Ektraksi Senyawa Polifenol Melalui Degradasi Biomassa Lignoselulosa Kulit Kopi Menggunakan Konsorsium Aktinomiset

EKSTRAKSI SENYAWA POLIFENOL MELALUI DEGRADASI
BIOMASSA LIGNOSELULOSA KULIT KOPI MENGGUNAKAN
KONSORSIUM AKTINOMISET

NURLENI KURNIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Ekstraksi Senyawa
Polifenol Melalui Degradasi Biomassa Lignoselulosa Kulit Kopi Menggunakan
Konsorsium Aktinomiset” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor,

Juni 2015

Nurleni Kurniawati
NIM P051120121

RINGKASAN
NURLENI KURNIAWATI. Ekstraksi Senyawa Polifenol Melalui Degradasi
Biomassa Lignoselulosa Kulit Kopi Menggunakan Konsorsium Aktinomiset.
Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI dan TITI CANDRA SUNARTI.
Kulit kopi merupakan limbah dari pengolahan primer buah kopi yang
tinggi akan kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu polifenol; yang terdiri
atas tanin, flavonol, katekin, asam hidroksimat, dan antosianin. Senyawa polifenol
dapat digunakan sebagai antioksidan, pewarna alami makanan, dan mengatasi
penyakit diabetes serta kardiovaskular. Polifenol yang terdapat pada kulit kopi
dilindungi oleh komponen serat yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Untuk
melepaskan senyawa polifenol tersebut maka perlu dilakukan degradasi

komponen serat yang dapat dilakukan oleh enzim selulase, xilanase, dan
peroksidase yang dihasilkan oleh bakteri melalui kultivasi. Pada penelitian ini
enzim selulase, xilanase, dan peroksidase dapat dihasilkan oleh aktinomiset
Streptomyces exfoliatus 42, sedangkan xilanase yang tinggi dihasilkan oleh
Streptomyces costaricanus 45I-3 melalui fermentasi atau kultivasi media padat.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perolehan ekstrak
senyawa polifenol dengan mendegradasi komponen lignoselulosa kulit kopi
menggunakan konsorsium isolat aktinomiset dan kultivasi media padat.
Dibandingkan dengan fermentasi spontan buah kopi, penambahan kultur
konsorsium aktinomiset mampu mempercepat degradasi komponen lignoselulosa
kulit kopi, dan secara signifikan berpengaruh pada hasil senyawa bioaktif seperti
polifenol, antosianin, tanin, dan katekin. Penurunan tertinggi komponen
lignoselulosa terjadi setelah hari ke-6 fermentasi yaitu 29.11% selulosa, 4.19%
lignin, dan hari ke-9 sebesar 17.56% untuk hemiselulosa. Perolehan hasil ekstrak
tertinggi dari komponen ekstrak bioaktif terjadi pada inkubasi setelah hari ke-6
yaitu total polifenol (1.20 mg mL-1), antosianin (109.95 mg mL-1) dan katekin
pada inkubasi hari ke-3 (10.38 mg mL-1). Penggunaan konsorsium Streptomyces
sp. selama fermentasi juga dapat menurunkan perolehan ekstrak tanin, sehingga
dapat meningkatkan pemanfaatan kulit kopi yang terfermentasi sebagai pakan
ternak. Dengan demikian penggunaan konsorsium aktinomiset dapat

meningkatkan perolehan ekstrak polifenol dan meningkatkan nilai guna limbah
kulit kopi.

Kata kunci : Kulit kopi, ekstraksi polifenol, degradasi lignoselulosa, konsorsium
aktinomiset.

SUMMARY
NURLENI KURNIAWATI. Extraction of Polyphenol Compounds by
Lignocellulose Biomass Degradation of Coffee Pulp Using Actinomycetes
Concortia. Supervised by ANJA MERYANDINI and TITI CANDRA SUNARTI.

Coffee pulp is a by-product from coffee primary processing unit which
contains high concentration of secondary metabolite compounds like polyphenols
i.e tannins, flavonols, catechins, hydroxycinamic acid and anthocyanins. The
compounds can be used as antioxidants and natural food dyes, which can be used
to overcome diabetic, and cardiovascular symphtoms. Polyphenols in coffee pulp
are binding by cellulose, hemicellulose, and lignin fiber components. Polyphenol
can be easily released by the degradation of fiber components by cellulase,
xylanase, and peroxidase which resulting from cultivation of bacteria by using
solid state fermentation. On this study, the cellulase, xylanase, and peroxidase can

be produced by Streptomyces exfoliatus 42, whereas the high xylanase produced
by Streptomyces costaricanus 45I-3. The aim of this study is to enhance the yield
of polyphenol extract by degrading the fiber component using concortia of
Streptomyces exfoliatus 42 and Streptomyces costaricanus 45I-3.
Compared to spontaneous fermentation of coffee cherries, the introduction
of actinomycetes starter accelerated the fermentation which cause increasing the
degradation of lignocellulose components of coffee pulp, and significantly effects
on the yield of bioactive compounds mainly for polyphenols, anthocyanins,
tannins, and catechins contents. The highest decreasing in the lignin and cellulose
levels in coffee pulp was obtained after 6th days as 4.19% of lignin, 29.11% of
cellulose, and after 9th days for hemicellulose (16.89%). The highest yield of
bioactive components extracts produced from 6th days incubation for total
polyphenols (1.20 mg mL-1), anthocyanin (109.95 mg mL-1) and the highest yield
of catechin (10.38 mg mL-1) produced form 3th days incubation, and introduction
of actinomycetes also reduced the tannin contents after fermentation. This made
the fermented coffee pulp were suitable as feed source.

Keyword: Coffee pulp, polyphenol extraction, lignocellulose degradation,
actinomycetes concortia.


Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EKSTRAKSI SENYAWA POLIFENOL MELALUI DEGRADASI
BIOMASSA LIGNOSELULOSA KULIT KOPI MENGGUNAKAN
KONSORSIUM AKTINOMISET

NURLENI KURNIAWATI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Suryani, SP MSc

Judul Tesis
Nama
NIM

: Ektraksi Senyawa Polifenol Melalui Degradasi Biomassa
Lignoselulosa Kulit Kopi Menggunakan Konsorsium Aktinomiset
: Nurleni Kurniawati
: P051120121

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Anja Meryandini, MS
Ketua

Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 5 Juni 2015


Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Desember 2014
ialah Ekstraksi Senyawa Polifenol Melalui Degradasi Biomassa Lignoselulosa
Kulit Kopi Menggunakan Konsorsium Aktinomiset.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Anja Meryandini, MS sebagai
ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi sebagai anggota
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, saran, motivasi, nasehat
waktu konsultasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis
selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu
penulis ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Dr Suryani, SP MSc,
dan Prof Dr Ir Suharsono, DEA selaku ketua Program Studi Bioteknologi IPB
yang telah memberikan masukan pada saat ujian sidang tesis, serta motivasi
selama studi. Kepada DIKTI melalui Beasiswa Unggulan selama menempuh
pendidikan pascasarjana di IPB, dan terima kasih atas hibah penelitian tahun 2014
a.n. Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi sehingga penelitian yang penulis lakukan dapat
terlaksana dengan baik.
Penghargaan penulis sampaikan kepada staf dan laboran di laboratorium

Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSHB IPB dan laboratorium Kimia Analitik
IPB yang telah membantu selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Rike Tri KD, Nurkholis, Yeni, Tika, Hamtini, Ike Apriani, Anik,
Novianty, Rahmi, Lia, Ika, Debi, Ira, Fithe, Wahyu, Wida, Fitri, Nuril serta
seluruh teman-teman di Laboratorium Kimia Analitik IPB, atas dukungan,
motivasi, dan bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih tak terhingga
juga penulis ucapkan kepada bapak Darmanto SPd, ibu Sumarni, Adek Nurhavid
Kurniawan tersayang, dan Tomi Sutrisno, SSi atas doa, dukungan, kasih sayang,
motivasi, dan semangat yang diberikan. Terima kasih untuk teman-teman
seperjuangan di Sekolah Pascasarjana Bioteknologi IPB angkatan 2012 serta
seluruh pihak yang telah memberikan doa dan dukungannya, penulis ucapkan
terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Juni 2015

Nurleni Kurniawati


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit Kopi
Biomassa Lignoselulosa
Aktinomiset
Senyawa Bioaktif di Kulit Kopi
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Karakterisasi Bahan Baku
Peremajaan Isolat dan Produksi Enzim

Degradasi Komponen Serat Pada Biomassa Kulit Kopi
Persiapan Substrat dan Kultur Starter
Proses Kultivasi
Kinerja Hasil Degradasi
Analisis Data Penelitian
HASIL PEMBAHASAN
Karakterisasi Bahan Baku
Produksi Enzim
Degradasi Biomassa Lignoselulosa Kulit Kopi
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
ii
ii
1
1
2
2
3
3
4
6
6
7
7
7
7
8
8
8
9
9
10
11
13
21
22

DAFTAR TABEL
1 Komponen kimia pada kulit kopi
2 Komposisi komponen substrat kulit kopi setelah kultivasi pada suhu
27 °C
3 Kandungan gula hasil ekstraksi setelah kultivasi pada suhu 27 °C
4 Komposisi perolehan hasil ekstraksi senyawa bioaktif kulit kopi setelah
kultivasi pada suhu 27 °C

9
15
18
19

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur buah kopi
2 Struktur dinding sel selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada
lignoselulosa
3 Aktivitas dan pertumbuhan Streptomyces exfoliatus 42 pada media
sintetik xilan dan CMC
4 Aktivitas dan pertumbuhan Streptomyces costaricanus 45I-3 pada
media sintetik xilan
5 Aktivitas enzim oleh konsorsium aktinomiset pada media kolit kopi 1%
6 Persentase susut bobot substrat setelah kultivasi metode padat inkubasi
pada suhu 27 °C
7 Persentase penurunan komponen serat setelah kultivasi pada 27 °C

3
4
11
11
13
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Analisis proksimat
Komponen serat
Kandungan gula
Kandungan senyawa bioaktif
Aktivitas enzim selulase Streptomyces exfoliatus 42
Aktivitas enzim xilanase Streptomyces exfoliatus 42 dan Streptomyces
costaricanus 45I-3
7 Kurva standar xilosa dan glukosa
8 Bobot komponen serat
9 Komposisi media

29
30
32
32
34
34
35
36
36

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kopi merupakan komoditi perkebunan yang sangat penting di dunia. Ada
sekitar 60 negara penghasil kopi, dan Indonesia menempati posisi ketiga setelah
Brasil dan Vietnam (FAO 2012). Berdasarkan Ditjenbun (2012) produksi kopi
Indonesia pada luas lahan 1 240 919 ha mencapai 748 109 ton pertahun. Buah
kopi tidak bisa dikonsumsi langsung, namun perlu diproses menjadi biji kopi
kering dengan metode pengolahan basah, kering dan semi kering (Schewan et al.
2012). Metode basah merupakan metode yang paling umum digunakan untuk
pengolahan kopi. Hal ini karena memerlukan waktu yang relatif lebih singkat
dibanding dengan metode kering dan semi kering. Metode pengolahan basah
dilakukan melalui pengupasan kulit terluar secara mekanik, selanjutnya biji kopi
difermentasi secara spontan. Fermentasi tersebut bertujuan untuk menghidrolisis
lapisan lendir yang menempel pada bagian biji kopi selama proses fermentasi.
Proses fermentasi spontan dilakukan oleh mikrob yang kompleks yang melibatkan
beberapa mikroorganisme seperti khamir, bakteri, dan cendawan (Silva et al.
2008). Namun fermentasi spontan ini kurang efektif karena menghasilkan produk
biji kopi yang kurang seragam.
Penambahan kultur bakteri dan khamir umumnya dilakukan untuk
mengatasi permasalahan pada proses fermentasi spontan. Silva et al. (2013)
melaporkan bahwa kultur starter bakteri yang ditambahkan dapat mengoptimalkan
proses fermentasi sehingga proses fermentasi berjalan lebih cepat dan
meningkatkan kualitas hasil biji kopi fermentasi. Mikroorganisme spesifik yang
dipilih untuk kultur starter selama proses fermentasi kopi penting untuk
meningkatkan kualitas proses fermentasi dan untuk meningkatkan kualitas
sensorik dari minuman kopi (Massawe dan Lifa 2010). Fermentasi spontan juga
masih menyisakan permasalahan yaitu 40% limbah yang belum termanfaatkan
dengan baik. Limbah tersebut terdiri atas limbah cair sisa fermentasi dan limbah
padat berupa biomassa kulit kopi. Biomassa kulit kopi merupakan biomassa
lignoselulosa dengan kandungan serat tinggi. Komponen serat pada kulit kopi
yaitu 49% selulosa, 24.5% hemiselulosa, dan lignin 7.63% (Diniyah et al. 2013).
Komponen lignoselulosa dapat didegradasi oleh agen biologi seperti
aktinomiset. Beberapa aktinomiset mampu menggunakan polisakarida seperti pati,
selulosa, hemiselulosa sebagai nutrisi untuk metabolismenya karena dapat
menghasilkan enzim hidrolitik ekstraseluler (Kokulya et al. 2002). Berdasarkan
penelitian Tuncer et al. (2004) diketahui bahwa Streptomyces sp. F2621
menghasilkan enzim peroksidase, xilanase, dan endoglukanase. Keuntungan dari
menggunakan konsorsium dibandingkan dengan kultur tunggal dalam degradasi
telah dibuktikan. Hal ini dapat dikaitkan dengan efek sinergis antara anggota
konsorsium. Isolat Streptomyces exfoliatus 42 dilaporkan memiliki kemampuan
menghasilkan selulase, xilanase, dan lignin peroksidase yang mampu
mendegradasi lignoselulosa dari substrat tandan kosong kelapa sawit (TKKS),
bagas tebu dan tongkol jagung (Apriani 2013; Astuti 2012). Menurut Nur (2008),
Streptomyces costaricanus 45I-3 menghasilkan xilanase yang dapat mendegradasi
xilan jerami.

2
Kultur Aspergillus tamari yang ditambahkan pada fermentasi kulit kopi
dapat meningkatkan perolehan polifenol (Gonjales et al. 2011). Kultur tersebut
melepaskan salah satu komponen polifenol yaitu asam hidroksinamat yang terikat
pada lignoselulosa kulit kopi yang dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan.
Polifenol merupakan golongan senyawa metabolit pada kulit kopi. Polifenol pada
kulit kopi antara lain tanin, flavonol, plavan-3-ol, katekin, epikatekin, asam
hidroksimat, asam ferulat dan senyawa aldehid seperti kafein (Ramirez et al.
2004). Senyawa antosianin pada kulit kopi juga dapat digunakan sebagai pewarna
alami untuk makanan (Prata dan Olivera 2006). Senyawa-senyawa polifenol
tersebut dapat diperoleh dengan merusak atau mendegradasi komponen
lignoselulosa yang mengikatnya seperti lignin, protein, dan karbohidrat (selulosa,
hemiselulosa). Gonzales et al. (2011) menyatakan bahwa senyawa polifenol
terikat kuat secara kovalen pada dinding sel. Oleh karena itu, perolehan ekstrak
polifenol akan lebih banyak jika komponen yang mengikat senyawa tersebut
didegradasi terlebih dahulu.
Terdegradasinya komponen lignoselulosa kulit kopi maka diharapkan dapat
meningkatkan perolehan ekstrak polifenol yang terikat pada komponen sel kulit
kopi. Pendegradasian kulit kopi untuk meningkatkan perolehan ekstrak polifenol
akan meningkatkan nilai guna dari kulit kopi dan meningkatkan nilai ekonomis
dari limbah kulit kopi yang selama ini kurang termanfaatkan secara maksimal.
Selain itu juga diharapkan akan memudahkan proses pengolahan kopi. Dalam
penelitian ini digunakan konsorsium Streptomyces exfoliatus 42 dan Streptomyces
costaricanus 45I-3 untuk memaksimalkan hasil degradasi kulit kopi. Dengan
demikian pendekatan bioteknologi perlu dilakukan untuk meningkatkan perolehan
polifenol limbah kulit kopi robusta dengan kultivasi media padat atau Solid State
Fermentation (SSF).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perolehan ekstrak senyawa
polifenol dengan mendegradasi komponen lignoselulosa kulit kopi menggunakan
konsorsium isolat aktinomiset dan kultivasi media padat.
Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai degradasi
komponen lignoselulosa untuk meningkatkan perolehan ekstrak senyawa
polifenol oleh konsorsium isolat aktinomiset. Senyawa polifenol hasil ekstraksi
dapat dimanfaatkan sebagai anti kanker, antidiare, antioksidan, dan antibakteri.
Hasil degradasi kulit kopi juga berupa gula-gula sederhana yang juga dapat
meningkatkan nilai ekonomi limbah kulit kopi. Gula reduksi berupa glukosa dan
xilosa nantinya dapat diproses lebih lanjut untuk aplikasi diberbagai sektor
kehidupan seperti sektor energi yaitu bioetanol, sektor pangan yaitu pemanis
alami.

3
Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pemanfaatan buah kopi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
Robusta (Coffea canephora) segar yang baru dipanen dan berasal dari
Lampung.
2. Peremajaan isolat dan produksi enzim konsorsium Streptomyces exfoliatus
42 dan Streptomyces costaricanus 45I-3 meliputi pengukuran aktivitas
selulase dan xilanase.
3. Proses kultivasi buah kopi menggunakan konsorsium Streptomyces
exfoliatus 42 dan Streptomyces costaricanus 45I-3 dilakukan selama 9 hari
pada suhu 27 °C.
4. Penentuan kinerja hasil kultivasi menggunakan konsorsium Streptomyces
exfoliatus 42 dan Streptomyces costaricanus 45I-3 meliputi kandungan
serat (selulosa, hemiselulosa dan lignin), kandungan gula (total gula dan
gula reduksi) dan senyawa bioaktif.
5. Senyawa bioaktif yang diamati yaitu tergolong polifenol yang meliputi
total polifenol, tanin, katekin, dan antosianin.

TINJAUAN PUSTAKA

Kulit kopi
Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam sektor perkebunan di
Indonesia. Indonesia memiliki dua jenis kopi utama yaitu jenis Arabika dan
Robusta. Buah kopi tersebut diolah atau diproses menjadi produk olahan kopi
sebelum diekspor ke negara lain. Hasil samping dari pengolahan kopi tersebut
berupa limbah kulit buah kopi. Buah kopi memiliki beberapa bagian (Gambar 1).
Kulit luar
(eksokarp)

Kulit tanduk
(endokarp)

Biji
(endosperm)
Lapisan lendir
(mucilage)

Mesokarp

Kulit ari
(spermoderm)

Gambar 1 Struktur buah kopi (Avallone et al. 2002)

4
Kulit kopi atau kulit buah kopi merupakan bagian terluar dari buah kopi
disebut juga eksokarp, sedangkan bagian kulit dengan daging kulit yang berasa
manis dan mempunyai kandungan air yang cukup tinggi disebut dengan mesokarp.
Endokarp atau kulit tanduk merupakan kulit kopi paling keras tersusun oleh
selulosa dan hemiselulosa. Kulit ari merupakan kulit yang paling tipis dan
menempel pada kulit kopi dan endosperm atau keping biji merupakan bagian buah
kopi yang dimanfaatkan untuk diolah menjadi kopi bubuk. Pada bagian kulit luar,
mesokarp, dan kulit tanduk pada kulit kopi mengandung karbohidrat (35%),
protein (5.2%), serat (30.8%), dan mineral (10.7%) sedangkan di bagian mucilage
mengandung air (84.2%), protein (8.9%), gula (4.1%), dan abu (0.7%). Selain itu
kulit kopi mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder seperti kafein dan
golongan polifenol. Menurut Ramirez et al. (2004) senyawa polifenol yang
terkandung dalam limbah kulit kopi seperti tanin, flavonol, plavan-3-ol, asam
hidroksimat dan aldehid seperti kafein.
Kulit kopi merupakan limbah lignoselulosa yang dapat digunakan sebagai
salah satu bahan baku berbagai olahan seperti pembuatan etanol, asam karboksilat,
sorbitol, xilitol, asam amino atau produk-produk lain yang lebih kompleks seperti
protein sel tunggal. Lignoselulosa terdiri atas tiga penyusun utama, yaitu selulosa,
hemiselulosa, dan lignin yang saling terikat satu sama lainnya. Kulit buah kopi
atau pulp kopi diketahui memiliki kandungan 49% selulosa, 24.5% hemiselulosa,
dan 7.63% lignin (Diniyah et al. 2013).
Biomassa Lignoselulosa

Bahan lignoselulosa merupakan komponen organik berlimpah di alam, yang
terdiri dari tiga polimer yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin (Gambar 2).
Lapisan S1 dan S3 memiliki selulosa amorf dan hemiselulosa. Lapisan S2
memiliki daerah lapisan selulosa kristal (Lee 2005). Dengan tingginya kandungan
bahan organik tersebut maka lignoselulosa dapat dijadikan biomaterial untuk
menghasilkan produk yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Kulit kopi
mempunyai komposisi 49% selulosa, 24.5% hemiselulosa, dan kandungan lignin
7.63%.
Lignin

S1
Hemiselulosa
S2
S3
Selulosa

Gambar 2 Struktur dinding sel selulosa, hemiselulosa, dan lignin dari
bahan lignoselulosa (Lee 2005)
Selulosa merupakan homopolisakarida yang mempunyai molekul berbentuk
linear, tidak bercabang dan tersusun atas 10 000 sampai 15 000 unit glukosa yang
dihubungkan dengan ikatan ß-1.4 glikosidik (Nelson dan Michael 2000). Bangun

5
dasar selulosa berupa suatu selubiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang
selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan Van der Waal
(Perez et al. 2002). Ikatan β-1.4 glikosidik yang kuat dari selulosa dapat
membentuk kristal mikrofibril yang kemudian secara bersama-sama membentuk
serat selulosa yang tidak larut.
Enzim selulase pada umumnya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
tergantung spesifisitas dalam menghidrolisis selulosa, yaitu endoglukanase (EC
3.2.1.4), eksoglukanase (EC 3.2.1.91), dan ß-glukosidase (EC 3.2.1.21). Ketiga
kelompok enzim ini bekerjasama menghidrolisa selulosa yang tidak dapat larut
menjadi glukosa, sehingga aktivitas gabungan ketiga enzim ini dapat diukur
dengan memantau jumlah glukosa yang dihasilkan. Hidrolisis selulosa dapat
dilakukan oleh beberapa agen biologis seperti cendawan ataupun bakteri dari
genus Streptomyces. Semedo et al. (2004) melaporkan bahwa Streptomyces
drozdowiczii M7aT hasil isolasi dari sampel tanah di Rio de Janeiro, Brazil, yang
tergolong bakteri termofilik dan memiliki aktivitas selulolitik pada suhu 70-100
o
C.
Hemiselulosa adalah salah satu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri
dari kumpulan beberapa unit gula atau heteropolisakarida dan dikelompokkan
berdasarkan residu gula utama sebagai penyusunnya seperti xilan, mannan,
galaktan dan glukan (Fengel dan Wegener 1995). Komponen utama hemiselulosa
adalah xilan yang memiliki ikatan rantai β-1.4 xilosida. Xilan merupakan
komponen penyusun hemiselulosa terbesar yang merupakan polimer dari pentosa
atau xilosa dengan ikatan ß-1.4 dan tersusun atas 150-200 monomer xilosa dimana
unit struktur sering disubstitusi pada posisi C2 atau C3 dengan arabinofuranosil,
asam 4-O-metil glukuronik, asetil atau fenolik (Moure et al. 2006). Xilan lebih
cepat diurai oleh mikroba dibandingkan selulosa karena ikatannya yang cenderung
lemah. Ikatan tersebut dapat diputus dengan bantuan enzim xilanase. Xilanase
dapat dihasilkan dari bakteri, fungi maupun khamir antara lain Aspergillus niger,
Penicillium chrysogenum, Streptomyces, Bacillus, Aureobasidium, Fusarium,
Chaetomium,
Phanerochaete,
Rhizomucor,
Humicola,
Talaromyces,
Cryptococcus dan Trichoderma viridae (Goswami dan Pathak 2013).
Lignin merupakan polimer aromatik yang berasosiasi dengan polisakarida
pada dinding sel sekunder tanaman. Pada umumnya lignin mengandung tiga jenis
alkohol aromatik yaitu koniferil, sinapil, dan p-koumaril (Howard et al. 2003). Di
dalam jaringan tanaman, lignin sulit didegradasi karena mempunyai struktur
kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa.
Bakteri mampu melakukan delignifikasi pada berbagai bahan lignoselulosa
dengan mensekresikan enzim peroksidase. Menurut Bugg et al. (2011) bahwa
enzim mengenai bakteri pendegradasi lignin belum banyak diketahui
dibandingkan dengan enzim pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh cendawan.
Mikroorganisme dari golongan cendawan yang mampu mendegradasi lignin yaitu
Penicillium ostreatus. Cendawan tersebut akan mampu mendegradasi lignin
karena menghasilkan enzim lignin peroksidase (LiP; EC 1.11. 1.14)), manganasedependen peroksidase (MnP; EC 1 .11.1.1), dan Lakase (EC 1.10. 3.1) yang dapat
memutus ikatan lignin dengan mengoksidasi senyawa berbasis fenol sehingga
ikatan tersebut akan rusak (Aro et al. 2004). Mercer et al. (1996) menyatakan
bahwa aktinomiset dari genus Streptomyces memproduksi beberapa enzim
ektraselular peroksidase untuk katalisis oksidatif pemutusan model senyawa lignin.

6
Streptomyces viridosporus T7A dengan Solid State fermentation melakukan
depolimerisasi lignin dalam mendegradasi selulosa dan memproduksi APPL
(acid-precipitable polymeric lignin) yang larut dalam air sebagai produk utama
degradasi lignin (Ramachandra et al. 1988).
Aktinomiset
Berdasarkan analisis gen 16S rRNA, aktinomiset diklasifikasikan dalam
domain Bacteria, filum Actinobacteria, kelas Schizomycetes, dan ordo
Actinomycetales (Hayakawa 2003). Aktinomiset adalah mikrob uniseluler yang
dikelompokkan ke dalam bakteri Gram positif dengan DNA yang kaya kandungan
G dan C, yaitu sekitar 57-75% (Lo et al. 2002). Aktinomiset bereproduksi dengan
spora aerial (konidia) atau melalui fragmentasi miselia. Aktinomiset memiliki dua
macam miselia, yaitu miselia aerial dan miselia substrat, kedua miselia ini mampu
menghasilkan pigmen yang menyebabkan perbedaan warna pada masing-masing
koloni.
Streptomyces sp. dapat tumbuh pada berbagai sumber karbon dan memiliki
kemampuan untuk mendegradasi selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang banyak
terdapat pada tanaman. El-Sersy et al. (2010) melaporkan bahwa Streptomyces
ruber mampu menggunakan selulosa jerami padi untuk meproduksi enzim
selulase. Menurut Yassien et al. (2013) bahwa Streptomyces sp. hasil isolasi dari
tanah di Arab Saudi teridentifikasi sebagai Streptomyces longispororuber.
Streptomyces sp. SKK1-8 mampu menghasilkan xilanase yang dapat memecah
substrat p-NP-ß-D-xilanopiranosida, p-NP-a-L-arabinofuranosida, pNP-a-Dglukopiranosida dan p-NP-a-D-galaktopiranosida, akan tetapi tidak memecah
substrat p-NP-asetat (Meryandini et al. 2008). Streptomyces sp. 7b dilaporkan
oleh Bajaj et al. (2010) mampu memproduksi xilanase pada dedak gandum
melalui kultivasi media padat (Solid State Fermentation).
Senyawa Bioaktif pada Kulit Kopi
Senyawa bioaktif adalah senyawa yang dihasilkan tanaman dan memiliki
efek farmakologis atau toksikologi pada manusia dan hewan (Bernhoft 2010).
Senyawa bioaktif dihasilkan sebagai metabolit sekunder. Kulit buah kopi
memiliki beberapa senyawa bioaktif seperti senyawa polifenol dan alkaloid.
Polifenol merupakan kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini
memiliki tanda khas yaitu memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Komponen fenolik merupakan komponen yang terdiri atas cincin aromatik dengan
satu atau lebih gugus hidroksil yang terdapat pada tanaman dan memiliki
kemampuan sebagai antioksidan, antara lain seperti: asam fenolik, tannin, dan
flavonoid (Balasundram et al. 2006).
Tanin pada tanaman diklasifikasikan sebagai tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Tanin terhidrolisis merupakan jenis tanin yang mempunyai struktur
poliester yang mudah dihidrolisis oleh asam atau enzim, dan sebagai hasil
hidrolisisnya adalah suatu asam polifenolat dan gula sederhana. Golongan tanin
ini dapat dihidrolisis dengan asam, mineral panas dan enzim-enzim saluran
pencernaan. Sedangkan tanin terkondensasi, yang sering disebut proantosianidin,
merupakan polimer dari katekin dan epikatekin (Maldonado 1994). Tanin yang

7
tergolong tanin terkondensasi, banyak terdapat pada buah-buahan, biji-bijian dan
tanaman pangan, sementara yang tergolong tanin terhidrolisis terdapat pada bahan
non pangan (Makkar 1993).
Antosianin adalah komponen flavonoid yang termasuk kelompok polifenol
banyak terdapat pada tumbuhan seperti buah-buahan, sayuran, dan bunga.
Antosianin memiliki lima subkelas, yaitu peralgonidin, cyanidin, peonidin,
malvidin, dan delphinidin (Ajila et al. 2011). Di antara semua polifenol,
antosianin dikenal sangat penting karena berpotensi sebagai antioksidan dan
paling banyak dikonsumsi (Prior 2003) dan Mayer-meibach et al. (2012). Menurut
Jurgonski et al. (2013) antosianin berpotensi mengatasi penyakit diabetes dan
kardiovaskuler.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2014 sampai dengan Desember
2014 di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis PPSHB-LPPM dan
Kimia Analitik Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi buah kopi, isolat
Streptomyces exfoliatus 42 dan Streptomyces costaricanus 45I-3. Bahan kimia
yang digunakan meliputi media Yeast Starch Agar (YSA), media Carboxymetyl
cellulose (CMC), media xylan beechwood, Dinitrosalicylic acid (DNS), etanol,
butanol-HCL, H2SO4, Fenol, Neutral Detergent Solvent (NDS), Acid Detergent
Solvent (ADS).
Alat yang digunakan antara lain: Laminar Air Flow, spektrofotometer UVVis, High Performance Liquid Chromatografi (HPLC), neraca analitik, Hammer
mill, cockborer, autoklaf, oven, waterbath shaker, mikropipet, tanur, desikator,
tabung kjehdahl, cawan porselin, pembakar gas, gegep besi, sentrifugasi rotor
fixed angle, dan alat-alat gelas.
Karakterisasi Bahan Baku
Kulit kopi sebagai substrat dikeringkan dan digiling hingga berbentuk
serbuk dengan ukuran 40 mesh. Kulit kopi selanjutnya dilakukan analisis kimia
sesuai dengan metode analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, protein,
lemak, karbohidrat (AOAC 1995) (Lampiran 1), kandungan serat ditentukan
menurut metode Van Soest et al. (1963) (Lampiran 2), dan kandungan gula
sederhana metode Dinitrosalicylic acid DNS (Miller 1959) (Lampiran 3).
Kandungan polifenol dan tanin ditentukan menurut metode Singleton dan Rossi
(1965) (Lampiran 4).

8
Peremajaan Isolat dan Produksi Enzim
Isolat Streptomyces exfoliatus 42 dan Streptomyces costaricanus 45I-3
merupakan koleksi Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB). Isolat tersebut diremajakan
pada media YSA, dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Hasil peremajaan
isolat digunakan untuk propagasi kultur. Untuk 100 mL media propagasi terdiri
atas 80 mL media YSA yang disuplementasi 1 g serbuk kulit buah kopi kering,
selanjutnya kultur diinkubasi selama 7 hari pada suhu 27 °C.
Produksi enzim dilakukan dengan menentuan aktivitas enzim selulase
serta xilanase untuk Streptomyces exfoliatus 42 dan aktivitas enzim xilanase untuk
Streptomyces costaricanus 45I-3. Pengukuran aktivitas enzim selulase dilakukan
berdasarkan pembentukan gula pereduksi hasil hidrolisis CMC menggunakan
metode Dinitrosalicylic acid atau DNS (Miller 1959) (Lampiran 5), dengan
pengamatan setiap hari selama 8 hari.
Pengukuran aktivitas enzim xilanase dilakukan berdasarkan pembentukan
gula pereduksi menggunakan metode DNS (Miller 1959) (Lampiran 6),
menggunakan media beechwood xylan dan dilakukan pengamatan setiap hari
selama 8 hari. Untuk pertumbuhan sel masing-masing bakteri dihitung
berdasarkan biomassa berat kering yang menggunakan kertas saring kemudian
dikeringkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 80 °C (Yee et al. 1996)
(Lampiran 7).
Degradasi Komponen Serat Pada Biomassa Kulit Kopi
Persiapan Substrat dan Kultur Starter
Sebanyak 2 cockborer isolat Streptomyces exfoliatus 42 dan Streptomyces
costaricanus 45I-3, masing-masing diinokulasikan ke dalam 100 mL media cair
yang disuplementasi 1 g kulit buah kopi kering. Media yang telah berisi kultur
selanjutnya diinkubasi selama 10 hari pada suhu 27 °C. Pengamatan dilakukan
setiap 24 jam untuk mengetahui pertumbuhan bakteri. Selanjutnya untuk kultivasi,
digunakan 500 g buah kopi Robusta (Coffea canephora) segar yang baru dipanen.
Buah kopi dicuci dengan air mengalir kemudian dimasukkan ke dalam wadah
fermentasi dan selanjutnya disterilkan menggunakan sinar UV selama 60 menit.
Proses Kultivasi
Buah kopi untuk perlakuan kontrol (fermentasi spontan) dilakukan
penambahan 50 mL akuades steril, sedangkan untuk perlakuan sampel
diinokulasikan 50 mL kultur konsorsium aktinomiset. Volume inokulum dan
akuades yang ditambahkan dalam proses ini sebanyak 10% dari substrat yang
digunakan, kemudian buah kopi diinkubasi selama 9 hari pada suhu 27 °C. Proses
pengamatan terhadap hasil yang diperoleh dari proses kultivasi dilakukan setiap 3
hari (Hua et al. 2013). Kinerja hasil kultivasi dilakukan terhadap perubahan susut
bobot, kandungan serat, kandungan gula, dan senyawa polifenol.

9
Kinerja Hasil Kultivasi
Keberhasilan konsorsium aktinomiset dalam mendegradasi kulit kopi
ditandai dengan adanya penurunan susut bobot, perubahan komponen serat,
perolehan ekstrak gula dan senyawa metabolit sekunder. Buah kopi setelah
dikultivasi selanjutnya dikupas untuk memisahkan kulit kopi dengan biji kopi.
Kulit kopi selanjutnya dikeringkan di oven pada suhu 50 °C selama 48 jam.
Selanjutnya kulit kopi digunakan untuk analisis yang meliputi kandungan selulosa,
hemiselulosa, dan lignin serta zat ekstrakif menggunakan metode Van Soest et al.
(1963) (Lampiran 2).
Hasil degradasi komponen lignoselulosa kulit kopi juga berupa monomer
gula dan senyawa bioaktifnya. Untuk analisis komponen tersebut, kulit kopi yang
sudah kering digiling hingga diperoleh ukuran 40 mesh. Proses ekstraksi
dilakukan secara maserasi menggunakan etanol : air (80 : 20) selama 24 jam.
Analisis gula meliputi gula total dan gula reduksi. Total gula diukur dengan
metode fenol-H2SO4 (Dubois et al. 1956) (Lampiran 3), gula pereduksi dengan
metode DNS (Miller 1959) (Lampiran 3). Analisis senyawa bioaktif dari kulit
kopi meliputi total polifenol, tanin, antosianin, dan katekin. Total polifenol
dianalisis dengan metode Folin-Ciocalteu oleh Singleton dan Rossi (1965)
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 700 nm, tanin
dengan metode Butanol-HCl oleh IAEA (1999), katekin dianalisis dengan
menggunakan HPLC menurut Guyot et al. (2001), dan antosianin diukur
berdasarkan metode Iglesias et al. (2008) (Lampiran 4).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis statistik. Parameter
yang diamati yaitu komponen serat (selulosa, hemiselulosa, dan lignin),
kandungan gula (total gula dan gula reduksi), dan senyawa bioaktif (total
polifenol, tanin, antosianin, dan katekin). Data yang diperoleh ditampilkan dalam
bentuk rataan ± standar deviasi dari 2 ulangan, selanjutnya dianalisis
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan software
Statistical Analitic Sofware version 9.1 (SAS). Dilakukan uji Duncan α μ 0.05
untuk mengidentifikasi perbedaan yang signifikan.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kulit Buah Kopi
Penggunaan bakteri untuk ekstraksi polifenol dari kulit kopi memerlukan
persyaratan substrat yang memungkinkan bakteri untuk hidup. Bakteri
memerlukan protein sebagai salah satu nitrogen organik dalam pertumbuhannya
(Rachman 1999). Hasil analisis kulit kopi (Tabel 1) memberikan informasi bahwa
kulit kopi merupakan suatu bahan yang menyediakan sumber nitrogen dan sumber
karbon untuk pertumbuhan mikrob. Hal ini karena kulit kopi merupakan
komponen kompleks yang terdiri atas serat kasar, protein, lemak, karbohidrat,
gula total, dan gula reduksi (Tabel 1). Hasil yang sama dikemukakan oleh Brand
et al. (2001) yang menyatakan bahwa kulit buah kopi yang terdiri dari kulit luar,
pulp, dan perkamen, mengandung (% DM): karbohidrat (21-35), protein (5.2),
serat kasar (30.8), lemak (2.0-7.0), dan mineral (10.7). Dengan demikian maka
kulit kopi dapat digunakan sebagai substrat tunggal untuk pertumbuhan
konsorsium aktinomiset tanpa adanya penambahan komponen lain sebagai nutrisi
pada proses kultivasi. Substrat dengan kandungan karbohidrat dan protein yang
tinggi berpotensi untuk dimanfaatkan dalam bioproses (Ashock et al. 2000).
Tabel 1 Komponen kimia kulit buah kopi
Kandungan bahan
Bahan kering
Kadar abu
Serat kasar
Protein
Lemak
Karbohidrat (by
difference)
Kandungan gula
Gula total
Gula reduksi

Komposisi (% bk) Kandungan bahan Komposisi (% bk)
37.34
Komponen serat
3.43
Lignin
6.10
13.39
Selulosa
53.42
3.90
Hemiselulosa
24.10
1.51
Senyawa bioaktif
28.50

Polifenol
Tanin

0.73 mg mL-1
2.0 %

-1

11.8 mg mL
2.0 mg mL-1

Hasil analisis proksimat juga menunjukkan bahwa kadar air yang cukup
tinggi. Kandungan air pada kulit buah kopi merupakan modal dasar untuk
dilakukannya proses kultivasi media padat (SSF). Proses SSF merupakan proses
teknologi yang digunakan untuk pengelolaan limbah agro-industri dan
penambahan nilai dari suatu biomassa atau limbah. Substrat pada SSF dapat
digunakan untuk memproduksi senyawa seperti enzim dan berbagai metabolit
sekunder (Panday et al. 2000; Soccol et al. 2003). Menurut Murthy dan Naidu
(2011) proses kultivasi pada kulit buah kopi robusta melalui SSF dapat diperoleh
aktivitas enzim seperti selulase dan xilanase. SSF juga memiliki nilai ekonomis
yang tinggi terutama karena fermentor berukuran lebih kecil, tidak memerlukan
pengadukan dan biaya sterilisasi yang lebih rendah (Nigam 2009).

11
Produksi Enzim

1.0
0.8

150

0.6

100

0.4
50

0.2
0.0

0
1

2

3

4

5

6

7

35

1.2

30

1.0

25

0.8

20

0.6

15

0.4

10

0.2

5
0

0.0
1

8

2

3

4

5

6

7

8

Waktu inkubasi (hari)

Waktu Inkubasi (Hari)

Gambar 3

Aktivitas Selulase (mU mL-1)

200

1.4

Aktivitas enzim selulase pada media CMC 1% (
), xilanase
pada media beechwood xylan 0.5% (
) dan pertumbuhan
Streptomyces exfoliatus 42 (
) yang diinkubasi pada suhu 27 °C
300

Biomassa sel

(g L-1)

2.0

250
1.5
200
1.0

150
100

0.5
50
0.0

0
1

2

3

4

5

6

7

8

Aktivitas xilanase (mg mL-1)

Biomassa sel (g L-1)

1.2

Biomassa sel (g L-1)

250

1.4

Aktivitas Xilanase (mU mL -1)

Aktivitas enzim yang dihasilkan serta pertumbuhan sel Streptomyces sp.
diamati selama 8 hari. Aktivitas enzim xilanase Streptomyces exfoliatus 42 pada
media xilan 0.5% tertinggi pada hari ke-4 sebesar 205.5 mU mL-1 dan biomassa
sel sebesar 1.15 g L-1, sedangkan Streptomyces costaricanus 45I-3 pada hari ke-4
sebesar 248.31 mU mL-1 dan biomassa sel sebesar 1.25 g L-1. Aktivitas enzim
selulase Streptomyces exfoliatus 42 pada media CMC 1% tertinggi pada hari ke-4
sebesar 25.5 mU mL-1 dan biomassa sel sebesar 1.15 g L-1.

Waktu inkubasi (hari)

Gambar 4 Aktivitas xilanase pada media beechwood xylan 0.5% (
) dan
pertumbuhan Streptomyses costaricanus 45I-3 (
) diinkubasi
pada suhu 27 °C
Streptomyces exfoliatus 42 memiliki aktivitas enzim xilanase dan selulase
(Gambar 3). Aktivitas kedua enzim ini meningkat seiring dengan penambahan
biomassa sel. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Astuti (2012) dan Apriani
(2013) bahwa Streptomyces exfoliatus 42 memiliki aktivitas xilanase dan selulase.
Adanya xilan memacu dihasilkannya enzim xilanase. Menurut Beg et al. (2001)
sintesis xilanase akan diinduksi oleh media yang mengandung residu xilan atau
xilan murni, xilosa, xilooligosakarida, dan residu lignoselulosa. Aktivitas xilanase
akan mengubah xilan menjadi xilosa yang selanjutnya akan digunakan mikrob
sebagai sumber karbon.

12
Streptomyces exfoliatus 42 pada inkubasi hari ke-1 diketahui memasuki fase
lag, dimana sel mikrob yang dipindahkan ke media cair xilan mengalami adaptasi
terlebih dahulu. Fase tersebut ditandai dengan pertambahan biomassa sel
Streptomyces exfoliatus 42 yang tidak terlalu besar. Hari ke-3 sampai dengan hari
ke-4 merupakan fase pertumbuhan atau fase eksponensial yang terlihat dari
kenaikan biomassa sel dan aktivitas xilanase yang mencapai optimum. Hari ke-5
hingga hari ke-7 merupakan pertumbuhan sel memasuki fase stasioner yang
ditandai dengan bobot biomassa sel dan aktivitas enzim yang cenderung stabil.
Xilanase mulai diproduksi pada saat sel mengalami fase eksponensial, substrat
mulai dimanfaatkan oleh mikrob untuk memproduksi xilanase. Peningkatan
aktivitas enzim xilanase ini berhubungan dengan pola pertumbuhan sel, laju
pertumbuhan sel akan maksimum ketika waktu fase eksponensial telah tercapai
dan aktivitas enzim akan berkurang atau stabil selama fase stasioner (Amraini
2008). Streptomyces exfoliatus 42 pada media cair xilan (Gambar 3) juga
memperlihatkan fase-fase pertumbuhan yang dialami isolat tersebut. Pola
peningkatan populasi selama rentang waktu tertentu akan membentuk fase-fase
pertumbuhan. Fase-fase tersebut meliputi fase lag, fase eksponensial, fase
stasioner dan fase kematian (Sunatmo 2009).
Enzim selulase juga dihasilkan oleh Streptomyces exfoliatus 42. Aktivitas
selulase yang dihasilkan oleh Streptomyces exfoliatus 42 meningkat seiring
dengan pertumbuhan biomassa selnya. Aktivitas selulase mulai mengalami
peningkatan pada inkubasi hari ke-1. Hal ini menunjukkan bahwa selulase
dihasilkan untuk memanfaatkan CMC sebagai sumber karbon. Tamburini et al.
(2004) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa aktivitas selulase Streptomyces
rochei A2 dalam mendegradasi CMC berlangsung selama fase awal pertumbuhan
yang cepat, dan aktivitasnya sebanding dengan kenaikan bahan sel. Menurut
Datshban et al. (2010) hidrolisis selulosa membutuhkan gabungan enzim
endoglukanase, eksoglukanase dan ß-glukosidase yang bekerja secara sinergis.
Mikrob yang mampu tumbuh pada substrat CMC memiliki endoglukanase yang
dapat memutus ikatan ß-1.4 glikosida (Wang et al. 2008; Maki et al. 2009).
Enzim tersebut akan mendegradasi substrat CMC dengan memutuskan ikatan
selulosa pada bagian internal area amorf. Selanjutnya ketika sel mencapai fase
stasioner, aktivitas enzim selulase juga memperlihatkan pola yang statis. Fase
stasioner ditandai dengan kecepatan pembelahan sel sama dengan kecepatan
kematian sel dan lisis sel (Martina et al. 2002). Hal ini menyebabkan aktivitas
enzim juga statis bahkan sedikit cenderung turun.
Streptomyses costaricanus 45I-3 diketahui memiliki aktivitas enzim
xilanase (Gambar 4). Meryandini et al. (2008) melaporkan bahwa Streptomyses
costaricanus 45I-3 mampu menghasilkan xilanase. Aktivitas xilanase meningkat
dari awal inkubasi atau inkubasi hari ke-1. Peningkatan aktivitas xilanase dapat
terjadi karena adanya xilan dan tidak adanya penambahan glukosa pada media uji
tersebut. Dengan tidak adanya glukosa, maka mikrob langsung menggunakan
xilan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan sel mikrob. Adanya glukosa
menyebabkan peningkatan xilanase cenderung lambat (Gomes et al. 1994). Xilan
pada media beechwood xylan merupakan inducer untuk dihasilkannya xilanase.
Peningkatan aktivitas xilanase terus terjadi hingga hari ke-3 inkubasi. Fase
eksponensial sel mikrob terlihat dari kenaikan biomassa sel hingga hari ke-4. Hari

13
ke-5 hingga hari ke-8 merupakan pertumbuhan sel memasuki fase stasioner yang
ditandai dengan bobot biomassa dan aktivitas xilanase yang cenderung stabil.
Streptomyces exfoliatus 42 dan Streptomyces costaricanus 45I-3 merupakan
bakteri Gram positif yang memiliki dua macam miselia, yaitu miselia aerial dan
miselia substrat. Aktinomiset tersebut mampu menghasilkan senyawa enzim
hidrolitik berupa selulase dan xilanase yang dapat bermanfaat pada bioproses.
Pada ekstraksi dengan dihasilkannya enzim tersebut akan membantu melepaskan
senyawa metabolit dari tanaman. Menurut Vattem dan Setti (2003) perolehan
polifenol dapat ditingkatkan dengan bantuan enzim β-glukosidase yang berasal
dari Aspergillus lentinusedodes melalui SSF. Salah satu karakteristik SSF yaitu
rendahnya agitasi dan bakteri sebagai pelaku proses fermentasi. Agitasi diketahui
memiliki efek buruk yang dapat menyebabkan gangguan keterikatan bakteri
dengan substrat, dan kerusakan miselia (Lonsane et al. 1992). Dengan
karakteristik Streptomyces sp. yang memiliki miselia atau berfilamen tersebut
maka mendukung untuk dilakukan proses fermentasi secara SSF.
Degradasi Komponen Serat pada Biomassa Kulit Kopi

Aktivitas Enzim (mU mL-1)

Aktivitas Enzim Oleh Konsorsium Isolat Aktinomiset pada Media Kulit Kopi
Aktivitas enzim selulase dan xilanase oleh konsorsium aktinomiset pada
media kulit kopi diukur untuk menentukan waktu yang diperlukan untuk
persiapan mikrob konsorsium aktinomiset sebagai starter yang digunakan dalam
proses kultivasi. Aktivitas enzim selulase mengalami peningkatan tertinggi pada
hari ke-4 sebesar 21.61 mU mL-1, dan aktivitas xilanase pada hari ke-6 sebesar
98.11 mU mL-1 (Gambar 5). Hasil yang berbeda diperlihatkan oleh penelitian Vats
et al. (2013) pada substrat lignoselulosa, konsorsium bakteri hasil isolasi dari
tanah memiliki aktivitas enzim yang lebih besar yaitu aktivitas selulase 0.214 U
mL-1 dan aktivitas xilanase 0.673 U mL-1. Tuncer et al. (2004) melaporkan juga
bahwa aktivitas endoglukanase yang lebih tinggi dihasilkan oleh Streptomyces sp.
FP2621 pada substrat jerami padi tertinggi terjadi pada hari ke-7 yaitu 22.41 U
mL-1.
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu Inkubasi (Hari)

Gambar 5 Aktivitas enzim selulase (
) dan xilanase (
) oleh
konsorsium aktinomiset pada media starter kulit kopi 1% dan
diinkubasi pada suhu 27 °C

14
Aktivitas selulase dan xilanase oleh konsorsium aktinomiset pada kulit
kopi cenderung lambat dibanding pada aktivitas enzim xilanase dan selulase
kultur tunggal (Gambar 4). Aktivitas xilanase dan selulase pada awal inkubasi
terlihat belum mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini dikarenakan hari
ke-1 dan ke-2 inkubasi merupakan fase adaptasi atau fase lag dari mikrob
konsorsium Streptomyces exfoliatus 42 dan Streptomyces costaricanus 45I-3.
Mikrob yang telah dikultur dan selanjutnya dipindahkan ke lingkungan yang baru
maka mikrob tersebut akan menyesuaikan diri terlebih dahulu (Stanbury dan
Whitaker 1993). Peningkatan aktivitas enzim yang cenderung lambat juga
dikarenakan konsorsium aktinomiset menggunakan komponen yang paling
sederhana yaitu gula pereduksi berupa glukosa yang terdapat pada kulit kopi tanpa
harus menghidrolisis selulosa maupun xilan untuk digunakan sebagai sumber
karbon. Fontes et al. (2000) melaporkan bahwa pertumbuhan mikrob penghasil
xilanase yang diuji menggunakan glukosa dan xilan sebagai sumber karbon
menghasilkan pertumbuhan sel lebih cepat pada medium glukosa dibandingkan
dengan pertumbuhan sel pada media xilan. Pada substrat kulit kopi hari ke-3
sampai dengan hari ke-4 merupakan fase eksponensial yang terlihat dari puncak
aktivitas enzim xilanase dan selulase yang dihasilkan dan kenaikan aktivitas
enzimnya yang sangat besar. Puncak aktivitas enzim tertinggi pada hari ke-6. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan konsorsium aktinomiset mencapai
titik maksimum atau fase eksponensial. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
konsorsium aktinomiset menghasilkan aktivitas xilanolitik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan selulolitik meskipun selulosa merupakan komponen utama
pulp kopi. Hasil penelitian tersebut sama dengan penelitian yang dikemukakan
Tuncer et al. (2004) bahwa xilanase dan selulase oleh Streptomyces sp. FP2621
dihasilkan pada fase pertumbuhan (eksponensial).
Aktivitas enzim oleh konsorsium aktinomiset juga relatif rendah
dibandingkan dengan aktivitas enzim tunggal pada media CMC (Gambar 3) dan
xilan sintesis (Gambar 3 dan 4). Hal ini terjadi karena adanya persaingan nutrisi
dalam penggunaan substrat yang dibutuhkan mikrob dalam pertumbuhan.
Interaksi antar spesies tidak hanya bersifat sinergisme atau komensalisme, tetapi
dapat juga bersifat kompetisi dan penghambatan (Kato et al. 2005). Perbedaan
yang lain juga disebabkan oleh adanya polifenol yang mampu menjadi inhibitor
bagi enzim. Polifenol mampu berikatan pada sisi aktif enzim sehingga
menghambat aktivitas enzim selulase (McDaugall et al. 2005 dan Jurgonski et al.
2013). Polifenol tersebut merupakan polifenol larut air yang muncul karena
ukuran substrat yang dikecilkan menjadi 40 mesh. Selain itu juga perbedaan
aktivitas enzim terjadi karena adanya perbedaan dan konsentrasi substrat. Enzim
memiliki spesifitas yang tinggi terhadap substrat. Penggunaan media yang
berbeda menyebabkan perbedaan aktivitas enzim yang dihasilkan (White 1995).
Kinerja Hasil Degradasi
Pemanfaatan konsorsium aktinomiset dalam mendegradasi substrat
biomassa lignoselulosa dapat dilihat dengan terjadinya susut bobot setelah
kultivasi. Persentase susut bobot buah kopi dihitung berdasarkan perbandingan
bobot substrat setelah dan sebelum kultivasi. Susut bobot (%) mengindikasikan
perubahan komposisi komponen substrat akibat interaksi aktinomiset dengan

15
substrat. Interaksi antara substrat dengan bakteri menyebabkan dihasilkannya
aktivitas enzim endo glukanase, β glucanase, dan xilanase oleh konsorsium
Clostridium dan Thermoanaerobacterium yang mengakibatkan penurunan bobot
substrat jerami padi, bagas, dan tongkol jagung setelah difermentasi selama 7 hari
(Wangwilaiwalin et al. 2010). Persentase susut bobot (%) pada biomassa kulit
kopi (Gambar 6) selama 9 hari lama inkubasi masing-masing sebesar 19.02%
pada hari ke-3, 34.24% pada hari ke-6, dan 39.29% pada hari ke-9.

Persentase Bobot Substrat (%)

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
3

6
Waktu Inkubasi (Hari)

9

Gambar 6 Persentase susut bobot substrat kopi setelah kultivasi metode
padat pada suhu 27 °C
Kemampuan konsorsium aktinomiset dalam berinteraksi dengan substrat
diperlihatkan dengan pertumbuhan koloni Streptomyces sp. pada permukaan
substrat kulit buah kopi dengan warna koloni abu-abu dan putih, sedangkan pada
perlakuan kontrol terdapat sedikit koloni yang berwarna putih. Pertumbuhan
aktinomiset juga terlihat dari banyaknya uap air yang terdapat pada wadah
kultivasi. Menurut Dalzel et al. (1997) dalam perombakan bahan organik oleh
mikroba dibutuhkan air dan oksigen dan nutrien dari bahan organik sebagai
sumber energi dan kemudian melepaskan CO2, air dan energi panas sehingga
menyebabkan bobot bahan semakin berkurang. Terjadinya penurunan bobot juga
diakibatkan oleh pelepasan CO2 dan senyawa-senyawa lainnya. Menurut Tuomela
et al. (2000) bahan organik dari lignoselulosa dimanfaatkan mikrob sebagai
sumber karbon untuk proses metabolisme yang menghasilkan energi dan
melepaskan CO2 dan produk akhir yang lebih sederhana sesuai dengan enzim
ekstraseluler yang dihasilkan. Penyusutan bobot juga menunjukkan bahwa
konsorsium aktinomiset yang digunakan mampu merombak komponen serat yang
meliputi selulosa, hemisel