Efektivitas Perendaman Ikan Lele (Clarias sp.) pada Ekstrak Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca) yang diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

EFEKTIVITAS PERENDAMAN IKAN LELE (Clarias sp.) PADA
EKSTRAK BATANG PISANG AMBON (Musa paradisiaca)
YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila

ENRIKA LIDIAWATI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Perendaman
Ikan Lele (Clarias sp.) pada Ekstrak Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca)
yang diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Enrika Lidiawati
NIM C14100083

ABSTRAK
ENRIKA LIDIAWATI. Efektivitas Perendaman Ikan Lele (Clarias sp.) pada
Ekstrak Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca) yang diinfeksi Bakteri
Aeromonas hydrophila. Dibimbing oleh SRI NURYATI dan DINAMELLA
WAHJUNINGRUM.
Penyakit MAS (motile aeromonad septicemia) disebabkan oleh bakteri
Aeromonas hydrophila. Ekstrak batang pisang ambon merupakan bahan alami
yang mengandung zat tanin, saponin dan flavonoid yang berpotensi sebagai
antibakteri dan imunostimulan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
konsentrasi ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca) yang tepat sebagai
upaya pencegahan infeksi A. hydrophila pada ikan lele (Clarias sp.). Ikan lele
yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 9,88±0,27 cm, direndam dalam air
yang mengandung ekstrak batang pisang ambon 2% (b/v), 4% (b/v) dan 6% (b/v)
selama 30 menit setiap hari selama 7 hari. Uji tantang dilakukan dengan

menyuntikkan secara intramuskuler 0,1 ml A. Hydrophila (105 cfu/ml) ke ikan lele
pada hari ke-8. Pengamatan kelangsungan hidup dilakukan selama 14 hari.
Perlakuan dosis 2% (b/v) memberikan kelangsungan hidup sebesar 83,33% yang
lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol positif yang memiliki kelangsungan
hidup sebesar 30%.
Kata kunci: Aeromonas hydrophila , Ikan lele, Musa paradisiaca.

ABSTRACT
ENRIKA LIDIAWATI. Immersion Effectiveness of Catfish (Clarias sp.) in
Banana Stem Extract (Musa paradisiaca) which was infected by Aeromonas
hydrophila.
Supervised
by
SRI
NURYATI
and
DINAMELLA
WAHJUNINGRUM.
Motile aeromonad septicemia (MAS) is caused by Aeromonas hydrophila.
Banana stem extract is a natural substances that contain tannins, saponins and

flavonoids that have the potential as an antibacterial and immunostimulant. This
study aims to determine the concentration of banana stem extract (Musa
paradisiaca) which is appropriate to prevent A. hydrophila infection on catfish
(Clarias sp.). Catfish was used in this study measuring 9,88 ± 0,27 cm which was
immersed in water that containing banana stem extract 2% (w/v), 4% (w/v) and
6% (w/v) during 30 minutes everyday for 7 days. Challenging test was carried out
by intramuscularly injecting of 0,1 ml A. hydrophila (105 cfu/ml) into the fish on
8th day. Observation of survival rate was conducted for 14 days. The treatment of
2 % (w/v) gave survival rate of 83,33 % which is higher than the positive control
treatment had survival of 30% .
Keywords: Aeromonas hydrophila , Catfish, Musa paradisiaca.

EFEKTIVITAS PERENDAMAN IKAN LELE (Clarias sp.) PADA
EKSTRAK BATANG PISANG AMBON (Musa paradisiaca)
YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila

ENRIKA LIDIAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Efektivitas Perendaman Ikan Lele (Clarias sp.) pada Ekstrak
Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca) yang diinfeksi Bakteri
Aeromonas hydrophila
Nama
: Enrika Lidiawati
NIM
: C14100083

Disetujui oleh


Dr Sri Nuryati, SPi, MSi
Pembimbing I

Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan segenap rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi
dengan judul ‘Efektivitas Perendaman Ikan Lele (Clarias sp.) pada Ekstrak
Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca) yang diinfeksi Bakteri Aeromonas
hydrophila’ dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari
2014 sampai April 2014 bertempat di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah A. Roni dan Ibu Nurjanah serta Adik-adik atas doa, kasih sayang, dan
dukungannya.
2. Ibu Dr Sri Nuryati, SPi, MSi dan Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi
selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan
masukkan kepada penulis.
3. Bapak Ir Irzal Effendi, MSi selaku Dosen Penguji Tamu atas saran dan
masukan terhadap penulisan skripsi ini .
4. Ibu Yuni Puji Hastuti, SPi, MSi selaku Wakil Dosen Komisi Pendidikan atas
sarannya terhadap penulisan skripsi.
5. Bapak Dr Nur Bambang Priyo Utomo, MSc selaku Pembimbing Akademik.
6. Teman seperjuangan Nadia Aulia yang telah menemani dan membantu
selama penelitian berlangsung.
7. Teman-teman LKI (Evi, Bebe, Bude, Mbak Septi, Alit, Novi, Kak Yanti,
Dede, Amal, dan Dian) yang telah memberikan bantuan dan doa selama
penelitian.
8. Sahabat-sahabatku tercinta (Saki, Sulis, Evi, Vani, Sinta dan Pipit) atas
bantuan, doa dan dukungannya.
9. Bu Sus, Bu Lilis dan andung atas doa dan dukungannya.
10. Pak Ranta, Pak Endang, Pak Hendah, Pak Jajang, Pak Marjanta, Mbak Yuli,

Mbak Suri, Kang Abe, Kang Yosi atas bantuannya selama penelitian
berlangsung.
11. Keluarga besar BDP 47 terimakasih atas doa, dukungan dan motivasinya.
12. Kak Raja Efrianti atas penelitian sebelumnya yang memberikan inspirasi bagi
penulis dalam menyusun skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Enrika Lidiawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xi
PENDAHULUAN................................................................................................ 1
Latar Belakang.................................................................................................. 1
Tujuan Penelitian............................................................................................... 2
METODE.............................................................................................................. 2
Waktu dan Tempat............................................................................................ 2
Materi Uji.......................................................................................................... 2
Prosedur Penelitian............................................................................................ 2

Parameter Penelitian dan Analisis Data...........................................................

7

HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................

8

Hasil..................................................................................................................

8

Pembahasan....................................................................................................... 13
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 15
Kesimpulan........................................................................................................ 15
Saran.................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 15
LAMPIRAN.......................................................................................................... 18
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... 21


DAFTAR TABEL
1 Diameter zona bening di sekitar kertas cakram yang diberi ekstrak
batang pisang ambon.................................................................................
2 Kisaran kualitas air pada media pemeliharaan ikan lele selama
pemeliharaan..............................................................................................

4
5

DAFTAR GAMBAR
1 Kelangsungan hidup ikan lele sebelum uji tantang...................................
2 Kelangsungan hidup ikan lele setelah uji tantang.....................................
3 Pola kelangsungan hidup ikan lele pada kondisi awal, sebelum uji
tantang dan setelah uji tantang................................................................
4 Jumlah sel darah putih ikan lele pada kondisi awal, sebelum uji
tantang dan setelah uji tantang..................................................................
5 Persentase neutrofil ikan lele pada kondisi awal, sebelum uji tantang
dan setelah uji tantang...............................................................................
6 Persentase monosit ikan lele pada kondisi awal, sebelum uji tantang dan
setelah uji tantang......................................................................................

7 Persentase limfosit ikan lele pada kondisi awal, sebelum uji tantang dan
setelah uji tantang......................................................................................
8 Persentase aktivitas fagositosis ikan lele pada kondisi awal, sebelum uji
tantang dan setelah uji tantang..................................................................

9
9
10
10
11
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pewarnaan gram dan uji biokimia.............................................................
2 Penghitungan nilai LD50 (Maharani 2009)..............................................
3 Gambar hasil uji diameter zona bening di sekitar kertas cakram yang
diberi ekstrak batang pisang ambon..........................................................
4 Cara pembuatan preparat dan pengamatan parameter gambaran darah....


18
18
19
19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan komoditas air tawar unggulan yang telah
banyak dibudidaya dan memiliki prospek pasar yang kompetitif. Kementerian
Kelautan dan Perikanan juga menyebutkan bahwa produksi ikan lele tahun 2013
meningkat menjadi 758.455 ton, naik dibanding tahun 2012 yaitu sebesar 441.217
ton (KKP 2013). Hal tersebut didukung oleh data tingkat konsumsi ikan nasional
yang mengalami peningkatan dari 32,25 Kg/Kapita pada tahun 2011 menjadi
33,89 Kg/Kapita pada tahun 2012 (KKP 2013), sebagai contoh kebutuhan ikan
lele/hari di Jakarta mencapai 80 ton. Permintaan lele yang cukup tinggi ini
membuat harga ikan lele stabil pada kisaran Rp 15.000 sampai Rp 16.000/Kg
(KKP 2012). Data tersebut menunjukkan bahwa besarnya perputaran uang dari
bisnis budidaya ikan lele mencapai Rp 1.200.000.000/hari di Jakarta. Selain itu
biaya pokok produksi untuk 1 Kg lele hanya sebesar Rp 8.000 sehingga bisnis
budidaya ikan lele ini menguntungkan.
Ikan lele memiliki kandungan gizi berupa fosfor dan asam amino esensial.
Kandungan fosfor pada ikan lele lebih tinggi dibandingkan dengan nilai fosfor
pada telur selain itu ikan lele kaya akan asam amino esensial seperti Leusin dan
Lisin yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan
(Pusluhkan 2011). Harga yang kompetitif, dan nilai gizi yang cukup tinggi, serta
teknik budidaya yang relatif dapat dikuasai menjadi faktor utama pesatnya
perkembangan lele di Indonesia.
Perkembangan budidaya lele semakin berkembang pesat dengan padat
penebaran yang semakin tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini
menimbulkan permasalahan dalam budidaya lele yaitu penyakit. Salah satu
penyakit yang sering menyerang ikan lele disebabkan oleh bakteri Aeromonas
hydrophila yang menyebabkan penyakit MAS (motile aeromonad septicemia)
(Angka 2005). Penyakit bercak merah atau yang dikenal dengan MAS
menyebabkan pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut dan
pangkal sirip. Penyebaran penyakit ini terjadi secara horizontal yaitu melalui air
yang terkontaminasi bakteri Aeromonas hydrophila atau dari ikan yang sakit
(Yuhana 2008). Wabah penyakit ini menyebabkan kematian mencapai 80-100%
dalam waktu yang singkat (1-2 minggu) (Lukistyowati et al. 2012). Hal tersebut
tentu menimbulkan kerugian yang besar dalam kegiatan budidaya.
Salah satu upaya pencegahan yang efektif adalah dengan penggunaan
fitofarmaka. Salah satu fitofarmaka yang dapat digunakan dalam upaya
pencegahan penyakit ikan adalah batang pisang ambon (Musa paradisiaca).
Tanaman pisang merupakan tanaman yang mudah tumbuh di wilayah tropis
seperti Indonesia. Tanaman pisang terdiri dari buah, kulit, daun, batang dan
bonggol pisang. Total produksi batang pisang dalam berat segar minimum
mencapai 100 kali lipat dari produksi buah pisangnya (Fomunyam 1992 dalam
Wina 2001) sehingga batang pisang ambon (Musa paradisiaca) menjadi limbah
yang berpotensi sebagai fitofarmaka. Batang pisang ambon mengandung beberapa
senyawa aktif seperti tannin, saponin dan flavonoid (Priosoeryanto et al. 2006).
Senyawa-senyawa tersebut berpotensi sebagai antibakteri dan imunostimulan.

2
Penelitian menggunakan ekstrak batang pisang ambon telah dilakukan pada larva
ikan gurame dan menghasilkan kelangsungan hidup tertinggi sebesar 93,3%
(Efrianti 2013). Penelitian mengenai pemanfaatan ekstrak batang pisang melalui
perendaman pada ikan yang diinfeksi bakteri belum ada sehingga penelitian ini
perlu dilakukan untuk menentukan konsentrasi yang tepat terhadap infeksi bakteri
dan diharapkan dapat meningkatkan kekebalan tubuh ikan dalam melawan infeksi
bakteri.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi ekstrak batang
pisang ambon (Musa paradisiaca) yang tepat sebagai upaya pencegahan infeksi
Aeromonas hydrophila pada ikan lele (Clarias sp.) melalui teknik perendaman.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai Februari hingga April 2014 bertempat di
Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Lingkungan Akuakultur,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Materi Uji
Materi uji yang digunakan adalah ikan lele (Clarias sp.) yang diperoleh dari
petani yang berada di daerah Ciapus, Bogor. Ikan lele yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki bobot awal 10,83±0,89 g dan panjang awal 9,88±0,27 cm.
Selain itu, digunakan juga batang pisang ambon (Musa paradisiaca) yang
diperoleh dari daerah Cibeureum, Bogor dan isolat bakteri Aeromonas hydrophila
yang merupakan koleksi Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Penelitian
Penyediaan Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Aeromonas hydrophila yang
diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Ikan. Bakteri ini disuntikkan ke ikan lele
secara intramuskular untuk menguji virulensinya. Setelah itu dilakukan reisolasi
dengan cara menggoreskan ose ke bagian ginjal dan hati kemudian dibiakkan di
Trypticase Soy Agar (TSA) pada cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam dalam
inkubator. Pengamatan morfologi dilakukan terhadap koloni bakteri dari hasil
reisolasi. Biakan murni diperoleh dari koloni yang tumbuh secara terpisah dan
diisolasi kembali ke dalam media TSA miring dan diinkubasi selama 24 jam

3
dalam inkubator. Identifikasi yang dilakukan yaitu pewarnaan Gram dan uji
biokimia (uji motilitas, uji oksidase, uji katalase, uji (OF) serta uji gelatinase).
Identifikasi yang digunakan berdasarkan Bergey’s Mannual of Determination
Bacteriology (Holt et al. 1994). Hasil identifikasi berupa pewarnaan gram dan uji
biokimia dapat dilihat pada Lampiran 1.
Bakteri yang digunakan dikultur kembali sebelum digunakan. Bakteri stok
dari kultur primer digores kembali pada agar TSA dalam cawan petri sebanyak
satu ose kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator. Bakteri dengan
koloni yang homogen berumur 24 jam diambil sebanyak satu ose dan
diinokulasikan ke dalam tabung yang berisi 10 ml media Trypticase Soy Broth
(TSB). Bakteri diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator bergoyang (shaker).
Pengenceran berseri dilakukan untuk mendapatkan kepadatan bakteri 105 cfu/ml
yang digunakan untuk uji tantang. Kepadatan bakteri yang digunakan untuk uji
tantang berdasarkan pada penghitungan nilai LD50 (Maharani 2009) yang dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Pembuatan Ekstrak Batang Pisang
Penelitian ini menggunakan batang pisang ambon yang diperoleh dari
daerah Cibereum, Bogor. Bagian batang pisang ambon yang digunakan adalah
batang pisang ambon hasil limbah pasca panen. Batang pisang ambon dipotong
kecil-kecil kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven bersuhu 50˚C
selama 24 jam. Batang pisang ambon yang telah kering dihaluskan dengan
penggiling hingga menjadi bubuk dan disimpan dalam wadah yang kedap udara.
Proses ekstraksi dilakukan dengan cara menyeduh serbuk batang pisang
ambon dengan akuades steril sehingga mencapai konsentrasi stok ekstrak batang
pisang yaitu 15% (15 g/100 ml). Akuades steril sebanyak 100 ml terlebih dahulu
dipanaskan di dalam penangas air hingga suhu 50˚C lalu serbuk batang pisang
ambon dimasukkan sesuai dengan konsentrasi larutan yang akan dibuat yaitu 15 g
kemudian diaduk hingga tercampur antara akuades dan serbuk batang pisang.
Campuran antara bubuk batang pisang ambon dan akuades didiamkan selama 15
menit pada suhu 50˚C (Wahjuningrum et al. 2008). Hasil seduhan disaring
menggunakan saringan berupa kain furing agar mendapatkan ekstrak berupa
cairan yang siap digunakan. Larutan ekstrak batang pisang dengan konsentrasi
15% diencerkan kembali untuk mencapai konsentrasi larutan yang akan
digunakan dalam penelitian yaitu 2%, 4% dan 6% melalui rumus pengenceran
(Ansel dan Stoklosa 2001) berdasarkan persamaan berikut :
n1. V1 = n2. V2
Keterangan : n1 = nilai konsentrasi yang diinginkan
n2 = nilai konsentrasi larutan stok
V1 = volume konsentrasi ekstrak batang pisang yang diinginkan
V2 = volume konsentrasi stok ekstrak batang pisang
Uji In Vitro
Uji in vitro dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak batang
pisang terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan menggunakan metode
Kirby Bauer atau kertas cakram (Lay 1994). Uji ini menghasilkan konsentrasi

4
optimum ekstrak batang pisang yang efektif untuk menghambat atau membunuh
bakteri Aeromonas hydrophila yang selanjutnya dijadikan sebagai standar
konsentrasi pada uji in vivo. Hasil uji aktivitas antibakteri dengan metode kertas
cakram ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar kertas cakram.
Konsentrasi ekstrak batang pisang yang digunakan adalah 2% (2 g/100 ml),
4% (4 g/100 ml), dan 6% (6 g/100 ml) dengan 3 kali ulangan. Bakteri A.
hydrophila dengan konsentrasi 109 cfu/ml sebanyak 0,05 ml disebar pada
permukaan media TSA di cawan petri. Kertas cakram yang telah direndam dalam
ekstrak batang pisang pada berbagai konsentrasi diletakkan di atas media TSA
yang sudah disebar bakteri kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.
Diameter zona bening yang terbentuk diukur lebarnya dan semakin lebar zona
bening maka semakin besar pula daya antibakterinya. Konsentrasi ekstrak batang
pisang pada uji in vitro adalah konsentrasi optimum yang akan digunakan dalam
uji in vivo. Gambar hasil uji zona bening di sekitar kertas cakram yang diberi
ekstrak batang pisang ambon dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut ini
merupakan hasil uji in vitro yang diperoleh berdasarkan uji zona bening.
Tabel 1 Diameter zona bening di sekitar kertas cakram yang diberi ekstrak batang
pisang ambon.
Perlakuan
2%
4%
6%

1
6,50
7,00
6,50

Ulangan (cm)
2
3
6,00
6,00
6,50
6,50
7,00
7,00

4
6,00
7,00
7,00

Rata-rata
(cm)
6,13
6,75
6,86

Gambaran Darah
Sampel darah ikan yang diambil adalah 3 ekor ikan dari masing-masing
akuarium percobaan. Pengambilan sampel darah dilakukan dengan menggunakan
syiringe 1 ml yang sebelumnya telah dibilas dengan antikoagulan. Darah yang
diambil sebanyak 0,1-0,2 ml pada bagian vena caudalis. Sampel darah yang telah
diambil kemudian dimasukkan ke dalam eppendorf yang telah dibilas dengan
antikoagulan. Sampel darah yang telah diambil kemudian digunakan untuk
pembuatan preparat sel darah putih, diferensial leukosit dan aktivitas fagositosis.
Pengambilan sampel darah dan pengamatan gambaran darah dilakukan di awal
pemeliharaan, sebelum dan setelah uji tantang. Cara pembuatan preparat dan
pengamatan parameter gambaran darah dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pemeliharaan Ikan
Persiapan wadah meliputi pencucian akuarium dan tandon, penyusunan
akuarium dan setting aerasi. Akuarium berukuran 50 x 40 x 35 cm terlebih dahulu
diisi air setinggi ¾ bagian akuarium lalu didesinfeksi dengan menggunakan klorin
30 ppm selama 24 jam. Air dalam akuarium dibuang dan diganti dengan air yang
berasal dari tandon. Air tandon sebelumnya telah didesinfeksi dengan klorin 30
ppm serta diaerasi kuat selama 24 jam. Air tandon diberi Na-Thiosulfat 15 ppm
setelah 24 jam. Pengisian air untuk media pemeliharaan sebanyak 20 liter.
Ukuran panjang ikan yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan
ukuran benih ikan pada tahap pendederan ke-4 ikan lele (8-12 cm) (SNI 2000).
Benih ikan pada tahap pendederan ke-4 merupakan benih sebar yang akan
digunakan untuk tahapan pembesaran. Ikan lele terlebih dahulu diadaptasi di

5
akuarium stok berukuran 1 x 0,4 x 0,35 m selama 7 hari sebelum dipindahkan ke
dalam akuarium percobaan. Sebelum ikan ditebar dilakukan pengukuran bobot
dan panjang awal ikan kemudian dipindahkan ke dalam akuarium percobaan
dengan kepadatan 10 ekor/akuarium.
Ikan lele dipelihara selama 21 hari dan diberi pakan komersil secara ad
satiation dengan feeding frequency sebanyak 3 kali yaitu pagi hari (07.00 WIB),
siang hari (12.00 WIB) dan sore hari (17.00 WIB). Pergantian air dilakukan pada
media pemeliharaan setiap hari sebelum pemberian pakan. Air yang diganti
sebanyak 50% dari volume air awal. Air dibuang dengan menggunakan selang
sipon berdiameter 1 cm hingga air yang tersisa hanya 50% dari volume awal
kemudian akuarium diisi kembali dengan air yang berasal dari tandon hingga
volume air mencapai 100%.
Data parameter kualitas air diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan
selama pemeliharaan. Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, pH, DO
(oksigen terlarut), TAN dan amonia. Parameter kualitas air yang diamati yaitu
suhu, pH, DO (oksigen terlarut) dan amonia. Pengukuran parameter suhu dan pH
dilakukan setiap hari, DO diukur pada awal dan akhir pemeliharaan, sedangkan
TAN dan Amonia diukur setiap seminggu sekali. Berikut ini merupakan kisaran
kualitas air pada media pemeliharaan ikan lele selama pemeliharaan.
Tabel 2 Kisaran kualitas air pada media pemeliharaan ikan lele selama
pemeliharaan.
Perlakuan
KK+
2%
4%
6%
SNI (2000)

Suhu (oC)
26,50-30
26,5-30
27-30
26,6-30
26,3-30
25-30

pH
5,1-8
5,11-8
5,05-7,96
5,04-7,99
5,19-7,86
6,5-8,5

Parameter
DO (mg/l)
4,5-6,4
4,3-6,6
4,5-5,0
4,4-7,0
4,4-6,6
>4

Amonia (mg/l)
0,0002-0,0857
0,0003-0,0522
0,0002-0,0602
0,0001-0,0502
0,0001-0,0849
< 0,01

Selama masa pemeliharaan, suhu yang terdapat pada media pemeliharaan
berkisar antara 26,3-30˚C dan pH yang diperoleh selama masa pemeliharaan
memiliki kisaran 5,04-8. Hal tersebut sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
tahun 2000 yang menyatakan bahwa suhu optimal untuk kegiatan pembeniahn
beriksar antara 25-300C dan pH optimal berkisar antara 6,5-8,5. Nilai oksigen
terlarut selama masa pemeliharaan berkisar antara 4,3-7,00 mg/l. Hal tersebut
sesuai dengan nilai oksigen terlarut optimal bagi pembenihan lele yaitu >4 mg/l
(SNI 2000). Konsentrasi amonia selama pemeliharaan berkisar antara 0,00010,0857 mg/l. Nilai tersebut tidak sesuai dengan nilai optimal bagi media
pemeliharaan lele dimana nilai konsentrasi optimal yaitu < 0,01 mg/l (SNI 2000).
Pengukuran amonia didapatkan dari hasil konversi nilai TAN setiap
minggunya. Nilai amonia pada media pemeliharaan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus nilai pKa (Emerson et al. 1975 dalam El-Shafai et al. 2004 )
dan nilai amonia (Albert 1973 dalam El-Shafai et al. 2004):

6

Uji In Vivo
Pemberian ekstrak batang pisang ambon dilakukan untuk meningkatkan
kekebalan tubuh ikan lele selama masa pemeliharaan. Penelitian ini terdiri dari 5
perlakuan dan 3 ulangan sebagai berikut:
1. Kontrol Negatif
Ikan direndam dalam air pemeliharaan setiap hari selama 7 hari dan disuntik
dengan PBS sebanyak 0,1 ml pada hari ke-8.
2. Kontrol Positif
Ikan direndam dalam air pemeliharaan setiap hari selama 7 hari dan disuntik
dengan bakteri Aeromonas hydrophila dengan konsentrasi 105 cfu/ml sebanyak
0,1 ml pada hari ke-8.
3. Ekstrak Batang Pisang 2%
Ikan direndam dengan ekstrak batang pisang 2% selama 30 menit setiap hari
selama 7 hari dan diuji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila dengan
konsentrasi 105 cfu/ml sebanyak 0,1 ml pada hari ke-8.
4. Ekstrak Batang Pisang 4%
Ikan direndam dengan ekstrak batang pisang 4% selama 30 menit setiap hari
selama 7 hari dan diuji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila dengan
konsentrasi 105 cfu/ml sebanyak 0,1 ml pada hari ke-8.
5. Ekstrak Batang Pisang 6%
Ikan direndam dengan ekstrak batang pisang 6% selama 30 menit setiap hari
selama 7 hari dan diuji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila dengan
konsentrasi 105 cfu/ml sebanyak 0,1 ml pada hari ke-8.
Perendaman dengan ekstrak batang pisang dilakukan dengan membuat
larutan stok ekstrak batang pisang pada konsentrasi 15% (15 g/100 ml). Larutan
stok dicampur dengan air yang berasal dari tandon pemeliharaan hingga mencapai
konsentrasi 2% (2 g/100 ml), 4% (4 g/100 ml), dan 6% (6 g/100 ml) dalam 1 l air
(menggunakan rumus pengenceran) kemudian larutan ekstrak batang pisang
diaduk hingga homogen. Ikan dari akuarium percobaan diangkat dengan
menggunakan seser dan dipindahkan ke dalam baskom berisi ekstrak batang
pisang pada konsentrasi 2%, 4% dan 6% kemudian ikan direndam selama 30
menit dan dipindahkan kembali ke dalam akuarium percobaan. Perlakuan
perendaman dilakukan selama 7 hari. Uji tantang (penginfeksian bakteri A.
hydrophila) dilakukan pada hari ke-8 dan pengamatan terhadap kelangsungan
hidup dilakukan selama 14 hari hingga hari ke-21.

7
Skema bagan penelitian yang lebih ringkas dapat dilihat pada bagan di
bawah ini :
Pemeliharaan Ikan

Pemeliharaan Ikan

Kontrol Hari ke-

7

1

21

8
Injeksi PBS

Pemeliharaan Ikan

Pemeliharaan Ikan

Kontrol +
Hari ke- 1

7

21

8

Injeksi A. hydrophila

Perendaman dengan perlakuan 2% 30 Menit

Pemeliharaan Ikan

2%
Hari ke- 1

7

21

8

Injeksi A. hydrophila

Perendaman dengan perlakuan 4% 30 Menit

Pemeliharaan Ikan

4%
Hari ke- 1

7

21

8

Injeksi A. hydrophila

Perendaman dengan perlakuan 6% 30 Menit

Pemeliharaan Ikan

6%
Hari ke- 1

7

8

21

Injeksi A. hydrophila

Parameter Penelitian dan Analisis Data
Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate) dihitung dengan menggunakan
rumus berikut (Effendie 1997):
N 
SR   t  x 100%
 N0 
Keterangan: SR = tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = populasi ikan hari ke-t (ekor)
No = populasi ikan hari ke-0 (ekor)

8
Jumlah Sel Darah Putih
Jumlah sel darah putih
(Nabib dan Pasaribu 1989):

dihitung dengan menggunakan rumus berikut

SDP =

x

Diferensial Leukosit
Diferensial leukosit dihitung dengan menggunakan rumus berikut
(Svobodova dan Vykusova 1991):
Jumlah monosit =
Jumlah neutrofil =
Jumlah limfosit =
Aktivitas fagositosis
Aktivitas fagositosis dihitung dengan menggunakan rumus berikut
(Anderson dan Siwicki 1993 dalam Zainun 2007):
AF =





Analisis Data
Data yang telah diperoleh ditabulasi dan dianalisis menggunakan program
Ms. Excel 2007. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan nilai dari
tingkat kelangsungan hidup, hasil gambaran darah (jumlah sel darah putih,
diferensial leukosit dan aktivitas fagositosis) serta nilai kualitas air yang disajikan
dalam bentuk tabel atau grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup ikan lele diperoleh dari persentase jumlah ikan
pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan pada awal
pemeliharaan. Berikut ini merupakan data tingkat kelangsungan hidup ikan lele
sebelum uji tantang (Gambar 1).

Kelangsungan Hidup (%)

9
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

96,67

93,33
80,00

70,00

36,67

K-

K+

2%
Perlakuan

4%

6%

`
Gambar 1 Kelangsungan hidup ikan lele sebelum uji tantang
Berdasarkan Gambar 1 diperoleh informasi bahwa perlakuan 2% sebesar
96,67% memiliki nilai kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya yang nilai kelangsungan hidupnya berkisar antara
36,67%-93,33%.

Kelangsungan Hidup (%)

Berikut ini merupakan data tingkat kelangsungan hidup ikan lele setelah uji
tantang (Gambar 2).
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

83,33
63,33
53,33
33,33

30,00

K-

K+

2%
Perlakuan

4%

6%

Gambar 2 Kelangsungan hidup ikan lele setelah uji tantang
Berdasarkan Gambar 2 diperoleh informasi bahwa perlakuan dengan dosis
2% memiliki nilai kelangsungan hidup tertinggi sebesar 83,33% dibandingkan
dengan perlakuan kontrol positif sebesar 30,00%.

10
Pola Kelangsungan Hidup
Berikut ini merupakan grafik pola kelangsungan hidup ikan lele selama
pemeliharaan (Gambar 3).

Kelangsungan Hidup (%)

Sebelum uji tantang

Setelah uji tantang

100
80

K-

60

K+

40

2%

20

4%
6%

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Hari Ke-

Gambar 3 Pola kelangsungan hidup ikan lele selama pemeliharaan. Uji
tantang ( ).
Berdasarkan Gambar 3 diperoleh informasi bahwa pola kelangsungan hidup
ikan lele pada perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan 2% dan
perlakuan 4% sampai hari ke-6 cenderung stabil selama masa pemeliharaan
sebelum uji tantang dan cenderung menurun pada hari ke-7 selama masa
pemeliharaan sebelum uji tantang. Perlakuan 6% cenderung mengalami
penurunan hingga hari ke-7 sebelum uji tantang. Pola kelangsungan hidup ikan
lele pada semua perlakuan setelah uji tantang rata-rata cenderung menurun hingga
hari ke- 15 dan mulai stabil kembali pada hari ke-16 hingga hari ke-21 setelah uji
tantang.

Jumlah Sel Darah Putih
(x 103 sel/mm3)

Jumlah Sel Darah Putih
Berikut ini merupakan grafik sel darah putih pada awal pemeliharaan,
sebelum uji tantang dan setelah uji tantang (Gambar 4).
100
80
K-

60

K+
40

2%

20

4%

0

6%
Awal

Sebelum uji tantang Setelah uji tantang
Kondisi

Gambar 4 Jumlah sel darah putih pada kondisi awal, sebelum dan setelah
uji tantang
Berdasarkan Gambar 4 diperoleh informasi bahwa jumlah sel darah putih
pada awal pemeliharaan relatif stabil yaitu sebesar 47,33 x 103 sel/ mm3. Jumlah
sel darah putih tertinggi sebelum uji tantang terdapat pada perlakuan 2% sebesar

11
73,33 x 103 sel/ mm3 dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol negatif sebesar
44,33 x 103 sel/ mm3. Jumlah sel darah putih tertinggi setelah uji tantang terdapat
pada perlakuan 6% sebesar 79,00 x 103 sel/ mm3 dan terendah terdapat pada
perlakuan kontrol negatif sebesar 41,67 x 103 sel/ mm3.
Diferensial Leukosit
Berikut ini merupakan grafik persentase neutrofil pada awal pemeliharaan,
sebelum uji tantang dan setelah uji tantang (Gambar 5).
Jumlah Neutrofil (%)

20
15

K-

10

K+
2%

5

4%
0
Awal

Sebelum uji tantang Setelah uji tantang
Kondisi

6%

Gambar 5 Persentase neutrofil pada kondisi awal, sebelum dan setelah
uji tantang
Berdasarkan Gambar 5 diperoleh informasi bahwa persentase neutrofil pada
awal pemeliharaan cenderung stabil pada setiap perlakuan yaitu sebesar 9,33%.
Persentase neutrofil tertinggi sebelum uji tantang terdapat pada perlakuan kontrol
positif sebesar 11,67% dan terendah pada perlakuan 4% sebesar 6,33%.
Persentase neutrofil tertinggi setelah uji tantang terdapat pada perlakuan 4%
sebesar 12,67% dan terendah pada perlakuan kontrol positif sebesar 4,33%.
Berikut ini adalah grafik persentase monosit pada awal pemeliharaan,
sebelum uji tantang dan setelah uji tantang (Gambar 6).
Jumlah Monosit (%)

25
20
K-

15

K+
10

2%

5

4%

0

6%
Awal

Sebelum uji tantang
Kondisi

Setelah uji tantang

Gambar 6 Persentase monosit pada kondisi awal, sebelum dan setelah
uji tantang
Berdasarkan Gambar 6 diperoleh informasi bahwa persentase jumlah
monosit pada awal pemeliharaan cenderung stabil pada setiap perlakuan yaitu
sebesar 2% dari total sel leukosit. Persentase tertinggi sebelum uji tantang terdapat
pada perlakuan 6% sebesar 16,67% dan terendah pada perlakuan kontrol negatif
sebesar 2%. Persentase monosit tertinggi setelah uji tantang terdapat pada

12

Jumlah Limfosit (%)

perlakuan kontrol positif sebesar 6,33% dan terendah pada perlakuan 4% sebesar
3%.
Berikut ini merupakan grafik persentase limfosit pada awal pemeliharaan,
sebelum uji tantang dan setelah uji tantang (Gambar 7).
100
80

K-

60

K+

40

2%

20

4%

0
Awal

Sebelum uji tantang
Kondisi

Setelah uji tantang

6%

Gambar 7 Persentase limfosit pada kondisi awal, sebelum dan setelah
uji tantang
Berdasarkan Gambar 7 diperoleh informasi bahwa persentase limfosit pada
awal pemeliharaan cenderung stabil yaitu sebesar 88,67%. Persentase limfosit
tertinggi sebelum uji tantang terdapat pada perlakuan kontrol negatif sebesar
91,33% dan terendah pada perlakuan 6% sebesar 73,33%. Persentase limfosit
tertinggi setelah uji tantang terdapat pada perlakuan kontrol positif sebesar
89,33% dan terendah pada perlakuan 4% sebesar 84,33%.
Berikut ini merupakan grafik aktivitas fagositosis pada awal pemeliharaan,
sebelum uji tantang dan setelah uji tantang (Gambar 8).
Aktivitas Fagositosis (%)

80
70
60
50

K-

40

K+

30

2%

20

4%

10

6%

0
Awal

Sebelum uji tantang
Kondisi

Setelah uji tantang

Gambar 8 Persentase aktivitas fagositosis pada kondisi awal, sebelum
dan setelah uji tantang.
Berdasarkan Gambar 8 diperoleh informasi bahwa persentase aktivitas
fagositosis pada awal pemeliharaan cenderung stabil pada setiap perlakuan yaitu
sebesar 41,11%. Persentase aktivitas fagositosis tertinggi sebelum uji tantang
terdapat pada perlakuan kontrol negatif sebesar 61,31% dan terendah pada
perlakuan 2% sebesar 31,82%. Persentase aktivitas fagositosis tertinggi pada saat
setelah uji tantang terdapat pada perlakuan 4% sebesar 49,37% dan terendah pada
perlakuan kontrol negatif sebesar 28,97%.

13
Pembahasan
Perendaman ekstrak batang pisang ambon terhadap kelangsungan hidup
ikan lele memberikan dampak yang baik selama pemeliharaan sebelum uji tantang
dimana pelakuan dengan konsentrasi 2% memiliki kelangsungan hidup tertinggi
sebesar 96,67%, sedangkan kelangsungan hidup terendah terdapat pada perlakuan
konsentrasi 6% sebesar 36,67%. Hal tersebut terjadi diduga karena toksisitas
bahan yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosis suatu bahan.
Batang pisang mengandung senyawa tanin. Tanin diduga memiliki efek negatif
bagi organisme yang hidup di perairan karena tanin dapat menghambat
pertumbuhan dengan cara menghambat proses penyerapan makanan diusus halus
dan pada kadar tertentu dapat menyebabkan kematian pada organisme yang
bersangkutan (Ahadi 2003).
Perendaman dengan ekstrak batang pisang juga memberikan dampak positif
bagi kelangsungan hidup ikan lele setelah uji tantang. Perlakuan dengan
konsentrasi 2% memiliki nilai kelangsungan hidup tertinggi sebesar 83,33%
sedangkan nilai kelangsungan hidup terendah terdapat pada perlakuan kontrol
positif sebesar 30,00%. Tingkat kelangsungan hidup yang tinggi dari perlakuan
2% diduga karena ekstrak batang pisang mengandung beberapa senyawa aktif
berupa tanin, saponin dan flavonoid (Priosoeryanto et al. 2006). Senyawasenyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak batang pisang ambon diduga
berperan sebagai senyawa immunostimulan. Kelangsungan hidup yang tinggi
pada dosis 2% didukung pula oleh parameter gambaran darah.
Pengamatan gambaran darah dilakukan pada awal sebelum perlakuan, hari
ke-7 setelah perlakuan perendaman dan hari ke-7 setelah uji tantang. Leukosit
merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai pertahanan non
spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui proses
fagositosis (Sukenda et al. 2008). Jumlah sel darah putih pada saat awal
pemeliharaan relatif stabil pada setiap perlakuan yaitu sebesar 47,33 x 103 sel/
mm3. Jumlah sel darah putih tertinggi sebelum uji tantang terdapat pada perlakuan
2% sebesar 73,33 x 103 sel/ mm3 dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol
negatif sebesar 44,33 x 103 sel/ mm3. Jumlah sel darah putih pada perlakuan 2%
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif setelah uji tantang. Hal
tersebut diduga karena pada perlakuan perlakuan perendaman 2% mengandung
senyawa-senyawa aktif yang berperan sebagai immunostimulan. Salah satu
senyawa aktif yang terdapat pada batang pisang adalah flavonoid. Menurut
Angka et al. (2004) bahwa adanya kandungan andrografolid yang merupakan
senyawa flavonoid bersifat antibakteri dan antioksidan. Senyawa flavonoid dapat
memicu sistem imun karena leukosit sebagai pemakan benda asing lebih cepat
dihasilkan dari sistem limfe.
Sistem imun non spesifik merupakan sistem pertahanan utama terhadap
infeksi. Mekanisme pertahanan dari sistem imun non spesifik berupa penelanan
materi ekstraseluler oleh proses fagositosis. Proses fagositosis ini dilakukan oleh
sel-sel fagosit berupa sel monosit, neutrofil dan jaringan makrofag. Persentase
neutrofil pada awal pemeliharaan cenderung stabil pada setiap perlakuan yaitu
sebesar 9,33%. Persentase neutrofil tertinggi pada saat sebelum uji tantang
terdapat pada perlakuan kontrol positif sebesar 11,67% dan terendah pada
perlakuan 4% sebesar 6,33%. Persentase neutrofil pada perlakuan 2% lebih tinggi

14
dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif setelah uji tantang. Persentase
neutrofil yang tinggi pada perlakuan 2% diduga terjadi karena adanya kandungan
saponin dalam ekstrak batang pisang yang berperan dalam meningkatkan
kekebalan tubuh. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Prasetyo (2008) bahwa zat
aktif berupa saponin yang terdapat pada ekstrak batang pisang dapat merangsang
sistem kekebalan tubuh. Selain itu peningkatan neutrofil dalam darah dapat
merangsang pembentukan monosit dan makrofag (Ellis 1986 dalam Iwama 1996).
Persentase jumlah monosit pada awal pemeliharaan cenderung stabil pada
setiap perlakuan yaitu sebesar 2% dari total sel leukosit. Persentase tertinggi
sebelum uji tantang terdapat pada perlakuan 6% sebesar 16,67% dan terendah
terdapat pada perlakuan kontrol negatif sebesar 2%. Persentase monosit pada
perlakuan 2% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif setelah
uji tantang. Hal tersebut diduga karena sel neutrofil telah melaksanakan tugasnya
dalam memfagosit banyak partikel-partikel asing berupa bakteri A. hydrophila
selanjutnya fungsi fagositosis dilaksanakan oleh sel monosit yang kemudian
berkembang menjadi makrofag apabila teraktivasi. Menurut Kind et al. (2007),
makrofag yang teraktivasi mempunyai aktivitas fagositis yang tinggi,
meningkatkan pembunuhan mikroba melalui proses penelanan, pengaktifasi sel T
serta dapat meningkatkan sekresi MHC II.
Persentase limfosit pada awal pemeliharaan cenderung stabil yaitu sebesar
88,67%. Persentase limfosit tertinggi pada saat sebelum uji tantang terdapat pada
perlakuan kontrol negatif sebesar 91,33% dan terendah pada perlakuan 6%
sebesar 73,33%. Persentase limfosit pada perlakuan 2% lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif. Persentase yang rendah diduga
karena sel neutrofil dan monosit sebagai sel fagosit yang berperan dalam proses
fagositosis telah banyak memfagosit bakteri pada awal infeksi sehingga kerja sel
limfosit menjadi berkurang. Menurut Kollner et al. (2002), sel-sel fagosit
merupakan respon imun non spesifik yang berfungsi untuk memfagosit,
membunuh dan menelan mikroorganisme patogen. Fagositosis merupakan
langkah awal dalam fungsi monosit dan makrofag untuk merangsang respon
limfosit. Peningkatan persentase limfosit pada beberapa perlakuan pada saat
setelah uji tantang diduga adanya proses fagositosis yang dapat merangsang
respon limfosit dimana pada saat limfosit teraktivasi maka proses fagositosis akan
berlangsung untuk mengeliminir antigen asing melalui sekresi sitokine (Kollner et
al. 2002).
Persentase aktivitas fagositosis pada awal pemeliharaan cenderung stabil
pada setiap perlakuan yaitu sebesar 41,11%. Persentase aktivitas fagositosis
tertinggi pada saat sebelum uji tantang terdapat pada perlakuan kontrol negatif
sebesar 61,31% dan terendah pada perlakuan 2% sebesar 31,82%. Perlakuan 2%
sebesar 44,71% menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan kontrol positif sebesar 35,12%. Aktivitas fagositosis yang tinggi pada
perlakuan 2% diduga karena pada ekstrak batang pisang memiliki kandungan zat
aktif didalamnya yang dapat merangsang sistem imun non spesifik melalui
aktivitas sel-sel fagosit dalam membunuh bakteri. Menurut Mims (1987), proses
fagositosis terjadi melalui proses penelanan, pembununuhan dan penelanan
mikroorganisme patogen. Sel-sel fagosit dilengkapi dengan pertahanan
antimikrobial yang kuat dan enzim lisozim.

15

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca) dengan
konsentrasi perendaman 2% dapat memberikan kelangsungan hidup ikan lele
pasca uji tantang sebesar 83,33%, lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
kontrol positif yang hanya memberikan kelangsungan hidup sebesar 30%.
Saran
Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan perlakuan
perendaman dengan frekuensi waktu yang berbeda untuk melihat efektifitas dari
ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca) untuk meningkatkan daya tahan
tubuh ikan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahadi MR. 2003. Kandungan tanin terkondensasi dan laju dekomposisi pada
serasah daun Rhizophora mucronata Lamk pada ekosistem tambak
tumpangsari di Blanakan, Purwakarta, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Angka SL, Priosoeryanto BP, Lay BW, Harris E. 2004. Penyakit motile
aeromonad septicemia pada ikan lele dumbo (Clarias sp.): Upaya
pencegahan dan pengobatannya dengan fitofarmaka. Forum Pascasarjana.
27(4): 339-350.
Angka SL. 2005. Kajian penyakit motile aeromonad septicemia (MAS) pada ikan
lele dumbo (Clarias sp.): patologi, pencegahan dan pengobatannya dengan
fitofarmaka [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ansel HC, Stoklosa MJ. 2001. Pharmaceutical Calculation 12th Edition.
Philadelphia (US): Lippincott Williams and Wilkins.
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusantara.
El-Shafai SA, El-Gohary FA, Nasr FA, Peter van der Steen N, Gijzen HJ. 2004.
Chronic ammonia toxicity to duckweed-feed tilapia (Oreochromis niloticus).
Aquaculture. 232:117-127.
Efrianti R. 2013. Pemberian ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca)
pada media pemeliharaan untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva
ikan gurame (Osphronemus goramy) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Holt JG, Krieg NR, Sheath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual
of Deteterminative Bacteriology. Edisi ke-9. Baltimore (US): Williams &
Wilkins.
Iwama G, Nakanishi T. 1996. The Fish Immune System. California (US):
Academic Press.

16
Kindt et al. 2007. Immunologi Sixth Edition. Amerika (US): W.H. Freeman and
Company.
KKP [Kementerian Kelautan Perikanan]. 2012. Bisnis ikan lele menggiurkan
[internet]. [diacu 2014 Agustus 14]. Tersedia dari: www.kkp.go.id.
KKP [Kementerian Kelautan Perikanan]. 2013. Statistik menakar target ikan air
tawar tahun 2013 [internet]. [diacu 2014 Mei 11]. Tersedia dari:
www.djpb.kkp.go.id.
Kollner B, Wasserab B, Kotterba G, Fischer U. 2002. Evaluation of immune
funtion of rainbow trout (Oncorhyncus mykiss)-how can environmental
influences be detected?. Toxicology letter. 131: 83-95.
Lay, BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium Mikrobiologi. Jakarta (ID): PT
Raja Grafindo Persadaesember.
Lukistyowati I, Kurniasih. 2012. Pelacakan gen aerolysin dari Aeromonas
hydrophila pada ikan mas yang diberi pakan ekstrak bawang putih. Jurnal
Veteriner. 13: 43-50.
Maharani D. 2009. Potensi jeruk nipis Citrus aurantifolia untuk pencegahan dan
pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo
Clarias sp. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mims CA. 1987. The Pathogenesis of Infectious Disease. London (GB):
Academic Press.
Nabib R, Pasaribu FH. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Prasetyo BF. 2008. Aktivitas dan uji stabilitas sediaan gel ekstrak batang pisang
ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dalam proses persembuhan luka
pada mencit (Mus musculus albinus) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Priosoeryanto BP, Huminto H, Wientarsih I, Estuningsih S. 2006. Aktivitas getah
batang pohon pisang dalam proses persembuhan luka dan efek kosmetiknya
pada hewan. Lembaga Penelitian dan Pemberdayan Masyarakat. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Pusluhkan. 2011. Pengolahan ikan lele [internet]. [diacu 2014 Juli 6]. Tersedia
dari: www.pusluh.kkp.go.id.
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2000. Produksi benih ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus x C. Fuscus) kelas benih sebar. Indonesia (ID): BSN.
Sukenda, Jamal L, Wahjuningrum D, Hasan A. 2008. Penggunaan kitosan untuk
pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp.
Jurnal Akuakultur Indonesia. 7(2): 159-169.
Svobodova Z, Vykusova B. 1991. Diagnostics, prevention and therapy of fish
disease and intoxication [internet]. [diacu 2014 Juni 27]. Tersedia dari:
www.fao.org.
Wahjuningrum D, Ashry N, Nuryati S. 2008. Pemanfaatan ekstrak daun ketapang
Ternimalia cattapa untuk pencegahan dan pengobatan ikan patin
Pangasiodon hypopthalmus yang terinfeksi Aeromonas hydrophila. Jurnal
Akuakultur Indonesia. 7(1): 79-94.
Yuhana M, Normalina I, Sukenda. 2008. Pemanfaatan ekstrak bawang putih
Allium sativum untuk pencegahan dan pengobatan pada ikan patin
Pangasionodon hypophthalmus yang diinfeksi Aeromonas hydrophila.
Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 7(1): 95-107.

17
Wina E. 2001. Tanaman pisang sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 11(1).
Zainun Z. 2007. Pengamatan parameter hematologis pada ikan mas yang diberi
immunostimulan. Buletin Teknologi Akuakultur. 6(1).

18
Lampiran 1 Pewarnaan Gram dan uji biokimia
Isolat
1
Holt et al 1994

Gram
-

Motilitas
+
+

O/F
F
F

Katalase
+
+

Oksidase
+
+

Gelatinase
+
+

Lampiran 2 Penghitungan nilai LD50 (Maharani 2009)
Kepadatan

Mati

Hidup

Bakteri

Ratio
Kematian

Akumulasi
Mati

Hidup

Ratio

%

Kematian
108

4

0

1

15

0

15/15

100

107

4

0

1

11

0

11/11

100

106

3

1

0,75

7

1

7/8

87,5

105

3

1

0,75

4

2

4/6

66,57

104

1

3

0,25

1

5

1/6

16,67

Selang proporsi =

=
= 0,33
Log negatif LD50 = Log negatif di atas 50% + selang proporsi
= -Log 105 + 0,33
= -5 + 0,33
= 4,7
LD50 = 104,7 cfu/ml
LD50 = 105 cfu/ml
Jadi Bakteri Aeromonas hydrophila pada kepadatan 105 cfu/ml dapat
membuat populasi ikan lele dumbo mati sebanyak 50% selama 7 hari.

19
Lampiran 3 Gambar hasil uji diameter zona bening di sekitar kertas cakram yang
diberi ekstrak batang pisang ambon.

a
b
c
d
e
Gambar 9 a. Kontrol positif (Alkohol 70%) b. Kontrol negatif (PBS) c. Perlakuan
2% d. Perlakuan 4% e. Perlakuan 6%
Lampiran 4 Cara pembuatan preparat dan pengamatan parameter gambaran darah
Pengukuran Jumlah Sel Darah Putih (Nabib dan Pasaribu 1989)
Darah dihisap dengan pipet berisi bulir merah sampai skala 0,5 kemudian
ditambah larutan Turk’s sampai skala 11 dan diaduk membentuk angka delapan
selama 3 – 5 menit sehingga darah tercampur rata. Darah yang telah tercampur
dengan larutan Turk’s dibuang sebanyak dua tetes pertama selanjutnya diteteskan
pada haemacytometer tipe Neubauer yang ditutup dengan cover glass.
Penghitungan jumlah sel darah putih dilakukan pada 5 bidang pandang dengan
mikroskop.
Diferensial Leukosit (Svobodova dan Vykusova 1991)
Sampel darah diencerkan dengan antikoagulan dengan perbandingan 1:1.
Kaca objek sebelumnya direndam dengan metanol selama 5 menit agar kotoran
pada kaca objek hilang dan dikeringkan. Gelas obyek dipegang dengan telunjuk
dan ibu jari. Darah ikan yang telah diencerkan diteteskan pada bagian sebelah kiri
gelas obyek. Gelas obyek lain diletakkan disebelah kiri tetesan darah membentuk
sudut 300. Gelas obyek ditarik sampai ke ujung kanan gelas obyek sampai darah
menyebar disepanjang gelas obyek.
Darah yang baru diulas di gelas obyek dikering udarakan (fiksasi udara).
Preparat ulas difiksasi ke dalam larutan methanol selama 10 menit. Setelah itu
preparat ulas direndam dalam larutan giemsa yang diencerkan (1:60) selama 10
menit. Preparat ulas pada gelas obyek dicuci dengan akuades dan dikeringkan.
Pengamatan sel monosit, neutrofil, dan limfosit dilakukan dengan mikroskop.
Aktivitas Fagositosis (Anderson dan Siwicki 1993 dalam Zainun 2007)
Sampel darah diencerkan dengan bakteri Staphylococcus aureus dengan
kepadatan 107 cfu/ml dengan perbandingan 1:1. Bakteri sebelumnya dikultur pada
media TSB 10 ml selama 24 jam. Setelah 24 jam bakteri diambil sebanyak 1 ml
ke dalam ependorf dan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit
lalu dilakukan pembilasan sebanyak 2 kali dengan PBS. Pengenceran berseri
dilakukan hingga diperoleh kepadatan bakteri 107 cfu/ml. Kaca objek sebelumnya
direndam dengan metanol selama 5 menit agar kotoran pada kaca objek hilang
dan dikeringkan. Gelas obyek dipegang dengan telunjuk dan ibu jari. Darah ikan
yang telah diencerkan diteteskan pada bagian sebelah kiri gelas obyek. Gelas
obyek lain diletakkan disebelah kiri tetesan darah membentuk sudut 450. Gelas

20
obyek ditarik sampai ke ujung kanan gelas obyek sampai darah menyebar
disepanjang gelas obyek.
Darah yang baru diulas di gelas obyek dikering udarakan (fiksasi udara).
P