Manajemen Pengetahuan Pelayanan Inovasi Pertanian Perkotaan Di Bptp Jakarta

MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM PELAYANAN
INOVASI PERTANIAN PERKOTAAN DI BPTP
JAKARTA

ADINDA MUFIDAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Manajemen
Pengetahuan dalam Pelayanan Inovasi Pertanian Perkotaan di BPTP Jakarta
adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Adinda Mufidah
NIM I352140151

RINGKASAN
ADINDA MUFIDAH. Manajemen Pengetahuan Pelayanan Inovasi
Pertanian Perkotaan di BPTP Jakarta. Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS
dan EKO SRI MULYANI.
Inovasi merupakan kebutuhan penting dalam pembangunan
pertanian. Berbagai penelitian pertanian dikembangkan untuk pasokan
pengetahuan dalam penciptaan inovasi. Transformasi hasil penelitian ke
dalam bentuk inovasi membutuhkan entitas penghubung melalui adaptasi
hasil penelitian sesuai kelokalan dan kebaruan bagi penggunanya. Entitas
penghubung menciptakan perubahan melalui pendekatan holistik dalam
proses pengelolaan pengetahuan, dari tahapan produksi hingga
penggunaannya.
Kegiatan pengelolaan pengetahuan dapat dijelaskan oleh konsep
manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan merupakan upaya

menumbuhkembangkan pengetahuan yang melibatkan kegiatan penciptaan,
pengumpulan, penyimpanan, menyebarkan, dan menggunakan pengetahuan
melalui koordinasi dan sinergi berbagai komponen organisasi .
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP ) Jakarta adalah entitas
penghubung antara lembaga penelitian dan pengguna inovasi pertanian
perkotaan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk: (1)
mendeskripsikan manajemen pengetahuan dalam pelayanan inovasi
pertanian perkotaan di BPTP Jakarta; (2) menganalisis tingkat kepuasan
pengguna inovasi terhadap pelayanan dan produk inovasi pertanian
perkotaan BPTP Jakarta. Penelitian menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan manajemen
pengetahuan dibangun oleh proses integral yang melibatkan tahapan
akuisisi, penyimpanan, dan diseminasi. Individu pembelajar merupakan
komponen penting yang mendukung keberlangsungan proses integral
tersebut. Indeks kepuasan menunjukkan bahwa pengguna inovasi sangat
puas dengan pelayanan inovasi. Sementara Importance Performance
Analysis menunjukkan bahwa mayoritas indikator pelayanan masuk ke
dalam kuadran II atau ‘Dipertahankan’ dan mayoritas indikator inovasi
masuk ke dalam kuadran III atau ‘prioritas rendah’.

Temuan ini menunjukkan kegiatan manajemen pengetahuan untuk
bidang pelayanan telah berlangsung secara baik. BPTP Jakarta secara efektif
mengidentifikasi kebutuhan pengguna inovasi terhadap kebutuhan
pelayanan. Sementara kegiatan manajemen pengetahuan untuk penciptaan
inovasi belum berlangsung secara baik. BPTP Jakarta belum melakukan
akuisisi pengetahuani. Diseminasi juga belum meningkatkan kepentingan
pengguna terhadap inovasi.

Kata kunci:inovasi, kepuasan, manajemen pengetahuan, pertanian perkotaan

SUMMARY
ADINDA MUFIDAH. Knowledge Management in Urban Farming’s
Innovation Service in BPTP Jakarta. Supervised by DJUARA P LUBIS and
EKO SRI MULYANI.
Innovation is an important necessity in agricultural development
activities. Various agricultural research activities have been done to supply
the necessary knowledge to create innovations. Transforming research
results into innovations requires the functions of linking entity to adapt
research results by adjusting into the locality and novelty of the users. The
linking entity create such modifications through a holistic approach in the

process of knowledge management, starting from the production stage up to
its utilization.
Knowledge management activities within the linking entity can be
described by knowledge management concept. Knowledge management can
be understood as an effort to nourish knowledge through the process
including the creation, acquisition, storage, dissemination, and utilization of
knowledge by coordination and synergy among organizational components
to create innovation in the easily utilized forms.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta is a linking
entity between research institutions and the groups of innovation users of
urban agriculture. The purpose of this research were: (1) to describe the
process of knowledge management in urban agricultural innovation services
in BPTP Jakarta, (2) to analyze the satisfied level of urban agriculture
innovation users towards services and products performed by BPTP Jakarta.
This research used qualitative and quantitative method.
The results of the research showed that the knowledge management
consists of integral process that include acquisition, storage, and
dissemination. A team of learning individuals was an essential component
that help the success of the integral process. The satisfaction index indicated
that innovation users were very satisfied with the innovation service.

However the Importance Performance Analysis showed that while most of
the individual competencies in service were placed in quadrant II that means
‘keep up the good work’, most of indicators of innovation were placed in
quadrant III indicating ‘lower priority’.
The finding indicated that knowledge management activities for
service section have been executed well. BPTP Jakarta has effectively
identified the service needs of the innovation users. On the other hand,
knowledge management activites in the creation of of innovation have yet to
be well executed. BPTP Jakarta has not acquired the necessary knowledge
affectively. Dissemination activities have yet to improve the importance of
innovation for the users.
Keywords:innovation, knowledge management, satisfaction, urban farming

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM PELAYANAN
INOVASI PERTANIAN PERKOTAAN DI BPTP JAKARTA

ADINDA MUFIDAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dwi Sadono, MSi


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian ini adalah Manajemen Pengetahuan dalam Pelayanan Inovasi
Pertanian Perkotaan diBPTP Jakarta .
Terima kasih sebesar- besarnya penulis ucapkan kepada Dr Ir Djuara
Lubis, MS dan Dr Ir Eko Sri Mulyani, MS selaku pembimbing. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Pendidikan
Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pertanian Ir Heri Suliyanto, MBA beserta staf yang telah memberikan
beasiswa dan dukungan penuh kepada penulis selama menjalankan studi S2
di IPB. Penghargaan juga disampaikan kepada Kepala Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) DKI Jakarta Dr Etti Herawati, MSi, Kepala
Seksi Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian BPTP Jakarta Dr Yudi Sastro,
MP beserta staf BPTP Jakarta. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada bapak, mamah, suami, dan seluruh keluarga, serta teman-teman
program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan angkatan
2014 atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.


Bogor, Oktober 2016
Adinda Mufidah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan
Manajemen Pengetahuan
Komponen Manajemen Pengetahuan
Proses Manajemen Pengetahuan
Pertanian Perkotaan
Peningkatan Kepuasan Pengguna Inovasi melalui Implementasi

Manajemen Pengetahuan
Penelitian Terdahulu
Kerangka Berpikir

1
1
3
5
6
6
6
6
6
7
8
17
18
18
21
22


3 METODE
23
Desain Penelitian
23
Lokasi dan Waktu Penelitian
23
Populasi dan Sampel
25
Sumber Data
26
Instrumen Penelitian
26
Definisi Operasional
26
Teknik Pengumpulan Data
31
Analisis Data
31
Uji Validitas dan Reliabilitas

35
Hubungan antara Tujuan, Dimensi, Sumber Data, dan Teknik Analisis
37
4 DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
BPTP Jakarta

39
39
42

5 MANAJEMEN PENGETAHUAN DI BPTP JAKARTA
Kegiatan Pengkajian BPTP Jakarta
Repositori BPTP Jakarta
Pelayanan Inovasi BPTP Jakarta

44
44
54
58

Resume Manajemen Pengetahuan di BPTP Jakarta
6 TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA TEKNOLOGI TERHADAP
PELAYANAN INOVASI BPTP JAKARTA
Karakteristik Responden
Tingkat Kepuasan Pengguna Inovasi
Hubungan Karakteristik Pengguna Inovasi dan Tingkat Kinerja
Produk Inovasi BPTP Jakarta
Resume Tingkat Kepuasan Pengguna Inovasi BPTP Jakarta

68
70
70
71
79
88

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

90
90
91

DAFTAR PUSTAKA

92

LAMPIRAN

98

RIWAYAT HIDUP

110

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14
15

16
17

18

19
20
21

22

Kumpulan pendapat sebagian pakar mengenai tahapan proses
manajemen pengetahuan
Hasil penelitian tentang manajemen pengetahuan
Definisi operasional variabel karakteristik individu pengguna
inovasi BPTP Jakarta
Definisi operasional variabel kepentingan pengguna terhadap
pelayanan BPTP Jakarta
Definisi operasional variabel tingkat kinerja pelayanan BPTP
Jakarta
Definisi operasional variabel tingkat kepentingan produk
inovasi BPTP Jakarta
Definisi operasional variabel tingkat kinerja produk inovasi
BPTP Jakarta
Nilai konversi Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP)
Koefisien cronbach alpha hasil uji coba kuesioner
Matriks hubungan antara tujuan, dimensi, sumber data, dan
teknik analisis
Perbandingan kegiatan pelayanan inovasi terhadap kelompok
binaan dan kelompok mandiri
Perbandingan karakteristik responden pengguna inovasi
kelompok binaan dan kelompok mandiri
Tingkat kesesuaian kinerja dan kepentingan indikator
pelayanan inovasi BPTP Jakarta berdasarkan penilaian
kelompok binaan
Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) Kelompok Binaan
Tingkat kesesuaian kinerja dan kepentingan indikator
pelayanan inovasi BPTP Jakarta berdasarkan penilaian
kelompok binaan
Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) kelompok mandiri
Hasil uji beda penilaian tingkat kepentingan dan tingkat
kinerja pelayanan inovasi antara kelompok binaan dan
kelompok mandiri
Koefisien korelasi khi kuadrat antara karakteristikanggota
kelompok binaan dan tingkat kinerja pelayanan inovasi BPTP
Jakarta
Nilai koefisien korelasi khi kuadrat antara karakteristik
pengguna inovasi dan indikator tingkat kinerja pelayanan
Nilai koefisien khi kuadrat hubungan karakteristik pengguna
inovasi kelompok binaan dan indikator tingkat kinerja inovasi
Nilai
koefisien
korelasi
khi
kuadrat
hubungan
karakteristikanggota kelompok mandiri dan tingkat kinerja
pelayanan inovasi BPTP Jakarta
Nilai koefisien korelasi khi kuadrat hubungan karakteristik
pengguna inovasi kelompok mandiri dan indikator tingkat
kinerja pelayanan

8
22
27
27
28
30
30
34
37
37
68
70

72
73

75
76

78

79
81
82

84

86

23

24
25
26

27
28

29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42

Nilai koefisien korelasi khi kuadrat hubungan karakteristik
pengguna inovasi kelompok mandiri dan indikator tingkat
kinerja inovasi
Tabulasi silang kelompok binaan untuk hubungan jenis
kelamin dan tingkat kinerja pelayanan indikator empati
Tabulasi silang kelompok binaan untuk hubungan pekerjaan
dan tingkat kinerja pelayanan indikator empati
Tabulasi silang kelompok binaan untuk hubungan motivasi dan
tingkat kinerja pelayanan indikator kedisiplinan dalam
pelayanan
Tabulasi silang kelompok binaan untuk hubungan motivasi dan
tingkat kinerja pelayanan indikator kemudahan akses
Tabulasi silang kelompok binaan untuk hubungan jenis
kelamin dan tingkat kinerja inovasi indikator keuntungan
relatif
Tabulasi silang kelompok binaan untuk hubungan motivasi dan
tingkat kinerja inovasi indikator keuntungan relatif
Tabulasi silang kelompok binaan untuk hubungan pekerjaan
dan tingkat kinerja inovasi indikator keuntungan relatif
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk hubungan pendidikan
dan tingkat kinerja inovasi
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk jenis lahan tani dan
tingkat kinerja inovasi
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk umur dan tingkat
kinerja pernyataan indikator keamanan
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk umur dan tingkat
kinerja pernyataan indikator kemudahan akses
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk jenis kelamin dan
tingkat kinerja pernyataan indikator sarana fisik
tabulasi silang kelompok mandiri untuk pendidikan dan tingkat
kinerja pelayanan indikator kenyamanan
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk jenis lahan tani dan
tingkat kinerja pelayanan indikator responsif
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk motivasi dan tingkat
kinerja pelayanan indikator keamanan
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk motivasi dan tingkat
kinerja pelayanan indikator kemudahan akses
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk umur dan tingkat
kinerja inovasi indikator dapat diobservasi
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk motivasi dan tingkat
kinerja inovasi indikator kompleksitas
Tabulasi silang kelompok mandiri untuk motivasi dan tingkat
kinerja inovasi dapat diobservasi

87
99
99

100
100

101
101
102
102
103
103
104
104
105
105
106
106
107
107
108

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6

Kerangka berpikiranalisis kepuasan pengguna inovasi BPTP
Jakarta
Diagram Kartesius untuk pemetaan Importance – Performance
Analysis
Spektrum Diseminasi Multi Channel
(Sumber: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011)
Bagan alur kegiatan manajemen pengetahuan BPTP Jakarta
dalam konteks Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC)
Balitbangtan
Diagram kartesius untuk Importance Performance Analysis
Pelayanan Inovasi BPTP Jakarta terhadap kelompok binaan
Diagram kartesius untuk Importance Performance Analysis
Pelayanan Inovasi BPTP Jakarta terhadap kelompok mandiri

24
33
40

68
73
77

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Tabulasi silang hasil uji khi kuadrat
99
Kekuatan korelasi untuk hubungan karakteristik anggota
kelompok binaan dan tingkat kinerja pelayanan inovasi
109
Kekuatan korelasi untuk hubungan karakteristik anggota
kelompok mandiri dan tingkat kinerja pelayanan inovasi
109

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Inovasi merupakan kebutuhan penting dalam kegiatan pembangunan
pertanian, dari tingkat hulu sampai ke hilir. Berbagai penelitian di bidang
pertanian dilaksanakan oleh pemerintah, perguruan tinggi, maupun swasta
untuk memenuhi kebutuhan akan berbagai inovasi. Penelitian merupakan
pemasok pengetahuan yang dibutuhkan dalam penciptaan inovasi (World
Bank 2006).
Pemanfaatan hasil penelitian ke dalam bentuk inovasi, dibutuhkan
proses dalam mengadaptasi hasil penelitian dengan menciptakan perubahanperubahan sesuai dengan aspek kelokalan (spesifik lokasi) dan kebaruan
bagi penggunanya. Pengetahuan tidak hanya harus memiliki unsur novelty,
tapi juga unsur pemenuhan kebutuhan pengguna. Hasil dari penelitian perlu
diproses sehingga memiliki nilai guna bagi kelompok penggunanya (World
Bank 2006).
Penguatan lembaga penelitian mungkin bisa meningkatkan
pengetahuan baru melalui penelitian-penelitian. Penelitian tidak bisa
langsung dikembangkan sebagai sebuah inovasi (Rajalahtiet al. 2005).
Terdapat aspek-aspek lain yang dapat memengaruhi proses pengembangan
inovasi, seperti tingkat kebutuhan, kompetensi, hubungan antara pelaku,
sikap penerimaan dari pengguna, praktik lapangan, dan kebijakan
pemerintah yang memungkinkan pengetahuan dapat digunakan secara
produktif(World Bank 2006).
Proses pengembangan hasil penelitian pertanian menjadi
membutuhkan entitas penghubung yang dapat menjalankan peran untuk
menjembatani lembaga penelitian dan kelompok pengguna. Bank Dunia
mengembangkan konsep entitas penghubung melalui Agriculture Innovation
System (AIS) yang memungkinkan adanya pendekatan holistik dalam proses
produksi dan penggunaan pengetahuan (World Bank 2006). Entitas
penghubung dalam konsep AIS berperan sebagai: (1) unit yang menjalankan
mekanisme artikulasi permintaan (demand articulation) untuk
mengidentifikasi kebutuhan kelompok pengguna, dan (2) mendesain
penelitian yang dapat ditransformasikan menjadi produk dan jasa yang bisa
digunakan (Spielman et al.2012).
Entitas penghubung juga berperan sebagai pialang pengetahuan
(knowledge broker).Pialang pengetahuan menghubungkan peneliti dan
kelompok pengguna akhir dengan menciptakan kesepahaman tujuan dan
budaya, berkolaborasi dengan pengguna akhir untuk mengidentifikasi isu
dan masalah yang membutuhkan solusinya, serta memfasilitasi idenfifikasi,
akses, penilaian, interpretasi, dan penerjemahan penelitian ke dalam
kebijakan dan praktik kegiatan lokal (Dobbins et al.2009).
Kegiatan pengelolaan pengetahuan yang berlangsung dalam entitas
penghubung dapat dijelaskan oleh konsep manajemen pengetahuan.
Kegiatan manajemen pengetahuan mencakup upaya penciptaan,
pengumpulan,
pengorganisasian,
penyebaran,
penggunaan,
dan

2
mengeksploitasi pengetahuan untuk mencapai tujuan organisasi (Nawawi
2012). Manajemen pengetahuan disebut sebagai alat vital dalam mendorong
keberlangsungan inovasi dengan akuisisi yang dilakukan secara konsisten
terhadap pengetahuan-pengetahuan baru (Akram et al. 2011) melalui
kolaborasi berbagai unit kerja (Tobing 2007).
Pemerintah turut mendorong pelaksanaan manajemen pengetahuan
untuk lingkup instansi pemerintahan melalui Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun
2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan.
Pelaksanaan manajemen pengetahuan dinilai sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektualnya:
pengetahuan dan pengalaman yang ada untuk mencapai kinerja organisasi
yang lebih baik dalam konteks reformasi birokrasi.
Pelaksanaan manajemen pengetahuan tidak hanya terbatas pada
kepentingan internal organisasi. Manajemen pengetahuan juga bisa
dimanfaatkan dalam entitas penghubung sistem inovasi pertanian. Dalam
konteks pembangunan, manajemen pengetahuan memungkinkan terjadinya
pertukaran dan pengembangan pengetahuan antara para pelaku sehingga
dapat dikembangkan dan digunakan secara maksimal (Ferguson et al. 2008).
Untuk itu, manajemen pengetahuan seharusnya dilihat dalam kaitannya
dengan proses sosial dan praktik dalam menciptakan, akuisisi, menangkap,
membagi, dan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan dalam
bidang pembangunan (Ferguson et al.2008).
Manajemen pengetahuan juga dilaksanakan dalam lembaga penelitian
untuk mengolah hasil penelitian dapat mudah dipahami masyarakat karena
umumnya hasil penelitian berupa laporan teknis yang tidak mudah dipahami
masyarakat (Sunarjanto 2013). Sebuah strategi manajemen pengetahuan
yang efektif untuk diberlakukan dalam entitas penghubung harus mampu
menggiring semua pelaku untuk terlibat secara bersama dalam semua
tahapan manajemen pengetahuan – mulai dari penciptaan hingga
penggunaan pengetahuan. Segala usaha untuk menjembatani kesenjangan
pengetahuan harus didasarkan pada model manajemen pengetahuan yang
mengenali peran pengetahuan tasit dan ekspilit yang penting dan saling
melengkapi dalam pengambilan keputusan (Boateng 2006).
Praktik manajemen pengetahuan yang dijalankan dalam sistem inovasi
pertanian Indonesia masih belum berjalan baik. Hal tersebut tercermin dari
masih rendahnya tingkat adopsi iptek hasil riset pada tahapan pengenalan
dan aplikasi di tingkat petani yang disebabkan rendahnya tingkat kesesuaian
antara kebutuhan riset yang diinginkan pelaku usahatani dengan riset yang
dilakukan oleh lembaga penelitian (Heryanto & Supyandi 2012). Di dalam
sistem inovasi pertanian juga belum terbentuk interaksi timbal balik yang
seragam antara pelaku di dalam maupun antar sistem yang menandakan
bahwa masih kurangnya koordinasi antar pelaku yang terlibat dalam sistem.
Jejaring kerja di dalam sistem penciptaan pengetahuan juga masih jauh dari
optimal karena lembaga penelitian pemerintah, perguruan tinggi, maupun
BATAN masih cenderung berjalan masing- masing (Mardianto 2014).
Dalam proses manajemen pengetahuan, riset sektor pertanian saat ini
sangat jarang didasarkan kepada persoalan usahatani yang dijalankan oleh

3
petani. Para peneliti lembaga riset, perguruan tinggi maupun lembaga riset
pemerintah melakukan riset dengan tema atau objek penelitian yang
sebenarnya kurang dibutuhkan oleh petani.Hal ini dibuktikan dengan
rendahnya tingkat aplikasi hasil riset yang dilakukan oleh lembaga riset
pemerintah dan perguruan tinggi. Masih sangat jarang ditemukan
mekanisme yang secara sistematis dan terstruktur sebagai langkah konkret
yang dilakukan para peneliti di lembaga Litbang untuk berinteraksi dengan
terlibat langsung dalam kegiatan usahatani yang dilakukan petani. Begitu
juga pada subsitem agribisnis lainnya, para peneliti hanya bertindak sebagai
pengemat yang tidak termasuk dari bagian sistem agribisnis yang digeluti
oleh para pelaku agribisnis dari hulu sampai ke hilir (Heryanto & Supyandi
2012).

Perumusan Masalah
Permasalahan ketahanan dan kemandirian pangan mendorong
dikembangkannya proses penyediaan pangan yang mandiri di wilayah
perkotaan dengan ketersediaan lahan yang terbatas tetapi dekat dengan pusat
konsumsi. Inovasi menjadi kebutuhan penting bagi pertanian perkotaan
yang memiliki perbedaan substansial dibandingkan pertanian pada
umumnya. Pertanian perkotaan diharuskan beroperasi dengan
memanfaatkan ruang terbatas karena tanah di perkotaan sangat terbatas dan
mahal harganya. Oleh karena itu, pengembangan pertanian kota
membutuhkan inovasi yang dapat dikembangkan di lahan terbatas, seperti
menanam tanaman di atap rumah, sekolah, perkantoran dan rumah sakit
(Suryandari 2010).
Banyak aspek yang membedakan karakter pertanian perkotaan
dengan pertanian tradisional, seperti akses lahan yang terbatas, penggunaan
urban soil dan media tumbuh alternatif, kebijakan pemerintah, misi sosial,
dan keterlibatan petani non tradisional yang mendorong dikembangkannya
inovasi yang unik. Untuk pengoperasiannya, kegiatan pertanian perkotaan
membutuhkan teknologi yang dapat membantu para pelaku untuk
meningkatkan produksi melalui intensifikasi (Pfeiffer et al. 2014).
Kemampuan pertanian perkotaan untuk berkembang dan berkontribusi
secara signifikan terhadap produksi pertanian sangat bergantung kepada
teknologi dan inovasi yang dihadirkan untuk mendukung intensifikasi
produksi (Pfeiffer et al. 2014).
Pemerintah Indonesia turut mendorong dan mengembangkan konsep
pertanian perkotaan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sebagai unit kerja eselon I di Kementerian Pertanian, Balitbangtan bertugas
untuk menghasilkan dan mengembangkan inovasi pertanian serta
mengoptimalkan pemanfaatan inovasi tersebut untuk mendukung
pengembangan iptek dan pembangunan pertanian nasional.
Upaya Balitbangtan mendiseminasikan inovasi pertanian di antaranya
dilaksanakan melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). BPTP
didirikan di semua provinsi di Indonesia dengan tujuan untuk mempercepat
alih teknologi pertanian, mendukung pembangunan pertanian dan

4
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian wilayah, melalui: (1)
Akslerasi Adopsi Teknologi, (2) Mendekatkan Pelayanan Pengkajian
kepada Masyarakat, dan (3) Menjaga kesinambungan penelitian, pengkajian,
dan penyuluhan.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
16/Permentan/OT.140/3/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, BPTP mempunyai tugas melaksanakan
pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi tepat guna spesifik
lokasi. Dalam menjalankan tugas tersebut, BPTP menyelenggarakan fungsi:
(a) Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi kebutuhan teknologi pertanian
tepatguna spesifik lokasi; (b) Pelaksanaan penelitian, pengkajian dan
perakitan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi; (c) Pelaksanaan
pengembangan teknologi dan diseminasi hasil pengkajian serta perakitan
materi penyuluhan; (d) Penyiapan kerjasama, informasi, dokumentasi, serta
penyebarluasan dan pendayagunaan hasil pengkajian, perakitan dan
pengembangan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi; (e) Pemberian
pelayanan teknik kegiatan pengkajian, perakitan dan pengembangan
teknologi pertanian guna spesifik lokasi; serta (f) Pelaksanaan urusan tata
usaha dan rumah tangga balai.
Peran BPTP Jakarta dalam kerangka inovasi pertanian perkotaan lebih
menonjol dibandingkan BPTP di provinsi lainnya. BPTP Jakarta memiliki
kekhususan dalam diseminasi inovasi pertanian perkotaan sesuai dengan
visinya untuk menjadi agen pengembangan pertanian perkotaan terdepan di
Indonesia. Pengembangan visi tersebut diejawantahkan melalui misinya
yaitu: (a) Melakukan penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi
pertanian spesifik perkotaan; (b) Menyediakan dan mendistribusikan
informasi rakitan teknologi pertanian spesifik perkotaan; (c) Melakukan
koordinasi secara vertikal dan horizontal dengan pemangku kepentingan
terkait pengembangan pertanian perkotaan; serta (d) Melakukan
pendampingan terhadap pelaksanaan program strategis kementerian
pertanian dalam pembangunan Pertanian Wilayah.
BPTP Jakarta sebagai entitas penghubung turut menjalankan fungsi
manajemen pengetahuan. BPTP Jakarta melakukan proses ini dengan
mengelola berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dan
pengetahuan lainnya dari kelompok pemangku kepentingan untuk
didiseminasikan sebagai inovasi yang bisa dijalankan oleh masyarakat.
Manajemen pengetahuan dalam kegiatan diseminasi inovasi pertanian
perkotaan bukan merupakan sebuah proses linear. Manajemen pengetahuan
membutuhkan interaksi antara pelaku-pelaku yang terlibat di dalamnya
dalam proses mentransformasikan pengetahuan sehingga memiliki nilai
guna. Kualitas pertukaran pengetahuan sangat bergantung pada kualitas
hubungan antara pelaku. Penggunaan hasil penelitian akan berlangsung
secara baik jika ada identifikasi terhadap kebutuhan atau insentif tertentu
untuk penggunanya (Karner et al. 2011).
Keberhasilan diseminasi inovasi pertanian sangat ditentukan dengan
kemampuan inovasi tersebut memenuhi kebutuhan penggunanya (Heryanto
& Supyandi 2012). Sistem inovasi modern memposisikan sistem pengguna
teknologi sebagai penggerak utama dinamika inovasi. Dinamika inovasi

5
akan terjadi di sistem pengguna karena pengguna teknologi diposisikan
sebagai pelaku aktif dalam berinovasi (Mardianto 2014).
Pengguna inovasi adalah khalayak aktif yang selektif dalam memilih
inovasi yang akan digunakan berdasarkan tingkat kemampuan inovasi
tersebut dalam memenuhi kebutuhannya dan memberikan kepuasan tertentu
dalam penggunaannya. Bila implementasi manajemen pengetahuan dalam
diseminasi informasi pembangunan pertanian perkotaan merupakan sebuah
upaya untuk memenuhi kebutuhan pengguna, pemenuhan kebutuhan
kelompok pengguna dapat meningkatkan tingkat kepuasan terhadap inovasi
yang dikembangkan. Karena itu, tingkat kepuasan pengguna menjadi salah
satu tolok ukur keberhasilan proses manajemen pengetahuan.
Penelitian Permata (2005) menemukan bahwa petani sebagai
pengguna inovasi BPTP masih merasakan ketidakpuasan terhadap produk
inovasi untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Ada
perbedaan persepsi antara petani dan BPTP terhadap konsep pengendalian
OPT. Umiarsih (2011) juga menemukan bahwa ketidakpuasan petani antara
lain bersumber pada teknologi yang diberikan tidak aplikatif atau tidak
dapat diterapkan oleh petani dengan kondisi yang ada saat ini. Kedua
temuan ini mengindikasikan bahwa masih ada kesenjangan antara kegiatan
diseminasi inovasi yang dilakukan oleh BPTP dengan kebutuhan petani
yang berakibat pada ketidakpuasan petani sebagai pengguna inovasi.
Kesenjangan ini menunjukkan manajemen pengetahuan belum dilaksanakan
secara baik.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kegiatan manajemen pengetahuan dalam pelayanan inovasi
pertanian perkotaan diBPTP Jakarta?
2. Bagaimana tingkat kepuasan pengguna inovasi terhadap pelayanan
inovasi pertanian perkotaan BPTP Jakarta?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Mendeskripsikan
kegiatan
manajemen
pengetahuan
dalam
pelayananinovasi pertanian perkotaan diBPTP Jakarta.
2. Menganalisis tingkat kepuasan pengguna inovasi pertanian perkotaan
BPTP Jakarta melalui:
a. menganalisis tingkat kepentingan dan kinerja pelayanan
inovasiBPTP Jakarta;
b. mengukur tingkat kepuasan terhadap pelayanan inovasi BPTP
Jakarta;
c. menjelaskan hubungan karakteristik pengguna inovasi dan tingkat
kinerja pelayanan inovasi BPTP Jakarta.

6
Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan konsep manajemen
pengetahuan dalam kegiatan pelayanan inovasi pertanian
2. Hasil penelitian diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan
tambahan
informasi
bagi
Kementerian
Pertanian
dalam
mengimplementasikan manajemen pengetahuan dalam kegiatan
pelayananinovasi pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kegiatan BPTP Jakarta
dalam pengkajian dan pelayanan inovasi budidaya sayuran di lahan sempit
atau pekarangan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari sekumpulan informasi yang saling
terhubungkan dan terstruktur secara sistematik sehingga memiliki makna
yang utuh (Tjakraatmadja & Lantu 2006). Menurut Probstet al.(Nawawi
2012), pengetahuan adalah keseluruhan kognisi dan keterampilan yang
digunakan oleh manusia untuk memecahkan masalah. Sementara Dalkir
(2005) menyebutkan bahwa pengetahuan adalah sebuah cara yang subjektif
dalam mengetahui yang berdasarkan nilai, persepsi, dan pengalaman
individu. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, pengetahuan dapat diartikan
sebagai sekumpulan informasi terstruktur dan sistematis yang saling
terhubungkan, berdasarkan nilai, persepsi, dan pengalaman individu yang
digunakan untuk memecahkan masalah.
Bentuk pengetahuan atau model untuk memahami dunia yang dimiliki
manusia dapat terbentuk dalam dua kategori (Dalkir 2005), yaitu: (a)
Pengetahuan tasit adalah bentuk pengetahuan yang masih berada dalam
pikiran individu. Biasanya pengetahuan tasit sulit untuk diartikulasikan ke
dalam bentuk tulisan ataupun gambar; dan (b) Pengetahuan eksplisit adalah
bentuk pengetahuan tangible karena sudah diartikulasikan ke dalam media
fisik, seperti tulisan ataupun gambar.

Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan dapat diartikan sebagai upaya menumbuhkembangkan pengetahuan organisasi, sebagai modal utama untuk
meningkatkan daya saing melalui langkah-langkah sistematis dalam bentuk

7
menemukan, memilih, mengorganisasikan, menyarikan, dan menyajikan
pengetahuan dengan cara tertentu (Tjakraatmadja & Lantu 2006).
Manajemen pengetahuan juga dapat didefinisikan sebagai tugas menyeluruh
yang menyangkut proses penciptaan, penyimpanan, dan berbagi
pengetahuan yang juga mencakup identifikasi kondisi saat ini, penentuan
kebutuhan, dan peningkatan proses untuk memenuhi kebutuhan tersebut
(Kucza 2001). Manajemen pengetahuan dibutuhkan untuk mengolah data
menjadi informasi dan informasi menjadi pengetahuan. Dalam manajemen
pengetahuan terjadi proses yang melibatkan tahapan awal berupa
pengumpulan, ekstrak, dan penyimpanan data, untuk kemudian dikonversi
dan diubah ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk digunakan
(Hashemiannejad 2014). Laudon dan Laudon (2012) menyebutkan bahwa
manajemen pengetahuan adalah serangkaian proses yang dikembangkan di
dalam suatu organisasi untuk menciptakan, mengakuisisi, mengumpulkan,
menyimpan dan mendiseminasikan pengetahuan tersebut sehingga
meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungannya dan
menggabungkan pengetahuan ke dalam kegiatan organisasi. Dalkir (2005)
mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai upaya sistematis dan
terarah untuk mengoordinasikan komponen-komponen organisasi, seperti
manusia, teknologi, proses, dan struktur organisasi untuk menghasilkan
inovasi melalui penciptaan, pembagian, dan penggunaan pengetahuan, serta
menangkap dan mengembangkan pengalaman-pengalaman praktis yang
sudah teruji ke dalam memori organisasi untuk membentuk pembelajaran
bagi organisasi.
Berdasarkan pendefinisian dari berbagai sumber tersebut, manajemen
pengetahuan dapat diartikan sebagai sebuah upaya menumbuhkembangkan
pengetahuan melalui proses pengelolaan pengetahuan yang mencakup
penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, menyebarkan, dan menggunakan
pengetahuan melalui koordinasi dan sinergi berbagai komponen-komponen
organisasi untuk menghasilkan inovasi dan diubah ke dalam bentuk yang
lebih mudah digunakan.
Manajemen pengetahuan memiliki tiga pilihan peran yang bisa
dilakukan, yaitu (1) manajemen pengetahuan mempunyai peran mengelola
pengetahuan, mengosentrasikan diri dalam kodifikasi pengetahuan dan
menempatkannya dalam reposisi pengetahuan yang dapat diakses oleh
karyawan sesuai dengan otoritasnya; (2) manajemen pengetahuan diarahkan
untuk mempertemukan antara orang yang memiliki pengetahuan dengan
orang yang membutuhkan pengetahuan dengan identifikasi sesuai dengan
kebutuhannya
masing-masing;
(3)
manajemen
pengetahuan
mengombinasikan antara pilihan pertama dan pilihan kedua, menumbuhkan
sumber daya yang lebih besar, karena jika sumber daya tidak cukup maka
pengelolaan pengetahuan bisa menjadi stagnan dan tidak fokus (Nawawi
2012).
Komponen Manajemen Pengetahuan
Implementasi manajemen pengetahuan melibatkan beberapa
komponen penting. Beberapa penelitian menggunakan konsep dari Bhatt

8
(2009) yang menyebutkan bahwa dalam manajemen pengetahuan terdapat
tiga komponen penting, yaitu (1) manusia (people) sebagai faktor utama
dalam penerapan manajemen pengetahuan, (2) proses (process)
berhubungan dengan alur kerja dan struktur dalam organisasi serta
transformasi pengetahuan, dan (3) teknologi yang berperan serta sebagai
enabler dalam manajemen pengetahuan dengan berfungsi sebagai alat yang
membantu terjadinya akuisisi, penyimpanan, diseminasi, dan penggunaan
pengetahuan.
Selain sejumlah komponen tersebut, Tingoy dan Kurt (2009)
menyoroti komunikasi juga merupakan merupakan salah satu komponen
penting dalam proses manajemen pengetahuan, termasuk dalam
transformasi data, informasi, dan pengetahuan yang berada di dalam pikiran
manusia. Komunikasi juga dibutuhkan dalam mengungkapkan dan
mendifusi pengetahuan tasit maupun eksplisit (Tingoy dan Kurt 2009).

Proses Manajemen Pengetahuan
Para pakar memiliki pendapat berbeda dalam mengklasifikasikan
proses manajemen pengetahuan seperti yang dijabarkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kumpulan pendapat sebagian pakar mengenai tahapan proses
manajemen pengetahuan
Sumber
Laudon dan
Laudon (2012)

Proses Manajemen Pengetahuan
1.

2.
3.
4.

Knowledge Acquisition: upaya untuk menciptakan dan
mengumpulkan berbagai pengetahuan melalui disain sistem dan
jaringanyang memudahkan untuk menemukan pengetahuan baru
ataupun untuk mencari pakar untuk pengetahuan yang dicari.
Knowledge Store: pengetahuan disimpan dalam sistem database
sehingga aman dan bisa digunakan oleh anggota organsiasi.
Knowledge Disseminate: pengetahuan dibagi kepada para
pengguna menggunakan berbagai media komunikasi.
Knowledge Apply: pengetahuan harus dapat diaplikasikan sebagai
bagian dalam proses pengambilan keputusan dan perumusan
kebijakan.

Wiig (1993)
dalam Sari dan
Kurniawan
(2015)

1. Build Knowledge: membangun pengetahuan dengan memproses
data dari eksternal
2. Hold Knowledge: Setiap umpan balik dan data yang dihimpun dari
eksternal organisasi akan dipilah ke dalam kategori khusus dan
disimpan dalam memori. Setelah itu, data akan ditransformasi ke
dalam bentuk informasi.
3. Pool Knowledge: informasi akan digunakan organisasi untuk
digabungkan dan dikembangkan sebagai pengetahuan organiasi.
Divisi penelitian akan mengeksplorasi dan memformulasi data
eksternal sebagai inovasi baru untuk perusahaan
4. Apply Knowledge: pengetahuan diaplikasikan dalam strategi
organisasi.

Dalkir (2005)

1.

Knowledge capture and/or creation: identifikasi dan kodifikasi
pengetahuan internal maupun eksternal; menciptakan dan
mengembangkan pengetahuan baru sebagai inovasi yang belum
pernah ada di dalam organisasi.

9
Sumber
2.

3.

Evans et al.
(2014)

1.

2.

3.
4.

5.

6.

7.

Proses Manajemen Pengetahuan
Knowledge sharing and dissemination: melakukan kontekstualitasi
sebagai upaya untuk mengidentifikasi atribut inti pada isi
pengetahuan dan disesuaikan dengan kebutuhan pengguna sehingga pengetahuan bisa dibagi dan didiseminasi kepada
pengguna
Knowledge acquisition and application: tahapan pengguna
memahami dan memutuskan untuk mengaplikasikan pengetahuan.
Para pengguna akan memvalidasi kegunaan dan memberikan sinyal
jika pengetahuan sudah ketinggalan jaman. Melalui evaluasi
terhadap pengetahuan ini pengguna akan berkontribusi untuk
tahapan berikutnya.
Identify/ Create: ketika ada kebutuhan pengetahuan tertentu,
dilakukan identifikasi pengetahuan sudah tersedia di dalam
organisasi atau diperlukan penciptaan pengetahuan.
Store: jika pengetahuan sudah dipastikan memiliki nilai untuk
perusahaan, pengetahuan disimpan sebagai komponen aktif dalam
memori organisasi. Pengetahuan harus disimpan dalam cara yang
terstruktur sehingga memudahkan pengetahuan untuk dimanipulasi,
diambil, dan dibagikan.
Share: pengetahuan diambil dari memory organisasi untuk dibagi
(diseminasi/ komunikasikan) baik secara internal dan eksternal.
Use: ketika pengetahuan sudah dibagikan, pengetahuan dapat
diaktivasi untuk digunakan, baik untuk memecahkan masalah,
merumuskan keputusan, meningkatkan efisiensi, ataupun
mempromosikan pemikiran inovatif.
Learn: Fase ini melibatkan upaya untuk mengintegrasikan ,
menghubungkan , menggabungkan , dan internalisasi pengetahuan .
Jika aset pengetahuan yang ditemukan memiliki nilai dan berharga ,
berdasarkan kriteria analisis dan penilaian yang disebutkan
sebelumnya , mereka melanjutkan ke tahap meningkatkan dalam
model KMC , di mana kegiatan perbaikan lebih lanjut dan / atau
kodifikasi / enkapsulasi berlangsung . Namun, jika aset
pengetahuan yang dinilai cukup ( atau tidak lengkap ) , pencari
kembali ke mengidentifikasi dan / atau membuat fase di mana aset
pengetahuan tambahan diidentifikasi atau dibuat berdasarkan
kesenjangan yang ditemukan
Improve: pembelajaran yang berlangsung di fase sebelumnya
mengarah ke perbaikan lebih lanjut dari aset pengetahuan. Nilai
baru baik diidentifikasi atau dibuat dari mereka dan penambahan
atau update yang dibuat untuk menjaga mereka saat ini dalam
memori organisasi dan berlaku untuk konteks organisasi
Create

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap proses
manajemen pengetahuan, setiap organisasi (perusahaan atau lembaga)
menjalankan tahapan yang berbeda. Proses manajemen pengetahuan pada
perusahaan Telkom Indonesia (Andria & Trisyulianti 2011) terdiri dari
tahapan:
a. Knowledge Acquisition, proses akuisisi terjadi ketika proses interaksi
antara eksekutor (knowledge buyer) dengan knowledge source
(knowledge seller) berlangsung dengan efektif yang ditandai dengan
mengalirnya pengetahuan dari knowledge source ke knowledge buyer.
Knowledge source ini berasal dari brainware/knowledge worker

10
(human capital). Proses bisnis berupa inovasi yang muncul dari
konsumen dan eksternal perusahaan.
b. Knowledge Sharing, melibatkan komponen knowledge worker aplikasi
distribusi dan kolaborasi. Forum dalam knowledge sharing dibagi
menjadi dua, yaitu forum formal dan forum informal. Forum formal
yaitu pertemuan rutin yang dilaksanakan untuk membahas performansi
unit, performansi operasional, serta inisiatif strategis perusahaan. Media
yang digunakan dalam knowledge sharing berupa online (Kampiun,
intranet/portal, dan e-learning) dan offline (forum, rapat, team, buletin,
informal meeting, patriot pagi, counseling and coaching, dan training).
c. Knowledge Utilisation, Ukuran keberhasilan dari pengetahuan yang
dibutuhkan oleh karyawan untuk menjalankan proses bisnis perusahaan
dengan lebih efektif dan efisien. Knowledge creation terjadi ketika
karyawan memperoleh ide-ide baru yang muncul saat karyawan
menerapkan pengetahuan yang tersedia.
Sementara pada perusahaan IZGAZ, sebuah perusahaan yang bergerak
di sektor energi di Turki (Zaim 2006), proses manajemen pengetahuan
dianalisis mengacu pada tahapan: (a)knowledge sharing and distributionberbagi pengetahuan baik pengetahuan tasit maupun eksplisit, pasar hingga
produk, dan berbasis kelompok ataupun elektronik; (b)knowledge
generation and development-melibatkan upaya penelitian, pengembangan
teknologi, ide-ide dan inovasi baru, upaya-upaya untuk berinovasi, serta
penggunaan pengetahuan; dan (c) knowledge codification and storage–
upaya kodifikasi, penyimpangan, dan pengaksesan pengetahuan.
Sunarjanto et al.(2013) menyebutkan terdapat tiga tahapan dalam
proses manajemen pengetahuan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
pemanfaatan hasil litbang migas, yaitu knowledge capture atau upaya
menangkap berbagai pengetahuan di tingkat internal, knowledge repository
atau penyimpanan pengetahuan yang ditangkap, dan knowledge reuse atau
pengelolaan pengetahuan untuk dapat dimanfaatkan oleh pihak internal.
Hingga penelitian ini disusun, belum ada penelitian yang mengangkat
proses manajemen pengetahuan dalam upaya pemanfaatan pengetahuan
untuk didiseminasikan ke pihak eksternal. Tapi dalam beberapa penelitian
tentang lembaga yang melakukan manajemen pengetahuan untuk
kepentingan pihak eksternal, seperti pada penelitian tentang Konsorsium
Anggrek (Gandarsari 2014), ditemukan adanya proses yang berbeda dengan
proses pada lembaga yang mengaplikasikan manajemen pengetahuan untuk
kepentingan internal, seperti IZGAZ dan PT Telkom. Tahapan-tahapan
manajemen pengetahuan yang dilakukan Konsorsium Anggrek meliputi: (1)
koordinasi dan kerjasama dalam kajian ilmiah, sosial ekonomi, dan
lingkungan untuk memacu perkembangan pengetahuan faktual dan mutakhir
melalui program kerja; (2) penyebaran informasi hasil penelitian dan
terapannya melalui pelatihan, magang, konsultasi, publikasi, lokakarya,
seminar; dan (3) masukan berupa konsep kebijakan kepada pemerintah
Penciptaan pengetahuan pada IZGAZ dan PT Telkom terjadi melalui
akuisipsfsi dan berbagi pengetahuan antar anggota lembaga. Pengetahuan
yang diciptakan kemudian disimpan (knowledge storing) untuk dapat

11
diutilisasi oleh anggota-anggota lembaga yang membutuhkan. Sementara
pada Konsorsium Anggrek, hasil keluaran dari manajemen pengetahuan
perlu untuk didiseminasikan kepada pihak luar dalam bentuk media
komunikasi.
Berdasarkan penjabaran tahapan-tahapan dalam kegiatan manajemen
pengetahuan dari berbagai sumber, dapat disimpulkan bahwa: (1)
manajemen pengetahuan dimulai dengan tahapan akuisisi dan penciptaan
pengetahuan; (2) pengetahuan baru sebagai hasil akuisisi dan penciptaan
disimpan dalam repositori dalam tahapan penyimpanan pengetahuan; (3)
pada lembaga yang mengimplementasikan manajemen pengetahuan untuk
kepentingan eksternal, terdapat tahapan diseminasi pengetahuan yang
ditujukan untuk kelompok eksternal; dan (4) manajemen pengetahuan akan
selalu melibatkan tahapan penggunaan pengetahuan sebagai bagian dari
pemanfaatan hasil manajemen pengetahuan.
Berdasarkan sintesa di atas, proses manajemen dapat disintesakan ke
dalam tahapan-tahapan: (1) akuisisi pengetahuan; (2) penyimpanan
pengetahuan; (3) diseminasi pengetahuan; dan (4) penggunaan pengetahuan.
Akuisisi Pengetahuan
Akuisi pengetahuan merupakan tahapan awal dalam manajemen
pengetahuan. Definisi akuisisi pengetahuan merupakan sintesa dari
pengertian knowledge acquisition yang dirumuskan oleh Laudon & Laudon
(2012), knowledge capture/Creation (Dalkir 2005), dan identify create
knowledge (Evans et al. 2014). Tahapan akuisisi melibatkan upaya untuk
mengumpulkan pengetahuan, baik dari internal maupun eksternal dengan
melakukan identifikasi kebutuhan dari pengguna. Sebuah organisasi
mengumpulkan pengetahuan dengan menciptakan jaringan yang
memudahkan untuk mencari pengetahuan yang dicari. Organisasi pada
tahapan ini juga perlu menciptakan pengetahuan baru dengan menciptakan
sebuah sistem yang memudahkan penemuan pengetahuan.
Hansen seperti dikutip Boateng (2006), menyebutkan ada sinergitas
dalam akuisisi dan penciptaan pengetahuan baru melalui strategi
personalisasi dan kodifikasi. Personalisasi mengarah pada komunikasi tatap
muka untuk pertukaran pengetahuan tasit dan kodifikasi melibatkan upaya
mengekstraksi pengetahuan atau keahlian dari seseorang atau suatu lembaga
menjadi bisa digunakan untuk kepentingan yang lebih luas. Strategi
personalisasi menekankan pada peningkatan pertemuan atau komunikasi
antar pengguna pengetahuan atau antar penguna pengetahuan dengan pakar
baik secara langsung, email ataumelalui web portal. (Boateng 2006).
Strategi kodifikasi menekankan pada aspek teknologi untuk akuisisi,
penyimpanan dan penyebaran pengetahuan dari pakar (Boateng 2006).
Sugiarto et al.(2010)menambahkan bahwakodifikasi pengetahuan berarti
mengubah pengetahuan menjadi kode agar sedapat mungkin mudah untuk
diatur, eksplisit, mudah dipindahkan, dimengerti dan diakses oleh orang lain
Pengetahuan yang diakuisi bisa berbentuk eksplisit ataupun tasit.
Pengetahuan eksplisit biasanya berbentuk laporan penelitian, studi kasus,
dan best practices. Aktivitas-aktivitas yang menggambarkan pembelajaran-

12
pembelajaran praktis juga bisa didokumentasikan. Pengetahuan tasit di
antaranya berupa indigenous knowledge (Ali &Advic 2015).
Indigenous knowledge dalam bidang pertanian berupa pengetahuan
tentang sistem usaha tani dan produksi tanaman yang bersumber dari
masyarakat petani. Pengetahuan lokal tersebut biasanya diperoleh
berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun.
Pengetahuan tidak hanya sebatas pada metode dan teknik bertani, tetapi juga
mencakup tentang pemahaman, persepsi, dan suara hati atau perasaan yang
berkaitan dengan lingkungan yang seringkali melibatkan perhitungan
kondisi geografis dan meteorologist sehingga menyatu dengan sistem
kepercayaan, norma dan budaya (Sunaryo & Joshi dalam Aminatun 2009).
Pengalaman-pengalaman petani yang terangkum dalam indigenous
knowledge dapat digunakan tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas
produksi, tapi juga menerapkan nilai-nilai kearifan lingkungan dalam
pengelolaan pertanian. Akuisisi terhadap pengetahuan lokal yang dimiliki
petani membuat terjadinya pergeseran peran. Jika biasanya petani lebih
berperan sebagai objek harus bergeser menjadi subjek dalam pembangunan
pertanian (Aminatun 2009).
Proses manajemen pengetahuan pada lembaga litbang pemerintah
diimplementasikan dengan pembentukan tim penelitian yang dapat
mendukung aktifitas berbagi dan menyerap pengetahuan. Proses terjadi
melalui kegiatan penyusunan proposal, riset desain dan instrumen survei,
pengumpulan data, pengolahan dan analisis data hingga penyebaran hasil
penelitian. Penyelenggaraan forum-forum pertemuan antar pejabat
fungsional peneliti akan meingkatkan mutu atau kualitas hasil penelitian
sehingga inovasi yang dihasilkan dari proses manajemen pengetahuan
berada pada kategori tinggi (Rusilowati 2015)
Dalam sistem inovasi pertanian di Indonesia, BPTP di setiap provinsi
merupakan entitas penghubung antara lembaga penelitian dengan lembaga
yang melakukan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan. Dalam sebuah
entitas penghubung, peneliti dan penyuluh perlu untuk memahami bahwa
pengetahuan tasit yang bersumber dari petani merupakan dasar dalam
pencarian pengetahuan baru bagi petani. Entitas penghubung harus dapat
memanfaatkan pengetahuan tasit petani (know how) menjadi pengetahuan
eksplisit (know what) yang disusun oleh peneliti (Boateng 2006).
Petani biasanya lebih termotivasi untuk mengadopsi teknologi yang
mengakomodasi pemikiran petani ke dalam disain dan pengembangan
teknologi tersebut. Penerapan circular knowledge management oleh entitas
penghubung dapat menjembatani ketimpangan pengetahuan antara petani
dan peneliti/ penyuluh serta menempatkan sains dan praktik dalam satu
gelombang yang sama (Boateng 2006).
Sumber pengetahuan bisa berasal dari internal maupun eksternal
entitas penghubung. Dalam penelitian terhadap Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta (Nurmandi 2010), ditemukan bahwa akuisisi pengetahuan
terjadi dalam empat level yaitu: (1) level individu secara informal, didukung
keterbukaan pimpinan dlm menerima ide dari bawahan; (2) level kelompok,
akuisisi melalui knowledge sharing/ pertukaran pengetahuan tasit antar
individu dlm satu organisasi; (3) level organisasi, interaksi antargrup/antar

13
dinas; dan (4) level komunitas, pengembangan pengetahuan yang
melibatkan masyarakat sebagai pelanggan.
Sumber pengetahuan internal BPTP Jakarta adalah lembaga-lembaga
penelitian yang berada dalam wewenang Badan Litbang Pertanian, yang
terdiri dari Pusat Penelitian, Balai Besar, Balit, Lolit, maupun BPTP-BPTP
di wilayah lainnya. Selain itu, BPTP Jakarta juga bisa berperan sebagai
generating system sehingga bisa menjadi sumber pengetahuan (Balitbangtan
2011).
Pengetahuan eksternal bersumber kelompok pemangku kepentingan
yang didefinisikan sebagai kelompok atau anggota dari organisasi eksternal
yang berperan sebagai produsen dan konsumen pengetahuan dalam praktik
pembangunan. Setiap kelompok pemangku kepentingan memiliki
pengetahuan yang khusus terkait dengan keterlibatan mereka dalam praktik
pembangunan (Ali & Avdic 2015). Dalam konsep entitas penghubung yang
diusung oleh Agriculture Innovation Sys