Analisis Potensi Obyek Wisata dan Keterpaduannya dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat

ix

ANALISIS POTENSI OBYEK WISATA DAN
KETERPADUANNYA DALAM PENGEMBANGAN
KAWASAN WISATA PANGANDARAN,
KABUPATEN PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT

TEGUH RIANTO

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Potensi Obyek
Wisata dan Keterpaduannya dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran,
Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Teguh Rianto
NIM A14090071

viii

ABSTRAK
TEGUH RIANTO. Analisis Potensi Obyek Wisata dan Keterpaduannya dalam
Pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi
Jawa Barat. Dibimbing oleh SANTUN R P SITORUS dan DYAH RETNO
PANUJU.

Pangandaran memiliki banyak potensi pariwisata yang belum tergali.
Dorongan untuk menjadikan Pangandaran sebagai kabupaten pariwisata pun
muncul. Program pembangunan dan pengembangan pariwisata diprioritaskan
sebagai bagian terpenting dari strategi pembangunan ekonomi jangka panjang,
menengah, dan jangka pendek. Tujuan penelitian adalah (1) Mengetahui dan
menganalisis obyek atau daerah tujuan wisata eksisting, (2) Mengidentifikasi dan
menganalisis obyek atau daerah/kawasan wisata yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata baru, (3) Mengetahui dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat berkunjung wisatawan ke
Kawasan Wisata Pangandaran, serta (4) Menyusun arahan rencana dan strategi
pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran secara terpadu. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: analisis skoring bertujuan untuk
mengetahui obyek wisata eksisting dan obyek wisata/daerah yang berpotensi
untuk dikembangkan, analisis regresi logistik biner bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi minat berkunjung wisatawan, Analytical
Hierarchy Process (AHP) dan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, and
Threaths (SWOT) yang bertujuan untuk menghasilkan arahan rencana
pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran. Obyek wisata eksisting yaitu
Pantai Pangandaran dengan skor 600, Green Canyon dengan skor 345, Batu Karas
dengan skor 50, Cagar Alam dengan skor 30 dan Batu Hiu dengan skor 25.

Sedangkan obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu Citumang
berada di peringkat pertama dengan skor 688, Karapyak di peringkat ke dua
dengan skor 552, Madasari di peringkat ke tiga dengan skor 192. Selanjutnya
Karang Nini menduduki peringkat ke empat dengan skor 184, Lembah Putri di
peringkat ke lima dengan skor 48, Keusik Luhur di peringkat ke enam dengan
skor 16, Palatar Agung dan Karang Tirta di peringkat ke tujuh dan ke delapan
dengan skor 0. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat berkunjung wisatawan di
Kawasan Wisata Pangandaran adalah informasi awal tentang obyek wisata,
pemandu wisata, hotel, tipe wisata, dan sarana toilet umum. Rencana dan strategi
pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran secara terpadu yaitu: (1)
mengadakan percepatan pembangunan jaringan transportasi dan perbaikan jalan
terutama jalan-jalan nasional, provinsi, maupun jalan penghubung ke lokasi wisata
dan (2) peningkatan kapasitas dan kualitas layanan di lokasi kawasan wisata
unggulan.
Kata kunci: AHP, obyek wisata, pariwisata, regresi logistik biner, skoring, SWOT

ix

ABSTRACT
TEGUH RIANTO. Analysis of The Tourism Object Potential and Its Integration

in Tourist Area Development of Pangandaran, Pangandaran Regency, West Java
Province. Under supervision of SANTUN R P SITORUS and DYAH RETNO
PANUJU.
Pangandaran has a lot of undiscovered tourist destination. Encouragement
to develop Pangandaran as tourism regency appears. Tourism is then prioritized at
the long-term, medium-term, and short-term. The purpose of this research was (1)
To learn some objects or areas of the existing tourist destinations, (2) To identify
to potential regions that potential to be developed as new tourist destination, (3)
To know factors affecting the interest of visiting tourists in the tourist area of
Pangandaran, and ( 4 ) To compile direction of plans and development strategy of
the tourist area of Pangandaran integrally. We utilitized the scoring to find out the
existing attractions areas to be developed, binary logistic regression analysis to
obtain the factors affecting the interest of tourists, the Analytical Hierarchy
Process (AHP) and the analytical of Strengths, Weaknesses, Opportunities, and
Threaths (SWOT) to generate a tourist area development plan of Pangandaran.
Existing tourist attractions are Pangandaran beach with a score of 600, Green
Canyon with a score of 344, Batu Karas with a score of 50, Cagar Alam with a
score of 30 and Batu Hiu with a score of 25. While the tourism potential to be
developed are Citumang is ranked first with a score of 688, Karapyak ranked
second with a score of 552, Madasari ranked third with a score of 192. Then

Karang Nini was ranked fourth with a score of 184, Lembah Putri ranked fifth
with a score of 48, Keusik Luhur ranked sixth with a score of 16, Palatar Agung
and Karang Tirta ranked seventh and eighth with a score of 0. Factors affecting
the interest of tourists to visit are preliminary information about tourist attractions,
tour guides, hotels, type of tourist destination, and availability of rest area.
Integrated and strategies for the development of the tourist area of Pangandaran,
are: (1) hold the acceleration of transportation network and repair roads especially
national roads, provincial roads, and a connecting entrance to the tourist area; (2)
capacity improvement and quality service at the top seed tourist area.
Keywords: AHP, binary logistic regression, SWOT, the scoring, tourism, tourist
attractions

viii

ix

ANALISIS POTENSI OBYEK WISATA DAN
KETERPADUANNYA DALAM PENGEMBANGAN
KAWASAN WISATA PANGANDARAN,
KABUPATEN PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT


TEGUH RIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

Judul Skripsi: Analisis

Potensi


Pengembangan

Obyek
Kawasan

Wisata
Wisata

dan

Keterpaduannya

Pangandaran,

dalam

Kabupaten

Pangandaran, Provinsi Jawa Barat

Nama

: Teguh Rianto

NIM

: A14090071

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Santun R P Sitorus

Dyah Retno Panuju, SP. M.Si

Pembimbing I

Pembimbing II

Tanggal L ulus:


2 1 FEB 2014

viii

ix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
pariwisata, dengan judul Analisis Potensi Obyek Wisata dan Keterpaduannya
dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran, Kabupaten Pangandaran,
Provinsi Jawa Barat.
Dalam proses penyelesaian penelitian ini banyak pihak yang terlibat, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus dan Dyah Retno Panuju, SP. M.Si selaku
pembimbing atas segala nasihat, bimbingan, arahan, motivasi, kesabaran, dan
keikhlasan yang telah diberikan selama proses penyelesaian karya ilmiah ini.
2. Dr Ir Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

dan masukannya.
3. Kedua orang tua, Bapak Supriono dan Ibu Marsih serta seluruh keluarga yang
telah memberikan motivasi, pengorbanan, cinta, dan kasih sayang kepada
penulis.
4. Staf BAPPEDA, DISBUDPAR, KESBANGPOLINMAS Kabupaten Ciamis
dan Pangandaran serta seluruh instansi, masyarakat, wisatawan/pengunjung,
dan seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian ini atas kerjasama dalam
memberikan informasi dan data-data yang diperlukan.
5. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang
telah memberikan ilmu dan nasihat kepada penulis.
6. Sahabat seperjuangan Lab. Bangwil (Ian, Rani, Karin, Wida, Novia, dan Lona)
dan Bangwilers ’45.
7. Sahabat Soil Science ’46 yang telah memberikan semangat dan kasih sayang
selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, Februari 2014
Teguh Rianto

viii


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Kawasan Wisata

2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berkunjung Wisatawan

3

Pengembangan Kawasan Wisata

4

Penelitian-penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian Ini

4

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

6

Lokasi dan Waktu Penelitian

6

Jenis Data dan Sumber Data

6

Metode Penelitian

7

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

13

Kondisi Fisik

13

Kebudayaan

15

Kondisi Sarana dan Prasarana

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

Kawasan Wisata Pangandaran

17

Obyek atau Daerah Tujuan Wisata yang Sudah Berkembang di
Kawasan Wisata Pangandaran

18

Obyek atau Daerah/Kawasan Wisata yang Berpotensi untuk
Dikembangkan Sebagai Daerah Tujuan Wisata Baru

23

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berkunjung Wisatawan ke
Kawasan Wisata Pangandaran

29

Arahan Rencana dan Strategi Pengembangan Kawasan
Wisata Pangandaran Secara Terpadu

31

ix
SIMPULAN DAN SARAN

41

Simpulan

41

Saran

41

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

44

RIWAYAT HIDUP

48

viii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Tujuan penelitian, jenis data, teknik analisis dan output
Variabel penentu minat berkunjung wisatawan
Contoh evaluasi faktor internal
Jarak lintasan/trayek angkutan perbatasan di Kabupaten Pangandaran
tahun 2011
Jarak lintasan/trayek angkutan pedesaan di Kabupaten Pangandaran
tahun 2011
Jumlah hotel, kamar, dan tempat tidur menurut kecamatan di
Kabupaten Pangandaran tahun 2011
Nilai akurasi dan Pseudo R² hasil regresi logistik biner
Ringkasan koefisien hasil analisis regresi logistik biner penentu
faktor-faktor yang mempengaruhi minat berkunjung wisatawan
Bobot komponen kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
menurut tiga kelompok pemangku kepentingan
Bobot subkomponen sepuluh teratas hasil analisis dengan AHP
Matriks IFAS dalam pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran
Matriks EFAS dalam pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran

7
9
12
15
16
17
29
30
34
36
37
38

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Kerangka analisis penelitian
Dekomposisi (penyusunan hirarki)
Matriks space dan posisi kuadran
Diagram Matriks SWOT dan kemungkinan strategi yang sesuai
Peta administrasi Kabupaten Pangandaran
Peta Kawasan Wisata Pangandaran
(a) Pantai Pasir Putih Pangandaran dan (b) Sunset di Pantai Pangandaran
Pantai Batu Hiu
Sunset di Pantai Batu Karas
(a) Sungai Cijulang yang diapit oleh dua tebing dan
(b) Fasilitas perahu untuk mengantar penumpang
(a) Jembatan yang ada dalam Cagar Alam Pananjung dan
(b) Bunga Raflessia Padma
Total skor di setiap obyek wisata yang sudah berkembang di
Kabupaten Pangandaran
Pantai Karang Nini
Samudera Indonesia dari atas Lembah Putri
Pantai Karapyak
Pantai Palatar Agung
Tambak di dekat Pantai Karang Tirta
Pantai Madasari
Pantai Keusik Luhur
Goa di Sungai Citumang

8
10
12
13
14
17
19
20
20
21
21
22
23
24
25
25
26
26
27
28

ix
21 Total skor di setiap obyek wisata yang berpotensi untuk
dikembangkan di Kabupaten Pangandaran
22 Struktur hirarki pada analisis dengan AHP
23 Bobot penting penyusunan strategi pengembangan
Kawasan Wisata Pangandaran menurut persepsi pemangku kepentingan
24 Hasil analisis matriks space dengan berbagai strateginya
25 Hasil analisis matriks SWOT dalam pengembangan
Kawasan Wisata Pangandaran secara terpadu

28
32
33
39
40

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5

Urutan obyek wisata yang sudah berkembang yang disukai oleh
responden wisatawan/pengunjung
Urutan obyek wisata yang belum berkembang dan berpotensi untuk
dikembangkan yang disukai oleh responden wisatawan/pengunjung
Bobot komponen manajemen, aksesibilitas, sarana penunjang,
kebijakan kawasan, dan keamanan dalam analisis AHP menurut tiga
kelompok pemangku kepentingan
Bobot komponen kebijakan kawasan, aksesibilitas, dan IPTEK dalam
analisis AHP menurut tiga kelompok pemangku kepentingan
Bobot komponen konflik, kerusakan alam, perubahan tradisi,
kebijakan kawasan, dan minat pelaku wisata dalam analisis AHP
menurut tiga kelompok pemangku kepentingan

44
44

45
46

47

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otonomi daerah menjadi isu penting di daerah sejak diundangkannya UU
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah ini selanjutnya
secara sempit diartikan sebagai pemekaran wilayah. Fenomena pemekaran
semakin sering muncul dipicu oleh ketidakmerataan kesejahteraan, distribusi
pendapatan, dan ketidakseimbangan perkembangan wilayah. Muncul suatu
fenomena di mana di satu cakupan wilayah hanya ada satu kota primer yang
menjadi nodal pertumbuhan dan wilayah di sekitarnya tidak mampu
mengimbanginya, sehingga tertinggal dari segi pembangunan fisik, ekonomi, dan
sumberdaya manusianya. Begitu juga yang terjadi di Kabupaten Ciamis bagian
selatan. Oleh karena itu pada tahun 2012 berdasarkan UU No. 21 tahun 2012
wilayah ini memisahkan diri menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) dan
menjadikan sektor pariwisata menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan
pembangunan di berbagai bidang.
Pangandaran memiliki banyak potensi pariwisata yang belum digali secara
maksimal. Dorongan untuk menjadikan Pangandaran sebagai kabupaten
pariwisata pun muncul. Secara geografis, Pangandaran terletak di Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat, yang terkenal dengan keindahan alamnya. Terdapat beberapa
obyek wisata yang menjadi kebanggaan, seperti Pantai Pangandaran, Green
Canyon, Batu Karas, Batu Hiu, Taman Wisata Alam Pananjung, dan lainnya.
Pelaku industri pariwisata Pangandaran ternyata memandang bahwa potensi
wilayah yang berada di bagian selatan Jawa Barat dan tepi Samudera Hindia ini
belum dieksplorasi dengan baik. Selain potensi alam, nilai jual yang menjadi
sumber pendapatan Pangandaran lainnya, adalah sektor pertambangan, pertanianperkebunan, dan kehutanan.
Zona yang ada di Pantai Pangandaran terbentuk oleh perbukitan terjal,
pegunungan karst, serta dataran pantai yang dapat dimanfaatkan dalam
pengembangan: (1) Kawasan kehutanan, pertanian, dan perikanan dengan
mempertimbangkan keseimbangan fisik dan lingkungan. (2) Kawasan pemukiman
dan industri, dengan mempertimbangkan sumberdaya alam dan lingkungan serta
kemungkinan kebencanaan geologi. (3) Kawasan wisata, dengan
mempertimbangkan potensi sumberdaya alam dan lingkungan serta kemungkinan
kebencanaan geologi.
Bagi wilayah Kabupaten Pangandaran, pembangunan dan program
pengembangan pariwisata memegang peranan yang sangat penting dalam strategi
pembangunan ekonomi. Program pembangunan dan pengembangan pariwisata
dapat diprioritaskan sebagai bagian terpenting dari strategi pembangunan ekonomi
jangka panjang, menengah, dan jangka pendek, yang meliputi : (1) Pengembangan
pewilayahan, pengelompokkan obyek wisata, dan daya tarik wisata. (2)
Pengembangan produk wisata. (3) Pengembangan jaringan transportasi/
aksesibilitas antar kawasan, daerah, dan internasional. (4) Pengembangan pusat
jaringan publik.

2
Namun demikian, penelitian tentang peranan pembangunan pariwisata dan
potensi pengembangannya di wilayah ini belum banyak dilakukan. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengkaji potensi obyek wisata dan arahan pengembangannya
di Kabupaten Pangandaran.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan menganalisis obyek atau daerah tujuan wisata eksisting.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis obyek atau daerah/kawasan wisata yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata baru.
3. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat
berkunjung wisatawan ke Kawasan Wisata Pangandaran.
4. Menyusun arahan rencana dan strategi pengembangan Kawasan Wisata
Pangandaran secara terpadu.

TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Wisata
Kawasan adalah bentangan permukaan (alam) dengan batas-batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional (Adisasmita 2010). Kawasan
memiliki fungsi tertentu (misalnya kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan
pesisir pantai, kawasan pariwisata, dan lainnya). Wisata berarti perjalanan atau
bepergian. Jadi kawasan wisata adalah bentangan permukaan yang dikunjungi
atau didatangi oleh banyak orang (wisatawan) karena kawasan tersebut memiliki
obyek wisata yang menarik (Adisasmita 2010).
Obyek wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan wisatawan
karena mempunyai daya tarik, baik alamiah maupun buatan manusia, seperti
keindahan alam/pegunungan, pantai, flora dan fauna, kebun binatang, bangunan
kuno bersejarah, monumen-monumen, candi-candi, tari-tarian, atraksi, dan
kebudayaan khas lainnya (Adisasmita 2010). Kawasan wisata adalah kawasan
dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata menjadi sasaran wisata (Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang
Pariwisata).
Kawasan pariwisata berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang pasal 5 ayat (2) merupakan salah satu dari sebelas kawasan
budidaya. Nindi (2008) mengemukakan bahwa kawasan pariwisata itu sendiri
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional pasal 49 memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata, serta
tidak mengganggu kelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan.
b. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pariwisata secara ruang dapat
memberikan manfaat: (1) Meningkatkan devisa dan mendayagunakan
investasi. (2) Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub
sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya. (3) Tidak mengganggu fungsi

3
lindung. (4) Tidak mengganggu upaya pelestarian sumberdaya alam. (5)
Meningkatkan pendapatan masyarakat. (6) Meningkatkan pendapatan nasional
dan daerah. (7) Meningkatkan kesempatan kerja. (8) Melestarikan budaya. (9)
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berkunjung Wisatawan
Karakteristik setiap Daerah Tujuan Wisata (DTW) dengan segala potensi
daya tarik dan kegiatan yang ditawarkannya dapat dipastikan turut mewarnai
motivasi para wisatawan dalam menentukan pilihan DTW yang menjadi
tujuannya (Warpani dan Warpani 2007). Munculnya kebutuhan untuk berwisata
yang didorong oleh berbagai faktor sosial, ekonomi, psikologi, dan lain-lain tentu
tidak dengan sendirinya dilanjutkan dengan pencarian informasi. Oleh karena itu
pengambilan keputusan untuk berwisata sangat kompleks karena banyak hal yang
harus dipertimbangkan, seperti faktor kepribadian, daya tarik DTW, ketersediaan
sumberdaya, jarak, dan kondisi lingkungan wisata (Damanik dan Weber 2006).
Menurut Warpani dan Warpani (2007) daya tarik wisata yang dianggap
sebagai magnet/energi pariwisata, menjadi pemicu dan pemacu utama minat
kunjungan wisatawan. Beberapa faktor yang sering menjadi daya tarik obyek
wisata dan mempengaruhi arus kunjungan wisatawan diantaranya: (1)
Prasarana/utilitas serta (2) Sarana dan fasilitas.
Kelengkapan prasarana dan sarana akan menjadi faktor penunjang
perkembangan pariwisata yang secara langsung akan berpengaruh terhadap pola
pencarian arus wisatawan menuju DTW dan selanjutnya menuju obyek wisata.
Pembangunan dan pengelolaannya harus memperhatikan aspek ekologi dan
pelestarian lingkungan serta ekosistemnya agar pemanfaatan obyek wisata dapat
berlangsung secara lestari. Selain itu, penempatan sarana dan prasarana harus
dilakukan dengan sangat hati-hati dan cermat karena dapat mempengaruhi mutu
tampilan obyek wisata. Jaringan prasarana yang penting untuk menunjang
perkembangan kawasan wisata adalah jaringan perangkutan.
Berbagai kegiatan pariwisata memerlukan dukungan sektor perangkutan
sebagai urat nadi kegiatan tersebut. Keandalan fasilitas dan pelayanan jasa
perangkutan sangat penting artinya bagi upaya pengembangan kepariwisataan
karena merupakan jaringan penghubung antar DTW, dan antara sumber (asal)
wisatawan dengan DTW. Sistem perangkutan meliputi simpul jasa
perangkutan/terminal, jaringan pelayanan, moda angkutan, dan aksesibilitas
(jalan).
Berikutnya jaringan utilitas juga memiliki peran penting dalam
pengembangan kawasan wisata. Jenis utilitas yang dimaksud adalah air bersih dan
listrik. Air bersih dapat diperoleh dari perusahaan air minum dan dapat juga
diperoleh dari air tanah. Untuk keperluan besar-besaran seperti hotel, industri
manufaktur, dan lain-lain harus diperoleh dari sumber air dalam. Dalam
pengembangan suatu DTW, penggunaan listrik harus diperhatikan. Tidak semua
obyek wisata membutuhkan listrik untuk penerangan atau penggerak mesin,
bahkan mungkin sama sekali tidak memerlukannya.
Selanjutnya yang menjadi penunjang daerah tujuan wisata adalah moda
angkutan, penginapan, rumah makan, lembaga keuangan, pusat perbelanjaan, serta

4
fasilitas kesehatan dan keamanan. Selain menggunakan pribadi, jasa angkutan
umum adalah pilihan utama bagi masyarakat tertentu. Oleh karena itu, usaha
kendaraan sewa mendapat pasar yang berarti. Pembangunan akses dan akomodasi
seperti hotel, penginapan, dan pondok wisata perlu direncanakan dengan cermat
karena memerlukan lahan dalam proporsi yang sangat berarti bagi lokasi daya
tarik wisata. Selain rumah makan yang disediakan oleh pihak hotel, banyak
wisatawan yang memilih mencari makanan khas daerah di luar hotel. Selain
biasanya lebih murah dan menawarkan suasana khas daerah, makan di luar hotel
membuka peluang interaksi sosial dengan masyarakat setempat.
Keberadaan lembaga keuangan sangat mempermudah dan mempernyaman
wisatawan untuk bepergian karena tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah
yang besar. Berbelanja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pariwisata.
Sebaran pusat perbelanjaan, akomodasi, dan jaringan pelayanan angkutan harus
menjadi bahan perhitungan dalam menata ruang wilayah. Hal penting bagi para
wisatawan adalah jaminan bahwa di DTW yang akan dikunjunginya mempunyai
akses yang mudah ke fasilitas kesehatan. Selain kesehatan, keamanan suatu
destinasi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi daya tarik destinasi
yang bersangkutan.

Pengembangan Kawasan Wisata
Ross (1994) menyatakan bahwa dalam perencanaan dan pengembangan
pariwisata dibutuhkan pertimbangan berdasarkan beberapa unsur dasar yang
merupakan sendi model pariwisata. Pertama wisatawan dan perjalanan, artinya
orang yang melakukan perjalanan dan bermalam di tempat tujuan. Kedua adalah
organisasi dan fasilitas yang dinikmati wisatawan, karena pariwisata itu rumit,
luas, dan membawa dampak. Ada lagi dampaknya pada pihak lain atau pihakpihak seperti pemerintah, masyarakat, ekonomi, dan orang lain yang terlibat
secara tidak langsung. Perencanaan dan pengembangan suatu kawasan wisata juga
membutuhkan perencanaan fasilitasnya, di mana seharusnya fasilitas wisata
tersebut dikelompokkan menjadi satu wilayah. Selain itu, wilayah-wilayah khusus
harus dibangun untuk menunjang keberadaan fasilitas wisata. Pembangunan
fasilitas wisata perlu lebih dari pada sekedar menempatkan bangunan-bangunan,
karena sebagian dari daya tarik wisata biasanya terletak pada pusat kota, tempat
dengan nilai sejarah, dan sebagainya (Law 1993).
Pembangunan dan pengembangan kawasan wisata memiliki dampakdampak terhadap lingkungan. Kondisi lingkungan merupakan atraksi utama bagi
wisatawan. Semakin luas wilayah yang digunakan, semakin besar pula dampak
yang ditimbulkan. Menurut Marpaung (2002), dampak-dampak yang ditimbulkan
oleh pembangunan pariwisata diantaranya dampak ekonomi, dampak lingkungan,
serta dampak sosial dan budaya.

Penelitian-penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian Ini
Penelitian-penelitian mengenai pengembangan kawasan wisata telah banyak
dilakukan. Andayani et al. (2012) melakukan analisis deskriptif, analisis evaluatif,

5
dan analisis preskriptif (AHP dan SWOT) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengembangan Kawasan Wisata Balekambang Kabupaten Malang“. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan perhitungan AHP diketahui bahwa
menurut persepsi praktisi, aspek yang perlu diprioritaskan untuk pengembangan
kawasan wisata Balekambang adalah aspek ekonomi sosial budaya dan kebijakan,
terutama untuk konsep pelatihan dan pendidikan SDM mengenai bisnis dan
perkembangan pariwisata. Sedangkan berdasarkan analisis SWOT dengan
perhitungan IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan EFAS (External
Factor Analysis Summary), strategi pengembangan kawasan wisata Balekambang
yaitu konsep Rapid Growth Strategy, yaitu strategi pertumbuhan aliran cepat
untuk diperlihatkan pengembangan secara maksimal untuk target tertentu dan
dalam waktu singkat.
Pusporini (2010) dalam tesisnya yang berjudul Strategi Pengembangan
Wisata di Situ Pengasinan Kota Depok, melakukan penelitian dengan
menganalisis beberapa aspek yang menjadi daya dukung dalam pengembangan
wisata, diantaranya analisis finansial, analisis kesediaan membayar dengan
menggunakan regresi logistik, willingness to pay responden terhadap tarif masuk
kawasan wisata, dan analisis kelayakan investasi. Penelitian ini menghasilkan
program strategi untuk pengembangan wisata di Situ Pengasinan, yaitu : (1)
Sosialisasi dengan kegiatan FGD (Focus Group Discussion), antara masyarakat,
pemerintah kota, dan swasta; promosi mengenai wisata melalui
seminar/workshop/penyebaran pamflet untuk menarik minat pengunjung agar mau
mengunjungi destinasi wisata Situ Pengasinan. (2) Pemberdayaan masyarakat
melalui pembentukan dewan budaya untuk mengembangkan serta melestarikan
tradisi dan budaya lokal, pembukaan peluang masyarakat dalam kegiatan pra
operasional hingga pengelolaan, dan pelatihan kewirausahaan usaha skala kecil.
(3) Pembangunan sarana dan prasarana kawasan wisata dengan mengikutsertakan
investor melalui kegiatan penyusunan profil kelayakan investasi. (4) Peningkatan
infrastruktur melalui peningkatan pelayanan transportasi dan pengelolaan
lingkungan hidup. (5) Peningkatan kebijakan/dukungan kelembagaan dilakukan
melalui kegiatan public hearing antara pihak eksekutif dengan legislatif.
Mahura (2010) melakukan analisis mengenai potensi wisata bahari, analisis
strategi kebijakan pengembangan wisata bahari, dan AHP dalam tesisnya yang
berjudul “Analisis Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari (Kasus Pulau
Tagalaya dan Pulau Kumo di Kabupaten Halmahera Utara)”. Penelitian ini
dilakukan di kawasan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo, Kabupaten
Halmahera, Provinsi Maluku Utara. Dalam merumuskan alternatif strategi
kebijakan pengembangan wisata bahari di Kabupaten Halmahera, digunakan
analisis matriks SWOT dan AHP yang menghasilkan skala prioritas strategi
kebijakan, diantaranya peningkatan infrastukstur wisata bahari, pengelolaan
wisata bahari berbasis masyarakat, promosi, dan publikasi obyek wisata,
peningkatan kerjasama antar sektor terkait, pembinaan dan pelatihan wisata bahari,
peningkatan stabilitas keamanan wilayah, serta pembagian zonasi pemanfaatan
perikanan dan pariwisata.
Rudita et al. (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Potensi Obyek
Wisata dan Keterpaduannya dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan
Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, melakukan penelitian dengan
menggunakan analisis input-output, analisis skoring, Analytical Hierarchy

6
Process (AHP), dan analisis A’WOT (AHP dan SWOT). Peneliti melakukan
analisis terhadap keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor lainnya, obyek
wisata yang berpotensi untuk dikembangkan, dan faktor-faktor yang yang
mempengaruhi kunjungan wisatawan. Dengan menganalisis ketiga aspek tersebut
maka dihasilkan rencana dan strategi utama pengembangan obyek wisata secara
terpadu dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan. Rencana dan
strategi yang dihasilkan yaitu pertama, rencana meningkatkan keterkaitan sektoral
dengan strategi meningkatkan keterpaduan antar sektor yang ada melalui
pengembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), kedua
memperkenalkan dan menawarkan potensi obyek wisata yang ada dengan
pengembangan paket-paket wisata melalui kerjasama pemerintah, swasta, dan
masyarakat, serta yang ketiga memperkuat kepariwisataan dengan membangun
kemitraan dan membentuk jejaring.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lima kecamatan di Kabupaten Pangandaran yaitu
Pangandaran, Parigi, Cijulang, Cimerak, dan Kalipucang. Analisis data dilakukan
di Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
berlangsung dari bulan Februari 2013 sampai November 2013.

Jenis Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis
data yang digunakan adalah data-data primer yang merupakan hasil survei
lapangan dan data sekunder yang merupakan literatur-literatur yang diperoleh dari
instansi terkait seperti BAPPEDA, BPS, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,
perpustakaan, dan lain-lain. Secara ringkas sumber data berasal dari data-data
Kabupaten Ciamis, mengingat Kabupaten Pangandaran merupakan kabupaten
baru yang terbentuk pada tahun 2012 sehingga belum tersedia data dokumen
resmi. Pada 5 tahun sebelumnya Kabupaten Pangandaran merupakan bagian
wilayah Kabupaten Ciamis, khususnya berada di Kecamatan Parigi, Cijulang,
Cimerak, Cigugur, Langkaplancar, Mangunjaya, Padaherang, Kalipucang,
Pangandaran, dan Sidamulih. Oleh karena itu sumber utama data untuk penelitian
ini mencakup data-data kecamatan-kecamatan tersebut yang menjadi bagian
dokumen resmi Kabupaten Ciamis.
Data dari responden diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner yang disusun berisi pendapat responden dan atau
pengunjung wisata, tentang minat berkunjung, dukungan sarana dan prasarana,
serta pengetahuannya tentang kawasan wisata. Pengambilan sampel (responden)
untuk wawancara di obyek wisata yang sudah berkembang dilakukan dengan
teknik Sampling Probabilitas melalui pendekatan Stratified Sampling dengan data
acuan berupa jumlah kunjungan wisatawan. Namun, untuk obyek wisata yang

7
belum berkembang data acuan diambil berdasarkan data panjang jalan, luas desa,
dan luas kecamatan. Cakupan responden dalam penelitian ini adalah wisatawan,
akademisi, pemerintah, dan swasta. Responden wisatawan berjumlah 210 orang,
responden akademisi berjumlah 4 orang, responden pemerintah berjumlah 6 orang,
dan responden swasta berjumlah 5 orang.
Tabel 1 Tujuan penelitian, jenis data, teknik analisis dan output
No Tujuan

Jenis Data

Teknik
Analisis

Output

1

Mengetahui dan
menganalisis obyek
atau daerah tujuan
wisata eksisting

 Profil obyek wisata
di Kabupaten Ciamis
 Persepsi responden

 Skoring
 Survei dan
wawancara

Obyek wisata eksisting
dan berkembang di
Kabupaten
Pangandaran

2

Mengidentifikasi dan
menganalisis obyek
atau daerah/kawasan
wisata yang berpotensi
untuk dikembangkan
sebagai daerah tujuan
wisata baru
Mengetahui dan
menganalisis faktor faktor yang
mempengaruhi minat
berkunjung wisatawan
ke Kawasan Wisata
Pangandaran
Menyusun arahan
rencana dan strategi
pengembangan
Kawasan Wisata
Pangandaran secara
terpadu.

 RTRW Kabupaten
Ciamis

 Skoring

Potensi wisata di
beberapa daerah di
Kabupaten
Pangandaran

3

4

 Profil daerah yang
memiliki potensi
wisata
 Persepsi responden

 Survei dan
wawancara

Persepsi responden

Regresi
Logistik Biner

Faktor - faktor yang
mempengaruhi minat
berkunjung wisatawan
ke Kawasan Wisata
Pangandaran

Persepsi responden
mengenai faktor
internal dan eksternal

 AHP
 SWOT

Rencana dan strategi
pengembangan
Kawasan Wisata
Pangandaran

Pelaksanaan wawancara dengan menggunakan kuesioner dilakukan melalui
2 jenis kuesioner yaitu:
1. Kuesioner pertama, untuk mendapatkan data analisis skoring, analisis regresi
logistik biner, dan analisis AHP dari responden wisatawan.
2. Kuesioner kedua, untuk mendapatkan data untuk analisis skoring, analisis AHP
dalam penentuan faktor-faktor internal dan eksternal, dan analisis SWOT dari
responden akademisi, pemerintah, dan swasta.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan-tahapan penelitian
secara umum adalah tahap persiapan, pengumpulan data, analisis dan pengolahan
data, dan interpretasi hasil. Pertama, untuk mengetahui dan menganalisis daerah
tujuan wisata eksisting dan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi
obyek wisata baru di Kabupaten Pangandaran, dilakukan analisis skoring melalui
persepsi pemerintah, swasta, akademisi, dan wisatawan yang diperoleh dari hasil

8
survei dan wawancara. Kedua untuk mengetahui persepsi wisatawan atas faktorfaktor yang mempengaruhi minat berkunjung wisatawan ke Kawasan Wisata
Pangandaran, digunakan analisis regresi logistik biner. Ketiga untuk merumuskan
arahan rencana pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran digunakan AHP dan
analisis SWOT. Secara sistematis rangkaian tahapan penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Persepsi
wisatawan

Analisis
skoring

Obyek wisata eksisting dan
daerah/kawasan yang berpotensi
untuk dikembangkan menjadi
kawasan wisata

Persepsi pemangku
kepentingan

Persepsi
wisatawan

Regresi logistik
biner

Faktor-faktor yang
mempengaruhi minat
berkunjung wisatawan

Analisis AHP
dan SWOT

Arahan rencana dan strategi pengembangan Kawasan
Wisata Pangandaran

Gambar 11 Kerangka
Kerangka analisis
analisis penelitian
penelitian
Gambar
Analisis Pembobotan (Skoring)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui obyek wisata yang sudah
berkembang dan obyek atau daerah/kawasan wisata yang berpotensi untuk
dikembangkan atau menjadi daerah tujuan wisata baru. Hasil penilaian didapatkan
dari akumulasi skor yang diperoleh masing-masing obyek wisata eksisting dan
obyek atau daerah/kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan berdasarkan
pendapat responden. Besarnya skor masing-masing obyek wisata atau
daerah/kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan ditentukan dari kebalikan
dari jumlah obyek wisata atau daerah/kawasan yang ditentukan. Misalkan
sejumlah n obyek wisata yang telah ditentukan, maka nilai skor tertinggi suatu
obyek wisata adalah n dan skor terendah adalah 1.
Analisis Regresi Logistik Biner
Analisis regresi logistik biner digunakan untuk menjawab tujuan ke tiga
dalam penelitian ini yaitu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi minat
berkunjung wisatawan ke Kawasan Wisata Pangandaran. Data yang digunakan

9
dalam analisis regresi logistik biner diperoleh dari persepsi responden terkait
faktor-faktor yang mempengaruhi minat berkunjung wisatawan. Identifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi minat berkunjung wisatawan mengacu pada
tiga faktor yaitu potensi dan daya tarik obyek wisata, prasarana/utilitas, serta
sarana dan fasilitas (Warpani dan Warpani 2007).
Secara umum model logistik biner adalah sebagai berikut :
dimana
P(y = 1) = π =
π
= Peubah respon biner
β0, β1, ..., βk = Parameter regresi logistik
X1, ..., Xk
= Peubah penjelas
Tabel 2 Variabel penentu minat berkunjung wisatawan
Peubah respon (Y)

Peubah penjelas (X)

Y= Obyek wisata yang memiliki prioritas
utama (1) dan tidak berprioritas (0)

X1= Pernah berkunjung atau tidak ke lokasi
wisata (Ya=1 dan Tidak=0)
X2= Informasi awal tentang obyek wisata
(Tahu=1 dan Tidak tahu=0)
X3= Jenis wisata yang disukai (wisata budaya
dan alam=1 dan wisata lainnya=0)
X4= Alat transportasi yang digunakan (Umum=1
dan Pribadi=0)
X5= Pemandu wisata (Ada=1 dan Tidak ada=0)
X6= Hotel (Ada=1 dan Tidak ada=0)
X7= Restoran (Ada=1 dan Tidak ada=0)
X8= toilet umum (Ada=1 dan Tidak ada=0)
X9= Harga tiket (Pakai tiket=5.000 - 125.000
dan Tidak pakai tiket=0)
X10= Biaya menginap (Menginap=250.000
1.000.000 dan Tidak menginap=0)
X11= Sarana penunjang lainnya (Ada=1 dan
Tidak ada=0)
X12= Tipe wisata (Pantai=1 dan Non pantai=0)

Analytic Hierarchy Process (AHP)
The Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu bentuk model
pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua
kekurangan dari model-model pengambilan keputusan yang berkembang
sebelumnya. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional
dengan input utamanya berupa persepsi manusia (Permadi 1992). Menurut Saaty
(1987) AHP merupakan suatu teori pengukuran yang digunakan untuk
menderivasikan skala rasio, baik dari perbandingan-perbandingan berpasangan
diskrit maupun kontinu. Diperlukan suatu hirarki dalam menggunakan AHP untuk
mendefinisikan masalah dan perbandingan berpasangan untuk menentukan
hubungan dalam struktur tersebut. Struktur hirarki digambarkan dalam suatu
diagram pohon yang berisi goal (tujuan masalah yang akan dicari solusinya),
kriteria, subkriteria, dan alternatif.

10
Aplikasi dari model AHP dilakukan dalam dua tahap yaitu penyusunan
hirarki dan evaluasi hirarki. Pada Gambar 2 dijelaskan tentang tahap-tahap dalam
penyususnan hirarki (dekomposisi). Dekomposisi merupakan bagian terpenting
yang menentukan validitas dan keampuhan model (Permadi 1992).

Identifikasi level dan elemen

Definisi konsep

Formulasi pertanyaan

Pengisian persepsi dan prioritas

Sintesis prioritas

Konsistensi
Evaluasi hirarki
Sumber: Marimin (2004)

Gambar 2 Dekomposisi (penyusunan hirarki)
Tahapan dalam AHP yaitu penyusunan hirarki yang terdiri dari tujuan
utama, kriteria dan alternatif. Susunan hirarki disajikan pada Gambar 22.
Selanjutnya penilaian kriteria dan alternatif. Kriteria dan alternatif yang diperoleh
dari uraian suatu persoalan dinilai melalui perbandingan berpasangan. Lalu
penentuan prioritas yang dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematika (Marimin 2004). Elemen yang diperoleh dari
proses sebelumnya dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai kriteria yang logis. Konsistensi sampai batas tertentu dalam
menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih
dalam dunia nyata. Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang. Jika lebih
dari 10 persen maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki (Marimin dan
Maghfiroh 2010).
Data untuk analisis dengan AHP diperoleh dari pendapat 3 kelompok
responden sebanyak 15 orang, yaitu responden pemerintah sebanyak 6 orang,
responden swasta sebanyak 5 orang, dan responden akademisi sebanyak 4 orang.
Pada penentuan besar bobot masing masing kriteria, digunakan persamaan sebagai
berikut:

11
=
=
(i dan j=1,2,...,n)
= rataan dari
, ...,
dimana:
= Rataan dari
, ...,
= Bobot input dalam kolom
= Bobot elemen ke-i pada kolom ke-j
n
= Ordo matriks
Pengolahan data untuk menyusun prioritas elemen keputusan setiap hirarki
dilakukan berdasarkan Saaty (1983) dalam Marimin (2010) yaitu :
a) Perkalian baris (z) dengan rumus:
=

(i, j = 1,2,...,n), i dan j= elemen di setiap level hirarki

b) Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen
=

, eVPi adalah elemen vektor prioritas ke-i

c) Perhitungan nilai eigen maksimum
VA = x VP dengan VA = ( )
VB =VA/VP dengan VB = ( )
untuk i = 1,2,...,n
max =
VA=VB= Vektor antara
d) Perhitungan indeks konsistensi (CI):
Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan
berpengaruh pada kesahihan hasil. Rumusnya sebagai berikut:
CI =

dengan = akar ciri

Rasio yang dianggap baik yaitu apabila CR= 0,1.
Persamaan CR adalah CR=
Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oakridge
Laboratory berupa tabel sebagai berikut ini:
2
3
4
5
6
7 8
9
10
11
12 13
N 1
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56

Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor
secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi. Dalam penelitian ini analisis
SWOT digunakan untuk menentukan strategi yang tepat dalam pengembangan
Kawasan Wisata Pangandaran. Analisis SWOT mempertimbangkan faktor
lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) serta lingkungan eksternal
(peluang dan ancaman) dalam mengambil suatu keputusan. Analisis ini
membandingkan antara faktor internal dan eksternal sehingga dari analisis ini
dapat diambil suatu keputusan rencana dan strategi dalam pengembangan
Kawasan Wisata Pangandaran.
a. Tahap Evaluasi Data Internal dan Eksternal
Pengambilan data internal dan eksternal dilakukan dengan wawancara dan
kuesioner. Tujuan dari pengambilan data tersebut adalah untuk mengetahui

12
faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam
pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran.
b. Tahap Evaluasi Faktor Internal Eksternal dan Matriks SWOT
Langkah-langkah dalam evaluasi faktor internal eksternal adalah:
 Penyusunan terhadap semua faktor yang dimiliki Kawasan Wisata
Pangandaran dengan membagi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
 Pemberian bobot pada masing-masing faktor dilakukan dengan menggunakan
teknik pembobotan pada AHP.
 Perhitungan rating terhadap faktor-faktor tersebut berdasarkan pengaruhnya
terhadap kondisi Kawasan Wisata Pangandaran. Penentuan selang untuk
masing-masing faktor diperoleh dengan cara mengurangi nilai bobot tertinggi
dengan nilai bobot terendah, kemudian hasilnya dibagi empat. Rentang nilai 1
berarti kurang berpengaruh dan rentang nilai 4 berarti sangat berpengaruh.
 Skor diperoleh dari perkalian bobot dengan rating.
Tabel 3 Contoh evaluasi faktor internal
Faktor-faktor strategi internal

Bobot

Rating

Skor

Kekuatan:
1. ...............................
2. ...............................
dst.
Kelemahan:
1. ...............................
2. ...............................
dst.
Total
Sumber: Marimin (2004)

 Penjumlahan total skor untuk masing-masing faktor internal dan eksternal.
Untuk memperoleh strategi yang tepat nilai tersebut diletakkan pada kuadran
yang tepat di matriks space. Pada Gambar 3 disajikan matriks space.
Berbagai Peluang
Kuadran III
Strategi Turn-Around

Kuadran I
Strategi Agresif

Kelemahan
Internal

Kekuatan
Internal

Kuadran IV
Strategi Defensif

Kuadran II
Strategi Diversifikasi

Berbagai Ancaman

Gambar 3 Matriks space dan posisi kuadran
Sumber: Marimin (2004)

13
c. Tahap Pengambilan Keputusan
Dalam tahap pengambilan keputusan, matriks SWOT perlu merujuk pada
matriks space yang menghasilkan posisi Kawasan Wisata Pangandaran saat ini
sehingga dapat diketahui kombinasi strategi yang paling tepat. Dari matriks ini
terbentuk 4 (empat) kemungkinan alternatif strategi seperti tertera pada
Gambar 4.
Internal Factor

STRENGTHS (S)

WEAKNESSES (W)

Strategi SO
Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang. Digunakan jika
hasil analisis berada di
kuadran I.
Strategi ST
Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman.
Digunakan jika hasil analisis
berada pada kuadran III.

Strategi WO
Menciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang.
Digunakan jika hasil analisis
berada pada kuadran II.

External Factor
OPPORTUNITIES (O)

THREATHS (T)

Strategi WT
Menciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman.
Digunakan jika hasil analisis
berada pada kuadran IV.

Gambar 4 Diagram Matriks SWOT dan kemungkinan strategi yang sesuai
Sumber: Marimin (2004)

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Fisik
Geografi dan Administrasi
Kabupaten Pangandaran adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Secara geografis terletak di antara koordinat 7º 24’ 0” - 7º 54’ 0”
Lintang Selatan dan 108º 8’ 0” - 108º 58’ 0” Bujur Timur. Kabupaten
Pangandaran merupakan pemekaran dari Kabupaten Ciamis. Kabupaten ini resmi
dimekarkan pada 25 Oktober 2012 dengan pusat pemerintahannya di Kecamatan
Parigi. Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kabupaten Pangandaran perlu
melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana
dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan, dan peningkatan sumberdaya
manusia, serta pengelolaan sumberdaya alam sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pembentukan Kabupaten Pangandaran yang merupakan pemekaran
dari Kabupaten Ciamis terdiri atas 10 (sepuluh) kecamatan, yaitu Parigi, Cijulang,
Cimerak, Cigugur, Langkaplancar, Mangunjaya, Padaherang, Kalipucang,
Pangandaran, dan Sidamulih. Kabupaten Pangandaran memiliki luas wilayah
keseluruhan ±1.010 km² dengan jumlah penduduk ±426.171 jiwa pada tahun 2011
dan 92 (sembilan puluh dua) desa/kelurahan. Peta Kabupaten Pangandaran dapat
dilihat pada Gambar 5.

14
a.

b.

c.
d.

Kabupaten Pangandaran mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciulu, Desa Pasawahan, Desa Cikupa
Kecamatan Banjarsari, Desa Sidarahayu Kecamatan Purwadadi, Desa
Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis dan Desa Citalahab
Kecamatan Karangjaya, Desa Cisarua Kecamatan Cineam Kabupaten
Tasikmalaya;
sebelah timur berbatasan dengan Desa Tambaksari, Desa Sidanegara, Desa
Rejamulya Kecamatan Kedungreja, Desa Sidamukti, Desa Patimuan, Desa
Rawaapu, Desa Cinyawang, Desa Purwodadi Kecamatan Patimuan Kabupaten
Cilacap Provinsi Jawa Tengah;
sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia; dan
sebelah barat berbatasan dengan Desa Pasangrahan Kecamatan Cikatomas,
Desa Neglasari, Desa Tawang, Desa Panca Wangi, Desa Mekarsari Kecamatan
Pancatengah, Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong, Desa Mulyasari Kecamatan
Salopa Kabupaten Tasikmalaya.

Gambar 5 Peta administrasi Kabupaten Pangandaran
Geologi dan Jenis Tanah
Karakteristik tanah sangat erat kaitannya dengan proses pembentukan tanah
(pedogenesis), karena setiap proses yang berbeda akan menghasilkan tanah yang
berbeda pula. Daerah Kabupaten Pangandaran, umumnya merupakan daerah
pantai yang bersinggungan dengan daerah pegunungan dan daerah perbukitan di
sebelah dalam, yang merupakan bagian dari kompleks pegunungan Selatan yang
berombak sampai bergelombang sampai berbukit. Jenis tanah yang terdapat di
daerah ini adalah tanah Regosol yang berasal dari endapan kapur dari perbukitan
karang di sekitarnya.

15
Kebudayaan
Kabupaten Pangandaran merupakan Kabupaten yang berada di wilayah
Priangan, sehingga budaya dan keseniannya sangat erat dengan nilai-nilai adat
Sunda. Sebagai penarik minat wisatawan, di Kabupaten Pangandaran terdapat
cukup banyak obyek wisata, diantaranya terdapat 3 petilasan dan 50 makam
bersejarah yang tersebar di beberapa kecamatan. Untuk hiburannya tersedia pula
berbagai perkumpulan atau organisasi kesenian karawitan sebanyak 21 grup yang
tersebar di semua beberapa kecamatan. Seni teater hanya terdapat 1 grup yaitu
teater modern yang terdapat di Kecamatan Pangandaran. Selain itu juga terdapat
organisasi seni tari sebanyak 22 grup (BPS Kabupaten Ciamis 2012).

Kondisi Sarana dan Prasarana
Sarana Jalan
Keadaan jalan di Kabupaten Pangandaran dapat digambarkan dalam kondisi
baik. Namun ada beberapa ruas jalan yang rusak parah dan sering menimbulkan
kemacetan, terutama pada hari-hari tertentu. Kerusakan tersebut disebabkan oleh
banyaknya kendaraan yang membawa muatan yang melebihi kapasitas.
Jasa Penunjang Angkutan
Di Kabupaten Pangandaran sudah terdapat angkutan perbatasan dengan
berbagai trayeknya seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jarak lintasan/trayek angkutan perbatasan di Kabupaten Pangandaran
tahun 2011
No.
1

Lintasan/Trayek
Ciamis – Banjar – Pangandaran – Cijulang

Jarak (km)
124

2

Ciamis – Banjar - Pamarican – Langkaplancar

3

Rancah – Banjar – Pangandaran – Cijulang

4

Banjar – Pamarican – Langkaplancar

43

5

Banjar – Banjarsari – Kalipucang – Majingklak

55

6

Banjar – Pangandaran – Cijulang

85

7

Banjar – Pamarican – Sidamulih

48

67
100

Sumber : BPS Kabupaten Ciamis (2012)

Tabel 4 menunjukkan terdapat 7 trayek angkutan perbatasan. Daerah
perbatasan Kabupaten Pangandaran yang dilalui adalah Ciamis dan Banjar. Selain
angkutan perbatasan, terdapat juga angkutan pedesaan dengan berbagai trayeknya
seperti tertera pada Tabel 5. Terdapat 23 trayek angkutan pedesaan yang melintasi
seluruh kecamatan di Kabupaten Pangandaran.

16
Tabel 5 Jarak lintasan/trayek angkutan pedesaan di Kabupaten Pangandaran
tahun 2011
No.

Lintasan/Trayek

1

Banjarsari - Padaherang - Paledah - Mangunjaya

23

2

Banjarsari - Padaherang - Mangunjaya

20

3

Pangandaran - Parigi – Selasari

35

4

Pangandaran - Cijulang – Keusikluhur

39

5

Pangandaran - Parigi – Cigugur

36

6

Pangandaran - Kalipucang - Majingklak

28

7
8
9

Parigi - Cijulang – Cibanten
Cijulang - Cimerak – Cimeudang
Cijulang - Cimerak - Sindangsari - Kertamukti

20
21
34

10

Cijulang – Kalapagenap

27

11

Kalipucang - Pangandaran - Parigi - Cijulang

40

12

Banjarsari - Cigayam - Pasawahan -Sidamulih

10

13

Cijulang – Cibanten

14

Pangandaran - Cikembulan - Sidamulih - Selasari

16

15

Parigi - Cigugur – Pagerbumi

10

16

Parigi - Selasari – Langkaplancar

26

17

Pangandaran - Purbahayu - Sidomulyo

14

18

Kalipucang - Bagolo – Karapyak

14

19

Kalipucang – Tunggilis – Cicaruy
Pangandaran – Putrapinggan

18
8
15

20
21
22

Pangandaran - Babakan - Sukahurip - Purbahayu – Pagergunung

Pamarican - Cikupa - Karangkamiri - Gunungkelir - Langakaplancar
(Bangunjaya)
23
Langkaplancar (Bangunjaya) - Bojongkondang - Cibatu - Cigugur –
Parigi
Sumber : BPS Kabupaten Ciamis (2012)

Jarak (km)

8

26
51

Perhotelan
Untuk menunjang kepariwisataan, di Kabupaten Pangandaran cukup
tersedia sarana akomodasi atau penginapan yang tersebar di beberapa kecamatan
dan sebagai pusatnya di Kecamatan Pangandaran. Pada Tahun 2011 di Kabupaten
Pangandaran terdapat 217 hotel dengan 3.130 kamar dan 5.061 tempat tidur. Pada
Tabel 6 dijelaskan mengenai jumlah hotel, kamar, dan tempat tidur di Kabupaten
Pangandaran. Dari Tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar hotel berada di
Kecamatan Pangandaran. Beberapa hotel tidak berbintang mulai berkembang di
Kecamatan Kalipucang, Sidamulih, Parigi, dan Cijulang.

17
Ta