Perilaku lentur struktur rangka bambu menggunakan sambungan baut dan tali ijuk

PERILAKU LENTUR STRUKTUR RANGKA BAMBU
MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT DAN TALI IJUK

RAHMAZUDI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Lentur
Struktur Rangka Bambu Menggunakan Sambungan Baut dan Tali IJuk adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Rahmazudi
NIM E24100021

ABSTRAK
RAHMAZUDI. Perilaku Lentur Struktur Rangka Bambu Menggunakan
Sambungan Baut dan Tali Ijuk. Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan
FENGKY SATRIA YORESTA.
Bambu merupakan bahan alternatif sebagai pengganti kayu yang
berpotensial untuk dikembangkan sebagai konstruksi. Bambu memiliki sifat fisis
dan mekanis yang sama seperti kayu. Namun, bentuk bambu yang silindris
berongga dan berbuku menyebabkan masalah saat penyambungan. Tujuan
penelitian ini adalah mengkaji perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong dan Tali
menggunakan sambungan baut dan ijuk pada tiga tipe kuda-kuda. Penggunaan
Stucture Analysis Program (SAP) dilakukan untuk melihat dan membandingkan
perilaku lentur kuda-kuda melalui program komputer dengan perilaku aktual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusakan yang secara umum terjadi pada
rangka kuda-kuda sambungan baut dan tali ijuk adalah pecah, retak pada bagian
titik buhul, tali kendur bahkan putus akibat adanya pergeseran elemen batang,
rusaknya plat sambung dan baut geser. Struktur kuda-kuda bambu Andong

sambungan baut mampu menahan beban besar dibandingkan dengan tali ijuk.
Tipe kuda-kuda memiliki pengaruh terhadap kemampuan menahan beban, ketiga
tipe kuda-kuda yang digunakan memiliki stabilitas yang baik dalam menahan
beban. Terjadi perbedaan perilaku lentur berdasarkan nilai defleksi antara
pengujian aktual dibandingkan SAP.
Kata kunci: Bambu, perilaku lentur, sambungan, SAP
ABSTRACT
RAHMAZUDI. Flexural Behaviour of Bamboo Truss Structure Using Bolts and
Fibers Joint. Supervised by NARESWORO NUGROHO and FENGKY SATRIA
YORESTA.
Bamboo is an alternative material that potentially can be developed as
construction. It’s caused bamboo has physical and mechanical properties are
similar to wood. However, hollow and nodes were closed to be problems in
jointing system. The aims of this research was assess the flexural behaviour of
bamboo truss structure using bolts and fibers joint. Use of Stucture Analysis
Program (SAP) was conducted to over view and compare the flexural behaviour
of the trussess through a computer program and actual behavior testing. The
results showed that generally the damage occurs using bolts joint were checks,
shake, splits on connected plate, while the damage on fibers joints were checks,
shake, slack and break of fibers. The structure of truss bamboo Andong using

bolts join have the capable to hold great loads cells than fibers joint. Type of
trusses have an influence on load bearing capability, all type of trusses has high
stability to hold loads better. The difference of flexural behaviour has occurred
between SAP and actual testing based on deflection.
Keywords : Bamboo, flexural behaviour, joints, SAP

PERILAKU LENTUR STRUKTUR RANGKA BAMBU
MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT DAN TALI IJUK

RAHMAZUDI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Perilaku Lentur Struktur Rangka Kuda-Kuda Bambu Menggunakan
Sambungan Baut dan Tali Ijuk.
Nama
: Rahmazudi
NIM
: E24100021

Disetujui oleh

Dr Ir Naresworo Nugroho, MS
Pembimbing I

Fengky Satria Yoresta, ST, MT
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April- Juli 2014 ini ialah
Konstruksi Bambu, dengan judul Perilaku Lentur Struktur Kuda-Kuda Bambu
Menggunakan Sambungan Baut dan Tali IJuk.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Naresworo Nugroho, MS dan
Fengky Satria Yoresta, ST, MT selaku pembimbing. Terimakasih juga penulis
sampaikan kepada staff laboran Rekayasa Desain Dan Bangunan Kayu (RDBK),
staff laboran Biokomposit dan karyawan Bintang Alam yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian serta Deska Ari Kurniyanti, Nur Islamiah latif,
Dewi Wulandari, Syaiful Bahri, Pratiwi Sulistyanti Audria, Rizky Rosilia, Izzatul
Idrus (Malaysia) keluarga besar THH 47, teman-teman 7, anggota IFSA LC IPB,
Peter Sang-Hoo Lee (SNU) anggota AKECOP, teman-teman UNEP TUNZA
Seayen yang telah membantu dan memberikan dukungan semangat kepada

penulis. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
kelurga terutama kepada kak Ari Muzakir, MSc atas segala doa, perhatian dan
dukungan serta kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Rahmazudi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

METODOLOGI

2

Bahan

2

Alat

3

Prosedur Penelitian

3


Persiapan Bahan

3

Pengujian Rangka Kuda-Kuda

5

Pengujian Sifat Fisis

5

Identifikasi Perilaku Lentur dan Kerusakan

5

Analisis Struktur Dengan Pemodelan SAP

6


HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Uji Sifat Fisis Bambu

6

Analisis Perilaku Lentur Rangka Kuda-Kuda Bambu

8

Identifikasi Kerusakan

15

SIMPULAN DAN SARAN

17


Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1 Kode contoh uji kuda-kuda bambu untuk pengujian
2 MOE penelitian Idris et al (1981) dalam Haris (2008)

4
6

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Skema model rangka kuda-kuda bambu
Plat sambung pada sambungan baut
Rangka kuda-kuda dengan sambungannya
Set alat pengujian rangka kuda-kuda
Rataan kadar air (%) contoh uji kuda-kuda
Rataan kerapatan dan BJ contoh uji kuda-kuda
Perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong tipe 1 (a), tipe 2 (b) dan tipe
3 (c)
Perilaku lentur kuda-kuda bambu Tali tipe 1 (a), tipe 2 (b) dan tipe 3 (c)
Rataan beban maksimum kuda-kuda sambungan baut dan tali ijuk
Titik-titik kerusakan contoh uji kuda-kuda
Pola kerusakan menggunakan program SAP
Kerusakan pada rangka struktur kuda-kuda sambungan baut
Kerusakan pada rangka struktur kuda-kuda sambungan tali ijuk
Rataan diameter dan tebal kuda-kuda

3
4
4
6
7
8
9
11
12
13
14
15
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Diameter dan tebal contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk
Diameter dan tebal contoh uji kuda-kuda sambungan baut
Identifikasi kerusakan contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk
Identifikasi keruskaan contoh uji kuda-kuda sambungan baut
Beban maksimum contoh uji kuda-kuda
Pengujian sifat fisis contoh uji kuda-kuda bambu Andong
Pengujian sifat fisis contoh uji kuda-kuda bambu Tali

21
22
23
24
25
26
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin pesat
menyebabkan adanya peningkatan kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan untuk
perumahan. Kelangkaan bahan baku mengakibatkan harga kayu meningkat di
pasar, sedangkan fenomena tersebut tidak disertai dengan tingkat ekonomi yang
seimbang. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian bahan alternatif lain yang
dapat menggantikan kayu. Bambu merupakan salah satu sumber alternatif untuk
mengatasi kelangkaan bahan baku tersebut dengan melihat keunggulan bambu
berdasarkan sifat fisis dan mekanisnya dimiliknya (Hakim 2003). Berdasarkan
sifat fisis dan mekanisnya bambu memiliki potensi yang dapat dikembangkan
sebagai bahan komposit dan bahan konstruksi bangunan yang baik, selain itu
bambu merupakan material yang menarik karena berperan terhadap penyerapan
karbon dioksida dan penghasil oksigen yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan pohon cepat tumbuh sehingga lebih ramah terhadap lingkungan (Correal
dan Arbelaez 2010), bambu juga memiliki beberapa kelebihan yang dapat menjadi
bahan pertimbangan yaitu pertumbuhannya yang cepat, mudah dibentuk, harganya
murah dan memiliki sifat mekanis yang baik (Maya et al 2013) serta dapat
digunakan sebagai bahan konstruksi pada umur relatif pendek dibandingkan kayu
yaitu 3-5 tahun (Masdar et al 2013).
Bentuk bambu yang berlubang dan sekat-sekat berupa buku menjadi
kendala pada pembuatan model sambungan yang cukup kokoh (Diastiara 2012).
Sekat-sekat tersebut mempunyai sifat mekanis khusus yaitu kekuatan pada daerah
buku dan ruas yang berbeda (Bachtiar 2008). Sifat mekanis menunjukkan
kekuatan bahan dan merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menahan beban,
agar suatu bahan dapat dipakai secara optimum, maka sifat mekanis bahan harus
dipahami dengan benar. Kekuatan tarik bambu setara dengan kuat tarik baja,
sementara kuat geser sejajar seratnya rendah sehingga mudah pecah. Oleh karena
itu, buluh bambu cocok jika digunakan sebagai konstruksi rangka batang.
Ada beberapa teknik sambungan yang dapat dilakukan pada struktur
konstruksi bambu yaitu sambungan dengan menggunakan tali ijuk, pipa, logam
(baut), inti kayu, penutup, dan bambu dengan lubang. Tali ijuk sering digunakan
sebagai alat sambung pada konstruksi rumah-rumah tradisional. Namun,
penggunaan tali ijuk ini membutuhkan keahlian yang tinggi untuk meminimalisir
pergeseran antara komponen akibat beban yang datang secara tiba-tiba (Morisco
2006). Penggunaan berbagai teknik sambungan yang biasa digunakan dalam
konstruksi akan memiliki perbedaan dalam menerima dan merespon beban
sehingga kerusakan yang akan ditimbulkan akan berbeda pula. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat respon yang terjadi melalui tiga tipe kuda-kuda yang
disambung dengan baut dan tali ijuk.
Perumusan Masalah
Penggunaan teknik sambungan pada struktur akan memberikan respon
yang berbeda-beda terhadap beban yang diberikan sehingga akan berdampak pada
kerusakan bahan. Oleh karena itu penentuan tipe dan sistem sambung yang tepat

2

pada aplikasi struktur rangka bambu untuk meminimalkan dampak kerusakan
perlu dilakukan. Permasalahan-permasalahan yang dapat dirumuskan dalam
penelitian ini adalah Bagaimana perilaku lentur struktur rangka bambu yang
digunakan dengan menggunakan dua tipe dan sistem sambung? Bagaimana
kerusakan yang ditimbulkan akibat pembebanan yang diberikan pada struktur
rangka?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji perilaku lentur rangka struktur kuda-kuda
bambu Andong dan Tali menggunakan sambungan baut dan tali ijuk pada tiga tipe
kuda-kuda.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perilaku lentur dan penggunaan alat sambung baut dan tali ijuk (sambungan
konvensional) pada struktur rangka kuda-kuda bambu. Selain itu, penelitian yang
dilakukan akan memberikan gambaran mengenai potensi pemanfaatan bambu
sebagai bahan bangunan yang ramah lingkungan serta tahan terhadap gempa.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan mencakup identifikasi dan analisis perilaku
lentur struktur kuda-kuda bambu dengan tiga tipe kuda-kuda dan sistem
sambungan, identifikasi kerusakan yang terjadi, pengambilan contoh uji untuk
pengujian sifat fisis, kemudian dilanjutkan dengan analisis perilaku lentur dengan
program SAP2000 versi 16 Evaluation. Tahap terakhir adalah penilaian tipe
kuda-kuda dan sistem sambungan dengan menghubungkan dengan seluruh datadata hasil pengujian.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2014 dibagian
Rekayasa Desain dan Bangunan Kayu (RDBK) dan pengujian Sifat Fisis
dilakukan dibagian Biokomposit Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kuda-kuda bambu dengan menggunakan
dua jenis bambu yaitu bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan

3

bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz), baut dengan ukuran ¾ inch dan panjang
15 cm, tali ijuk dam kayu lapis dengan tebal 1 cm sebagai plat sambung.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu gergaji, meteran jahit, kaliper
untuk mengukur dimensi contoh uji, alat tulis, oven untuk pengujian fisis bahan,
Linear Variable Differential Tranducer (LVDT) untuk mengukur defleksi, untuk
pengujian sifat mekanis mengunakan Universal Testing Mechine (UTM) merk
Baldwin dengan kapasitas 30 serta program analisis struktur Stucture Analysis
Program (SAP) 2000 versi 16 Evaluation .
Prosedur Penelitian
Persiapan bahan
Bambu berumur kurang lebih 3 tahun dipotong sesuai dengan ukuran desain
awal. Bentuk desain kuda-kuda bambu ditujukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema model rangka kuda-kuda bambu
Pembuatan kuda-kuda diawali dengan penyambungan terlebih dahulu
menggunakan aksen sambung paku pada sambungan baut dan tali ijuk.
Penggunaan aksen sambung ini dilakukan untuk menyatukan komponen batang
agar tidak lepas. Hal ini dikarenakan bentuk bambu yang silinder menjadi
hambatan dalam penyambungan, sehingga perlu dilakukan alat bantu sambung
yaitu paku. Bambu dengan sambungan ijuk dipaku kemudian diikat dengan ijuk
untuk memperkokoh sambungan pada setiap titik buhulnya. Pada sambungan baut,
sistem penyambungan menggunakan plat sambung kayu lapis dengan ukuran
menyesuaikan dengan bentuk kuda-kuda yang telah dibuat. Plat sambung berupa
kayu lapis ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

4

Gambar 2 Plat sambung pada sambungan baut
Bambu dan plat yang digunakan pada rangka kuda-kuda sambungan baut
dibor terlebih dahulu. Bor dilakukan untuk mencegah terjadinya pecah ketika baut
dipasang dan dikencangkan dengan menggunakan kunci pas (tang). Bentuk
rangka kuda-kuda bambu ditunjukkan pada Gambar 3.

(a)
(b)
Gambar 3 Rangka kuda-kuda dengan (a) sambungan baut dan sambungan (b) tali
ijuk
Jumlah contoh uji yang digunakan dalam penelitian sebanyak 36 buah
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1 Kode contoh uji kuda-kuda bambu untuk pengujian

5

Proses Pengujian Rangka Kuda-Kuda
Pengujian sifat fisis
Pengujian rangka kuda-kuda bambu merujuk pada ISO 22157-1: 2004,
mengenai petunjuk pengujian sifat fisis dan mekanis bambu utuh. Pengujian Sifat
Fisis ini meliputi pengujian kadar air (KA), kerapatan dan berat Jenis (BJ).
Contoh uji yang digunakan berupa bilah dengan ukuran (2,5 x 2,5 x 1) cm 3
diperoleh dari bagian kuda-kuda yang telah diuji menggunakan UTM Baldwin.
1. Kadar air
Contoh uji ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan berat awal, kemudian
dioven dengan suhu 103±20C selama 24 jam sampai mencapai berat konstan.
Contoh uji kemudian didinginkan selama kurang lebih 15 menit di dalam
desikator. Selanjutnya contoh uji ditimbang kembali (BKT). Nilai kadar air
dihitung dengan rumus :
KA (%) =
Keterangan : KA
BA
BKT

x 100

= Kadar air (%)
= Berat awal (g)
= Berat Kering Tanur (g)

2. Kerapatan
Pengujian kerapatan dilakukan dengan mengukur contoh uji yang
ditimbang untuk menentukan berat kering udara (BKU). Besarnya nilai kerapatan
ditentukan dengan rumus :

Keterangan:
Massa
V

= Kerapatan (g/cm3)
= Masa Kering Udara (g)
= Volume (cm3)

3. Berat jenis
Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan kondisi kering tanur
per volume bahan. Berat kering tanur diperoleh dengan cara menimbang contoh
uji yang telah di oven pada suhu 103±2ᵒ C selama dua hari.

Keterangan : BJ
= berat jenis
BKT = berat kering tanur (g)
V
= volume kering tanur (cm3)
Identifikasi perilaku lentur dan kerusakan
Identifikasi perilaku lentur dan kerusakan dilakukan ketika rangka kudakuda diuji menggunakan UTM Baldwin dengan empat LVDT. Tiga diletakkan
pada contoh uji dan LVDT lainnya pada meja uji. Setting alat pengujian

6

ditunjukkan pada Gambar 4 LVDT 1 (a) LVDT 2 (b), LVDT 3 (c), LVDT 4 (d).
Perilaku lentur dan jenis kerusakan yang terjadi akan dibandingkan dengan antar
jenis bambu, tipe kuda-kuda dan jenis sambungannya.

Gambar 4 Set alat pengujian rangka kuda-kuda
Analisis struktur dengan pemodelan SAP
Pemodelan dengan menggunakan SAP digunakan untuk menentukan dan
melihat perilaku lentur serta kerusakan pada contoh uji dengan program komputer.
Namun, penggunaan program ini tidak dapat menggali kekuatan dan kelemahan
material sebenarnya, sehingga tidak dapat menunjukkan perilaku keruntuhan
bambu sebagai elemen penyusun sistem struktur maupun kegagalan sambungan
secara visual (Kurniady 2004). Nilai Modulus of Elasticity (MOE) dibutuhkan
untuk mengidentifikasi perilaku lentur, gaya dalam, dan elemen lainnya.
Penelitian ini nilai MOE yang digunakan untuk menganalisis gaya-gaya yang
berkerja merujuk pada penelitian Idris et al (1981) dalam Haris (2008). Selain
nilai MOE data-data diameter dan tebal juga digunakan untuk analisis struktur,
data diameter dan tebal dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 2 MOE berdasarkan penelitian Idris et al (1981) dalam Haris (2008)
Bambu
MOE (kg/cm2)
Andong (Gigantochloa psedoarundina)
96.616-121.395
Tali (Gigantochloa apus Kurz)
57.515-121.334

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisis Bambu
Kadar air
Pengujian kadar air ini dilakukan untuk melihat kandungan air pada
material. Bambu memiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap dan melepaskan
air yang dapat mengakibatkan kembang susut pada bahan, sehingga jika hal ini
tidak ditindak lanjuti maka akan menyebabkan penurunan sifat mekanis bambu.

7

Hasil pengujian diperoleh rataan KA pada contoh uji berkisar antara 7.61- 8.21%
ditunjukkan pada Gambar 5. KA tertinggi terdapat pada contoh uji bambu Andong
sambungan tali (AT) dan bambu Tali sambungan tali ijuk (TT) masing-masing
dengan rataan nilai 8.21 % dan 7.93 %, sedangkan rataan nilai KA terendah
adalah bambu Andong sambungan baut (AB) dan bambu Tali sambungan baut
(TB) masing-masing dengan rataan nilai 7.6 % dan 6.86%.

Gambar 5 Rataan kadar air (%) contoh uji kuda-kuda
Nilai KA pada masing-masing contoh uji tidak jauh berbeda antar jenis
bambu dan sambungan yang digunakan. Hal ini karena adanya persamaan umur,
lokasi tempat tumbuh dan pengambilan posisi contoh uji (pangkal, tengah dan
ujung).
Mardikanto et al (2011) menyatakan bahwa dengan berkurangnya air,
jaringan sel dan serat pada material akan menyatu/ kokoh. Hal ini dikarenakan
perubahan KA akan menyebabkan dinding sel akan mengalami pengerasan dan
pengakuan. Semakin kering material KA dibawah titik jenuh serat maka akan
menjadi semakin kuat. Hasil pengujian menunjukkan KA yang rendah pada
material yang digunakan untuk kuda-kuda bambu AB dan TB berpengaruh
terhadap sifat mekanis, sehingga mampu menahan beban yang besar jika
dibandingkan dengan KA pada material yang digunakan untuk kuda-kuda TT dan
TB. Namun, masing-masing contoh uji telah mencapai kadar air keseimbangan
(KAK) sehingga aman untuk digunakan sebagai konstruksi bangunan. Nilai KAK
bambu berkisar antara 6-11%. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai KAK
adalah kondisi material dan lingkungan dimana benda tersebut ditempatkan (Basri
dan Saefudin 2011).
Kerapatan dan berat jenis (BJ)
Nilai kerapatan hasil pengujian kuda-kuda bambu berkisar antara 0.59- 0.67
3
g/cm , sedangkan BJ hasil pengujian berkisar antara 0.55- 0.63 yang ditunjukkan
pada Gambar 6. Nilai kerapatan dan BJ ini diperoleh dari nilai rataan seluruh
contoh uji kuda-kuda.

8

Gambar 6 Rataan kerapatan dan BJ contoh uji kuda-kuda
Hasil penelitian menunjukkan nilai kerapatan tertinggi adalah contoh uji AB
dan TB dengan nilai yang sama yaitu 0.67 g/cm3. Perbedaan kerapatan pada
contoh uji dikarenakan pengaruh KA pada masing-masing material. Semakin
rendah KA maka kerapatan akan tinggi dan sebaliknya, selain itu dikarenakan
adanya variasi rongga serta ketebalan dinding sel.
Hasil pengujian menunjukkan BJ tertinggi terdapat pada contoh uji bambu
Andong dan Tali sambungan baut masing-masing dengan nilai 0.62 dan 0.63,
sedangkan BJ terendah terdapat pada sambungan tali ijuk AT dan TB masingmasing dengan nilai 0.59 dan 0.55. BJ dan kerapatan dapat digunakan sebagai
indikator kekuatan suatu material. Semakin meningkat BJ dan kerapatan, maka
akan semakin kuat material tersebut dalam menahan beban (Adha 2008,
Mardikanto et al 2011). Teori tersebut sesuai dengan hasil pengujian dilapangan
yang menunjukkan bahwa sifat material yang digunakan pada struktur kuda-kuda
AB dan TB dengan BJ dan kerapatan yang tinggi mampu menahan beban rata-rata
yang lebih besar dibandingkan struktur kuda-kuda lainnya. Hasil pembebanan
struktur dapat ditunjukkan pada Gambar 9.
Analisis Perilaku Lentur Struktur Kuda-Kuda
Kuda-kuda bambu Andong
Perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong menggunakan sambungan baut
dan tali ijuk ditunjukkan pada Gambar 7.a, b dan c

Keterangan : P maks AT1a= 1568.40 kg
P maks AT1b= 1341.28 kg
P maks AT1c= 1332.32 kg

P maks AB1a= 1098.20 kg
P maks AB1b= 1112.20 kg
p maks AB1c= 1964.22 kg

(a) AB1-AT1

9

Keterangan : P maks AT2a= 1344.27 kg
P maks AT2b= 1046.75 kg
P maks AT2c= 1580.35 kg

P maks AB2a= 1906.58 kg
P maks AB2b= 1900.52 kg
P maks AB2c= 1884.46 kg

(b) AB2-AT2

Keterangan : P maks AT3a= 668.395 kg
P maks AT3b= 389.936 kg
P maks AT3c= 1089.097 kg

P maks AB3a= 1241.965 kg
P maks AB3b= 1655.066 kg
P maks AB3c= 1658.054 kg

(c) AB3-AT3
Gambar 7 Perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong tipe 1 (a), tipe 2 (b) dan tipe
3 (c)
Grafik diatas menunjukkan perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong
melalui tiga tipe rangka dengan sambungan baut dan tali ijuk pada nilai defleksi
40 mm. Gambar 7.a menunjukkan bahwa grafik lebih tinggi dibandingkan dengan
contoh uji AT1b dan AT1c. Hal ini diduga karena adanya perbedaan sifat fisis
material, keberadaan buku pada ujung-ujung batang horizontal dan kekuatan ikat
tali ijuk pada sambungannya. Pada grafik AB1c lebih tinggi dibandingkan dengan
grafik AB1 a dan AB1b, kondisi yang sama juga terjadi pada bambu Andong
sambungan baut tipe 3 (AB3) pada Gambar 7.c. Sambungan baut memiliki
ulangan ke-c memiliki grafik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
sambungan tali ijuk, tingginya grafik menunjukkan adanya sifat kekakuan yang
tinggi pada struktur. Sifat kekakuan merupakan sifat dimana suatu benda apabila
menerima beban atau gaya luar, benda tersebut cenderung untuk mempertahankan
diri atau menahan terjadinya perubahan bentuk (Mardikanto et al 2011). Hasil
penelitian grafik AB1c mampu menahan beban maksimum lebih besar dengan
beban maksimum yaitu 1964.23 kg, sehingga dapat disimpulkan pada sambungan
baut memiliki sifat kekakuan yang lebih baik dibandingkan dengan sambungan
tali ijuk. Kekakuan pada sambungan baut ini dipengaruhi oleh adanya plat
sambung dan kekencangan baut.

10

Pada grafik 7.b rangka kuda-kuda AB2a pada sambungan baut mengalami
keruntuhan secara tiba-tiba saat defleksi 31.6 mm pada beban 598.69 kg,
kemudian mengalami kenaikan pada saat sebelum LVDT dilepaskan. Turunnya
grafik AB2a pada Gambar 7.b dipengaruhi oleh kondisi materialnya yaitu
diameter, tebal dan keberadaan buku. Selain itu, diduga karena adanya deformasi
berupa pergeseran batang-batangyang menghasilkan bunyi-bunyi batang yang
terdesak. Sambungan tali ijuk (AT) pada tipe dua dan tiga mengalami kondisi
yang sama yaitu mengalami kenaikan secara seragam pada ketiga ulangannya
dengan slope grafik yang lebih landai. Hal ini mengindikasikan sifat ketidak
kakuan struktur.
Kuda-kuda bambu Tali
Perilaku lentur kuda-kuda bambu Tali menggunakan sambungan baut dan
tali ijuk ditunjukkan pada Gambar 8 a, b dan c

Keterangan: P maks TB1a= 1037.55 kg

P maks TT1a= 1323.35 kg
P maks TT1b= 1341.28 kg
P maks TT1c= 1580.45 kg

P maks TB1b= 1089.06 kg

(a) TB1-TT1

Keterangan: P maks TB2a= 1909.61 kg

P maks TT2a= 501.21 kg
P maks TT2b= 1581.35 kg
P maks TT2c= 1580.35 kg

(b)TB2-TT2

11

Keterangan: P maks TB3a = 1964.23 kg
P maksTB3b = 1245.01 kg
P maks TB3c = 1180.54 kg

P maks TT3a= 501.28 kg
P maks TT3b= 668.39 kg
P maks TT3c= 668.39 kg

(c)TB3-TT3
Gambar 8 Perilaku lentur kuda-kuda bambu Tali tipe 1 (a), tipe 2 (b) dan tipe 3
(c)
Grafik di atas menunjukkan perilaku lentur rangka kuda-kuda bambu Tali
pada tiga tipe kuda-kuda yang menggunakan sambungan baut dan tali ijuk. Hasil
analisis diperoleh bahwa struktur dengan sambungan baut memiliki sifat kekakuan
lebih tinggi dibandingkan dengan sambungan tali, baik pada tipe1, 2 dan 3.
Kekakuan struktur ini ditinjau berdasarkan kemiringan grafik, grafik pada
sambungan baut lebih tinggi (curam). Rangka kuda-kuda sambungan tali ijuk
memiliki kekakuan yang rendah dibandingkan dengan sambungan baut. Hal ini
diduga karena pengaruh sifat fisis material, keberadaan buku dan tebal buluh
bambu dan kekuatan ikat dalam titik buhul. Artiningsih (2012) menyatakan bahwa
penyambungan memakai tali sangat tergantung pada keterampilan pelaksana.
Kekuatan sambungan hanya didasarkan pada kekuatan gesek antar tali dan bambu
atau antara bambu yang satu dengan yang lainnya. Hal ini yang menyebabkan
sambungan tali memilki nilai elastisitas (kekakuan) yang lebih rendah.
Perbandingan perilaku lentur bambu Andong dan Tali secara umum
Ditinjau berdasarkan material yang digunakan bambu Tali lebih elastis
(kaku) jika dibandingkan dengan bambu Andong. Berdasarkan sifat anatominya
bambu Tali mempunyai serabut yang panjang, kuat dan lentur sehingga mampu
menahan beban lebih besar. Selain itu, nilai MOE bambu Tali menurut hasil
penelitian Haris (2008) termasuk tinggi yaitu 234.63 kg/cm2, sedangkan bambu
Andong adalah 202.53 kg/cm2. Secara fisiologi sel serabut berfungsi sebagai
bahan penguat, sehingga semakin panjang dan banyak jumlah serabut, maka sifat
mekanis bambu akan semakin meningkat. Namun, berdasarkan struktur kudakuda hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu Andong dengan sambungan
baut mampu menahan beban maksimum lebih besar dibandingkan dengan bambu
Tali yang ditunjukkan pada Gambar 9. Bedasarkan grafik tersebut terlihat adanya
perbedaan yang berbanding terbalik antara struktur dan sifat material yang
digunakan. Perbedaan tersebut diduga karena pengaruh kekakuan sambungan

12

akibat proses pengencangan baut, selain itu keberadaan buku pada ujung batang
horizontal yang dekat dengan tumpuan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa
hampir semua contoh uji kuda-kuda bambu Andong dengan sambungan baut
terdapat buku pada ujungnya. Oleh karena itu, keberadan buku tersebut diduga
berpengaruh terhadap kemampuan menahan beban. Bachtiar (2008) menyatakan
bentuk bambu yang berupa tabung dengan sekat-sekat yang disebut buku
mempunyai sifat mekanis yang khusus terutama untuk pengujian tekan.

Gambar 9 Rataan beban maksimum kuda-kuda sambungan baut dan tali ijuk
Ditinjau berdasarkan jenis sambungan dan rataan beban maksimum yang
mampu ditahan, struktur kuda-kuda dengan sambungan baut mampu menahan
beban yang lebih besar dibandingkan dengan sambungan tali ijuk. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa struktur dengan sambungan baut mampu menahan rataan
beban maksimum yaitu 1602.14 kg untuk bambu Andong dan 1576.96 kg untuk
bambu Tali. Besarnya beban yang mampu ditahan oleh struktur mengindikasikan
adanya sifat kekakuan yang tinggi. Selain itu, kekakuan pada struktur dapat dilihat
pada grafik yang curam (slope besar) dan grafik naik turun yang merupakan upaya
untuk melakukan mempertahankan bentuk dan kestabilan struktur.
Berdasarkan tipe kuda-kuda yang digunakan dalam penelitian, ketiga tipe
tersebut memiliki stabilitas yang baik. Hal ini dikarena pola susun batang dengan
bentuk segitiga yang dapat mendistribuskan gaya dan menahan keruntuhan
struktur. Schodek 1998 menyatakan bahwa pola susunan batang yang tidak
segitiga secara umum merupakan pola yang harus dipadang dengan hati-hati
karena daerah yang tidak segitiga pada batang akan berubah bentuk apabila
mengalami pembebanan dan rawan tejadi keruntuhan. Sebagai pembantu dalam
menentukan kestabilan rangka batang bidang digunakan persamaan aljabar yang
menghubungkan banyak titik hubung (joint) pada rangka batang. Apabila n adalah
banyak batang yang diperlukan dan j adalah banyaknya titik hubung, maka
persamaan aljabar untuk kestabilan struktur adalah n= 2j-3 (Schodek 1998).
Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan aljabar, diperoleh batang
untuk keseimbangan pada tipe 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 5, 9 dan 7.
Kerusakan tipe kuda-kuda
Kerusakan yang terjadi pada tipe kuda-kuda yang digunakan tidak jauh
berbeda antara tipe 1, 2 dan 3 baik pada sambungan baut maupun tali ijuk. Lokasi

13

kerusakan yang sering terjadi pada sambungan baut dan tali ijuk pada batang
horizontal adalah titik buhul 1, 3 dan 4 untuk semua tipe, sedangkan kerusakan
pada batang vertikal terjadi pada titik buhul 4 (tipe 1), 6 (tipe 2) dan 5 (tipe 3).
Lokasi kerusakan ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 10 Titik-titik kerusakan contoh uji kuda-kuda
Kerusakan yang terjadi pada batang horizontal dan vertikal diduga karena
batang dekat dengan tumpuan dan gaya pada elemen batang akibat pembebanan.
Pada saat terjadi pembebanan pada struktur kuda-kuda, beban akan diteruskan
melalui elemen-elemen batang dan akan tertahan oleh sambungan. Pada saat
beban tertahan oleh adanya sambungan akan menyebabkan timbulnya tegangan
tarik maupun tekan pada elemen batang sehingga mengakibatkan terjadinya
deformasi pada titik buhul tersebut. selain itu, adanya pengaruh dari tumpuan.
Ketika struktur mengalam pembebanan maka akan menyebabkan tegangan tarik
pada bagian cembung dan tegangan tekan pada bagian cekung. Hal ini terjadi
karena terdapat tumpuan (disangga) pada kedua ujungnya batang yang
mengakibatkan lokasi titik buhul 1 dan 3 (tipe 1 dan 2) serta titik buhul 1 dan 4
(tipe 3) menerima tekanan yang besar sehingga rawan terhadap kerusakan. Faktor
lain yang juga mempengaruhi terjadinya kerusakan adalah beban maksimum yang
mampu ditahan oleh struktur. Saat terjadi pembebanan masing-masing sambungan
berperan dalam menahan kestabilan struktur. Oleh karena itu, jika salah satu
komponen mengalami kerusakan maka komponen lain akan menahan beban yang
didistribusikan pada elemen tersebut sampai pada titik leleh.
Perbandingan perilaku lentur dengan program SAP
Pemodelan dengan menggunakan program SAP ini dilakukan untuk
melihat perilaku lentur pada struktur berupa perubahan bentuk (deformasi)
melalui program komputer serta membandingkannya dengan pengujian aktual.
Contoh uji yang digunakan dalam analisis ini adalah AB1a, AT2a dan TB3a
dengan melihat perilaku lentur dan pola kerusakan yang terjadi. Pola deformasi
menggunakan SAP ditunjukkan pada Gambar 11.a, b dan c sebagai berikut:

14

(a) AB1a

(b) AT2a

(c) TB3a
Gambar 11 Pola deformasi menggunakan program SAP
Hasil pengujian menggunakan SAP diperoleh pola deformasi yang terjadi
pada masing-masing contoh uji kuda-kuda. Pada Gambar a diperoleh defleksi
berupa lendutan sebesar 0.25 mm dari titik awal (normal). Defleksi pada gambar b
dengan pola kerusakan lepasnya batang pada batang diagonal adalah 0.47 mm,
sedangkan pada Gambar c defleksi adalah 0.30 mm, nilai defleksi tersebut akibat
pembebanan pada masing-masing contoh uji sebesar 200 kg. Pada pengujian
aktual dengan contoh uji yang sama dengan pengujian SAP pada pembebanan 200
kg tercatat defleksi pada AB1a adalah 23.09 mm, AT2a adalah 5.61 mm dan
TB3a adalah 5.69 mm.
Hasil identifikasi menunjukkan terjadinya perbedaan perilaku lentur
ditinjau berdasarkan nilai defleksinya antara pengujian aktual dengan pengujian
SAP. Hal ini dikarenakan tidak semua data pada hasil pengujian dapat
dimasukkan pada program SAP. Data tersebut diantaranya adalah sifat fisis,
keberadaan dan lokasi buku, jenis sambungan dan semua data diameter serta tebal
bambu diasumsikan sama pada seluruh elemen batang, sehingga penggunaan
program SAP tidak dapat menggambarkan kondisi material sebenarnya.

15

Identifikasi Kerusakan
Jenis dan faktor penyebab kerusakan
Jenis kerusakan yang terjadi pada masing-masing contoh uji relatif sama
untuk setiap tipe, jenis sambung serta jenis bambu yang digunakan. Kerusakan
yang terjadi pada sambungan baut diantaranya adalah pecah, retak, baut bergeser
dan rusak pada plat sambung, sedangkan kerusakan pada sambungan tali ijuk
diantaranya adalah pecah dan retak pada ujung batang horizontal serta kendur dan
putus pada tali ijuk.
Kerusakan pada rangka kuda-kuda sambungan baut berupa plat sambung
hancur (a) posisi baut bergeser (b) pecah pada titik buhul (c) ditunjukkan pada
Gambar 12, sedangkan kerusakan pada contoh uji rangka kuda-kuda bambu
smabungan tali ijuk berupa pecah ujung (dengan buku) (a) pecah ujung (tanpa
buku) (b) dan sambungan putus (c) ditunjukkan pada Gambar 13. Hasil
identifikasi kerusakan pada masing-masing contoh uji disajikan pada Lampiran 4.

(a)

(b)

(c)

Gambar 12 Kerusakan rangka struktur kuda-kuda sambungan baut

(a)
(b)
(c)
Gambar 13 Kerusakan pada rangka struktur kuda-kuda sambungan tali ijuk
Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada contoh uji dipengaruhi oleh faktor
internal meliputi kadar air, berat jenis, kerapatan dan teknik sambung, sedangkan
faktor eksternal yang mempengaruhi kerusakan adalah pembebanan atau gaya luar.
Kerusakan yang terjadi pada contoh uji seperti pecah dan retak merupakan reaksi
yang ditimbulkan akibat adanya gaya luar yang bekerja (beban). Gaya yang
bekerja pada struktur tersebut didistribusikan pada seluruh elemen batang yang
akan berkumpul pada setiap titik buhul, sedangkan titik buhul ini harus pada

16

kondisi yang seimbang agar dapat mempertahankan struktur (Schodek 1998).
Namun, gaya yang didistribusikan pada elemen batang tertahan oleh adanya
sambungan sehingga menyebabkan gaya tarik dan tekan yang mengakibatkan
terjadinya deformasi pada alat sambung. Kondisi pecah dan retak pada material
diduga karena batas kemampuan dalam menahan beban maksimum. Selain itu
karena pengaruh sifat fisis, keberadaan buku, tebal buluh dan posisi contoh uji
dekat dengan tumpuan. Ditinjau berdasarkan kerusakan pada alat sambung,
kendur dan putusnya tali ijuk serta geser pada sambungan baut disebabkan oleh
desakan antar elemen batang yang menimbulkan tegangan tarik dan tekan
sehingga mengakibatkan terjadinya deformasi.
Pengaruh diameter, tebal dan keberadaan buku
Hasil pengukuran diameter dan tebal contoh uji AB, TB, AT dan TT
ditunjukkan pada Gambar 14. Contoh uji AT memiliki diameter terbesar yaitu
10.24 cm, sedangkan tebal buluh bambu terbesar ditunjukkan pada contoh uji AB
yaitu 1,03 cm. Ukuran diameter dan tebal buluh bambu berpengaruh terhadap
kapasitas pembebanan atau gaya luar yang diterima. Semakin besar diameter dan
tebal buluh bambu maka akan semakin kuat dan kokoh struktur. Dari hasil
pengamatan diperoleh bahwa contoh uji material AB dan TB yang digunakan
untuk struktur kuda-kuda dengan tebal buluh bambu masing-masing dengan
rataan nilai 1.03 cm dan 1.02 cm mampu menahan beban yang lebih besar jika
dibandingkan dengan contoh uji TT dan TB. Hal ini mengindikasikan bahwa
semakin tebal buluh bambu yang digunakan akan menghasilkan kekakuan yang
tinggi, selain itu juga dipengaruhi oleh sifat fisik material lainnya yaitu kerapatan
dan berat jenis.
Ditinjau berdasarkan sifat anatominya batang bambu terdiri dari 50%
parenkim, 40% serat dan 10% penghubung (sel pembuluh dan sel pembuluh tapis)
(Chaowana 2013). Parenkim dan sel serat lebih banyak pada bagian luarnya,
kisaran serat pada ruas penghubungnya antar buku memiliki kecenderungan
bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya makin berkurang
(Dransfield dan Wijaya 1995). Janssen (1981) dalam Noermalicha (2001)
menyatakan kekuatan mekanis sangat bergantung pada lapisan sklerenkim, yang
dimaksud dengan lapisan skelerenkim adalah jaringan yang berdinding tebal dan
kuat terdiri dari sel-sel dewasa yang telah mati.

Gambar 14 Rataan diameter dan tebal kuda-kuda

17

Buku pada bambu menjadi kendala dalam pembuatan sambungan, terutama
sambungan yang dapat menahan beban tarik yang mengakibatkan penurunan
kekuatan . Hal ini disebabkan karena serat pada buku tidak semua lurus melainkan
terdapat serat yang belok, serat yang belok akan membentuk buku, sehingga buku
pada buluh bambu ini akan menurunkan kekuatan sebesar 25% (Widodo et al
2013). Namun, lain halnya buku yang terdapat pada bambu utuh, dimana buku
pada bambu utuh memiliki berat jenis yang tinggi sehingga dapat menahan beban
yang besar dan mempertahanakan bentuk kesilindrisan serta kekuatan pada bambu,
sehingga contoh uji kuda-kuda yang memiliki buku pada kedua ujung
horizontalnya dapat menahan beban lebih besar dibandingkan dengan contoh uji
bambu tanpa buku pada kedua sisinya
Kerusakan pada sambungan baut dan tali ijuk
Selain diameter dan tebal buluh bambu faktor lain yang berpengaruh terhadap
kerusakan struktur adalah teknik dan sistem sambungan. Sambungan merupakan
titik pertemuan satu elemen struktur dengan elemen lainnya dan merupakan titik
perlemahan pada suatu struktur. kekuatan struktur bambu sangat dipengaruhi oleh
teknik sambungan bambu, karena pada titik sambungan terdapat beberapa macam
material yang mana memiliki sifat fisik yang berbeda dan kekuatan rekat adhesi
antar material (Suwarno 2009).
Kegagalan struktur pada sambungan dapat berakibat fatal yakni runtuh atau
rusaknya beberapa komponen (Kurniady 2007). Kerusakan sambungan baut
terjadi pada pelat sambung dan baut itu sendiri, sedangkan sambungan tali ijuk
kerusakan yang terjadi yaitu kendor dan putus, hal ini terjadi karena adanya
respon akibat beban luar berupa geser dan perpindahan (displacement) pada
komponen batang (Mardikanto et al 2011). Penyambungan memakai tali sangat
tergantung pada keterampilan pelaksana. kekuatan sambungan hanya didasarkan
pada kekuatan gesek anatar tali dan bambu atau bambu yan satu dengan bambu
yang lain. Perubahan temperatur dan kelembaban akan mengakibatkan kembang
susut pada bambu maupun tali. Hal ini menjadikan tali kendor sehingga kekuatan
sambungan akan turun dan dapat mengakibatkan bangunan runtuh. Oleh karena
itu sambungan bambu yang memakai tali perlu dicek secara berkala dan tali harus
disetel agar tidak kendor.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil pengujian menunjukkan bahwa Struktur kuda-kuda dengan
sambungan baut mampu menahan beban rata-rata 1602.14 kg untuk bambu
Andong dan 1576.97 kg untuk bambu Tali, sedangkan struktur kuda-kuda dengan
sambungan tali ijuk mampu menahan beban rata-rata 1151.21 kg untuk bambu
Andong dan 1082.90 kg untuk bambu Tali, sehingga sambungan baut lebih baik
digunakan sebagai konstruksi bambu. Jenis kerusakan yang terjadi pada contoh uji
kuda-kuda sambungan baut yaitu pecah dan retak pada ujung batang horizontal

18

(titik buhul), plat sambung hancur dan baut bergeser, sedangkan kerusakan yang
terjadi pada contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk adalah pecah dan retak
pada ujung batang horizontal (titik buhul) dan kendur, putus pada tali ijuk. Tipe
kuda-kuda bambu memiliki pengaruh terhadap kemampuan menahan beban,
ketiga tipe kuda-kuda memiliki stabilitas yang baik dengan pola batang
seluruhnya segitiga. Sifat fisik material berupa ukuran diameter, tebal buluh dan
keberadaan buku berpengaruh terhadap kekuatan struktur.
Saran
Pengisian pada ujung-ujung batang horizontal yang berongga dengan kayu
atau beton perlu dilakukan sehingga struktur mampu menahan beban yang lebih
besar serta meniminalisir kerusakan berupa pecah ujung pada batang horizontal.
Selain itu perlu dikaji lebih lanjut teknik dan sistem sambungan yang lain untuk
konstruksi bambu.

DAFTAR PUSTAKA
Adha A. 2008. Pengaruh buku bambu terhadap sifat fisis dan mekanis bambu
lapis dari bambu andong (Gigantochloa verticillata (Willd.)Murno)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor).
Atiningsih NKA. 2012. Pemanfaatan bambu pada konstruksi bangunan
berdampak positip bagi lingkungan.ejournal.undip.ac.id [Internet].
[diunduh 2014 Okt 10];vol 8, no 01 (2012). Tersedia pada: http:
//ejournal.undip.ac.id/index.php/metana/article/view/5117.
Bachtiar G. 2008. Pemanfaatan buluh bambu Tali sebagai komponen pada
konstruksi rangka batang ruang [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Basri E, Saefudin.2011. Sifat kembang susut dan kadar air keseimbangan (KAK)
bambu Tali (Gigantochloa apus Kurtz) pada berbagai umur dan tingkat
kekeringan. Bogor (ID): Pusat penelitian bagian Hasil Hutan Bogor.
Chanowana P. 2013. Bamboo: An alternative raw material for wood and woodbased composites. Journal of Material Science Research: Vol.2.No.2.
Correal D. JF, Arbelaez J. 2010. Influence of age and height position on
colombian Guadua angustifolia bamboo mechanical properties.Maderas
Ciencia Y Technologia. Vol 12 (2):105-113.
Diastiara DL. 2012. Sambungan tradisional pada bambu Tali (Gigantochloa apus
Kurz). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dransfield EA. Wijaya. 1995. Plant Resources of South Asia ((PROSEA) No
7:Bamboos. Lieden (NL): Bachhyus Publishers.
Hakim AR. 2003. Pengaruh sambungan terhadap sifat mekanis laminasi bambu
lengkung untuk tujuan penggunaan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Haris A. 2008.Pengujian sifat fisis dan mekanis buluh bambu sebagai bahan
konstruksi menggunakan ISO 22157-1:2004. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

19

Idris AA, Anita F, Purwito. 1980. Penelitian bambu untuk bahan bangunan.
dalam: Pengujian sifat fisis dan mekanis buluh bambu sebagai bahan
konstruksi menggunakan ISO 22157-1:2004. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Iremonger MJ. 1990. Dasar Analisis Tegangan. Sandy S, Penerjemah. Depok
[ID]: Penerbit UI-Press..
[ISO] International Standar Organization 22157-1. 2004. Laboratory manual on
testing methods for determination of physical and mechanical properti of
bamboo. Published Switzerland.
Janssen JJA. 1981. The relationship between the mechanical properties and the
biological and chemical composition of bamboo. Dalam: Rekayasa
rancangan bangun laminasi lengkung bambu. [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kurniady WR. 2007. Pemanfaatan material bambu sebagai material bangunan
sederhana didaerah rawan gempa [skripsi]. Bandung (ID): Institut
Teknologi Bandung.
Noermalicha. 2001. Rancangan bangun laminasi bambu betung (Dendrocalamus
asper (Schult f)backer ex Heyne). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID):
IPB Press.
Masdar A, Zufrimar, Noviarti, Putri D. 2013. Penggunaan ranting bambu ori
(Bambusa arundinacea) sebagai connector pada struktur truss bambu.
Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret
(UNS)-Surakarta.
Maya C, Narasimhamurthy, Pandey CN. 2013. A Study on anatomical and
physical properties of cultivated bamboo (Oxytenanthera monostigama).
International Journal CURR SCI 2013, 5: 62-66.
Morisco. 2006. Pemberdayaan bambu untuk kesejahteraan rakyat dan kelestarian
lingkungan [Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik
UGM]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Ristinah S, Anggraini R, Satryawan W. 2012. Pengaruh variasi model terhadap
respon beban dan lendutan pada rangka kuda-kuda beton komposit tulang
bambu. Jurnal Rekayasa Sipil/ Volume 6, No 1-2012 ISSN 1978-5658.
Schodek DL. 1991. Struktur. Suryoatmono B, penerjemah. Bandung (ID):
Penerbit PT. Refika Aditama. Terjemahan dari : Structures.
Suwarno. 2009. Rancangan alat uji beban dinamik untuk sistem sambungan
konstruksi bambu: a kaldorian approach. JIEB.
Widodo AB, Panunggal E, Widjaja S, Rasyid DM, Soegiono. 2013. Effect of
bamboo node for construction application. The Journal for Technology and
Science, vol.18, No.3.

20

LAMPIRAN

21

Lampiran 1 Diameter dan tebal contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk
No Kode DL1 DL2 DD1 DD2 Σ DL ΣDD tebal
1 AT1a 8.28
8.4
9.2
8.3
8.34 8.75
0.6
2 AT1b 11.4
12
7.25
9.7 11.70 8.475 1.3
3 AT1c 9.75 10.6 8.15
8
10.18 8.075 0.9
4 AT2a 7.32
8.3
9.5
9
7.81 9.25
0.6
5 AT2b
11
9.5 9.25 10.5 10.25 9.875 0.8
6 AT2c 13.2
12
9.4 10.15 12.58 9.775
1
7 AT3a 9.14 8.85 6.5
6
9.00 6.25
1
8 AT3b 11.02 10.2
8
8
10.61
8
0.5
9 AT3c 12.5
11
9.5
9.6 11.73 9.55
0.8
Σ
10.24 8.67 0.83
No Kode DL1 DL2 DD1 DD2 Σ DL ΣDD tebal
10 TT1a 8.18 10.16
6
5.75 9.17 5.87
0.6
11 TT1b 7.85 8.65 5.2
6.6
8.25
5.9
0.9
12 TT1c
8
7.5
5.2
6.5
7.75 5.85
0.7
13 TT2a 11.15 9.75 5.5
5
10.45 5.25
0.7
14 TT2b 7.75 7.75 5.75 4.75 7.75 5.25
1.2
15 TT2c
7.5
7.45 4.5
5.65 7.48 5.07
1.5
16 TT3a 8.44 19.75
6
6
14.09
6
1
17 TT3b 8.60
9.2
5.7
6
8.90 5.85
0.9
18 TT3c 10.9
9.9 8.85 8.05 10.38 8.45
1.2
Σ
9.36 5.94 0.97

22

Lampiran 2 Diameter dan tebal contoh uji kuda-kuda sambungan baut
No Kode DL1 DL2 DD1 DD2 Σ DL1 Σ DL2 tebal
1 AB1a
9.85
9.3
7.5
7.8
9.6 7.65
1.2
2 AB1b
10 9.05 7.75
7.5
9.5 7.63
0.9
3 AB1c
8.5 10.6 7.55 8.45
9.6 8.00
0.7
4 AB2a
9.4
8.7
7.5
7.3
9.1 7.40
1.2
5 AB2b 9.05
9.4 7.35
7.1
9.2 7.23
1.1
6 AB2C 9.25 10.05 7.75 6.75
9.7 7.25
1.15
7 AB3a 10.35 10.45 8.35 7.75
10.4 8.05
1.2
8 AB3b 10.15 9.05
7.9
7.5
9.6 7.70
1
9 AB3c
7.45
7
4.8
5.7
7.2 5.25
0.9
Σ
9.3 7.35
1.03
No Kode DL1 DL2 DD1 DD2 Σ DL1 ΣDL2 tebal
10 TB1a
6.7
6 4.55 4.95
6.4 4.75
0.95
11 TB1b
7.65
7.7
5.9 6.45
7.7 6.18
0.85
12 TB1c
9.05 9.95
7.3 7.45
9.5 7.38
1.2
13 TB2a
9.4 8.85
7.3
7.2
9.1 7.25
0.95
14 TB2b
9.7 10.35
7.8
7.8
10.0 7.80
1.05
15 TB2c
7.25 7.45
5.2 6.15
7.4 5.68
1.05
16 TB3a
9.05 8.45 7.15
6.4
8.8 6.78
0.95
17 TB3b
7.3
8.3
6 6.75
7.8 6.38
1.4
18 TB3c
8.45 8.15 7.25 6.65
8.3 6.95
0.8
Σ
8.3 6.57
1.02

23

Lampiran 3 Identifikasi kerusakan contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk
Kode contoh uji
keterangan
AT1a
Terdapat 4 retak pada ujung batang horizontal
AT1b
Tali ijuk kendur, komponen antar sambungan bergeser namun
tidak pecah, rangka kuda-kuda melengkung.
AT1c
Terdapat 6 retak dan pecah pada ujung 1 dan 2, tali kendur
dan bunyi akibat pergeseran pada titik 6
AT2a
Terdapat 4 pecah pada ujung batang horizontal
AT2b
Terdapat 9 retak dan belah pada ujung 1 dan 2 batang
horizontal.
AT2c
Tali kendur, belah pada ujung horizontal yang tidak ada buku
AT3a
Tali kendur akibat pergeseran batang pada setiap titik buhul,
jumlah retak 1 pada ujung yang tidak memiliki buku.
AT3b
4 retak pada ujung batang horizontal dan tali kendur
AT3c
Tali kendur pada ujung 1 dan 2, terdapat buku pada ujung 1
dan retak,pecah pada ujung 2 dengan panjang retak 31 cm
TT1a
Retak pada kedua ujung batang horizontal, 3 retak pada ujung
1 dan 2 retak pada ujung 2.
TT1b
Pecah dan bergeser pada titik sambungan sehingga
menyebabkan tali kendur namun tidak putus.
TT1c
6 retak pada ujung batang horizontal yang tidak terdapat buku
dan tali kendur.
TT2a
6 Retak pada ujung yang tidak memiliki buku terdiri dari 2
pada ujung 2 dan 4 pada ujung 2
TT2b
Kedua sisi terdapat buku, pecah ujung1 batang horizaontal,
terdapat bunyi bergeser antar sambungan sehingga tali ijuk
mengalami kendur pada setiap titik buhul.
TT2c
Tali pada setiap titik buhul kendur akibat pergeseran
sambungan, retak pada ujung 2 yang tidak terdapat buku.
TT3a
Tali pada titik buhul kendur dan terdapat 4 retak pada ujung
batang horizontal.
TT3b
Tidak ada masalah pada tali pada setiap titik buhul, terdapat 2
retak pada ujung batang horizontal.
TT3c
Terdapat buku pada kedua ujung horizontal, tali kendur pada
titik buhul 1 dan 2 batang horizontal, namun tidak sampai
pecah, diduga terjadi pergeseran pada setiap titik buhul.

24

Lampiran 4 Identifikasi kerusakan contoh uji kuda-kuda sambungan baut
Kode contoh uji
Keterangan
AB1a
Ujung horizontal tidak ada buku dan terjadi 10 pecah pada
titik sambung 1,3 dan 4
AB1b
Terdapat buku pada salah ujung horizontal 1, plat sambung
melengkung dan pecah dan terjadi 3 pecah pada bagian yang
tidak berbuku pada ujung horizontal 2
AB1c
Terdapat buku pada kedua ujung horizontal dan terjadi pecah
sebanyak 17 pada ujung-ujung tersebut
AB2a
Tidak terdapat buku pada kedua ujung batang horizontal, plat
pada ujung 1 dan 2 hancur dan terjadi 7 kerusakan yang terdiri
dari 5 pecah-retak pada ujung 1 dan 2 pecah-retak pada
ujung 2.
AB2b
Kedua ujung horizontal memiliki buku, tidak sampai terjadi
pecah
AB2c
Ujung 1 pada batang horizontal memiliki buku sedangkan
ujung lainnya tidak terdapat buku.tidak terdapat kerusakan
namun terdapat bunyi-bunyi pada titik buhul yang bergeser
AB3a
Kedua ujung tedapat buku, terjadi 8 pecah yang terdapat 4
pecah pada titik buhul 5 dan 4 pada ujung 2 batang horizontal.
AB3b
Terdapat buku dikedua ujung horizontal, terjadi 12 pecah pada
titik 1 dan2 serta 1 pada titik 4
AB3c
Terdapat buku pada kedua ujung horizontal, tidak terdapat
pecah pada bambu namun baut pada plat sambung bergeser 1
cm
TB1a
Terdapat buku pada ujung 2, ujung 2 dan 1 pecah pada ujung
2,
TB1b
Terdapat 1 buku pada ujung 1, ujung 2 tidak ada kerusakan
pada sambungan dan 3 baut melengkung
TB1c
Ujung 1 terdapat buku, tidak ada pecah namun baut bergeser
dan bengkok
TB2a
Tebal ujung 2 lebih besar dari ujung 1, terjadi bentuk silindris
namun kembali kebentuk semula
TB2b
Tidak terdapat buku pada kedua ujungnya, plat pada titik 1
dan 3 hancur, pecah 5 pada titik 1 dan 2 pecah 2 pada titik 3
TB2c
Ujung 1 terdapat buku, 3 pecah pada titik 6
TB3a
Ujung 2 terdapat buku dan terjad pecah sebanyak 2 pada titik
5 dan pecah 2 pada titik 1 pada aksen sambung
TB3b
Ujung 1 terdapat buku, ujung 2 sudah terdapat bubuk, 5 pecah
pada titik 4
TB3c
Tidak ada buku pada kedua ujung, 14 retak dan retak pada
titik1,3 dan 5, 5 baut bergeser pada ujung 2

25

Lampiran 5 Beban maksimum contoh uji kuda-kuda
Kuda-kuda bambu Andong
Kode
AB 1

AB2

AB3

AT1

AT2

AT3

Ulangan Beban (kg)
a
1098.21
b
1110.20
c
1964.23
a
1906.59
b
1900.53
c
1884.47
a
1241.97
b
1655.06
c
1658.05
a
1568.40
b
1341.28
c
1332.32
a
1344.27
b
1046.76
c
1580.35
a
668.39
b
389.936
c
1089.09

Kuda-kuda bambu Tali
Kode
TB1

TB2

TB3

TT1

TT2

TT3

Ulangan Beban (kg)
a
1037.56
b
1089.06
c
1909.61
a
1969.63
b
1890.44
c
1906.59
a
1964.23
b
1245.00
c
1180.54
a
1323.36
b
1341.29
c
1580.45
a
501.28
b
1581.35
c
1580.35
a
501.28
b
668.39
c
668.39

Lampiran 6 Pengujian sifat fisis contoh uji kuda-kuda bambu Andong
Uji KA Bambu
Berat Awal
BKT
kode
Urutan
1
2
3
1
2
3
Volume
AB1
a
4.36 4