Karakterisasi Bakteriosin Bakteri Asam Laktat Dari Sawi Fermentasi

KARAKTERISASI BAKTERIOSIN
BAKTERI ASAM LAKTAT DARI SAWI FERMENTASI

NURUL HIDAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Bakteriosin
Bakteri Asam Laktat dari Sawi Fermentasi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016

Nurul Hidayah
NIM G351130111

RINGKASAN
NURUL HIDAYAH. Karakterisasi Bakteriosin Bakteri Asam Laktat dari Sawi
Fermentasi. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan NISA RACHMANIA
MUBARIK.
Sawi asin merupakan produk sawi fermentasi asal Indonesia. Sejumlah
galur bakteri asam laktat yang berasosiasi dengan makanan menghasilkan
bakteriosin. Bakteriosin merupakan senyawa protein yang memiliki aktivitas
bakterisida terhadap mikrob sekerabat. Bakteriosin dapat menghambat beberapa
bakteri penyebab kerusakan pada pangan. Tujuan dari penelitian ini ialah
mengisolasi bakteri asam laktat dari sawi fermentasi dan mengkarakterisasi
bakteriosin yang dihasilkan serta potensinya menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Isolat bakteri asam laktat pada media MRSA + CaCO3 0.5% ditunjukkan
dengan adanya zona bening di sekitar koloni bakteri. Seleksi 66 isolat asam laktat
menunjukkan 10 isolat dengan indeks penghambatan tertinggi terhadap bakteri S.
aureus dan E. coli. Dua isolat dengan indeks penghambatan supernatan tertinggi
dan berpotensi menghasilkan bakteriosin yaitu isolat PB3.6 dan PG1.9.

Berdasarkan identifikasi molekuler, isolat PB3.6 menunjukkan kemiripan 96%
dengan Lactobacillus plantarum JBE 160 dan isolat PG1.9 memiliki kemiripan
98% dengan Lactobacillus brevis KLAB12.
Aktivitas tertinggi bakteriosin isolat PB3.6 diperoleh pada akhir fase
logaritmik sedangkan aktivitas tertinggi bakteriosin isolat PG1.9 diperoleh pada
fase stasioner. Aktivitas endapan tertinggi bakteriosin isolat PB3.6 terhadap
bakteri S. aureus pada konsentrasi amonium sulfat 40% sedangkan terhadap
bakteri E. coli pada konsentrasi amonium sulfat 80%. Bakteriosin isolat PG1.9
memiliki aktivitas endapan tertinggi terhadap bakteri S. aureus dan E. coli pada
konsentrasi amonium sulfat 70%. Bakteriosin isolat PB3.6 dan PG1.9 masih aktif
menghambat bakteri S. aureus dan E. coli setelah diberi perlakuan pH 4-10
selama 30 menit dan suhu 50-100°C selama 10 menit. Aktivitas optimum
bakteriosin isolat PB3.6 dan PG1.9 terhadap bakteri E. coli pada pH 4.
Bakteriosin isolat PB3.6 memiliki aktivitas optimum terhadap bakteri S. aureus
pada pH 6 sedangkan bakteriosin PG1.9 pada pH 7. Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa kedua isolat tersebut dapat menghasilkan bakteriosin
yang diharapkan dapat digunakan sebagai pengawet pada produk pangan.

Kata kunci: bakteri asam laktat, bakteriosin, sawi fermentasi, Lactobacillus
plantarum, Lactobacillus brevis


SUMMARY
NURUL HIDAYAH. Characterization of Bacteriocins Produced by Lactic Acid
Bacteria Isolated from Fermented Mustard. Supervised by IMAN RUSMANA
and NISA RACHMANIA MUBARIK.
Sawi asin is a fermented mustard product from Indonesia. Some strains of
lactic acid bacteria associated with food produce bacteriocins. Bacteriocin is a
protein that has bactericidal activity against species that closely related to the
bacterial strain. Bacteriocins can inhibit some bacteria causing food spoilage. The
aims of this study are to isolate lactic acid bacteria from fermented mustard and to
characterize its bacteriocins in inhibiting the growth of Staphylococcus aureus and
Escherichia coli.
Lactic acid bacteria were isolated using MRSA media + 0.5% CaCO3
indicated by formation of a clear zone around bacterial colonies. Screening of 66
bacterial isolates found 10 isolates of lactic acid bacteria that have good inhibition
index against S. aureus and E. coli. The two highest inhibition index of their
supernatant that potentially produce bacteriocins were PB3.6 and PG1.9 isolates.
Based on molecular identification, PB3.6 isolate has 96% similarity with
Lactobacillus plantarum JBE 160 and PG1.9 isolate has 98% similarity with
Lactobacillus brevis KLAB12.

The highest bacteriocin activity of PB3.6 isolate was obtained at the end of
the logarithmic phase, however the highest bacteriocin activity of PG1.9 isolate
was obtained at the stationary phase. Bacteriocins precipitation using ammonium
sulphate showed that the highest bacteriocin activity of PB3.6 isolate against S.
aureus and E. coli was at ammonium sulphate concentration of 40% and 80%,
respectively. Bacteriocins of PG1.9 isolate had the highest activity against S.
aureus and E. coli at 70% concentration ammonium sulfate. Bacteriocins of PB3.6
and PG1.9 isolates were active against S. aureus and E. coli after they were
treated with pH 4-10 for 30 minutes and temperature 50-100°C for 10 minutes.
The optimum bacteriocins activity of PB3.6 and PG1.9 isolates against E. coli was
at pH 4. However, bacteriocin of PB3.6 isolate had optimum activity against S.
aureus at pH 6 while bacteriocins of PG1.9 isolate was at pH 7. These results
indicated that both isolates could produce bacteriocins and they are expected to be
used as a preservative agent for food products.
Keywords: lactic acid bacteria, bacteriocins, fermented mustard, Lactobacillus
plantarum, Lactobacillus brevis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI BAKTERIOSIN
BAKTERI ASAM LAKTAT DARI SAWI FERMENTASI

NURUL HIDAYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Drajat Martianto, MS

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Desniar, SPi MSi
Dr Ir Naresworo Nugroho, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah
bakteriosin, dengan judul Karakterisasi Bakteriosin Bakteri Asam Laktat dari
Sawi Fermentasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iman Rusmana, MSi
selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi
selaku anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan,
saran, motivasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis
selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu
penulis ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Ibu Dr Desniar, SPi MSi

dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi
IPB, yang telah memberikan motivasi selama studi. Terima kasih kepada DIKTI
melalui Beasiswa BPPDN (Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri)
2013 atas kepercayaannya untuk memberikan beasiswa selama menempuh
pendidikan pascasarjana di IPB.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Jaka dan Ibu Heni
selaku staf Laboratorium Mikrobiologi IPB, Jaya, Putri, Susi, Mey, Gaby, Bang
Risky, Cico, Kak Sipri, Noor, keluarga Perwira 44, Kak Udin, serta seluruh
teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi IPB, atas dukungan, motivasi, dan
bantuannya selama penelitian ini. Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis
ucapkan kepada bapak, ibu, dan adik-adikku tercinta, serta seluruh keluarga besar
tersayang, atas doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat yang diberikan.
Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB
angkatan 2013 serta seluruh pihak yang telah memberikan doa dan dukungannya,
penulis ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
Nurul Hidayah


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA
2

Bakteri Asam Laktat ...................................................................................... 2
Bakteriosin ..................................................................................................... 3
3 METODE
7
Kerangka Penelitian ....................................................................................... 7
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 7
Bahan ............................................................................................................. 8
Isolasi Bakteri Asam Laktat .......................................................................... 8
Seleksi BAL Penghasil Senyawa Antimikrob ............................................... 9
Uji Aktivitas Antimikrob Bakteriosin terhadap Bakteri Uji .......................... 9
Penentuan Kurva Tumbuh dan Produksi Bakteriosin .................................... 9
Pengendapan Bakteriosin dengan Amonium Sulfat .................................... 10
Dialisis ......................................................................................................... 10
Pengukuran Konsentrasi Protein ................................................................. 10
Karakterisasi Aktivitas Bakteriosin ............................................................. 10
Identifikasi Isolat Terpilih ........................................................................... 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Hasil ............................................................................................................. 11
Pembahasan ................................................................................................. 18

5 SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan ...................................................................................................... 21
Saran ............................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

30

LAMPIRAN

13


RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1 Bakteri asam laktat penghasil bakteriosin dan karakteristik
bakteriosinnya
2 Hasil isolasi bakteri asam laktat dari sawi asin Kota Bogor
3 Hasil uji aktivitas antimikrob isolat BAL
4 Hasil uji aktivitas antimikrob supernatan isolat BAL
5 Hasil pengendapan dan dialisis bakteriosin
6 Analisis homologi sekuen gen 16S rRNA isolat bakteri asam laktat
menggunakan program BLAST-N

5
12
12
13
15
17

DAFTAR GAMBAR
1 Pemanfaatan bakteri asam laktat terkait peranannya sebagai probiotik,
penghasil bakteriosin, dan kultur starter pada makanan fermentasi
2 Diagram alur penelitian
3 Isolat bakteri asam laktat menunjukkan zona bening pada media MRSA
+ CaCO3 0.5%
4 Zona hambat supernatan isolat PG1.9 terhadap bakteri S. aureus dan
E. coli dan isolat PB3.6 terhadap bakteri S. aureus dan E. coli
5 Kurva pertumbuhan isolat PB3.6 dan PG1.9 dan aktivitas bakteriosin
terhadap bakteri S. aureus dan E. coli
6 Aktivitas bakteriosin hasil pengendapan amonium sulfat isolat PB3.6
terhadap bakteri S. aureus dan E. coli dan isolat PG1.9 terhadap bakteri
S. aureus dan E. coli
7 Pengaruh perlakuan pH terhadap aktivitas bakteriosin isolat PB3.6 dan
PG1.9 dan perlakuan renjatan panas terhadap aktivitas bakteriosin isolat
PB3.6 dan PG1.9 terhadap bakteri S. aureus dan E. coli
8 Hasil pewarnaan Gram isolat PB3.6 dan PG1.9 perbesaran 1000x
9 Hasil elektroforesis amplifikasi isolat terpilih berdasarkan gen 16S
rRNA
10 Konstruksi pohon filogenetik isolat PB3.6 dan PG1.9

3
8
11
13
13

14

16
16
17
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Aktivitas antimikrob isolat bakteri asam laktat terhadap bakteri S.
aureus dan E. coli
2 Metode pengukuran kadar protein (Bradford 1976)
3 Kurva standar isolat PB3.6 dan PG1.9
4 Urutan nukleotida hasil sekuen gen 16S rRNA isolat PB3.6 dan PG1.9

25
26
27
28

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sawi asin merupakan produk sawi fermentasi asal Indonesia. Sawi asin telah
diproduksi dan dikonsumsi di berbagai daerah di Indonesia selama bertahun-tahun.
Pembuatan sawi fermentasi dilakukan dengan penambahan garam dan air rebusan
nasi pada sayuran. Fermentasi terjadi dengan pertumbuhan beberapa bakteri asam
laktat yaitu Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus confusus, L. curvatus, L.
plantarum, dan Pediococcus pentosaceus (Puspito dan Fleet 1985).
Sawi fermentasi merupakan sumber yang baik untuk eksplorasi bakteri asam
laktat (BAL) (Chao et al. 2009). BAL memiliki peranan penting dalam
mengawetkan makanan dari mikrob pembusuk. Peranannya tersebut terkait
dengan kemampuannya menghasilkan senyawa asam organik, hidrogen peroksida,
diasetil, senyawa antifungi, dan bakteriosin yang bersifat antagonistik pada
mikrob lainnya (Nespolo dan Brandelli 2010). Saat ini, sejumlah metode
pengawetan (preservasi) telah digunakan untuk menghindari terjadinya kerusakan
pangan. Teknik-teknik tersebut meliputi perlakuan panas (pasteurisasi, sterilisasi
dengan panas), pengurangan aktivitas air dan pH (asidifikasi, dehidrasi), dan
penambahan pengawet (antibiotik, senyawa kimia seperti propionat, sorbat,
benzoat, laktat, asetat). Meskipun metode tersebut terbukti sukses, akan tetapi
penggunaan pengawet kimia pada makanan dapat meninggalkan residu bahan
kimia pada tubuh yang dikhawatirkan dapat memicu penyakit berbahaya lainnya.
Peningkatan kasus kekebalan bakteri terhadap antibiotik dan permintaan akan
pangan yang aman, dengan tambahan bahan kimia sedikit, makin meningkatkan
ketertarikan untuk mencari pengganti zat aditif kimia dengan bahan alami yang
lebih aman. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu
dengan menggunakan senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL.
Sejumlah galur BAL yang berasosiasi dengan makanan menghasilkan
bakteriosin. Bakteriosin didefinisikan sebagai senyawa protein yang menunjukkan
aktivitas bakterisida terhadap mikrob sekerabat (Tagg et al. 1976). Bakteriosin
dapat menghambat beberapa bakteri penyebab kerusakan pada pangan seperti
Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, dan bakteri sekerabat lainnya
(Parada et al. 2007). Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
diharapkan mampu menggantikan peranan zat aditif kimia dalam melawan bakteri
patogen pada pangan sehingga nantinya akan memperpanjang masa simpan
pangan tersebut. Keunggulan dari bakteriosin dibandingkan zat kimia ialah
bakteriosin merupakan peptida yang dapat didegradasi oleh enzim proteolitik
dalam saluran pencernaan sehingga dinilai aman untuk dikonsumsi.
Salah satu bakteriosin yang telah dikenal luas dan telah diaplikasikan
sebagai pengawet pangan ialah nisin. Badan pengawas makanan dan obat
pemerintah US telah memberi status Generally Recognized As Save (GRAS) pada
BAL dan produk nisin yang dihasilkan (Gautam dan Sharma 2009). Nisin terbukti
dapat menghambat sejumlah bakteri Gram positif seperti Listeria, Clostridium,
Bacillus, dan Enterococcus namun tidak efektif menghambat bakteri Gram negatif,
khamir, dan kapang. Akan tetapi, kini sejumlah bakteri juga telah dilaporkan
resisten tehadap nisin seperti Listeria monocytogenes, L. innocua, Lactococcus

2
lactis, dan Staphylococcus aureus (Crandall dan Montville 1998; Vignolo et al.
2000; Sun et al. 2009; Bergholz et al. 2013; Kawada-Matsuo et al. 2013).
Sulistiani et al. (2014) telah mengisolasi sejumlah BAL dari sayur asin
(sawi asin) asal Jawa Tengah Indonesia di antaranya ialah Lactobacillus
farciminis, L. fermentum, L. namurensis, L. plantarum, L. helveticus, L. brevis, L.
versmoldensis, L. casei, L. rhamnosus, L. fabifermentans, dan L. satsumensis.
Namun belum ada penelitian terkait bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL yang
diisolasi dari sawi asin. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan
penelitian ini guna mencari senyawa bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL yang
memiliki aktivitas antimikrob menghambat mikrob patogen dan dapat
dimanfaatkan sebagai agens biopreservatif menggantikan antibiotik dan senyawa
kimia lainnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteri asam laktat dari sawi
fermentasi dan mengkarakterisasi bakteriosin yang dihasilkan serta potensinya
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap
ilmu pengetahuan dengan diperolehnya isolat bakteri asam laktat yang
menghasilkan senyawa antimikrob bakteriosin yang berpotensi untuk
diaplikasikan sebagai pengawet alami pada makanan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Asam Laktat
Gambaran umum dari bakteri yang termasuk dalam kelompok BAL ialah
gram positif, tidak berspora, aerotoleran, kokus atau batang, memproduksi asam
laktat sebagai produk akhir utama selama fermentasi karbohidrat, katalase negatif,
tidak mempunyai sitokrom (Axelsson 2004; Wright dan Axelsson 2012). BAL
digolongkan sebagai bakteri yang Generally Recognized As Save (GRAS) yang
aman bagi manusia (Parada et al. 2007).
Jalur metabolisme glukosa BAL dapat bersifat homofermentatif atau
heterofermentatif (Parada et al. 2007). Jalur homofermentatif melalui glikolisis
(Jalur Embden–Meyerhof–Parnas) dan menghasilkan hanya asam laktat. Jalur
heterofermentatif (juga dikenal dengan jalur pentosa fosfoketolase, heksosa
monofosfat, atau jalur 6-fosfoglukonat), selain menghasilkan asam laktat juga
menghasilkan sejumlah CO2 dan etanol atau asetat (Wright dan Axelsson 2012).
BAL dapat ditemukan pada berbagai produk fermentasi seperti daging,
produk susu, sayuran, produk minuman, dan roti. BAL secara natural terdapat di
tanah, air, kotoran ternak, limbah, dan tanaman. BAL juga merupakan mikrobiota
pada membran mukosa yaitu pada saluran pencernaan, mulut, kulit, organ saluran
kemih dan organ genitalia manusia dan hewan, dan dapat memiliki pengaruh

3
menguntungkan pada ekosistem tersebut. BAL yang tumbuh sebagai mikrob
adventif makanan atau ditambahkan pada makanan sebagai kultur. BAL dianggap
tidak berbahaya, bahkan memberikan keuntungan bagi kesehatan manusia. Sejak
penemuannya, BAL telah mendapatkan perhatian dan pemanfaatan dalam
berbagai aplikasi, seperti kultur starter dalam makanan fermentasi dan pakan,
obat-obatan, probiotik, dan sebagai agen pengendalian hayati. Dalam industri
makanan, BAL banyak digunakan sebagai starter untuk mendapatkan perubahan
yang menguntungkan dalam tekstur, aroma, rasa, dan keasaman pada makanan
(Harzallah dan Belhadj 2013). Bakteri asam laktat dapat dimanfaatkan dalam
berbagai hal diantaranya sebagai probiotik, penghasil bakteriosin, dan kultur
starter dalam produk makanan fermentasi (Gambar 1).

Gambar 1 Pemanfaatan bakteri asam laktat terkait peranannya sebagai
probiotik, penghasil bakteriosin, dan kultur starter pada
makanan fermentasi (Paneri et al. 2013)

Bakteriosin
Bakteriosin didefinisikan sebagai senyawa protein yang memiliki aktivitas
antimikrob terhadap mikrob sekerabat (Bali et al. 2011). Bakteriosin disintesis di
ribosom, merupakan senyawa bioaktif peptida atau peptida kompleks yang
dikeluarkan ekstraseluler, dan memiliki aktivitas bakterisida atau bakteriostatik
(Jeevaratnam et al. 2005). Bakteriosin dapat menghambat beberapa patogen yang
menyebar melalui makanan, seperti: Clostridium botulinum, Enterococcus
faecalis, Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, dan Bacillus spesies.

4
Oleh karena itu, bakteriosin kini diharapkan dapat berperan sebagai pengawet
pada makanan terkait aktivitasnya menghambat bakteri patogen pada makanan,
dan dapat menggantikan pengawet makanan yang terbuat dari senyawa kimia.
Bakteriosin berbeda dengan antibiotik dalam beberapa hal, yaitu: (a)
bakteriosin disintesis di ribosom, (b) sel inang kebal terhadap bakteriosin, (c)
mekanisme kerja berbeda dari antibiotik, dan (d) bakteriosin memiliki spektrum
kerja sempit dan dengan demikian umumnya mampu membunuh bakteri yang
hanya berkaitan erat dengan strain penghasil bakteriosin (Ouwehand dan
Vesterlund 2004).

Klasifikasi Bakteriosin
Bakteriosin terdiri atas 4 kelompok berdasarkan karakteristik biokimia dan
genetik (Jeevaratnam et al. 2005; Parada et al. 2007):
a. Kelas I (Lantibiotik)
Lantibiotik merupakan kelompok peptida berantai pendek, berbobot
molekul kecil (< 5 kDa), tahan panas, bekerja pada struktur membran. Lantibiotik
dicirikan dengan adanya asam amino thioeter lantionin dan metillantionin yang
dihasilkan melalui modifikasi pascatranslasi. Contoh yang paling terkenal dari
kelompok ini ialah nisin yang dihasilkan oleh Lactococcus lactis subsp. lactis.
Bakteriosin kelas I ini dibagi 2 subkelas yaitu Ia dan Ib.
Subkelas Ia
Bakteriosin subkelas Ia, termasuk nisin, terdiri atas peptida kationik dan
hidrofobik, bermuatan positif dan memiliki struktur yang lebih fleksibel
dibandingkan subkelas 1b yang kaku, dan bekerja dengan membentuk pori pada
membran sel target.
Subkelas Ib
Bakteriosin subkelas Ib merupakan peptida yang berbentuk bulat (globular),
strukturnya kaku, bermuatan negatif atau tidak bermuatan, dan bekerja dengan
mengganggu reaksi enzim penting dari bakteri yang sensitif.
b. Kelas II (Non-Lantibiotik)
Bakteriosin dengan bobot molekul kecil (< 10 kDa), tahan panas,
mengandung asam amino regular, dan aktif pada membran. Bakteriosin kelas II
dibagi 3 subkelas, yaitu IIa, IIb, dan IIc.
Subkelas IIa
Bakteriosin subkelas IIa terdiri atas peptida yang memiliki aktivitas antilisteria, aktif terhadap Listeria, misalnya pediocin. Peptida ini mengandung Nterminal sekuens Tyr-Gly-Asn-Gly-Val dan dua Sistein membentuk jembatan S-S
pada pertengahan N-terminal peptida.
Subkelas IIb
Bakteriosin subkelas IIb terbentuk dari adanya kompleks antara dua peptida
yang berbeda. Contohnya lactococcin B dan plantaricin EF JK.
Subkelas IIc
Bakteriosin subkelas IIc merupakan peptida yang dikeluarkan ke medium
pertumbuhan oleh bakteri penghasil yang bergantung pada jalur sekresi umum.
Contohnya divergicin A dan acidocin B.

5
c. Kelas III
Peptida dengan bobot molekul besar (> 30 kDa), tidak tahan terhadap panas,
contohnya Helviticin J, lactacin A dan B.
d. Kelas IV
Bakteriosin kelas ini merupakan bakteriosin kompleks protein dengan gugus
kimia lainnya seperti lipid atau karbohidrat.
Sejumlah bakteri asam laktat menghasilkan bakteriosin dengan berbagai
karakter dan spektrum kerja penghambatan yang berbeda-beda (Tabel 1).

Tabel 1 Bakteri asam laktat penghasil bakteriosin dan karakteristik bakteriosinnya
Mikrob Penghasil
Bakteriosin
Lactococcus lactis Nisin
subsp. lactis

Spektrum Kerja
Karakteristik
Bakteri Gram positif Kelas I Lantibiotik,
3.5 kDa, 34 asam
amino, tersedia komersial
Clostridium sp
Listeria
monocytogenes
Staphylococcus
aureus
Streptococcus
dysgalactiae
Enterococcus
faecalis
Propionibacterium
acne
Streptococcus
mutans

Kelas I lantibiotik 2
komponen, 4.2 kDa,
tahan panas, aktif
dalam kondisi asam
dan pH fisiologis

Lactococcus lactis Lactococcin B
subsp. cremoris

Lactobacillus

Kelas II bakteriosin,
±5 kDa, spektrum
sempit

Lactobacillus
acidophilus

Acidocin CH5

Bakteri Gram positif Kelas II bakteriosin,
Lactobacillus
bentuk agregat berat
molekul tinggi

Lactacin F

Lactobacillus
fermentum
Enterococcus
faecalis
Lactobacillus
delbrueckii
Lactobacillus
helveticus

Kelas II bakteriosin,
6.3 kDa, 57 asam
amino, tahan panas
pada 121°C selama
15 menit

Lactacin B

Lactobacillus

Kelas II bakteriosin,

Lacticin 3147

6

Lanjutan Tabel 1
derbweckii
Lactobacillus
helveticus
Lactobacillus
bulgaricus
Lactococcus lactis

6.3 kDa, tahan
panas, hanya dihasilkan pada kultur
dengan pH 5-6

Lactobacillus
amylovorus

Lactobin A

Lactobacillus
acidophilus
Lactobacillus
delbrueckii

Kelas II bakteriosin,
4.8 kDa, 50 asam
amino,
spektrum
sempit

Lactobacillus casei

Lactocin 705

Listeria
monocytogenes
Lactobacillus
plantarum

Kelas II bakteriosin
2 komponen (33
asam amino / komponen), 3.4 kDa

Leuconostoc
gelidum

Leucocin A

Lactobacillus
Enterococcus
faecalis
Listeria
monocytogenes

Kelas II bakteriosin,
3.9 kDa, 37 asam
amino, stabil pH
rendah, stabil setelah pemanasan

Leuconostoc
mesentroides

Mesentericin Y105

Enterococcus
faecalis
Listeria
monocytogenes

Kelas II bakteriosin,
3.8 kDa, 37 asam
amino, tahan panas
(60°C selama 120
menit pH 4.5)

Pediococcus
acidilactici

Pediocin F

Bakteri gram positif

Kelas II bakteriosin,
4.5 kDa, sensitif
enzim proteolitik,
resisten panas dan
larutan organik, aktif pada range pH
luas

Pediocin PA-1

Listeria
monocytogenes

Kelas II bakteriosin,
4.6 kDa, 44 asam
amino

Pediocin AcH

Bakteri gram positif Kelas II bakteriosin,
dan negatif
4.6 kDa, 44 asam
amino, spektrum luas

Pediocin A

Lactobacillus
Lactococcus
Leuconostoc
Pediococcus
Staphylococcus
Enterococcus
Listeria

Pediococcus
pentosaceous

Kelas II bakteriosin,
2.7 kDa, sensitif
enzim proteolitik,
tahan panas (100°C
10 menit)

7

Lanjutan Tabel 1
Clostridium
Enterococcus
faecium

Enterocin A

Listeria
monocytogenes
Pediococcus

Kelas II bakteriosin,
4.8 kDa, 47 asam
amino, tahan panas

Lactobacillus sake

Lactocin S

Lactobacillus
Leuconostoc
Pediococcus

Kelas I bakteriosin,
3.7 kDa, aktif pH
4.5-7.5

Sakacin P

Listeria
monocytogenes

Kelas II bakteriosin,
4.4 kDa, tahan panas

Lactobacillus
curvatus

Curvacin A

Listeria
monocytogenes
Enterococcus
faecalis

Kelas II bakteriosin,
4.3 kDa

Lactobacillus
helveticus

Helveticin J

Lactobacillus
bulgaricus
Lactococcus lactis

Kelas III bakteriosin, 37 kDa, spektrum sempit, sensitif
enzim proteolitik,
aktivitas berkurang
setelah pemanasan
100°C selama 30
menit

Sumber: Parada et al. (2007)

3 METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini (Gambar 2) meliputi isolasi bakteri asam laktat dari
sawi asin, seleksi BAL penghasil bakteriosin yang menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, pengendapan bakteriosin
dengan amonium sulfat, dialisis, dan karakterisasi aktivitas bakteriosin terhadap
pengaruh pH dan panas.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – November 2015,
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, Institut
Pertanian Bogor.

8
Isolasi BAL

Seleksi BAL Penghasil Senyawa
Antimikrob

Uji Aktivitas Antimikrob
Bakteriosin terhadap Bakteri Uji

Penentuan Kurva Tumbuh dan
Produksi Bakteriosin

Pengendapan bakteriosin dengan
amonium sulfat

Pengukuran
konsentrasi protein

Dialisis

Karakterisasi
Aktivitas Bakteriosin
terhadap pH dan
Panas

Uji aktivitas antimikrob
bakteriosin terhadap
bakteri uji

Identifikasi
BAL

Gambar 2 Diagram alur penelitian

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sawi fermentasi yang
diperoleh dari Pasar Anyar, Pasar Bogor, dan Pasar Gunung Batu, Kota Bogor,
Jawa Barat. Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang merupakan
koleksi Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Isolasi Bakteri Asam Laktat
Sebanyak 1 g sawi fermentasi dihaluskan lalu dimasukkan ke 9 ml larutan
garam fisiologis (NaCl) 0.85%. Selanjutnya dibuat pengenceran bertingkat 10-1 –

9
10-6 lalu diinokulasikan pada media MRSA (de Man Rogosa Sharpe Agar) +
CaCO3 0.5% (Desniar et al. 2013) dan diinkubasi dalam anaerobic jar pada suhu
ruang selama 48 jam. Isolat yang membentuk zona bening pada media kemudian
dimurnikan. Isolat murni yang diperoleh diinokulasikan ke media agar-agar
miring MRSA sebagai stok.

Seleksi BAL Penghasil Senyawa Antimikrob
Aktivitas antimikrob BAL terhadap bakteri S. aureus dan E. coli diuji
dengan disc diffusion method. Sebanyak 80 µl kultur cair isolat bakteri diteteskan
di atas kertas cakram. Selanjutnya 1 ml bakteri uji diinokulasi pada 100 ml media
NA yang mengandung 0.8% agar-agar. Lalu dituang ke cawan petri dan dibiarkan
hingga memadat. Kertas cakram kemudian diletakkan di atas permukaan media.
Selanjutnya cawan petri diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Aktivitas
antimikrob ditentukan dari zona hambat (bening) yang terbentuk. Pengukuran
diameter zona hambat dihitung dengan menggunakan persamaan:
IP μ

diameter zona hambat (mm) – diameter kertas cakram (mm)
diameter kertas cakram (mm)

Keterangan : IP = Indeks Penghambatan
Uji Aktivitas Antimikrob Bakteriosin terhadap Bakteri Uji
Isolat BAL yang memiliki aktivitas antimikrob terhadap bakteri uji
selanjutnya aktivitas antimikrob bakteriosinnya diuji dengan disk diffusion method.
Sebanyak 80 µl larutan supernatan diteteskan di atas kertas cakram. Selanjutnya 1
ml bakteri uji diinokulasi pada 100 ml media NA yang mengandung 0.8% agaragar. Lalu dituang ke cawan petri dan dibiarkan hingga memadat. Kertas cakram
kemudian diletakkan di atas permukaan media. Selanjutnya cawan petri
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Aktivitas antimikrob ditentukan dari
zona hambat (bening) yang terbentuk. Supernatan yang diperoleh dinetralkan pHnya (pH 7.0±0.2) dengan 1 M NaOH.

Penentuan Kurva Tumbuh dan Produksi Bakteriosin
Sebanyak 1 ose isolat bakteri terpilih ditumbuhkan di 50 ml media MRSB
kemudian diinkubasi secara anaerobik pada suhu ruang hingga sel bakteri
mencapai 108 CFU/ml. Selanjutnya 1% inokulum diinokulasi ke dalam media
MRSB 100 ml sebagai media produksi dan diinkubasi secara anaerobik pada suhu
ruang. Setiap 3 jam dilakukan pengambilan kultur sel untuk diukur densitas selnya
pada panjang gelombang 600 nm hingga 36 jam inkubasi. Kultur sel yang sama
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 7200 x g selama 15 menit. Supernatan
yang diperoleh merupakan ekstrak kasar bakteriosin yang selanjutnya diukur
aktivitas antimikrobnya. Supernatan yang diperoleh dinetralkan pH-nya (pH
7.0±0.2) dengan 1 M NaOH.

10
Pengendapan Bakteriosin dengan Amonium Sulfat
Supernatan diendapkan dengan amonium sulfat jenuh secara bertingkat pada
kisaran 0-80 % (Scopes 1994). Penambahan tersebut disertai pengadukan selama
1 jam pada suhu 4oC. Ekstrak kasar disimpan di dalam tabung sentrifus selama
semalam pada suhu 10oC, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4455 x g
selama 30 menit. Endapan dilarutkan dengan bufer fosfat 0.1 M pH 7
(perbandingan 1:1). Supernatan dan endapan diukur aktivitas penghambatan serta
kadar proteinnya.

Dialisis
Proses dialisis dilakukan menggunakan kantong dialisis (Sigma D0405)
dengan diameter 15 mm. Kantong dialisis yang akan digunakan dipersiapkan
terlebih dahulu sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Membran dicuci
dengan air mengalir selama 3-4 jam. Selanjutnya kantong dialisis direbus dalam
larutan natrium sulfit 0.3% (b/v) pada suhu 80°C selama 1 menit. Kantong dialisis
kemudian dicuci dengan air panas (60°C) selama 2 menit, diikuti dengan
pengasaman dengan larutan asam sulfat 0.2% (b/v), kemudian dicuci kembali
dengan air panas. Bakteriosin hasil pengendapan dilarutkan dengan bufer fosfat
0.1 M pH 7 lalu dimasukkan ke dalam kantong dialisis. Kantong dimasukkan ke
dalam wadah yang berisi bufer fosfat 0.01 M pH 7 (volume total 100x volume
sampel di dalam membran) sambil diaduk pelan dengan menggunakan pengaduk
magnet pada suhu 4°C. Proses dialisis dilakukan selama semalam dan bufer
diganti setelah jam ke-3 dan jam ke-7 dengan volume yang sama. Hasil dialisis
diuji aktivitas penghambatan serta kadar proteinnya.

Pengukuran Konsentrasi Protein
Konsentrasi protein diukur dengan metode Bradford (1976). Sebanyak 100
µl sampel direaksikan dengan 1 ml pereaksi Bradford, dikocok dengan vortex dan
didiamkan selama 10-20 detik. Sebanyak 100 µl akuades direaksikan dengan
pereaksi yang sama sebagai blanko, sedangkan sebagai standar protein digunakan
Bovine Serum Albumin (BSA), kadar protein diukur dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 595 nm.

Karakterisasi Aktivitas Bakteriosin
Karakterisasi aktivitas presipitat bakteriosin hasil pemurnian terhadap
berbagai pH dan suhu diuji dengan disc diffusion method terhadap bakteri uji.
Penentuan pH optimum aktivitas bakteriosin menggunakan bufer dengan rentang
pH 4-10 (selang 1 unit) menggunakan bufer sitrat 0.1 M (pH 4-6), bufer fosfat 0.1
M (pH 7-8) dan bufer glisin-NaOH 0.1 M (pH 9-10). Presipitat bakteriosin
dilarutkan pada bufer pH 4-10 lalu diinkubasi pada suhu ruang (±28°C) selama 30
menit. Selanjutnya aktivitas diuji terhadap bakteri uji yang diinkubasi pada suhu
37°C. Penentuan stabilitas aktivitas bakteriosin terhadap perlakuan panas diuji

11
pada rentang suhu 50°C-100°C (selang 10°C). Endapan bakteriosin dilarutkan
pada bufer dengan pH optimum (perbandingan 1:1), lalu diberikan perlakuan
renjatan panas pada masing-masing suhu 50, 60, 70, 80, 90, dan 100°C selama 10
menit. Selanjutnya aktivitas penghambatannya diuji terhadap bakteri uji yang
diinkubasi pada suhu 37°C.

Identifikasi Isolat Terpilih
Pewarnaan Gram dilakukan terhadap isolat terpilih. Ekstraksi DNA bakteri
dilakukan dengan menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell)
(Geneaid GB100). DNA genom bakteri selanjutnya diamplifikasi dengan PCR.
Primer yang digunakan ialah 63f (5′-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3′)
dan 1387r (5′-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3′) (Marchesi et al. 1998). Total
volume reaksi PCR 50 µl terdiri atas 25 µl Go Taq Green Master Mix 2X,
masing-masing primer 2 µl, template 4 µl dan 17 µl nuclease free water. PCR
dengan tahapan predenaturasi (94°C 4 menit), denaturasi (94°C 30 detik),
annealing (55°C 30 detik), elongation (72°C 1 menit), postelongation (72°C 7
menit), cooling (4°C 15 detik) dan berlangsung hingga 30 siklus. Hasil
amplifikasi PCR selanjutnya dilakukan proses elektroforesis pada tegangan arus
100 volt selama 30 menit. Hasil elektroforesis lalu diwarnai dengan Ethidium
bromida lalu diamati di bawah sinar UV pada mesin UV transiluminator
(Sambrook dan Russell 2001). Hasil amplifikasi gen 16S rRNA kemudian dikirim
ke PT. Genetika Science Indonesia (http://www.ptgenetika.com). Homologi
sekuen 16S rRNA yang diperoleh dianalisis dengan membandingkannya dengan
sekuen 16S rRNA yang tersedia di database nukleotida dari GenBank
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST).
Pensejajaran nukleotida dan pembuatan pohon filogenetik menggunakan program
MEGA 6. Pohon filogenetik dibuat dengan menggunakan metode NeighboorJoining dengan nilai bootstrap 1000x.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolat Bakteri Asam Laktat Hasil Isolasi
Hasil isolasi bakteri asam laktat pada media MRSA + CaCO3 0.5% dari 6
sampel sayur asin asal Bogor diperoleh 66 isolat bakteri (Tabel 2). Isolat bakteri
asam laktat ditandai dengan adanya zona bening di sekitar koloni bakteri (Gambar
3).

Gambar 3 Isolat bakteri asam laktat menunjukkan zona bening pada media MRSA
+ CaCO3 0.5%

12
Tabel 2 Hasil isolasi bakteri asam laktat dari sawi asin Kota Bogor
Total
Lokasi
Jumlah
Kode
Lama
Bakteri
No.
pH
Sampling
Sampel Sampel Fermentasi
(cfu/g)
1.
Pasar
PA1
3.83 5.6 x 107
Anyar,
2
2.79 x
PA2
3.32
Bogor
106
2.

3.

Pasar
Bogor,
Bogor
Pasar
Gunung
Batu, Bogor
Total

3

1
6

Jumlah
BAL
16
14

PB1
PB2

4 hari
2 hari

3.65 3.8 x 108
3.81 8.7 x 107

12
8

PB3

5–7 hari

3.49 7.7 x 106

6

PG1

≥ 7 hari

5.42 3.2 x 107

10
66

Aktivitas Antimikrob Bakteriosin terhadap Bakteri Uji
Sebanyak 66 isolat bakteri asam laktat yang telah dimurnikan diuji
aktivitasnya menghambat bakteri S. aureus dan E. coli. Semua isolat bakteri
tersebut memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri S. aureus dan E. coli
(Lampiran 1). Sepuluh isolat bakteri dengan indeks penghambatan (IP) tertinggi
dipilih berdasarkan kejernihan zona hambatnya (Tabel 3). Isolat PB3.6 memiliki
indeks penghambatan tertinggi terhadap bakteri S. aureus sebesar 1.13 dan
terhadap E. coli sebesar 0.83 dan indeks penghambatan tertinggi terhadap bakteri
E. coli ditunjukkan pula oleh isolat PB2.4 sebesar 0.83.
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antimikrob isolat BAL
No.

Kode Isolat BAL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

PA2.1
PA2.13
PB1.4
PB1.11
PB1.12
PB2.2
PB2.4
PB3.4
PB3.6
PG1.9

Indeks Penghambatan (IP)
S. aureus
E. coli
0.92
0.38
0.60
0.60
0.54
0.67
0.63
0.63
0.60
0.71
0.50
0.75
0.50
0.83
0.50
0.79
1.13
0.83
0.75
0.25

Supernatan 10 isolat terpilih memiliki aktivitas penghambatan terhadap
bakteri S. aureus dan E. coli. Dua isolat terpilih yang memiliki indeks
penghambatan tertinggi yaitu isolat PB3.6 dan PG1.9 (Tabel 4). Dua isolat terpilih
memiliki kemampuan menghambat bakteri S. aureus dan E. coli (Gambar 4) dan
diduga menghasilkan bakteriosin.

13
Tabel 4 Hasil uji aktivitas antimikrob supernatan isolat BAL
Indeks Penghambatan (IP)
Supernatan BAL
S. aureus
E. coli
PB3.6
0.50
0.40
PG1.9
0.42
0.50

Gambar 4 Zona hambat supernatan isolat PG1.9 terhadap bakteri S. aureus (a)
dan E. coli (c) dan isolat PB3.6 terhadap bakteri S. aureus (b) dan E.
coli (d)

10,5

0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0

8,5
7,5
6,5

Log Sel

(A)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39
Waktu (Jam)

10,5
9,5
8,5
7,5
6,5

(B)

0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39
Waktu (Jam)
E.coli

S. aureus

Indeks Penghambatan

Log Sel

9,5

Indeks
Penghambatan

Kurva Pertumbuhan dan Produksi Bakteriosin
Pengukuran pertumbuhan isolat dan pengujian aktivitas bakteriosin
dilakukan untuk mengetahui waktu optimum produksi bakteriosin oleh isolat
PB3.6 dan PG1.9. Isolat PB3.6 memiliki aktivitas bakteriosin tertinggi terhadap
E. coli pada akhir fase logaritmik pada jam ke-9 inkubasi dengan indeks
penghambatan sebesar 0.5, sedangkan isolat PG1.9 memiliki aktivitas bakteriosin
tertinggi terhadap E. coli pada fase stasioner pada jam ke-27 dan 30 inkubasi
dengan indeks penghambatan sebesar 0.41 (Gambar 5).

Log Sel

Gambar 5 Kurva pertumbuhan isolat PB3.6 (A) dan PG1.9 (B) dan aktivitas
bakteriosin terhadap bakteri S. aureus dan E. coli

14

0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi Amonium Sulfat (%)

Indeks Penghambatan

Supernatan

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0

Indeks Penghambatan

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0

0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi Amonium Sulfat (%)
Supernatan

Endapan

(A)

(B)

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0

0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi Amonium Sulfat (%)
Supernatan

(C)

Indeks Penghambatan

Indeks Penghambatan

Aktivitas Bakteriosin Hasil Pemekatan dengan Amonium Sulfat dan Dialisis
Hasil pengendapan bakteriosin menggunakan amonium sulfat (b/v)
menunjukkan bahwa bakteriosin isolat PB3.6 memiliki aktivitas endapan tertinggi
terhadap bakteri S. aureus pada konsentrasi amonium sulfat 40% sedangkan
terhadap bakteri E. coli pada konsentrasi amonium sulfat 80%. Bakteriosin isolat
PG1.9 memiliki aktivitas endapan tertinggi terhadap bakteri S. aureus dan E. coli
pada konsentrasi amonium sulfat 70% (Gambar 6)

Endapan

0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi Amonium Sulfat (%)
Supernatan

Endapan

Endapan

(D)

Gambar 6 Aktivitas bakteriosin hasil pengendapan amonium sulfat isolat PB3.6
terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) dan isolat PG1.9
terhadap bakteri S. aureus (C) dan E. coli (D)

Hasil pengendapan bakteriosin isolat PB3.6 dan PG1.9 menunjukkan
adanya peningkatan kadar protein dan aktivitas bakteriosin terhadap bakteri S.
aureus dan E. coli dibandingkan dengan ekstrak kasar. Indeks penghambatan
bakteriosin isolat PB3.6 meningkat sebesar 0.417 terhadap E. coli dan 0.385
terhadap S. aureus jika dibandingkan dengan ekstrak kasar. Indeks penghambatan
bakteriosin isolat PG1.9 meningkat sebesar 0.625 terhadap E. coli dan 0.521
terhadap S. aureus jika dibandingkan dengan ekstrak kasar. Akan tetapi setelah
dilakukan dialisis, terjadi penurunan kadar protein dan aktivitas bakteriosin.
(Tabel 5).

15
Tabel 5 Hasil pengendapan dan dialisis bakteriosin
Kode
Isolat

Bakteri
Uji

E. coli
PB3.6
S.
aureus

E. coli
PG1.9
S.
aureus

Tahapan
Ekstrak
kasar
Amonium
sulfat 80%
Dialisis
Ekstrak
kasar
Amonium
sulfat 40%
Dialisis
Ekstrak
kasar
Amonium
sulfat 70%
Dialisis
Ekstrak
kasar
Amonium
sulfat 70%
Dialisis

Volume
(ml)

Indeks
Penghambatan

Kadar
Protein
(mg/ml)

Total
Protein
(mg)

150

0.323

0.031

4.697

10

0.417

0.107

1.071

18

0.219

0.085

1.530

150

0.344

0.031

4.697

2

0.385

0.058

0.116

3

0.302

0.044

0.132

300

0.510

0.030

9.056

12

0.625

0.104

1.247

19.2

0.344

0.060

1.152

300

0.448

0.030

9.056

12

0.521

0.104

1.247

24

0.250

0.057

1.368

Keterangan: Total protein = kadar protein x volume

Stabilitas Aktivitas Bakteriosin terhadap Perlakuan pH dan Suhu
Aktivitas bakteriosin yang diproduksi oleh isolat PB3.6 dan PG1.9
dikarakterisasi aktivitasnya terhadap bakteri S. aureus dan E. coli berdasarkan pH
dan suhu. Bakteriosin hasil pengendapan isolat PB3.6 dan PG1.9 aktif
menghambat bakteri S. aureus dan E. coli setelah diberi perlakuan pH 4-10
selama 30 menit dan suhu 50-100°C selama 10 menit. Bakteriosin isolat PB3.6
dan PG1.9 hasil pengendapan memiliki aktivitas optimum terhadap bakteri E. coli
pada pH 4. Bakteriosin isolat PB3.6 memiliki aktivitas optimum terhadap bakteri
S. aureus pada pH 6 sedangkan bakteriosin PG1.9 pada pH 7. Aktivitas
bakteriosin menurun setelah diberi perlakuan panas. Aktivitas bakteriosin kontrol
(±28°C) lebih tinggi dibanding bakteriosin dengan perlakuan renjatan panas pada
suhu 50-100°C selama 10 menit (Gambar 7).

Identifikasi Isolat Bakteri Terpilih
Isolat PB3.6 dan PG1.9 merupakan bakteri Gram positif dan berbentuk
batang (Gambar 8). Identifikasi isolat secara molekuler dilakukan berdasarkan gen
16S rRNA. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA menggunakan primer 63f dan 1387f
(Marchesi et al. 1998) menghasilkan pita berukuran sekitar 1300 pb (Gambar 9).
Analisis sekuen gen penyandi 16S rRNA dengan data pada Gene Bank dengan
program BLAST-N menunjukkan bahwa isolat PB3.6 memiliki kemiripan dengan

16

0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
4

5

Indeks Penghambatan

(A)

6

7
8
9
pH
E. coli S. aureus

10

0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
50

60

70

80

90

1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0

E. coli

S. aureus

5

100

K

50

6

7
8
9
pH
E. coli S. aureus

10

1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0

Suhu (°C)

(C)

4

(B)

1,0

K

Indeks Penghambatan

1,0

Indeks Penghambatan

Indeks Penghambatan

Lactobacillus plantarum galur JBE 160 dengan tingkat kemiripan 96% dan isolat
PG1.9 memiliki kemiripan dengan L. brevis galur KLAB12 dengan tingkat
kemiripan 98% (Tabel 6). Analisis pohon filogenetik juga menunjukkan bahwa
isolat PB3.6 sangat berkerabat dekat dengan L. plantarum dan isolat PG1.9 sangat
berkerabat dekat dengan L. brevis (Gambar 10).

60

70

80

90

100

Suhu (°C)

(D)

E. coli

S. aureus

Gambar 7 Pengaruh perlakuan pH terhadap aktivitas bakteriosin isolat PB3.6 (A)
dan PG1.9 (B) dan perlakuan renjatan panas terhadap aktivitas
bakteriosin isolat PB3.6 (C) dan PG1.9 (D) terhadap bakteri S. aureus
dan E. coli. Keterangan: K = suhu ruang (±28°C)

Gambar 8 Hasil pewarnaan Gram isolat PB3.6 (A) dan PG1.9 (B) perbesaran
1000x

17

Gambar 9 Hasil elektroforesis amplifikasi isolat terpilih berdasarkan gen 16S
rRNA. M=1kb, Sumur (1) PG1.9 dan (2) PB3.6
Tabel 6 Analisis homologi sekuen gen 16S rRNA isolat bakteri asam laktat
menggunakan program BLAST-N
Kode
%
EDeskripsi
No Akses
Isolat
Identitas
value
PB3.6
Lactobacillus plantarum galur
96
0.0
KP887106.1
JBE 160
Lactobacillus plantarum galur
96
0.0
KP887104.1
JBE 60
Lactobacillus plantarum galur
96
0.0
KT887228.1
IMAU11209
Lactobacillus plantarum galur
96
0.0
KM513642.1
CSI7
PG1.9
Lactobacillus
brevis
galur
98
0.0
KM485589.1
KLAB12
Lactobacillus brevis galur AT198
0.0
KM392069.1
4
Lactobacillus brevis galur gp71
98
0.0
KM495920.1
Lactobacillus brevis galur FJ006
98
0.0
KP889231.1
Lactobacillus brevis galur BFE
98
0.0
EU147301.1
8325
Lactobacillus brevis strain BFE 8325
Lactobacillus brevis strain FJ006
99
Lactobacillus brevis strain gp71
Lactobacillus brevis strain AT1-4
100
Lactobacillus brevis strain KLAB12
PG1.9
Lactobacillus plantarum strain JBE 160
Lactobacillus plantarum strain JBE 60
100 Lactobacillus plantarum strain IMAU11209
PB3.6
Lactobacillus plantarum strain CSI7
Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614
0.05

Gambar 10 Konstruksi pohon filogenetik isolat PB3.6 dan PG1.9

18
Pembahasan
Sawi fermentasi merupakan sumber yang baik untuk eksplorasi bakteri asam
laktat (BAL) (Chao et al. 2009). Bakteri asam laktat berperan utama dalam
fermentasi sayur asin (Puspito dan Fleet 1985). Isolat bakteri asam laktat pada
media MRSA + CaCO3 0.5% ditandai dengan adanya zona bening di sekitar
koloni bakteri. Zona bening tersebut terbentuk karena isolat bakteri asam laktat
akan menghasilkan asam yang akan bereaksi dengan CaCO3, setelah masa
inkubasi 2-3 hari, di sekitar koloni yang tumbuh pada media akan terlihat adanya
daerah bening akibat terbentuknya Ca-laktat yang larut dalam media (Djide dan
Wahyudin 2008). Kelompok BAL merupakan kelompok bakteri gram positif,
tidak berspora, aerotoleran, kokus atau batang, memproduksi asam laktat sebagai
produk akhir utama selama fermentasi karbohidrat, katalase negatif (Axelsson
2004; Wright dan Axelsson 2012).
Enam puluh enam isolat bakteri asam laktat yang telah dimurnikan
selanjutnya diseleksi berdasarkan kemampuannya menghambat bakteri S. aureus
dan E. coli. Sepuluh isolat BAL dipilih berdasarkan indeks penghambatan
tertinggi (0.25-1.13). Aktivitas BAL tersebut menunjukkan bahwa BAL
menghasilkan senyawa antimikrob yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
S. aureus dan E. coli. Senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL, yaitu: asam
organik berupa asam laktat, hidrogen peroksida, diasetil, asetaldehid, D-isomer
asam amino, reuterin, dan bakteriosin (Yang et al. 2012).
Supernatan 10 isolat terpilih dinetralkan pH-nya dengan 1M NaOH. Proses
tersebut bertujuan untuk menghilangkan efek antimikrob dari asam organik yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut (Todorov et al. 2004; Gao et al. 2010). Hal ini
merupakan uji awal untuk menduga kemampuan isolat BAL menghasilkan
bakteriosin. Dua isolat yang memiliki indeks penghambatan tertinggi yaitu isolat
PB3.6 dan PG1.9. Supernatan isolat PB3.6 dan PG1.9 menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus dan E. coli dan diduga menghasilkan bakteriosin.
Aktivitas bakteriosin yang diproduksi oleh isolat PB3.6 dan PG1.9 dideteksi
sejak awal fase pertumbuhan. Aktivitas tertinggi bakteriosin isolat PB3.6
diperoleh pada akhir fase logaritmik pada jam ke-9 inkubasi dan aktivitas tertinggi
bakteriosin isolat PG1.9 diperoleh pada fase stasioner pada jam ke-27. Hal ini
menunjukkan bahwa bakteriosin mulai diproduksi pada fase logaritmik atau saat
pertumbuhan sel bakteri berlangsung cepat. Hasil yang diperoleh serupa dengan
yang dilaporkan oleh Todorov et al. (2004) bahwa aktivitas tertinggi bakteriosin
ST13BR yang diproduksi oleh Lactobacillus plantarum diperoleh pada akhir fase
logaritmik. Produksi optimum bakteriosin AMA-K yang diproduksi oleh
L. plantarum diperoleh pada akhir fase logaritmik (Todorov 2008). Hasil yang
diperoleh pada isolat PG1.9 sejalan dengan yang dilaporkan oleh Gautam et al.
(2014) bahwa produksi maksimum bakteriosin yang diproduksi oleh L. brevis UN
diperoleh pada awal fase stasioner.
Bakteriosin merupakan antimikrob protein yang disintesis oleh ribosom dan
dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil bakteriosin.
Hasil pengendapan dengan amonium sulfat memperkuat dugaan bahwa isolat
PB3.6 dan PG1.9 menghasilkan bakteriosin. Hal ini nampak dari hasil pengujian
aktivitas antimikrob endapan hasil pengendapan dengan amonium sulfat pada
konsentrasi 0-80% menunjukkan adanya aktivitas endapan terhadap bakteri

19
S. aureus dan E. coli. Akan tetapi, supernatan isolat PB3.6 dan PG1.9 juga
menunjukkan adanya aktivitas antimikrob terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.
Kadar protein supernatan lebih rendah dibandingkan dengan endapan. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob tersebut juga disebabkan oleh adanya
aktivitas senyawa nonprotein yang dapat berupa asam organik yang terdapat pada
supernatan.
Bakteriosin isolat PB3.6 memiliki aktivitas endapan tertinggi terhadap
bakteri S. aureus pada konsentrasi amonium sulfat 40% sedangkan terhadap
bakteri E. coli pada konsentrasi amonium sulfat 80%. Bakteriosin isolat PG1.9
memiliki aktivitas endapan tertinggi terhadap bakteri S. aureus dan E. coli pada
konsentrasi amonium sulfat 70%. Berbagai penelitian melaporkan bahwa
bakteriosin dapat mengendap pada konsentrasi amonium sulfat yang berbedabeda. Bakteriosin yang diproduksi oleh L. plantarum ST13BR dan L. plantarum
A-1 mengendap pada konsentrasi amonium sulfat 40% (Todorov et al. 2004; Hata
et al. 2010), bakteriosin L. brevis MTCC 7539 pada konsentrasi amonium sulfat
70% (Gautam dan Sharma 2009), dan bakteriosin L. salivarius SMXD51 pada
konsentrasi amonium sulfat 80% (Messaoudi et al. 2012). Penambahan amonium
sulfat berfungsi untuk memisahkan senyawa protein dan nonprotein dengan cara
mengendapkan protein dan mengurangi kelarutannya. Cara ini merupakan tahap
awal purifikasi. Ketika kelarutan protein menurun, interaksi antara sisi hidrofobik
akan membentuk agregat, lalu protein dari agregat tersebut yang mengandung
molekul protein yang berukuran besar akan terendapkan dan menghasilkan lebih
banyak endapan hingga konsentrasi maksimal. Konsentrasi optimum tersebut
disebut tingkat kejenuhan (Scopes 1994).
Hasil pengendapan protein isolat PB3.6 dan PG1.9 dengan amonium sulfat
menunjukkan adanya peningkatan kadar protein dan aktivitas endapan terhadap
bakteri S. aureus dan E. coli dibandingkan dengan ekstrak kasar. Hal ini
menegaskan dugaan bahwa senyawa protein yang dihasilkan oleh k