Efektivitas Air Perasan Batang Pisang Ambon Sebagai Imunostimulan Terhadap Infeksi Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Lele (Clarias Gariepinus)

EFEKTIVITAS AIR PERASAN BATANG PISANG AMBON SEBAGAI
IMUNOSTIMULAN TERHADAP INFEKSI Aeromonas hydrophila
PADA IKAN LELE (Clarias gariepinus)

QORIE ASTRIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Efektivitas Air Perasan
Batang Pisang Ambon sebagai Imunostimulan terhadap Infeksi Aeromonas
hydrophila pada Ikan Lele (Clarias gariepinus)” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017

Qorie Astria
NRP C151140011

RINGKASAN
QORIE ASTRIA. Efektivitas air perasan batang pisang ambon sebagai
imunostimulan terhadap infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele (Clarias
gariepinus). SRI NURYATI, KUKUH NIRMALA dan ALIMUDDIN.
Infeksi Aeromonas hydrophila dapat menyebabkan wabah penyakit dengan
tingkat kematian tinggi pada ikan lele (80−100%) dalam waktu 1−2 minggu.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari dampak penggunaan antibiotik
dalam menanggulangi penyakit ikan adalah dengan penggunaan fitofarmaka.
Salah satu fitofarmaka yang dapat digunakan dalam upaya pencegahan penyakit
ikan adalah batang pisang ambon lumut (Musa cavendishii var dwarf Paxton), hal
ini karena tanaman pisang adalah tanaman yang berbuah sekali sepanjang
hidupnya, sehingga batang pisang berpotensi menjadi limbah bila tidak
termanfaatkan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menguji
efektivitas perendaman benih ikan lele dengan menggunakan air perasan batang

pisang ambon, sehingga dengan metode ini diharapkan dapat lebih efektif
pengaplikasiannya dalam mencegah Motile Aeromonad Septicemia (MAS) yang
menyerang benih ikan lele pada kegiatan budidaya. Air perasan batang pisang
mengandung senyawa aktif saponin, flavonoid dan tanin yang dapat digunakan
sebagai antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, dan antijamur.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2016.
Pemeliharaan hewan uji, analisis mikroba dan uji hematologi ikan dilakukan di
Laboratorium Kesehatan Ikan, sedangkan analisis ekspresi gen lisozim tipe-C ikan
dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan Genetik Organisme Akuatik,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengujian
kandungan saponin, tanin dan flavonoid dilakukan di Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat Bogor. Sekuensing produk PCR gen lisozim tipe-C dilakukan
di Laboratorium 1st Base Sequencing Malaysia. Parameter yang diamati selama
penelitian adalah tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan bobot mutlak, rasio
konversi pakan, total eritrosit, hemoglobin, total leukosit, aktivitas fagositik,
aktivitas lisozim, analisis ekspresi gen lisozim tipe-C, dan parameter kualitas air.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 5 perlakuan
dengan 3 ulangan yaitu kontrol negatif (K-) tanpa perendaman air perasan batang
pisang dan tanpa diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila; kontrol positif (K+)
tanpa perendaman air perasan batang pisang ambon dan dengan diuji tantang

menggunakan bakteri A. hydrophila; Perlakuan A, B dan C dilakukan perendaman
dengan air perasan batang pisang ambon masing-masing dengan konsentrasi 5 mL
L-1, 13 mL L-1 dan 21 mL L-1 serta diuji tantang menggunakan bakteri A.
hydrophila.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman ikan dengan air perasan
batang pisang ambon pada konsentrasi 13 mL L-1 memiliki kelangsungan hidup
yakni sebesar 53.33±6.67%, lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol positif
(33.33±6.67%). Berdasarkan pengamatan parameter hematologi hari ke-3 pascauji
tantang (H12) dengan bakteri A. hydrophila, total eritrosit, hemoglobin, total
leukosit, aktivitas fagositik, dan aktivitas lisozim tertinggi terdapat pada perlakuan
13 mL L-1. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman benih ikan lele pada air
perasan batang pisang ambon dapat meningkatkan sistem imun terhadap infeksi

bakteri A. hydrophila, akan tetapi tingkat ekspresi gen lisozim tipe-C perlakuan 13
mL L-1 yang diukur akhir pemeliharaan (H23) lebih rendah bila dibandingkan
dengan perlakuan kontrol negatif. Persentase kemiripan gen lisozim tipe-C ikan
lele sebesar 44.44% bila dibandingkan dengan gen lisozim tipe-C ikan nila
(Orechromis niloticus).
Kata kunci: Aeromonas hydrophila, batang pisang ambon, perendaman, ikan lele,
sistem imun.


SUMMARY
QORIE ASTRIA. Effectiveness Ambon Banana Stem Juice as
Immunostimulatory against Aeromonas hydrophila Infections in African Catfish
Clarias gariepinus. SRI NURYATI, KUKUH NIRMALA dan ALIMUDDIN.
Aeromonas hydrophila infection can cause high mortality in catfish (80100%) within 1-2 weeks. Efforts to avoid the impact of the antibiotics usage can
be made by using medicinal plants to prevent or treat fish diseases. One of the
phytopharmaceuticals that known to prevent the fish diseases is ambon banana
stem (Musa cavendishii var dwarf Paxton), this is because the banana plant is a
plant that bears fruit once in his whole life, so that the banana stems potentially be
a waste if not utilized. Therefore, this study was conducted to test the
effectiveness of soaking catfish using banana stem juice, so with this method is
expected to be more effective application in preventing Motile Aeromonad
Septicemia (MAS), which attacks the catfish on farming activities. Banana stem
juice contains saponins, flavonoids and tannins that can be used as an antioxidant,
antibacterial, anti-inflammatory and antifungal.
This research was conducted on January until May 2016. Rearing of fish,
analysis of microbial and fish hematology profiles was done in Fish Health
Laboratory, while gene expression analysis was done in Reproduction and
Genetics of Aquatic Organisms Laboratory of the Department of Aquaculture,

Faculty of Fisheries and Marine Sciences. Saponins, tannins and flavonoids
content were tested in Crops Research Institute for Spice and Drug, Bogor.
Sequencing PCR products of C-type lysozyme gene was performed at the
Laboratory of 1st Base Sequencing Malaysia. The observed parameters were total
erythrocytes, hemoglobin, total leukocyte phagocytic activity, lysozyme activity,
C-type lysozyme gene expression level, survival rate, feed conversion ratio, daily
growth rate, and water quality. This study consisted of five treatments in triplicate
which were negative control (K-) without banana stem extract immersion and
without challenge tests; (K +) without immersion the banana stem extract and the
challenge tests using bacteria A. hydrophila; treatment A, B and C were the
immersion of banana stem juice of 5 mL L-1, 13 mL L-1 and 21 mL L-1 with a
challenge tests using bacteria A. hydrophila.
The results showed that fish treated with banana stem juice at a
concentration of 13 mL L-1 had the survival rate of 53.33±6.67% which is higher
than positive control (33.33±6.67%). Based on haematology observations on the
3rd day post-challenge test (H12) with A. hydrophila, total erythrocytes,
haemoglobin, total leukocytes, phagocytic activity, and lysozyme activity were
highest in treatment 13 mL L-1. Thus immersing catfish in banana stem juice can
boost the immune system against the infection of A. hydrophila. However, the Ctype lysozyme gene expression analysis at the end of rearing (H23) in 13 ml L-1
was lower compared to the negative control. The percentages of catfish C-type

lysozyme gene similarity to the tilapia (Oreochromis niloticus) C-type lysozyme
gene was 44.44%.
Keywords: Aeromonas hydrophila, ambon banana stem, soaking, catfish, immune
system.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEKTIVITAS AIR PERASAN BATANG PISANG AMBON SEBAGAI
IMUNOSTIMULAN TERHADAP INFEKSI Aeromonas hydrophila
PADA IKAN LELE (Clarias gariepinus)

QORIE ASTRIA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Irzal Effendi, MSi

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan hanya kepada Allah Yang Maha Suci dan
Ditinggikan, sumber inspirasi yang menggerakkan penulis hingga dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Efektivitas Air Perasan Batang Pisang
Ambon sebagai Imunostimulan terhadap Infeksi Aeromonas hydrophila pada
Ikan Lele (Clarias gariepinus)” pada Mayor Ilmu Akuakultur, Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada Ibu Dr Sri Nuryati, SPi MSi, Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc dan
Bapak Dr Alimuddin, SPi MSc selaku pembimbing atas waktu dan bimbingannya
mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr Dinamella Wahjuningrum,
SSi MSi selaku komisi program studi dan Bapak Dr Ir Irzal Effendi, MSi sebagai
dosen penguji luar komisi yang telah memberikan saran dalam ujian sidang tesis
ini.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis persembahkan kepada
Ayahanda dan Ibunda, serta seluruh keluarga atas doa, bantuan, dukungan, dan
semangatnya selama penulis menjalani masa studi.
Selain itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan S2
Ilmu Akuakultur IPB angkatan 2014 atas kebersamaannya dalam menempuh studi,
keluarga besar Laboratorium Kesehatan Ikan (Bapak Ranta, Afriani Ramadhan
SPi MSi, Aminatul Zahra Batubara SPi MSi, Windu Sukendar SPi MSi Dendi
Hidayatullah SPi MSi, Stefanno Rijoly SPi MSi, Mad Rudi SPi MSi, Ardana
Kurniaji SPi MSi), rekan-rekan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika
Organisme Akuatik (Hasan Nasrullah SPi, Pak Asep Sopian SPi MSi, Ibu Reni
Agustina SPi MSi, Haryayu SPi MSi, Rinaldi Fakhrurrazi SPi MSi), rekan-rekan

UNILA yang melanjutkan studi di IPB (Nadisa Theresia Putri SPi MSi dan
Megawati Wijaya SPi MSi) terima kasih atas bantuannya selama penelitian dan
penyusunan tesis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam
penyusunan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan,
khususnya perikanan budidaya.
Bogor, Februari 2017
Qorie Astria

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian

1
1
2
2

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Rancangan Penelitian
Persiapan Air Perasan Batang Pisang Ambon dan Uji Toksisitas
Persiapan Wadah dan Pemeliharaan Ikan
Penyediaan Bakteri A. hydrophila dan Uji Tantang
Pengambilan Sampel Darah

Parameter Uji
Analisis Data

2
2
3
3
4
4
5
5
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

8
8
15

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

19
19
19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1. Perendaman menggunakan air perasan batang pisang ambon dengan
perlakuan dan konsentrasi yang berbeda
2. Tingkat Kelangsungan Hidup (KH) dan Relative Percent Survival (RPS)
Ikan Lele
3. Rasio ekspresi gen lisozim tipe-C dan β-aktin pada ikan lele
4. Persentase kemiripan gen lisozim tipe-C ikan lele uji dibandingkan
dengan lisozim tipe-C ikan nila (Oreochromis niloticus)
5. Persentase kemiripan gen lisozim tipe-C perlakuan B dan kontrol positif
(K+) dibandingkan dengan kontrol negatif (K-)
6. Kisaran kualitas air pada setiap perlakuan selama penelitian

3
8
12
12
13
14

DAFTAR GAMBAR
1. Pola mortalitas harian ikan lele pascauji tantang bakteri A. hydrophila.
2. Kinerja produksi ikan lele selama penelitian: (a) Pertumbuhan bobot
mutlak; (b) Rasio konversi pakan.
3. Total eritrosit (a) dan hemoglobin (b) ikan uji baik sebelum uji tantang
(H0 dan H8) maupun setelah uji tantang dengan A. hydrophila (H12, H17
dan H23).
4. Total leukosit (a); Aktivitas fagositik (b); Aktivitas lisozim (c) ikan uji, baik
sebelum uji tantang (H0 dan H8) maupun setelah uji tantang dengan A.
hydrophila (H12, H17 dan H23).
5. Ekspresi gen lisozim tipe-C (a) dan β-aktin ikan lele (b).
6. Ikan lele yang sama pada perlakuan K+ pascauji tantang bakteri A.
hydrophila (a) hari ke-1; (b) hari ke-4; (c) hari ke-9.
7. Gejala klinis perubahan morfologi ikan lele pascauji tantang dengan bakteri
A. hydrophila (a) bercak merah pada sungut (hemorraghe); (b) sirip ekor
geripis; adanya bercak merah; (c) perut gembung (abdominal dropsy); (d)
luka atau borok pada bekas penyuntikan.
8. Kisaran hasil pengukuran kualitas air: (a) pH air perendaman; (b) DO air
perendaman dengan perlakuan tanpa diberi air perasan, awal diberi air
perasan, dan pada 30 menit diberi air perasan batang pisang ambon.

9
9

10
11
12
13

14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Analisis probit (LC50-24 jam) air perasan batang pisang ambon
Hasil identifikasi bakteri A. hydrophila secara uji biokimia
Hasil identifikasi bakteri A. hydrophila menggunakan uji KIT API 20E
Perhitungan nilai LD50
Skema bagan jadwal sampling parameter uji selama penelitian
Elektroforegram dan plot kurva analisis ekspresi gen lisozim tipe-C dan
β-aktin

24
25
25
26
26
27

7. Penyejajaran nukleotida produk PCR pada pita DNA gen lisozim tipe-C
ikan lele uji dengan ukuran sekitar 500 bp dibandingkan dengan lisozim
tipe-C ikan nila (Oreochromis niloticus)
8. Penyejajaran nukleotida produk PCR pada pita DNA gen lisozim tipe-C
ikan lele antar perlakuan
9. Pembuatan preparat dan pengamatan parameter gambaran darah

27
28
28

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) varietas sangkuriang adalah
komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan disenangi oleh
masyarakat di Indonesia. Berdasarkan hasil kajian Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya Tahun 2013, kenaikan rata-rata produksi ikan lele tahun 2010−2013
meningkat hingga 47.21% yaitu dari 242811 ton tahun 2010 menjadi 788455 ton
pada tahun 2013 (KKP 2013). Permintaan akan ikan lele mendorong dilakukannya
budidaya secara intensif untuk memenuhi kebutuhan pasar, akan tetapi
pengembangan sistem intensif hingga kini masih terkendala oleh berbagai
masalah (FAO 2007). Salah satu penyebabnya adalah penyakit yang disebabkan
oleh bakteri Aeromonas hydrophila, karena dapat mengakibatkan kematian dalam
jumlah besar. Menurut Lukistyowati dan Kurniasih (2011) bakteri ini dapat
menimbulkan wabah penyakit dengan tingkat kematian tinggi (80−100%) dalam
waktu 1−2 minggu.
Penanggulangan penyakit ikan dapat dilakukan menggunakan bahanbahan kimia dan antibiotik. Akan tetapi, pemakaian antibiotik dan bahan kimia
lainnya secara terus-menerus dapat menyebabkan dampak negatif dengan
meningkatnya pencemaran lingkungan yang sulit didegradasi (Rairakhwada et al.
2007), akumulasi residu antibiotik dalam tubuh hewan dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan resistensi hewan tersebut terhadap obat-obatan serta
imunosupresi (Maqsood et al. 2009). Residu antibiotik juga dapat menimbulkan
ancaman potensial terhadap kesehatan manusia bila dikonsumsi dalam waktu yang
lama (Lukman 1994), hal ini dikarenakan terjadinya perpindahan sifat resistensi
antibiotika bakteri dari hewan ke manusia dan lingkungan (Kusumaningsih 2007).
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari dampak penggunaan antibiotik
dalam menanggulangi penyakit ikan adalah dengan penggunaan fitofarmaka untuk
mencegah ataupun mengobati penyakit ikan, sehingga memiliki keamanan pangan
bagi manusia yang mengkonsumsinya. Salah satu fitofarmaka yang dapat
digunakan dalam upaya pencegahan penyakit ikan (imunostimulan) adalah batang
pisang ambon lumut (Musa cavendishii var dwarf Paxton).
Tanaman pisang adalah tanaman yang tumbuh di daerah tropis dan
berbuah sekali sepanjang hidupnya, serta batang pisang berpotensi menjadi
limbah bila tidak termanfaatkan. Rahman (2006) menyatakan bahwa
perbandingan bobot segar antara batang, daun dan buah pisang berturut-turut 63%,
14% dan 23%, sehingga batang pisang menjadi limbah yang berpotensi sebagai
fitofarmaka. Menurut Prasetyo (2008), batang pisang ambon merupakan salah satu
limbah yang tidak termanfaatkan akan tetapi berguna bagi kesehatan. Hasil
analisis fitokimia dari Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
menunjukkan bahwa air perasan batang pisang mengandung saponin, flavonoid
dan tanin. Flavonoid merupakan senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai
antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, dan antijamur.
Penggunaan imunostimulan dengan fitofarmaka telah banyak
diaplikasikan peneliti melalui perendaman maupun pakan (oral). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Lidiawati (2014), yaitu penggunaan batang pisang
ambon yang dibentuk menjadi serbuk agar memudahkan dalam penyimpanan

2
menunjukkan pengaplikasian yang kurang efektif. Selain itu, batang pisang ambon
yang dibuat ekstrak dengan menggunakan larutan etanol menunjukkan hasil yang
baik (Indraswari 2016), namun kurang ekonomis bila diterapkan dalam skala
budidaya ikan lele. Oleh karena itu, perlu dikaji metode lain yang lebih praktis
dan ekonomis pengaplikasiannya dalam mencegah Motile Aeromonad Septicemia
(MAS) yang menyerang benih ikan lele, yaitu dengan metode perendaman ikan
menggunakan air perasan batang pisang ambon.
Rumusan Masalah
Keamanan pangan merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh
pelaku usaha atau pembudidaya. Penggunaan antibiotik berbasis bahan kimia
dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif baik terhadap organisme budidaya
maupun konsumen yang mengkonsumsinya. Saat ini banyak studi yang meneliti
tentang fitofarmaka, yaitu pemanfaatan bahan alami sebagai pengganti antibiotik
untuk mencegah terjadinya penginfeksian bakteri A. hydrophila. Salah satu
tanaman yang diharapkan efektif sebagai bahan fitofarmaka adalah tanaman
pisang. Diketahui dalam batang pisang ambon mengandung senyawa aktif tanin,
saponin dan flavonoid yang bersifat antiseptik sehingga memiliki kemampuan
antibakteri (Prasetyo 2008). Penyakit Motile Aeromonad Septicemia (MAS) yang
menyerang benih ikan lele dapat menyebabkan kerugian yang besar pada
pembudidaya, oleh sebab itu untuk mencegah terserangnya bakteri patogen
dilakukan perendaman benih ikan lele pada air perasan batang pisang ambon.
Metode pemberian imunostimulan melalui air perasan batang pisang
diharapkan dapat efektif dan efisien diterapkan pada pembudidaya, serta dengan
memperhatikan konsentrasi yang optimal. Respons imun pada ikan terlihat dari
kelangsungan hidup ikan pascauji tantang dengan bakteri A. hydrophila dan uji
hematologi yang mengekspresikan respons imun pada ikan berupa total eritrosit,
hemoglobin, total leukosit, aktivitas fagositik, aktivitas lisozim, dan ekspresi gen
lisozim tipe-C. Perendaman dengan air perasan batang pisang ambon pada
konsentrasi yang berbeda dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi yang optimal,
sehingga dapat menekan kerugian akibat serangan Motile Aeromonad Septicemia
pada benih ikan lele dan meningkatkan keuntungan usaha budidaya perikanan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efektivitas perendaman benih ikan
lele dengan menggunakan air perasan batang pisang ambon lumut sebagai
imunostimulan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari–Mei 2016. Pemeliharaan
hewan uji, analisis mikroba dan uji hematologi ikan dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Ikan, sedangkan analisis ekspresi gen lisozim tipe-C ikan dilakukan di

3
Laboratorium Reproduksi dan Genetik Organisme Akuatik, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengujian kandungan saponin,
tanin dan flavonoid dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Bogor. Sekuensing produk PCR gen lisozim tipe-C dilakukan di Laboratorium 1st
Base Sequencing Malaysia.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan
dan 3 ulangan. Perendaman dengan air perasan batang pisang dilakukan dengan
menyiapkan air perasan pada konsentrasi 5 mL L-1, 13 mL L-1 dan 21 mL L-1
dalam wadah. Ikan sebanyak 15 ekor direndam dalam 1.5 L air selama 30 menit
setiap hari selama tujuh hari. Uji tantang (penginfeksian bakteri A. hydrophila)
dilakukan pada hari ke-9. Rincian perlakuan tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1 Perendaman menggunakan air perasan batang pisang ambon dengan
perlakuan dan konsentrasi yang berbeda
Perlakuan
Keterangan
Kontrol Negatif
Tanpa perendaman air perasan batang pisang dan disuntik
dengan PBS (phosphate buffer salin)
Kontrol Positif
Tanpa perendaman air perasan batang pisang dan disuntik
dengan bakteri A. hydrophila
Perlakuan A
Perendaman dengan air perasan batang pisang ambon
sebanyak 5 mL L-1 dan disuntik dengan bakteri A. hydrophila
Perlakuan B
Perendaman dengan air perasan batang pisang ambon
sebanyak 13 mL L-1 dan disuntik dengan bakteri A. hydrophila
Perlakuan C
Perendaman dengan air perasan batang pisang ambon
sebanyak 21 mL L-1 dan disuntik dengan bakteri A. hydrophila
Persiapan Air Perasan Batang Pisang Ambon dan Uji Toksisitas
Batang pisang ambon lumut yang digunakan pada penelitian ini
didapatkan dari Desa Pabuaran Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Air
perasan batang pisang ambon didapatkan dengan memotong seluruh bagian
batang pisang yang telah dipanen berumur sekitar 5 bulan dan diperas
menggunakan mesin pemeras tebu. Air perasan batang pisang kemudian disaring
menggunakan kertas saring Whatman nomor 41 dengan ukuran pori 20–25 µm
agar tidak ada ampas batang pisang pada air perasan. Kandungan air perasan
batang pisang ambon dianalisis secara kuantitatif di Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat Bogor dengan mengikuti prosedur Harborne (2006). Hasil
analisis menunjukkan batang pisang ambon mengandung saponin 0.22%, tanin
0.011% dan flavonoid 2.02%.
Penentuan konsentrasi batang pisang yang digunakan pada penelitian ini
berdasarkan hasil uji toksisitas menggunakan brine shrimp lethality test (BSLT).
Uji BSLT dilakukan berdasarkan metode Meyer et al. (1982) yang telah
dikembangkan Juniarti et al. (2009), yakni nauplii artemia sebanyak 10 ekor
dimasukkan ke dalam wadah uji yang berisi air perasan batang pisang ambon pada

4
konsentrasi 5 mL L-1, 10 mL L-1 dan 20 mL L-1 sebanyak 100 mL air wadah-1
dengan tiga ulangan. Semua uji diinkubasi pada suhu kamar (25−28 ºC) selama 24
jam. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan melihat jumlah Artemia salina
yang mati dan masih hidup pada setiap wadah. Hasil uji BSLT setelah dilakukan
pengamatan 24 jam didapatkan nilai LC50 16 mL L-1 (Lampiran 1).
Persiapan Wadah dan Pemeliharaan Ikan
Wadah pemeliharaan yang digunakan berupa akuarium berukuran
65×30×35 cm3 dengan ketinggian air 25 cm dan diberi satu titik sumber aerasi.
Pergantian air dilakukan tiap tiga hari sekali pada pagi hari sebanyak 30−50% dari
volume air (49 L) sebelum pemberian pakan dilakukan.
Ikan lele berukuran panjang total 5−7 cm diperoleh dari Kampung
Babakan Desa Bambu Kuning Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Benih
ikan lele diadaptasi di akuarium pemeliharaan terlebih dahulu selama tujuh hari.
Sebelum ikan ditebar ke wadah pengujian, dilakukan pengukuran bobot dan
panjang awal 15 ekor ikan. Ikan ditebar dengan kepadatan 15 ekor per akuarium
dan dipelihara selama 23 hari, serta diberi pakan berupa pelet komersial (kadar
protein 39−41%) sebanyak dua kali sehari secara at satiation.
Penyediaan Bakteri A. hydrophila dan Uji Tantang
Bakteri A. hydrophila diperoleh dari Instalasi Penelitian dan
Pengembangan Pengendalian Penyakit Ikan, Depok. Bakteri A. hydrophila
ditumbuhkan dalam medium TSB (Tripticase Soy Broth) dengan volume 5 mL,
selanjutnya diinkubasi dalam waterbath shaker selama 24 jam. Setelah itu bakteri
ditingkatkan virulensinya dengan Postulat Koch (Sarono et al. 1993) yakni
dengan menyuntikkan bakteri sebanyak 0.1 mL pada masing-masing ikan lele
secara intramuskuler. Setelah ikan lele menunjukkan tanda gejala klinis, lalu
dilakukan reisolasi bakteri A. hydrophila pada bagian tubuh yang terdapat luka,
serta pada hati dan ginjal ikan lele ke media RS (Rimmler Shotts) dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37 ºC. Bakteri dikarakterisasi kembali menggunakan uji
fisiologis dan biokimia berdasarkan metode MacFaddin (1980) yakni melalui
pewarnaan Gram, uji oksidatif/fermentatif, uji motilitas, uji katalase, uji oksidase,
dan uji gelatin. Identifikasi bakteri dilakukan dengan metode konvensional
menggunakan KIT API 20 E. Berdasarkan hasil uji biokimia (Lampiran 2) dan uji
KIT API 20E (Lampiran 3), bahwa bakteri tersebut adalah bakteri A. hydrophila.
Penentuan dosis bakteri yang digunakan pada uji tantang, dilakukan
melalui uji LD50 dengan menyuntikkan bakteri mulai dari kepadatan 103 sampai
108 cfu mL-1. Tingkat mortalitas ikan diamati selama tujuh hari. Jumlah ikan yang
mati dihitung dan nilai LD50 dianalisis menggunakan rumus Reed dan Muench
(1938), dapat dilihat pada Lampiran 4.
Uji tantang dilakukan pada hari ke-9 pasca perendaman selama tujuh hari,
dengan menyuntikkan bakteri A. hydrophila 104 cfu mL-1 secara intramuskuler
sebanyak 0.1 mL ekor-1 ikan. Ikan mati diamati setiap hari dan ditimbang
bobotnya.

5
Pengambilan Sampel Darah
Ikan dipingsankan terlebih dahulu menggunakan pembius ikan Ocean free
special arowana stabilizer pada konsentrasi 1 mL L-1, kemudian sampel darah
ikan diambil pada pembuluh darah bagian vena caudal. Ikan yang digunakan pada
uji hematologi berasal dari ulangan yang berbeda dengan uji kinerja pertumbuhan.
Darah yang diperoleh dari 4 ekor ikan/perlakuan dimasukkan ke dalam mikrotube
yang telah dibilas dengan antikoagulan (Na sitrat 3.8%).
Parameter Uji
Parameter uji yang diamati selama penelitian yaitu kinerja produksi, uji
hematologi, analisis ekspresi gen lisozim tipe-C, pengamatan gejala klinis, serta
kualitas air media pemeliharaan dan perendaman. Skema bagan jadwal sampling
parameter uji selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.
Kinerja Produksi
Parameter uji kinerja produksi meliputi kelangsungan hidup yang diamati
setiap hari hingga akhir perlakuan, pertumbuhan bobot mutlak diamati hingga hari
ke-8 sebelum dilakukan uji tantang (H9), dan rasio konversi pakan yang dilakukan
pada akhir perlakuan.
Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup ikan dihitung menggunakan rumus (Effendie
1997) sebagai berikut:
KH (%) =
Keterangan :
KH = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)
No = Jumlah ikan yang hidup pada awal uji tantang (ekor)
Relative Percent Survival
Perhitungan relative percent survival dilakukan dilakukan dengan
persamaan Ellis (1988) sebagai berikut:
RPS (%) =
Keterangan:
RPS = Relative percent survival (%)
Mn = Persentase mortalitas ikan perlakuan ke-n
M0 = Persentase mortalitas ikan kontrol
Pertumbuhan Bobot Mutlak
Pertumbuhan bobot mutlak ikan dihitung dengan menggunakan rumus
(Effendie 1997) sebagai berikut:

6
W = Wt − Wo
Keterangan:
W
: Pertumbuhan bobot mutlak
Wo
: Bobot total ikan pada awal penelitian (g)
Wt
: Bobot total ikan pada akhir penelitian (g)
Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman
1987) sebagai berikut:

Keterangan:
FCR
∑ Pakan
Bt
BM
B0

: Konversi pakan
: Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian (g)
: Biomassa ikan di akhir penelitian (g)
: Biomassa ikan yang mati selama penelitian (g)
: Biomassa ikan pada awal penelitian (g)

Uji Hematologi
Parameter hematologi yang dilakukan terdiri atas total eritrosit, kadar
hemoglobin, total leukosit, aktivitas fagositik, dan aktivitas lisozim diamati pada
awal sebelum perlakuan (H0), setelah perlakuan (H8), 3 hari setelah uji tantang
(H12), 8 hari setelah uji tantang (H17), dan akhir pemeliharaan (H23).
Perhitungan Total Eritrosit
Total eritrosit dihitung menggunakan menggunakan rumus (Blaxhall &
Daisley 1973) sebagai berikut:
∑Eritrosit (sel mm-3)= ∑ sel terhitung ×
× faktor pengenceran
Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin diukur menurut metode sahli (Wedemeyer & Yasutake
1977) dan dinyatakan dalam g dL-1 pada skala kuning.
Perhitungan Total Leukosit
Total Leukosit dihitung rumus (Blaxhall & Daisley 1973) sebagai berikut:
× faktor pengenceran
∑ Leukosit (sel mm-3) = ∑ sel terhitung ×
Pengamatan Aktivitas Fagositik
Aktivitas fagositik dihitung menggunakan rumus (Anderson & Siwicki
1995) sebagai berikut:
Aktivitas Fagositik =

7
Aktivitas Lisozim
Aktivitas lisozim diukur dengan menggunakan rumus (Hanif et al. 2004)
sebagai berikut:
Aktivitas Lisozim (Unit mL-1) =
Analisis Ekspresi Gen Lisozim Tipe-C
Analisis ekspresi gen lisozim tipe-C dilakukan menggunakan RT-PCR
semikuantitatif. Ekspresi gen penyandi lisozim dianalisis pada akhir
pemeliharaan. RNA total diekstraksi dari ginjal (3 ekor ikan/perlakuan)
menggunakan RNAse mini kit (Qiagen, USA) dan sintesis cDNA dilakukan
menggunakan kit omniscript RT (Qiagen, USA) mengikuti metode dalam manual.
Tujuh set primer dirancang berdasarkan alel ikan Nila (Oreochromis
niloticus) pada Bank Gen yang terkait dengan gen lisozim tipe-C. Amplifikasi gen
lisozim tipe-C menggunakan primer forward lys-F (5’-GCA GCA ACT GTG
AAA CAG CAC-3’) dan primer reverse lys-R (5’-CAT CCC GTT TGC CTT
CAG TTT AC-3’). Program PCR yang digunakan adalah pre-denaturasi 94 ºC
selama 2 menit; denaturasi 92 ºC selama 30 detik, annealing 55 ºC selama 30
detik, ekstensi 72 ºC selama 1 menit dengan total 35 siklus amplifikasi, dan
ekstensi akhir 72 ºC selama 20 menit. Sebagai kontrol internal adalah
menggunakan gen β-aktin universal dengan primer forward bact-F (5’-GAC CTC
ACA GAC TAC CTC ATG-3’) dan primer reverse bact-R (5’TCA TTG CCG
ATG GTG ATG ACC-3’). Program PCR yang digunakan untuk β-aktin adalah
pre-denaturasi 94 ºC selama 3 menit; denaturasi 94 ºC selama 30 detik, annealing
55 ºC selama 30 detik, ekstensi 72 ºC selama 1 menit dengan total 35 siklus
amplifikasi, dan ekstensi akhir 72 ºC selama 5 menit. Hasil PCR dialirkan dalam
gel agarosa 1% dan ukuran fragmen diprediksi menggunakan marka plus DNA
ladder (Vivantis, USA). Elektroforesis dilakukan pada tegangan 200 volt selama
80 menit.
Produk PCR kemudian disekuensing di Laboratorium 1st Base Sequencing
Malaysia menggunakan mesin ABI PRISM 3730 XL (Genetic Analyzer Develop
by Applied Biosystem, USA). Hasil sekuensing dianalisis dengan penyejajaran
(alignment) untuk memperoleh kemiripan sekuen gen lisozim tipe-C.
Pengamatan Gejala Klinis
Pengamatan gejala klinis meliputi tingkah laku, yaitu respons makan dan
refleks gerak serta abnormalitas (peradangan) dilakukan setiap hari selama 14 hari
setelah ikan diinfeksi bakteri A. hydrophila.
Kualitas Air Media Pemeliharaan dan Perendaman
Pengukuran kualitas air pemeliharaan dilakukan pada awal dan akhir
pemeliharaan ikan uji, sedangkan pengukuran kualitas air perendaman dilakukan
sebelum diberi air perasan, awal diberi air perasan, dan pada 30 menit diberi air
perasan batang pisang ambon. Pengukuran kualitas air pemeliharaan meliputi

8
suhu (ºC), pH, DO (mg L-1), dan amonia (mg L-1). Pengukuran kualitas air
perendaman meliputi pH dan DO (mg L-1). Pengukuran suhu, DO dan pH
dilakukan dengan menggunakan alat berupa DO-meter dan pH-meter. Pengukuran
amonia didapatkan dari hasil konversi nilai TAN yang diukur menggunakan
spektrofotometri. Nilai amonia pada media pemeliharaan dihitung dengan
menggunakan rumus nilai pKa (Emerson et al. 1975).
Analisis Data
Data parameter kinerja produksi dan uji hematologi dianalisis
menggunakan software SPSS ver 16.00 dan apabila hasil uji ANOVA berbeda
nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan pada selang kepercayaan 95%. Analisis
ekspresi gen lisozim, gejala klinis dan hasil pengukuran kualitas air dianalisis
secara deskriptif.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kinerja Produksi
Tingkat Kelangsungan Hidup dan Relative Percent Survival (RPS)
Tingkat kelangsungan hidup ikan lele pada perlakuan B dan A tidak
berbeda nyata (P