Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq]

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP
KEBERHASILAN STEK PUCUK
TEMBESU [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq]

SUSILO RAHMADIANTO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Asal Bahan
Dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans
(Roxb.) Miq] adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Susilo Rahmadianto
NIM E44080066

ABSTRAK
SUSILO RAHMADIANTO. Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap
Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq]. Dibimbing
oleh ISTOMO dan ATOK SUBIAKTO.
Fagraea fragrans dikenal dengan nama tembesu adalah jenis pohon berkayu
yang dimanfaatkan untuk kayu panel (MDF, medium density fiberboard), papan
partikel, venir dan furnitur. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keberhasilan
pertumbuhan asal bahan stek pucuk F. fragrans dan mempelajari pengaruh
kombinasi perlakuan antara asal bahan dengan media stek pucuk F. fragrans.
Stek pucuk F. fragrans dilakukan dengan menggunakan sistem KOFFCO. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa asal bahan stek dari bibit (semai juvenile)
memberikan persen bertunas 61.56%; persen hidup 91.42% dan persen berakar
76.33%. Selain itu, asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan
pengaruh sangat nyata panjang akar, berat basah akar, berat basah tunas, berat

berat kering akar dan berat kering tunas. Semakin bertambahnya umur pohon
induk, keberhasilan stek semakin berkurang. Jenis media stek cocopeat (serbuk
sabut kelapa) dengan sekam padi memberikan pengaruh nyata terhadap parameter
panjang akar, berat basah akar dan sangat nyata pada parameter berat kering akar.
Terdapat Interaksi antara asal bahan stek dengan media stek, yaitu pada parameter
panjang akar, berat basah akar dan berat kering akar.
Kata kunci: Fagraea fragrans, stek pucuk, umur pohon induk

ABSTRACT
SUSILO RAHMADIANTO. Effect of material and media cuttings on successful
of shoot cuttings Fagraea fragrans. Supervised by ISTOMO and ATOK
SUBIAKTO.
Fagraea fragrans known as tembesu is a tree species used for wood panel
(MDF, medium density fiberboard), particle board, veneer and furniture. This
study aimed to determine successful growth of shoot cuttings and material F.
fragrans and to study the effect treatment combination the origin of cutting
material and media. KOFFCO system is used for shoot cuttings F. fragrans. The
results showed that the cutting material from juvenile shoot the higher percentage
of shoot sprouting, survived and rooted are sprouted 61.56%; 91.42% and
76.33%. In addition, the seed material cuttings provide a very real effect on root

length and root wet weight, shoot wet weight, root dry weight and shoot dry
weight. The increasing age of the parent tree, diminishing cuttings success. The
media cuttings cocopeat (coir dust) with paddy husk gives significant effect on
root length parameter, root wet weight and very real effect at parameter root dry
wet. There are interaction between the cuttings material with media cuttings, like
root length parameter, root wet weight and root dry weight.
Key words: age of the parent tree, cutting and Fagraea fragrans

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP
KEBERHASILAN STEK PUCUK
TEMBESU [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq]

SUSILO RAHMADIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur


DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek
Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq]
Nama
: Susilo Rahmadianto
NIM
: E44080066

Disetujui oleh

Ir. Atok Subiakto, MAppSc
Pembimbing II

Dr. Ir. Istomo, MS
Pembimbing I


Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS 
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek
Pucuk Tembesu [Fagraeafragrans (Roxb.) Miq]
Nama
: Susilo Rahmadianto
NIM
: E44080066

Disetujui oleh

Dr. Ir. Istomo, MS
Pembimbing I


Tanggal Lulus:

'2 4 JAN 2014

Sc
Pemblmbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah
stek pucuk, dengan judul Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap
Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq].
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Istomo, MS, Bapak Ir.
Atok Subiakto, M.App.Sc selaku pembimbing, Ibu Dr. Ir. Noor Farekah Haneda,
M.Si selaku ketua sidang dan Bapak Ir. Siswoyo, M.Si. selaku penguji dari
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Keluarga besar Komatsu Ltd, bagian
Silvikultur Penelitian Pengembangan Kehutanan dan Rehabilitasi Litbang Bogor,
Bapak Toni Kartiman beserta semua staf dari Balai Perbenihan Tanaman Hutan

Palembang, semua staf Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor, keluarga
besar Lab Ekologi Hutan atas dukungan, kerja sama, bantuan literatur dan ilmu
yang diberikan, Keluarga besar Padang Golf Halim, yang telah membantu dalam
penelitian saya dan teman-teman Silvikultur 45 yang selalu memberikan motivasi
dan semangat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Susilo Rahmadianto

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Jenis Fagraea fragrans
Faktor Juvenilitas
Definisi Stek dan Macamnya
Fakor Penentu Keberhasilan Stek
Media Tanam
Jenis Media
Perhutanan Klonal
Sistem KOFFCO
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Kerja
Parameter yang Diamati
Rancangan Percobaan
Teknik Pengambilan Data
Analisis Data

HASIL
Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen bertunas stek
pucuk F. fragrans
Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen hidup stek
pucuk F. fragrans
Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen berakar stek
pucuk F. fragrans
Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap panjang akar stek
pucuk F. fragrans
Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah akar
stek pucuk F. fragrans
Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah tunas
stek pucuk F. fragrans
Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering akar
stek pucuk F. fragrans
Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering tunas
stek pucuk F. fragrans

viii
viii

ix
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
5
6
6
7
8
9
9
9
9

9
10
10
11
13
14
14
16
19
21
22
24
26
27

PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

29
31
31
32
33
35
41

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8

9

Analisis ragam data pengamatan
Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen
bertunas stek pucuk F. fragrans
Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen
hidup stek pucuk F. fragrans
Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen
berakar stek pucuk F. fragrans
Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap panjang
akar stek F. fragrans
Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat
basah akar stek F. fragrans
Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat
basah tunas stek F. fragrans
Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat
basah kering akar stek F. fragrans
Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat
kering tunas stek F. fragrans

13
15
17
19
21
22
24
26

27

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Jenis Fagraea fragrans
Perkembangan persen bertunas stek pucuk F. fragrans pada setiap
minggu.
Persen bertunas stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan
Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada
parameter persen bertunas di setiap minggu
Perkembangan persen hidup stek pucuk F. fragrans pada setiap
minggu
Persen hidup stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan
Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada
parameter persen hidup di setiap minggu
Persen berakar stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan
Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada
parameter persen berakar di akhir pengamatan
Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada
parameter panjang akar di akhir pengamatan
Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada
parameter berat basah akar di akhir pengamatan
Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada
pada parameter berat basah tunas di akhir pengamatan
Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada
parameter berat kering akar di akhir pengamatan

3
14
15
16
17
17
18
19
20
22
24
25
27

14

Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada
parameter berat kering tunas di akhir pengamatan

28

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Hasil pengolahan data analisis statistik persen bertunas stek pucuk
F. fragrans
Hasil pengolahan data analisis statistik persen hidup stek pucuk F.
fragrans
Hasil pengolahan data analisis statistik persen berakar dan panjang
akar stek pucuk F. fragrans pada minggu ke 12
Hasil pengolahan data analisis statistik berat basah akar dan berat
basah tunas stek pucuk F. fragrans pada minggu ke 12
Hasil pengolahan data analisis statistik berat kering akar dan berat
kering tunas stek pucuk F. fragrans pada minggu ke 12

36
37
38
39
40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setelah reformasi tahun 1997-1998, penebangan pohon menjadi salah satu
sumber pendapatan tunai bagi masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadinya
peningkatan deforestasi hutan yang tinggi, sekitar 2.01 juta ha per tahun. Kegiatan
penebangan pohon tersebut juga menjadikan jenis pohon tembesu tidak luput dari
kegiatan penebangan. Keberadaan salah satu populasi pohon di hutan alam yang
dilindngi tersebut semakin berkurang pada waktu itu. Menurut Lemmens,
Soerianegara dan Wong (editors) (1995), tembesu adalah salah satu contoh dari
jenis kayu komersial lokal. Jenis pohon tembesu (Fagraea fragrans) memiliki
berat jenis 0.81 g/ cm3, kelas kuat kayu I dan kelas awet II. Selain itu, kayunya
dimanfaatkan untuk kayu panel (MDF, medium density fiberboard), papan
partikel, venir dan furnitur.
Saat ini, populasi pohon tembesu masih cukup banyak khususnya di wilayah
Sumatra, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Akan tetapi,
untuk di daerah Palembang keberadaan jenis kayu ini kian langka dan harganya
mahal (harga jual 3-6 juta per m3). Hal ini dikarenakan kayu tembesu merupakan
bahan utama dari pembuatan seni ukir Palembang, yaitu kayu berurat dan lembut
namun sangat tahan lama. Solusi untuk mengatasi kelangkaan kayu tersebut
dengan pembangunan hutan tanaman, khusunya hutan rakyat dan hutan tanaman
rakyat.
Sebagian besar pohon tembesu memiliki batang yang tidak terlalu lurus
sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi untuk mengolahnya menjadi
sortimen-sortimen kayu. Selain itu, pada waktu pemanenan, pohon tembesu
memiliki masa daur yang lama sekitar 20 tahun. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya perbanyakan vegetatif (stek pucuk) dengan pemilihan individu yang
memiliki fenotipe dan genotipe yang unggul untuk digunakan dalam pembuatan
hutan rakyat dan hutan tanaman rakyat melalui tahapan seleksi pohon plus pada
kegiatan pemuliaan pohon.

2

Perumusan Masalah
Pohon tembesu sebagian besar memiliki batang yang tidak terlalu lurus
sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi untuk mengolahnya menjadi
sortimen-sortimen kayu. Pada waktu pemanenan, pohon tembesu memiliki masa
daur yang lama sekitar 20 tahun. Oleh karena itu, perlu pengetahuan mengenai
teknik budidaya pohon tembesu melalui perbanyakan vegetatif (stek pucuk) secara
massal dengan pemilihan individu-individu yang memiliki fenotipe unggul
melalui tahapan seleksi pohon plus pada kegiatan pemuliaan pohon. Pemuliaan
pohon biasanya dilakukan pada waktu setengah masa daur. Semakin
bertambahnya umur pohon induk maka keberhasilan penyetekan yang ditunjukkan
dengan kemampuan berakar dari stek akan semakin berkurang. Melalui stek
pucuk pohon yang sudah tua, pada akhirnya diharapkan tetap mampu diperbanyak
untuk dijadikan sebagai sumber bibit klon dan dapat mempertahankan sifat
fenotipe dan genotipe unggul yang ada pada pohon tersebut, sehingga akan sangat
mendukung untuk pembuatan hutan rakyat dan hutan tanaman rakyat yang baik
dari segi kualitas dan kuantitasnya.   
 
 

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui keberhasilan pertumbuhan
asal bahan stek pucuk F. fragrans; 2) Mempelajari pengaruh kombinasi perlakuan
antara asal bahan dengan media stek pucuk F. fragrans.
.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah tersedianya informasi tentang peluang
perbanyakan dari stek pucuk F. fragrans dari berbagai asal bahan stek dan
keterkaitannya dengan media stek sebagai sumber pengadaan bahan stek dalam
jumlah besar dan memiliki kualitas yang baik.

Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.

Pengamatan pertumbuhan bahan stek pucuk F. fragrans yang berasal dari
bibit (semai juvenile), trubusan pohon tua dan pucuk pohon tua.
Analisis mengenai interaksi antara media tanam dengan bahan stek pucuk F.
fragrans yang berasal dari bibit (semai juvenile), trubusan pohon tua dan
pucuk pohon tua.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Jenis Fagraea fragrans
Jenis F. fragrans dalam kayu perdagangan Indonesia dikenal dengan nama
tembesu. Daerah penyebarannya terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Papua. Tumbuh pada ketinggian 0-500 m di atas
permukaan laut pada wilayah beriklim basah sampai agak kering dengan tipe
curah hujan A-B. Pohon ini memiliki kulit batang luar berwarna coklat sampai
hitam, beralur dangkal dan sedikit mengelupas (Martawijaya et al.1989). Kayu
teras berwarna coklat-kuning muda. Tinggi pohon tembesu mencapai 55 m,
dengan panjang batang bebas cabang sampai 25 m, diameter mencapai 135 cm
(Whitmore 1975). Kayu gubal umumnya berwarna lebih muda. Buah berdaging
bertipe buni (berry), berbentuk elips berwarna orange sampai merah (BPTH
Sumatra 2002). Menurut Lemmens, Soerianegara dan Wong (editors) (1995),
tembesu memiliki daun tunggal berwarna hijau dengan posisi daun berhadapan
silang. Bunga berwarna putih krem dengan aroma yang khas. Kegunaan kayu
tembesu terutama untuk konstruksi bangunan berat di tempat yang terbuka
maupun berhubungan dengan tanah, balok jembatan, tiang rumah, kapal, bantalan
rel kereta api. Perbanyakan tanaman tembesu dapat terjadi secara alamiah, hal ini
dapat dilihat pada bekas tebangan tembesu, banyak tumbuh kelompok-kelompok
anakan muda (Martawijaya et al.1989). Jenis pohon F. fragrans ditunjukkan pada
Gambar 1

(a)
Kerajaan
Divisi
Kelas
Bangsa
Suku

: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Gentianales
: Loganiaceae

(b)

(c)

Marga : Fagraea
Jenis : Fagraea fragrans

Gambar 1 Jenis Fagraea fragrans (a) pohon muda (b) buah pada pohon muda (c)
buah.

4

Faktor Juvenilitas
Fase awal perkembangan tumbuhan dikenal dengan sebutan fase juvenile.
Fase ini dicirikan oleh penampakan fisik dan aktifitas yang berbeda seperti yang
ditemukan pada fase selanjutnya atau fase dewasa (Adams et al.1995). Menurut
Riodevriza (2010), fase dewasa yang pada dasarnya digunakan untuk reproduksi,
kurang berguna untuk perbanyakan secara vegetatif (perbanyakan massal melalui
perbanyakan klon pohon induk). Keadaan ini dikarenakan keseimbangan
hormonal yang berbeda dalam jaringan.
Fase juvenile dari perkembangan tanaman dapat didefinisikan sebagai masa
awal dari pertumbuhan ketika meristem apikal tidak akan merespon kondisi
internal atau eksternal untuk memulai masa pembungaan secara khusus. Fase ini
dicirikan oleh peningkatan ukuran secara eksponensial, ketidak mampuan berubah
dari fase perkembangan vegetatif menuju kedewasaan reproduktif ke arah
pembentukan bunga, bentuk morfologi, dan ciri fisiologi yang khusus, termasuk
bentuk daun, duri, vigor atau daya tahan terhadap penyakit, dan kemampuan yang
besar untuk menumbuhkan kembali tunas dan akar adventif (Arteca 1996).

Definisi Stek dan Macamnya
Stek adalah pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif
yang dipisahkan dari pohon induk dan apabila ditanam dalam kondisi yang
menguntungkan untuk beregenerasi, akan berkembang menjadi tanaman yang
sempurna. Pembiakan vegetatif dapat dilakukan dengan cara stek (cutting),
cangkok (layering), tempelan (budding), dan sambungan (grafting) (Soerianegara
dan Djamhuri 1979).
Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), penyetekan dapat didefinisikan
sebagai suatu perlakukan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman
seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar bagian-bagian tersebut
membentuk akar. Pembiakan vegetatif cara stek umumnya untuk menanggulangi
tanaman-tanaman yang tidak mungkin diperbanyak dengan biji, melestarikan
tanaman yang unggul dan juga memudahkan atau mempercepat perbanyakan
tanaman.
Walaupun sebagian besar tanaman mampu bereproduksi secara seksual
dalam siklus hidupnya, semua tanaman memiliki kemampuan untuk bereproduksi
secara aseksual melalui perbanyakan vegetatif (Adams et al. 1995). Harahap
(1972) menyatakan bahwa secara garis besar, pembiakan vegetatif dibagi dua,
yaitu:
a.
Allovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif dari dua jenis genotip
yang berbeda seperti pada sambungan dan okulasi.
b.
Autovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif dari genotip yang
sama pada stek dan cangkok.
Menurut Rochiman dan Hardjadi (1973), Alasan utama dilakukannya
pembiakan vegetatif adalah banyak tanaman yang tidak akan menyerupai
induknya bila dibiakkan dengan biji. Penyebab lainnya adalah:

5
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tanaman tidak atau sedikit menghasilkan biji.
Tanaman menghasilkan biji tetapi sukar untuk berkecambah.
Beberapa tanaman lebih resisten terhadap hama dan penyakit bila mereka
timbul pada akar-akar yang berhubungan dengan tanaman tersebut.
Beberapa tanaman lebih tahan terhadap suhu dingin bila disambungkan pada
batang jenis lain.
Tanaman akan lebih kuat untuk disambungkan.
Tanaman akan lebih ekonomis bila dibiakkan secara vegetatif.

Faktor Penentu Keberhasilan Stek
Secara umum faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu faktor dalam dan faktor luar
(lingkungan) tanaman (Hartmann et al. 1997).
1.
Faktor dalam
a. Jenis tanaman
Beberapa jenis pohon kehutanan dapat dibiakkan dengan metode stek, baik
itu stek dengan stek akar, stek batang, stek pucuk maupun stek daun, tetapi
beberapa pohon justru tidak bisa dibiakkan dengan metode stek.
b. Bahan stek
Bahan stek meliputi nutrisi yang terkandung dalam bahan stek,
ketersediaan air, kandungan hormon endogen dalam jaringan stek, kehadiran
hama penyakit serta umur pohon induk dan umur bahan stek itu sendiri (Danu
2009; Riodevriza 2010).
2.
Faktor luar (Lingkungan)
a. Suhu
Kisaran suhu yang baik untuk pembentukan perakaran adalah 21-270C.
Setiap jenis akan mempunyai suhu yang berbeda-beda dalam kisaran 21-270C
untuk merangsang pembentukan primordial masing-masing jenis (Hartmann et al.
1997).
b. Media perakaran
Jenis media yang dapat digunakan untuk media perakaran akan sangat
mempengaruhi kemampuan stek untuk membentuk akar. Karakteristik jenis
media tanam yang dipilih adalah dapat menyimpan dan mempertahankan zat cair
yang diberikan serta menjaga kadar air udara (kelembaban) (Hartmann et al.
1997).
c. Kelembaban udara
Kelembaban udara pada bahan stek sebaiknya diatas 90% terutama sebelum
stek mampu untuk membentuk akar karena kelembaban yang tinggi akan
menghambat laju evapotranspirasi stek, serta mencegah stek dari kekeringan dan
kematian (Hartmann et al. 1997).

6
d. Intensitas cahaya
Cahaya dibutuhkan tanaman sebagai salah satu komponen fotosintesis,
untuk itu cahaya yang sesuai untuk tanaman akan menentukan keberhasilan stek.
Pengaturan intensitas cahaya dapat dilakukan dengan pengaturan intensitas
naungan (Hartmann et al. 1997).
3.

Faktor pelaksanaan
Pelaksanaan penyetakan, mulai dari pemotongan bahan stek, penanaman
sampai pemeliharaan akan mempengaruhi keberhasilan stek. Selain itu, dalam
penyetekan dibutuhkan peralatan yang bersih dan steril sehingga memperkecil
kemungkinan stek terserang oleh hama penyakit (Hartmann et al. 1997).

Media Tanam
Salah satu penentu keberhasilan dalam kegiatan penyetekan adalah media
tanam. Oleh karena itu, penentuan media tanam yang baik dan sesuai sangat
dianjurkan. (Sakai dan Subiakto 2007), menyatakan beberapa kriteria yang bisa
digunakan untuk pemilihan media :
a. Kandungan kimia. Hal yang perlu diperhatikan adalah kadar garam, tingkat
keasaman, dan tingkat ionisasi pada media. Jika kandungan tidak diperhatikan,
maka proses penyerapan air oleh bahan stek akan terganggu. Media yang baik
adalah yang memiliki kandungan kadar garam rendah, pH netral, serta
memiliki tingkat ionisasi yang rendah.
b. Sifat fisik. Beberapa diantaranya adalah kemampuan mengikat air dan
porositas media. Porositas dicirikan dari besarnya kandungan udara dalam
media (aerasi) yang penting untuk media stek. Sifat media terbaik adalah
media stek yang aerasinya cukup, namun tetap dapat mengikat air dengan
baik.
c. Kandungan mikrobiologi. Mikrobiologi (bakteri, spora atau hifa jamur) dapat
mempengaruhi bahan stek dengan membusukkan batang stek, atau bagian
lain dari bahan. Penciptaan kondisi yang higienis (populasi mikroba rendah)
sangat dibutuhkan.

Jenis Media
1.

Arang sekam
Arang sekam yang digunakan untuk media berasal dari pembakaran sekam
padi kering. Arang sekam ini bersifat mudah mengikat air, tidak cepat lapuk, tidak
cepat menggumpal, tidak mudah ditumbuhi jamur dan bakteri, serta dapat
menyerap senyawa toksin atau racun dan melepaskannya kembali saat penyiraman
serta merupakan sumber kalium bagi tanaman. Akar tumbuhan dapat tumbuh
sempurna karena terjamin kebersihan dan terbebas dari jasad renik yang dapat
mengganggu pertumbuhan (Purwanto, 2010a).

7
2.

Cocopeat (Serbuk sabut kelapa)
Cocopeat (serbuk sabut kelapa) berasal dari kulit buah kelapa yang sudah
tua. Cocopeat memiliki ciri-ciri berserat banyak, ringan, tidak menempel pada pot,
dan mudah dalam pemeliharaan. Kelebihan-kelebihannya antara lain adalah
mudah mengikat dan menyimpan air, mengandung unsur-unsur hara makro yang
diperlukan (N, P, K, Ca dan Mg), serta mudah diperoleh dalam jumlah banyak.
Selain kaya akan unsur makro, cocopeat juga kaya akan bahan organik, abu,
pektin, hemiselulosa, selulosa, pentosa dan lignin (Purwanto, 2010a).
3.

Sekam padi
Sekam padi yang digunakan untuk media tanam adalah sekam padi yang
sudah matang pemeramannya. Bila sekam padi belum benar-benar matang, maka
bisa jadi akan ada bibit padi yang tumbuh. Proses yang tidak diinginkan ini akan
menghasilkan panas, dan membutuhkan banyak unsur nitrogen, sehingga tanaman
dapat kekurangan unsur nitrogen (Purwanto, 2010b).
4.

Pasir Zeolit
Pasir zeolit adalah mineral senyawa alumina silikat hidrat dengan logam
alkali dan alkali tanah, yang memiliki struktur kerangka yang berbentuk rongga.
Sifat-sifat potensial pasir zeolit yang penting adalah: 1. Kemampuan pertukaran
ion; 2. Absorpsi dan sifat penyaring molekul; 3. Dehidrasi dan rehidrasi
(Mumpton, 1984 dalam Situmorang, 1993).

Perhutanan Klonal
Perhutanan klonal atau bisa disebut juga dalam istilah asing Clonal forestry
sering diterjemahkan menjadi adalah sistem pembangunan suatu hutan tanaman
dengan menggunakan klon. Klon adalah material genetik yang terseleksi dan
dikembangbiakan secara vegetatif (asexual). Metode vegetatif yang paling umum
dilaksanakan dalam pembangunan Clonal forestry adalah dengan teknik Rooted
cutting (stek) baik itu mini cutting atau macro cutting. Mini cutting adalah
material vegetatif tanaman yang terdiri dari pucuk tanaman dan beberapa lembar
daun di bawah pucuk tanaman yang diperoleh clonal hedges (kebun pangkas
klonal), sementara macro cutting umumnya tanpa menggunakan pucuk tetapi
hanya menggunakan beberapa lembar daun yang dipotong sebagian (Sipayung
2012).
Menurut Sipayung (2012), pada saat merencanakan pembangunan hutan
tanaman dengan sistem clonal forestry, ada beberapa syarat yang harus
diperhatikan, yaitu:
1.

Material klonal
Material klonal yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat yang
dibutuhkan sesuai dengan peruntukan kayu hutan tanaman tersebut. Syarat klon
yang umum adalah :
a.
Pertumbuhan cepat dan tinggi.

8
b.
c.
d.
e.

Mudah dikembangbiakkan secara massal.
Respon terhadap pemupukan.
Optimal dalam ketahanan terhadap hama penyakit penting.
Mempunyai wood properties yang sesuai dengan
membutuhkannya.

industri

yang

2.

Interaksi klon dengan kualitas tapak (tempat tumbuh)
Klon biasanya sangat kuat berinteraksi dengan lingkungan tempat
tumbuhnya, karena bagaimana pun klon diseleksi berdasarkan interaksinya
dengan lingkungan, atau sering disebut dengan P = G + E, dimana interaksi
Genotype (klon) dengan Environment (Lingkungan) akan menghasilkan
Phenotype (Performance, Production, Phenotype) (Soerianegara 1970).
3.

Perbanyakan klon
Pengembangan perhutanan klonal akan berhubungan dengan bagaimana
menghasilkan bibit-bibit vegetatif dari klon yang terseleksi. Perbanyakan klon ini
akan menyangkut rooting ability (kemampuan menghasilkan akar) dan shoot
ability (kemampuan menghasilkan trubusan).
4.

Aspek ekonomi
Hasil perhutanan klonal adalah produktivitas tanaman kehutanan yang
optimal. Adanya keseragaman produk yang tinggi, maka salah satu nilai yang
dapat dicapai dengan perhutanan klonal adalah nilai ekonomis yang tinggi.

Sistem KOFFCO
Teknik stek pucuk KOFFCO (Komatsu Forest Researh and Development
Agency Fog Cooling) system merupakan teknologi yang dikembangkan untuk
perbanyakan massal jenis-jenis Dipterocarpaceae dan jenis indigenous lainnya.
Pengembangan sistem KOFFCO melalui teknik pendinginan rumah kaca meliputi
pengkabutan, proses pembuatan stek, pembuatan media, proses perawatan bibit
stek pada tahap pembentukan akar stek dan tahap adaptasi stek di persemaian.
Sistem KOFFCO dirancang agar kondisi lingkungan stek dapat
dipertahankan pada tingkat yang optimal untuk proses pembentukan akar.
Mekanisme kerja sistem KOFFCO mengatur kondisi temperatur di dalam rumah
kaca tidak melebihi 300C, kelembaban 95% dan kisaran intensitas cahaya pada
kisaran 10.000-20.000 lux. Alat yang digunakan menjaga temperatur di dalam
rumah kaca di bawah 300C dengan menggunakan sistem pendingin. Selain itu
untuk menjaga kelembaban di atas 95% digunakan sungkup propagasi transparan,
sedangkan untuk menjaga intensitas cahaya pada kisaran 10.000-20.000 lux
digunakan shading net. Mekanisme ini terintegrasi menjadi satu paket teknologi
sistem KOFFCO (Sakai dan Subiakto 2007).

9

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dimulai dari bulan November 2012 sampai Februari 2013,
dilaksanakan di persemaian rumah kaca dengan sistem KOFFCO Badan Pusat
Penelitian Pengembangan Kehutanan dan Rehabilitasi Bogor, Jawa Barat.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bibit (semai juvenile) F.
fragrans yang berumur 1 tahun, trubusan pohon tua dan bagian pucuk pohon tua,
zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F secukupnya, cocopeat (serbuk sabut
kelapa) dengan sekam padi dengan perbandingan 2:1, pasir zeolit dan arang
sekam padi, sebagai media perakaran.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain sungkup propagasi
berukuran 66 x 37 x 33 cm, gunting stek, pot-tray, pasir zeolit, sprayer, ember,
label, kamera digital, alat tulis (buku saku, pensil, penggaris) timbangan digital, 1
unit perangkat laptop beserta software SAS Portable v9. Ruang pengakaran stek
menggunakan sistem KOFFCO yang memiliki suhu kurang dari 300C,
kelembaban udara lebih dari 95%, dan intensitas cahaya antara 10.000-20.000 lux.

Prosedur Kerja
Penyiapan sungkup propagasi
Sungkup yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu dengan
cara dicuci. Kemudian pada bagian dasarnya diberi pasir zeolit setinggi 1 cm
untuk menjaga kestabilan kelembaban dalam sungkup.
Penyiapan media
Media perakaran yang berasal dari campuran cocopeat (serbuk sabut
kelapa) dan sekam padi dicampur dengan perbandingan 2:1. Sekam padi
sebelumnya dilakukan pengukusan. Bahan pasir zeolit dan arang sekam padi
dicuci bersih.
Penyedian bahan stek
Asal bahan bibit (semai juvenile) diperoleh dengan mengambil langsung
dari persemaian. Selanjutnya bahan stek dari trubusan pohon tua diambil secara
langsung. Pengambilan bahan stek dilakukan dengan cara pemanjatan untuk
bahan stek dari pucuk pohon tua.

10

Pemotongan bahan stek
Pemotongan bahan stek dilakukan dengan cara memotong bagian pucuk
sepanjang 5-7 cm. Pada bagian pangkal disayat dengan kemiringan 450, kemudian
menyisakan 2 helai daun yang sebelumnya telah dipotong dengan menyisakan 1/3
bagiannya.
Pemberian zat pengatur tumbuh
Bagian bawah stek dibubuhi zat pengatur tumbuh Rootone-F sampai
secukupnya menutupi permukaan sayatan.
Penanaman bahan
Sebelum ditanam media stek disiram air agar lembab, kemudian media
dibuat lubang seukuran batang stek dan ditancapkan ke dalam media.
Pemeliharaan stek
Pemeliharaan stek meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, dan
pembuangan daun yang rontok agar tidak menimbulkan penyakit.

Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dan diukur meliputi persen bertunas stek, persen
hidup stek, persen berakar stek, panjang akar, berat basah akar stek, berat basah
tunas stek, berat kering akar stek dan berat kering tunas.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
percobaan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
menggunakan 2 faktor, yaitu faktor 1 asal bahan stek yang terdiri dari 3 taraf dan
faktor 2 media stek dengan 3 taraf. Pada setiap perlakuan diberi ulangan sebanyak
4 kali dengan sub ulangan masing-masing 25 unit stek.
Faktor A: asal bahan stek terdiri dari 3 taraf, yaitu:
A1: bibit (semai juvenile)
A2: trubusan pohon tua
A3. pucuk pohon tua.
Faktor B: media stek yang terdiri dari 3 taraf, yaitu:
M1: media cocopeat (serbuk sabut kelapa) + sekam padi
M2: media pasir zeolit
M3: media arang sekam padi
Dengan demikian, dalam penelitian ini terdapat 9 kondisi, yaitu:
A1M1: asal bahan stek dari bibit F. fragrans dan media stek cocopeat + sekam
padi.

11
A2M1: asal bahan stek trubusan pohon tua F. fragrans dengan media stek
cocopeat + sekam padi.
A3M1: asal bahan stek dari pucuk pohon tua F. fragrans dengan media stek
cocopeat + sekam padi.
A1M2: asal bahan stek dari bibit F. fragrans dan media stek pasir zeolit.
A2M2: asal bahan stek dari trubusan pohon tua F. fragrans dengan media stek
pasir zeolit.
A3M2: asal bahan stek dari pucuk pohon tua F. fragrans dengan media stek pasir
zeolit.
A1M3: asal bahan stek dari bibit F. fragrans dan media stek arang sekam padi.
A2M3: asal bahan stek dari trubusan pohon tua F. fragrans dengan media stek
arang sekam padi.
A3M3: asal bahan stek dari pucuk pohon tua F. frgarans dengan media tanam
arang sekam padi
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan diolah dan dianalisis dengan
menggunakan sidik ragam. Model matematis yang digunakan adalah sebagai
berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006):
Yijk = µ + τi + αj + (τα)ij + εijk
Keterangan:
Yijk = Nilai rata-rata pada perlakuan ke-i, ke-j dan ulangan ke-k.
µ
= Nilai rata-rata umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i
αj
= Pengaruh perlakuan ke-j
(τα)ij = Pengaruh interaksi perlakuan ke-i pada faktor τ dan pengaruh
perlakuan ke-j pada faktor α
εijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ke-j dan ulangan ke-k
Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data pada penelitian ini dibagi menjadi dua jenis. Data pertama
adalah data yang diambil pada setiap satu minggu sekali sampai akhir minggu
penelitian untuk persen hidup stek, persen bertunas stek. Data kedua adalah data
yang diambil pada akhir minggu penelitian untuk persen berakar, panjang akar,
berat basah akar, berat basah tunas, berat kering akar dan berat kering tunas.
Teknik pengambilan datanya sebagai berikut:
Persen bertunas stek
Penghitungan persen bertunas stek dilakukan dengan menghitung jumlah
stek yang muncul tunasnya dibandingkan dengan jumlah total stek secara
keseluruhan yang ditanam pada waktu awal penelitian, dengan rumus:
Persen bertunas stek

J

%

12
Persen hidup stek
Penghitungan persen hidup stek dilakukan dengan menghitung jumlah stek
yang hidup dibandingkan dengan jumlah total stek secara keseluruhan yang
ditanam pada waktu awal penelitian, dengan rumus:
Persen hidup stek

jumlah stek yang hidup pada akhir penelitian
jumlah stek pada awal penelitian

%

Persen berakar stek
Penghitungan persen berakar stek dilakukan menghitung jumlah stek yang
muncul akarnya dibandingkan dengan jumlah total stek yang ditanam pada waktu
awal penelitian, dengan rumus:
Persen berakar stek

jumlah stek yang berakar pada akhir penelitian
jumlah stek pada awal penelitian

%

Panjang akar stek
Pengukuran panjang akar stek dilakukan dengan mengukur panjang akar
stek pada akhir penelitian. Pengukuran dilakukan dari pangkal sampai ujung akar,
setelah itu dijumlah dan dirata-ratakan dengan jumlah akar yang muncul pada stek.
Panjang akar stek

jumlah panjang akar stek pada akhir penelitian
jumlah akar yang muncul pada stek

Berat basah akar
Pengukur berat basah akar dilakukan dengan memotong bagian akar yang
tumbuh pada stek, selanjutnya ditimbang dalam kondisi segar (basah) dengan
menggunakan timbangan digital.
Berat basah tunas
Pengukuran berat basah tunas dilakukan dengan memotong bagian tunas
yang tumbuh pada stek, selanjutnya ditimbang dalam kondisi segar (basah)
dengan menggunakan timbangan digital.
Berat kering akar
Pengukuran berat kering tunas dilakukan dengan mengoven bagian akar
yang telah dipotong dan dibungkus kertas koran, dengan suhu 1500C selama 24
jam. Selanjutnya ditimbang dengan menggunakan timbangan digital.
Berat kering tunas
Pengukuran berat kering tunas dilakukan dengan mengoven bagian tunas
yang telah dipotong dan dibungkus kertas koran, dengan suhu 1500C selama 24
jam. Selanjutnya ditimbang dengan menggunakan timbangan digital.

13

Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan software program Statistical Analysis
System (SAS) dan analisis ragam ANOVA seperti Tabel 1.
Tabel 1 Analisis ragam data pengamatan
Sumber
keragaman
A
B
A*B
Sisaan
Total

Derajat
Bebas
(a-1)
(b-1)
(a-1) (b-1)
Ab(r-1)
Abr-1


Faktor koreksi (C)
JKt
= ∑∑Yijk2 −C
KTp
= Jkp/JKb
Fhit a = KTa/KTe
Fhit b = KTb/KTe
Fhit ab = KTab/KTae

Jumlah
Kuadrat
JKA
JKB
JKAB
JKE
JKT
JKp
JKb
JKe
JKa
JKab

Kuadrat
Tengah
JKA/(a-1)
JKB/(b-1)
JKAB/(a-1) (b-1)
JKE/ab(r-1)
= ∑∑Y2ij/r –C
= ∑Y2j/ar –C
= JKp
= ∑Yi2../br –C
= JKp-JKa-

14

HASIL
Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen bertunas stek
pucuk F. fragrans
Persen bertunas stek dicirikan dengan bertambahnya daun baru pada stek,
dan memiliki warna yang lebih muda jika dibandingkan dengan warna daun
tuanya. Persen bertunas belum bisa menunjukkan keberhasilan stek secara umum,
karena stek yang bertunas belum tentu timbul perakaran pada bagian dasar stek.
Persen bertunas stek pucuk F. fragrans pada setiap minggunya disajikan
pada Gambar 2.
90.00

Persen  Bertunas (%)

80.00
70.00
60.00
50.00
A1

40.00
30.00

A2

20.00

A3

10.00
0.00
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12

Minggu ke‐

Gambar 2 Perkembangan persen bertunas stek pucuk F. fragrans pada setiap
minggu.
Pengamatan terhadap persen bertunas stek dilakukan pada setiap minggu.
Pada minggu ke-3 persen bertunas stek dari asal bahan bibit (semai juvenile) lebih
tinggi (41.67%) dibandingkan asal bibit trubusan (27.33%) dan pucuk pohon tua
(7.33%). Asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) dan trubusan pohon tua
mengalami peningkatan pertumbuhan yang pesat sampai minggu ke-7.
Pada Gambar 3 memperlihatkan asal bahan stek dari bibit (semai juvenile)
memiliki nilai persen yang paling tinggi dibandingkan asal bahan stek dari
trubusan pohon tua dan pucuk pohon tua, yaitu: 61.56%; 36.39% dan 8.92%.
Selain itu, masing-masing asal bahan stek mengalami sedikit penurunan persen
bertunas.

15
70.00
61.56
Persen Bertunas (%)

60.00
50.00
36.39

40.00
30.00
20.00

8.92

10.00
0.00
A1

A2

A3

Asal Bahan Stek

Gambar 3 Persen bertunas stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap
persen bertunas stek pucuk F. fragrans disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen bertunas
stek pucuk F. fragrans
Sumber

DF

Anova SS

Kuadrat
tengah
1.5845
0.0052
0.0049
0.0072

F-hitung

P-Value

Keterangan

A
2
3.1691
220.53