Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting – Ikan Nila (Studi Kasus: Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

(1)

ANALISIS USAHA TAMBAK POLIKULTUR KEPITING – IKAN NILA

(Studi Kasus: Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

OLEH :

HARIRY FITRA HUMAMY

070304004

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS USAHA TAMBAK POLIKULTUR KEPITING – IKAN NILA

(Studi Kasus: Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

OLEH :

HARIRY FITRA HUMAMY

070304004

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing,

Ketua,

(M. Mozart B. Darus, MSc) NIP. 131 689 798

Anggota,

(Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA) NIP. 197008272008122001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

HARIRY FITRA HUMAMY, 2012. “Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila” Studi Kasus di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dibawah bimbingan Bapak M. Mozart B Darus, MSc dan Ibu Sri Fajar Ayu,SP, MM, DBA.

Daerah penelitian ditentukan secara purposive dan metode penentuan sampel yang digunakan adalah Metode Sensus, dimana total populasi 21 petambak dan seluruhnya dijadikan sampel dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pengelolaan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila, menganalisis tingkat pendapatan petambak dan menganalisis kelayakan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem pengelolaan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila ini dilakukan dengan menggunakan sistem semi intensif dengan metode campur jenis yang menggunakan kolam tambak sebagai wadah budidaya. dimana, pendapatan usaha tambak polikultur ini dapat dikatakan tinggi karena lebih besar dari pendapatan usaha polikultur kepiting-ikan nila

daerah lain yaitu sebesar Rp.24.868.118 dengan R/C rata-rata sebesar 1,8. Maka,

usaha tambak polikultur di daerah penelitian layak untuk dijalankan dan

dikembangkan.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila” Studi Kasus di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.” Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak M.

Mozart B. Darus, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk memperbaiki. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2013


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polikultur Kepiting Soka-Ikan Nila ... 7

2.2 Landasan Teori ... 14

2.3 Kerangka Pemikiran ... 20

2.4 Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 25

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 25

3.4 Metode Analisis Data ... 25

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 28

3.5.1 Definisi ... 28

3.5.2 Batasan operasional ... 29

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ... 30

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 30

4.2. Keadaan Penduduk ... 30

4.3. Karakteristik Petani Sampel ... 35

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34


(6)

5.2. Biaya Produksi Usaha Tambak Polikultur Kepiting Ikan-Nila ... 46

5.2.1. Biaya Tetap ... 46

5.2.2. Biaya Variabel ... 48

5.3. Produksi dan Penerimaan Usaha Tambak Polikultur Kepiting Ikan-Nila ... 52

5.3.1. Produksi ... 52

5.3.2. Penerimaan ... 52

5.4. Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Tambak Polikultur Kepiting Ikan-Nila ... ….53

5.5. Kelayakan ... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

6.1. Kesimpulan ... 59

6.2. Saran ... 60

Kepada Petani ... 60

Kepada Pemerintah ... 60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Luas Areal Budidaya Tambak per kecamatan di

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009 ... 24 2. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa

Paluh Manan Tahun 2009 ... 31 3. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian

di Desa Paluh Manan Tahun

2009... ... 31 4. Karakteristik Petani Sampel ... 32 5. Rata-rata Kebutuhan Kapur dan Pupuk di daerah

Penelitian ... ... 37 6. Rata-rata Kebutuhan Bibit Kepiting Pada Usaha

Tambak Polikultur Kepiting – Ikan Nila PerPetani Per

Periode ... ... 38 7. Rata-rata Kebutuhan Pakan Per Petani Per Periode di

daerah Penelitian ... ... 37 8. Rata-rata Kebutuhan Obat-obatan Per Petani Per

Periode di daerah Penelitian

... ... 37 9. Biaya Tetap Rata-rata Usaha Tambak Polikultur

Kepiting – Ikan Nila PerPetani dan Per Ha selama 1

tahun di Daerah Penelitian ... 46 10. Biaya Variabel Rata-rata Usaha Tambak Polikultur

Kepiting – Ikan Nila PerPetani dan Per Ha selama 1

tahun di Daerah Penelitian ... 48 11. Rata-rata Penerimaan Usaha Tambak Polikultur

Kepiting – Ikan Nila PerPetani dan Per Ha selama 1

tahun di Daerah Penelitian ... 53 12. Rata-rata Pendapatan Usaha Tambak Polikultur

Kepiting – Ikan Nila PerPetani dan Per Ha selama 1


(8)

13. Nilai Rata-rata R/C ratio Usaha Tambak Polikultur Kepiting – Ikan Nila PerPetani dan Per Ha selama 1

tahun di Daerah Penelitian ... 46 14. Nilai Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Usaha

Tambak Polikultur Kepiting – Ikan Nila PerPetani dan


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Kurva Biaya Produksi ... 16 3. Skema Kerangka Pemikiran ... 22


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Karakteristik Petani Sampel Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila di Daerah Penelitian.

2. a. Biaya Penggunaan Bibit Kepiting dan Ikan Nila Per Petani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

b. Biaya Penggunaan Bibit Kepiting Per Ha Pertahun (10 periode) di Daerah Penelitian.

3. a. Biaya Penggunaan Pakan Per Petani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

4. b. Biaya Penggunaan Pakan Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

5. a. Biaya Penggunaan Pupuk dan Obat-obatan Per Petani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

b. Biaya Penggunaan Pupuk dan Obat-obatan Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

6. a. Biaya Penggunaan Alat-alat Pertanian dan Lain-lain Perpetani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

b. Biaya Penggunaan Alat-alat Pertanian dan Lain-lain Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

7. a. Curahan Tenaga Kerja Perpetani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

b. Curahan Tenaga Kerja Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

8. a. Biaya Penyusutan Peralatan Perpetani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

b. Biaya Penyusutan Peralatan Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.


(11)

9. a. Produksi dan penerimaan Kepiting dan Ikan Perpetani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

b. Produksi dan penerimaan Kepiting dan Ikan Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

10. a. Biaya Produksi Per Petani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian. b. Biaya Produksi Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian.

11. a. Pendapatan Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila Per Petani Per Tahun (10Periode) di Daerah Penelitian

b. Pendapatan Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila Per Ha Per Tahun (10Periode) di Daerah Penelitian

12. a. Nilai R/C Per Petani Pertahun (10 Periode) di Daerah Penelitian

b. Nilai R/C Per Ha Pertahun (10 Periode) di Daerah Penelitian

13. a. Produktivitas Tenaga Kerja Per Petani Pertahun (10 Periode) di Daerah

Penelitian

b. Produktivitas Tenaga Kerja Per Ha Pertahun (10 Periode) di Daerah Penelitian


(12)

ABSTRAK

HARIRY FITRA HUMAMY, 2012. “Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila” Studi Kasus di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dibawah bimbingan Bapak M. Mozart B Darus, MSc dan Ibu Sri Fajar Ayu,SP, MM, DBA.

Daerah penelitian ditentukan secara purposive dan metode penentuan sampel yang digunakan adalah Metode Sensus, dimana total populasi 21 petambak dan seluruhnya dijadikan sampel dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pengelolaan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila, menganalisis tingkat pendapatan petambak dan menganalisis kelayakan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem pengelolaan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila ini dilakukan dengan menggunakan sistem semi intensif dengan metode campur jenis yang menggunakan kolam tambak sebagai wadah budidaya. dimana, pendapatan usaha tambak polikultur ini dapat dikatakan tinggi karena lebih besar dari pendapatan usaha polikultur kepiting-ikan nila

daerah lain yaitu sebesar Rp.24.868.118 dengan R/C rata-rata sebesar 1,8. Maka,

usaha tambak polikultur di daerah penelitian layak untuk dijalankan dan

dikembangkan.


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala usaha, ada yang berskala besar, ada yang berskala menengah serta ada yang berskala kecil(Said dan lutan, 2001).

Potensi sumberdaya perikanan laut indonesia, baik penangkapan (capture)

maupun budi daya (culture) sangat besar. Potensi perikanan budidaya sangat

prospektif untuk di kembangkan. Ini karena kegiatan perikanan tangkap tidak dapat di ekspansi lagi, mengingat stok sumberdaya perikanan tangkap telah

dieksploitasi secara optimum (full fishing), bahkan berlebihan (over fishing).

Budi daya perairan atau akuakultur (aquaculture) menjadi tulang punggung

produksi perikanan nasional di masa depan, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negri maupun untuk eskpor. Jumlah penduduk Indonesia yang besar merupakan potensi pasar bagi produksi budi daya perairan. Di samping itu, biota – biota akuatik yang dibudidayakan merupakan komoditas yang bernilai jual tinggi di pasar internasional, sehingga tidak sulit menembus pasar ekspor.

Sumber daya sektor perikanan saat ini memberikan kontribusi penting bagi perekonomian nasional antara lain, 1) Produk perikanan merupakan pemasok utama protein hewani bagi 200 juta lebih penduduk Indonesia, 2) Sub sektor perikanan menyerap lapangan pekerjaan bagi sekitar 4,4 juta masyarakat nelayan/ petani ikan, 3) Penghasil devisa bagi perekonomian Indonesia (Dahuri, 2004).


(14)

Kepiting bakau (scylla serrata) sangat digemari konsumen lokal maupun luar negeri dan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ekspor kepiting meningkat rata-rata 14,06%. Komoditas ini mempunyai kandungan nilai gizi tinggi, protein dan lemak, bahkan pada telur kepiting kandungan proteinnya sangat tinggi, yaitu sebesar 88,55%. Dengan nilai komposisi demikian, komoditas ini sangat digemari konsumen luar negeri dan menjadi salah satu makanan paling bergengsi di kalangan mereka. Amerika Serikat merupakan negara penyerap hampir 55% produksi kepiting dunia, sedang permintaan lainnya datang dari negara-negara di kawasan Eropa, Australia, Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan. Permintaan ekspor kepiting bakau terus meningkat dan telah menjadikan

komoditas ini sebagai salah satu andalan ekspor non migas

(Ditjen Perikanan, 2000).

Produksi kepiting cenderung meningkat seiring dengan kenaikan permintaan. Peluang pasar yang cukup besar dan harga yang tinggi menyebabkan bisnis kepiting ini mulai berkembang di beberapa tempat seperti Medan, Riau, Cilacap, Surabaya, Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan data statistik perikanan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006).

Namun kebutuhan ekspor kepiting bakau selama ini masih mengandalkan hasil penangkapan di muara sungai / kawasan bakau yang apabila eksploitasi kepiting bakau ini semakin intensif dan tidak terkendali akan mengancam kelestarian sumber daya tersebut. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan konsumsi domestik maupun kebutuhan ekspor yang terus meningkat diperlukan upaya alternatif melalui usaha budidaya.


(15)

Menurut Rusmiyati (2011), di Indonesia, sepanjang pantainya yang potesial sebagai lahan tambak adalah sekitar 1,2 juta Ha. Yang digunakan sebagai tambak udang baru 300.000 Ha. Sisanya masih tidur, artinya peluang membangunkan potensi tambak tidur tersebut untuk budidaya kepiting masih terbuka lebar. Kepiting dapat ditemukan disepanjang pantai di Indonesia.

Ketersediaan berbagai jenis biota laut seperti kepiting, ikan, udang, kerang dan berbagai jenis lainnya terdapat pada ekosistem hutan tropik yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara serta di pengaruhi oleh pasang surut dengan variasi lingkungan yang besar dari hutan mangrove. Kawasan hutan mangrove ekosistem yang sangat produktif dan berpotensi tinggi untuk di manfaatkan. Kawasan hutan mangrove bukan sekedar penghasil sumberdaya hutan, tetapi juga sangat berperan dalam menunjang sumberdaya perikanan (Kordi, 2011).

Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya dengan keragaman hayati sudah saatnya mengembangkan potensi tersebut. Pertanian monokultur yang secara sistematis telah menghancurkan kekayaan alam Indonesia, perlu dihempang perjalanannya. Kekayaan alam Indonesia perlu tetap di pertahankan, dengan mengembangkan pola tani yang sesuai dengan kondisi lokal setiap daerah (Sabirin, dkk, 2010).

Gustiano (2010) menyatakan bahwa ikan nila merupakan salah satu ikan ekonomis penting di dunia karena cara budidayanya yang mudah, rasanya yang digemari dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan. Dewasa ini, ikan nila dipelihara secara komersial di berbagai belahan dunia, baik di kolam atau katung jaring apung (KJA) di air payau maupun air tawar serta perairan


(16)

pantai. Cara pembesaran ikan nila juga dapat dilakukan dengan teknik tunggal kelamin, campur kelamin, tunggal jenis, campur jenis (polikultur) dan terpadu. Polikultur adalah sebuah cara budidaya yang biasa dipakai untuk membawa kesejahteraan (jika dilakukan dengan benar) ataupun membawa kehancuran (jika dipakai dengan salah).

Terwujudnya konsep pertanian polikultur sebagai usaha manusia melakukan pemadatan areal tanah dengan maksud memperbaiki ekologi lingkungan alam, dan secara simultan meningkatkan produktifitas lahan yang dapat diukur dari pendapatan ekonomi ini pada akhirnya akan menghadirkan petani yang mandiri (soekirman, dkk, 2007).

Kabupaten Deli Serdang secara geografis merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat yang termasuk dalam wilayah pengembangan Pantai Timur Sumatera Utara. Dari sebagian besar garis pesisir pantai Sumatera merupakan hutan mangrove. Kecamatan Hamparan Perak memiliki sejumlah lahan pesisir yang potensial dijadikan lahan tambak namun belum termanfaatkan secara optimal, dimana berdasarkan data statistik BPS (2009) Kecamatan Hamparan Perak merupakan daerah dengan luas tambak terbesar pada Kabupaten Deli Serdang dan berdasarkan data Penyuluh Perikanan Lapangan Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Deli serdang (2010) terdapat 45 ha lahan tambak produktif dan lebih dari 150 ha lahan tambak saat ini masih terbengkalai. Selain itu mengacu pada data Ditjen Perikanan selama periode 2010-2011 dalam kompas (2010-2011), tingginya permintaan dan peningkatan angka permintaan ekspor kepiting setiap tahunnya sebesar 10-20%, maka dari itu peneliti merasa perlu diadakan penelitian tentang analisis usaha mengenai tambak


(17)

kepiting pada daerah Hamparan Perak khususnya pada sistem polikultur kepiting-ikan nila untuk melihat prospek cerah dari usaha tersebut sehingga dapat menjadi bahan informasi baik bagi petani tambak, instansi terkait maupun lembaga yang mendukung usaha ekonomi kerakyatan sehingga usaha ekonomi ini berkembang lebih pesat lagi.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan pernyataan yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang hendak diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem pengelolaan usaha tambak pola polikultur kepiting-ikan

nila di daerah penelitian?

2. Bagaimana tingkat pendapatan usaha tambak pola polikultur kepiting-ikan

nila di daerah penelitian?

3. Bagaimana kelayakan usaha tambak pola polikultur kepiting-ikan nila di

daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan usaha tambak pola polikultur

kepiting-ikan nila di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis tingkat pendapatan usaha tambak pola polikultur

kepiting-ikan nila di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui kelayakan usaha tambak pola polikultur kepiting-ikan


(18)

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak - pihak yang mengusahakan

tambak pola polikultur kepiting-ikan nila dalam mengembangkan usahanya.

2. Sebagai bahan untuk melengkapi skripsi yang merupakan salah satu syarat

dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian USU Medan.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Polikultur Kepiting Soka – Ikan Nila

Polikultur atau campuran jenis adalah suatu cara pembesaran ikan yang mempergunakan lebih dari satu jenis ikan dalam satu wadah pemeliharaan. Dimana pemilihan jenis ikan , penentuan komposisi, serta penentuan bobot aawal individu dilakukan atas pertimbangan dari beberapa hal, yaitu: persediaan pakan alami, kebiasaan makan bagi setiap jenis ikan, dan tujuan usaha pembesaran (Gustiano, dkk, 2010).

Terwujudnya konsep pertanian polikultur sebagai usaha manusia melakukan pemadatan areal tanah dengan maksud memperbaiki ekologi lingkungan alam, dan secara simultan meningkatkan produktifitas lahan yang dapat diukur dari pendapatan ekonomi (soekirman, dkk, 2007).

Dasar pengembangan polikultur adalah membangun keberagaman yang saling menguntungkan. Semakin beragamnya populasi suatu kawasan maka semakin stabil kondisi ekosistem yang berjalan di kawasan itu. jadi, pendekatan pertanian polikultur merupakan wujud penerapan pertanian berkelanjutan. Konsep pertanian

berkelanjutan memiliki cirri-ciri, 1) bernuansa lingkungan (ecologically sound), 2)

layak secara ekonomi (economically viable), 3) adil secara sosial (socially just), 4)

manusiawi (humane), 5)mampu diadaptasikan (adaptable)

(soekirman, dkk, 2007).

Menurut Fitzgerald (1997) bahwa pola empang parit (tambak) merupakan model silvofishery yang umum dikembangkan dengan membuat saluran air tempat membudidayakan/ memelihara ikan ataupun udang. Saluran air ini mengelilingi


(20)

lahan yang digunakan untuk silvofishery, sedangkan tumbuhan mangrove dapat ditanam dibagian tengah, sehingga terdapat perpaduan antara tumbuhan mangrove (wana/silvo) dan budidaya ikan (mina/fishery). Kondisi ini dapat diterapkan pada areal bekas tambak yang akan direhabilitasi dengan memanfaatkan pelataran tambak (bagian tengah) untuk ditanami mangrove, sedangkan bagian caren atau parit dibiarkan seperti semula. Dengan menggunakan sistem empang parit ini,

maka lahan yang akan di reforestasi dapat mencapai sekitar 80% dari luasan

tambak. Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan jarak tanam 1x1 meter antar individu. Namun demikian menurut Fitzgerald (1997), kepadatan mangrove yang ditanam dapat bervariasi antara 0,17 – 2,5 pohon/m². Kepadatan mangrove tersebut akan mempengaruhi sistem budidaya perikanan, karena produktivitas tambak silvofishery sangat tergantung pada bahan-bahan organik yang berasal dari serasah tumbuhan mangrove. Kepadatan vegetasi yang rendah diterapkan pada ikan bandeng, sedangkan kepadatan vegetasi yang tinggi sesuai diterapkan pada budidaya ikan nila dan kepiting bakau. Kanal untuk memelihara ikan nila berukuran lebar 3-5 m dan kedalaman sekitar 40-80 cm dari permukaan pelataran. Dengan berbagai modifikasi desain dasar tersebut, maka luasan perairan terbuka yang dapat digunakan untuk memelihara ikan bandeng/ikan nila dapat disesuaikan hingga mencapai 40-60%. Berbagai jenis ikan, seperti bandeng, kerapu lumpur, kakap putih, dan baronang, serta ikan nila dan kepiting bakau, dapat di pelihara secara intensif di kanal tersebut.

Barus (2001) menyatakan pH yang ideal bagi organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7-8,5. Akan tetapi untuk kepiting menurut Soim (1999) , kisaran


(21)

air payau. Selain itu menurut Rusmiyati (2011) Kriteria lokasi yang ideal untuk pembudidayaan kepiting adalah daerah air payau atau air asin dengan kadar garam 15-30 permil dengan pH tanah 4-5 dan salinitas 24-30 ppt.

Rukmana (1997) menyatakan, bahwa ikan nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Keadaan pH air antara 5-11 dapat di toleransi oleh ikan nila, akan tetapi pH optimal untuk pertumbuhan untuk perkembangbiakan dan dan pertumbuhan ikan nila adalah 7-8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada kadar salinitas 0-35 permil. Oleh karena itu ikan nila dapat dibudidayakan di perairan payau, tambak dan perairan laut, terutama untuk tujuan pembesaran. Sedangkan menurut Gustiano, dkk (2010) pada salinitas 15 ppt ikan nila mempunyai tingkat kelangsungan hidup dua kali lipat dengan tingkat adaptasi yang tinggi.

Selain itu ikan nila memiliki keunggulan komparatif dalam sifat biologinya yang memberi peluang bagi pengembangan usaha budidaya intensif yaitu, pertumbuhan nya cepat dan efisien terhadap pakan, mudah dipelihara pada berbagai lingkungan (habitat), rakus terhadap limbah buangan / sisa pakan dan termasuk pemangsa segalah bahan (omnifora).

Menurut Rusmiyati (2011) Sistem pengelolaan tambak kepiting meliputi beberapa kegiatan diantaranya: Persiapan Tambak, Penebaran Bibit, Teknik Produksi Kepiting soka (kepiting cangkang lunak), Pemberian Pakan, Pemeliharaan air, dan Pengendalian Hama dan Penyakit. Sedangkan untuk ikan nila menurut Gustiano, dkk (2010) pengelolaan pembesaran ikan nila dapat disesuaikan dengan jenis lahan (kolam, tambak, sawah, keramba jaring apung, dan hampang), metoda (tunggal kelamin, campur kelamin, tunggal jenis, campur jenis dan terpadu), dan


(22)

sistem pemeliharaan (ekstensif atau tradisional, semi intensif, dan intensif) yang dipergunakan.

Budidaya kepiting bakau diawali penangkapan benih-benih kepiting bakau dalam perairan di sekitar hutang bakau, benih ini merupakan hasil peranakan alami dari benih induk atau kepiting dewasa. Kemudian dimasukkan dalam lahan yang telah disiapkan yaitu berupa keramba yang diletakkan dalam perairan di lahan tambak atau perairan bakau (Gunarto dan Adi Hanafi, 2000).

Pada persiapan pembuatan kolam tambak, Rusmiyati (2011) menyatakan bahwa pengelolaan dasar tambak dilakukan dengan memberikan perlakuan terhadap dasar tambak. Seperti pengapuran dan pemberian pupuk sesuai kebutuhan, dengan demikian dasar tambak tidak menimbulkan pengaruh negative terhadap kualitas air tambak selama pemeliharaan. Kegiatan pengelolaan tambak meliputi penjemuran, pembalikan, dan pengapuran. Penjemuran tanah dilakukan hingga bagian permukaan sampai retak – retak. Tujuan nya agar semua bahan organik yang didasar tambak terurai menjadi unsure yang tidak membahayakan dan mengikat gas-gas beracun yang terdapat pada dasar kolam atau media tanah. Proses pengeringan tambak dilakukan selama 1 minggu. Pada persiapan lahan tambak juga dilakukan kegiatan pengapuran. Pengapuran menggunakan kapur

CaCO3 (Dholomit). Pengapuran berpengaruh terhadap nilai pH tanah bertujuan

untuk menaikkan atau mempertahankan pH tanah bagian dalam tambak hingga kisaran pH normal (7-8). Pengapuran dilakukan dengan menaburkan kapur dipermukaan pelataran tambak secara merata dan dibiarkan selama 2-4 hari.

Penebaran bibit kepiting dapat dilakukan pada pagi atau sore hari pada keramba. Pada budidaya polikultur dengan ikan nila maksimal dapat ditebar dengan


(23)

kepadatan 2000-3000 ekor/ha untuk berat 2-5 gram atau kurang lebih 20.000-30000 ekor/ha untuk berat 0.5 gram atau sebesar 2400-3600 ekor/kolam (1200m2).

Untuk Pakan pada kolam pemeliharaan Gustiano (2010) menyatakan bahwa pakan pada kolam pemeliharaan dapat berupa pakan alami yang berasal dari pemupukan. Fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar , seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chirinomus dapat menjadi makanan ikan nila. Selanjutnya ikan dapat diberikan pakan lain selain pakan alami yang terdapat pada kolam.

Pemberian pakan lebih diutamakan dalam bentuk segar sebanyak 5-10% dari berat badan dan diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore/ malam hari. Dalam siklus pemeliharaan, kepiting yang dapat bertahan hidup adalah sebesar 70%. Dengan pertambahan berat badan sebesar 10%-15% (Rusmiyati,2010).

Sedangkan menurut Gustiano (2010), pada ikan nila, jumlah pakan yang diberikan setiap hari disesuaikan dengan berat ikan, sering di sebut dengan Tingkat Pemberian Pakan (TPP). Umumnya ikan yang berukuran besar membutuhkan TPP dan frekuensi pemberian pakan yang semakin kecil dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil. Seperti pada daerah penelitian, jumlah pakan yang diberikan pada kepiting yang tumbuh semakin besar akan mengurangi sisa pakan yang jatuh kedasar kolam, akan tetapi hal ini justru lebih baik karena kebiutuhan pakan ikan juga semakin kecil sehingga tidak mengganggu pertumbuhan kedua komoditi secara bersamaan. Akan tetapi pada saat awal pemeliharaan ikan nila membutuhkan lebih banyak pakan, sedangkan kepiting membutuhkan lebih sedikit pakan, maka jumlah sisa pakan kepiting yang berjatuhan ke dasar kolam


(24)

akan menjadi makanan tambahan bagi ikan nila.

Budi daya kepiting di tujukan untuk menghasilkan kepiting konsumsi. Kegiatan budi daya di kenal dengan kegiatan pembesaran dan penggemukan. Selain pembesaran dan penggemukan dikenal juga produksi kepiting lunak atau kepiting soka dan kepiting telur (Kordi, 2011).

Kepiting soka adalah kepiting bakau yang sedang mengalami fase ganti kulit

(molting). Keunggulan kepiting dalam fase ini yaitu mempunyai cangkang yang

lunak “soft shell mud crab” sehingga dapat dikonsumsi secara utuh. Selain tidak

repot memakannya karena kulitnya tidak perlu disisishkan, nilai nutrisinya juga lebih tinggi, terutama kandungan chitosan dan karotenoid yang biasanya terdapat pada kulit dapat dimakan. produksi kepiting soka, dilakukan dengan memelihara kepiting secara individu didalam kotak (keranjang) yang di tempatkan pada keramba hingga molting (Rusmiyati, 2011).

Menurut Rusmiyati (2011), kepiting yang sudah tua atau yang sudah pernah bertelur tidak baik untuk dilakukan pemotingan (proses ganti kulit). Ukuaran cangkang kepiting yang dipelihara berkisar 10-15 cm dengan berat 60-150 gram. Ukuan tersebut sangat baik dan sangat cepat dalam proses molting. Kondisi organ tubuh lengkap tak ada cacat dan luka. kepiting yang cacat ataupun mengalami luka tidak bias molting dan mengalami kematian 1- 4 hari pemeliharaan.

Selama masa pertumbuhan kepiting menjadi dewasa, kepiting bakau akan mengalami proses ganti kulit antara 17-20 kali. Hal ini terjadi karena rangka luar yang membungkus tubuhnya tidak dapat membesar sehingga perlu dibuat dan diganti dengan yang lebih besar. Pertambahan berat yang dicapai setelah molting 20-25% dari berat awal dengan rata-rata berat awal penebaran 80-100 g/ekor


(25)

dalam masa pemeliharaan 15-20 hari. Pemoltingan tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu informasi eksternal dari lingkungan seperti cahaya, temperature, dan ketersediaan makanan. Selain itu informasi internal juga sangat berperan, seperti ukuran tubuh yang membutuhkan tempat yang lebih luas. Kedua faktor ini akan mempengaruhi otak dan menstimulasi organ-Y untuk menghasilkan hormon molting yaitu ekdisteroid. Selain itu penggantian air dilakukan bila terjadi penurunan kualitas air dan sampling dilakukan setiap 5 hari untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan dan kesehatan kepiting. Dengan pengelolaan pakan yang cermat, cocok dan tepat jumlah maka dalam tempo 10 hari pertumbuhan kepiting akan dapat diketahui (Rusmiyati, 2011).

Dalam pemeliharaan kepiting bakau, penggantian air sangat diperlukan. Hal ini memegang peranan penting dalam kberhasilan budidaya kepiting. Penggantian air yang baik dilakukan sebanyak 50-70%. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas air selama masa pemeliharaan. Kondisi air yang tidak layak digunakan ditandai dengan keruhnya air sehingga kepiting akan banyak yang mati. Pada kolam dengan sistem resirkulasi air cenderung menjadi lebih asam karena proses nitrifikasi dari bahan organik akan menghasilkan karbondioksida dan ion hydrogen. Pada kolam atau tambak banyak dijumpai tumbuhan renik, yang dapat mempengaruhi pH, semakin tinggi nilai pH maka semakin tinggi nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Berdasarkan nilai kisaran pH menurut EPA (Environtmental Protection Agency) untuk kehidupan organisme air adalah 6,5 – 8,5. Menurun nya kualitas air ditandai dengan semakin keruhnya air. Selain itu salinitas juga sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Air yang digunakan dalam pemeliharaan kepiting sebaiknya antara 15-35 permil.


(26)

Sedangkan nilai oksigen sangat penting bagi pernafasan kepiting maupun ikan dan merupakan komponen utama bagi metabolism kepiting dan organisme perairan lainnya. Kandungan oksigen terlarut yang terbaik untuk kehidupan organisme perairan berkisar antara 5-5,69 ppm. Kandungan oksigen lebih rendah akan mengakibatkan selera makan oranisme menurun. Dalam usaha budidaya kepiting soka sirkulasi air harus selalu dijaga untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut

tersebut. Kepiting bakau sangat sensitif terhadap white spot syndrome virus, hal

ini karena udang dan kepiting masih berada dalam satu kelas, yaitu

Crustaceaserta dan memiliki habitat yang sama yaitu pada perairan payau atau

estuaria. Pencegahan dan pengendalian terhadap penyakit ini yaitu: 1) mensucihamakan induk yang akan memijah. 2) pemberian klorin pada air yang ditempati kepiting 3) perlakuan karantina bagi kepiting yang membawa penyakit 4)pemeliharaan yang intensif dengan memperhatikan kebersihan lingkungan (Rusmiyati, 2011).

Landasan Teori

Menurut Mosher (1981) usahatani pada dasarnya adalah tanah. Usahatani dapat

sebagai suatu cara hidup (a way of life). Jenis ini termasuk usahatani untuk

memenuhi kebutuhan sendiri atau subsistem dan primitif. Jenis usahatani seperti itu pada saat sekarang sudah langka ditemui. Pada saat sekarang, pada umumnya

jenis usahatani yang termasuk perusahaan (the farm business). Setiap petani pada

hakikatnya menjalankan perusahaan pertanian di atas usahataninya. Itu merupakan bisnis karena tujuan setiap petani bersifat ekonomis, memproduksi hasil-hasil untuk dijual ke pasar atau untuk di konsumsi sendiri oleh keluarganya. Usahatani tambak yang bertujuan ekonomis termasuk usahatani perusahaan.


(27)

Usahatani hendaklah senantiasa berubah, baik di dalam ukuran (size) maupun susunannya, untuk memanfaatkan metode usahatani yang senantiasa berkembang secara lebih efisien. Corak usahatani yang cocok bagi pertanian yang masih primitif bukanlah corak yang paling produktif apabila sudah tersedia metode-metode yang modern (Mosher, 1981).

Polikultur adalah praktek kultur lebih dari satu jenis organisme akuatik di kolam yang sama. Prinsip yang memotivasi adalah bahwa produksi ikan di kolam dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan kombinasi spesies yang berbeda (Singgih, 2010).

Usahatani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta dana untuk kegiatan di luar usahatani. Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan maka petani seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya. Melakukan perhitungan terhadap semua unsur biaya dan selanjutnya menentukan harga pokok hasil usahataninya, keadaan ini tidak dapat dilakukan oleh petani, akibatnya efektivitas usahatani menjadi rendah. Volume produksi, produktivitas serta harga yang diharapkan jauh di luar harapan yang dikhayalkan (Fhadoli, 1991).

Biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi yang dijual. Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu : biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari banyak sedikitnya jumlah output, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung dari banyak sedikitnya output yang dihasilkan. Biaya tetap dan biaya variabel ini jika dijumlahkan hasilnya merupakan biaya


(28)

total (TC) yang merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi. Jadi, TC = TFC + TVC (Nuraini, 2001).

Kurva biaya produksi adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah biaya produksi yang dipergunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Maka pola kurva biaya tetap total (TFC), biaya variabel total (TVC) dan biaya total (TC) dapat dilihat sebagai berikut :

Rp

TC TVC

A TFC n Q 0

Gambar 2. kurva biaya produksi

Pada Gambar 2, dapat dilihat pada biaya tetap total (TFC) dilukiskan sebagai garis lurus (horizontal) sejajar dengan sumbu kuantitas. Hal ini menunjukkan bahwa berapapun jumlah output yang dihasilkan, besarnya biaya tetap total tidak berubah yaitu sebesar n. Pada biaya variabel total (TVC) menunjukkan bahwa kurva biaya variabel total terus menerus naik. Jadi, semakin banyak output yang dihasilkan maka biaya variabel akan semakin tinggi. Namun demikian, laju peningkatan biaya tersebut berbeda-beda (tidak konstan). Laju peningkatan mula-mula dari titik asal adalah menurun hingga titik A. Pada titik A ini tidak terjadi peningkatan sama sekali. Kemudian sesudah titik A laju kenaikannya terus menerus naik, sedangkan kurva biaya total (TC) diperoleh dengan menjumlahkan kurva TFC


(29)

dengan kurva TVC secara vertikal. Biaya total (TC) berada pada jarak vertikal di semua titik antara biaya tetap total (TFC) dan biaya variabel total (TVC), yaitu: sebesar n (Nuraini, 2001).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

TR1 = Y1 . Py1

Yaitu :

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

Py = Harga y.

Sedangkan pendapatan usahatani diperoleh dengan cara mengurangi keseluruhan penerimaan dan biaya. Rumus yang digunakan untuk mencari pendapatan usahatani, adalah :

Pd = TR – TC Dimana :

Pd = Pendapatan usahatani

TR = Total Penerimaan

TC = Total Biaya (Soekartawi, 2002).

Untuk dapat meningkatkan pendapatan sangat tergantung pada cepat tidaknya mengadopsi inovasi tergantung dari faktor ekstern dan faktor intern itu sendiri, yaitu faktor ekonomi dan sosial. Faktor ekonomi itu diantaranya jumlah tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki dan ada tidaknya usahatani yang dimilikinya. Sedangkan faktor sosial diantaranya umur, tingkat pendidikan dan pengalaman bertani (Soekartawi, 1989).


(30)

Pendapatan total untuk usaha tani pola polikultur adalah pendapatan yang di peroleh dari pengurangan seluruh penerimaan dari semua jenis komoditi dan seluruh biaya dari setiap komoditi yang terdapat dalam satu lahan. Sehingga dapat ditulis dengan rumus:

n n n

Σ Pd = Σ TR

Σ TC

i = I i = I i = I

Keterangan:

i = komoditi ( jenis komoditi budidaya) n = jumlah komoditi

(Mosher, 1987).

Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan (TR) dan total biaya (TC).

Tujuan ini dapat diformulasikan sebagai berikut : π = pq – c (q). Keuntungan juga merupakan insentif bagi produsen untuk melakukan proses produksi. Keuntungan inilah yang mengarahkan produsen untuk mengalokasikan sumber daya ke proses produksi tertentu. Produsen bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan dengan kendala yang dihadapi (Sunaryo, 2001).

Menurut Soekartawi (1995) kelayakan usaha tambak kepiting dapat juga

dianalisis dengan metode analisis R/C, Analisis R/C ini membandingkan nilai

penerimaan (Revenue) dengan total biaya, yaitu dengan kriteria, bila R/C > 1 ,

maka usahatani layak bila R/C = 1 maka usahatani berada pada titik impas dan

bila nilai R/C < 1 maka usaha tani tidak layak (Soekartawi, 1995).

Produktivitas tenaga kerja yaitu perbandingan antara penerimaan dengan total tenaga kerja yang dicurahkan per usaha tani dengan satuan Rp/HKO. Atau dapat ditulis sebagai berikut:


(31)

Produktivitas tenaga kerja = Penerimaan Total tenaga kerja yang dicurahkan

Kriteria uji :

- Jika produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku, maka usaha

tani layak diusahakan.

- Jika produktivitas tenaga kerja < tingkat upah yang berlaku, maka usaha

tani tidak layak diusahakan.

Dalam perhitungan curahan tenaga kerja maka digunakan standar perhitungan berdasarkan umur tenaga kerja dengan standar konversi sebagai berikut:

1. Tenaga anak-anak (1-14 tahun) : laki-laki = 0,5 HKP, wanita 0,4 HKP

2. Tenaga laki-laki dewasa ≥ 15 tahun = 1 HKP

3. Tenaga wanita dewasa ≥ 15 tahun = 0,8 HKP

Standar konversi tersebut berlaku dengan jumlah jam kerja yang sama dalam satu hari kerjamyakni 7 jam efektif dengan rincian:

Jam 8.00 – 12.00 → kerja (4 jam)

Jam 12.00 – 14.00 → istirahat / makan siang (2 jam)

Jam 14.00 – 17.00 → kerja (3 jam)

Untuk menghitung curahan tenaga kerja dari setiap individu/anggota keluarga yang bekerja pada usahatani dengan usia dan jenis kelamin tertentu harus melihat jumlah jam kerja dikalikan standar men equivalen (Me)/HKP (Hari Kerja setara Pria) seperti yang telah disebutkan diatas ( Butar-butar, 2010).

2.2Kerangka Pemikiran

Petani tambak polikultur kepiting-ikan nila merupakan pengelola usaha yang mempunyai tugas untuk mengusahakan tambak dan mengorganisir pemanfaatan


(32)

faktor-faktor produksi dalam usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila.

Petani tentunya mengharapkan nilai pendapatan yang maksimal dari setiap jenis kegiatan pemanfaatan lahan yang dilakukan. Upaya untuk mencapai manfaat maksimum jangka panjang dapat dilakukan apabila pemanfaatan lahan tambak dapat dialokasikan secara optimal.

Petani tambak di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang pada prakteknya memanfaatkan sistem usaha pola polikultur, dimana ikan nila diusahakan pada kolam tambak bersama dengan kepiting bakau.

Usaha tambak kepiting di tujukan untuk menghasilkan kepiting soka konsumsi. Sistem budi daya nya dapat di lakukan dengan menggunakan sistem keramba, hampang, ataupun jaring apung. Dimana kegiatan budidaya mencakup Persiapan Tambak, Penebaran Bibit, Teknik Produksi Kepiting soka (kepiting cangkang lunak), Pemberian Pakan, Pemeliharaan air, dan Pengendalian Hama dan Penyakit.

Usaha tambak kepiting dan ikan nila memiliki beberapa input produksi diantaranya benih, pakan, obat-obatan dan tenaga kerja. Input produksi ini menjadi komponen biaya dalam pengelolaan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila.

Input dan Output dari usaha tambak mencakup biaya dan hasil biaya pada usaha pertanian umumnya adalah biaya produksi yang meliputi biaya investasi, yaitu : biaya yang digunakan untuk pembelian atau sewa tanah, penyediaan keramba, maupun jaring yang mendukung usaha tambak kepiting bakau tersebut dan biaya operasional yang meliputi: pembelian benih, obat-obatan, pakan, tenaga kerja, baik dari dalam keluarga maupun diluar keluarga yang mendukung jalannya usaha


(33)

tambak kepiting tersebut.

Pendapatan yang diperoleh adalah total penerimaan yang besarnya dinilai dalam bentuk uang dan dikurangi dengan nilai total seluruh pengeluaran selama proses produksi berlangsung.

Penerimaan adalah hasil perkalian dari jumlah produksi total dengan harga satuan, sedangkan pengeluaran adalah nilai penggunaan sarana produksi atau input yang diperlukan pada proses produksi yang bersangkutan.

Kelayakan usaha tambak kepiting di daerah penelitian, akan menentukan peluang pengembangan usaha tambak ini, yaitu dengan menganalisis apakah layak atau tidak untuk diusahakan di daerah penelitian. Oleh karena itu, untuk menganalisis kelayakan usaha tambak kepiting dianalisis dengan metode analisis R/C. Analisis

R/C ini membandingkan nilai penerimaan (Revenue) dengan total biaya produksi

(Cost) dengan menggunakan kriteria, bila nilai R/C >1, maka usaha tambak ini

layak, bila nilai R/C = 1, maka usaha tambak berada pada titik impas dan bila nilai R/C < 1, maka usaha tambak ini tidak layak. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dirumuskan sebagai berikut:


(34)

Keterangan : = Ada Hubungan

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Usaha Polikultur Tambak Kepiting – Ikan Nila

Petani Tambak

Sistem Usaha tambak

Polikultur Kepiting-Ikan Nila

Produksi

Penerimaan

Komponen Biaya Tetap:

- Sewa Lahan

- Penyusutan - PBB - Biaya Listrik

Komponen Biaya Variabel:

- Benih - Pakan - Obat-obatan - keramba - jaring

Tenaga Kerja

Harga

Pendapatan

Analisis R/C Biaya Produksi


(35)

2.3Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu :

1. Pendapatan usaha polikultur tambak kepiting didaerah penelitian adalah

tinggi.


(36)

III.METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah dilakukan secara purposive (sengaja), yaitu di Desa Paluh

Manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Daerah ini dipilih karena Kecamatan Hamparan Perak merupakan salah satu daerah pengembangan pantai timur dengan luas lahan terbesar dan Desa Paluh manan merupakan sentra produksi kepiting bakau di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli serdang. Berikut tabel luas areal budidaya perikanan tambak per kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009.

Tabel 1. Luas Areal Budidaya Perikanan Tambak Per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009

No Kecamatan Luas Lahan (Ha)

1 Gunung Meriah -

2 STM Hulu -

3 Kutalimbaru -

4 Sibolangit -

5 Pancur Batu -

6 Namorambe -

7 Biru-biru -

8 S.T.M Hilir -

9 Bangun Purba -

10 Galang -

11 Tanjung Morawa -

12 Patumbak -

13 Deli Tua -

14 Sunggal -

15 Hamparan Perak 502,58

16 Labuhan Deli 210,60

17 Percut Sei Tuan 335,41

18 Batang Kuis -

19 Pantai Labu 264,30

20 Beringin -

21 Lubuk Pakam -

22 Pagar Merbau -

Jumlah 1312,89


(37)

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani tambak yang mengusahakan system tambak polikultur kepiting-ikan nila di Desa Paluh Manan Kecamatan

Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, yang berjumlah 21 orang. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan metode penentuan sampel secara sensus di

daerah penelitian.

Arikunto (1990) menyatakan apabila subjek kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitian merupakan metode sensus. Berdasarkan pendapat tersebut maka sampel penelitian ini di ambil seluruhnya yairu 21 orang sampel

yang diambil dengan metode sensus dimana semua individu dalam populasi

diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani tambak polikultur kepiting-ikan nila di Desa Paluh Manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang dengan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan daftar kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi dan dinas yang terkait dengan penelitian ini seperti Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang, Kantor Kecamatan Hamparan Perak, Kantor Desa Paluh Manan dan Penyuluh Pertanian Kabupaten Deli Serdang serta literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan dengan melakukan tabulasi, kemudian dibuat hipotesis yang selanjutnya diuji dengan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis


(38)

tersebut.

Untuk identifikasi masalah yang pertama (1) dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu untuk mengetahui sistem pengelolaan usaha tambak kepiting di daerah penelitian.

Untuk identifikasi masalah kedua (2) dianalisis dengan menggunakan metode tabulasi sederhana, yaitu menggunakan rumus analisis pendapatan, yaitu:

n n n

Σ Pd = Σ TR – Σ TC

i = I i = I i = I

Keterangan:

i = komoditi ( jenis komoditi budidaya) n = jumlah komoditi

(Mosher, 1987)

Kriteria pengambilan keputusan:

- Jika nilai pendapatan usaha di daerah penelitian > pendapatan usaha

polikultur kepiting-ikan nila daerah lain, maka pendapatan usahatani tersebut tinggi

- Jika nilai pendapatan usaha di daerah penelitian < pendapatan usaha

polikultur kepiting-ikan nila daerah lain, maka pendapatan usahatani tersebut rendah

- Jika nilai pendapatan usaha di daerah penelitian = pendapatan usaha

polikultur kepiting-ikan nila daerah lain, maka pendapatan usahatani tersebut normal

Untuk identifikasi masalah ketiga (3) juga dapat dianalisis dengan menggunakan


(39)

perbandingan (nisbah) antara penerimaan dengan biaya, yaitu untuk menganalisis kelayakan usaha tambak di daerah penelitian, secara matematis dapat dituliskan :

a = R/C R = Py.Y C = FC + VC

a = (Py.Y)/(FC + VC)

Keterangan :

R = Penerimaan (Rp)

C = Biaya (Rp)

Py = Harga Output (Rp)

Y = Output (Kg)

FC = Biaya Tetap (Rp)

VC = Biaya Variabel (Rp)

Kriteria Uji : - R/C > 1 maka usaha tambak layak diusahakan - R/C = 1 maka usaha tambak berada di titik impas

- R/C < 1 maka usaha tambak tidak layak diusahakan

Dari sisi produktifitas tenaga kerja, kelayakan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila dapat dianalisis menggunakan analisis Produktivitas tenaga kerja yaitu, perbandingan antara penerimaan dengan total tenaga kerja yang dicurahkan per usaha tani dengan satuan Rp/HKO.

Produktivitas tenaga kerja = Penerimaan Total tenaga kerja yang dicurahkan


(40)

- Jika produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku, maka usaha tani layak diusahakan.

- Jika produktivitas tenaga kerja < tingkat upah yang berlaku, maka usaha

tani tidak layak diusahakan.

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Defenisi

1. Petani sampel adalah petani yang mengusahakan tambak kepiting secara

polikultur dengan ikan nila di daerah penelitian.

2. Sistem usaha pilikoltur yaitu praktek kultur lebih dari satu jenis organisme

akuatik di kolam yang sama dalam hal ini petambak mengupayakan ikan nila dengan kepiting.

3. Usaha polikultur tambak kepiting-ikan nila adalah sistem budidaya yang

mengusahakan kepiting dan ikan nila secara campur jenis dengan menggunakan keramba sebagai wadah pemeliharaan kepiting, dengan ikan nila di bawahnya mulai dari pembenihan sampai penjualan dengan berupaya untuk memanfaatkan sumber daya seoptimal mungkin.

4. Produksi usaha tambak kepiting adalah kepiting soka dan ikan nila yang

sudah layak konsumsi.

5. Kepiting soka merupakan kepiting bakau yang sedang mengalami fase

ganti kulit (molting). Keunggulan kepiting dalam fase ini yaitu mempunyai

cangkang yang lunak sehingga dapat dikonsumsi secara utuh.


(41)

berdasarkan jumlah berat.

7. Harga adalah besarnya nilai penjualan kepiting per Kg.

8. Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari perkalian total produksi

dengan harga jual.

9. Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani tambak

selama proses produksi berlangsung sampai siap dipasarkan.

10.Produktivitas tenaga kerja yaitu perbandingan antara penerimaan dengan

total tenaga kerja yang dicurahkan per usaha tani dengan satuan Rp/HKO.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah di Desa Paluh manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli serdang.

2. Waktu penelitian adalah pada tahun 2012.

3. Petani Sampel adalah petani tambak yang mengusahakan usaha polikultur tambak kepiting-ikan nila.

4. Kepiting yang siap dijual berumur 15 – 30 hari atau berat telah mencapai 200gr/ekor. Sedangkan ikan nila yang dijual yaitu minimal telah mencapai berat 3 ons per ekor.


(42)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Daerah penelitian yaitu Desa Paluh Manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah 1936 Ha. Jumlah penduduk di Desa Paluh Manan sebanyak 3209 jiwa. Desa Paluh Manan ini terdiri dari 9 dusun.

Desa Paluh Manan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan

Perak

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lama Kecamatan Hamparan Perak

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kota Rantang Kecamatan

Hamparan Perak

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kota Datar Kecamatan Hamparan

Perak

4.2. Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Paluh Manan berjumlah 3209 jiwa meliputi 1619 jiwa laki-laki dan 1590 jiwa perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 857 KK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(43)

Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Paluh Manan Tahun 2010

No Umur (Tahun) Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

1 0-6 592 18,4

2 7-15 669 20,8

3 16-21 682 21,3

4 22-59 837 26,1

5 > 60 429 13,4

Jumlah 3209 100 %

Sumber : Profil Desa Paluh Manan 2009

Tabel 3. menunjukkan bahwa kelompok umur 0-6 tahun terdapat 592 jiwa (18,4%), kelompok umur 7-15 tahun terdapat 669 jiwa (20,8%), kelompok umur 16-21 tahun terdapat 682 jiwa (21,3%), kelompok umur 22-59 tahun terdapat 837 jiwa (26,1%) dan kelompok umur > 60 tahun terdapat 429 jiwa (13,4%).

Berdasarkan data diatas dapat dikemukakan bahwa penduduk menurut kelompok umur 22-59 tahun adalah penduduk yang paling tinggi jumlahnya, yaitu 837 jiwa (26,1%). Hal ini menunjukkan bahwa di desa ini memiliki tenaga kerja yang produktif yang masih dapat menghasilkan pendapatan bagi keluarga.

Mata pencaharian penduduk di Desa Paluh Manan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Paluh Manan Tahun 2009

No Uraian Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Persentase (%)

1 Petani 1289 40

2 Nelayan 240 7,5

3 Pedagang 73 3

4 Budidaya Perikanan/Kepiting 21 0,7

5 Wiraswasta 42 1,3

6 PNS 7 0,2

7 Guru 23 0,7

8 9 10 11 TNI/ POLRI Buruh Pengangguran

Usia Tidak Kelompok Kerja

3 88 250 1173 0,1 2,7 7,8 36

Jumlah 3209 100 %

Sumber : Profil Desa Paluh Manan


(44)

pekerjaan. Sebagai Petani sebanyak 1289 jiwa (40%), Nelayan sebanyak 240 jiwa (7.,5%), Pedagang sebanyak 73 jiwa (3%), Budidaya Perikanan/Kepiting sebanyak 21 jiwa (0,7%), Wiraswasta sebanyak 42 jiwa (1,3%), PNS sebanyak 7 jiwa (0,2%), Guru sebanyak 23 jiwa (0,7%), TNI/ POLRI sebanyak 3 jiwa (0,1%), Buruh sebanyak 88 jiwa (2,7%), Pengangguran sebanyak 250 jiwa (7,8%) dan Usia tidak dalam kelompok lerja sebesar 1173 (36%).

4.3. Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel di daerah penelitian ini meliputi luas lahan, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman bertani dari petani sampel. Gambaran karakteristik petani sampel ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Karakteristik Petani Sampel di Desa Paluh Manan

No Uraian Range Rataan

1 Luas Lahan (Rante) 3 – 6 3,71

2 Umur (Tahun) 30 – 65 43

3 Tingkat Pendidikan (Tahun) 6 – 12 10

4 Jumlah Tanggungan (Jiwa) 1 – 8 4

5 Pengalaman Bertani (Tahun) 3 – 27 16

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata petani sampel di daerah penelitian memiliki luas lahan usaha tambak polikultur kepiting-ikan yaitu dengan range 3 – 6 rante dengan rataan 3,7 rante. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel di daerah penelitian termasuk petani yang memiliki lahan yang tidak terlalu luas untuk berusaha tambak kepiting-ikan nila karena besarnya modal dalam berusaha tambak polikultur kepiting-ikan nila dan hanya sebagian petani yang memiliki lahan sewa untuk melakukan usahatani ini.

Umur petani sampel di daerah penelitian memiliki rata-rata 43 tahun dengan range 30 – 65 tahun . Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel masih tergolong pada


(45)

usia yang produktif untuk melakukan usaha polikultur tambak kepiting-ikan. Tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian memiliki rata-rata 10 tahun dengan range 6 – 12 tahun. Berdasarkan data ini dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani sampel adalah tingkat SMA. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani sampel sudah baik.

Jumlah tanggungan petani sampel di daerah penelitian memiliki rata-rata 4 jiwa dengan range 1 – 8 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan petani sampel tergolong rendah. Jumlah ini sangat berpengaruh terhadap beban tanggungan keluarga, dimana sebagian petani memiliki anak yang sudah dewasa dan telah menikah sehingga tidak lagi menjadi tanggungan keluarga.

Pengalaman bertani petani sampel di daerah penelitian memiliki rata-rata 16 tahun dengan range 3 – 27 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman petani dalam bertani sudah lama, sehingga keahlian dan pengetahuan petani dalam berusahatani sudah baik untuk dijalankan.


(46)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sistem Pengelolaan Usaha Tambak Polikultur Kepiting – Ikan di Daerah Penelitian

Usaha tambak polikultur kepiting-ikan yang terdapat di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang ini adalah suatu tambak yang membudidayakan kepiting bakau dan ikan nila dalam satu kolam. Pembudidayaan kepiting bakau ini menghasilkan kepiting yang memiliki cangkang lunak dengan sistem pengelolaan yang meliputi beberapa kegiatan diantaranya: Persiapan Tambak, Penebaran Bibit, Teknik Produksi Kepiting soka (kepiting cangkang lunak), Pemberian Pakan, Pemeliharaan air, dan Pengendalian Hama dan Penyakit. Sedangkan pada pembudidayaan ikan teknik budidaya nya meliputi persiapan wadah pembesaran/pemeliharaan, metode dan system pemeliharaan dapat disesuaikan dengan budidaya kepiting bakau, sesuai dengan pernyataan Gustiano, dkk (2010) yang menyatakan bahwa pengelolaan pembesaran ikan nila dapat disesuaikan dengan jenis lahan (kolam, tambak, sawah, keramba jaring apung, dan hampang), metoda (tunggal kelamin, campur kelamin, tunggal jenis, dan terpadu), dan sistem pemeliharaan (ekstensif atau tradisional, semi intensif, dan intensif) yang dipergunakan. Pada daerah penelitian, lahan yang digunakan yaitu kolam tambak dengan menggunakan metoda campuran jenis atau polikultur dimana menurut gustiano, dkk (2010) polikultur atau campuran jenis adalah suatu cara pembesaran ikan yang mempergunakan lebih dari satu jenis ikan dalam satu wadah pemeliharaan. Dimana pemilihan jenis ikan , penentuan komposisi, serta penentuan bobot aawal


(47)

individu dilakukan atas pertimbangan dari beberapa hal, yaitu: persediaan pakan alami, kebiasaan makan bagi setiap jenis ikan, dan tujuan usaha pembesaran. Pada daerah penelitian, system pemeliharaan untuk metode polikultur yaitu menggunakan sistem semi intensif. Sistem pemeliharaan semintensif plikultur kepiting-ikan dimana Gustiano, dkk (2010) menyatakan bahwa pemeliharaan semiintensif dapat dilakukan di kolam, tambak, sawah, dan jaring apung. Pada sistem semiintensif ini ditandai oleh pemeliharaan nya yang sudah melakukan kegiatan pemupukan dan pemberian pakan tambahan secara teratur dan prasarana berupa saluran irigasi harus baik. Budidaya ikan nila secara semi intensif dikolam dapat dilakukan secara monokultur maupun polikultur. System semiintensif juga dapat dilakukan secara terpadu dimana kolam ikan di kelola bersama dengan usaha tani maupun industry rumah tangga lain.

Adapun aspek kegiatan budidaya polikultur kepiting-ikan nila di daerah penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

1. Persiapan Kolam Tambak

Pada daerah penelitian, usaha tambak polikultur dilakukan pada komoditi kepiting bakau dan ikan nila. Kolam tambak di buat pada daerah air payau, dimana kolam tambak merupakan alihfungsi dari tambak udang. Dengan pH berkisar antara 6-8 dan kadar garam 28 permil. Sesuai dengan pernyataan Soim (1999) kisaran

salinitas yang sesuai bagi kepiting adalah 10-30 0/00 atau di golongkan ke dalam

air payau atau menurut Rusmiyati (2011) kriteria lokasi yang ideal untuk pembudidayaan kepiting adalah daerah air payau atau air asin dengan kadar garam 15-30 permil dengan pH tanah 4-5 dan salinitas 24-30 ppt. Barus (2001) menyatakan pH yang ideal bagi organisme akuatik pada umumnya terdapat antara


(48)

7-8,5 termasuk pada ikan nila. Sedangkan menurut Gustiano, dkk (2010) pada salinitas 15 ppt ikan nila mempunyai tingkat kelangsungan hidup dua kali lipat dengan tingkat adaptasi yang tinggi. Ikan nila dapat dibudidayakan pada air payau dengan teknik adaptasi secara bertahap seperti yang dilakukan pada daerah penelitian.

Pada persiapan pembuatan kolam tambak, pengelolaan tanah dasar tambak merupakan salah satu tahap yang sangat penting. Pada daerah penelitian, dasar kolam tanah dengan dasar kolam lumpur berpasir yang memiliki pipa paralon yang di letakkan pada pintu masuk kolam atau pintu penghubung antara satu kolam dengan kolam lain nya yang berfungsi sebagai irigasi atau pintu masuk air pada saat pergantian air kolam ataupun pada saat memulai kegiatan budidaya yang dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan yaitu pada saat pasang 30, air pasang menjelang malam hari maupun pasang 15, yaitu menjelang siang hari. Kegiatan persiapan tambak meliputi penjemuran kolam, pembalikan dan pengapuran. Kegiatan persiapan tambak ini membutuhkan waktu selama 2 minggu, yaitu 1 minggu penjemuran sampai dasar tanah mengering dan retak-retak setelah itu dilakukan pembalikan tanah dengan cara mencangkul tujuan dilakukannya pengeringan dan pembalikan tanah ini agar memudahkan dalam penyerapan pupuk dan mineral lainnya seperti pupuk NPK dan pupuk kandang memicu tumbuhnya fitoplankton yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup kepiting terutama ikan yang berada dibawah permukaan air atau di bawah keramba yang setengah mengapung. Sedangkan pengapuran dilakukan secukupnya. Sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011), pengelolaan dasar tambak dilakukan dengan memberikan perlakuan terhadap dasar tambak. Seperti pengapuran dan pemberian


(49)

pupuk sesuai kebutuhan, dengan demikian dasar tambak tidak menimbulkan pengaruh negative tgerhadap kualitas air tambak selama pemeliharaan. Kegiatan tambak kegiatan pengelolaan tambak meliputi penjemuran, pembalikan, dan pengapuran.penjemuran tanah dilakukan hingga bagian permukaan sampai retak – retak. Tujuan nya agar semua bahan organik yang didasar tambak terurai menjadi unsure yang tidak membahayakan dan mengikat gas-gas beracun yang terdapat pada dasar kolam atau media tanah. Proses pengeringan tambak dilakukan selama 1 minggu. Pada persiapan lahan tambak juga dilakukan kegiatan pengapuran.

Pengapuran menggunakan kapur CaCO3 (Dholomit). Pengapuran berpengaruh

terhadap nilai pH tanah bertujuan untuk menaikkan atau mempertahankan pH tanah bagian dalam tambak hingga kisaran pH normal (7-8). Pengapuran dilakukan dengan menaburkan kapur dipermukaan pelataran tambak secara merata dan dibiarkan selama 2-4 hari. Pada daerah penelitian jumlah kapur pertanian (Dholomit) dan pupuk yang digunakan dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 6. Rata-rata Kebutuhan Kapur dan Pupuk di Daerah Penelitian

Uraian Dholomit NPK Pupuk Kandang

(Zak) (Zak) (Goni)

Rante 1 1 7

Ha (8 Kolam) 9 8 48

Sumber : Analisis Data primer Lampiran 4a dan 4b

Dari tabel 6, dapat dilihat pada daerah penelitian, jumlah kebutuhan pengapuran

per kolam dengan rata-rata luas kolam tambak yaitu 3,7 rante (1480 m2) yaitu

sebanyak 50 kg atau sekitar 450 kg pada luas tambak 4000m2 , kebutuhan tersebut

disesuaikan pada keasaman tanah pada daerah penelitian. Sesuai pernyataan Rusmiyati (2011) yang menyatakan bahwa dosis pengapuran dan pemberian


(50)

pupuk dapat dilakukan sesuai kebutuhan yang berbeda di setiap daerah. Menurut Gustiano (2010), dosis pupuk anorganik yang diterapkan adalah sesuai dengan tingkat kesuburan di tiap daerah.

Selain itu Pada daerah penelitian di lakukan kegiatan pemupukan dengan menggunakan pupuk NPK sebagai ganti pupuk Urea dan TSP, dengan dosis 1 zak (50 kg) per 3,7 rante (38.5 m) dan 400 kg/Ha. Kebutuhan pupuk kandang sebanyak 7 goni atau 70 kg per kolam dan 48 goni atau 480 kg/ha. Sesuai dengan pernyataan Gustiano (2010) yang menyatakan bahwa dosis pupuk kandang 250-500 gram/m.

2. Penebaran Bibit

Penebaran bibit kepiting maupun ikan di daerah penelitian dilakukan pada pagi hari maupun sore hari pada hari yang berbeda sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011), Penebaran bibit kepiting dapat dilakukan pada pagi atau sore hari pada keramba. Berikut ini adalah tabel rata-rata kebutuhan bibit kepiting pada usaha tambak polikultur kepiting-ikan per petani per periode (1 Bulan) di Daerah penelitian.

Tabel 7. Rata-rata Kebutuhan Bibit Kepiting Pada Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Per Petani Per Periode (1 Bulan) di Daerah Penelitian.

No Luas Kolam Bibit Ikan(Kg) Bibit

Kepiting(Kg)

Keramba (unit)

1 3,7 Rante 0,6 605 125

2 Ha 5 3924 808

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 2a dan 2b

Dari tabel 7 dapat di lihat, setiap lahan tambak pemeliharaan terdapat 100 unit

keramba 1,5x1x1 meter dengan kepadatan tebar benih satu kolam (1200m2) sekitar

605 Kg atau sekitar 6050 ekor/kolam atau 60 ekor/keramba dengan berat rata-rata 1 ons/ekor dan 3924 kg/ha dengan kebutuhan keramba 808 unit/ha. Sesuai dengan


(51)

pernyataan Rusmiyati (2011), benih kepiting yang ditebar berukuran kurang lebih 200-300 gram per ekor. Untuk ukuran keramba 1,5 – 2 x 1 x 1 meter kepadatan tebarnya kurang lebih 15-25 kg per keramba atau sebanyak 60-70 ekor/keramba. Sedangkan kepadatan tebar ikan nila di daerah penelitian yaitu 0.6 kg/petani yaitu

1200 ekor per kolam 3,7 rante (1200m2) dengan berat 0.5 gram per ekor dan 5

kg/ha . Sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011) pada budidaya polikultur dengan ikan nila maksimal dapat ditebar dengan kepadatan 2000-3000 ekor/ha untuk berat 2-5 gram atau kurang lebih 20.000-30000 ekor/ha untuk berat 0.5

gram atau sebesar 2400-3600 ekor/kolam (1200m2).

3. Pemberian Pakan

Menurut Rusmiyati (2011), Jenis pakan untuk kepiting tidaklah sulit karena kepiting termasuk dalam hewan pemakan segala jenis makanan begitu juga ikan nila. Menurut Rukmana (1997) ikan nila efisien terhadap pakan, mudah dipelihara pada berbagai lingkungan (habitat), rakus terhadap limbah buangan / sisa pakan dan termasuk pemangsa segalah bahan (omnifora). Ada dua jenis pakan yang dapat diberikan pada kepiting dan ikan, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pada daerah penelitian pakan alami yang diberikan pada kepiting yaitu ikan runcah dan keong mas. Sedangkan pakan buatan yaitu pelet. Sedangkan untuk pakan ikan pada daerah penelitian adalah sisa pakan kepiting yang berjatuhan kedasar kolam tambak serta pakan alami yang berupa jentik-jentik nyamuk maupun fitoplankton, zooplankton yang tumbuh akibat pemupukan kolam pada saat tahap persiapan tambak maupun pada saat pemupukan susulan. Sesuai dengan pernyataan Gustiano (2010) Pakan pada kolam pemeliharaan dapat berupa pakan alami yang berasal dari pemupukan. Fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup


(52)

di dasar , seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chirinomus dapat menjadi makanan ikan nila. Selanjutnya ikan dapat diberikan pakan lain selain pakan alami yang terdapat pada kolam. Dalam hal ini seperti pellet kepiting yang berjatuhan ke dasar kolam. Berikut ini adalah table kebutuhan pakan per petani per periode (30 hari) didaerah penelitian.

Tabel 8. Rata-rata Kebutuhan Pakan Per Petani di daerah Penelitian Dalam 1 Periode.

Luas Tambak Bibit Kebutuhan Pakan

(Kg) (Kg)

3,7 Rante 605 898

1 Ha 3924 8505

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 3a dan 3b

Dari tabel 8 dapat di ketahui pada daerah penelitian, rata-rata kebutuhan pakan yaitu sebesar 898 kg untuk bibit 605 kg atau 898 kg untuk bibit yang berjumlah kurang lebih 6050 ekor. Jumlah kebutuhan pakan ini diperoleh dengan memperhitungkan berat awal kepiting, pertambahan berat serta tingkat kematian kepiting dimana pertambahan berat kepiting dapat mencapai 20%-30% dan tingkat kematian sebesar 25%-30%. Sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011), pemberian pakan lebih diutamakan dalam bentuk segar sebanyak 5-10% dari berat badan dan diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore/ malam hari. Dalam siklus pemeliharaan, kepiting yang dapat bertahan hidup adalah sebesar 70%. Dengan pertambahan berat badan sebesar 10%-15%. Sedangkan menurut Gustiano (2010), pada ikan nila, jumlah pakan yang diberikan setiap hari disesuaikan dengan berat ikan, sering di sebut dengan Tingkat Pemberian Pakan (TPP). Umumnya ikan yang berukuran besar membutuhkan TPP dan frekuensi pemberian pakan yang semakin kecil dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil. Seperti pada daerah penelitian, jumlah pakan yang diberikan pada kepiting


(53)

yang tumbuh semakin besar akan mengurangi sisa pakan yang jatuh kedasar kolam, akan tetapi hal ini justru lebih baik karena kebiutuhan pakan ikan juga semakin kecil sehingga tidak mengganggu pertumbuhan kedua komoditi secara bersamaan. Akan tetapi pada saat awal pemeliharaan ikan nila membutuhkan lebih banyak pakan, sedangkan kepiting membutuhkan lebih sedikit pakan, maka jumlah sisa pakan kepiting yang berjatuhan ke dasar kolam akan menjadi makanan tambahan bagi ikan nila hal ini sangat membantu petani dalam meminimalisir limbah organik yang dapat mengurangi kualitas air, selain itu ikan nila juga sangat bermanfaat bagi pemeliharaan kepiting, sifat nya yang lincah dan suka bergerak akan meningkatkan sirkulasi air sehingga secara tidak langsung akan menambah suplai oksigen bagi kepiting.

4. Teknik Budidaya Kepiting soka dan Ikan Nila.

Tujuan pemeliharaan kepiting bakau di daerah penelitian adalah untuk memperoleh kepiting soka atau kepiting cangkang lunak. Pada daerah penelitian tahap awal dalam teknik budidaya kepiting soka yaitu seleksi terhadap kepiting yang akan di molting. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah tingkat kematian dalam pemeliharaan dan kegagalan dalam produksi kepiting soka. Ukuran kepiting yang akan dibudidayakan sebagai kepiting soka yaitu kepiting muda berumur 3 bulan, memiliki berat 100 gram atau 1 ons dengan panjang kerapaks yaitu 10 cm. sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011), kepiting yang sudah tua atau yang sudah pernah bertelur tidak baik untuk dilakukan pemotingan (proses ganti kulit). Ukuaran cangkang kepiting yang dipelihara berkisar 10-15 cm dengan berat 60-150 gram. Ukuan tersebut sangat baik dan sangat cepat dalam proses molting. Kondisi organ tubuh lengkap tak ada cacat dan luka. kepiting


(54)

yang cacat ataupun mengalami luka tidak bias molting dan mengalami kematian 1- 4 hari pemeliharaan.

Rusmiyati (2011) menyatakan, produksi kepiting soka, dilakukan dengan memelihara kepiting secara individu didalam kotak (keranjang) yang di tempatkan pada keramba hingga molting. Seperti yang terdapat pada daerah penelitian.

Pertumbuhan kepiting terjadi secara berkala pada setiap rangkaian proses pergantian kulit atau molting. Pada daerah penelitian pergantian kulit ini dapat terjadi hingga beberapa kali molting. Penambahan bobot kepiting dapat mencapai 25% dari berat awal. Pemoltingan tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan wadah tempat pemeliharaan kepiting, pencahayaan, suhu atau temperature serta makanan. Selain itu penggantian air dan pemberian pakan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan pemoltingan kepiting. Kepiting yang sedang mengalami pergantian kulit inilah yang akan di panen menjadi kepiting soka. Sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011) bahwa selama masa pertumbuhan kepiting menjadi dewasa, kepiting bakau akan mengalami proses ganti kulit antara 17-20 kali. Hal ini terjadi karena rangka luar yang membungkus tubuhnya tidak dapat membesar sehingga perlu dibuat dan diganti dengan yang lebih besar. Pertambahan berat yang dicapai setelah molting 20-25% dari berat awal dengan rata-rata berat awal penebaran 80-100 g/ekor dalam masa pemeliharaan 15-20 hari. Pemoltingan tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu informasi eksternal dari lingkungan seperti cahaya, temperature, dan ketersediaan makanan. Selain itu informasi internal juga sangat berperan, seperti ukuran tubuh yang membutuhkan tempat yang lebih luas. Kedua faktor ini akan mempengaruhi otak dan menstimulasi organ-Y untuk menghasilkan hormon molting yaitu ekdisteroid.


(55)

Selain itu penggantian air dilakukan bila terjadi penurunan kualitas air dan sampling dilakukan setiap 5 hari untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan dan kesehatan kepiting. Dengan pengelolaan pakan yang cermat, cocok dan tepat jumlah maka dalam tempo 10 hari pertumbuhan kepiting akan dapat diketahui.

5. Pemeliharaan Air

Pemeliharaan air merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam kebrhasilan kegitan pembudidayaan kepiting. Pada daerah penelitian pemeliharaan air dilakukan dengan penggantian air setiap pasang atau 2 kali dalam 1 periode, selain itu manfaat dari polokultur yang dilakukan oleh para petambak didaerah penelitian yaitu menjaga agar limbah sisa pakan kepiting serta lumut-lumut yang tumbuh pada keramba tidak menyebabkan kualitas air menjadi terganggu karena ikan nila akan memakan kedua makanan tersaebut. Sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011) bahwa dalam pemeliharaan kepiting bakau, penggantian air sangat diperlukan. Hal ini memegang peranan penting dalam kberhasilan budidaya kepiting. Penggantian air yang baik dilakukan sebanyak 50-70%. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas air selama masa pemeliharaan. Kondisi air yang tidak layak digunakan ditandai dengan keruhnya air sehingga kepiting akan banyak yang mati. Penrgantian air dilakukan secara bertahap pada pagi dan sore hari. Hal ini dikarenakan proses penrgantian air harus menunggu air laut pasang.

Pada daerah penelitian beberapa hal yang sangat diperhatikan oleh petambak selama masa pemeliharaan kepiting adalah pH, Kandungan oksigen yang terlarut dalam air, salinitas, dan perubahan suhu. pH sangat berpengaruh terhadap reaksi kimia dan toksisitas yang dapat mengakibatkan kematian pada kepiting, salah satu


(56)

penanganan terhadap tingkat pH air yang sangat rendah/basa maupun sangat tinggi/asam yaitu dengan cara penambahan kapur Dholomit pada saat kualitas air mulai tampak menurun, selain itu toksisitas reaksi kimia juga dapat terjadi akibat limbah bahan organik yang dihasilkan oleh sisa pakan yang tidak termakan, bangkai hewan dan tumbuhan, kotoran kepiting dan ikan nila, serta bahan organik lain yang membusuk, hal ini dapat diantisipasi dengan pemilihan pakan yang berkualitas. Sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011), pada kolam dengan sistem resirkulasi air cenderung menjadi lebih asam karena proses nitrifikasi dari bahan organik akan menghasilkan karbondioksida dan ion hydrogen. Pada kolam atau tambak banyak dijumpai tumbuhan renik, yang dapat mempengaruhi pH, semakin tinggi nilai pH maka semakin tinggi nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Berdasarkan nilai kisaran pH menurut EPA (Environtmental Protection Agency) untuk kehidupan organisme air adalah 6,5 – 8,5. Menurun nya kualitas air ditandai dengan semakin keruhnya air. Selain itu salinitas juga sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Air yang digunakan dalam pemeliharaan kepiting sebaiknya antara 15-35 permil. Sedangkan nilai oksigen sangat penting bagi pernafasan kepiting maupun ikan dan merupakan komponen utama bagi metabolism kepiting dan organisme perairan lainnya. Kandungan oksigen terlarut yang terbaik untuk kehidupan organisme perairan berkisar antara 5-5,69 ppm. Kandungan oksigen lebih rendah akan mengakibatkan selera makan oranisme menurun. Dalam usaha budidaya kepiting soka sirkulasi air harus selalu dijaga untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut tersebut. Pada daerah penelitian penanganan terhadap sirkulasi air yaitu dengan


(57)

meadukan ikan nila dengan kepiting dengan merujuk pada sifat ikan nilai tersebut. Berikut ini adalah rata-rata kebutuhan obat-obatan dalam pemeliharaan air yaitu:

Tabel 9. Rata-rata Kebutuhan Obat-obatan Per Petani dan Per Ha di daerah Penelitian Dalam 1 Periode.

No

Luas Kolam Samponen Lodan

(Zak) (Kg)

1 3.7 Rante 1 12

2 1 Ha 8 74

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 4a dan 4b

Dari tabel 9 dapat di ketahui pada daerah penelitian, kebutuhan obat-obatan untuk pemeliharaan air pada saat proses budidaya yaitu 1 zak /50 kg perpetani dan 8 zak atau 400 kg/ha (8 kolam) dengan luas kolam rata-rata 3,7 rante untuk samponen dan 12 kg lodan perpetani dan 74 kg/ha.

6. Pencegahan Hama dan Penyakit.

Hama dan penyakit yang terdapat didaerh penelitian yaitu white spot dan

berkurangnya nafsu makan kepiting. Penyebab white spot syndrome virus (wssv)

adalah karena kolam tambak yang digunakan adalah bekas tambak udang yang pernah tercemar virus. Sedangkan berkurangnya nafsu makan pada kepiting dapat di sebabkan oleh kualitas air yang kurang baik. Penanganan terhadap kualitas air yang kurang baik yaitu dilakukan nya pengapuran sedangkan penanganan pada

infeksi wssv adalah mengkarantina kepiting yang terjangkit. Pemberian klorin

serta pemeliharaan yang intensif. Sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011),

kepiting bakau sangat sensitif terhadap white spot syndrome virus, hal ini karena

udang dan kepiting masih berada dalam satu kelas, yaitu Crustaceaserta dan

memiliki habitat yang sama yaitu pada perairan payau atau estuaria. Pencegahan dan pengendalian terhadap penyakit ini yaitu: 1) mensucihamakan induk yang akan memijah. 2) pemberian klorin pada air yang ditempati kepiting 3) perlakuan


(1)

Sambungan Lampiran 8b. Produksi dan Penerimaan Petani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian

No Luas Penerimaan Penerimaan Total

Sampel Lahan Budidaya Ikan Budidaya Kepiting Penerimaan Usaha Polikultur

(Rante) (Rp)/Ha (Rp)/Ha

1 6 68,040,000 3,500,000,000 3,568,040,000

2 3 77,248,000 3,375,000,000 3,452,248,000

3 6 72,000,000 3,600,000,000 3,672,000,000

4 6 54,000,000 3,192,000,000 3,246,000,000

5 3 57,600,000 3,348,000,000 3,405,600,000

6 3 59,072,000 3,570,000,000 3,629,072,000

7 6 62,400,000 3,220,000,000 3,282,400,000

8 3 64,800,000 3,360,000,000 3,424,800,000

9 3 68,160,000 3,675,000,000 3,743,160,000

10 3 62,400,000 3,600,000,000 3,662,400,000

11 3 62,400,000 3,720,000,000 3,782,400,000

12 6 64,600,000 3,360,000,000 3,424,600,000

13 3 81,792,000 3,150,000,000 3,231,792,000

14 3 75,600,000 3,225,600,000 3,301,200,000

15 3 62,400,000 3,750,000,000 3,812,400,000

16 3 62,400,000 3,648,000,000 3,710,400,000

17 3 62,400,000 3,500,000,000 3,562,400,000

18 3 59,072,000 3,534,000,000 3,593,072,000

19 3 59,072,000 3,562,500,000 3,621,572,000

20 3 59,072,000 3,830,400,000 3,889,472,000

21 3 91,200,000 4,032,000,000 4,123,200,000

Total 78 1,385,728,000 73,752,500,000 75,138,228,000


(2)

Lampiran 9b. Biaya Produksi Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian

No Luas Biaya Variabel (VC)

Usaha Polikultur Tambak Kepiting - Nila

Sampel Lahan Total

Biaya Benih Biaya Pakan Biaya Pupuk & Obat-obatan Biaya TK Biaya Biaya Variabel

(Rante) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

1 6 1,208,000,000 320,000,000 42,240,000 234,500,000 23,000,000 1,827,740,000

2 3 1,204,800,000 240,000,000 45,120,000 262,000,000 21,650,000 1,773,570,000

3 6 1,129,600,000 280,000,000 49,000,000 302,000,000 15,800,000 1,776,400,000

4 6 1,209,600,000 380,000,000 54,640,000 236,000,000 19,000,000 1,899,240,000

5 3 1,204,000,000 260,000,000 55,120,000 262,000,000 21,650,000 1,802,770,000

6 3 1,444,800,000 280,000,000 55,120,000 262,000,000 21,650,000 2,063,570,000

7 6 1,208,000,000 260,000,000 55,720,000 264,260,000 21,400,000 1,809,380,000

8 3 1,126,400,000 192,000,000 52,320,000 268,000,000 27,250,000 1,665,970,000

9 3 1,204,800,000 224,000,000 55,120,000 263,000,000 21,650,000 1,768,570,000

10 3 1,204,800,000 240,000,000 55,120,000 270,000,000 21,650,000 1,791,570,000

11 3 1,204,800,000 260,000,000 54,240,000 262,000,000 23,250,000 1,804,290,000

12 6 1,131,200,000 192,000,000 51,680,000 312,500,000 22,550,000 1,709,930,000

13 3 1,126,400,000 192,000,000 51,520,000 268,520,000 23,250,000 1,661,690,000

14 3 1,126,400,000 216,000,000 51,720,000 262,040,000 23,250,000 1,679,410,000

15 3 1,204,000,000 268,000,000 55,120,000 336,000,000 20,050,000 1,883,170,000

16 3 1,204,800,000 288,000,000 54,640,000 262,040,000 22,100,000 1,831,580,000

17 3 1,204,000,000 296,000,000 55,120,000 259,000,000 24,450,000 1,838,570,000

18 3 1,204,800,000 256,000,000 59,120,000 266,000,000 21,650,000 1,807,570,000

19 3 1,204,800,000 240,000,000 55,120,000 261,000,000 21,650,000 1,782,570,000

20 3 1,348,800,000 288,000,000 55,120,000 262,000,000 21,650,000 1,975,570,000

21 3 1,404,000,000 280,000,000 51,520,000 316,000,000 30,725,000 2,082,245,000

Total 78 25,508,800,000 5,452,000,000 1,114,440,000 5,690,860,000 469275000 38,235,375,000 Rataan 3.714286 1,214,704,762 259,619,048 53,068,571 270,993,333 22346428.57 1,820,732,143


(3)

Sambungan Lampiran 9b. Biaya Produksi Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian

Biaya Tetap (FC) Total Total

Biaya

Penyusutan Biaya Biaya Biaya Biaya Biaya

Alat Sewa PBB Listrik Tetap Usahatani

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

13,720,000 0 600,000 - 14,320,000 1,842,060,000

13,881,334 0 300,000 - 14,181,334 1,787,751,334

14,868,667 0 400,000 - 15,268,667 1,791,668,667

13,506,000 0 600,000 - 14,106,000 1,913,346,000

13,741,334 0 300,000 - 14,041,334 1,816,811,334

13,697,334 775,902,333 0 - 789,599,667 2,853,169,667

13,224,000 0 600,000 - 13,824,000 1,823,204,000

15,730,000 0 400,000 - 16,130,000 1,682,100,000

13,688,000 0 400,000 - 14,088,000 1,782,658,000

13,721,334 0 400,000 - 14,121,334 1,805,691,334

13,892,000 0 300,000 - 14,192,000 1,818,482,000

29,592,000 0 600,000 - 30,192,000 1,740,122,000

30,173,334 769,964,333 0 - 800,137,667 2,461,827,667

13,721,334 804,034,333 0 - 817,755,667 2,497,165,667

13,948,000 0 400,000 - 14,348,000 1,897,518,000

13,721,334 0 400,000 - 14,121,334 1,845,701,334

13,688,000 0 300,000 - 13,988,000 1,852,558,000

13,721,334 0 400,000 - 14,121,334 1,821,691,334

13,808,000 0 400,000 - 14,208,000 1,796,778,000

14,888,000 0 400,000 - 15,288,000 1,990,858,000

29,980,000 0 400,000 - 30,380,000 2,112,625,000

340,911,339 2349900999 7,600,000 - 2,698,412,338 40,933,787,338 16,233,873 111,900,048 361,905 - 128,495,826 1,949,227,968


(4)

Lampiran 10b. Pendapatan Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian

No Luas Penerimaan Penerimaan Total Total Biaya Pendapatan

Sampel Lahan Budidaya Ikan Budidaya Kepiting Penerimaan Usaha Polikultur Usahatani Usahatani

(Rante) (Rp)/Ha (Rp)/Ha (Rp)/Ha (Rp)/Ha

1 6 68,040,000 3,500,000,000 3,568,040,000 1,842,060,000 1,725,980,000

2 3 77,248,000 3,375,000,000 3,452,248,000 1,787,751,334 1,664,496,666

3 6 72,000,000 3,600,000,000 3,672,000,000 1,791,668,667 1,880,331,333

4 6 54,000,000 3,192,000,000 3,246,000,000 1,913,346,000 1,332,654,000

5 3 57,600,000 3,348,000,000 3,405,600,000 1,816,811,334 1,588,788,666

6 3 59,072,000 3,570,000,000 3,629,072,000 2,853,169,667 775,902,333

7 6 62,400,000 3,220,000,000 3,282,400,000 1,823,204,000 1,459,196,000

8 3 64,800,000 3,360,000,000 3,424,800,000 1,682,100,000 1,742,700,000

9 3 68,160,000 3,675,000,000 3,743,160,000 1,782,658,000 1,960,502,000

10 3 62,400,000 3,600,000,000 3,662,400,000 1,805,691,334 1,856,708,666

11 3 62,400,000 3,720,000,000 3,782,400,000 1,818,482,000 1,963,918,000

12 6 64,600,000 3,360,000,000 3,424,600,000 1,740,122,000 1,684,478,000

13 3 81,792,000 3,150,000,000 3,231,792,000 2,461,827,667 769,964,333

14 3 75,600,000 3,225,600,000 3,301,200,000 2,497,165,667 804,034,333

15 3 62,400,000 3,750,000,000 3,812,400,000 1,897,518,000 1,914,882,000

16 3 62,400,000 3,648,000,000 3,710,400,000 1,845,701,334 1,864,698,666

17 3 62,400,000 3,500,000,000 3,562,400,000 1,852,558,000 1,709,842,000

18 3 59,072,000 3,534,000,000 3,593,072,000 1,821,691,334 1,771,380,666

19 3 59,072,000 3,562,500,000 3,621,572,000 1,796,778,000 1,824,794,000

20 3 59,072,000 3,830,400,000 3,889,472,000 1,990,858,000 1,898,614,000

21 3 91,200,000 4,032,000,000 4,123,200,000 2,112,625,000 2,010,575,000

Total 78 1,385,728,000 73,752,500,000 75,138,228,000 40,933,787,338 34,204,440,662


(5)

Lampiran 11b. Nilai R/C Per Ha Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian No

Luas

Lahan Total Penerimaan Total Biaya Usahatani R/C

Sampel (Rante) (Rp)/Ha (Rp)/Ha

1 6 3,500,000,000 1,842,060,000 1.90

2 3 3,375,000,000 1,787,751,334 1.89

3 6 3,600,000,000 1,791,668,667 2.01

4 6 3,192,000,000 1,913,346,000 1.67

5 3 3,348,000,000 1,816,811,334 1.84

6 3 3,570,000,000 2,853,169,667 1.25

7 6 3,220,000,000 1,823,204,000 1.77

8 3 3,360,000,000 1,682,100,000 2.00

9 3 3,675,000,000 1,782,658,000 2.06

10 3 3,600,000,000 1,805,691,334 1.99

11 3 3,720,000,000 1,818,482,000 2.05

12 6 3,360,000,000 1,740,122,000 1.93

13 3 3,150,000,000 2,461,827,667 1.28

14 3 3,225,600,000 2,497,165,667 1.29

15 3 3,750,000,000 1,897,518,000 1.98

16 3 3,648,000,000 1,845,701,334 1.98

17 3 3,500,000,000 1,852,558,000 1.89

18 3 3,534,000,000 1,821,691,334 1.94

19 3 3,562,500,000 1,796,778,000 1.98

20 3 3,830,400,000 1,990,858,000 1.92

21 3 4,032,000,000 2,112,625,000 1.91

Total 78 73,752,500,000 40,933,787,338 38.52


(6)

Lampiran 12b. Produktivitas Tenaga Kerja Per Petani Per Tahun (10 Periode) di Daerah Penelitian No

Luas Lahan

Total

Penerimaan Total Tenaga Kerja yang Dicurahkan Produktivitas TK

Tingkat Upah

Berlaku Kelayakan

Sampel (Rante) (Rp) (Rp/HKO) (Rp)

1 6 3,568,040,000 4690 760,776 50,000 Layak

2 3 3,452,248,000 5240 658,826 50,000 Layak

3 6 3,672,000,000 6040 607,947 50,000 Layak

4 6 3,246,000,000 4720 687,712 50,000 Layak

5 3 3,405,600,000 5240 649,924 50,000 Layak

6 3 3,629,072,000 5240 692,571 50,000 Layak

7 6 3,282,400,000 5285.2 621,055 50,000 Layak

8 3 3,424,800,000 5360 638,955 50,000 Layak

9 3 3,743,160,000 5260 711,627 50,000 Layak

10 3 3,662,400,000 5400 678,222 50,000 Layak

11 3 3,782,400,000 5240 721,832 50,000 Layak

12 6 3,424,600,000 6250 547,936 50,000 Layak

13 3 3,231,792,000 5370.4 601,779 50,000 Layak

14 3 3,301,200,000 5240.8 629,904 50,000 Layak

15 3 3,812,400,000 6720 567,321 50,000 Layak

16 3 3,710,400,000 5240.8 707,984 50,000 Layak

17 3 3,562,400,000 5180 687,722 50,000 Layak

18 3 3,593,072,000 5320 675,389 50,000 Layak

19 3 3,621,572,000 5220 693,788 50,000 Layak

20 3 3,889,472,000 5240 742,266 50,000 Layak

21 3 4,123,200,000 6320 652,405 50,000 Layak

Total 78 75,138,228,000 113817.2 13,935,941 1,050,000 Layak


Dokumen yang terkait

Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila” Studi Kasus di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

5 66 103

Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Silvofishery di Desa Lama, Desa Paluh Manan dan Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang

3 19 49

Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Silvofishery di Desa , Desa Paluh Manan dan Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang

0 0 12

Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila” Studi Kasus di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

0 0 28

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polikultur Kepiting Soka – Ikan Nila - Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila” Studi Kasus di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

0 0 17

Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila” Studi Kasus di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

0 0 11

Aplikasi Sistem Silvofishery Di Desa Lama, Desa Paluh Kurau dan Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang

0 0 12

Aplikasi Sistem Silvofishery Di Desa Lama, Desa Paluh Kurau dan Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang

0 0 12

Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting – Ikan Nila (Studi Kasus: Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 29

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polikultur Kepiting Soka – Ikan Nila - Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting – Ikan Nila (Studi Kasus: Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 17