Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila
APLIKASI GELOMBANG ULTRASONIK
SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MEMPERTAHANKAN
KESEGARAN FILLET IKAN NILA
MAYA SOFIA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi
Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk Mempertahankan
Kesegaran Fillet Ikan Nila adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Maya Sofia
NIM C34100035
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
MAYA SOFIA. Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk
Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila. Dibimbing oleh RUDDY
SUWANDI dan AGOES MARDIONO JACOEB.
Fillet ikan termasuk salah satu produk perikanan yang mudah
mengalami kemunduran mutu, oleh karena itu dibutuhkan teknik
penanganan untuk mempertahankan kesegarannya. Gelombang ultrasonik
telah banyak diaplikasikan pada beberapa jenis produk pangan untuk
mempertahankan kesegaran melalui inaktivasi mikroba, namun aplikasinya
untuk produk perikanan belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisis pengaruh gelombang ultrasonik terhadap parameter
kesegaran ikan. Tahapan penelitian meliputi preparasi sampel, sonikasi,
pengujian parameter kesegaran ikan dan histologi. Gelombang ultrasonik
tidak berpengaruh terhadap nilai organoleptik dan TVB, namun berpengaruh
terhadap nilai pH dan TPC. Sampel dengan nilai TPC yang berbeda nyata
diuji TPC kembali pada penyimpanan ke-48 jam dan 96 jam. Hasil
pengujian nilai TPC menunjukkan bahwa sampel dengan durasi sonikasi
selama 9 menit (5,2x104 koloni/g) memiliki jumlah mikroba lebih rendah
dibandingkan sampel tanpa sonikasi (9,2x104 koloni/g). Hasil analisis
histologi menunjukkan bahwa sonikasi menyebabkan struktur serabut otot
terlihat kurang kompak dan pecahnya miomer.
Kata kunci: Fillet, gelombang ultrasonik, histologi, ikan nila, kesegaran,
sonikasi
ABSTRACT
MAYA SOFIA. Application of ultrasonic waves on maintaining freshness
of tilapia fillets. Supervised by RUDDY SUWANDI and AGOES
MARDIONO JACOEB.
Fish fillet is one of fisheries products that easily deteriorated,
therefore handling techniques needed to maintain the freshness. Ultrasonic
waves have been widely applied to some kinds of food products to maintain
freshness through microbial inactivation, but its application to fisheries
products has not been reported. The purpose of this study was to analyze the
effects of ultrasonic waves on fish freshness parameters. Stages of the study
include sample preparation, sonication, testing of the freshness parameters
and histology. The results showed no effect of ultrasonic waves on
organoleptic value and TVB, but affected the pH value and TPC. Sample
which has significant difference value of TPC, being further TPC
observation for the 48 and 96 hours storage. The TPC result showed that
value of sonicated sample for 9 minutes (5.2x104 colony/g) lower than
sample without sonication (9.2x104 colony/g). Histology analysis result
showed that sonication made muscle fiber structure less compact and
myomer deformation.
Keyword: fillet, freshness, histology, nile tilapia, sonication, ultrasonic
wave.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
APLIKASI GELOMBANG ULTRASONIK
SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MEMPERTAHANKAN
KESEGARAN FILLET IKAN NILA
MAYA SOFIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk
Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila
Nama
: Maya Sofia
NIM
: C34100035
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Ruddy Suwandi, MS MPhil
Pembimbing I
Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl-Biol
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: …………………………………………….
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Aplikasi Gelombang Utrasonik sebagai Alternatif untuk
Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam proses penulisan skripsi ini, terutama kepada :
1. Dr Ir Ruddy Suwandi, MS, MPhil dan Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl-Biol
selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingannya kepada penulis,
2. Prof Dr Ir Nurjanah MS, selaku dosen penguji atas segala masukan yang
diberikan kepada penulis,
3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan,
4. Ibu, Ayah, Abang Harun, Mba Hafshah, Mba Eca, Tia, dan Nafis yang
telah memberikan doa dan semangatnya kepada penulis,
5. Dr Akhiruddin Maddu, MSi yang telah memberi saran terhadap
penelitian,
6. Bapak Jun, Mas Alan, dan Rofiqul Umam (Departemen Fisika), Bapak
Ranta (Departemen Budidaya Perairan), Bapak Saeful dan Ibu Ema
(Departemen Teknologi Hasil Perairan) yang telah membantu dalam
penelitian,
7. Teman-teman sepenelitian (Fatma, Bang Olong, dan Bang Esa) serta
keluarga besar THP 47 yang telah memotivasi dan menyemangati penulis
selama penelitian
8. Teman-teman Radar 6 (Meli, Febri, Zara, dan Asta) atas semangat serta
motivasinya kepada penulis, serta pihak lain yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2014
Maya Sofia
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
PENDAHULUAN …………………………………………………………
Latar Belakang ………………………………………………………….
Perumusan Masalah …………………………………………………….
Tujuan Penelitian ………………………………………………………..
Manfaat Penelitian ………………………………………………………
Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………………
METODE PENELITIAN ………………………………………………….
Bahan dan Alat Penelitian………………………………………………..
Prosedur Penelitian ……………………………………………………...
Analisis Penelitian ……………………………………………………….
Analisis Organoleptik (BSNa 2006)………………………………………
Analisis pH (Apriyantono et al. 1989) ……………………………………
Analisis TVB (Apriyantono et al. 1989) ………………………………….
Analisis TPC (BSNb 2006) ………………………………………………..
Analisis Histologi (Angka et al. 1990) ………………………………......
Rancangan Percobaan ……………………………………………………
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………..
Uji Organoleptik …………………………………………………………
Derajat Keasaman (pH) ………………………………………………….
Total Volatile Base ……………………………………………………….
Total Plate Count ………………………………………………………...
Nilai TPC Fillet Selama Penyimpanan …………………………………..
Karakteristik Histologis …………………………………………………...
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...
Kesimpulan ……………………………………………………………….
Saran ……………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….
LAMPIRAN ………………………………………………………………...
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………
vi
vii
1
1
2
2
2
3
3
3
4
5
5
5
5
6
6
8
8
8
11
12
13
15
17
18
18
19
19
22
29
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian ………………………….………..
2 Histogram nilai organoleptik kenampakan fillet ikan nila..………...
3 Histogram nilai organoleptik bau fillet ikan nila .…………………..
4 Histogram nilai organoleptik tekstur fillet ikan nila .……………….
5 Histogram nilai pH fillet ikan nila .………………………………….
6 Histogram nilai TVB fillet ikan nila …………………………….…..
7 Histogram nilai TPC fillet ikan nila .………………………………...
8 Grafik nilai TPC selama penyimpanan .……………………………..
9 Jaringan ikan nila segar (400x) ..…………………………………….
10 Jaringan ikan nila busuk (400x) ..…………………………………....
4
8
9
10
11
12
13
15
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir pembuatan preparat uji histologi ……………………..
2 a. Tabel uji Kruskal Wallis uji pH …………………………………..
b. Tabel ANOVA dan hasil uji Duncan nilai pH ……………………
3 Tabel Uji Kruskal Wallis uji TVB …………………………………..
4 a. Tabel uji Kruskal Wallis uji TPC …………………………………
b. Tabel ANOVA dan hasil uji Duncan nilai TPC …………………..
5 Lembar penilaian sensori fillet ikan …………………………………
6 Dokumentasi penelitian ……………………………………………...
23
24
24
25
26
26
27
28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi pangan saat ini telah berkembang pesat. Hal ini menuntut
pelaku industri mampu melakukan inovasi terbaru terhadap produk yang akan
dipasarkan. Beberapa inovasi yang dilakukan bertujuan untuk
mempertahankan kualitas produk yang akan dipasarkan untuk memenuhi
permintaan konsumen. Inovasi-inovasi yang dilakukan merupakan pilihan
yang tepat untuk terus memperbaiki kualitas produk yang akan dihasilkan.
Banyaknya penelitian yang telah dikembangkan adalah untuk mencari
alternatif terbaik agar dapat diaplikasikan dengan mudah dan efisien. Industri
pangan, salah satunya perikanan, membutuhkan teknologi yang mudah dan
efisien untuk diaplikasikan dalam penggunaannya pada jenis-jenis produk
unggulan, misalnya fillet ikan.
Fillet ikan membutuhkan proses yang khusus dalam pengolahan dan
penanganannya. Produk perikanan harus melalui proses yang bersih (clean),
hati-hati (careful), dan dalam kondisi yang dingin (cool), serta cepat ditangani
(quick) (C3Q) (Yunizal dan Wibowo 1998). Kondisi tersebutlah yang
melatarbelakangi pentingnya dilakukan inovasi baru untuk mendapatkan
alternatif yang tepat agar dapat diaplikasikan dalam aspek pengolahan dan
penanganan, khususnya pada produk perikanan yaitu fillet ikan. Sifat fillet
ikan adalah mudah mengalami kemunduran mutu, sehingga dibutuhkan
teknologi alternatif yang dapat membantu mempertahankan kesegarannya.
Beberapa cara yang umum dilakukan oleh industri fillet ikan dalam
mengatasi hal tersebut adalah dengan pendinginan dan penggunaan bahan
pengawet. Cara yang dilakukan tersebut cenderung kurang efisien, waktu
proses lebih lama, konsumsi energi yang tinggi dan mampu menimbulkan
dampak negatif terhadap kualitas produk. Menurut Gambuteanu et al. (2013),
dalam pemenuhan kualitas makanan dengan kriteria yang baik, dibutuhkan
proses-proses yang efisien, waktu proses yang lebih singkat, dan konsumsi
energi yang rendah tanpa menimbulkan dampak negatif pada produk.
Teknologi yang sesuai dengan proses tersebut adalah menggunakan
gelombang ultrasonik.
Gelombang ultrasonik didefinisikan sebagai bentuk energi yang
bergerak dalam gelombang suara dengan frekuensi lebih besar atau sama
dengan 20 kHz (Hoover 2001). Gelombang ultrasonik merupakan gelombang
mekanik longitudinal yang tidak dapat didengar oleh telinga manusia karena
memiliki frekuensi tinggi, dapat merambat dalam medium padat, cair, dan gas
(Eddi 2008). Penelitian dengan aplikasi gelombang ultrasonik dalam bidang
pangan khususnya pengawetan melalui inaktivasi mikroorganisme telah
banyak dilakukan, antara lain treatment bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli pada susu (Herceg et al. 2012), untuk inaktivasi fungi
Aspergillus flavus dan Penicillium digitatum (Malo-Lopez et al. 2005), dan
mengontrol mikroba dalam sistem pengolahan air (Broekman et al. 2010).
Cui et al. (2010) melaporkan selain dapat mengawetkan produk, pemberian
gelombang ultrasonik pun dapat menjaga kandungan gizi pada produk.
2
Aplikasi gelombang ultrasonik pada produk daging juga telah
dilaporkan. Gambuteanu dan Alexe (2013) membandingkan perubahan sifat
fisik, kimia, dan mikrobiologi antara daging babi yang diproses thawing
secara normal dan thawing menggunakan ultrasonik. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan. Chang et al. (2012)
meneliti pengaruh sonikasi terhadap perubahan karakteristik kolagen dari
daging sapi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sonikasi dengan
frekuensi rendah memiliki efek perubahan signifikan pada karakteristik
kolagen. Kordowska-Wiater dan Stasiak (2011) meneliti pengaruh ultrasonik
terhadap bakteri gram negatif pada kulit ayam. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan Pseudomonas sangat sensitif terhadap gelombang ultrasonik
dengan daya reduksi hingga 4,0 log CFU/cm2.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diduga gelombang ultrasonik
dapat diaplikasikan pada industri perikanan, khususnya dalam
mempertahankan kesegaran fillet ikan. Pengaruh gelombang ultrasonik pada
fillet ikan belum banyak dilakukan, oleh karena itu penelitian aplikasi
gelombang ultrasonik pada fillet ikan menjadi sangat penting untuk
dilakukan.
Perumusan Masalah
Fillet ikan nila mudah mengalami kemunduran mutu karena daging
ikan merupakan substrat potensial untuk pertumbuhan mikroorganisme,
sehingga dibutuhkan cara untuk mempertahankan kesegarannya. Cara yang
umum dilakukan untuk mempertahankan kesegaran ikan antara lain dengan
pendinginan dan penggunaan bahan pengawet. Cara yang dilakukan tersebut
cenderung kurang efisien, waktu proses lebih lama, konsumsi energi yang
tinggi dan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas produk, oleh
karena itu dibutuhkan cara yang efektif untuk mempertahankan kesegaran
ikan. Salah satunya adalah menggunakan gelombang ultrasonik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gelombang
ultrasonik terhadap parameter kesegaran fillet ikan (nilai organoleptik, pH,
Total Volatile Base, Total Plate Count). Tujuan khusus dari penelitian ini
adalah menganalisis pengaruh durasi sonikasi terhadap pertumbuhan mikroba
selama penyimpanan dan struktur fillet ikan secara histologis.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengaruh sonikasi pada fillet ikan yang ditinjau dari pengujian organoleptik,
pH, TVB, TPC dan histologi. Penelitian ini merupakan gagasan yang dapat
memberikan alternatif penanganan ikan dan diharapkan dapat diaplikasikan
pada industri perikanan.
3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah preparasi bahan baku, pembuatan
fillet ikan nila, pengujian organoleptik, pengujian pH, pengujian TVB,
Pengujian TPC, dan pengujian histologi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Juni 2014.
Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku
Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Proses sonikasi sampel
dilakukan di Laboratorium Optik dan Fotonika, Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pengujian organoleptik dilakukan
di Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan.
Pengujian TVB, TPC dan pH dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Pengujian Histologi
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila
(Oreochromis niloticus) dengan ukuran 200-250 gram per ekor. Bahan-bahan
lain merupakan bahan yang digunakan untuk analisis pH (larutan buffer
standar pH 7 dan 4, akuades), analisis Total Plate Count (larutan KH2PO4
1,7% steril, PCA), analisis Total Volatile Base (H3BO3, K2CO3, TCA 7%,
HCl 0,02 N). Bahan yang digunakan untuk uji histologi yaitu larutan Buffer
Normal Formalin 10% (Merck p.a.), alkohol p.a. 50-100% (Merck), xylol p.a.
(Merck), paraffin p.a. (Merck), hematoksilin p.a. (Merck), eosin p.a. (Merck),
dan mounting agent p.a. (Merck).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain osiloskop
(Model GOS-622G, 20MHz) dan Function Generator (Model BK Precision
4011A, 5MHz) untuk sonikasi sampel. Alat yang digunakan untuk pengujian
TVB yaitu timbangan analitik, homogenizer (Model Nissei Am), botol kaca,
kertas saring, cawan conway dan inkubator. Alat yang digunakan untuk uji
pH yaitu pH meter (Eutech Instrument). Alat yang digunakan pada uji TPC
yaitu labu Erlenmeyer, cawan petri, sudip, pisau, tabung reaksi, bunsen,
beaker glass, oven, inkubator dan autoklaf. Alat yang digunakan untuk
analisis organoleptik yaitu score sheet fillet ikan berdasarkan SNI 01-23462006. Alat yang digunakan untuk uji histologi antara lain pisau scalpel, botol
film, kasa, benang, gunting, botol film, pipet volumetrik, oven (Yamato DV 40),
cetakan yang terbuat dari kalender, mikrotom putar (Yamato Kohki LR-85), dan
mikroskop cahaya (Model Olympus CX41) beserta kamera DP21.
4
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, antara lain pembuatan
fillet ikan, sonikasi fillet ikan dengan durasi yang berbeda, pengujian
parameter kesegaran ikan (Organoleptik, pH, TVB, TPC), analisis mikroba
selama penyimpanan, dan uji histologi. Ikan nila segar dimatikan secara
langsung dengan cara ditusuk pada bagian medulla oblongata. Pengambilan
fillet tanpa kulit dilakukan untuk pengujian organoleptik, pH, TVB, dan TPC.
Daging juga diambil dalam bentuk fillet yang berkulit untuk pengujian
histologi dan disimpan dalam coolbox yang berisi es. Sebelum dilakukan
pemaparan dengan gelombang ultrasonik, wadah khusus untuk pengujian
dipersiapkan terlebih dahulu.
Setelah wadah disiapkan, selanjutnya fillet ikan dimasukkan ke dalam
wadah yang digunakan sebagai ruang sonikasi untuk meletakkan sampel,
kemudian alat pemancar gelombang ultrasonik dinyalakan untuk memberikan
paparan gelombang pada sampel. Frekuensi sonikasi yang digunakan adalah
20 kHz dan durasi sonikasi adalah 6, 9, dan 12 menit (mengacu pada
Herceg et al. 2012). Setelah proses sonikasi, selanjutnya fillet ikan diambil
dan dilakukan uji organoleptik (BSNa 2006), uji nilai pH (Apriyantono et al.
1989), uji nilai Total Volatile Base (Apriyantono et al. 1989), uji nilai Total
Plate Count (BSNb 2006).
Hasil pengujian TPC tahap pertama ini dilakukan untuk mendapatkan
sampel dengan perlakuan terbaik. Selanjutnya sampel dengan perlakuan
terbaik dari hasil uji TPC pertama diuji lebih lanjut struktur dagingnya
dengan uji histologi (Angka et al. 1990) dan diuji kembali nilai TPCnya pada
tahap kedua dengan tambahan penyimpanan (setiap 48 jam sekali selama 96
jam) pada suhu beku yang dibandingkan dengan kontrol. Diagram alir
prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1.
Ikan nila segar
Pembuatan fillet
Fillet tanpa kulit
Fillet berkulit
Sonikasi
(frekuensi: 20 kHz, durasi :6, 9, dan 12 menit)
Sonikasi
(frekuensi: 20 kHz, durasi : 9 menit)
Fillet tanpa kulit tersonikasi
Fillet berkulit tersonikasi
Analisis organoleptik (BSNa 2006)
Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)
Analisis TVB (Apriyantono et al. 1989)
Analisis TPC (BSNb 2006)
Analisis TPC tahap penyimpanan
Analisis histologi (Angka et al. 1990)
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
5
Analisis Penelitian
Analisis yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis
organoleptik fillet ikan (BSNa 2006), analisis pH (Apriyantono et al. 1989),
analisis TVB (Apriyantono et al. 1989), analisis TPC (BSNb 2006), dan
analisis histologi (Angka et al. 1990).
Analisis organoleptik (BSNa 2006)
Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah menggunakan
score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006 (Lampiran 5). Pengujian
organoleptik merupakan pengujian yang bersifat subjektif oleh panelis
menggunakan indera yang ditujukan pada penampakan, bau, dan tekstur.
Panelis dalam penelitian ini merupakan panelis semi terlatih yang berjumlah 30
orang. Data yang didapatkan berupa nilai yang berkisar 1-9. Nilai tersebut
diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut :
Segar
: nilai organoleptik berkisar antara 7-9
Agak segar
: nilai organoleptik berkisar antara 5-6
Tidak segar
: nilai organoleptik berkisar antara 1-3
Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter dengan cara
dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 15 gram daging ikan dihancurkan
dan dihomogenkan dengan 90 mL air destilata. Kemudian daging homogen
tersebut diukur dengan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan
buffer standar pH 4 dan 7. Data yang terbaca pada alat menunjukkan nilai pH
yang terukur.
Analisis TVB (Apriyatono et al. 1989)
Analisis TVB dilakukan 1 jam setelah sampel diberi perlakuan sonikasi,
setelah disonikasi, dilakukan preparasi dengan cara menimbang 15 gram
sampel yang diambil dari daging ikan kemudian ditambah 45 mL TCA 7% dan
dihomogenkan selama satu menit. Hasil homogenisasi kemudian disaring
sehingga diperoleh filtrat yang berwarna jernih. Setelah penyiapan sampel
maka dilakukan uji TVB dengan cara memasukkan 1 mL H3BO3 ke dalam
inner chamber, cawan conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi
hampir menutupi cawan. Filtrat sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam outer
chamber di sebelah kiri menggunakan pipet, kemudian 1 mL larutan K2CO3
jenuh ditambahkan ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan
K2CO3 tidak tercampur. Cawan segera ditutup dengan diolesi vaselin pada
pinggir cawan agar proses penutupan sempurna, lalu digerakkan memutar
sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur.
Cawan conway selanjutnya diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37 oC.
Larutan asam borat dalam inner chamber pada sampel dan blanko dititrasi
dengan larutan HCl 0,02 N dan cawan digoyang-goyangkan sampai larutan
6
asam borat berubah warna menjadi merah muda. Kadar TVB dapat dihitung
dengan rumus :
% N (mg N/100 g) = (a-b) x N HCl x 100 x fp x 14 mg N/100 g
g contoh 1
Keterangan :
a : mL titrasi sampel
b : mL titrasi blanko
fp
N
: faktor pengenceran
: normalitas HCl (0,02 N)
Analisis TPC (BSNb 2006)
Prinsip kerja analisis TPC adalah penghitungan jumlah bakteri yang ada
di dalam sampel (daging ikan) dengan pengenceran sesuai kebutuhan dan
dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan
mencampurkan 10 gram sampel yang telah dihancurkan yang diambil dari
bagian punggung ikan, lalu dimasukkan ke dalam botol yang berisi 5 mL
larutan KH2PO4 1,7% steril, kemudian ditambah aquades 500 mL, dikocok
sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 mL dan
dimasukkan ke dalam botol berisi 9 mL larutan garam sehingga diperoleh
contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen.
Pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai
pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung
pengenceran sebanyak 1 mL larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan
petri steril secara duplo menggunakan pipet steril.
Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 mL dan
digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian
didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah
berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu
35 °C ± 1 °C selama 48 jam ± 1 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik.
Pengamatan selanjutnya dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang ada
di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah
cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 25-250 koloni. Analisis ini
dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.
Analisis Histologi (Angka et al. 1990)
Pengamatan jaringan fillet ikan diawali dengan pembuatan preparat
daging ikan. Tahapan pembuatan preparat terdiri atas pemotongan fillet ikan,
fiksasi, dehidrasi, clearing, impregnasi, embedding, blocking, trimming,
pemotongan jaringan, pewarnaan, dan perekatan jaringan menggunakan
mounting agent. Fiksasi dilakukan dalam larutan BNF (Buffer Normal
Formalin) selama 24 - 48 jam. Larutan fiksasi dibuang, kemudian didehidrasi
melalui perendaman jaringan dalam alkohol pada suhu ruang dengan alkohol
secara berurutan yaitu alkohol 70% selama 24 jam, alkohol 80% selama 2 jam,
alkohol 90% selama 2 jam, alkohol 95% selama 2 jam, alkohol 95% selama
2 jam, alkohol 95% selama 2 jam, dan alkohol 100% selama 12 jam.
7
Proses clearing dimulai dari perendaman sampel dalam clearing agent.
Jaringan direndam dalam alkohol-xylol (1:1) selama 30 menit pada suhu ruang
yang dilanjutkan dengan perendaman jaringan dengan xylol I, xylol II, dan
xylol III yang masing-masing selama 30 menit. Proses selanjutnya adalah
impregnasi dan embedding. Impregnasi adalah perendaman jaringan ke dalam
xilol:parafin (1:1) dalam gelas piala selama 45 menit pada suhu 60 oC.
Embedding adalah perendaman jaringan di dalam parafin cair, yakni parafin I,
parafin II, parafin III masing-masing selama 45 menit pada suhu 60 oC.
Jaringan yang telah dibenamkan dalam parafin cair lalu dibentuk menyerupai
blok/kotak (dicetak agar mudah dipotong) dengan parafin cair yang kemudian
dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang
kaku, misal kertas kalender, dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm3.
Parafin cair dituangkan ke dalam cetakan hingga memenuhi sekitar
1/8 bagian cetakan dan dibiarkan hingga sedikit membeku. Jaringan disusun
dalam cetakan dengan bagian sayatan yang diperlukan menghadap ke dasar
cetakan dan dituangi parafin cair hingga material jaringan terendam. Jaringan
dibiarkan membeku pada suhu ruang selama 24 jam. Blok parafin yang
dikeluarkan dari cetakan lalu ditrimming menggunakan silet. Pemotongan
jaringan dilakukan menggunakan mikrotom setebal 4 μm. Pemotongan
jaringan dilakukan dengan posisi melintang. Pita-pita parafin yang terbentuk
diambil dengan jarum kemudian diletakkan di permukaan air hangat
(45-50 oC) waterbath. Pita-pita parafin kemudian ditempelkan pada gelas
objek yang telah diberi zat perekat misal albumin dengan cara memasukkan
kaca objek tersebut ke dalam waterbath dan menggerakkannya ke arah
paraffin, kemudian dibiarkan kering.
Tahapan selanjutnya adalah dewaxing yang dimulai dengan meletakkan
gelas objek yang berisi jaringan ke keranjang preparat. Keranjang tersebut
berisi 10 gelas objek. Keranjang yang telah berisi gelas objek direndam
dengan xylol I dan xylol II masing-masing selama 2 menit, dilanjutkan
perendaman dalam alkohol absolut (100%, 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50%)
masing-masing selama 2 menit. Objek dibilas dengan akuades selama
2 menit.
Proses pewarnaan dilakukan menggunakan hematoksilin dan eosin.
Gelas obyek dimasukkan ke dalam pewarna hematoksilin selama 7 menit dan
dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang
tidak diserap. Gelas obyek direndam kembali dalam pewarna eosin selama
3 menit dan dicuci kembali dengan akuades. Preparat jaringan kemudian
direndam dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, 100%, 100%, xilol I, xilol II.
masing-masing selama 2 menit. Proses selanjutnya adalah penutupan gelas
obyek dengan pemberian mounting agent atau Canada Balsam pada gelas
obyek dan ditutup dengan gelas penutup kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 40 oC selama 24 jam dan sampel diamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran 40x hingga 1000x lalu didokumentasikan untuk dijadikan
bahan analisis deskriptif. Diagram alir pembuatan preparat fillet ikan dapat
dilihat pada Lampiran 1.
8
Rancangan Percobaan
Model rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie 1991) adalah sebagai
berikut:
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij
µ
τi
εij
=
=
=
=
pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
rataan umum populasi
pengaruh perlakuan ke-i
pengaruh dari sisa perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Organoleptik
a) Kenampakan
Kenampakan merupakan parameter utama untuk menentukan tingkat
kesegaran ikan. Kenampakan juga berkaitan dengan perubahan warna daging
selama proses pengujian organoleptik dilakukan. Perubahan nilai organoleptik
pada parameter kenampakan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Histogram nilai organoleptik kenampakan fillet ikan nila
( = tanpa sonikasi,
12 menit)
= sonikasi 6 menit,
= sonikasi 9 menit,
= sonikasi
Fillet ikan yang tanpa dan dengan perlakuan sonikasi (6, 9, 12 menit)
diuji secara organoleptik pada jam ke-1 hingga ke-5 untuk menentukan nilai
kenampakannya. Hasil pengujian menunjukkan adanya perubahan, yaitu
diawali pada jam ke-1 seluruh sampel yang diberi perlakuan tidak mengalami
perubahan karena semua perlakuan menunjukkan nilai 7 (spesifikasi: daging
berwarna putih, kurang cemerlang, bersih, rapi, menarik, dan garis yang
terbentuk dari tulang belakang maupun linea lateralis berwarna merah, redup
9
dan tidak terbelah). Nilai organoleptik kenampakan menurun pada jam ke-4
dengan nilai 5 (spesifikasi: daging putih agak kehijauan, kurang cemerlang,
kurang menarik, dan garis yang terbentuk dari tulang belakang maupun linea
lateralis merah kecoklatan dan sedikit terbelah). Berdasarkan nilai
organoleptik kenampakan yang dihasilkan, fillet ikan masih memiliki
spesifikasi kenampakan ikan yang segar walaupun terjadi penurunan pada
setiap jam. Penurunan nilai kenampakan ini mengindikasikan adanya proses
kemunduran mutu akibat aktivitas mikroba dan enzim proteolitik yang
mendegradasi protein pada daging ikan.
Menurut Weeber et al. (2008), proses perubahan pada fillet ikan
tersebut terjadi karena aktivitas enzim dan mikroorganisme. Kedua hal
tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Berdasarkan hasil
statistik nilai organoleptik kenampakan yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Hal ini menunjukkan bahwa durasi sonikasi tidak mempengaruhi nilai
organoleptik kenampakan.
b)
Bau
Bau merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan tingkat
kesukaan seseorang terhadap suatu produk. Fillet ikan segar memiliki bau
yang spesifik jenis. Perubahan bau pada ikan dapat terjadi apabila ikan mulai
mengalami kebusukan. Perubahan nilai organoleptik pada parameter bau
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Histogram nilai organoleptik bau fillet ikan nila
( = tanpa sonikasi,
12 menit)
= sonikasi 6 menit,
= sonikasi 9 menit,
= sonikasi
Fillet ikan yang tanpa dan dengan perlakuan sonikasi (6, 9, 12 menit)
diuji secara organoleptik pada jam ke-1 hingga ke-5 untuk menentukan nilai
baunya. Hasil pengujian menunjukkan adanya perubahan, yaitu diawali pada
jam ke-1 seluruh sampel yang diberi perlakuan tidak mengalami perubahan
karena semua perlakuan menunjukkan nilai 7 (spesifikasi: bau segar,
spesifik jenis). Nilai organoleptik bau menurun pada jam ke-5 dengan nilai 5
10
(spesifikasi: Bau kurang segar, sedikit bau amoniak dan ada bau tambahan).
Berdasarkan nilai organoleptik bau yang dihasilkan, fillet ikan memiliki
spesifikasi bau ikan segar walaupun terjadi penurunan pada setiap jam.
Penurunan nilai organoleptik ini diduga akibat terbentuknya basa volatil
hasil dari degradasi protein oleh enzim proteolitik maupun aktivitas mikroba.
Menurut Karungi et al. (2003), pembentukan basa volatil terjadi akibat
degradasi protein dan derivatnya menghasilkan sejumlah basa yang mudah
menguap yaitu amoniak, histamin, H2S, dan trimetilamin yang berbau busuk.
Seluruh sampel memiliki nilai organoleptik bau yang seragam setiap jamnya.
Berdasarkan hasil statistik nilai organoleptik bau yang dihasilkan tidak
berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa durasi sonikasi tidak
mempengaruhi nilai organoleptik bau.
c)
Tekstur
Tekstur merupakan gabungan dari beberapa sifat yang berhubungan
dengan viskositas, elastisitas dan kekompakan daging fillet. Fillet ikan yang
segar akan menunjukkan tekstur daging ikan yang elastis, sementara tekstur
ikan yang tidak elastis menunjukkan bahwa fillet ikan sudah mengalami
kemunduran mutu atau busuk. Perubahan nilai organoleptik pada parameter
tekstur dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Histogram nilai organoleptik tekstur fillet ikan nila
( = tanpa sonikasi,
12 menit)
= sonikasi 6 menit,
= sonikasi 9 menit,
= sonikasi
Fillet ikan yang tanpa dan dengan perlakuan sonikasi (6, 9, 12 menit)
diuji secara organoleptik pada jam ke-1 hingga ke-5 untuk menentukan nilai
teksturnya. Hasil pengujian menunjukkan adanya perubahan, yaitu diawali
pada jam ke-1 seluruh sampel yang diberi perlakuan tidak mengalami
perubahan karena semua perlakuan menunjukkan nilai 8 (spesifikasi: elastis,
padat dan kompak). Nilai organoleptik bau menurun pada jam ke-5 dengan
nilai 5 (spesifikasi: kurang elastis, lunak dan kompak). Berdasarkan nilai
organoleptik tekstur yang dihasilkan, fillet ikan masih memiliki spesifikasi
11
tekstur ikan yang segar walaupun terjadi penurunan pada setiap jam.
Penurunan nilai organoleptik ini diduga akibat aktivitas enzim katepsin yang
merusak struktur daging ikan menjadi lunak dan kurang elastis.
Aktivitas katepsin sangat berpengaruh terhadap tekstur daging ikan
karena katepsin dapat menurunkan fleksibelitas (kekenyalan) sehingga daging
ikan menjadi tidak elastis dan jaringan daging ikan melunak (lembek)
(Haard dan Simpson 2000). Berdasarkan hasil statistik nilai organoleptik
tekstur yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
durasi sonikasi tidak mempengaruhi nilai organoleptik tekstur.
Derajat Keasaman (pH)
Indikator pengukuran tingkat kesegaran ikan salah satunya dapat
ditentukan melalui uji penentuan nilai derajat keasaman (pH). Pengujian pH
yang dilakukan menggunakan fillet ikan nila segar yang telah diberi
perlakuan gelombang ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 5.
Keterangan: Huruf ‘a’ dan ‘b’ adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap nilai pH yang
menunjukan beda nyata (p0,05).
Gambar 6 Histogram nilai Total Volatile Base (TVB) fillet ikan nila
Berdasarkan hasil yang tersaji pada Gambar 6, dapat dilihat bahwa
sampel tanpa sonikasi memiliki nilai TVB sebesar 13,149 + 0,646 mg N/
100 g, sampel yang disonikasi selama 6 menit memiliki nilai TVB sebesar
11,355 + 1,278 mg N/100 g, sampel yang disonikasi selama 9 menit memiliki
nilai TVB sebesar 10,647 + 0,038 mg N/100 g, dan sampel yang disonikasi
selama 12 menit memiliki nilai TVB sebesar 10,299 + 1,634 mg N/100 g.
Berdasarkan nilai TVB yang dihasilkan, fillet ikan masih dikategorikan
13
sebagai ikan segar dan layak konsumsi walaupun terdapat perbedaan pada
setiap sampelnya, dimana standar nilai TVB ikan segar berkisar pada nilai
10-20 mg N/100 g daging (Sen 2005).
Berdasarkan uji statistik, nilai TVB semua sampel hasil penelitian tidak
berbeda nyata (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa gelombang
ultrasonik tidak mempengaruhi nilai TVB. Perubahan nilai TVB pada ikan
lebih dipengaruhi oleh aktivitas proteolisis dari enzim dan mikroba yang
menghasilkan basa volatil. Menurut Jayasooria et al. (2007), gelombang
ultrasonik memiliki kemampuan dalam menghambat aktivitas enzim melalui
proses denaturasi protein. Menurut Ercan dan Soysal (2013), gelombang
ultrasonik menciptakan getaran terus menerus dan menyebabkan modifikasi
struktur sekunder dan tersier protein akibat pemecahan ikatan hidrogen atau
interaksi Van der Walls dalam rantai polipeptida. Perubahan ini menyebabkan
banyak hilangnya aktivitas enzim.
Total Plate Count
Pengujian Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu cara untuk
mengukur tingkat kesegaran ikan dengan megamati banyaknya jumlah bakteri
yang berkembang pada daging ikan. Uji TPC dilakukan dengan cara
menghitung jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media
pertumbuhan, yaitu media agar dan dilakukan inkubasi selama 48 jam ± 1
jam yang mengacu pada SNI 01-2332.3-2006. Nilai TPC fillet ikan nila dapat
dilihat pada Gambar 7.
5,0x104
4,5x104
4,0x104
3,5x104
3,0x104
2,5x104
2,0x104
1,5x104
1,0x104
0,5x104
0
Keterangan: Huruf ‘a’ dan ‘b’ adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap nilai TPC yang
menunjukan beda nyata (p
SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MEMPERTAHANKAN
KESEGARAN FILLET IKAN NILA
MAYA SOFIA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi
Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk Mempertahankan
Kesegaran Fillet Ikan Nila adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Maya Sofia
NIM C34100035
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
MAYA SOFIA. Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk
Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila. Dibimbing oleh RUDDY
SUWANDI dan AGOES MARDIONO JACOEB.
Fillet ikan termasuk salah satu produk perikanan yang mudah
mengalami kemunduran mutu, oleh karena itu dibutuhkan teknik
penanganan untuk mempertahankan kesegarannya. Gelombang ultrasonik
telah banyak diaplikasikan pada beberapa jenis produk pangan untuk
mempertahankan kesegaran melalui inaktivasi mikroba, namun aplikasinya
untuk produk perikanan belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisis pengaruh gelombang ultrasonik terhadap parameter
kesegaran ikan. Tahapan penelitian meliputi preparasi sampel, sonikasi,
pengujian parameter kesegaran ikan dan histologi. Gelombang ultrasonik
tidak berpengaruh terhadap nilai organoleptik dan TVB, namun berpengaruh
terhadap nilai pH dan TPC. Sampel dengan nilai TPC yang berbeda nyata
diuji TPC kembali pada penyimpanan ke-48 jam dan 96 jam. Hasil
pengujian nilai TPC menunjukkan bahwa sampel dengan durasi sonikasi
selama 9 menit (5,2x104 koloni/g) memiliki jumlah mikroba lebih rendah
dibandingkan sampel tanpa sonikasi (9,2x104 koloni/g). Hasil analisis
histologi menunjukkan bahwa sonikasi menyebabkan struktur serabut otot
terlihat kurang kompak dan pecahnya miomer.
Kata kunci: Fillet, gelombang ultrasonik, histologi, ikan nila, kesegaran,
sonikasi
ABSTRACT
MAYA SOFIA. Application of ultrasonic waves on maintaining freshness
of tilapia fillets. Supervised by RUDDY SUWANDI and AGOES
MARDIONO JACOEB.
Fish fillet is one of fisheries products that easily deteriorated,
therefore handling techniques needed to maintain the freshness. Ultrasonic
waves have been widely applied to some kinds of food products to maintain
freshness through microbial inactivation, but its application to fisheries
products has not been reported. The purpose of this study was to analyze the
effects of ultrasonic waves on fish freshness parameters. Stages of the study
include sample preparation, sonication, testing of the freshness parameters
and histology. The results showed no effect of ultrasonic waves on
organoleptic value and TVB, but affected the pH value and TPC. Sample
which has significant difference value of TPC, being further TPC
observation for the 48 and 96 hours storage. The TPC result showed that
value of sonicated sample for 9 minutes (5.2x104 colony/g) lower than
sample without sonication (9.2x104 colony/g). Histology analysis result
showed that sonication made muscle fiber structure less compact and
myomer deformation.
Keyword: fillet, freshness, histology, nile tilapia, sonication, ultrasonic
wave.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
APLIKASI GELOMBANG ULTRASONIK
SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MEMPERTAHANKAN
KESEGARAN FILLET IKAN NILA
MAYA SOFIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk
Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila
Nama
: Maya Sofia
NIM
: C34100035
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Ruddy Suwandi, MS MPhil
Pembimbing I
Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl-Biol
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: …………………………………………….
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Aplikasi Gelombang Utrasonik sebagai Alternatif untuk
Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam proses penulisan skripsi ini, terutama kepada :
1. Dr Ir Ruddy Suwandi, MS, MPhil dan Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl-Biol
selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingannya kepada penulis,
2. Prof Dr Ir Nurjanah MS, selaku dosen penguji atas segala masukan yang
diberikan kepada penulis,
3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan,
4. Ibu, Ayah, Abang Harun, Mba Hafshah, Mba Eca, Tia, dan Nafis yang
telah memberikan doa dan semangatnya kepada penulis,
5. Dr Akhiruddin Maddu, MSi yang telah memberi saran terhadap
penelitian,
6. Bapak Jun, Mas Alan, dan Rofiqul Umam (Departemen Fisika), Bapak
Ranta (Departemen Budidaya Perairan), Bapak Saeful dan Ibu Ema
(Departemen Teknologi Hasil Perairan) yang telah membantu dalam
penelitian,
7. Teman-teman sepenelitian (Fatma, Bang Olong, dan Bang Esa) serta
keluarga besar THP 47 yang telah memotivasi dan menyemangati penulis
selama penelitian
8. Teman-teman Radar 6 (Meli, Febri, Zara, dan Asta) atas semangat serta
motivasinya kepada penulis, serta pihak lain yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2014
Maya Sofia
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
PENDAHULUAN …………………………………………………………
Latar Belakang ………………………………………………………….
Perumusan Masalah …………………………………………………….
Tujuan Penelitian ………………………………………………………..
Manfaat Penelitian ………………………………………………………
Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………………
METODE PENELITIAN ………………………………………………….
Bahan dan Alat Penelitian………………………………………………..
Prosedur Penelitian ……………………………………………………...
Analisis Penelitian ……………………………………………………….
Analisis Organoleptik (BSNa 2006)………………………………………
Analisis pH (Apriyantono et al. 1989) ……………………………………
Analisis TVB (Apriyantono et al. 1989) ………………………………….
Analisis TPC (BSNb 2006) ………………………………………………..
Analisis Histologi (Angka et al. 1990) ………………………………......
Rancangan Percobaan ……………………………………………………
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………..
Uji Organoleptik …………………………………………………………
Derajat Keasaman (pH) ………………………………………………….
Total Volatile Base ……………………………………………………….
Total Plate Count ………………………………………………………...
Nilai TPC Fillet Selama Penyimpanan …………………………………..
Karakteristik Histologis …………………………………………………...
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...
Kesimpulan ……………………………………………………………….
Saran ……………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….
LAMPIRAN ………………………………………………………………...
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………
vi
vii
1
1
2
2
2
3
3
3
4
5
5
5
5
6
6
8
8
8
11
12
13
15
17
18
18
19
19
22
29
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian ………………………….………..
2 Histogram nilai organoleptik kenampakan fillet ikan nila..………...
3 Histogram nilai organoleptik bau fillet ikan nila .…………………..
4 Histogram nilai organoleptik tekstur fillet ikan nila .……………….
5 Histogram nilai pH fillet ikan nila .………………………………….
6 Histogram nilai TVB fillet ikan nila …………………………….…..
7 Histogram nilai TPC fillet ikan nila .………………………………...
8 Grafik nilai TPC selama penyimpanan .……………………………..
9 Jaringan ikan nila segar (400x) ..…………………………………….
10 Jaringan ikan nila busuk (400x) ..…………………………………....
4
8
9
10
11
12
13
15
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir pembuatan preparat uji histologi ……………………..
2 a. Tabel uji Kruskal Wallis uji pH …………………………………..
b. Tabel ANOVA dan hasil uji Duncan nilai pH ……………………
3 Tabel Uji Kruskal Wallis uji TVB …………………………………..
4 a. Tabel uji Kruskal Wallis uji TPC …………………………………
b. Tabel ANOVA dan hasil uji Duncan nilai TPC …………………..
5 Lembar penilaian sensori fillet ikan …………………………………
6 Dokumentasi penelitian ……………………………………………...
23
24
24
25
26
26
27
28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi pangan saat ini telah berkembang pesat. Hal ini menuntut
pelaku industri mampu melakukan inovasi terbaru terhadap produk yang akan
dipasarkan. Beberapa inovasi yang dilakukan bertujuan untuk
mempertahankan kualitas produk yang akan dipasarkan untuk memenuhi
permintaan konsumen. Inovasi-inovasi yang dilakukan merupakan pilihan
yang tepat untuk terus memperbaiki kualitas produk yang akan dihasilkan.
Banyaknya penelitian yang telah dikembangkan adalah untuk mencari
alternatif terbaik agar dapat diaplikasikan dengan mudah dan efisien. Industri
pangan, salah satunya perikanan, membutuhkan teknologi yang mudah dan
efisien untuk diaplikasikan dalam penggunaannya pada jenis-jenis produk
unggulan, misalnya fillet ikan.
Fillet ikan membutuhkan proses yang khusus dalam pengolahan dan
penanganannya. Produk perikanan harus melalui proses yang bersih (clean),
hati-hati (careful), dan dalam kondisi yang dingin (cool), serta cepat ditangani
(quick) (C3Q) (Yunizal dan Wibowo 1998). Kondisi tersebutlah yang
melatarbelakangi pentingnya dilakukan inovasi baru untuk mendapatkan
alternatif yang tepat agar dapat diaplikasikan dalam aspek pengolahan dan
penanganan, khususnya pada produk perikanan yaitu fillet ikan. Sifat fillet
ikan adalah mudah mengalami kemunduran mutu, sehingga dibutuhkan
teknologi alternatif yang dapat membantu mempertahankan kesegarannya.
Beberapa cara yang umum dilakukan oleh industri fillet ikan dalam
mengatasi hal tersebut adalah dengan pendinginan dan penggunaan bahan
pengawet. Cara yang dilakukan tersebut cenderung kurang efisien, waktu
proses lebih lama, konsumsi energi yang tinggi dan mampu menimbulkan
dampak negatif terhadap kualitas produk. Menurut Gambuteanu et al. (2013),
dalam pemenuhan kualitas makanan dengan kriteria yang baik, dibutuhkan
proses-proses yang efisien, waktu proses yang lebih singkat, dan konsumsi
energi yang rendah tanpa menimbulkan dampak negatif pada produk.
Teknologi yang sesuai dengan proses tersebut adalah menggunakan
gelombang ultrasonik.
Gelombang ultrasonik didefinisikan sebagai bentuk energi yang
bergerak dalam gelombang suara dengan frekuensi lebih besar atau sama
dengan 20 kHz (Hoover 2001). Gelombang ultrasonik merupakan gelombang
mekanik longitudinal yang tidak dapat didengar oleh telinga manusia karena
memiliki frekuensi tinggi, dapat merambat dalam medium padat, cair, dan gas
(Eddi 2008). Penelitian dengan aplikasi gelombang ultrasonik dalam bidang
pangan khususnya pengawetan melalui inaktivasi mikroorganisme telah
banyak dilakukan, antara lain treatment bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli pada susu (Herceg et al. 2012), untuk inaktivasi fungi
Aspergillus flavus dan Penicillium digitatum (Malo-Lopez et al. 2005), dan
mengontrol mikroba dalam sistem pengolahan air (Broekman et al. 2010).
Cui et al. (2010) melaporkan selain dapat mengawetkan produk, pemberian
gelombang ultrasonik pun dapat menjaga kandungan gizi pada produk.
2
Aplikasi gelombang ultrasonik pada produk daging juga telah
dilaporkan. Gambuteanu dan Alexe (2013) membandingkan perubahan sifat
fisik, kimia, dan mikrobiologi antara daging babi yang diproses thawing
secara normal dan thawing menggunakan ultrasonik. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan. Chang et al. (2012)
meneliti pengaruh sonikasi terhadap perubahan karakteristik kolagen dari
daging sapi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sonikasi dengan
frekuensi rendah memiliki efek perubahan signifikan pada karakteristik
kolagen. Kordowska-Wiater dan Stasiak (2011) meneliti pengaruh ultrasonik
terhadap bakteri gram negatif pada kulit ayam. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan Pseudomonas sangat sensitif terhadap gelombang ultrasonik
dengan daya reduksi hingga 4,0 log CFU/cm2.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diduga gelombang ultrasonik
dapat diaplikasikan pada industri perikanan, khususnya dalam
mempertahankan kesegaran fillet ikan. Pengaruh gelombang ultrasonik pada
fillet ikan belum banyak dilakukan, oleh karena itu penelitian aplikasi
gelombang ultrasonik pada fillet ikan menjadi sangat penting untuk
dilakukan.
Perumusan Masalah
Fillet ikan nila mudah mengalami kemunduran mutu karena daging
ikan merupakan substrat potensial untuk pertumbuhan mikroorganisme,
sehingga dibutuhkan cara untuk mempertahankan kesegarannya. Cara yang
umum dilakukan untuk mempertahankan kesegaran ikan antara lain dengan
pendinginan dan penggunaan bahan pengawet. Cara yang dilakukan tersebut
cenderung kurang efisien, waktu proses lebih lama, konsumsi energi yang
tinggi dan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas produk, oleh
karena itu dibutuhkan cara yang efektif untuk mempertahankan kesegaran
ikan. Salah satunya adalah menggunakan gelombang ultrasonik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gelombang
ultrasonik terhadap parameter kesegaran fillet ikan (nilai organoleptik, pH,
Total Volatile Base, Total Plate Count). Tujuan khusus dari penelitian ini
adalah menganalisis pengaruh durasi sonikasi terhadap pertumbuhan mikroba
selama penyimpanan dan struktur fillet ikan secara histologis.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengaruh sonikasi pada fillet ikan yang ditinjau dari pengujian organoleptik,
pH, TVB, TPC dan histologi. Penelitian ini merupakan gagasan yang dapat
memberikan alternatif penanganan ikan dan diharapkan dapat diaplikasikan
pada industri perikanan.
3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah preparasi bahan baku, pembuatan
fillet ikan nila, pengujian organoleptik, pengujian pH, pengujian TVB,
Pengujian TPC, dan pengujian histologi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Juni 2014.
Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku
Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Proses sonikasi sampel
dilakukan di Laboratorium Optik dan Fotonika, Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pengujian organoleptik dilakukan
di Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan.
Pengujian TVB, TPC dan pH dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Pengujian Histologi
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila
(Oreochromis niloticus) dengan ukuran 200-250 gram per ekor. Bahan-bahan
lain merupakan bahan yang digunakan untuk analisis pH (larutan buffer
standar pH 7 dan 4, akuades), analisis Total Plate Count (larutan KH2PO4
1,7% steril, PCA), analisis Total Volatile Base (H3BO3, K2CO3, TCA 7%,
HCl 0,02 N). Bahan yang digunakan untuk uji histologi yaitu larutan Buffer
Normal Formalin 10% (Merck p.a.), alkohol p.a. 50-100% (Merck), xylol p.a.
(Merck), paraffin p.a. (Merck), hematoksilin p.a. (Merck), eosin p.a. (Merck),
dan mounting agent p.a. (Merck).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain osiloskop
(Model GOS-622G, 20MHz) dan Function Generator (Model BK Precision
4011A, 5MHz) untuk sonikasi sampel. Alat yang digunakan untuk pengujian
TVB yaitu timbangan analitik, homogenizer (Model Nissei Am), botol kaca,
kertas saring, cawan conway dan inkubator. Alat yang digunakan untuk uji
pH yaitu pH meter (Eutech Instrument). Alat yang digunakan pada uji TPC
yaitu labu Erlenmeyer, cawan petri, sudip, pisau, tabung reaksi, bunsen,
beaker glass, oven, inkubator dan autoklaf. Alat yang digunakan untuk
analisis organoleptik yaitu score sheet fillet ikan berdasarkan SNI 01-23462006. Alat yang digunakan untuk uji histologi antara lain pisau scalpel, botol
film, kasa, benang, gunting, botol film, pipet volumetrik, oven (Yamato DV 40),
cetakan yang terbuat dari kalender, mikrotom putar (Yamato Kohki LR-85), dan
mikroskop cahaya (Model Olympus CX41) beserta kamera DP21.
4
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, antara lain pembuatan
fillet ikan, sonikasi fillet ikan dengan durasi yang berbeda, pengujian
parameter kesegaran ikan (Organoleptik, pH, TVB, TPC), analisis mikroba
selama penyimpanan, dan uji histologi. Ikan nila segar dimatikan secara
langsung dengan cara ditusuk pada bagian medulla oblongata. Pengambilan
fillet tanpa kulit dilakukan untuk pengujian organoleptik, pH, TVB, dan TPC.
Daging juga diambil dalam bentuk fillet yang berkulit untuk pengujian
histologi dan disimpan dalam coolbox yang berisi es. Sebelum dilakukan
pemaparan dengan gelombang ultrasonik, wadah khusus untuk pengujian
dipersiapkan terlebih dahulu.
Setelah wadah disiapkan, selanjutnya fillet ikan dimasukkan ke dalam
wadah yang digunakan sebagai ruang sonikasi untuk meletakkan sampel,
kemudian alat pemancar gelombang ultrasonik dinyalakan untuk memberikan
paparan gelombang pada sampel. Frekuensi sonikasi yang digunakan adalah
20 kHz dan durasi sonikasi adalah 6, 9, dan 12 menit (mengacu pada
Herceg et al. 2012). Setelah proses sonikasi, selanjutnya fillet ikan diambil
dan dilakukan uji organoleptik (BSNa 2006), uji nilai pH (Apriyantono et al.
1989), uji nilai Total Volatile Base (Apriyantono et al. 1989), uji nilai Total
Plate Count (BSNb 2006).
Hasil pengujian TPC tahap pertama ini dilakukan untuk mendapatkan
sampel dengan perlakuan terbaik. Selanjutnya sampel dengan perlakuan
terbaik dari hasil uji TPC pertama diuji lebih lanjut struktur dagingnya
dengan uji histologi (Angka et al. 1990) dan diuji kembali nilai TPCnya pada
tahap kedua dengan tambahan penyimpanan (setiap 48 jam sekali selama 96
jam) pada suhu beku yang dibandingkan dengan kontrol. Diagram alir
prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1.
Ikan nila segar
Pembuatan fillet
Fillet tanpa kulit
Fillet berkulit
Sonikasi
(frekuensi: 20 kHz, durasi :6, 9, dan 12 menit)
Sonikasi
(frekuensi: 20 kHz, durasi : 9 menit)
Fillet tanpa kulit tersonikasi
Fillet berkulit tersonikasi
Analisis organoleptik (BSNa 2006)
Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)
Analisis TVB (Apriyantono et al. 1989)
Analisis TPC (BSNb 2006)
Analisis TPC tahap penyimpanan
Analisis histologi (Angka et al. 1990)
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
5
Analisis Penelitian
Analisis yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis
organoleptik fillet ikan (BSNa 2006), analisis pH (Apriyantono et al. 1989),
analisis TVB (Apriyantono et al. 1989), analisis TPC (BSNb 2006), dan
analisis histologi (Angka et al. 1990).
Analisis organoleptik (BSNa 2006)
Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah menggunakan
score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006 (Lampiran 5). Pengujian
organoleptik merupakan pengujian yang bersifat subjektif oleh panelis
menggunakan indera yang ditujukan pada penampakan, bau, dan tekstur.
Panelis dalam penelitian ini merupakan panelis semi terlatih yang berjumlah 30
orang. Data yang didapatkan berupa nilai yang berkisar 1-9. Nilai tersebut
diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut :
Segar
: nilai organoleptik berkisar antara 7-9
Agak segar
: nilai organoleptik berkisar antara 5-6
Tidak segar
: nilai organoleptik berkisar antara 1-3
Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter dengan cara
dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 15 gram daging ikan dihancurkan
dan dihomogenkan dengan 90 mL air destilata. Kemudian daging homogen
tersebut diukur dengan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan
buffer standar pH 4 dan 7. Data yang terbaca pada alat menunjukkan nilai pH
yang terukur.
Analisis TVB (Apriyatono et al. 1989)
Analisis TVB dilakukan 1 jam setelah sampel diberi perlakuan sonikasi,
setelah disonikasi, dilakukan preparasi dengan cara menimbang 15 gram
sampel yang diambil dari daging ikan kemudian ditambah 45 mL TCA 7% dan
dihomogenkan selama satu menit. Hasil homogenisasi kemudian disaring
sehingga diperoleh filtrat yang berwarna jernih. Setelah penyiapan sampel
maka dilakukan uji TVB dengan cara memasukkan 1 mL H3BO3 ke dalam
inner chamber, cawan conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi
hampir menutupi cawan. Filtrat sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam outer
chamber di sebelah kiri menggunakan pipet, kemudian 1 mL larutan K2CO3
jenuh ditambahkan ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan
K2CO3 tidak tercampur. Cawan segera ditutup dengan diolesi vaselin pada
pinggir cawan agar proses penutupan sempurna, lalu digerakkan memutar
sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur.
Cawan conway selanjutnya diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37 oC.
Larutan asam borat dalam inner chamber pada sampel dan blanko dititrasi
dengan larutan HCl 0,02 N dan cawan digoyang-goyangkan sampai larutan
6
asam borat berubah warna menjadi merah muda. Kadar TVB dapat dihitung
dengan rumus :
% N (mg N/100 g) = (a-b) x N HCl x 100 x fp x 14 mg N/100 g
g contoh 1
Keterangan :
a : mL titrasi sampel
b : mL titrasi blanko
fp
N
: faktor pengenceran
: normalitas HCl (0,02 N)
Analisis TPC (BSNb 2006)
Prinsip kerja analisis TPC adalah penghitungan jumlah bakteri yang ada
di dalam sampel (daging ikan) dengan pengenceran sesuai kebutuhan dan
dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan
mencampurkan 10 gram sampel yang telah dihancurkan yang diambil dari
bagian punggung ikan, lalu dimasukkan ke dalam botol yang berisi 5 mL
larutan KH2PO4 1,7% steril, kemudian ditambah aquades 500 mL, dikocok
sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 mL dan
dimasukkan ke dalam botol berisi 9 mL larutan garam sehingga diperoleh
contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen.
Pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai
pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung
pengenceran sebanyak 1 mL larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan
petri steril secara duplo menggunakan pipet steril.
Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 mL dan
digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian
didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah
berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu
35 °C ± 1 °C selama 48 jam ± 1 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik.
Pengamatan selanjutnya dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang ada
di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah
cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 25-250 koloni. Analisis ini
dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.
Analisis Histologi (Angka et al. 1990)
Pengamatan jaringan fillet ikan diawali dengan pembuatan preparat
daging ikan. Tahapan pembuatan preparat terdiri atas pemotongan fillet ikan,
fiksasi, dehidrasi, clearing, impregnasi, embedding, blocking, trimming,
pemotongan jaringan, pewarnaan, dan perekatan jaringan menggunakan
mounting agent. Fiksasi dilakukan dalam larutan BNF (Buffer Normal
Formalin) selama 24 - 48 jam. Larutan fiksasi dibuang, kemudian didehidrasi
melalui perendaman jaringan dalam alkohol pada suhu ruang dengan alkohol
secara berurutan yaitu alkohol 70% selama 24 jam, alkohol 80% selama 2 jam,
alkohol 90% selama 2 jam, alkohol 95% selama 2 jam, alkohol 95% selama
2 jam, alkohol 95% selama 2 jam, dan alkohol 100% selama 12 jam.
7
Proses clearing dimulai dari perendaman sampel dalam clearing agent.
Jaringan direndam dalam alkohol-xylol (1:1) selama 30 menit pada suhu ruang
yang dilanjutkan dengan perendaman jaringan dengan xylol I, xylol II, dan
xylol III yang masing-masing selama 30 menit. Proses selanjutnya adalah
impregnasi dan embedding. Impregnasi adalah perendaman jaringan ke dalam
xilol:parafin (1:1) dalam gelas piala selama 45 menit pada suhu 60 oC.
Embedding adalah perendaman jaringan di dalam parafin cair, yakni parafin I,
parafin II, parafin III masing-masing selama 45 menit pada suhu 60 oC.
Jaringan yang telah dibenamkan dalam parafin cair lalu dibentuk menyerupai
blok/kotak (dicetak agar mudah dipotong) dengan parafin cair yang kemudian
dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang
kaku, misal kertas kalender, dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm3.
Parafin cair dituangkan ke dalam cetakan hingga memenuhi sekitar
1/8 bagian cetakan dan dibiarkan hingga sedikit membeku. Jaringan disusun
dalam cetakan dengan bagian sayatan yang diperlukan menghadap ke dasar
cetakan dan dituangi parafin cair hingga material jaringan terendam. Jaringan
dibiarkan membeku pada suhu ruang selama 24 jam. Blok parafin yang
dikeluarkan dari cetakan lalu ditrimming menggunakan silet. Pemotongan
jaringan dilakukan menggunakan mikrotom setebal 4 μm. Pemotongan
jaringan dilakukan dengan posisi melintang. Pita-pita parafin yang terbentuk
diambil dengan jarum kemudian diletakkan di permukaan air hangat
(45-50 oC) waterbath. Pita-pita parafin kemudian ditempelkan pada gelas
objek yang telah diberi zat perekat misal albumin dengan cara memasukkan
kaca objek tersebut ke dalam waterbath dan menggerakkannya ke arah
paraffin, kemudian dibiarkan kering.
Tahapan selanjutnya adalah dewaxing yang dimulai dengan meletakkan
gelas objek yang berisi jaringan ke keranjang preparat. Keranjang tersebut
berisi 10 gelas objek. Keranjang yang telah berisi gelas objek direndam
dengan xylol I dan xylol II masing-masing selama 2 menit, dilanjutkan
perendaman dalam alkohol absolut (100%, 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50%)
masing-masing selama 2 menit. Objek dibilas dengan akuades selama
2 menit.
Proses pewarnaan dilakukan menggunakan hematoksilin dan eosin.
Gelas obyek dimasukkan ke dalam pewarna hematoksilin selama 7 menit dan
dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang
tidak diserap. Gelas obyek direndam kembali dalam pewarna eosin selama
3 menit dan dicuci kembali dengan akuades. Preparat jaringan kemudian
direndam dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, 100%, 100%, xilol I, xilol II.
masing-masing selama 2 menit. Proses selanjutnya adalah penutupan gelas
obyek dengan pemberian mounting agent atau Canada Balsam pada gelas
obyek dan ditutup dengan gelas penutup kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 40 oC selama 24 jam dan sampel diamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran 40x hingga 1000x lalu didokumentasikan untuk dijadikan
bahan analisis deskriptif. Diagram alir pembuatan preparat fillet ikan dapat
dilihat pada Lampiran 1.
8
Rancangan Percobaan
Model rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie 1991) adalah sebagai
berikut:
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij
µ
τi
εij
=
=
=
=
pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
rataan umum populasi
pengaruh perlakuan ke-i
pengaruh dari sisa perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Organoleptik
a) Kenampakan
Kenampakan merupakan parameter utama untuk menentukan tingkat
kesegaran ikan. Kenampakan juga berkaitan dengan perubahan warna daging
selama proses pengujian organoleptik dilakukan. Perubahan nilai organoleptik
pada parameter kenampakan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Histogram nilai organoleptik kenampakan fillet ikan nila
( = tanpa sonikasi,
12 menit)
= sonikasi 6 menit,
= sonikasi 9 menit,
= sonikasi
Fillet ikan yang tanpa dan dengan perlakuan sonikasi (6, 9, 12 menit)
diuji secara organoleptik pada jam ke-1 hingga ke-5 untuk menentukan nilai
kenampakannya. Hasil pengujian menunjukkan adanya perubahan, yaitu
diawali pada jam ke-1 seluruh sampel yang diberi perlakuan tidak mengalami
perubahan karena semua perlakuan menunjukkan nilai 7 (spesifikasi: daging
berwarna putih, kurang cemerlang, bersih, rapi, menarik, dan garis yang
terbentuk dari tulang belakang maupun linea lateralis berwarna merah, redup
9
dan tidak terbelah). Nilai organoleptik kenampakan menurun pada jam ke-4
dengan nilai 5 (spesifikasi: daging putih agak kehijauan, kurang cemerlang,
kurang menarik, dan garis yang terbentuk dari tulang belakang maupun linea
lateralis merah kecoklatan dan sedikit terbelah). Berdasarkan nilai
organoleptik kenampakan yang dihasilkan, fillet ikan masih memiliki
spesifikasi kenampakan ikan yang segar walaupun terjadi penurunan pada
setiap jam. Penurunan nilai kenampakan ini mengindikasikan adanya proses
kemunduran mutu akibat aktivitas mikroba dan enzim proteolitik yang
mendegradasi protein pada daging ikan.
Menurut Weeber et al. (2008), proses perubahan pada fillet ikan
tersebut terjadi karena aktivitas enzim dan mikroorganisme. Kedua hal
tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Berdasarkan hasil
statistik nilai organoleptik kenampakan yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Hal ini menunjukkan bahwa durasi sonikasi tidak mempengaruhi nilai
organoleptik kenampakan.
b)
Bau
Bau merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan tingkat
kesukaan seseorang terhadap suatu produk. Fillet ikan segar memiliki bau
yang spesifik jenis. Perubahan bau pada ikan dapat terjadi apabila ikan mulai
mengalami kebusukan. Perubahan nilai organoleptik pada parameter bau
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Histogram nilai organoleptik bau fillet ikan nila
( = tanpa sonikasi,
12 menit)
= sonikasi 6 menit,
= sonikasi 9 menit,
= sonikasi
Fillet ikan yang tanpa dan dengan perlakuan sonikasi (6, 9, 12 menit)
diuji secara organoleptik pada jam ke-1 hingga ke-5 untuk menentukan nilai
baunya. Hasil pengujian menunjukkan adanya perubahan, yaitu diawali pada
jam ke-1 seluruh sampel yang diberi perlakuan tidak mengalami perubahan
karena semua perlakuan menunjukkan nilai 7 (spesifikasi: bau segar,
spesifik jenis). Nilai organoleptik bau menurun pada jam ke-5 dengan nilai 5
10
(spesifikasi: Bau kurang segar, sedikit bau amoniak dan ada bau tambahan).
Berdasarkan nilai organoleptik bau yang dihasilkan, fillet ikan memiliki
spesifikasi bau ikan segar walaupun terjadi penurunan pada setiap jam.
Penurunan nilai organoleptik ini diduga akibat terbentuknya basa volatil
hasil dari degradasi protein oleh enzim proteolitik maupun aktivitas mikroba.
Menurut Karungi et al. (2003), pembentukan basa volatil terjadi akibat
degradasi protein dan derivatnya menghasilkan sejumlah basa yang mudah
menguap yaitu amoniak, histamin, H2S, dan trimetilamin yang berbau busuk.
Seluruh sampel memiliki nilai organoleptik bau yang seragam setiap jamnya.
Berdasarkan hasil statistik nilai organoleptik bau yang dihasilkan tidak
berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa durasi sonikasi tidak
mempengaruhi nilai organoleptik bau.
c)
Tekstur
Tekstur merupakan gabungan dari beberapa sifat yang berhubungan
dengan viskositas, elastisitas dan kekompakan daging fillet. Fillet ikan yang
segar akan menunjukkan tekstur daging ikan yang elastis, sementara tekstur
ikan yang tidak elastis menunjukkan bahwa fillet ikan sudah mengalami
kemunduran mutu atau busuk. Perubahan nilai organoleptik pada parameter
tekstur dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Histogram nilai organoleptik tekstur fillet ikan nila
( = tanpa sonikasi,
12 menit)
= sonikasi 6 menit,
= sonikasi 9 menit,
= sonikasi
Fillet ikan yang tanpa dan dengan perlakuan sonikasi (6, 9, 12 menit)
diuji secara organoleptik pada jam ke-1 hingga ke-5 untuk menentukan nilai
teksturnya. Hasil pengujian menunjukkan adanya perubahan, yaitu diawali
pada jam ke-1 seluruh sampel yang diberi perlakuan tidak mengalami
perubahan karena semua perlakuan menunjukkan nilai 8 (spesifikasi: elastis,
padat dan kompak). Nilai organoleptik bau menurun pada jam ke-5 dengan
nilai 5 (spesifikasi: kurang elastis, lunak dan kompak). Berdasarkan nilai
organoleptik tekstur yang dihasilkan, fillet ikan masih memiliki spesifikasi
11
tekstur ikan yang segar walaupun terjadi penurunan pada setiap jam.
Penurunan nilai organoleptik ini diduga akibat aktivitas enzim katepsin yang
merusak struktur daging ikan menjadi lunak dan kurang elastis.
Aktivitas katepsin sangat berpengaruh terhadap tekstur daging ikan
karena katepsin dapat menurunkan fleksibelitas (kekenyalan) sehingga daging
ikan menjadi tidak elastis dan jaringan daging ikan melunak (lembek)
(Haard dan Simpson 2000). Berdasarkan hasil statistik nilai organoleptik
tekstur yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
durasi sonikasi tidak mempengaruhi nilai organoleptik tekstur.
Derajat Keasaman (pH)
Indikator pengukuran tingkat kesegaran ikan salah satunya dapat
ditentukan melalui uji penentuan nilai derajat keasaman (pH). Pengujian pH
yang dilakukan menggunakan fillet ikan nila segar yang telah diberi
perlakuan gelombang ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 5.
Keterangan: Huruf ‘a’ dan ‘b’ adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap nilai pH yang
menunjukan beda nyata (p0,05).
Gambar 6 Histogram nilai Total Volatile Base (TVB) fillet ikan nila
Berdasarkan hasil yang tersaji pada Gambar 6, dapat dilihat bahwa
sampel tanpa sonikasi memiliki nilai TVB sebesar 13,149 + 0,646 mg N/
100 g, sampel yang disonikasi selama 6 menit memiliki nilai TVB sebesar
11,355 + 1,278 mg N/100 g, sampel yang disonikasi selama 9 menit memiliki
nilai TVB sebesar 10,647 + 0,038 mg N/100 g, dan sampel yang disonikasi
selama 12 menit memiliki nilai TVB sebesar 10,299 + 1,634 mg N/100 g.
Berdasarkan nilai TVB yang dihasilkan, fillet ikan masih dikategorikan
13
sebagai ikan segar dan layak konsumsi walaupun terdapat perbedaan pada
setiap sampelnya, dimana standar nilai TVB ikan segar berkisar pada nilai
10-20 mg N/100 g daging (Sen 2005).
Berdasarkan uji statistik, nilai TVB semua sampel hasil penelitian tidak
berbeda nyata (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa gelombang
ultrasonik tidak mempengaruhi nilai TVB. Perubahan nilai TVB pada ikan
lebih dipengaruhi oleh aktivitas proteolisis dari enzim dan mikroba yang
menghasilkan basa volatil. Menurut Jayasooria et al. (2007), gelombang
ultrasonik memiliki kemampuan dalam menghambat aktivitas enzim melalui
proses denaturasi protein. Menurut Ercan dan Soysal (2013), gelombang
ultrasonik menciptakan getaran terus menerus dan menyebabkan modifikasi
struktur sekunder dan tersier protein akibat pemecahan ikatan hidrogen atau
interaksi Van der Walls dalam rantai polipeptida. Perubahan ini menyebabkan
banyak hilangnya aktivitas enzim.
Total Plate Count
Pengujian Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu cara untuk
mengukur tingkat kesegaran ikan dengan megamati banyaknya jumlah bakteri
yang berkembang pada daging ikan. Uji TPC dilakukan dengan cara
menghitung jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media
pertumbuhan, yaitu media agar dan dilakukan inkubasi selama 48 jam ± 1
jam yang mengacu pada SNI 01-2332.3-2006. Nilai TPC fillet ikan nila dapat
dilihat pada Gambar 7.
5,0x104
4,5x104
4,0x104
3,5x104
3,0x104
2,5x104
2,0x104
1,5x104
1,0x104
0,5x104
0
Keterangan: Huruf ‘a’ dan ‘b’ adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap nilai TPC yang
menunjukan beda nyata (p