%
elongasi

A1
A2

28.4026
28.0590

6.4555
4.4423

13.2722
13.1117

13.1919

9.22
6.35

7.79

B1
B2

20.6254
22.6608

2.1196
2.3327

11.7189
12.8755

12.2972

3.03
3.33

3.18

C1
C2

14.3958
14.1526

7.5176
8.0830

6.0999
5.9968

6.0484

10.74
11.55

7.61

D1
D3

16.6214
16.9551

8.1040
7.7884

6.7566
6.8923

6.8245

11.58
11.13

11.36

contoh perhitungan A1:
Kuat tarik (MPa)=

28.4026 �
Gaya tarik saat putus
=
20 mm х 0.107 mm
Luas area

= 13.2722 Mpa

19
Perubahan panjang film
x 100%
Panjang awal film
6.4555 mm
x 100%
=
70 mm
= 9.22%
%Elongasi=

Lampiran 6Perubahan bobot cawan petri
Waktu
A
(menit)
Kehilangan
Bobot (g)
bobot (g)
0
73.8571
60
73.7889
0.0682
120
73.7506
0.1065
180
73.7291
0.1280
240
73.6849
0.1722
300
73.6682
0.1889
Lampiran 7Data WVTR (g/menit cm2)
Waktu (menit)
60
120
180
240
300

A
0.000284
0.000221
0.000178
0.000179
0.000157

B
Bobot (g)
74.0600
73.8925
73.6874
73.4517
73.3157
73.2823

C
Kehilangan
bobot (g)
0.1675
0.3726
0.6083
0.7443
0.7777

Bobot (g)
72.9284
72.7524
72.3721
72.0891
71.9055
71.8060

D
Kehilangan
bobot (g)
0.1760
0.5563
0.8393
1.0229
1.1224

Bobot (g)
73.9094
73.3785
72.9870
72.4211
72.1393
72.0211

Kehilangan
bobot (g)
0.5309
0.9224
1.4883
1.7701
1.8883

Film plastik (g/menit cm2)
B
0.000698
0.000776
0.000845
0.000775
0.000648

C
0.000734
0.00116
0.00116
0.00106
0.000935

D
0.00221
0.00192
0.00207
0.00184
0.00157

20
Contoh perhitungan:
WVTR (g /menit cm2)=

berat air yang hilang
waktu x luas film edibel
=

0.0682 gram
60menit x 4 cm²

= 0.000284 g/menit cm2
Lampiran 8Permeabilitas uap air (g mm cm-2 menit-1 Pa-1)
Waktu (menit)
Permeabilitas uap air film plastik (g mm cm-2 menit-1 Pa-1)
A
B
C
D
60
2.5134 х 10-8 5.0805 x 10-8 7.1634 х 10-8 2.2484 х 10-7
120
1.9559 x 10-8 5.6483 x 10-8 1.1322 х 10-7 1.9533 х 10-7
180
1.5753 x 10-8 6.1505 x 10-8 1.1322 х 10-7 2.1059 х 10-7
240
1.5842 x 10-8 5.6409 x 10-8 1.8719 х 10-7 1.8719 х 10-7
300
1.3895 x 10-8 4.7166 x 10-8 9.1256 х 10-8 1.5973 х 10-7
Contoh perhitungan:
WVTR x l
S x (R1-R2)
g
0.000284
cm² x 0.107 mm
menit
=
63.63199 Pa x (100 %-81 %)
= 2.5134 х 10-8 g mm cm-2 menit-1 Pa-1

Permeabilitas uap air=

Lampiran 9Permeabilitas uap air (ng m m-2 s-1 Pa-1)
Waktu (detik)
Permeabilitas uap air film plastik(ng m m-2 s-1 Pa-1)
A
B
C
D
60
4.1890
8.4675
11.9390
37.4733
120
3.2500
9.4138
18.8700
32.5550
180
2.6255
10.2508
17.2433
35.0983
240
2.6403
9.4015
17..2433
31.1983
300
2.3158
7.8610
15.2093
26.6216

21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumba Timur pada tanggal 05 Februari 1991 dari
ayah Subowo Husen dan ibu Aplonia Elteningsih Marumata. Penulis merupakan
putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Waingapu dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk departemen Kimia IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia FisikS1 Mayor Kimia
dan Layanan pada tahun ajaran 2011/2012 dan asisten pratikum Kimia
Lingkungan S1 Mayor Kimia dan Layanan pada tahun ajaran 2012/2013. Selain
itu penulis juga pernah mengajar di bimbingan belajar BTA 70 pada tahun 2013.
Penulis juga pernah aktif sebagai staf sponsorship acara Hyperchem pada tahun
2010/2011, anggota bagian eksternal IMASIKA pada tahun 2011/2012, wakil
bidang pelayanan Komisi Literatur PMK IPB pada tahun 2011, tim penulis naskah
drama natal CIVA pada tahun 2012, kordinator bidang dekorasi acara natal CIVA
pada tahun 2013.Penulis juga aktif dalam kegiatan olah raga basket mewakili
departemen kimia dalam ajang Spirit dan menjadi perwakilan fakultas MIPA
dalam ajang OMI. Penulis juga melakukan kegiatan Praktik Lapang di PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup Kabupaten Bogordengan judul
laporan “Analisis Elemen Minor Cu dan Zn di dalam Copper Slag Mengunakan
ICP-OES Dan ED-XRF”.