Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Batang Tumbuhan Seri(Muntingia calabura L)

(1)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BATANG

TUMBUHAN SERI (Muntingia calabura L.)

SKRIPSI

MUTIARA SIMATUPANG

090822006

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BATANG TUMBUHAN SERI (Muntingia calabura L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MUTIARA SIMATUPANG 090822006

\

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT

BATANG TUMBUHAN SERI(Muntingia calabura L)

Kategori : SKRIPSI

Nama : MUTIARA SIMATUPANG

Nomor Induk Mahasiswa : 090822006

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juni 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Johannes H S, M.Sc Drs. Philippus H. Siregar, M.Si NIP 195307141980031004 NIP 195805041986011002

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR.Rumondang Bulan, MS NIP 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BATANG TUMBUHAN SERI (Muntingia calaburaL)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kacuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2011

MUTIARA SIMATUPANG 090822006


(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih dan Maha Kuasa, karena atas kasih dan berkat-Nya yang melimpah penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Bapak Drs. Philippus Siregar, M.Si dan Bapak Drs. Johannes H. Simorangkir , M.Sc selaku pembimbing penulis pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan, nasihat dan motivasi kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia Ibu Prof.Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S dan Bapak Dr.Albert Pasaribu, M.Sc, Bapak Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen Departemen Kimia FMIPA USU, Pegawai / Karyawan di LIPI Serpong, rekan-rekan asisten di Lab. Kimia Bahan Alam, dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis. Yang sangat tidak terlupakan terimakasih kepada orangtua tersayang Ayahanda B. Simatupang dan Ibunda M. Samosir yang mendukung penulis lewat doa dan materi , juga abang saya Ridwan Simatupang, SE, kakak Dornawati,SPd, adek Lenni Simatupang, Amf, Bonar Simatupang, dan Riana Simatupang dan yang istimewa juga buat Erix Anderson Situmeang yang selalu memberikan doa, bantuan kepada penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.

Medan, Juni 2011


(6)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam 1000 gram kulit batang tumbuhan seri ( Muntingia calabura L. ) dilakukan dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut metanol, dan ekstraksi partisi dengan pelarut n- heksana. Lapisan metanol diekstraksi partisi dengan pelarut etil asetat. Ekstrak etil asetat dikromatografi kolom dengan menggunakan fasa gerak metanol:etil asetat (80:20)v/v dan fasa diam silika gel 60 G( E.Merck). Senyawa yang diperoleh dimurnikan, berbentuk kristal , berwarna coklat sebanyak 10 mg dengan titik lebur 98- 100oC. Senyawa ini diidentifikasi dengan menggunakan spektroskopi ultraviolet (UV-Visible) spektroskopi inframerah (FT-IR), Spektroskopi resonansi magnetik inti proton (1H-NMR). Data dari hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah senyawa flavonoida.


(7)

THE ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUND IN THE BARK OF CHERRY (Muntingia calabura L.)

ABSTRACT

The isolation of flavonoid compound which contained in the bark of cherry

(Muntingia calaburaL.) had been done by using maceration technique and methanol

as a solvent, and had been done by using extraction partition with n-hexane., and than had been done by using extraction partition with ethyl acetate.Methanol extract was concentrated and was filtred with ethyl acetate and put into colum chromatography, eluted with phase ethyl acetate : methanol (80:20)v/v and stationary phase silica gel 60G ( E.Merck). The pure crystal is 10 mg, with melting point 98-100oC. The crystal was characterized by UV-Visible spectroscopy,infrared spectroscopy (FT-IR), proton nuclear magnetic resonance spectroscopy (1H-NMR) . Spectroscopy data show that the compound could be considered of flavonoid compound.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar lampiran ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 2

1.3.Tujuan Penelitian 2

1.4.Manfaat Penelitian 3

1.5.Lokasi Penelitian 3

1.6.Metode Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Seri 5

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Seri 5

2.1.2 Nama Lain Tumbuhan Seri 5

2.1.3 Morfologi Tumbuhan Seri 6

2.1.4 Kandungan Tumbuhan Seri 6

2.1.5 Efek Farmakologis Tumbuhan Seri 7

2.1.6 Manfaat Tumbuhan Seri 8

2.2. Senyawa Organik Bahan Alam 8

2.3 Senyawa Flavonoida 10

2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida 11

2.3.2 Biosintesis dari Flavonoida 12

2.3.3 Klasifikasi Senyawa Flavonoida 13

2.3.4 Sifat kelarutan Flavonoida 19

2.4 Teknik Pemisahan 19

2.4.1 Ekstraksi 20

2.4.2 Kromatografi 20

2.4.2.1 Kromatografi Lapis Tipis 21

2.4.2.2 Kromatografi Kolom 22

2.3.2.3 Kromatografi Kertas 23

2.3.2.4 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif 24

2.4.3 Harga Rf ( Reterdation Factor) 24

2.5 Teknik Spektroskopi 25

2.5.1 Spektrometri Ultra Violet 25

2.5.2 Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR) 26 2.5.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton


(9)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Alat- alat 29

3.2 Bahan-bahan 30

3.3 Prosedur Penelitian 30

3.3.1 Penyediaan Sampel 30

3.3.2 Uji Pendahuluan terhadap Ekstrak Kulit Batang

Tumbuhan Seri 30

3.3.2.1 Uji Busa 30

3.3.2.2 Skrining Fitokimia 31

3.3.2.3 Analisis Kromatografi Lapis Tipis 31 3.3.3 Prosedur untuk Memperoleh Senyawa Kimia dari

Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Seri 32 3.3.4 Analisa Kromatografi Kolom Hasil Isolasi Senyawa

Flavonoida 33

3.3.5 Pemurnian ( Rekristalisasi ) 33

3.3.6 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis

Tipis (KLT) 33

3.3.7 Analisis Spektroskopi Senyawa Hasil Isolasi 34 3.3.7.1 Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan

Spektrofotometer Inframerah 34 3.3.7.2 Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan

Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton

(1H-NMR) 34

3.4 Bagan Isolasi Senyawa Flavonoida dari Kulit Batang Tumbuhan Seri 35 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 36

4.2 Pembahasan 38

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 40


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A. Gambar Tumbuhan Seri ( Muntingia calaburaL) 44

Lampiran B. Determinasi Tumbuhan Seri 45

Lampiran C. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Isolasi

melalui Penampakan Noda dengan Pereaksi 46

Lampiran D. Spektrum UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi 47 Lampiran E. Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi 48

Lampiran F. Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 49 Lampiran G. Spektrum UV-Visible Beberapa Senyawa Flavonoida 50


(11)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam 1000 gram kulit batang tumbuhan seri ( Muntingia calabura L. ) dilakukan dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut metanol, dan ekstraksi partisi dengan pelarut n- heksana. Lapisan metanol diekstraksi partisi dengan pelarut etil asetat. Ekstrak etil asetat dikromatografi kolom dengan menggunakan fasa gerak metanol:etil asetat (80:20)v/v dan fasa diam silika gel 60 G( E.Merck). Senyawa yang diperoleh dimurnikan, berbentuk kristal , berwarna coklat sebanyak 10 mg dengan titik lebur 98- 100oC. Senyawa ini diidentifikasi dengan menggunakan spektroskopi ultraviolet (UV-Visible) spektroskopi inframerah (FT-IR), Spektroskopi resonansi magnetik inti proton (1H-NMR). Data dari hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah senyawa flavonoida.


(12)

THE ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUND IN THE BARK OF CHERRY (Muntingia calabura L.)

ABSTRACT

The isolation of flavonoid compound which contained in the bark of cherry

(Muntingia calaburaL.) had been done by using maceration technique and methanol

as a solvent, and had been done by using extraction partition with n-hexane., and than had been done by using extraction partition with ethyl acetate.Methanol extract was concentrated and was filtred with ethyl acetate and put into colum chromatography, eluted with phase ethyl acetate : methanol (80:20)v/v and stationary phase silica gel 60G ( E.Merck). The pure crystal is 10 mg, with melting point 98-100oC. The crystal was characterized by UV-Visible spectroscopy,infrared spectroscopy (FT-IR), proton nuclear magnetic resonance spectroscopy (1H-NMR) . Spectroscopy data show that the compound could be considered of flavonoid compound.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Flavonoida merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga dan hornwort. Flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit , tepung sari, nectar, bunga, buah buni, dan biji. Hanya sedikit saja catatan yang melaporkan adanya flavonoida pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, sekresi lebah, dan di dalam sayap kupu-kupu , itupun dengan anggapan bahwa flavonoida tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadikan makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoida . Sebagian besar tanin pun berasal dari flavonoida. Jadi, flavonoida terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap ekstrak tumbuhan . ( Markham, 1981)

Keanekaragaman tumbuhan di Indonesia merupakan salah satu kekayaan alam yang perlu dilestarikan mengingat peranan dan khasiat tumbuhan dapat memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat. Tumbuh–tumbuhan merupakan salah satu sumber senyawa bahan alam hayati yang memegang peranan penting dalam pemanfaatan zat kimia berkhasiat. Didukung oleh penelitian ilmiah tumbuhan yang secara fungsional tidak lagi dipandang sebagai bahan konsumsi maupun penghias, tetapi sebagai tanaman obat yang multifungsi. Penggunaan senyawa bahan alam sebagai obat bukan hal baru, sejak manusia ada dipermukaan bumi, mencoba mengobati berbagai macam penyakit yang dideritanya menggunakan senyawa bahan alam secara turun temurun dan dipergunakan sampai sekarang. Berbagai tumbuhan liar maupun yang dipelihara secara tradisional dapat dipergunakan sebagai obat (racikan sederhana) karena memiliki khasiat yang menyembuhkan serta komposisi kimia yang dimilikinya.


(14)

Salah satu dari tumbuhan berkhasiat ini adalah tumbuhan seri (Muntingia calabura L). Dari hasil penelitian terdahulu, kulit batang tumbuhan seri berkhasiat sebagai obat yaitu untuk peluruh dahak, dan untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih.Sementara penggunaan tumbuhan seri secara tradisional diguna kan untuk penyembuhan asam urat, antiseptik, antiflamasi, dan antitumor. Dimana penggunaannya untuk obat-obatan dilakukan dengan meminum air rebusan dari kulit batang dan daun tumbuhan seri. Sedikit berbeda penggunaannya untuk penyembuhan antiseptik dari tumbuhan seri, yaitu air rebusan daun dan batang tumbuhan seri digunakan bukan dengan cara dikonsumsi, melainkan dioleskan ke daerah luka yakni untuk membunuh bakteri C. Diptheriea, S. Aureus, P Vulgaris, S Epidemidis dan K Rizhophil. ( Verdayanti, 2009).

Penelitian juga pernah dilakukan terhadap tumbuhan seri, yakni bagian daunnya. Dimana daun seri mengandung kelompok senyawa antara lain flavonoida, tannin, triterpen, saponin dan polifenol yang menunjukkan aktifitas antioksidatif. Antioksidan tersebut diduga mampu melindungi sel hati dari kerusakan yang diakibatkan radikal bebas. Pengambilan zat kimia daun seri dilakukan dengan ekstraksi prinsip maserasi dengan pelarut aqua distillated.

Dalam penelitiannya digunakan karbon tetra klorida ( CCl4) sebagai induktor terjadinya hepatotoksik. CCl4 merusak hampir semua sel tubuh termasuk sistem saraf pusat, hati, ginjal, dan pembuluh darah. Adanya efek merusak CCl4 ini terhadap hati dapat dihambat dengan pemberian ekstrak daun kersen, yaitu antioksidan yang terdiri dari flavonoida, triterpen, saponin dan polifenol menyebabkan peroksida lipid yang ditimbulkan oleh radikal bebas CCl4 berkurang, sehingga fungsi membran sel tetap terjaga. (Haki, 2009)

Dari uraian diatas dan berdasarkan literatur mengenai manfaat tumbuhan seri , maka peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap tumbuhan seri tersebut, khususnya mengenai senyawa flavonoida yang terkandung di dalamnya.


(15)

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara mengisolasi senyawa flavonoida yang terdapat dalam kulit batang tumbuhan seri ( Muntingia calabura L. )

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa flaovonoida yang terdapat dalam kulit batang tumbuhan seri ( Muntingia calabura L. )

1.4Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapakan untuk memberikan sumber informasi ilmiah pada bidang Kimia Bahan Alam dalam upaya pemanfaatan senyawa flavonoida dari kulit batang tumbuhan seri ( Muntingia calabura L. )

1.5Lokasi Penelitian

Sampel yang digunakan diperoleh dari daerah Pasar Baru Padang Bulan, Medan. Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA Universitas Sumatera Utara. Spektrofotometri UV-Visible, Spektrofotometri Infra Merah ( FT-IR)

dan Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton ( 1H-NMR) dilakukan di LIPI ( Laboratorium Ilmu Pengetahuan Indonesia) Serpong

1.6Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini , isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap kulit batang tumbuhan seri sebanyak 1000 gram . Tahap awal dilakukan uji skrining fitokimia


(16)

untuk senyawa flavonoida, yaitu dengan menggunakan pereaksi FeCl3 1%, NaOH 10%, Mg-HCl dan H2SO4(p).

Tahap isolasi yang dilakukan : - Ekstraksi Maserasi - Ekstraksi Partisi

- Analisis Kromatografi Lapis Tipis - Analisis Kromatografi Kolom - Rekristalisasi

- Analisis Kristal Hasil Isolasi

Tahapan analisiskristal hasil isolasi yang dilakukan adalah : a) Analisis Kromatografi Lapis Tipis

b) Pengukuran titik lebur

c) Identifikasi dengan menggunakan Spektrometer UV-Visible, Spektrometer Infra Merah (FT-IR), Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1 H-NMR).


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Seri

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Seri Sistematika Tumbuhan Seri adalah :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae

Ordo : Malvales

Famili : Elaeocarpaceae

Genus : Muntingia

Spesies : Muntingia calabura L

2.1.2 Nama Lain Tumbuhan Seri

Nama-nama lainnya di beberapa negara adalah: datiles, aratiles, manzanitas (Filipina), mât sâm (Vietnam); khoom sômz, takhôb (Laos); takhop farang (Thailand); krâkhôb barang (Kamboja); dan kerukup siam (Malaysia). Juga di kenal sebagaicapulin blanco, cacaniqua, nigua, niguito (bahasa Spanyol); Jamaican cherry, Panama berry, Singapore cherry (Inggris) dan nama yang tidak tepat, Japanse kers (Belanda), yang lalu dari sini diambil menjadi kersen dalam bahasa Indonesia. Nama ilmiahnya adalah


(18)

2.1.3 Morfologi Tumbuhan Seri

Tumbuhan Seri merupakan perdu atau pohon kecil yang tingginya sampai 12 m, meski umumnya hanya sekitar 3-6 m saja. Selalu hijau dan terus menerus berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Cabang-cabang mendatar , menggantung di ujungnya membentuk naungan yang rindang. Ranting-ranting berambut halus bercampur dengan rambut kelenjar, demikian pula daunnya. Daun-daun terletak mendatar , berseling ,helaian daun tidak simetris , bundar telur lanset , tepinya bergerigi dan berujung runcing, 1-4 x 4-14 cm sisi bawah berambut kelabu rapat , bertangkai pendek. Daun penumpu yang sebelah meruncing berbentuk benang lk 0,5 cm , agak lama lalu mongering dan rontok , sementara sebelah lagi rudimeter . Bunga dalam berkas berisi 1-3(-5) kuntum, terletak di ketiak agak di sebelah atas tumbuhnya daun , bertangkai panjang, berkelamin dua dan berbilangan lima, kelopak berbagi dalam , taju meruncing bentuk benang, berambut halus , mahkota bertepi rata , bundar telur terbalik , putih tipis gundul lk 1 cm. Benang sari berjumlah banyak , 10 sampai lebih dari 100 helai . Bunga yang mekar menonjol keluar, ke atas helai-helai daun , namun setelah menjadi buah menggantung ke bawah , tersembunyi di bawah helai daun. Umumnya hanya satu-dua bunga yang menjadi buah dalam tiap berkasnya . Bertangkai panjang , bulat hampir sempurna , diameter 1-1,5 cm , hijau kuning dan akhirnya merah apabila masak , bermahkota sisa tangkai putik yang tidak rontok serupa bintang hitam bersudut lima. Berisi beberapa ribu biji yang kecil-kecil , halus , putih dan kekuningan ,terbenam dalam daging dan sari buah yang manis sekali ( Purwonegoro, 1997)

2.1.4 Kandungan Tumbuhan Seri

Kandungan setiap 100 gr bagian buah kersen yang dapat dimakan kira – kira mengandung :


(19)

Zat Berat (gram)

Air 76,3

Protein 2,1

Lemak 2,3

Karbohidrat 17,9

Serat oo 0

Abu 1,4

Kalsium 1,25 x 10-1

Fosfor 9,4 x 10-2

Vitamin A 1,5 x 10-5

Vitamin C 9 x 10-2

(M.Iskak, 2010)

2.1.5 Efek Farmakologis Tumbuhan Seri

a .penyembuh asam Urat (anti urid acid)

Di Indonesia secara tradisional buah kersen digunakan untuk mengobati asam urat dengan cara mengkonsumsi buah kersen sebayak 9 butir 3 kali sehari hal ini terbukti dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan dari penyakit asam urat.

b.antiseptik

Kandungan dan rebusan daun kersen ternyata dapat berkasiat sebagai pembunuh microba berbahaya dan dapat digunakan sebagai anti septik. dari penelitian yang dilakukan oleh penelitian herbal dari Malaysia didapat hasil bahwa rebusan daun kersen dapat digunakan untuk membunuh bakteri C.Diptheriea, S. Aureus, P Vulgaris,

S Epidemidis dan K Rizhophil pada percobaan yang dilakukan secara invitro.

c.antiflamasi

rebusan daun kersen juga memiliki kasiat anti radang atau mengurangi radang (antiflamasi)dan menurunkan panas.


(20)

d.antitumor

kandungan senyawa flavonoid yang dikandung daun kersen ternyata memiliki kasiat dapat menghambat perkembangan sel kanker (mouse hapatoma) secara laboratoris yang dilakukan para ilmuwan dari peru.( Hariyono, 2010 )

2.1.6 Manfaat Tumbuhan Seri

Buah kersen langsung dapat dimakan atau diolah menjadi sirup, selai dan permen, rasanya pun tidak kalah dengan minuman olahan dari buah yang mahal.Kayu kersen lunak dan mudah kering, sangat berguna sebagai kayu bakar. Kayu dari tanaman kersen ini juga cukup kuat sehingga banyak yang dipakai untuk membuat perabotan. Kulit kayunya yang mudah dikupas digunakan sebagai bahan tali dan kain pembalut. Daunnya dapat dijadikan semacam teh.

2.2. Senyawa Organik Bahan Alam

Senyawa Organik Bahan Alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat kimia yang dimilikinya. Ada empat cara klasifikasi yang diusulkan, yaitu :

1. Klasifikasi berdasarkan struktur kimiawi

Klasifikasi ini berdasarkan kerangka molekular dari senyawa yang bersangkutan . Menurut sistem ini ada empat kelas, yaitu :

a. Senyawa alifatik rantai terbuka atau lemak dan minyak.

Contoh : asam-asam lemak , gula dan asam-asam amino pada umumnya b. Senyawa alisiklik atau sikloalifatik

Contoh : terpenoida , steroida, dan beberapa alkaloida c. Senyawa aromatik dan bonzenoida

Contoh : golongan fenolat dan golongan kuinon d. Senyawa Heterosiklik


(21)

Karena aplikasi ini hanyalah superfisial , maka tidak mengherankan jika suatu senyawa organik bahan alam tertentu dapat dimasukkan kedua kelas berlainan. Contoh : geraniol, farsenol, dan skualen , termasuk kelas senyawa alifatik rantai terbuka, timol termasuk senyawa aromatik. Namun, keempat senyawa tersebut merupakan anggota dari kelas terpenoida dan steroida.

2. Klasifikasi berdasarkan Sifat Fisiologik

Setelah penelitian yang mendalam dilakukan terhadap morfin, penisilin dan prostaglandin, maka perhatian para ahli sering ditujukan kepada isolasi dan penentuan fungsi fisiologis dari senyawa organik bahan alam tertentu. Hampir separuh dari obat-obatan yang digunakan sehari-hari merupakan bahan alam , misalnya alkaloida dan antibiotik atau golongan-golongan sintetik . Oleh karena itu, senyawa organik bahan alam dapat juga diklasifikasikan segi aktifitas fisiologik dari bahan yang bersangkutan. Misalnya kelas hormon, vitamin, antibiotik dan mikotoksin.

Meskipun asal-usul biogenetik sangat bervariasi, namun ada kalanya terdapat korelasi yang dekat antara aspek tersebut dengan kegiatannya. Misalnya, meskipun struktur sangat bervariasi , namun senyawa-senyawa yang menunjukkan aktivitas kardiotik ( kardenolid dan bufadienolid ) hanyalah struktur yang memiliki komposisi sebagai berikut : (a) cincin A/B terpadu secara cis; (b) memiliki residu berupa gula pada C3 dan (c) memiliki lakton suku 5 atau 6 yang terkonjugasi pada C17.

3. Klasifikasi berdasarkan Taksonomi

Pengklasifikasian ini didasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari timbuh-tumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan. Pada hewan dan sebagian mikroorganisme , metabolit terakhir biasanya dibuang keluar tubuh , sedangkan pada tumbuh-tumbuhan , metabolit tersimpan dalam tumbuhan itu sendiri. Pada mulanya , beberapa metabolit hanya dianggap berasal dari tumbuh-tumbuhan tertentu. Kemudian diketahui bahwa beberapa metabolit tersebar pada berbagai tumbuhan dan ternyata bahwa banyak konstituen tumbuhan seperti alkaloida dan terpenoida yang dapat diisolasi dari spesies,


(22)

genera, suku atau family tumbuhan tertentu. Dalam satu spesies tunggal dapat ditemukan sejumlah konsitituen yang strukturnya berhubungan erat dengan satu sama lain . Misalnya ” opium “ dari Papaver somniferum mengandung dua puluhan alkaloida termasuk morfin, tebain, kodein, dan nikotin , yang kesemuanya dibiosintesis dari precursor 1- benzilisokuinolin melalui penggandengan (coupling) secara oksidasi . Oleh karena itu, alkaloida-alkaloida tersebut yang strukturnya mirip satu sama lain berasal dari genus tumbuhan tertentu disebut alkaloida opium.

4. Klasifikasi berdasarkan biogenesis

Semua konstituen tumbuhan dan binatang dibiosintesis dalam organism melalui reaksi-reaksi yang dibantu oleh enzim tertentu ( istilah “ biosintesis” dan “biogenesis” mempunyai arti yang sama) : pembentukan bahan alam oleh organism hidup. “ Biosintesis mengacu kepada perolehan data eksperimental dalam membuktikan jalur sintesis yang berlangsung, sedangkan “ biogenesis “ masih bersifat hipotektik dan lebih menekankan aspek spakulatif dari fakta. Setelah pengetahuan tentang kimia organik berkembang sejak tahun 1930-an , beberapa ahli mulai menyusun teori langkah-langkah biogenetic dari senyawa organic dari bahan alam yang berlangsung dalam organism hidup . “ Aturan isoprene “ yang diusulkan oleh Ruzicka menyatakan bahwa semua senyawa terpenoida terbentuk dari unit isoprene C5. ( Tobing,1989)

2.3. Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini berada di dalam tumbuh – tumbuhan kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yang terdapat dalam hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang – berang dan sekresi lebah. Dalam sayap kupu – kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh – tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang


(23)

2.3.1. Struktur dasar senyawa flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan sebagai berikut :

C C C

A B

Kerangka dasar senyawa flavonoida

Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi O C3 OH HO C6

O

C

3

HO

C

6

Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :

O C3 OH HO HO C6 A OCH3 O C3 OCH3 H3CO

H3CO

C6 A

Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi

C3 (A) C6 R R' R'' B (Sastrohamidjojo, 1996)


(24)

2.3.2. Biosintesa dari Flavonoida

 

Gambar 2.

Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yang memasukkan prazat dari alur sikimat dan alur asetat-melanoat, flavonoid pertama dihasilkan segera setelah alur itu bertemu. Sekarang flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis adalah khalkon. Modifikasi flavonoid lebih lanjut terjadi pada berbagai tahap dan menghasilkan : penambahan atau pengurangan hidroksilasi, metilasi gugs hidroksil atau inti flavonoid, dimerisasi dan glikolisasi gugus hidroksil.


(25)

2.3.3. Klasifikasi senyawa Flavonoida

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida (Harbone, 1996).

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu :

1.Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

2. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis

O O

OH

flavonol HO

HO


(26)

glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.

O O flavon OH OH 1 2 3 4 10 5 6 7 8 9 1' 2' 3' 4' 5' 6' 3. Isoflavon

Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

O O OH OH HO Struktur Isoflavon 4. Flavanon


(27)

jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperidin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

O

O

Struktur Flavanon 5. Flavanonol

Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

O

O OH

Struktur Flavanonol 6. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.

O HO

OH OH

OH OH


(28)

7. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.

O

OH

HO OH

Struktur Leukoantosianidin 8. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

O

OH

Struktur Antosianin 9.Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas


(29)

O

Struktur Khalkon 10. Auron

Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia (Robinson, 1995).

HC O

O Struktur Auron

Prazat utama flavonoida sendiri sudah diketahui tanpa keraguan sebagai hasil dari banyak percobaan, tetapi masih banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai jalur rinci yang diikuti. Sering teramati bahwa dalam spesies tumbuhan tertentu semua flavoida yang berbeda-beda mempunyai pola hidroksilasi cincin yang sama, perbedaan hanya terdapat asetilasi, glikosilasi, dan struktur bagian C-3. Pengamatan ini menunjukkan bahwa terdapat senyawa antara C-15 yang umum diubah menjadi berbagai senyawa flavonoida setelah pola hidroksilasi cincin terbentuk.

Akan tetapi, tampaknya berbagai gugus hidroksil ini sesungguhnya dimasukkan pada tahap yang berlainan dalam sintesis. Misalnya, jika hidroksil-7 harus terdapat pada produk akhir (misalnya sianidin), gugus ini harus terdapat pada cincin A kalkon. Pemasukan gugus hidroksil-3 ke dalam molekul yang sudah mengandung hidroksil-4 dapat terjadi bahkan pada tahap akhir jalur, dan jika telah ditambahkan tidak dapat dihilangkan. Hidroksil-3 ini terjadi dalam sistem bebas sel. Gugus hidroksil-2 yang tidak begitu lazim sering kali ditambahkan pada tahap flavonol dan jika telah ditambahkan biasanya tidak dihilangkan. Hidroksil-3 yang menjadi ciri flavonol dan antosianidin tampaknya juga ditambahkan pada tahap flavanonol.


(30)

Hidroksilase-3 adalah oksigenase mikrosom, tetapi hidriksilasi-3 dikatalisis oleh enzim yamg larut. Pada flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam (Robinson,1995).

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:

Golongan flavonoida Penyebaran Ciri khas

Antosianin Proantosianidin Flavonol Flavon Biflavonil

Khalkon dan auron

Flavanon

pigmen bunga merah marak, dan biru juga dalam daun dan jaringan lain.

terutama tan warna, dalam daun tumbuhan berkayu.

Terutamako-pigmen tanwarna dalam bunga sianik dan asianik; tersebar luas dalam daun.

seperti flavonol

tanwarna; hampir seluruhnya terbatas pada gimnospermae.

pigmen bunga kuning, kadang-kadang terdapat juga dalam jaringan lain

larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.

menghasilkan antosianidin (warna dapat diekstraksi dengan amil alkohol) bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam. Setelah hidrolisis, berupa bercak kuning mirip pada kromatogram Forestal bila disinari dengan sinar UV;maksimal spektrum pada 330-350 nm.

Setelah hidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram forestal; maksimal spektrum pada 330-350nm

Pada kromatogram BAA berupa bercak redup dengan Rf tinggi. Dengan amonia berwarna merah

Maksimal spektrum 370-410nm.


(31)

Isoflavon

Glikoflavon

( terutama dalam Citrus ) tanwarna; sering kali dalam akar; hanya terdapat dalam satu suku,Leguminosae

Seperti Flavonol

pahit.

Bergerak pada kertas dengan pengembang air; tak ada uji warna yang khas

Mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa.

2.3.4. Sifat kelarutan Flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan di samping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi, atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti Etanol (EtOH), Metanol (MeOH), Butanol (BuOH), Aseton, Dimetilsulfoksida (DMSO), Dimetilformamida (DMF), Air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasa cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform (Markham, 1988).

2.4. Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan :


(32)

a. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.

b. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan – perbedaan kecil darisifat-sifat fisika antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan . (Muldja, 1995)

2.4.1 Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, perkolasi, dan sokletasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya : n–heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air.Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan ekstrak yang terakhir memberikan reaksi negatif terhadap pereaksi alkaloida. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotary evaporator. (Harborne, 1987 )

Menurut prosesnya ekstraksi dapat dibagi menjadi dua yaitu Ekstraksi kontiniue dimana pelarut yang sama digunakan secara berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai dan biasanya alat yang digunakan adalah alat soklet. Ekstraksi yang kedua adalah ekstraksi bertahap yaitu ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru samppai ekstraksi selesai dan bisanya digunakan adalah corong pisah. Tekniknya cukup dengan penambahan pelarut yang tidak bercampur dengan pelarut yang pertama melalui corong pisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat akan tebentuk dua lapisan. Kesempurnaan ekstraksi tergantung banyaknya ekstraksi yang dilakukan 2.4.2. Kromatografi


(33)

stasioner dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. ( Underwood, 1981 )

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair . Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan , jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam system kromatografi , yaitu :

1. Fasa gerak cair- fasa diam padat ( kromatografi serapan ) a. Kromatografi Lapis Tipis

b. Kromatografi Penukar Ion 2. Fasa gerak gas- fasa diam padat

a. Kromatografi Gas-Padat 3. Fasa gerak cair- fasa diam zat cair

a. Kromatografi Kertas 4. Fasa gerak gas- fasa diam zat cair

a. Kromatografi gas- cair b. Kromatografi kolom kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda- beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain.( Sastrohamidjojo, 1991)

2.4.2.1. Kromatografi Lapisan Tipis

Kromatografi lapisan tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Yang pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, dan preparative.Kedua dipkai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.

Pada hakikatnya Kromatografi lapisan tipis melibatkan dua sifat fase : sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang .Fasa diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap


(34)

(kromatografi cair padat ) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair).Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem kromatogarafi cair-cair . Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT , yaitu : silika gel (asam silikat). Alumina (aluminium oksida),kiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut (Sudjadi, 1986).

Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut: 1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom 3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.

4. Menyegi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis ata metilasi 5. Isolasi flavonoida murni skala kecil

6. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas

(Markham, 1981) 2.4.2.2. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat tersebut berupa pipa gelas yang dilengkapi suatu kran di bagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair. Ukuran kolom tergantung dari banyaknya zat yang akan dipindahkan. Pemisahan tergantung kepada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antar muka di antara butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan relatif komponen pada fase bergeraknya (Yazid, E., 2005).

Dengan menggunakan cara kromatografi kolom, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan


(35)

komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung . ( Markham, 1981)

Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang – kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kali.

Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fasa gerak ) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong oleh tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom (Gritter , 1991).

2.4.2.3 Kromatografi Kertas

Kromatografi kertas pertama sekali dikembangkan di pertengahan abad ke 19 dan kemudian digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Meskipun dalam beberapa tahun metode pemisahan ini digantikan dengan teknik kromatografi lapisan tipis. Fase gerak dalam kromatografi kertas terdiri dari selulosa. Mekanisme terhadap pemisahan melibatkan penyerapan pada zat terlarut pada selulosa dan pemisahan pada zat terlarut antara fase oganik bergerak dan air dalam kertas. (Landgrebe, 1982).

Pada kromatografi kertas, fase diam berupa zat cair, basanya air yang tersuspensi pada serat dari selembar kertas saring bermutu tinggi. Kertas yang digunakan harus digantungkan pada kaitan dalam bejana karena kertas tidak memiliki penyangga. Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih secara tepat, bercak cuplikan awal akan dipisahkan menjadi sederet bercak, masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran. Kromatografi biasanya dilakukan didalam bejana yang telah dijenuhkan sejenuh mungkin dengan fase gerak. Jika tidak berwarna , bercak itu harus ditampakkan dengan menyemprotkannya memakai


(36)

pereaksi pembentuk warna yang cocok atau menyinari lapisan memakai sinar ultraviolet (Gritter, 1991).

2.4.2.5 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Metode kromatografi juga dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif yaitu pemisahan yang terdiri atas sejumlah senyawa serupa dengan kromatografi jenis yang sukar dan kadang-kadang lama dipisakan. KLT preparatif adalah cara ideal untuk memisahkan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g). Penjerap yang dipakai adalah silika gel dan dipakai untuk pemisaha campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil.Ketebalan adsorben yang paling sering dipakai 0,5-2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm.

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat kromatografi lapis tipis preparatif. Pelarut yang baik ialah pelarut organik seperti n-heksan, etil asetat, Diklorometana. Cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi dari pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garisan cuplikan sehingga campura akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita penjerap tersebut diharapkan mengandung komponen campuran murni kemudian dikerok dari pelat kaca dengan spatula dan ditampung dengan logam tipis atau kertas lilin. Penjerap diletakkan dalam corong kaca memakai kertas saring lalu dielusi beberapa kali dengan pelarut yang cocok ( Gritter, 1991).

2.4.3. Harga Rf (Reterdation Factor)

Mengidentifikasi noda – noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang diidentifikasi sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapatibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding (Sastrohamidjojo, 1991).


(37)

2.5. Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia – fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spekstroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang focus disebut sebagai spektrometer. Apabila spectrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1995).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul . Resonansi magnetik inti memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data kadang-kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui (Pavia, 1986).

Walaupun spektrum infra – merah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus atom tertentu memberikan penambahan pita-pita pada kerapatan tertentu, ataupun didekatnya, apapun bangun molekul selebihnya. Keberlakuan seperti itulah yang memungkinkan kimiawan memperoleh informasi tentang struktur yang berguna serta mendapatkan acuan bagi peta umum frekuensi gugus yang khas (Silverstain , 1986).

2.5.1. Spektrometri Ultra Violet

Serapan molekul di dalam derah ultra ungu dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereksitasi (Silverstein, 1986)


(38)

Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut :

λ maksimum

utama (nm)

λ maksimum tambahan (nm) (dengan intensitas nisbi) Jenis flavonoida 475-560 390-430 365-390 350-390 250-270 330-350 300-350 275-295 ± 225 310-330

± 275 (55%) 240-270 (32%) 240-260 (30%) ± 300 (40%) ± 300 (40%) tidak ada tidak ada 310-330 (30%) 310-330 (30%) 310-330 (25%) Antosianin Auron Kalkol Flavonol Flavonol

Flavon dan biflavonil Flavon dan biflavonil Flavanon dan flavononol Flavonon dan flavononon Isoflavon

Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi. ( Markham, 1981 )

2.5.2. Spektrofotometri Infra Merah (FT - IR)

Spekrum infra merah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran infra merah yang kerapatannya kurang dari 100 cm-1


(39)

Penyerapan ini tercantum , namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis- garis melainkan pita-pita . Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).

Untuk penafsiran spektrum inframerah tidak ada aturan kaku, namun syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebagai upaya untuk menafsirkan suatu spektrum adalah

1. Spektrum harus terselesaikan dan intensitas cukup memadai 2. Spektrum diperoleh dari senyawa murni

3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita yang teramati sesuai dengan frekuensi atau panjang gelombangnya. Kalibrasi dapat dilakukan dengan menggunakan standar yang dapat diandalkan, seperti polistirena film.

4. Metode persiapan sampel harus ditentukan. Jika dalam bentuk larutan, maka konsentrasi larutan dan ketebalan sel harus ditunjukkan.

Serapan Khas Beberapa Gugus fungsi

Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H alkana 2850-2960, 1350-1470

C-H alkena 3020-3080, 675-870

C-H aromatik 3000-3100, 675-870

C-H alkuna 3300

C=C alkena 1640-1680

C=C aromatik (cincin) 1500-1600

C-O alkohol, eter, asam karboksilat, ester 1080-1300 C=O aldehida, keton, asam karboksilat, ester 1690-1760

O-H alkohol, fenol(monomer) 3610-3640

O-H alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar)

O-H asam karboksilat 3000-3600 (lebar)

N-H amina 3310-3500

C-N amina 1180-1360

-NO2 nitro 1515-1560, 1345-1385

Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis


(40)

jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali, karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi) beberapa pusat vibrasi.

2.5.3. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hydrogen, jumlah atom hydrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hydrogen (Cresswell, 1982).

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunujukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR.


(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat – alat

1. Gelas ukur 50 ml pyrex

2. Gelas Beaker 250 ml pyrex

3. Gelas Erlenmeyer 250 ml pyrex

4. Corong Saring

5. Corong Pisah 500 ml pyrex

6. Kolom Kromatografi 20/40 pyrex

7. Tabung Reaksi

8. Neraca Analitis Mettler PM 480

9. Alat Pengering Memmers

10.Rotari Evaporator Buchi B-480

11.Labu Alas 500 ml pyrex 12.Alat pengukur titik lebur

13.Statif dan klem 14.Lampu UV 15.Spatula 16.Pipet Tetes 17.Botol Vial

18.Bejana Kromatografi lapis tipis

19.Spektrofotometer FT – IR Jasco

20.Spektrofotometer 1H-NMR Hitahci FT-NMR R 1986 21.Spektrofotometer UV – Visibel

22.Kertas Saring 23.Plat KLT 24.Statif dan klem


(42)

3.2. Bahan – bahan

1. Kulit batang tumbuhan Seri (Muntingia calabura L)

2. Metanol teknis

3. N-heksana teknis

4. Etil Asetat teknis

5. H2SO4(p)

6. Silikagel 60 G type E E.merck Art. 7734

7. Pereaksi Ferri Klorida 1 %

8. Pereaksi Natrium Hidroksida 10 % 9. Akuades

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1.Penyediaan Sampel

Sampel yang diteliti adalah kulit batang tumbuhan Seri yang diperoleh dari daerah Pasar Baru, Padang Bulan, Medan. Kulit batang tumbuhan Seri segar dirajang halus sebanyak 1000 gram.

3.3.2. Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak kulit batang tumbuhan Seri

Kulit batang tumbuhan Seri diidentifikasi dengan menggunakan cara: 1. Uji Busa

2. Skrining Fitokimia

3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis


(43)

penangas air. Lalu dikocok-kocok dengan kuat hingga terbentuk busa dan didiamkan selama 10 menit. Ternyata busa hilang yang membuktikan bahwa di dalam kulit batang tumbuhan Seri tidak terdapat senyawa saponin.

3.3.2.2. Skrining Fitokimia

Untuk membuktikan adanya senyawa flavonoida yang terdapat dalam daun tumbuhan seri (muntingia calabura L.) maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif dengan reaksi warna sebagai berikut :

Prosedur :

- Dimasukkan 10 gram serbuk tumbuhan seri (Muntingia calabura L.) yang telah dirajang ke dalam erlenmeyer

- Ditambahkan metanol 100 ml - Didiamkan selama 24 jam - Disaring

- Dibagi ekstrak metanol ke dalam 4 tabung reaksi - Ditambahkan masing-masing pereaksi

a. Tabung I : dengan FeCl3 1% menghasilkan larutan berwarna hitam b. Tabung II : dengan H2SO4(p) menghasilkan larutaan orange kekuningan c. Tabung III : dengan Mg-HCl menghasilkan larutan berwarna merah muda d. Tabung IV : dengan NaOH 10% menghasilkan larutan berwarna biru violet

3.3.2.3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

Analisis kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran Metanol : Etil Asetat dengan perbandingan (90 : 10) v/v ; (80 : 20) v/v ; (70: 30) v/v ;(60 : 40)v/v; (50 :50 ) v/v.


(44)

Prosedur :

Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak metanol : etil asetat dengan perbandingan (90 : 10) v/v ke dalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat metanol pada plat KLT. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana, lalu dikeringkan. Diamati warna bercak yang timbul dibawah sinar Ultra Violet dan difiksasi dengan pereaksi FeCl3 1% kemudian dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut metanol:etil asetat (80:20)v/v; (70:30)v/v; (60:40)v/v; (50:50)v/v. Yang memberikan pemisahan bercak noda yang baik adalah perbandingan metanol : etil asetat (80:20)v/v.

3.3.3. Prosedur untuk Memperoleh Senyawa Kimia dari Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Seri

Kulit batang tumbuhan Seri yang telah dirajang ditimbang sebanyak 1000 gram, dimasukkan ke dalam bejana dan dimaserasi dengan pelarut metanol sampai semua terendam oleh pelarut dan dibiarkan selama 72 jam dan sesekali diaduk. Hasil dari maserasi disaring dan diperoleh ekstrak berwarna coklat. Maserasi dilakukan 2 kali dengan menggunakan pelarut metanol sampai ekstrak metanol yang diperoleh memberikan hasil uji yang negatif pada pereaksi untuk identifikasi senyawa flavonoida. Ekstrak metanol yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotari evaporator pada suhu 680C sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol, kemudian diekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-heksan hingga lapisan n-heksan bening yaitu sebanyak 6 kali dan kemudian lapisan metanol ditampung dan diuapkan dengan waterbath sampai pekat dan selanjutnya dilarutkan dengan etil asetat , lalu disaring hingga didapat filtrat ( ekstrak etil asetat) dan residunya ( ekstrak metanol). Ekstrak etil asetat yang diperoleh diskrining fitokimia kemudian dipekatkan dengan rotari evaporator dan diperoleh ekstrak pekat etil asetat sebanyak 21, 26 gram .


(45)

3.3.4. Analsisi Kromatografi Kolom Hasil Isolasi Senyawa Flavonoida

Analisis kromatografi kolom hasil isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap ekstrak pekat etil asetat. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 60 G dan fasa gerak adalah campuran pelarut metanol:etil asetat dengan perbandingan (90: 10)v/v ; (80:20)v/v ; (70:30)v/v ; (60:40)v/v ; (50:50)v/v.

Prosedur :

Dirangkai seperangkat alat kolom kromatografi. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 60 G dengan menggunakan n-Heksan, diaduk-aduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan n-heksan 100% hingga silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 21,26 gram ekstrak pekat etil asetat ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel di puncak kolom, lalu ditambahkan fasa gerak metanol : etil asetat dengan perbandingan (80:20)v/v secara perlahan-lahan dan diatur aliran fasa gerak yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas kolom. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap 10 ml, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama. Setelah itu diuji flavonoida dan diuapkan pelarutnya.

3.3.5. Pemurnian ( Rekristalisasi )

Prosedur : Kristal pada fraksi 10-50 dilarutkan dengan etil asetat, diaduk hingga semua kristal larut sempurna. Kemudian ditambahkan dengan n-heksana secara perlahan-lahan hingga terjadi pengendapan zat-zat pengotor di dasar wadah, lalu diuapkan sisa pelarut dari kristal.

3.3.6 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis(KLT)

Uji kemurnian senyawa dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254 dengan fasa gerak metanol : etil asetat (80:20)v/v


(46)

Prosedur :

Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak metanol : etil asetat ke dalam bejana kromatografi , lalu dijenuhkan. Ditotolkan kristal yang sebelumnya dilarutkan dengan metanol pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fasa gerak merembes sampai batas atas, plat KLT dikeluarkan dari bejana , dikeringkan ,dan difikasasi dengan menggunakan pereaksi Feri Klorida 1 % menghasilkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa flavonoida. (Lampiran C )

3.3.7. Analisis Spektroskopi Senyawa Hasil Isolasi

3.3.7.1. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer UV-Visible

Analisis spektrum UV-Visible dilakukan di Laboratorium Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong ( Lampiran D )

3.3.7.2. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Inframerah

Analisis spektrum inframerah dengan spektrofotometer dilakukan di Laboratorium Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong ( Lampiran E )

3.3.7.3. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Analisis ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong dengan menggunakan CD3OD sebagai pelarut . (Lampiran F)


(47)

Diskrining fitokimia

Dimaserasi dengan methanol selama ±72 jam Disaring

Dipekatkan dengan rotarievaporator

Diekstraksi partisi dengan n- heksana

Diuapkan dengan waterbath sampai pekat

Diskrining fitokimia Dilarutkan dengan etil asetat

Disaring Diskrinning fitokimia

Dipekatkan dengan rotarievaporator

Di analisis KLT untuk menentukan eluen pada pemisahan kromatografi kolom

Dibuburkan sampel dengan silika gel

Dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel 60 GE netral dan fasa gerak(eluen) metanol : etil asetat ( 80:20 )v/v

Ditampung setiap fraksi sebanyak 10 ml dalam botol vial Di KLT

Digabung fraksi dengan harga Rf yang sama

Di KLT

Ditentukan Rf

Diuapkan Direkristalisasi Dianalisis UV-Visible 1000 gram kulit batang

tumbuhan seri

residu

Filtrat Residu

Lapisan metanol Ekstrak n-hexan

Ekstrak pekat metanol Ekstrak metanol

FT-IR Ekstrak pekat etil asetat

1H-NMR

Titik Lebur

Kristal Coklat

Kristal coklat murni

Fraksi 10-50 Fraksi 51-80 Fraksi 81-100 Fraksi 101-130

Hasil negatif


(48)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak dari kulit batang tumbuhan seri

(Muntingia calabura L.) dengan adanya penambahan pereaksi-pereaksi warna untuk

menentukan golongan senyawa kimia yang dikandung dengan menggunakan pereaksi flavonoida yakni:

1. H2SO4(p) memberikan warna orange kekuningan 2. NaOH 10 % memberikan warna biru violet 3. FeCl3 1 % memberikan warna hitam 4. Mg–HCl memberikan warna merah muda

Kromatografi Lapis Tipis yang dilakukan dengan menggunakan adsorben silika gel 60 F254, dan dengan menggunakan eluen dengan perbandingan pelarut metanol : etil asetat (80 :20)v/v

Dari hasil isolasi kulit batang tumbuhan seri diperoleh kristal berwarna coklat sebanyak 10 mg dengan titik lebur 98-100oC.

Dari hasil analisis Spektrofotometer ultra violet visible (UV – Visible) memberikan panjang gelombang maksimum ( λ maks ) pada peak 1=272,5 nm

Dan pada peak 2= 215,0 nm (Lampiran D).

Hasil analisis Spektrofotometer infra merah (FT-IR) dari kristal hasil isolasi memberikan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) sebagai berikut (Lampiran E) :


(49)

1. Pada bilangan gelombang 3396,64 cm‐1 , menunjukkan adanya vibrasi ulur OH  2. Pada bilangan gelombang 2922,16 cm‐1 , menunjukkan adanya vibrasi gugus C‐H 

alifatis 

3. Pada bilangan gelombang 1691,57 cm‐1 , menunjukkan adanya vibrasi gugus C=O  4. Pada bilangan gelombang 1614,42 cm‐1 , menunjukkan adanya vibrasi gugus C=C  5. Pada bilangan gelombang 1327,03 cm‐1 , menunjukkan adanya vibrasi gugus –

CH3 

6. Pada bilangan gelombang 1031,92 cm‐1, menunjukkan adanya vibrasi gugus C‐O‐ C 

   

Hasil analisis Spektrofotometer Resonansi Magnetik Proton (1HNMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah sebagai berikut :

1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,2421 ppm menunjukkan pergeseran kimia proton dari CH3 – C-C=C-

2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,8604 ppm pada puncak singlet menunjukkan proton OCH3 pada 4` pada cincin B senyawa flavonoida (Lampiran H.1),(Mabry, 1970)

3. Pergeseran kimia pada daerah δ =3,6433 ppm debgan puncak singlet menunjukkan proton gugus samping pada proton C-7 cincin B senyawa flavonoida ( diduga gugus ramniglukosil) ( Lampiran H.3), (Mabry, 1970) 4. Pergeseran kimia pada daerah δ = 5,9238 ppm dengan puncak singlet

menunjukkan proton H-8 pada cincin B senyawa flavonoida (Lampiran H.2), (Mabry, 1970)

5. Pergeseran kimia pada daerah δ = 5,8749 ppm dengan puncak singlet menunjukkan proton H-6 pada cincin B senyawa flavonoida ( Lampiran H.2 ), (Mabry, 1970)

6. Pergeseran kimia pada daerah  δ = 6,8256 – 7,0762 ppm menunjukkan adanya  proton dari senyawa aromatik. 


(50)

4.2 Pembahasan

Dari hasil skrining fitokimia dengan menggunakan pereaksi flavonoida kulit batang tumbuhan seri (Muntingia calabura L.) mengandung senyawa flavonoida.

Senyawa flavonoida yang dihasilkan dari pemisahan secara kolom kromatografi diperoleh dari perbandingan pelarut metanol : etil asetat (80:20)v/v.

Dari data spektrum UV-Visible senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut metanol menghasilkan panjang gelombang maksimum 272,5 nm. Berdasarkan literatur yakni UV- Visible pembanding senyawa flavonoida dengan rentang panjang gelombangnya 275-295 nm yang digolongkan sebagai flavanon menunjukkan adanya kesesuaian antara senyawa hasil isolasi dengan literatur.

Jadi dari spektrum UV-Visible dan FT-IR dapat disimpulkan bahwa kemungkinan struktur flavonoida yang diisolasi adalah jenis flavanon

O O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1' 2' 3' 4' 5' 6' Flavanon

Dari hasil interpretasi spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1HNMR), senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut Metanol diperoleh :

1.Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,2421 ppm menunjukkan pergeseran kimia proton dari gugus CH3 – C-C=C-. Hal ini didukung oleh adanya spektrum inframerah pada bilangan gelombang 1614,42 cm-1, menunjukkan adanya vibrasi gugus C=C 2.Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,8604 ppm pada puncak singlet menunjukkan proton OCH3 . Hal ini didukung oleh adanya spektrum inframerah pada bilangan


(51)

3.Pergeseran kimia pada daerah δ = 7,0762 ppm menunjukkan pergeseran kimia proton gugus aromatis. Hal ini didukung oleh adanya spektrum inframerah pada bilangan gelombang 1614,42 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus C=C

Jadi dari spektrum FT-IR dan 1H-NMR dapat disimpulkan bahwa tumbuhan seri mengandung flavonoida yaitu dengan menunjukkan adanya gugus-gugus yang terdapat pada struktur flavonoida, yang diduga jenis flavanon.


(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 1000 g kulit batang tumbuhan seri (Muntingia calabura L.) merupakan senyawa berwarna coklat berbentuk kristal, diperoleh sebanyak 10 mg, Rf= 0,71 , titik lebur 98-100oC.

2. Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia dan analisis Kromatografi Lapis Tipis

dengan penampakan noda menggunakan pereaksi FeCl3 1% yang

menghasilkan larutan hitam dan NaOH 10% yang menghasilkan larutan biru violet,dan Mg-HCl yang menghasilkan warna merah muda, dan H2SO4(p) menghasilkan warna orange kekuningan maka dapat disimpulkan kristal coklat hasil isolasi merupakan senyawa flavonoida.

3. Dari hasil interpretasi spektrum UV-Visible,spektrum Inframerah (FT-IR) dan resonansi magnetik inti proton (1H-NMR) dan berdasarkan literatur bahwa hasil isolasi merupakan senyawa flavonoida.

5.2 Saran

1. Untuk lebih mendukung struktur senyawa flavonoida senyawa hasil isolasi maka sebaiknya perlu dilakukan analisis spektroskopi karbon (13C-NMR) dan Spektroskopi Massa (MS)


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi Pertama. Jakarta :Pradaya Pratama.

Creswell, C.J. 1982. Analisa Spektrum Senyawa Organik. Edisi ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung : ITB.

Dalimartha, S. 2005. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Cetakan ke-1. Jakarta : Puspa Swara.

Effendi, S.1982. Ensiklopedia Tumbuh-tumbuhan Berkhasiat yang Ada di Bumi Nusantara. Surabaya : Karya Andi.

Gritter, R.J. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan ke-2 . Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : ITB.

Hadisentosa, R. 2011. Manfaat dan Kandungan Gizi Buah-buahan. Jakarta: Forum Wihara.

Haki, M. 2009.Efek Ekstrak Daun Talok ( Muntingia calabura L) terhadap Aktivitas

Enzim SGPI pada Mencit yang Diinduksi karbon Tetra Klorida. Surakarta :

Universitas Sebelas Maret Press.

Harborne,J.B. 1996. Metoda Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang

Soediro. Bandung : ITB.

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan A. Saptorahardjo. UI-Press. Jakarta

Mabry, T.J. 1970. The Systematic Identification of Flavonoids. Springer- Verlag. New York

Markham, K.R. 1981. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : ITB.

Muldja, M.H. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan ke-1. Surabaya : Airlangga Universitas Press.

Pavia,L.D.1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic Chemistry. Philladelphia : Saunders College.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-4. Terjemahan Kosasih Padmawinata.Bandung : ITB Press.


(54)

Sastrohamidjojo,H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Silverstein,R.M. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi ke-4. Terjemahan A.J. Hartomo dan Anny Victor Purba. Jakarta : Erlangga.

Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Kanisius.

Tobing, R.L. 1989. Kimia Bahan Alam. Jakarta :Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Underwood,A.L.1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi ke-4. Terjemahan Soendoro. Jakarta : Erlangga.

Unjianto, B. 2011. Sirup Buah Kersen, Penyembuh Asam Urat. Jakarta : Suara Merdeka Cybernews.

Verdayanti,T.E.2009. Uji Efektifitas Jus Buah Kersen terhadap Penurunan Kadar

Glukosa Darah pada Tikus Putih. Malang : Universitas Muhammadiyah

Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta :Penerbit Andi.

Yuniarti, T. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Cetakan Pertama .Yogyakarta: MedPress.


(55)

(56)

(57)

(58)

Lampiran C.Hasil Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Noda dengan Pereaksi

No Penampakan bercak

Pereaksi Warna Noda Rf

1 I FeCl3 1% Hitam 0,71


(59)

(60)

(61)

(62)

(1)

(2)

Lampiran C.Hasil Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Noda dengan Pereaksi

No Penampakan bercak

Pereaksi Warna Noda Rf

1 I FeCl3 1% Hitam 0,71

2 II NaOH 10% Biru Violet 0,71


(3)

(4)

Lampiran E. Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi


(5)

(6)

Lampiran G. Spektrum UV-Visible beberapa Senyawa Flavonoida