Analisis Jejak Karbon Di Kawasan Wisata Pesisir Dan Laut (Studi Kasus Kawasan Wisata Pangandaran, Jawa Barat)

ANALISIS JEJAK KARBON
DI KAWASAN WISATA PESISIR DAN LAUT
(STUDI KASUS KAWASAN WISATA PANGANDARAN, JAWA BARAT)

RONI SEWIKO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Jejak Karbon di
Kawasan Wisata Pesisir dan Laut (Studi Kasus Kawasan Wisata Pangandaran, Jawa
Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Roni Sewiko
NRP C252130241

RINGKASAN
RONI SEWIKO. Analisis Jejak Karbon di Kawasan Wisata Pesisir dan Laut (Studi
Kasus Kawasan Wisata Pangandaran, Jawa Barat). Dibimbing oleh HEFNI
EFFENDIE dan ETTY RIANI.
Satu dekade terakhir, analisis jejak karbon menjadi salah satu pendekatan
yang paling banyak digunakan dan diterapkan pada beragam skala sebagai salah
satu upaya mitigasi menyikapi perubahan iklim. Pada penelitian ini, analisis jejak
karbon diaplikasikan pada kawasan wisata pesisir dan laut yang mewakili aktifitas
industri (wisata) yang berpotensi besar mengemisikan karbon. Dimana pada saat
yang sama, sumberdaya khas pesisir ternyata memiliki potensi yang sangat tinggi
sebagai penyerap karbon.
Potensi emisi dianalisis dengan pendekatan Environmental Input Output
Analysis (EIOA). Sementara itu, potensi serapan karbon dianalisa dari dinamika
luasan ekosistem mangrove melalui pendekatan metode gain and loss sesuai
panduan IPCC 2006. Keduanya kemudian diproyeksikan secara temporal melalui

simulasi model dinamik untuk mengaplikasikan skenario kebijakan pengelolaan
wisata rendah karbon yang paling baik.
Secara umum berdasarkan tren laju pengurangan dan penambahan luasan
mangrove saat ini, potensi emisi karbon di kawasan wisata Pangandaran masih jauh
lebih besar dibandingkan potensi serapan karbon oleh mangrove. Rata-rata laju
emisi berdasarkan hasil proyeksi adalah 3 × 10 -2/tahun sedangkan rata-rata laju
sekuestrasi adalah sebesar 1.95 × 10-4/tahun dengan rata-rata agregat karbon termisi
adalah sebesar 198 803 tonCO2e/tahun. Berdasarkan hasil simulasi, meningkatkan
pengelolaan ekosistem mangrove sebesar 203% dari laju pengelolaan saat ini dinilai
sebagai upaya paling baik untuk mewujudkan wisata rendah karbon.
Kata kunci: jejak karbon, mangrove, model dinamik, pariwisata, perubahan iklim

SUMMARY
RONI SEWIKO. Carbon Footprint Analysis on Coastal and Marine Tourism Area
(Case Study: Pangandaran Tourism Regions, West java). Supervised by HEFNI
EFFENDIE and ETTY RIANI.
In recent decade, the carbon footprint analysis became one of the most used
approaches applied at various scales as one of climate change mitigation apllication.
In this study, carbon footprint analysis was applied to the coastal and marine
tourism area as a representation of industrial activity which potentially emit carbon

while at the same time its coastal ecosystems potentially play an mportant role as
carbon sinks.
Emissions potentials are calculated by gathering information about
preferences of transportation mode, the averages of mileages and the type of fuel
used through in depth interview with respondents then analyzed through
environmental input output analysis approach. While the potential of carbon
sequestration is analyzed through the gain and loss method. The results of both
calculations then temporally projected by system dynamic modelling to determine
the capacity of mangrove ecosystems in tolerating the carbon emissions potential
of tourism in Pangandaran.
The simulation results show that the emission potention in Pangandaran
coastal tourism area are higher than mangrove carbon sequestration capacity. The
emission rate based on simulation result is 3 × 10-2/year whereas the sequestration
rate is 1.95 × 10-4/year with average carbon aggregate up to 198 803 tonCO2e/year.
Based on simulation rate, increasing mangrove ecosystem rehabilitation up to 203%
from bussiness as usual condition is best scenario to implement the low carbon
tourism management.
Keywords: carbon footprint, climate change, dynamic model, mangrove, travel
and tourism


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS JEJAK KARBON
DI KAWASAN WISATA PESISIR DAN LAUT
(STUDI KASUS KAWASAN WISATA PANGANDARAN, JAWA BARAT)

RONI SEWIKO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Rizaldi Boer

PRAKATA
Apalah arti kesempurnan ilmu, bila tidak diamalkan untuk kemanusiaan. Atas
dasar itulah penulis seopimal mungkin memilih topik penelitian sosioekologi
pesisir ini, dengan judul Analisis Jejak Karbon di Kawasan Wisata Pesisir dan Laut
(Studi Kasus Kawasan Wisata Pangandaran, Jawa Barat). Topik yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat, di kawasan pesisir yang sangat rawan terhadap
dampak global perubahan iklim yang hingga kini terus menjadi diskusi, serta
dengan metode yang terbilang baru.
Sebab itulah alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
subhanahu wa ta’ala yang atas segala karunia-Nya penyusunan karya ilmiah ini
akhirnya berhasil diselesaikan. Penghargaan dan terima kasih tertinggi pada Ibu dan
Bapak yang dukungannya tak pernah surut. Pula pada keluarga kecil penulis, istri

dan putra tersayang yang selalu jadi penyemangat.
Terima kasih juga khusus penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir. Hefni
Effendie, M. Phil dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku pembimbing yang telah
membentuk dan mengarahkan karya ilmiah ini hingga menjadi karya yang baik. Di
samping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
Rizaldi Boer yang telah bersedia menguji, mengevaluasi, memberi sumbang saran
konstruktif dari dasar penelitian sehingga karya ilmiah ini menjadi lebih paripurna.
Terakhir, semoga apa yang penulis susun ini menjadi dokumen yang implementatif
di masa datang dan memberi manfaat sebanyak-banyaknya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016
Roni Sewiko

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
3


2 TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Iklim
Emisi dan Jejak Karbon
Dampak Sektor Pariwisata terhadap Perubahan Iklim
Metodologi Sistem Dinamik
Kawasan Wisata Kabupaten Pangandaran

3
3
4
6
8
9

3 METODE
Lokasi dan Waktu
Alat dan Bahan
Prosedur Analisis Data
Inventarisasi Data Wisatawan

Inventarisasi Data Sarana dan Prasarana Wisata
Inventarisasi Data Ekosistem Mangrove
Analisis Dinamika Temporal Karbon di Lokasi Wisata

10
11
12
13
13
14
14
15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Validasi Model
Gambaran Umum Kepariwisataan di Pangandaran
Penggunaan Listrik oleh Wisatawan Pangandaran
Buangan Sampah
Transportasi Wisatawan Pangandaran

Potensi Emisi Sektor Akomodasi
Luasan Aktual Ekosistem Mangrove Pangandaran
Perubahan Ekosistem Mangrove di Pangandaran
Pembahasan
Potensi Emisi dari Penggunan Listrik oleh Wisatawan
Potensi Emisi dari Buangan Sampah oleh Wisatawan Pangandaran
Potensi Emisi dari Sektor Transportasi Pariwisata Pangandaran
Potensi Emisi dari Sektor Akomodasi

21
21
21
22
22
23
23
24
25
27
28

28
30
31
34

Dinamika Temporal Emisi dan Sekuestrasi Karbon di Kawasan Wisata
Pesisir dan Laut Kabupaten Pangandaran
39
Opsi Pengelolaan
45
Peluang Pengurangan Emisi
49
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

51
51
51

DAFTAR PUSTAKA

52

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Jenis-jenis gas rumah kaca
Sumber emisi di sektor wisata
Tingkat kunjungan wisatawan ke Pangandaran
Kapasitas penyerapan karbon oleh sumberdaya karbon biru
Hubungan jumlah kendaraan dan emisi yang dihasilkan
Luas dan sebaran mangrove di Kabupaten Pangandaran
Penilaian kerusakan mangrove di Kabupaten Pangandaran
Peruntukan listrik di tempat-tempat penginapan di Vietnam
Sasaran dan arahan rehabilitasi ekosistem mangrove di luar kawasan
hutan prioritas I Kabupaten Pangandaran
Alternatif upaya mengelola jejak karbon di Pangandaran
Skenario 2 upaya peningkatan potensi sekuestrasi karbon oleh
ekosistem mangrove

4
6
10
13
21
25
32
36
38
45
46

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Kontribusi emisi nasional tiap sektor tahun 2010
Kerangka pendekatan masalah
Peta lokasi penelitian
Causal loop dinamika jejak karbon di Kawasan Wisata Pangandaran
Submodel kunjungan wisatawan dan potensi emisi dari aktifitas
wisatawan
Submodel potensi emisi sektor transportasi
Submodel potensi emisi sektor akomodasi
Submodel potensi sekuestrasi ekosistem mangrove
Model emisi kepariwisataan pesisir Pangandaran
Perbandingan data jumlah wisatawan aktual dengan hasil simulasi
Grafik kunjungan wisatawan ke Pangandaran 2009-2014
Persentase rentang usia wisatawan Pangandaran
Persentase penginapan di Pangandaran
Peta luasan mangrove aktual (tahun 2015) Kabupaten Pangandaran
Potensi emisi listrik dari aktfitas wisatawan Pangandaran
Potensi emisi dari buangan sampah oleh wisatawan Pangandaran
Tren jumlah kendaraan yang masuk ke kawasan wisata Pangandaran
Hubungan antara jarak tempuh pesawat terbang dengan emisi CO2
Potensi emisi sektor transportasi (darat)
Potensi emisi karbon dari jasa akomodasi
Penggunaan sumber energi oleh pelaku bisnis akomodasi
Potensi emisi sektor akomodasi
Perilaku model BAU pada potensi emisi dan sekuestrasi
Implikasi skenario 2 pada potensi emisi klaster transportasi
Implikasi skenario 2 terhadap emisi sampah dan listrik dari aktifitas
wisatawan

4
11
12
16
17
18
19
19
20
21
22
23
25
26
29
30
33
39
34
35
47
37
39
41
43

26
27
28
29
30

Implikasi skenario 4 terhadap luasan mangrove dan potensi sekuestrasi
karbon mangrove
Dinamika emisi dan sekuestrasi karbon di Pangandaran
Implikasi opsi 1 terhadap perilaku model
Implikasi opsi 2 terhadap perilaku model
Implikasi opsi 3 terhadap perilaku model

44
45
47
48
49

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Data hasil implikasi skenario pertama (bussiness as usual)
Data hasil implikasi skenario kedua (limitasi jumlah kendaraan)
Data hasil implikasi skenario ketiga (mengurangi beban sampah dan
pemakaian listrik)
Data hasil implikasi opsi pertama upaya netralisasi jejak karbon wisata
pesisir Pangandaran
Data hasil implikasi opsi kedua upaya netralisasi jejak karbon wisata
pesisir Pangandaran
Data hasil implikasi opsi ketiga upaya netralisasi jejak karbon wisata
pesisir Pangandaran
Formula yang digunakan dalam model dinamik
Dokumentasi inventarisasi data primer (wawancara)

56
57
58
59
60
61
62
67

1 PENDAHULUAN
Perkembangan pembangunan berkelanjutan dua dekade ini berhadapan
dengan fakta mengenai perubahan iklim. Keberlanjutan pelaksanaan pembangunan
ini tentu harus dilanjutkan dengan melakukan penyesuaian kebijakan yang
mendukung upaya-upaya adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim akibat
terus meningkatnya emisi karbon (Gössling 2010). Emisi karbon akan
memperparah perubahan iklim baik dalam jangka panjang maupun pendek dan
dipastikan tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible) (Solomon et al. 2009).
Oleh karena itu dalam penyusunan rencana aksi adaptasi diperlukan landasan
ilmiah yang kuat agar upaya adaptasi yang dilakukan efektif dan menjamin
keberlanjutan pembangunan (BAPPENAS 2013).
Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan menekan emisi
karbon. Implementasi yang saat ini banyak dilakukan untuk jangka panjang dan
dalam skala besar ditumpukan pada penghitungan jejak karbon yang melibatkan
baik penghitungan emisi langsung maupun tidak langsung. Praktik ini sangat
bersesuaian dengan Copenhagen Accord yang dicetuskan dalam pertemuan para
pihak (Conference of Parties/CoP) di Kopenhagen, November 2009
(Nurtjahjawilasa 2013).
Selama ini beberapa negara telah melakukan upaya netralisasi karbon dengan
menghitung jejak karbon dari produk, jasa maupun aktifitas dalam skala individu,
rumah tangga maupun industri. Upaya mitigasi juga mulai banyak difokuskan pada
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan. Sebab optimasi peran lautan (termasuk
pesisir) belum terlihat secara signifikan (Nellemann et al. 2009) jika dibandingkan
dengan fokus pada isu deforestasi dan degradasi melalui skema REDD (Reducing
Emissions from Deforestation and Forest Degradation) (Masripatin et al. 2010).
Padahal sumberdaya pesisir dan lautan memiliki kapasitas serap karbon yang lebih
tinggi dibandingkan ekosistem terestrial. Bahkan mantan Presiden Indonesia
Soesilo Bambang Yudhoyono dengan tegas menekankan pentingnya manajemen
kawasan pesisir untuk menopang eksistensi sumberdaya karbon biru, yaitu
mangrove, padang lamun dan rawa payau. Pernyataan tersebut disampaikan pada
konvensi Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai perubahan iklim Selasa, 23
November 2014.

Latar Belakang
Perlu dilakukan penelitian untuk menghitung jejak karbon khusus di kawasan
(industri) wisata pesisir (Vaske, Jacobs dan Espinosav 2015). Sebab wisata dan
setiap aktifitas yang melingkupinya saat ini menyumbang 5 % emisi global
(Moreno dan Amelung 2009). Dua persen di antaranya merupakan emisi yang
berasal dari penerbangan wisata. Diperkirakan laju emisi dari sektor wisata (diluar
penerbangan) akan meningkat 2,5 % per tahun hingga tahun 2035. Di sisi lain
pesisir merupakan wadah spasial bagi ekosistem karbon biru (mangrove, padang
lamun, rawa payau) (Murray et al. 2011) sekaligus terus menjadi sorotan
pembangunan industri wisata yang notabene akan berbuntut jejak karbon yang
cukup tinggi (Tang et al. 2013). Pangandaran salah satunya, adalah sebuah

2
kabupaten baru di selatan Jawa Barat yang hendak dikembangkan sebagai
kabupaten pariwisata. Mewujudkan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan
yang rendah karbon tentu menjadi tantangan tersendiri terlebih Pangandaran
merupakan destinasi wisata dengan tingkat kunjungan tertinggi di Jawa Barat.
Mitigasi jangka panjang menjadi cukup krusial untuk dipraktekkan. Salah satunya
yaitu dengan menganalisa jejak karbon di kawasan wisata Pangandaran, dan
membayar jejak karbon yang diketahui melalui mekanisme pengelolaan
sumberdaya karbon biru yang efektif.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat
ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat pada topik penelitian mengenai
jejak karbon pada kawasan wisata pesisir dan laut ini, yaitu :
a. Bagaimana potensi emisi karbon yang bersumber dari aktifitas wisata di
lokasi penelitian?
b. Bagaimana potensi daya serap karbon oleh ekosistem karbon biru di lokasi
penelitian?
c. Bagaimana dinamika temporal antara karbon yang diemisikan dan diserap
di lokasi penelitian?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar dan permasalahan yang diuraikan diatas, maka rencana
penelitian ini memiliki tujuan untuk :
a. Mengetahui potensi emisi karbon dari aktifitas wisata dilokasi kajian.
b. Mengetahu potensi sekuestrasi (penyerapan) karbon dari sumberdaya
karbon biru di lokasi kajian.
c. Memprediksi dinamika temporal antara potensi karbon yang diemisikan
dari industri pariwisata dan potensi karbon yang diserap oleh ekosistem
karbon biru (dalam penelitian ini dipilih mangrove) di lokasi penelitian.
d. Menentukan skenario kebijakan yang paling optimum untuk menekan laju
emisi karbon dari sektor kepariwisataan di Pangandaran.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak,
diantaranya yaitu :
a. Akademisi
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi
mengenai dinamika karbon di wilayah pesisir khusus ditinjau dari sektor
wisata/ekowisata. Juga menjadi penambah khasanah bagi penerapan
model dinamik dalam menganalisa manajemen kawasan wisata pesisir dan
laut ditinjau dari dinamika karbon (perubahan iklim).
b. Pemerintah

3
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi upaya mitigasi
dan adaptasi pengelolaan kawasan wisata pesisir dalam menghadapi
perubahan ikim. Juga menjadi salah satu rujukan bagi pemerintah daerah
khususnya dalam mempertimbangkan rencana pengelolaan kawasan
wisata pesisir dan laut (rencana zonasi) ke depan.
c. Masyarakat setempat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu membuka wawasan
masyarakat setempat mengenai dampak dari perubahan iklim serta
membangun kesadaran masyarakat untuk mau menjaga lingkungan tempat
tinggalnya. Khususnya kesadaran untuk proaktif menjaga vegetasi pesisir
yaitu mangrove dengan menanam dan mencegah segala bentuk tindakan
yang mengakibatkan kerusakan mangrove.

Ruang Lingkup Penelitian
Potensi emisi karbon yang dihitung dalam penelitian ini merupakan emisi
langsung dan tidak langsung dari empat sektor utama sumber emisi (WEF 2009)
yaitu transportasi darat, transportasi udara, akomodasi dan aktifitas wisatawan
(sampah dan penggunaan listrik). Sedangkan sumberdaya karbon biru yang diteliti
untuk mengetahui potensi penyerapan karbon adalah ekosistem mangrove.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan iklim
Terlepas dari debat perihal apakah perubahan iklim merupakan fenomena
natural atau antropogenik, merumuskan upaya nyata dan masif untuk menyikapinya
merupakan hal yang lebih bijak. Berbagai upaya dan strategi baik jangka pendek,
menengah maupun antisipasi jangka panjang mulai dilakukan di banyak negara.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), lembaga di bawah Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) melalui World Meteorological organization (WMo) dan
United Nation Environmental Programme (UNEP) menyebutkan bahwa perubahan
iklim disebabkan oleh berbagai hal yang satu dan lainnya saling terkait (Scott et al.
2007). Sektor energi merupakan penghasil emisi karbon yang menggelontorkan
12 628 Mt CO2e ke atmosfer. Selain itu deforestasi dan degradasi hutan dituding
sebagai penyumbang emisi karbon terbesar kedua yang menyebabkan terjadinya
perubahan iklim global. Negara-negara seperti Brazil dianggap menyumbang emisi
yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 2 563 dan 1 372 MtCO2e. Peringkat
ketiga penghasil emisi adalah sektor pertanian, dengan total emisi sebesar 2 912
MtCO2e yang didominasi negara Cina, diikuti Brasil dan India. Emisi karbon yang
berasal dari sampah diperkirakan sebesar 635 MtCO2e yang sebagian besar berasal
dari Amerika Serikat, Cina dan India. Total emisi karbon yang dihasilkan empat
sektor tersebut mencapai kurang lebih 20 645 MtCO2e (IPCC 2000).
Berdasarkan data Human Development Report yang dirilis United Nations
Development Programme (UNDP) tahun 2008 (Nurtjahjawilasa 2013), Indonesia
ditempatkan sebagai negara dengan peringkat ke-14 sebagai penghasil emisi karbon

4
di dunia, jauh dibawah negara-negara maju yang menggelontorkan karbon ke
atmosfer dari aktivitas industrinya. Besar kecilnya jumlah emisi di suatu negara
tentu juga dipengaruhi luas wilayah dan jumlah penduduk di negara tersebut.
Dengan demikian, apabila emisi yang diperhitungkan adalah jumlah emisi per
satuan luas wilayah atau per kapita penduduk tentu Indonesia bukan termasuk
negara penghasil emisi yang besar. Agregat emisi karbon dari setiap sector
penyumbang emisi terbesar di Indonesia dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
Kontribusi Emisi Nasional tiap Sektor Tahun 2010
Kebakaran Lahan
11%

13%

Konversi Hutan

20%
Pertanian dan
Budidaya

3%
5%

48%

Industri
Energi

Gambar 1. Kontribusi Emisi Nasional tiap Sektor tahun 2010 (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2010)
Emisi dan jejak karbon (carbon footprint)
Karbon merupakan unsur dengan derivat senyawa yang cukup banyak.
Hampir semua derivat karbon terkandung pada semua benda di bumi, sehingga daur
setiap benda mulai dari bahan mentah hingga menjadi sampah tak luput dari
rangkaian panjang siklus karbon. Sehingga setiap energi yang terbuang dari setiap
proses akan melepaskan gas buang (emisi). Emisi gas rumah kaca (GRK) yang
menjadi sebab dari perubahan iklim pun adalah emisi dengan senyawa utama
berunsur karbon di dalamnya seperti terangkum pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-jenis gas rumah kaca
Jenis GRK

Sumber Utama

Carbon dioxide

CO2

Methane

CH4

Nitrous oxide

N2O

Hydroflurocarbons

HFCs

Perflurocarbons

PFCs

Transmisi kelistrikan dan distribusi listrik

Sulfur hexafluoride

SF6

Semikonduktor,
aluminium

Sumber: (IPCC 2000)

Pembakaran bahan bakar fosil
Dekomposisi sampah, sistem gas alam,
fermentasi
Tanah pertanian, pembakaran bahan bakar fosil
dalam sumber bergerak (transportasi)
Emisi dari bahan pengganti perusak ozon dan
emisi dari HFC-23 dalam masa produksi
HCFC-22

produk

sampingan

dari

Potensi
Pemanasan
Global
1
21
296
140 – 11
700
6500 – 9
200
22200

5
Gas-gas yang teremisikan melalui beragam proses antropogenik akan
bertahan di atmosfer dalam jangka waktu yang cukup panjang. Contohnya CO2
mampu bertahan rata-rata 70 tahun di atmosfer dan CH4 mampu bertahan sampai
12 tahun di atmosfer. Sebab itulah istilah jejak karbon kemudian diangkat, sebagai
peringatan bahwa aktifitas manusia yang terlalu berlebihan dalam
menggunakan/membuang emitter (penyebab emisi) akan berdampak panjang bagi
generasi setelahnya. Sehingga secara definitif jejak karbon diartikan sebagai jumlah
emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam
melakukan kegiatannya per periode waktu tertentu. Satuan jejak karbon adalah tonsetara-CO2 (tCO2e) atau kg-setara-CO2 (kgCO2e).
Jejak karbon merupakan bagian dari studi jejak ekologis (ecological
footprint/EF) yang merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan yang
memilki cukup banyak pendekatan berbeda di setiap studi sehingga membutuhkan
metode yang diformulasikan dan disepakati untuk menjadi standar (Munday,
Turner dan Jones 2013; Patterson, Niccolucci dan Bastianoni 2007). Jejak karbon
digunakan dalam analisis emisi karbon secara luas baik pada produk,
individu/rumah tangga, lembaga/institusi, kota bahkan skala negara (Lin et al.
2013). Model penghitungan jejak karbon pertama kali dikembangkan oleh CarbonTrust (2007) untuk menghitung jejak karbon sebagai informasi tambahan dari
sebuah produk untuk diketahui konsumen (ecolabelling). Dalam rangka
mempermudah kalkulasi jejak karbon, beberapa website juga telah menyediakan
kalkulator karbon untuk skala individu dan rumah tangga (Conservation
international 20012).
Terdapat tiga pendekatan dasar yang biasanya dilakukan dalam studi
mengenai jejak karbon (Wiedmann dan Minx 2007). Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Pertama adalah metode bottom-up yang mengikuti
daur/siklus produk/kegiatan (Process Analysis/PA). Metode ini diterapkan untuk
menganalisis emisi dari sebuah proses yang spesifik, sehingga tingkat ketelitiannya
lebih tinggi, tetap membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga. PA sangat tepat
digunakan pada sistem mikro seperti sub-proses, produk individu, atau bagian kecil
dari suatu sistem. Kedua adalah metode Top-down yang didasarkan pada analisis
input-output lingkungan (Environmental Input-Output Analysis/EIOA).
Memerlukan lebih sedikit waktu dan tenaga, dan diaplikasikan pada level makro
atau meso seperti sektor industri, bisnis individu, pemerintahan dan yang setara.
Menjembatani kekurangan dari keduanya, kemudian dimunculkan metode Hybrid
yang menggabungkan kekuatan dari dua metode sebelumnya. Pendekatan ini
menutupi kekurangan EIOA yang kurang spesifik/detail dari aspek minor (mikro)
analisis dari sebuah organisasi atau skala sub-nasional. Lin et al. (2013) menelusuri
jejak karbon di kota Xiamen, China dengan menggabungkan kedua metode tersebut
yang dikenal dengan metode Hybrid EIO-LCA. Analisis jejak karbon kemudian
banyak berkembang pada banyak aplikasi di berbagai sektor. Secara umum, jejak
karbon dihitung sebagai berikut:
=

�



Faktor emisi adalah besaran emisi GRK yang dilepaskan ke atmosfir per
satuan aktifitas tertentu. Contoh faktor emisi : tCO2e/MWh (pembangkitan listrik)
dan gCO2e/km (pengoperasian kendaraan bermotor). Belum semua faktor emisi

6
diketahui nilainya, padahal akurasi penghitungan jejak karbon sangat tergantung
pada validitas faktor emisi. Saat ini, akurasi dari penghitungan jejak karbon masih
sebatas 85% (Divisi Mekanisme Perdagangan Karbon DNPI, 2014). Jejak karbon
selain dapat dihitung manual juga dapat dibantu dengan menggunakan aplikasi
online seperti ‘Kalkulator karbon’ yang merupakan aplikasi resmi dari Dewan
Nasional perubahan Iklim (DNPI) yang bekerja langsung dibawah koordinasi
dengan United Nation Framework Convention for Climate Change (UNFCCC)
yang merupakan badan khusus PBB yang membidangi perubahan iklim.
Dampak sektor pariwisata terhadap perubahan iklim
United Nations World Tourism Organization (UNWTO) mendefinisikan
sektor kepariwisataan sebagai aktifitas perorangan atau kelompok dengan
melakukan perjalanan dan kemudian menginap pada suatu tempat yang bukan
daerah tempat tinggalnya selama tidak berturut-turut lebih dari setahun untuk
berekreasi, bisnis, dan tujuan lain yang tidak berhubungan dengan aktifitas yang
mendatangkan upah/gaji di tempat yang dikunjungi. Esensinya, wisata bertujuan
untuk melepaskan penat. Oleh karena itu wajar jika tempat wisata favorit biasanya
ada pada kawasan dengan panorama alami dan menyejukkan. Wilayah seperti ini
biasanya jauh berada dari domisili wisatawan, sehingga wajar jika akhirnya sektor
wisata memberi sumbangsih emisi 5 % pada GRK global. Pada Tabel 2 dirangkum
secara umum emisi langsung dan tak langsung yang diakibatkan oleh aktifitas
kepariwisataan.
Emisi karbon langsung adalah emisi karbon dari sumber yang berhubungan
langsung dengan aktfitas ekonomi dari sektor kepariwisataan. Contohnya emisi dari
penggunaan listrik di penginapan, tempat makan, juga dari transportasi yang
ditujukan untuk aktifitas kepariwisataan. Emisi tidak langsung adalah emisi karbon
dari aktifitas dalam rantai kepariwisataan namun tidak berhubungan langsung
dengan aktifitas ekonomi. Contohnya adalah emisi dari kantor agen perjalanan dan
transportasi yang dilakukan untuk menjalankan operasional hotel seperti
penyediaan makanan dan perlengkapan sanitasi. Emisi tidak langsung biasanya
tidak masuk ke dalam proses analisa jejak karbon karena pada prinsipnya terjadi
tidak khusus didasari dan ditujukan untuk kepariwisataan.
Berdasarkan informasi dalam Tabel 2, nampak bahwa pendekatan yang
biasanya diterapkan pada analisa jejak karbon kepariwisataan adalah penghitungan
jejak karbon pada lima sektor utama yang menjadi roda sektor kepariwisataan :
a. Transportasi darat
Emisi pada transportasi darat dipengaruhi oleh tiga hal pokok:
 Penumpang dan jarak tempuhnya untuk setiap moda (mobil, bus, kereta
api);
 Intensitas energi per kilometer untuk setiap moda; dan
 Faktor emisi untuk proses pembakaran bahan bakar yang digunakan.
b. Transportasi udara
Emisi pada transportasi darat dipengaruhi oleh tiga hal pokok:
 Intensitas penerbangan yang dirinci berdasarkan tipe pesawat dan
kategori penumpang (kelas);
 Beban non-penumpang; dan
 Bahan bakar yang digunakan (bervariasi tergantung model pesawat).

7
Berdasarkan kajian World Economic Forum (2009) diperkirakan emisi
dari angkutan udara meningkat 2.7% per tahun hingga mencapai 1 400
MtCO2 pada tahun 2035.
Tabel 2. Sumber emisi di sektor wisata
Sektor
(Pengemisi
langsung)

Variabel
Kunci

Transportasi
darat
Transportasi
udara

Jarak, Konsumsi
BBM/km &
faktor emisi untuk
setiap moda

Transportasi
laut

Akomodasi

Kelas penginapan,
Jumlah
tamu/malam,
Penggunaan
energi/tamu,
Faktor emisi per
unit energy

Aktifitas
wisatawan

Jumlah
wisatawan/spot
wisata, Volume
sampah, Faktor
emisi per volume
sampah

Emisi Langsung
(dalam kajian)
Penggunaan mobil,
bis, kereta api
yang digunakan
untuk wisata
Emisi dari
maskapai
penerbangan
Pelayaran,
angkutan sungai,
perahu rekreasi
Emisi dari
penggunaan energi
di hotel (lampu,
pemanas,
pendingin, listrik),
penginapan
ataupun resort

Tempat hiburan,
Restoran, Sampah,
dll.

Emisi Tidak Langsung
(luar kajian)
Penggunaan mobil, bis,
kereta api diluar
kepentingan wisata
Bandara, pemeliharaan,
dan aktifitas maskapai
lainnya diluar wisata
Distribusi produk, kargo
dan aktifitas pelayaran
lain diluar wisata
Transportasi dan proses
produksi konsumsi hotel
(contoh : makanan, toilet,
dll.

Transportasi dan produksi
perlengkapan/peralatan
yang digunakan
wisatawan

Sumber: (WEF 2013)
c. Transportasi laut
Emisi yang disumbangkan oleh transportasi laut khusus kepariwisataan
diperkirakan sebesar ~5% dari emisi total aktifitas pelayaran global.
Adapun faktor yang berpengaruh pada emisi pelayaran adalah :
 Jumlah kapal yang melakukan pelayaran;
 Jumlah hari operasi tahunan;
 Tingkat konsumsi bahan bakar; dan
 Faktor emisi untuk bahan bakar yang digunakan.
d. Akomodasi
Bagian ini terbagi menjadi dua kategori :
 Hotel dan jasa serupa seperti bungalow dan motel; dan
 Tipe akomodasi lain (contohnya rumah khusus liburan, menginap pada
teman atau kerabat serta tenda).
Emisi pada sektor ini dihitung dari volum wisatawan (lama inap), energi
terpakai per tamu per malam, dan faktor emisi per unit energi (listrik dan
panas). Pada tahun 2005, emisi akomodasi global diperkirakan mencapai
284 MtCO2.

8
e. Aktifitas wisatawan
Meliputi segala kegiatan wisatawan di lokasi wisata yang berpotensi
membuang karbon. Contonya, transportasi dalam kawasan wisata, sampah,
serta atraksi wisata.
Metodologi sistem dinamik
Metodologi sistem dinamik telah dan masih terus berkembang sejak
diperkenalkan pertama kali oleh Jay W. Forerster pada dekade lima puluhan di MIT
Amerika. Sesuai dengan namanya metode ini berhubungan dengan pertanyaan
tentang tendensi-tendensi dinamika system-sistem yang kompleks, yaitu pola-pola
tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu seiring bertambahnya waktu (Tasrif
2006).
Hal yang paling khas dari sistem dinamik dibandingkan dengan pendekatan
lainnya dalam memahami sistem yang kompleks adalah feedback loop (lingkar
umpan-balik). Dalam pemahaman selanjutnya, feedback loop itu dinyatakan dalam
konsep stock (stok) dan flow (aliran). Konsep stok dan aliran ini menerangkan
bahwa komponen sistem itu ada yang bersifat akumulasi yaitu stock dan ada juga
yang bersifat mengalir yaitu flow. Dengan konsep stok dan aliran ini, maka konsep
feedback dalam suatu sistem akan dapat dimengerti dan disimulasikan. Dan dengan
konsep stok ini juga akan muncul konsep delay, dan nonlinearity. Konsep feedback,
stock dan flow, delay, dan nonlinearity; merupakan dasar pikiran (premise) tentang
pola keterkaitan antar komponen yang digunakan dalam pemodelan sistem dinamik
(Avianto 2010).
Penggunaan metodologi ini lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan
peningkatan pengertian kita tentang bagaimana tingkah laku sistem muncul dari
struktur kebijaksanaan dalam sistem itu. Pengertian ini sangat penting dalam
perancangan kebijaksanaan yang efektif. Persoalan yang dapat dengan tepat
dimodelkan menggunakan metodologi sistem dinamik adalah masalah yang
mempunyai sifat dinamis (berubah terhadap waktu) dan struktur fenomenanya
megandung paling sedikit satu strukur umpan balik (feedback structure).
Adapun langkah-langkah pemodelan dengan pendekatan model dinamik
secara umum (Tasrif 2006) adalah:
1. Identifikasi perilaku permasalahan (problem behavior)
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi pola
historis atau hipotesis yang menggambarkan perilaku persoalan. Tahap ini
sangat penting karena akan menggambarkan akibat/hasil yang ditimbulkan
oleh suatu kumpulan struktur umpan balik yang terbentuk di dalam sistem
dan mempunyai implikasi yang penting untuk analisis kebijakan. Setelah
pola historis dipahami, kemudian hipotesis awal tentang interaksi antar
perilaku yang mendasari pola referensi perlu dirumuskan. Perlu beberapa
iterasi dari formulasi, perbandingan dengan bukti-bukti empiris dan
reformulasi untuk mendapatkan hipotesis dinamik yang tepat.
Langkah terakhir dari tahap ini adalah menentukan batas model.
Batas model menggambarkan cakupan analisis dari suatu permasalahan
dan meliputi semua interaksi sebab akibat yang berhubungan hanya
dengan permasalahan tersebut.

9
2. Komputasi model
Apabila batas model telah didefiniskan, maka keterkaitan dua unsur
dalam suatu sistem harus ditentukan dan berbentuk hubungan kausal
(sebab-kibat), dan keterkaitan antar semua unsur dalam sistem itu harus
ada yang bersifat umpan balik (causal loop). Lingkar umpan-balik
(feedback loop) tersebut menyatakan hubungan sebab akibat variabelvariabel yang melingkar, bukan manyatakan hubungan karena adanya
korelasi-korelasi statistik. Olehsebab itu komponen yang ada pada model
akan terdiri atas: feedback (causal loop diagram), stock dan flow, delay,
dan non linearity.
3. Pengujian model dan analisis kebijaksanaan
Setelah model eksplisit suatu permasalahan ditentukan, tahap
selanjutnya serangkaian validasi dilakukan untuk mengethui sensitifitas
model. Presisi model dalam merepresentasikan fakta sebenarnya dari
permasalahan yang dimodelkan akan diukur. Bila suatu korespondensi
antara model mental sistem, model eksplisit dan pengetahuan empiric
tentang sistem telah diperoleh, maka model yang dibuat dapat diterima
sebagai representasi permasalahan yang sahih dan dapat digunakan untuk
analisis kebijakan.
Kawasan wisata kabupaten pangandaran
Undang-undang nomor 21 tahun 2012 mendasari lahirnya kabupaten baru
yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 16
November tahun 2012. Kemudian diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM
Amir Syamsudin pada tanggal 17 November tahun 2012, maka Pangandaran resmi
menjadi Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Dalam UU No. 21/2012 disebutkan,
Kabupaten Pangandaran berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Ciamis, yang
terdiri dari: Kecamatan Parigi, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Cimerak,
Kecamatan Cigugur, Kecamatan Langkaplancar, Kecamatan Mangunjaya,
Kecamatan Padaherang, Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran dan
Kecamatan Sidamulih. Ibu Kota Kabupaten Pangandaran berkedudukan di
Kecamatan Parigi. Luas wilayah Kabupaten Pangandaran yaitu 168 509 ha dengan
luas laut 67 340 ha. Kabupaten Pangandaran memiliki panjang pantai 91 km
(Pemda Kabupaten Pangandaran 2015).
Adapun batas-batas wilayah Kabupaten pangandaran adalah sebagai berikut:
a. Utara
a) Kabupaten Ciamis : (1). Kecamatan Banjarsari : Desa Ciulu,
Pasawahan, Cikupa. (2). Kecamatan Pamarican : Desa Sidarahayu,
Purwadadi, Sidamulih
b) Kabupaten Tasikmalaya : (1). Kecamatan Karangjaya : Desa
Citalahab. (2). Kecamatan Cineam : Desa Cisarua
b. Timur
Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah : (1). Kecamatan
Kedungreja : Desa Tambaksari, Sidanegara, Rejamulya. (2). Kecamatan
Patimuan : Desa Sidamukti, Patimuan, Rawaapu, Cinyawang, Purwodadi
c. Barat
Kabupaten Tasikmalaya : (1). Kecamatan Cikatomas : Desa
Pasanggrahan. (2). Kecamatan Panca Tengah : Desa Neglasari, Tawang,

10
Panca Wangi, Mekarsari. (3). Kecamatan Cikalong : Desa Cimanuk. (4).
Kecamatan Salopa :Desa Mulyasari
d. Selatan
Samudera Indonesia
Berdasarkan konteks keruangan nasional pada Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), dalam PP No. 47 Tahun 1997 tentang RTRWN, Kawasan
Pangandaran dan sekitarnya merupakan salah satu kawasan andalan yang ada di
Jawa Barat. Dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 48 Tahun 2006, tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi Jawa Barat,
disebutkan bahwa Kawasan Rekreasi Pantai Pangandaran termasuk salah satu dari
sembilan Kawasan Wisata Unggulan di Jawa Barat. Serta dalam Perda Jawa Barat
No. 22 Tahun 2010 tentang RTRWP Jawa Barat tahun 2009 sampai 2029, Kawasan
Pangandaran Ditetapkan sebagai kawasan stategis provinsi.
Pangandaran merupakan kabupaten di tenggara provinsi Jawa Barat yang
memiliki berbagai potensi kepariwisataan. Beberapa objek wisata unggulan di
kawasan ini sudah dikenal luas, bahkan hingga mancanegara, antara lain objek
wisata Pantai Pangandaran, Cagar Alam Pananjung, Pantai Batu Hiu, Pantai Batu
Karas, Pantai Madasari, Citumang, serta Cukang Taneuh atau yang lebih popular
dengan sebutan Green Canyon. Objek-objek wisata tersebut selalu dibanjiri
pengunjung tiap masa liburan datang. Tingkat kunjungan wisatawan ke beberapa
obyek wisata unggulan di Pangandaran dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat kunjungan wisatawan ke Pangandaran
Tahun
Pangandaran
Batu Hiu
Batu Karas
Green Canyon
2008
470 450
38 950
46 421
38 610
2009
590 004
46 481
55 043
58 685
2010
703 093
48 952
73 050
63 610
2011
729 684
58 793
140 012
87 655
2012
936 616
71 115
169 406
118 231
Sumber: (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Ciamis tahun 2012 dalam Nurhayati et
al. 2013)
Sebagai kawasan wisata, kawasan Pangandaran dan sekitarnya disiapkan
untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata nasional dan internasional yang
mempunyai daya saing dan berbasis masyarakat yang mampu mengoptimalkan
sumber daya alam untuk menjamin peningkatan kesejahteraan pelaku ekonomi
dengan tanpa merusak lingkungan dan nilai-nilai budaya setempat. Upaya
peningkatan pariwisata di kawasan Pangandaran lebih diintensifkan terutama
mengenai kelengkapan sarana dan prasarananya.

3 METODE
Secara umum, penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dinamik yang
kemudian dianalisis secara deskriptif. Variabel utama yang diperbandingkan dalam

11
simulasi model dinamik ini adalah potensi karbon teremisi dan potensi sekuestrasi
karbon oleh ekosistem mangrove. Inventarisasi potensi emisi dilakukan dengan
pendekatan bottom up dalam menganalisis potensi emisi. Pendekatan ini sangat
tepat diterapkan pada sebuah kawasan kecil karena karena survei yang dilakukan
dapat menghasilkan data yang lebih baik (Sun 2014; Becken dan Patterson 2006).
Metode yang dipilih menggunakan pendekatan Environmental Input-Output
Analysis (EIOA) yang tepat diterapkan pada skala meso atau makro seperti sudi
penelitian ini. Metode tersebut memecah sebuah proses/aktifitas menjadi sub-sub
proses yang kemudian dihitung jejak karbon pada setiap bagian prosesnya secara
umum, sedangkan potensi sekuestrasi karbon diperoleh dengan pendekatan gain
and loss. Dalam IPCC 2006 Guidelines disebutkan bahwa data emisi dan serapan
karbon (perubahan stok karbon) dapat diperoleh dengan satu siklus inventarisasi
dan pemodelan. Pada metode ini, setiap aktivitas pengelolaan akan dihitung
besarnya emisi (emissions) yang ditimbulkan dan atau penyerapan (removals) yang
dihasilkan melalui pemodelan. Adapun kerangaka pendekatan yang studi yang
dilakukan adalah seperti tertera pada Gambar 2.
Pengumpulan data lapangan

Data Primer
Emisi Langsung
Transportasi
Akomodasi
Aktifitas Wisatawan

Data Ekologi
Luasan mangrove
Penambahan luasan
Pengurangan luasan

Data sekunder
Rencana penurunan laju emisi
karbon nasional
Rencana Pengembangan Wilayah

Penghitungan Emisi
karbon
Total Emisi Karbon/Sektor

Pemetaan Model

Simulasi

Skenario

Dinamika (trade off) aktifitas berdampak emisi dan penyerap karbon
dalam lingkup wisata pesisir dan laut

Analisis non Spasial

DINAMIKA TEMPORAL JEJAK KARBON
PADA KAWASAN WISATA PESISIR DAN LAUT

Gambar 2. Kerangka pendekatan masalah

12
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan wisata Pantai Pangandaran,
Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat. Pertimbangan lokasi yang dipilih
adalah bahwa berdasar data kunjungan wisatawan (Disparbud Jabar 2012), lokasi
merupakan tujuan wisata dengan kunjungan wisatawan terbanyak dibandingkan
dengan objek dan daya tarik wisata lain di Jawa Barat. Selain itu karena
Pangandaran juga terus menjadi wilayah dengan pengembangan sarana wisata yang
cukup pesat. Oleh sebab itu cukup penting untuk mengetahui sejauh mana upaya
mitigasi telah dilakukan untuk mengimbangi pengembangan pembangunan
tersebut. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu empat bulan,
dimulai pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Februari 2015.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Potensi emisi dapat dihitung dengan terlebih dahulu mengetahui klasifikasi
moda transportasi yang digunakn wisatawan, jarak tempuh rata-rata wisatawan ke
lokasi penelitian, rata-rata konsumsi BBM (volum), preferensi jenis BBM yang
digunakan, preferensi pemilihan jalur keberangkatan menuju lokasi, dan mobilitas
di kawasan wisata melalui wawancara. Selain itu juga menginventarisir data
kunjungan wisatawan tahunan dan data moda kendaraan wisatawan yang diperoleh
dari Dinas Pariwisata, Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah Kabupaten Pangandaran. Data yang diperoleh diolah
menggunakan Microsoft Excel 2010 versi Student IPB.
Sedangkan potensi penyerapan karbon dapat diketahui dengan terlebih dahulu
mengetahui luasan aktual ekosistem mangrove Kabupaten Pangandaran dari hasil
pengolahan data citra Landsat 8 menggunakan Arc GIS 10.2. Serta

13
menginventarisir data sebaran dan kondisi ekosistem mangrove, perkembangan
luasan mangrove tahunan dan rencana pengelolaan ekosistem mangrove dari Dinas
Kelautan, Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Pangandaran dan instansi terkait.
Data kemudian diolah untuk mendapatkan nilai potensi emisi dan sekuestrasi
karbon. Dinamika dari kedua variable tersebut berdasarkan waktu dkerjakan
dengan menggunakan software Stella versi 9.0.2.

Prosedur Analisis Data
Inventarisasi data wisatawan
Tahapan ini diperlukan untuk mengetahui jumlah kunjungan wisatawan ke
lokasi penelitian, penambahan, pengurangan, laju serta atribut apa saja yang
memengaruhinya dari tahun ke tahun. Sampel wisatawan diambil dengan metode
pengambilan sampel acak sederhana. Kuesioner yang akan digunakan terdapat pada
Lampiran 1. Beberapa hal yang dianalisis dari data ini antara lain:
a. Tren wisatawan
Secara matematis analisis jumlah pengunjung wisata dinyatakan
dengan rumus sebagai berikut:
=

+

Keterangan:
y = jumlah pengunjung wisata (orang),
a = konstanta (intercept),
b = koefisien (slope),
x = waktu (ke-t (1-25) (tahun).

Tren kunjungan wisatawan ke kawasan wisata Pangandaran pada
studi ini diprediksi sampai 25 tahun ke depan atau sampai pada tahun 2040
sesuai dengan targetan pemerintah untuk merencanakan penurunan GRK
pada tahun 2020 sebanyak 26% (estimasi 0.676 GtCO2e) dan 20 tahun
selanjutnya untuk melihat implikasi serta evaluasi skenario pada simulasi
model.
b. Daya dukung
Batasan kapasitas kawasan dalam mengakomodir kunjungan
wisatawan diketahui menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK).
Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang (secara
fisik) dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu
tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada lingkungan alam sekitar dan
manusia (Yulianda et al. 2010). DDK dihitung sebagai berikut:
=

×

×




Keterangan:
DDK
= Daya dukung kawasan,
K
= potensi ekologi maksimum pengunjung per satuan unit area,
Lp
= luas atau panjang area yang dapat dimanfaatkan,

14
Lt
Wp
Wt

= unit area untuk kategori tertentu
= waktu yang disediakan pengelola kawasan untuk wisata dalam sehari
= waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk beraktifitas di lokasi

Inventarisasi data sarana dan prasarana wisata
Beberapa poin yang perlu diketahui dari keberadaan akomodasi di lokasi
adalah jumlah rata-rata kunjungan, fasilitas bertenaga listrik terutama pengatur
suhu ruangan dan lemari pendingin, rata-rata volum sampah yang dihasilkan, serta
agregat dari penggunaan listrik secara keseluruhan. Secara garis besar tahapan yang
akan dilakukan adalah seperti tertera pada Gambar 2. Adapun sampel
penginapan/hotel diambil dengan menggunakan metode pengambilan sampel acak
berkelompok. Kuesinoer yang akan digunakan terdapat pada Lampiran 2.
Emisi karbon dari aktifitas dan sarana pendukung wisata dihitung dengan
menggunakan kalkulator karbon. Aplikasi kalkulator karbon resmi di Indonesia
diterbitkan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim di situs resminya
kalkulator.dnpi.go.id. Secara umum pendekatan yang digunakan dalam aplikasi ini
adalah : Emisi = Satuan Aktivitas * Faktor Emisi, contohnya Emisi listrik = X MWh
* Y tCO2/MWh. Kalkulasi dari setiap variabel yang dihitung selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Inventarisasi data ekosistem mangrove
a. Analisis GIS
Pada tahapan ini, yang akan dilakukan adalah menghitung luasan
aktual. Sumberdaya yang dipilih untuk masuk dalam kajian adalah
ekosistem mangrove sesuai dengan signifikansi keberadaannya di lokasi
penelitian. Luasan mangrove Kabupaten Pangandaran diolah dari data citra
Landsat 8. Pengolahan data citra landsat 8 meliputi :
a) Koreksi geometri
b) Koreksi radiometri
c) Pembatasan wilayah (Pangandaran)
d) Kompilasi saluran (RGB), saluran RGB band 5,6,4
e) Interpretasi mangrove dan penghitungan luasan mangrove
f) Layouting
b. Perkembangan luasan ekosistem mangrove
Laju perkembangan luasan mangrove Kabupaten Pangandaran,
dihitung dari data-data sekunder hasil analisis citra dari penelitianpenelitian terkait yang juga dilakukan di Pangandaran. Setelah itu dilakukan
penghitungan potensi serapan karbon dengan berpedoman pada rata-rata
kandungan/potensi daya serap karbon (Nelleman et al. 2009).

c. Analisis potensi serapan karbon (sekuestrasi) oleh ekosistem mangrove
Pada penelitian ini potensi sekuestrasi dilakukan dengan mengalikan
luasan ekosistem mangrovedengan jumlah rata-rata simpanan karbon dalam
ekosistem tersebut. Adapun standar (estimasi) simpanan karbon per luasan
ekosistem karbon biru dapat dilihat pada Tabel 4 (Duarte et al. 2005;
Nelleman et al. 2009).

15
Khusus untuk kawan tropis seperti Indonesia, Donato et al. (2011)
mengemukakan bahwa ekosistem mangrove mampu menyimpan karbon
hingga 1 023 ton CO2/Ha. Sedangkan rata-rata potensi serapan karbon dapat
dilihat dari hasil riset dan kajian Blue Carbon Centre Indonesia (Trobos
2015) yang mengungkapkan bahwa ekosistem mangrove di Indonesia
mampu menyerap karbon hingga 38.8 ton/ha/tahun. Dengan berasumsi pada
kedua hasil riset tersebut, dan memasukkannya pada perhitungan, akan
didapatkan gambaran laju potensi sekuestrasi mangrove.
Tabel 4. Kapasitas penyerapan karbon dari sumberdaya karbon biru
Komponen
Mangrove
Rawa Payau
Padang lamun

Area (Tm-2)
0.2
0.4
0.3

gcm-2y-1
139.0
151.0
83.0

Tgy-1
23.6
60.4
27.4

Analisis dinamika temporal karbon di lokasi wisata
a. Penetapan isu, tujuan dan batasan model
Isu utama yang menjadi dasar dari penyusunan model ini adalah
potensi emisi dari industri kepariwisataan di Kabupaten Pangandaran.
Pangandaran menjadi destinasi wisata potensi wisata dengan potensi
kunjungan yang memiliki kecenderungan naik (Dinas Kelautan Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Pangandaran 2013). Hal tersebut berarti juga
menjadi potensi emisi karbon yang besar yang dikeluarkan dari transportasi
ke dan di lokasi kawasan Pangandaran, aktifitas wisatawan serta akomodasi
(WEF 2009) di sekitar kawasan Pangandaran.
Dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kapasitas sekuestrasi karbon
dan menekan laju potensi emisi tersebut. Upaya yang dimaksud adalah
dengan mengelola keberadaan ekosistem mangrove di kawasan wisata
Pangandaran, sebab ekosistem mangrove merupakan satu dari tiga
sumberdaya pesisir (karbon biru) yang memiliki kapasitas sekuestrasi yang
lebih baik daripada ekosistem terestrial (Donato et al. 2011) yaitu hingga
23.6 Tg/y-1. Upaya yang akan di simulasikan dalam model sesuai dengan
kondisi faktual adalah meningkatkan reboisasi dan menekan aktifitas
berpotensi deforestasi seperti alih lahan dan penebangan liar.
Memperbandingkan potensi emisi kepariwisataan Pangandaran
dengan potensi sekuestrasi mangrove (tanpa mengesampingkan potensi
sekuestrasi dari vegetasi non-mangrove) bertujuan untuk meningkatkan
kepedulian (awareness) terhadap eksistensi mangrove. Motif ekonomi,
konflik kepentingan dan juga ketidaktahuan masyarakat tidak boleh sampai
mendegradasi jasa ekosistem dan nilai valuasi mangrove yang berharga
untuk menekan dampak perubahan iklim.
Pemodelan ini hanya mencakup setiap potensi emisi dari dan di
kawasan wisata Pangandaran. Pemodelan dijalankan untuk rentang waktu
25 tahun hingga tahun 2040. Potensi emisi sektor transportasi yang masuk
dalam kajian adalah penggunaan pesawat, bis, mobil dan motor yang
digunakan untuk kepentingan wisata ke Pangandaran. Potensi emisi klaser
akomodasi yang masuk dalam kajian adalah emisi dari penggunaan energi

16
(listrik, gas), buangan sampah, penggunaan kertas, serta transportasi untuk
kepentingan penginapan. Potensi emisi sektor aktifitas wisatawan yang
masuk dalam kajian adalah penggunaan listrik dari pengisian baterai gadget
(charging telepon seluler, tablet, powerbank). Penyerapan CO2 oleh
ekosistem mangrove dihitung berdasarkan rata-rata daya serap mangrove
per hektar.
b. Konseptualisasi model
Konsep model emisi-sekuetrasi di kawasan wisata Pangandaran
dituangkan dalam Gambar 4. Model simulasi yag dibangun terdiri dari
kelompok submodel sumber emisi yaitu submodel kunjungan wisatawan,
submodel potensi emisi dari aktifitas wisatawan, submodel potensi emisi
sektor transportasi dan submodel emisi sektor akomodasi. Kemudian
potensi sekuestrasi yang diwakili oleh submodel potensi sekuestrasi
ekosistem mangrove. Sebagai agregat dari potensi emisi dan sekuestrasi
akan ditunjukkan dalam submodel emisi kawasan wisata Pangandaran.

Gambar 4. Causal loop dinamika potensi emisi-sekuestrasi di kawasan
wisata Pangandaran
c. Model spesifik
a) Submodel kunjungan wisatawan dan potensi emisi dari aktifitas
wisatawan
Submodel ini (Gambar 5) adalah submodel utama karena
memuat stock jumlah wisatawan yang memengaruhi variabelvariabel model lainnya. Jumlah wisatawan diinisiasi pada jumlah 1
500 000 orang pada tahun ke-0 simulasi atau untuk tahun 2015
sesuai dengan data dari Dinas Pariwisata, Pe