Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Batang Tumbuhan Bunga Tanjung (Mimusops Elengi L.)

(1)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BATANG

TUMBUHAN BUNGA TANJUNG (

Mimusops elengi

L

.

)

SKRIPSI

MARGARETH ELISA KARINA PURBA

090822049

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI

KULIT BATANG TUMBUHAN BUNGA TANJUNG (Mimusops elengi L.)

Kategori : SKRIPSI

Nama : MARGARETH ELISA KARINA PURBA

Nomor Induk Mahasiswa : 090822049

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juni 2011

Pembimbing 2 Pembimbing 1

(Drs. Philippus. H. Siregar. M.Si) (Dra. Sudestry Manik, MSi) NIP 195805041986011002 NIP 195312031981022001 Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

DR. Rumondang Bulan, MS NIP 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BATANG TUMBUHAN BUNGA TANJUNG ( Mimusops elengi L.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2011

MARGARETH ELISA KARINA PURBA 090822049


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Kasih dan Maha Penyayang, karena atas kasih dan berkat-Nya yang melimpah, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terimah kasih saya sampaikan kepada Ibu Dra.Sudestry Manik,MSi dan Bapak Drs.Philliphus H. Siregar,MSi selaku pembimbing penulis pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan, nasehat dan motivasi kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia Ibu Dr.Rumondang Bulan Nst,M.S dan Bapak Drs.Albert Pasaribu,MSc, Bapak Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta semua dosen di Deprtemen Kimia FMIPA USU khususnya para Dosen Kimia Bahan Alam, staff teknisi laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam (LIPI) Serpong. Selanjutnya penulis menyampaikan penghargaan dan cinta kasih yang tulus kepada kedua Orangtuaku tersayang yaitu, Ayahanda Drs. John Kery Purba dan Ibunda NataLina Pasaribu yang telah memberikan semuanya tanpa terkecuali dan yang sangat menguatkan penulis dalam segala hal, saudara-saudaraku yang kukasihi adik-adik aku Ruth, Yohana, Yohanes, dan juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Edo Manurung yang sudah memberikan kasih sayang dan semangat untuk saya. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2009 Kimia Ekstensi USU ( Titis, Jatu, Eka ) Asisten laboratorium Kimia Bahan Alam atas bantuannya selama melakukan penelitian di Laboratorium, rekan-rekan mahasiswa Kimia (Saulina,Nico,Roni,Vina dll), serta sahabat-sahabat saya Silvia, Nani, Oche atas dukungan moril kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Medan, Juni 2011 Penulis


(5)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam kulit batang tumbuhan bunga tanjung (Mimusops elengi L.) telah dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dan diekstraksi partisi dengan n-heksan. Fraksi metanol yang diperoleh kemudian diekstraksi partisi kembali dengan pelarut etil asetat. Kemudian dipekatkan dan dikolom menggunakan fasa gerak metanol : etil asetal (90:10)v/v dan fasa diam silika gel 60 G (E.Merck). Senyawa yang diperoleh dimurnikan yaitu kristal berwarna coklat 7 mg dan memiliki titik lebur 180-1830C. Senyawa itu diidentifikasi menggunakan spektrofotometri ultraviolet (UV-Visible), spektrofotometri Inframerah (FT-IR), dan spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR). Dari data hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa tesebut adalah senyawa flavonoid.


(6)

THE ISOLATION FLAVONOID COMPOUND FROM THE STEM BARK OF BUNGA TANJUNG ( Mimusops elengi L.)

ABSTRACT

The Isolation of flavonoid compound which contained the stem bark of Tanjung (Mimusops elengi L.) has been done by using maceration technique and methanol as a

solvent. Methanol axtract was concentrated and was extatracted partitinery by n-hexane. Methanol fraction dissolved with ethyl acetate and put into colum chromatography, eluted with phase methanol : ethyl acetate (90:10)v/v and stationary phase silica gel 60 G (E.Merck). The pure coumpound is 7 mg, crystal, brown color, with melting point 180-183 0C. The coumpound was characterized by ultraviolet-visible (UV-Vis) spectroscopy, infra red (FT-IR) spectroscopy and proton magnetic resonance (1H-NMR). Spectroscopy data show that the coumpound could be considered of flavonoid coumpound.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar Lampiran ix

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 3

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 3

1.5. Lokasi Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1. Tumbuhan bunga Tanjung 5

2.1.1. Morfologi Tumbuhan bunga Tanjung 5

2.1.2. Sistematika Tumbuhan bunga Tanjung 6

2.1.3. Manfaat Tumbuhan bunga Tanjung 6

2.2. Senyawa Organik Bahan Alam 7 2.3. Senyawa Flavonoida 9

2.3.1. Struktur Dasar Senyawa Flavonoida 11

2.3.2. Biosintesa Senyawa Flavonoida 12

2.3.3. Klasifikasi Senyawa Flavonoida 14

2.3.4. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida 20

2.3.5. Sifat Kelarutan Flavonoida 22

2.4. Teknik Pemisahan 22

2.4.1. Kromatografi 23

2.4.1.1. Kromatografi Lapis Tipis 24

2.4.1.2. Kromatografi Kolom 25

2.4.1.3. Harga Rf 25

2.4.2. Kristalisasi 26

2.4.3. Ekstraksi 27 2.5. Teknik Spektroskopi 27

2.5.1. Spektrofotometri Ultraviolet 28

2.5.2. Spektrofotometri Inframerah (FT-IR) 29

2.5.3. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) 31

Bab 3 Metodologi Penelitian 33

3.1. Alat 33


(8)

3.3. Prosedur Penelitian 34

3.3.1. Penyediaan Sampel 34

3.3.2. Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Bunga Tanjung 35

3.3.2.1. Uji Busa 35

3.3.2.2. Skrining Fitokimia 35

3.3.2.3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 36

3.3.3. Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia dari Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Bunga Tanjung 36

3.3.4. Analisis Senyawa Flavonoida dengan Kromatrografi Kolom 37

3.3.5. Kristalisasi 37

3.3.6. Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis 38 3.3.7. Penentuan Titik Lebur 38 3.3.8. Analisis Spektroskopi Senyawa Hasil Isolasi 39

3.3.8.1. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer UV-Visible 39 3.3.8.2. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Inframerah 39

3.3.7.3. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton 39

3.4. Bagan Isolasi Senyawa Flavonoida dari Kulit Batang tumbuhan Bunga Tanjung 40

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 41

4.1. Hasil Penelitian 41

4.2. Pembahasan 42

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 44

5.1. Kesimpulan 44

5.2. Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Foto Tumbuhan Bunga Tanjung 48 Lampiran B. Determinasi Tumbuhan Bunga Tanjung 49 Lampiran C. Hasil Kromatografi Lapis Tipis senyawa hasil isolasi 50

Melalui Penampakan Noda Dengan Pereaksi flavonoida

Lampiran D. Spektrum Ultraviolet – Tampak (UV-Visible) senyawa hasil isolasi 51 Lampiran E. Spektrum Ultra Violet-Visible senyawa pembanding 52 Lampiran F. Spektrum Infra-merah (FT-IR) senyawa hasil isolasi 53 Lampiran G. Spektrum Magnetik Inti Proton1H-NMR) senyawa hasil isolasi 54 Lampiran H. Spektrum ekspansi 1H-NMR senyawa hasil isolasi dari

pergerseran 0,6 – 3,1 55

Lampiran I. Spektrum ekspansi 1H-NMR senyawa hasil isolasi dari

pergerseran 3,4 – 4,0 56

Lampiran J. Spektrum ekspansi 1H-NMR senyawa hasil isolasi dari


(10)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam kulit batang tumbuhan bunga tanjung (Mimusops elengi L.) telah dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dan diekstraksi partisi dengan n-heksan. Fraksi metanol yang diperoleh kemudian diekstraksi partisi kembali dengan pelarut etil asetat. Kemudian dipekatkan dan dikolom menggunakan fasa gerak metanol : etil asetal (90:10)v/v dan fasa diam silika gel 60 G (E.Merck). Senyawa yang diperoleh dimurnikan yaitu kristal berwarna coklat 7 mg dan memiliki titik lebur 180-1830C. Senyawa itu diidentifikasi menggunakan spektrofotometri ultraviolet (UV-Visible), spektrofotometri Inframerah (FT-IR), dan spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR). Dari data hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa tesebut adalah senyawa flavonoid.


(11)

THE ISOLATION FLAVONOID COMPOUND FROM THE STEM BARK OF BUNGA TANJUNG ( Mimusops elengi L.)

ABSTRACT

The Isolation of flavonoid compound which contained the stem bark of Tanjung (Mimusops elengi L.) has been done by using maceration technique and methanol as a

solvent. Methanol axtract was concentrated and was extatracted partitinery by n-hexane. Methanol fraction dissolved with ethyl acetate and put into colum chromatography, eluted with phase methanol : ethyl acetate (90:10)v/v and stationary phase silica gel 60 G (E.Merck). The pure coumpound is 7 mg, crystal, brown color, with melting point 180-183 0C. The coumpound was characterized by ultraviolet-visible (UV-Vis) spectroscopy, infra red (FT-IR) spectroscopy and proton magnetic resonance (1H-NMR). Spectroscopy data show that the coumpound could be considered of flavonoid coumpound.


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan-tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga buah dan biji. Kebanyakan flavonoida berada dalam tumbuhan-tumbuhan kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yang terdapat pada , misalnya dalam kelenjar bau berang dan sekresi lebah. Dalam sayap kupu-kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermai, klorofita, briofita. (Markham, 1988)

Berbagai jenis tumbuhan mengandung senyawa metabolit sekunder, seperti alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin dan lain-lain. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan merupakan zat bioaktif yang berkaitan dengan kandungan kimia dalam tumbuhan, sehingga sebagian tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan obat. Tanpa adanya suatu senyawa bioaktif dalam tumbuhan secara umum tumbuhan tersebut tidak dapat digunakan sebagai obat.

Menurut penelitian masa kini, obat-obat tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek samping karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Bagian dari obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, kulit batang, buah, daun dan bunga.

Tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu sumber senyawa alam hayati yang memegang peranan penting yang digunakan sebagai obat untuk penyakit tertentu dan


(13)

merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang kita. Bertitik tolak dari sumber bahan alam hayati ini yang mempunyai peranan penting di dalam penyediaan senyawa-senyawa kimia dalam bidang obat-obatan maka pemerintah menghimbau para ahli untuk meningkatkan penelitiannya dalam bidang tersebut, hal ini merupakan suatu tantangan bagi para ahli untuk melibatkan diri dalam senyawa-senyawa baru yang dihasilkan dari tumbuhan-tumbuhan tersebut. (Effendi, 1982).

Hampir seluruh daerah Indonesia mengenakan beberapa jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan obat-obatan secara tradisional, bahkan tumbuh-tumbuhan ini dibudidayakan oleh sebagian masyarakat tertentu sebagai apotek hidup dan merupakan sumber bahan obat-obatan secara tradisional. Penggunaan obat-obatan tradisional ini merupakan warisan nenek moyang yang turun temurun bagi masyarakat tertentu dan saat ini masih digunakan sebagian masyarakat sebagai jamu.

Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat-obatan adalah (Mimusops elengi L.). (Mimusops elengi L.) biasa disebut 'Bakul' adalah tanaman medicinally dari sapotaceae keluarga. Pohon tanjung berbunga harum semerbak dan bertajuk rindang, biasa ditanam di taman-taman dan sisi jalan. Bunga tanjung sangat terkenal karena baunya harum, dan sering dipakai oleh gadis-gadis melayu/disunting pada rambutnya. Buahnya berwarna hijau kalau masih muda, kalau sudah masak berwarna kuning kemerahan, bisa dimakan dengan rasa manis agak sepat.

Air rebusan kulit batang digunakan sebagai obat penguat dan obat demam. Rebusan kulit batang beserta bunganya digunakan untuk mengatasi murus yang disertai demam. Kulit batang pohon direbus bersama air dan dibuat kumur selama empat hari, merawat luka. Air rebusan kulit batang pohon digunakan untuk mencuci luka, dan mewangikan rambut. (Heyne, 1987)

Dari hasil skrinning fitokimia diketahui bahwa di dalam kulit batang bunga Tanjung terdapat senyawa flavonoida. Oleh karena uraian diatas dan berdasarkan literatur, maka penulis tertarik untuk mengisolasi senyawa kimia bahan alam hayati dari golongan flavonoida yang terkandung dalam kulit batang bunga Tanjung.


(14)

Bagaimana cara mengisolasi senyawa flavonoida yang terdapat dalam kulit batang tumbuhan bunga tanjung.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari kulit batang tumbuhan bunga tanjung.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dalam bidang kimia bahan alam hayati dalam upaya pengembangan zat-zat kimia flavonoida dalam kulit batang tumbuhan bunga tanjung.

1.5. Lokasi Penelitian

Sampel yang digunakan diperoleh dari daerah Padang bulan, Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan di laboratorium kimia Bahan Alam FMIPA USU. Analisis Spektrofotometer UV-Visible, Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR) dan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) dilakukan di Laboratorium Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong.

1.6. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap kulit batang bunga tanjung 1000 g. Tahap awal dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa flavonoida, yaitu dengan menggunakan pereaksi FeCl3 1%, NaOH 10%, H2SO4(p),

dan Mg- HCl.

Tahap isolasi yang dilakukan : 1.Ekstraksi Maserasi


(15)

2.Ekstraksi Partisi

3.Analisis Kromatografi Lapis Tipis 4.Analisis Kromatografi Kolom 5.Rekristalisasi

Tahapan analisis hasil isolasi yang dilakukan adalah: 1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 2. Pengukuran titik lebur

3. Identifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Visible, Spektrometri Infra Merah (FT-IR) dan Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR).


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Bunga Tanjung

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Bunga Tanjung

Tumbuhan Bunga Tanjung ( Mimusops elengi L.) temasuk famili Sapotaceae dikenal sebagai pohon serba guna kayunya dikenal awet, keras dan kuat untuk konstruksi jembatan, kapal laut, lantai, rangka dan daun pintu. Bagian tanaman lain juga dapat dimanfaatkan seperti akar, kulit, daun dan bunganya sebagai bahan obat-obatan. Pohon tanjung memiliki tajuk yang rindang serta indah sehingga baik untuk ditanam di halaman rumah atau di tepi jalan.

Tumbuhan Bunga Tanjung (Mimusops elengi L.) adalah sejenis pohon yang berasal dari India, Sri Lanka dan Burma. Pohon ini juga dikenal dengan nama-nama seperti tanjong (Bug., Mak.), tanju (Bim.), angkatan, wilaja (Bal.), keupula cangè (Aceh), dan kahekis, karikis, kariskis, rekes (aneka bahasa di Sulut)..

Tumbuhan Bunga Tanjung adalah cemara, berumah satu. Pohon berukuran sedang, tumbuh hingga ketinggian 15 m. Daun-daun tunggal, tersebar, bertangkai panjang; daun yang termuda berambut coklat, yang segera gugur. Helaian daun bundar telur hingga melonjong, panjang 9-16 cm, seperti jangat, bertepi rata namun menggelombang. Bunga berkelamin dua, sendiri atau berdua menggantung di bawah daun berbau enak semerbak. Kulit bagian dalam berserat, merah muda atau kemerahan.

Pohon Tanjung dengan ketinggian 5 – 10 meter, mirip dengan keluarga buah Sawo, daunnya berwarna hijau tua dan mengkilat, ditengarai tanjung berasal India, Sri Lanka dan Burma. Telah masuk ke nusantara semenjak berabad-abad yang silam, dari


(17)

semenanjung Malaya dan sekaang tersebar di Asia Tenggara. Pohon tanjung berbunga harum semerbak dan bertajuk rindang, biasa ditanam di taman-taman dan sisi jalan. Bunga tanjung sangat terkenal karena baunya harum, dan sering dipakai oleh gadis-gadis melayu/disunting pada rambutnya. Buahnya berwarna hijau jika masih muda, dan jika sudah masak berwarna kuning kemerahan, bisa dimakan dengan rasa manis agak sepat. (Steenis, 2003)

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Bunga Tanjung adalah :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Ebenales Famili : Sapotaceae Genus : Mimusops

Spesies : Mimusops elengi L.

2.1.3. Manfaat kulit batang Tumbuhan Bunga Tanjung

Kulit batang tumbuhan bunga tanjung digunakan untuk obat penurun panas. Air rebusan kulit batang digunakan sebagai obat penguat dan obat demam. Rebusan kulit batang beserta bunganya digunakan untuk mengatasi sakit demam. Kulit batang pohon direbus bersama air dan dibuat kumur selama empat hari untuk mengobati sakit gigi dan juga untuk menyegarkan nafas. Air rebusan kulit batang dapat juga digunakan untuk mencuci luka.


(18)

Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara pemisahan dan penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul yang berasal dari makhluk hidup mempunyai arti sangat penting bagi para ahli kimia organik, yaitu untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang reaksi-reaksi organik, dan terutama dapat menguji hipotesis-hipotesis tertentu, misalnya hipotesis tentang mekanisme reaksi. Pada mulanya, biogenesis dari produk alami berkaitan dengan

kimia organik dan biokimia, tetapi mempunyai tujuan yang berlainan. (Manitto, 1992).

Senyawa organik bahan alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat kimia yang dimilikinya. Ada empat cara klasifikasi yang diusulkan, yaitu :

1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimiawi

Klasifikasi ini berdasarkan kerangka molekular dari senyawa yang bersangkutan. Menurut sistem ini, ada 4 kelas, yaitu :

a. Senyawa alifatik rantai terbuka atau lemak dan minyak.

Contoh : asam-asam lemak, gula, dan asam-asam amino pada umumnya b. Senyawa alisiklik atau sikloalifatik

Contoh : terpenoida, steroida, dan beberapa alkaloida c. Senyawa aromatik dan benzenoid

Contoh : golongan fenolat dan golongan kuinon d. Senyawa heterosiklik

Contoh : alkaloida, flavonoida, golongan basa asam inti

Karena aplikasi ini hanyalah superfisial, maka tidak mengherankan jika suatu senyawa organik bahan alam tertentu dapat dimasukkan kedua kelas berlainan. Contoh : geraniol, farsenol dan skualen, termasuk kelas senyawa alifatik rantai terbuka, timol termasuk senyawa aromatik. Namun, keempat senyawa tersebut merupakan anggota dari kelas terpenoida dan steroida.

2. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologik

Setelah penelitian yang mendalam dilakukan terhadap morfin (1806), penisilin (1939) dan prostaglandin (1963), maka perhatian para ahli sering ditujukan kepada isolasi dan penentuan fungsi fisiologis dari senyawa organik bahan alam tertentu. Hampir separuh dari obat-obatan yang digunakan sehari-hari merupakan bahan alam, misalnya


(19)

alkaloida dan antibiotik atau golongan-golongan sintetik. Oleh karena itu, senyawa organik bahan alam dapat juga diklasifikasikan segi aktifitas fisiologik dari bahan yang bersangkutan. Misalnya kelas hormon, vitamin, antibiotik dan mikotoksin. Meskipun asal usul biogenetik sangat bervariasi, namun ada kalanya terdapat korelasi yang dekat antara aspek tersebut dengan kegiatannya. Misalnya, meskipun struktur sangat bervariasi, namun senyawa-senyawa yang menunjukkan akitivitas kardiotik (kardenolid dan bufadienolid) hanyalah struktur yang memiliki komposisi sebagai berikut : (a) cincinA/B terpadu secara cis, (b) memiliki residu berupa gula pada C3 dan

(c) memiliki lakton suku -5 atau -6 yang terkonjugasi pada C17.

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi

Pengklasifikasian ini didasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari tumbuh-tumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan. Pada hewan dan sebagian mikroorganisme, metabolit terakhir biasanya dibuang keluar tubuh, sedangkan pada tumbuh-tumbuhan, metabolit tersimpan dalam tumbuhan itu sendiri. Pada mulanya, beberapa metabolit hanya dianggap berasal dari tumbuh-tumbuhan tertentu. Kemudian diketahui bahwa beberapa metabolit tersebar pada berbagai tumbuhan dan ternyata bahwa banyak konstituen tumbuhan seperti alkaloida dan terpenoida yang dapat diisolai dari spesies, genera, suku atau family tumbuhan teretentu. Dalam satu spesies tunggal dapat ditemukan sejumlah konstituen yang strukturnya berhubungan erat satu sama lain. Misalnya ”opium” dari Papaver somniferum mengandung dua puluhan alkaloida termasuk morfin, tebain, kodein, dan narkotin, yang kesemuanya dibiosintesis dari precursor 1-benzilisokuinolin melalui penggandengan (coupling) secara oksidasi. Oleh karena itu, alkaloida-alkaloida tersebut yang strukturnya mirip satu sama lain berasal dari genus tumbuhan tertentu disebut alkaloida opium.

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis

Semua konstituen tumbuhan dan binatang dibiosintesis dalam organisme melalui reaksi-reaksi yang dibantu oleh enzim tertentu. (istilah ”biosintesis” dan ”biogenesis” mempunyai arti yang sama: pembentukan bahan alam oleh organisme hidup. ”Biosintesis” mengacu kepada perolehan data eksperimental dalam membuktikan jalur sintetsis yang berlangsung, sedangkan ”biogenesis” masih bersifat hipotetik dan lebih menekankan aspek spekulatif dari fakta. Setelah pengetahuan tentang kimia organik


(20)

berkembang sejak tahun 1930-an, beberapa ahli mulai menyusun teori langkah-langkah biogenetik dari senyawa organik bahan alam yang berlangsung dalam organisme hidup. ”Aturan isopren” yang diusulkan oleh Ruzicka menyatakan bahwa semua senyawa terpenoida terbentuk dari ”unit isopren” C5. (Tobing, 1989)

2.3. Senyawa Flavonoida

Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier, yang terdiri dari tigaatom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.

Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzyl yang terletak disebelah cincin B. senyawa heterosiklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomnklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981)

Flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam dan yang memiliki potensial sebagai antioksidan serta bioaktifitas sebagai obat. Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yang terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita.


(21)

Senyawa flavonoida dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga baik untuk pencegahan kanker. Manfat lain dari flavonoida ini adalah untuk melindungi sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi, dan sebagai antibiotik. (Markham, 1988)

Flavonoida merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar diseluruh dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya tampak, dan ini membuatnya berwarna.

Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani anthos, bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar. Sering flavonoida terikat di sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga adalah akibat dari antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya, seperti buah tomat dan beberapa bunga kuning karena karotenoid. Warna cerah daun musim gugur disebabkan terutama oleh timbunan antosianin pada hari cerah dan dingin, walaupun karotenoid kuning atau jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim gugur pada beberapa spesies.

Antosianin umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan tumbuhan tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di lumut tertentu. Antosianin jarang ditemui di gymnospermae, walaupun gymnospermae mengandung jenis lain dari flavonoida. Beberapa macam antosianin terdapat di tumbuhan tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu atau organ lain. Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu atau dua unit glukosa atau glukosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin tengah atau pada gugus hidroksil di posisi 5 cincin A. bila gula dihilangkan, maka bagian sisa molekul, yang masih berwarna, dinamakan antosianidin. (Salisbury, 1995)


(22)

2.3.1. Struktur dasar senyawa flavonoida

Senyawa flavonoida mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga bentuk

susunan C6 -C3 – C6.

Struktur dasar flavonoid dapat digambarkan sebagai berikut:

C C C

A B

Kerangka dasar senyawa flavonoida

Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.

O C3 OH HO C6 B

O

C

3

HO

C

6 B

Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :

O C3 OH HO HO C6 A B OCH3 O C3 OCH3 H3CO

H3CO

C6 A

B

Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi


(23)

C3 (A)

C6

R R'

R'' B

R = R’ = H, R’ = OH R = H, R’ = R” = OH R = R’ = R” = OH

(juga, R = R’ = R” = H) (Sastrohamidjojo, 1996)

2.3.2. Biosintesis dari Flavonoida

Pola biosintesis flavonoida pertama kali disarankan oleh Birch. Menurut Birch, pada tahap-tahap pertama dari biosintesa flavonoid suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan

tiga unit C2 menghasilkan unit C6-C3-(C2 + C2 + C2). Kerangka C15 yang dihasilkan

dari kombinasi ini telah mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan.

Adapun cincin A dari struktur flavonoida berasal dari jalur poliketida, yakni kondensasi dari tiga unit asetat atu malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shkimat). Dengan demikian, kerangka dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi antara dua jalur biosintesa yang utama untuk cincin aromatik, yakni jalur shkimat dan jalur asetat malonat.


(24)

(25)

2.3.3. Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanman hijau kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi (angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O- glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida dan dihidrokhalkon, proantosinidin dan antosianin. Golongan flavon, flavonol, khalkon, flavanon, dan isoflavon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya.

Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana

posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin

heterosiklik yang baru (cincin C).

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida. (Harborne, 1996)

1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosida menyebabkan flavonoida kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa dan asam glukoronat serta galakturonat.

2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketombang jenis gula pada O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa.


(26)

3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengndung satu ion sulfat , atau lebih, yang terikat pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam yaitu flavon-O-SOeK. Banyak yang berupa glikosida

bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada gula.

4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanonyang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama gimnospermae.

5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik. Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu :

1. Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagaiantioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

O O

OH

flavonol HO

HO


(27)

2. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida.

Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.

O O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1' 2' 3' 4' 5' 6' Struktur flavon 3. Isoflavon

Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

O

O OH

OH HO


(28)

4. Flavanon

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk, dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

O

O Struktur Flavanon

5. Flavanonol

Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

O

O OH

Struktur Flavanonol

6. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.


(29)

O HO

OH OH

OH OH

Struktur Katekin

7. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.

O

OH

HO OH

Struktur Leukoantosianidin

8. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi.

Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

O

OH


(30)

9. Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air. (Harborne, 1996)

O

Struktur Khalkon

10.Auron

Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)

HC O

O

Struktur Auron

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:


(31)

Golongan flavonoida Penyebaran Ciri khas Antosianin Proantosianidin Flavonol Flavon Glikoflavon Biflavonil

Khalkon dan auron

Flavanon Isoflavon

pigmen bunga merah marak,dan biru juga dalam daun dan jaringan lain.terutama tan warna, dalam daun tumbuhan berkayu.

terutama ko-pigmen tanwarna dalam bunga sianik dan asianik; tersebar luas dalam daun.

seperti flavonol

seperti flavonol

tanwarna; hampir seluruhnya terbatas pada

gimnospermae.

pigmen bunga kuning, kadang-kadang terdapat juga dalam jaringan lain

tanwarna; dalam daun dan buah

( terutama dalam Citrus ) tanwarna; sering kali dalam akar; hanya terdapat dalam satu suku,Leguminosae

larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas. menghasilkan antosianidin (warna dapat diekstraksi dengan amil alkohol ) bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam.

setelah hidrolisis, berupa bercak kuning murup pada kromatogram Forestal bila disinari dengan sinar UV; maksimal spektrum pada 330 – 350 setelah hidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram Forestal; maksimal spektrum pada 330-350 nm. mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa.

pada kromatogram BAA beupa bercak redup dengan RF tinggi .

dengan amonia berwarna merah ; maksimal spektrum 370-410 nm.

berwarna merah kuat dengan Mg / HCl; kadang – kadang sangat pahit . bergerak pada kertas dengan pengembang air; tak ada uji warna yang khas.

2.3.4. Metoda isolasi senyawa flavonoida

a. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Chowdhurry

Pada metoda ini, daun tumbuhan dikeringkan terlebih dahulu sebanyak 100 gram. Lalu diekstraksi dengan Petroleum Eter (60-80 oC) dalam alat soklet selama 10 jam. Selanjutnya diekstraksi dengan Benzena selama 10 jam. Ekstrak Benzena diuapkan


(32)

pelarutnya, menghasilkan semipadat berwarna coklat. Lalu dilarutkan dalam Eter dan dipisahkan dalam suasana asam, basa dan netral. Fraksi pertama (ada empat macam) masing-masing 50 ml dielusi dengan Benzena memberikan residu padat dengan titik lebur 151-152 oC.

Kristalisasi dengan Metanol menghasilkan senyawa flavonoida, kristal tidak berwarna dengan titik lebur 156 oC. Penelitian ini juga dilakukan oleh Prof. Dreyer,L.D, dengan melakukan pengukuran titik lebur, kromatografi lapis tipis dengan Spektrum Infra Merah. Dari fraksi lima sampai delapan masing-masing dilarutkan dengan Benzena lalu menghasilkan zat padat berwarna kuning terang dengan titik lebur 191-193oC. Kristalisasi dilakukan dengan Metanol menghasilkan Hibiscetin Hepta Metil Eter, titik lebur 196-197oC, kristal berwarna kuning sebanyak 50 gram. (Chowdhurry, 1971)

b. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Joshi

Daun tumbuhan yang telah dikeringkan diekstraksi dengan heksana, lalu ekstrak n-heksana dikromatografi kolom dengan fasa diam alumina, menghasilkan kristal dengan titik lebur 125-126 oC sebanyak 0,1%. Diidentifikasi, ekotin C23H26O10.

(Joshi, 1969)

c. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Dreyer, L.D

Dalam metoda ini, daun diekstraksi dengan Aseton, kemudian pelarut dievaporasi dan diperoleh ekstrak pekat. Ektrak pekat yang diperoleh dikromatografi kolom dengan menggunakan alumina sebagai fasa diam dan Benzena sebagai fasa gerak hingga dihasilkan residu. Lalu direkristalisasi dengan campuran Etil asetat : n-heksana dan dilanjutkan dengan Metanol. Diperoleh kristal kuning terang, diidentifikasi sebagai 3,3`,4`,5,5`,6,7-hepta metoksi flavon dengan titik lebur 156-157oC. (Dreyer, 1968)


(33)

d. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Harborne

Dalam metoda ini, daun yang segar dimaserasi dengan MeOH, lalu disaring. Ekstrak MeOH dipekatkan dengan rotari evaporator. Lalu ekstrak pekat yang dihasilkan, diasamkan dengan H2SO4 2M, didiamkan, lalu diesktraksi dengan Kloroform. Lapisan

Kloroform diambil, lalu diuapkan, sehingga dihasilkan ekstrak polar pertengahan (Terpenoida atau senyawa Fenol). (Harborne, 1996)

2.3.5. Sifat kelarutan flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula,flavonoida merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti Etanol (EtOH), Metanol (MeOH), Butanol (BuOH), Aseton, Dimetilsulfoksida (DMSO), Dimetilformamida (DMF), Air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform. (Markham, 1988)

2.4 Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:


(34)

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan. (Muldja, 1995)

2.4.1. Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan stasioner dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat.Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. (Underwood, 1981)

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:

1. Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan): a. kromatografi lapis tipis

b. kromatografi penukar ion

2. Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat

3. Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas. 4. Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni :

a. kromatografi gas–cair b. kromatografi kolom kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa - senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda – beda dari suatu senyawa terhadap senyawa yang lain. (Sastrohamidjojo, 1996)


(35)

2.4.1.1. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya 5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30 menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarutt. (Sudjadi, 1986)

Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu. (Gritter, 1991)

Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:

1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom 3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.

4. Isolasi flavonoida murni skala kecil

5. Penyerapan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan

pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas. (Markham, 1988)


(36)

2.4.1.2. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat tersebut berupa pipa gelas yang dilengkapi suatu kran di bagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair. Ukuran kolom tergantung dari banyaknya zat yang akan dipindahkan. Pemisahan tergantung kepada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antar muka di antara butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan relatif komponen pada fase bergeraknya. (Yazid, 2005)

Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom. (Gritter, 1991)

Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung. (Markham, 1988)

2.4.1.3. Harga Rf (Reterdation Factor)

Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk


(37)

mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding.

Jarak perambatan bercak dari titik penotolan Rf =

Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengauhi harga Rf :

1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktivasi 3. Tebal kerataan dari lapisan penyerap 4. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak 5. Derajat kejenuhan dari uap

6. Jumlah cuplikan yang digunakan 7. Suhu

8. Kesetimbangan

9. Teknik percobaan ( Sastrohamidjojo, 1996)

2.4.2. Kristalisasi

Pengkristalan kembali (rekristalisasi) melibatkan pemurnian suatu zat padat dengan jalan melarutkan zat padat tersebut, mengurangi volume larutannya dengan pemanasan, dan kemudian mendinginkan larutan. Dengan memanaskan larutan, pelarut akan menguap hingga larutan mencapai titik lewat jenuh. Saat larutan mendingin, kelarutan akan berkurang secara cepat dan senyawa mulai mengendap.

Agar rekristalisasi berjalan dengan baik, kotoran setidak-tidaknya harus dapat larut dalam pelarut untuk rekristalisasi atau mempunyai kelarutan lebih besar daripada senyawa yang diinginkan. Jika hal ini tidak dipenuhi, kotoran akan ikut mengkristal bersama senyawa yang diinginkan. (Stephen, 2003)


(38)

2.4.3. Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengn metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, Eter, Benzena, Kloroform, Etil asetat, Etanol, Metanol, dan Air.

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator. (Harborne, 1996)

2.5. Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia – fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektronagnetik. Ada dua macam instrument pada teknik spekstroskopi yaitu spectrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang focus disebut sebagai spectrometer. Apabila spectrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. (Muldja, 1995)

Informasi Spektroskoi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul . Resonansi magnetik inti memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data kadang-kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1986)

Walaupun spektrum inframerah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus atom tertentu memberikan penambahan pita-pita pada kerapatan tertentu, ataupun didekatnya, apapun bangun molekul selebihnya. Keberlakuan seperti itulah yang memungkinkan kimiawan memperoleh informasi tentang struktur yang


(39)

berguna serta mendapatkan acuan bagi peta umum frekuensi gugus yang khas. (Silverstein, 1986)

2.5.1. Spektrometri Ultra Violet-Visible

Spektrofotometer UV-Visible adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Visible biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks didalam larutan. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak (visible) berada pada panjang gelombang 400-800 nm. (Dachriyanus, 2004)

Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein, 1986).

Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi. Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut :


(40)

(Markham,1988)

2.5.2. Spektrofotometri Infra-merah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm -1 (panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul.

Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran molekul. Pancaran Inframerah di julat antara 10.000- 10 cm-1 diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi getaran molekul.

λ maksimum utama

(nm)

λ maksimum tambahan (nm) (dengan intensitas nisbi)

Jenis flavonoida 475-560 390-430 365-390 350-390 250-270 330-350 300-350 275-295 ± 225 310-330

± 275 (55%) 240-270 (32%) 240-260 (30%) ± 300 (40%) ± 300 (40%) tidak ada tidak ada 310-330 (30%) 310-330 (30%) 310-330 (25%) Antosianin Auron Kalkol Flavonol Flavonol

Flavon dan biflavonil Flavon dan biflavonil Flavanon dan flavononol Flavonon dan flavononon Isoflavon


(41)

Untuk menafsirkan sebuah spektrum infra-merah tidak terdapat aturan yang pasti. Akan tetapi, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum mencoba menafsirkan sebuah spektrum yaitu:

a. Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang memadai.

b. Spektrum harus dibuat dari senyawa yang cukup murni.

c. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita akan teramati pada panjang gelombang yang semestinya.

d. Metode penanganan cuplikan harus ditentukan.

Jika menggunakan pelarut, maka macam dan konsentrasi pelarut serta tebal sel harus disebutkan juga. (Silverstein, 1986)

Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali, karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi) beberapa pusat vibrasi.

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan,yaitu vibrasi regang dan vibrasi lentur.

1. Vibrasi regang

Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak simetri.

2. Vibrasi lentur

Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa twisting . (Noerdin, 1985)


(42)

2.5.3. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Rresonance, NMR ) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hydrogen, jumlah atom hydrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hydrogen. (Cresswell, 1982)

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) pada umumnya digunakan untuk :

1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu senyawa organik.

2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik. (Dachriyanus, 2004)

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunujukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR.di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan. (Bernasconi,1995)

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametisilan (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan, lamban secara kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik, TMS memberikan puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi daripada semua proton organik. (Silverstein, 1986)


(43)

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu :

1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat.

CH3

CH3 Si CH3

CH3

2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan kedalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4. (Silverstein, 1986)

Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. (Muldja,1995).

Spektroskopi NMR dalam bidang kimia tidak didasarkan pada kemampuannya untuk membeda-bedakan unsur dalam senywa, tetapi didasarkan pada kemampuan untuk mengetahui inti tertentu dengan memperhatikan terhadap lingkungannya dalam molekul. Frekuensi resonansi individu dipengaruhi oleh distribusi elektron pada ikatan kimia dalam molekul. Hingga dengan demikian harga frekuensi resonansi suatu inti tertentu tergantung pada struktur molekul. Resonansi magentik inti proton merupakan sarana yang paling informatif dan merupakan metode yang dipakai sangat luas untuk mempelajari sturktur molekul. Spektrum NMR suatu senyawa yang dibuat secara langsung dari senyawa dapat dibuat secara langsung dari senyawa bentuk cairan murni. Jika senyawa berbentuk padatan maka spektrum ditentukan dalam bentuk larutan. Telah dikenal berbagai jenis pelarut yang dipakai untuk menentukan spektrum NMR. Dari senyawa yang dianalisis maka pelarut yang dipakai harus tidak mengandung proton karena dapat menganggu. Sehingga spektroskopi resonansi inti merupakan metode spektroskopi yang pada dasarnya relatif baru untuk menentukan struktur. (Sastrohamidjojo,1994)


(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat – alat

1. Gelas ukur 50 ml pyrex

2. Gelas Beaker 250 ml pyrex 3. Gelas Erlenmeyer 250 ml pyrex 4. Corong Saring

5. Corong Pisah 500 ml pyrex 6. Kolom Kromatografi pyrex

7. Tabung Reaksi pyrex

8. Neraca Analitis Mettler AE 200

9. Alat Pengering Memmers

10.Rotari Evaporator Buchi R-114

11.Labu Alas 500 ml pyrex 12.Alat pengukur titik lebur Fisher 13.Statif dan klem

14.Lampu UV 254 nm

15.Spatula 16.Pipet Tetes 17.Botol Vial

18.Penangas air Buchi B-169

19.Plat tetes

20.Batang pengaduk 21.Kapas

22.Bejana Kromatografi lapis tipis


(45)

24.Spektrofotometer 1H-NMR Jeol/Delta2NMR-500MHz 25.Spektrofotometer UV – Visibel

26.Kertas Saring

27.Plat KLT Merck/Kieselgel 60 F254

3.2Bahan-Bahan

1. Kulit batang tumbuhan bunga tanjung (Mimusops elengi L.)

2. Metanol (Me-OH) Teknis

3. N-heksana Teknis

4. Etil Asetat (EtOAc) Teknis

5. Aquades

6. Pereaksi Feri Klorida 1%

7. Pereaksi Natrium Hidroksida 10% 8. Reagent Mg-HCl

9. Reagent H2SO4(p)

10.Silika gel 60 G type E untuk k.kolom E.merck Art. 7734

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1.Penyediaan Sampel

Sampel yang diteliti adalah kulit batang tumbuhan bunga tanjung yang diperoleh dari daerah Padangbulan, Sumatera Utara. Kulit batang tumbuhan bunga tanjung dikeringkan, lalu dirajang halus sampai diperoleh sebanyak 1000 g.


(46)

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Tumbuhan Bunga Tanjung

Serbuk kulit batang tumbuhan bunga Tanjung diidentifikasi dengan menggunakan cara:

1.Uji busa

2.Skrining fitokimia

3.Analisis Kromatografi Lapis Tipis

3.3.2.1. Uji Busa

Ekstrak metanol kulit batang tumbuhan bunga tanjung sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambah 10 ml akuades dan dipanaskan pada penangas air . Lalu dikocok–kocok dengan kuat hingga terbentuk busa dan didiamkan selama 10 menit. Ternyata busa hilang yang membuktikan bahwa di dalam kulit batang tumbuhan bunga tanjung tidak terdapat senyawa glikosida.

3.3.2.2. Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui adanya senyawa Flavonoid pada kulit batang tumbuhan bunga Tanjung, maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif sebagai berikut :

Prosedur :

Dimasukkan 10 gram serbuk halus kulit batang tumbuhan bunga tanjung (Mimusops elengi L.) yang telah dikeringkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan metanol 10 ml. Didiamkan. Disaring. Dibagi ekstrak metanol ke dalam 4 tabung reaksi. Ditambahkan masing-masing pereaksi :

a. Tabung I : dengan HCl 5% menghasilkan larutan berwarna hitam b. Tabung II : dengan H2SO4(p) menghasilkan larutaan orange kekuningan

c. Tabung III : dengan Mg-HCl menghasilkan larutan berwarna merah muda d. Tabung IV : dengan NaOH 10% menghasilkan larutan berwarna biru violet


(47)

3.3.2.3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

Analisis kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254. Fasa gerak yang digunakan adalah

campuran Metanol : Etil Asetat dengan perbandingan (90 : 10)v/v ; (80 : 20)v/v; (70 : 30)v/v; (60 : 40)v/v ; (50:50)v/v.

Prosedur analisis kromatografi lapis tipis :

Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak metanol : etil asetat dengan perbandingan (90 : 10) v/v ke dalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat metanol pada plat KLT. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana, lalu dikeringkan. Diamati warna bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut metanol : Etil asetat (80 : 20)v/v; (70 : 30)v/v; (60 : 40)v/v; (50 :50)v/v. Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa di dalam kulit batang tumbuhan bunga Tanjung terkandung senyawa flavonoid. Hasil pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak Metanol : Etil asetat (90:10)v/v.

3.3.3. Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia Dari Ekstrak kulit batang tumbuhan bunga tanjung

Kulit batang tumbuhan bunga Tanjung yang telah dirajang ditimbang sebanyak 1000 gram, dimasukkan ke dalam botol perendaman dan dimaserasi dengan pelarut metanol sampai semua terendam oleh pelarut dan dibiarkan selama 72 jam dan sesekali diaduk. Hasil dari maserasi disaring dan diperoleh ekstrak berwarna hijau. Maserasi dilakukan 2 kali dengan menggunakan pelarut metanol sampai ekstrak metanol yang diperoleh memberikan hasil uji yang negatif pada pereaksi untuk identifikasi senyawa flavonoid. Ekstrak metanol yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator pada suhu 600C sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol, kemudian diekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-heksan hingga lapisan n-heksana bening dan kemudian ekstrak pekat


(48)

metanol ditampung dan dipekatkan dan dilarutkan dengan etil asetat. Dilakukan skrining fitokimia dan pereaksi yang menghasilkan uji positif dengan pereaksi. Selanjutnya dipekatkan sampai diperoleh ekstrak pekat etil asetat sebanyak 29 gram.

3.3.4. Analisis Kromatografi Kolom Hasil Isolasi senyawa flavonoida

Analisis kromatografi kolom hasil isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap ekstrak pekat kulit batang tumbuhan bunga tanjung yang telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 60 G dan fasa gerak adalah campuran pelarut metanol : etil asetat dengan perbandingan (90: 10)v/v.

Prosedur isolasi senyawa flavonoid dengan kromatografi kolom:

Dirangkai seperangkat alat kolom kromatografi. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 60 G dengan menggunakan n-heksan, diaduk-aduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan n-heksana 100% hingga silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 29 gram ekstrak pekat etil asetat ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel di puncak kolom, lalu ditambahkan fasa gerak metanol : etil asetat dengan perbandingan (90:10)v/v secara perlahan-lahan dan diatur aliran fasa gerak yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas kolom. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap 8 ml, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama. Setelah itu diuji flavonoid dan diuapkan sampai pelarutnya habis hingga terbentuk kristal.

3.3.5. Rekristalisasi (Pemurnian)

Kristal yang diperoleh dari fraksi yang terbanyak yaitu pada fraksi 20-35 dilakukan pemurnian kristal untuk memastikan kemurniannya.


(49)

Prosedur :

Kristal pada fraksi 20-35 dilarutkan dengan etil asetat, diaduk hingga semua kristal larut sempurna. Kemudian ditambahkan dengan n-heksana secara perlahan-lahan hingga terjadi pengendapan zat-zat pengotor di dasar wadah. Kemudian didekantasi larutan bagian atas wadah, lalu diuapkan sisa pelarut dari kristal.

3.3.6. Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Uji kemurnian senyawa dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254 dengan fasa gerak metanol : etil asetat

(90:10)v/v.

Prosedur uji kemurnian hasil isolasi dengan kromatografi lapis tipis:

Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan. Ditotolkan kristal yang sebelumnya dilarutkan pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fasa gerak merembes sampai batas tanda plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi Feri Klorida 1% menghasilkan noda berwarna hitam yang menunjukkan uji positif adanya senyawa flavonoida. Perlakuan yang sama dilakukan, dan difiksasi dengan Natrium Hidroksida 10% yang menghasilkan noda berwarna biru violet. (Lampiran C).

3.3.7 Penentuan Titik Lebur

Kristal hasil isolasi yang telah murni dimasukkan kedalam alat pengukur titik lebur, diamati perubahan temperatur sampai diperoleh kristal melebur.


(50)

3.3.8.1. Analisis Senyawa Hasil Isolasi Dengan Spektrofotometer UV-Visible

Analisis dengan alat Spektrofotometer UV-Visible diperoleh dari laboratorium Pusat Penelitian Kimia – LIPI, kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. (Lampiran D).

3.3.8.2. Analisis Senyawa Hasil Isolasi Dengan Spektrofotometer Inframerah

Analisis dengan alat Spektrofotometer Inframerah (FT–IR) diperoleh dari laboratorium Pusat Penelitian Kimia – LIPI, kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang. (Lampiran F).

3.3.8.23 Analisis Senyawa Hasil Isolasi Dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Analisis dengan alat Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) diperoleh dari laboratorium Pusat Penelitian Kimia – LIPI, kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang dengan menggunakan CD3OD sebagai pelarut dan TMS sebagai

standart dalam spektrum absorbansi antara 0-17 ppm dibawah TMS. (Lampiran G).

3.4. Bagan isolasi senyawa flavonoida dari kulit batang tumbuhan bunga tanjung

Diskrining fitokimia

Dimaserasi dengan methanol selama ±72 jam Disaring

residu Ekstrak metanol

1000 gram kulit batang bunga tanjung


(51)

Dipekatkan dengan rotarievaporator

Diekstraksi partisi dengan n- heksana

Diuapkan hingga semua metanol menguap Dilarutkan dengan etil asetat

Disaring Diskrining fitokimia

Di analisis KLT untuk menentukan eluen pada pemisahan kromatografi kolom Dibuburkan sampel dengan silika gel

Dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel 60 GE netral dan fasa gerak(eluen) metanol : etil asetat ( 90:10 )v/v

Ditampung setiap fraksi sebanyak 8 ml dalam botol vial Di KLT untuk mengetahui harga Rf Digabung fraksi dengan harga Rf yang sama

Di KLT

Ditentukan nilai Rf

Diuapkan Direkristalisasi Diukur massa

Diuji titik lebur

Dianalisis

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak pekat etil

asetat Ekstrak metanol

(tak diteliti lebih lanjut)

Lapisan metanol Lapisan n-heksana

( tak diteliti lebih lanjut) Ekstrak pekat metanol

FT-IR Ekstrak pekat etil asetat

1H-NMR

UV

Kristal Coklat

Kristal murni coklat


(52)

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak metanol dari kulit batang tumbuhan bunga tanjung (Mimusops elengi L.) dengan adanya penambahan pereaksi-pereaksi warna untuk menentukan golongan senyawa kimia yang dikandung dengan pereaksi flavonoida yakni:

1. FeCl3 1 % memberikan warna hitam

2. NaOH 10 % memberikan warna biru violet 3. H2SO4(p) memberikan warna orange kekuningan

4. Mg–HCl memberikan warna merah muda

Hasil isolasi senyawa flavonoida dari kulit batang tumbuhan bunga tanjung diperoleh dengan menggunakan fase gerak metanol : etil asetat (90:10)v/v, yang menghasilkan senyawa berwarna coklat berbentuk kristal sebanyak 7 mg.

Dari hasil analisis Spektrofotometer Ultraviolet – Visible (UV–Visible)

dengan pelarut metanol memberikan panjang gelombang maksimum (λ maks) 341 nm dan 273 nm.

Hasil analisis Spektrofotometer FT-IR dari senyawa hasil isolasi menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai berikut:

1. Pada bilangan gelombang 3454,51 cm-1 , menunjukkan adanya vibrasi gugus OH

2. Pada bilangan gelombang 2922,16 cm-1 , menunjukkan adanya vibrasi gugus C-H alifatis

3. Pada bilangan gelombang 1616,35 cm-1 , menunjukkan adanya vibrasi gugus C=O

4. Pada bilangan gelombang 1448,54 cm-1 , menunjukkan adanya vibrasi gugus CH2


(53)

5. Pada bilangan gelombang 1344,38 cm-1 , menunjukkan adanya vibrasi gugus CH3

6. Pada bilangan gelombang 1265,30 cm-1 , menunjukkan uluran C-O 7. Pada bilangan gelombang 1041.56 cm-1 , menunjukkan uluran C-O-C 8. Pada bilangan gelombang 866,04 cm-1 , menunjukkan adanya vibrasi

gugus C-H dari senyawa aromatik

Hasil analisis Spektrofotometer Resonansi Magnetik Proton (1HNMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah sebagai berikut :

1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,2605 ppm menunjukkan pergeseran kimia proton dari CH3 – C – C = C-

2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,8038 ppm menunjukkan pergeseran kimia proton dari CH3 – O – Ar

3. Pergeseran kimia pada daerah δ = 5,9681 ppm menunjukkan pergeseran kimia proton dari gugus OH

4. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,5153 – 7,0701 ppm menunjukkan pergeseran kimia proton gugus aromatis.

4.2 Pembahasan

Dari hasil kromatografi lapis tipis, diketahui bahwa perbandingan pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari kulit batang bunga tanjung (Mimusops elengi L.) adalah metanol : etil asetat (90:10) v/v yang menunjukkan pemisahan yang lebih baik dari noda yang dihasilkan. Hal ini juga dibuktikan dengan analisis KLT yang menunjukkan hanya satu noda tunggal pada kristal.

Dari hasil skrining fitikimia dengan menggunakan pereaksi flavonoida FeCl3 1 %, NaOH 10 %, H2SO4 (p), Mg–HCl kulit batang bunga tanjung


(54)

Dari hasil interpretasi spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1HNMR), senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut Metanol diperoleh :

1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,8038 ppm menunjukkan pergeseran kimia proton dari CH3 – O - Ar. Hal ini didukung oleh adanya spektrum inframerah

pada bilangan gelombang 1265,30 cm-1, menunjukkan adanya gugus C-O. 2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 5,9681 ppm menunjukkan pergeseran kimia

proton dari gugus OH. Hal ini didukung oleh adanya spektrum inframerah pada bilangan gelombang 3454,51 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus OH.

3. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,5153 – 7,0701 ppm menunjukkan pergeseran kimia proton gugus Ar. Hal ini didukung oleh adanya spektrum inframerah pada bilangan gelombang 866,04 cm-1 menunjukkan vibrasi C-H dari senyawa aromatis.

Dari hasil pembahasan diatas, berdasarkan skrining fitokimia, data spektrum FT-IR dan (1HNMR) diduga bahwa kemungkinan kristal yang diisolasi dari kulit batang tumbuhan bunga tanjung (Mimusops elengi L.) adalah senyawa flavonoida. Tetapi bila dilihat dari data spektrum UV-Visible terjadi penyimpangan dari literatur, dalam hal ini terjadi pergeseran absorbs maksimum ke daerah yang panjang gelombang yang rendah (hipsokromik). Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya pengaruh posisi substituent yang diikatnya. (Mabry, 1970)


(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 1000 g kulit batang tumbuhan bunga tanjung merupakan senyawa berwarna coklat berbentuk kristal, diperoleh sebanyak 7 mg dengan titik lebur 180-1830C.

2. Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia dan analisis Kromatografi Lapis Tipis dengan penampakan noda menggunakan pereaksi Feri Klorida yang menghasilkan larutan hitam dan Natrium Hidroksida yang menghasilkan larutan biru violet, pereaksi H2SO4(p) yang menghasilkan larutan orange

kekuningan dan pereaksi Mg-HCl yang menghasilkan larutan merah muda maka dapat disimpulkan kristal coklat hasil isolasi merupakan senyawa flavonoida.

3. Hasil analisis dengan skrining fitokimia pereaksi – pereaksi flavonoida, spektrofotometri Infra Merah (FT - IR) dan Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) menunjukkan bahwa kristal berwarna coklat dari kulit batang tumbuhan bunga tanjung adalah senyawa flavonoida. Namun dalam hal ini, peneliti tidak bisa menggolongkan ke golongan senyawa flavonoida karena terjadi pergeseran absorbsi maksimum ke daerah dengan panjang gelombang lebih rendah (hipsokromik).

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan analisis Spektroskopi Massa dan 13C-NMR, agar diperoleh data-data yang lebih mendukung untuk menentukan struktur senyawa flavonoida yang diperoleh dari hasil isolasi.


(56)

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi Pertama. Jakarta: PT. Pradaya Paramita.

Chowdurry, B.K.1971. Hibiscetin Heptamethyl Ether a Natural Flavone. Journal Indian Chem .48(1), halaman.80-82.

Creswell, C. J. 1982. Analisa Spektrum Senyawa Organik. Edisi ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press.

Dreyer,L.D.1986.Chemataxonomy of The Rutaceae, Constituent of Murrayapaniculata (Linn.) Jack.The Journal of Organic Chemistry .33(3658), halaman 3575.

Effendy, S. 1982. Ensiklopedia Tumbuh-tumbuhan Berkhasiat yang ada di Bumi Nusantara. Surabaya: Penerbit Karya Anda.

Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.

Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia. Penentuan Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Terjemahan Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta: halaman 1588-1590.

Joshi,B. S. 1969. Structure of Exoticin a Flavone from the Leaves of Murrayaexotica(Linn.). Journal Indian Chem .7, halaman. 636.

Manitto, P. 1992. Biosintesa Produk Alami. Cetakan Pertama. Terjemahan Koensoermadiyah. Semarang: Penerbit IKIP Press.

Mabry, T. J. dkk. 1970. The Systematic Identification of Flavonoids. New York: Springer Verlag.

Markham, K. R.1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.

Muldja, M. H. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Surabaya: Universitas Airlangga Press.

Noerdin, D. 1985. Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara Spektroskopi Ultra Lembayung dan Inframerah. Edisi Pertama. Bandung: Penerbit Angkasa.


(57)

Pavia, L. D. 1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic Chemistry. Philadelphia: Saunders College.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB Press.

Salisburry, F. B. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Edisi ke-4. Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB.

Sastrohamidjojo, H. 1994.Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (Nuclear magnetic Resonance, NMR). Edisi Pertama. Yogyakarta:Penerbit Liberty.

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Silverstein, R. M. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi ke-4. Terjemahan A. J. Hartomo dan Anny Victor Purba. Jakarta: Penerbit Erlangga. Steenis, Van. 2003. Flora. Jakarta: PT. Pradaya Paramita.

Stephen, M. D. 2003. Intisari Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Hipokrates. Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.

Tobing, R. L. 1989. Kimia Bahan Alam. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta: Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Underwood, A. L. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga. Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: Penerbit Andi.


(58)

(59)

(60)

Lampiran C. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Noda Dengan Pereaksi Flavonoida.

No. Penampakan bercak Pereaksi Warna Noda Rf

1. I FeCl3 1% Hitam 0,73


(61)

Lampiran D. Spektrum Ultraviolet – Tampak (UV-Visible) senyawa hasil isolasi

Keterangan :

Sumbu X : Panjang gelombang Sumbu Y : Absorbansi


(62)

(63)

(64)

(1)

(2)

Lampiran C. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Noda Dengan Pereaksi Flavonoida.

No. Penampakan bercak Pereaksi Warna Noda Rf

1. I FeCl3 1% Hitam 0,73


(3)

Lampiran D. Spektrum Ultraviolet – Tampak (UV-Visible) senyawa hasil isolasi

Keterangan :

Sumbu X : Panjang gelombang Sumbu Y : Absorbansi


(4)

(5)

(6)