Biologi Panacra elegantulus Herrich-Schaffe (Lepidoptera: Sphingidae) pada Tanaman Hias Aglaonema

BIOLOGI Panacra elegantulus Herrich-Schaffe
(LEPIDOPTERA: SPHINGIDAE) PADA
TANAMAN HIAS AGLAONEMA

RIZKY MARCHERIA ARDIYANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biologi Panacra
elegantulus Herrich-Schaffe (Ledpidoptera: Sphingidae) pada Tanaman Hias
Aglaonema adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Rizky Marcheria Ardiyanti
NIM A34100025

ABSTRAK
RIZKY MARCHERIA ARDIYANTI. Biologi Panacra elegantulus HerrichSchaffe (Lepidoptera: Sphingidae) pada Tanaman Hias Aglaonema. Dibimbing
oleh NINA MARYANA.
Aglaonema merupakan tanaman hias dari famili Araceae. Banyak orang
yang menyukai dan membudidayakan tanaman ini karena keindahannya. Salah
satu hama dalam budidaya Aglaonema adalah Panacra elegantulus (Lepidoptera:
Sphingidae). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek biologi
hama ini pada tanaman Aglaonema. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, dari Januari hingga April 2014. Telur dan larva diperoleh
dari lapangan dan dipelihara di laboratorium. Aspek biologi hama yang diamati
meliputi jumlah instar larva, stadium larva dan pupa, lama hidup imago, dan

reproduksi betina. Diamati pula musuh alami hama ini. Hasil penelitian
menunjukan bahwa P. elegantulus terdiri dari empat instar. Rata-rata produksi
telur imago betina 23.67 butir. Telur diletakan di bawah atau di atas permukaan
daun. Rata-rata stadium telur, larva, dan pupa masing- masing adalah 4.25, 23.18,
dan 13.12 hari. Pupa muda berwarna hijau dan berubah menjadi coklat. Lama
hidup imago jantan dan betina adalah 4.18 dan 6.09 hari. Musuh alami hama ini
terdiri dari dua famili dari ordo Hymenoptera (Eulophidae dan Braconidae) dan
satu famili dari ordo Diptera (Tachinidae), ketiga parasitoid tersebut adalah
parasitoid larva.
Kata kunci: Aglaonema, Araceae, Biologi, Panacra elegantulus, Sphingidae.

ABSTRACT
RIZKY MARCHERIA ARDIYANTI. Biologi Panacra elegantulus HerrichSchaffe (Lepidoptera: Sphingidae) pada Tanaman Hias Aglaonema. Supervised by
NINA MARYANA.
Aglaonema is an ornamental plant of family Araceae. Many people love to
cultivate this plant due to its beauty. One of the detention in Aglaonema
cultivating is Panacra elegantulus (Lepidoptera: Sphingidae). The aim of this
study was to observe the biology of this pest on Aglaonema. The study was
conducted at Insect Biosystematics Laboratory, Department of Plant Protection,
Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University, from January to April

2014. Eggs and larvae were collected from the field and then kept in the
laboratory. Biological aspects of this pest were observed. The result showed that
P. elegantulus has four instars. The average number of eggs produced by a female
was 23.67. Eggs were laid under or upper side of leaf surface. Average of eggs,
larvae, and pupae stadia were 4.25, 23.18, and 13.12 days respectively. The young
pupae was green and turned in to brown. The longevity of male and female were
4.18 and 6.09 days respectively. Natural enemies of this pest were two families of
order Hymenoptera (Eulophidae and Braconidae) and one family of order Diptera
(Tachinidae). All of the parasitoids were larval parasitoid.
Key words: Aglaonema, Araceae, Biology, Panacra elegantulus, Sphingidae.

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak

merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

BIOLOGI Panacra elegantulus Herrich-Schaffe
(LEPIDOPTERA: SPHINGIDAE) PADA
TANAMAN HIAS AGLAONEMA

RIZKY MARCHERIA ARDIYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

: Biologi Panacra elegantulus Herrich-Schaffe (Lepidoptera:
Sphingidae) pada Tanaman Hias Aglaonema
Nama Mahasiswa : Rizky Marcheria Ardiyanti
NIM
: A34100025

Judul Skripsi

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman


Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul “Biologi Panacra elegantulus Herrich-Schaffe (Lepidoptera:
Sphingidae) pada Tanaman Hias Aglaonema”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
tugas akhir ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nina
Maryana, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan
dan berbagai macam bantuan kepada penulis, Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si.
selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan
dan motivasi selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Proteksi
Tanaman, dan Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU selaku dosen penguji tamu yang telah
banyak memberikan kritik dan saran kepada penulis selama menyelesaikan tugas
akhir ini.
Terima kasih diucapkan kepada keluarga tercinta Bapak Sukardi, Ibu Sri
Djanarti, dan Kakak Bagustianto Ardiyansyah, beserta keluarga yang lainnya

untuk kasih sayang, dukungan, serta doa yang selalu diberikan. Terima kasih
kepada Dr. Izu Andry Fijridiyanto, M.Sc. selaku Kepala Subbidang Pemeliharaan
Koleksi Kebun Raya Bogor-LIPI yang telah memberikan izin pengamatan di
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, serta Bapak Maman dan
Bapak Pandi yang telah membantu penulis selama melakukan pengamatan di
Kebun Raya Bogor.
Penghargaan ditujukkan juga untuk teman-teman Wisma Pelangi, Nurul
Izmah, Santiara Pramestia Putri, Eka Pujiyanti, Dian Eka Ramadhani, Lidya
Agustina Budiarti, Nuraini Annisa, Sri Ramadaniaty, teman-teman yang telah
memberikan dukungan kepada penulis, serta keluarga OMDA IPMRT yang telah
banyak memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada keluarga Laboratorium Biosistematika Serangga atas
bantuan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis, dan teman-teman
seperjuangan, Andi Dwi Mandasari, M. Ridho Rasid, Johanna C.H. Sinaga,
Vincentius H. Dhango, dan Shandy Amarullah Amin. Terima kasih kepada
keluarga besar Proteksi Tanaman dan khususnya teman-teman Proteksi Tanaman
Angkatan 47, serta pihak lain yang turut membantu dalam penyelesaian tugas
akhir ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, September 2014

Rizky Marcheria Ardiyanti

17

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode
Pengambilan Sampel Serangga
Pemeliharaan Serangga
Pengamatan Telur
Pengamatan Larva dan Pupa
Pengamatan Imago
HASIL DAN PEMBAHASAN

Masa Perkembangan dan Perilaku
Telur
Larva
Pupa
Imago
Kerusakan yang Ditimbulkan
Musuh Alami
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
1
1
2
2
3

3
3
3
3
3
4
5
6
6
6
6
8
8
10
11
14
14
14
15
16


i

DAFTAR TABEL
1 Ukuran dan stadium telur, larva, dan pupa P. elegantulus
2 Ukuran dan lama hidup imago P. elegantulus
3 Serangan parasitoid pada larva P. elegantulus

7
9
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Wadah plastik dan kurungan berkasa untuk pemeliharaan P. elegantulus
Fase perkembangan pradewasa P. elegantulus
Pupa P. elegantulus
Imago P. elegantulus jantan dan betina
Ujung abdomen imago P. elegantulus jantan dan betina
Serangan larva P. elegantulus
Parasitoid yang ditemukan selama penelitian dan gejala larva

4
6
8
9
10
11
11

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman hias dapat berupa hias daun, hias bunga, hias buah, dan hias akar.
Keempat bagian tanaman ini mempunyai ciri khas masing-masing sehingga
memiliki daya tarik sebagai hiasan (Mattjik 2010). Tanaman hias daun memiliki
keanekaragaman yang cukup banyak dari segi bentuk, ukuran, warna, dan
perpaduan dari warna daun secara utuh dengan pertulangannya. Tanaman hias
daun terutama digunakan sebagai penghias ruang (Mattjik 2010).
Aglaonema atau dalam bahasa Indonesia sering disebut “sri rejeki”
tergolong tanaman hias daun, merupakan salah satu genus dalam famili Araceae
yang banyak dijumpai di daerah tropis hingga tropis basah. Aglaonema berasal
dari daratan Asia, menyebar dari wilayah China bagian selatan, Thailand,
Myanmar, Indonesia hingga Filipina. Habitat asli tanaman ini adalah tempattempat terlindungi seperti di bawah tajuk rindang hutan dengan intensitas cahaya
yang rendah (Balithi 2008). Menurut Sulianta dan Yonathan (2009), beberapa
tanaman hias dari famili Araceae dapat bermanfaat sebagai antipolutan di dalam
rumah atau perkantoran. Salah satu contohnya adalah tanaman Aglaonema yang
mampu mendekomposisi formaldehida dan benzena hingga 48% dalam waktu 24
jam.
Aglaonema termasuk tanaman monokotil berakar serabut yang berbentuk
silinder, berwarna putih kekuningan. Batang tanaman Aglaonema berbentuk
silinder, tidak berkayu, berwarna putih, hijau atau merah, dan berbuku. Setiap
buku pada batang mempunyai satu mata tunas yang berpotensi untuk tumbuh
menjadi cabang baru bila kondisi memungkinkan. Daun pada umumnya berwarna
hijau dengan variasi gradasi warna, variasi berupa bulatan, dan perforasi pada
helaian daun. Tangkai daun berpelepah dan saling menutupi batang, hingga
terkesan tanaman Aglaonema tidak mempunyai batang yang jelas (Budiarto
2007).
Motif dan corak daun Aglaonema juga bervariasi. Ada yang dihiasi oleh urat
daun yang mirip tulang ikan, ada pula yang bintik putih mirip beras tumpah, dan
ada yang bercorak mirip baju prajurit, bahkan dalam satu spesies variannya cukup
besar. Terkadang cukup sulit membedakan antara Aglaonema dan Dieffenbachia.
Aglaonema biasanya lebih kecil dan pendek. Ketika disobek, daunnya tidak
berbau dan tidak gatal. Dieffenbachia lebih tinggi dan besar, daun lebih lebar,
berbau, dan cenderung gatal ketika disentuh (Angkasa et al. 2006).
Produksi Aglonema di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 1 553 429 pohon,
pada tahun 2012 produksinya sebesar 1 618 047 pohon, dan pada tahun 2013
produksi Aglaonema sebesar 1 598 159 pohon (Balithi 2014). Budidaya tanaman
hias daun sangat menguntungkan, karena harga jualnya yang tinggi. Namun,
dalam budidaya tanaman hias daun terdapat kendala produksi di antaranya adalah
masalah hama dan penyakit. Hama yang menyerang Aglaonema adalah tungau,
kutu putih, kutu daun, kutu perisai, dan ulat (Courtier 1993). Berbagai tanaman
Aglaonema di wilayah Bogor terserang oleh hama Panacra elegantulus
(Lepidoptera: Sphingidae).
Inang P. elegantulus adalah tanaman dari famili Araceae, di antaranya
meliputi Dieffenbachia, Syngonium, dan Monstera deliciosa (Lok et al. 2012).

2
Habitat hama ini meliputi tepi hutan, kebun, dan taman dengan kumpulan tanaman
Araceae. Persebaran hama ini meliputi negara India Utara, Myanmar, Nepal,
Thailand, Malaysia, Vietnam, Singapura, dan China selatan (Lok et al. 2012).
Penelitian mengenai hama ini belum pernah dilakukan di Indonesia.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui beberapa aspek biologi P.
elegantulus pada tanaman hias Aglaonema.
Manfaat
Informasi yang diperoleh dari penelitian diharapakan dapat menjadi
referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Rata-rata
suhu maksimum di laboratorium adalah 30.24 oC, dengan kelembapan rata-rata
sebesar 84%. Suhu minimum di laboratorium rata-rata 25.42 oC, dengan
kelembapan rata-rata sebesar 53.18%. Penelitian berlangsung dari bulan Januari
sampai April 2014.
Metode
Pengambilan Sampel Serangga
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva P. elegantulus
yang diambil dari tanaman Aglaonema di Kebun Raya Bogor, perumahan
kawasan Bogor Raya Permai, dan sekitar Kampus IPB Dramaga, Bogor. Serangga
yang diambil dari lapangan adalah serangga pada fase telur dan larva. Pengamatan
instensif dilakukan terhadap beberapa tanaman Aglaonema untuk mengetahui
telur yang baru diletakkan. Larva yang diambil adalah larva dari berbagai instar,
baik larva instar I yang baru keluar dari telur maupun larva instar lanjut. Tanaman
Aglaonema di lapangan diamati satu kali seminggu. Telur dan larva yang
ditemukan di lapangan diambil dan dijadikan sebagai sampel. Pengambilan
sampel di lapangan dilakukan dengan cara menggunting daun yang mengandung
telur maupun larva, kemudian sampel dimasukkan ke dalam wadah plastik dan
dibawa ke laboratorium.
Pemeliharaan Serangga
Serangga yang diambil untuk dipelihara berupa telur dan larva P.
elegantulus. Daun yang mengandung telur ditempatkan di dalam cawan petri yang
berdiameter 9 cm x 1.7 cm yang dialasi kertas, kemudian larva dimasukkan ke
dalam wadah plastik berkasa. Larva instar I hingga instar IV masing-masing
dipelihara di dalam wadah plastik berkasa yang berukuran 14.5 cm x 14.1 cm x
10.5 cm dengan bagian dasar telah dialasi dengan kertas dan diberi daun
Aglaonema sebagai pakan. Setelah larva memasuki instar IV, wadah plastik
pemeliharaan pada bagian paling dasar diberi tanah agak lembap setelah itu
diletakkan kertas di atasnya. Masing-masing wadah hanya diisi satu larva. Setiap
hari kertas dan daun diganti agar tetap bersih dan segar. Setelah larva membentuk
pupa, pupa dipindahkan ke dalam wadah plastik yang berdiameter 5.5 cm x 15
cm. Pada wadah hanya diletakkan satu pupa. Bagian bawah wadah sebelumnya
telah diberi tanah agak lembap dan pupa diamati hingga menjadi imago.
Pengamatan Telur
Penetasan telur yang diletakkan oleh imago betina di laboratorium
mengalami berbagai kendala, karena perbedaan kondisi suhu dan kelembapan di
laboratorium dengan di lapangan. Beberapa telur yang diletakkan tidak dapat
menetas. Oleh karena itu, untuk mengetahui stadium telur dilakukan pengamatan
dan pengambilan langsung dari pertanaman Aglaonema di lapangan. Pengamatan
dilakukan secara intensif setiap hari, bila pada permukaan daun ditemukan telur,

4
maka daun tersebut diambil dan dibawa ke laboratorium. Daun yang mengandung
telur digunting kemudian diletakkan di dalam cawan petri berdiameter 9 cm x 1.7
cm dan diamati setiap hari. Pengukuran telur dilakukan di bawah mikroskop
stereo. Telur yang dijadikan sampel adalah telur yang diperoleh dari lapangan
maupun dari pembedahan abdomen imago betina. Ulangan yang digunakan pada
pengamatan telur adalah 30 individu telur.
Pengamatan Larva dan Pupa
Pengamatan larva instar I hingga instar IV dan pupa dilakukan secara
individu di dalam wadah plastik berkasa. Larva instar I hingga instar IV dipelihara
di dalam wadah plastik berkasa berukuran 14.5 cm x 14.1 cm x 10.5 cm (Gambar
1a). Bagian dasar wadah plastik dialasi kertas dan diberi daun Aglaonema sebagai
pakan. Setelah larva memasuki instar IV selain diberi pakan daun Aglaonema,
bagian dasar wadah plastik pemeliharaan diberi tanah agak lembap, kemudian
diletakkan kertas di atasnya. Setiap hari alas kertas dan daun pakan diganti agar
tetap bersih dan segar. Pengamatan larva meliputi panjang, lebar, dan stadium
masing-masing instar larva. Pengukuran larva dilakukan sehari setelah larva ganti
kulit, dengan ulangan 12-25 larva. Panjang tubuh larva diukur dari ujung kepala
hingga ujung abdomen, sedangkan lebar tubuh diukur pada bagian yang terlebar
yaitu bagian tengah abdomen. Lebar kepala diukur dari lebar maksimum kepala
larva. Stadium larva dihitung dengan memerhatikan waktu ganti kulit masingmasing larva setiap instar. Pengamatan juga dilakukan terhadap perilaku setiap
instar larva.
Ketika larva telah menjadi pupa, pupa dipindahkan ke dalam plastik berkasa
dengan diameter 5.5 cm x 15 cm yang sebelumnya diberi tanah (Gambar 1b).
Pengamatan pupa meliputi panjang, lebar, dan stadium pupa dengan ulangan
sebanyak 25 pupa. Stadium pupa dihitung sejak larva menjadi pupa hingga pupa
menjadi imago.

Gambar 1 Wadah plastik dan kurungan berkasa untuk pemeliharaan P.
elegantulus, (a) untuk pengamatan larva, (b) untuk pengamatan pupa,
(c) untuk pengamatan imago

5
Pengamatan Imago
Imago yang keluar dari pupa dipelihara di dalam kurungan berkasa yang di
dalamnya terdapat dua tanaman Aglaonema. Kurungan berukuran 59 cm x 59 cm
x 59 cm (Gambar 1c). Tanaman Aglaonema ditanam di dalam polybag yang
berukuran 30 cm x 30 cm. Tanaman disiram setiap sore hari. Imago diberi pakan
madu dengan konsentrasi 30% yang diserapkan pada kapas atau tissue yang
diletakkan pada cawan petri. Pengamatan imago dilakukan terhadap panjang
tubuh, warna, lama hidup, dan produksi telur dengan 11 ulangan. Panjang tubuh
imago diukur dari ujung kepala hingga ujung abdomen. Rentang sayap diukur
pada rentang sayap terlebar. Pengukuran terhadap imago dilakukan setelah imago
mati dan dibedakan antara imago jantan dan betina. Pemeliharaan imago di dalam
kurungan dilakukan dengan perbandingan satu imago jantan dan dua imago
betina. Kurungan pemeliharaan diletakkan di luar laboratorium.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masa Perkembangan dan Perilaku
Telur
Telur P. elegantulus berbentuk bulat dan halus. Telur diletakkan satu per
satu di permukaan atas atau bawah daun. Daun yang mengandung telur adalah
daun yang bersih dari tanah. Telur yang baru diletakkan berwarna hijau pucat,
kemudian setelah 24 jam akan muncul bintik merah pada permukaan atas telur.
Warna merah tersebut akan melebar hingga ke seluruh permukaan telur. Bila
permukaan telur berwarna merah, hal itu menandakan bahwa telur akan segera
menetas (Gambar 2a). Warna merah yang terdapat pada telur adalah bakal larva.
Telur menetas dalam waktu 4 hingga 5 hari. Pengamatan penetasan telur
dilakukan pada telur yang diperoleh dari lapangan. Hal tersebut dilakukan karena
penetasan telur yang berasal dari pembiakan di laboratorium mengalami kesulitan.
Rata-rata diameter telur P. elegantulus adalah 0.16 cm (Tabel 1).

0.1 cm

2 cm

1 cm

2 cm

1 cm

2 cm

Gambar 2 Fase perkembangan pradewasa P. elegantulus, (a) telur, (b) larva instar
I, (c) larva instar II, (d) larva instar III, (e) larva instar IV, (f) pra pupa
Larva
Larva terdiri dari empat instar. Pada umumnya larva memakan daun dari
bagian bawah permukaan daun. Larva saat pagi hingga siang beristirahat di bagian
pangkal batang dan beraktifitas serta makan ketika sore hari.
Larva instar awal yang baru keluar dari telur berwarna merah. Larva dari
famili Sphingidae memiliki ciri khas yaitu adanya tanduk di ujung abdomen.
Tanduk pada larva instar awal juga berwarna merah (Gambar 2b). Ukuran lebar
kepala yaitu 0.13 cm (Tabel 1). Larva instar awal yang baru keluar dari telur akan
menuju ke daun yang lebih muda, dan memakan daun dari bagian tepi hingga
bagian daun yang dekat dengan tulang daun. Larva instar I makan secara
individual. Pada umumnya pada satu daun hanya terdapat satu larva. Larva instar

7
Tabel 1 Ukuran dan stadium telur, larva, dan pupa P. elegantulus
Lebar tubuh Lebar
Stadium
Panjang
(cm)
kepala
(hari)
Tahap
tubuh (cm)
perkembangan
± SD
(cm)
± SD
± SD1)
± SD
Telur
0.16 ± 0.012)
4.25 ± 0.96
Larva
23.18 ± 3.21
Instar I
1.22 ± 0.33 0.13 ± 0.04
0.13 ± 0.04
7.00 ± 0.82
Instar II
2.42 ± 0.59 0.24 ± 0.06
0.24 ± 0.06
4.42 ± 0.58
Instar III
4.19 ± 0.85 0.45 ± 0.10
0.47 ± 0.12
4.72 ± 0.79
Instar IV
6.88 ± 1.27 0.75 ± 0.16
0.78 ± 0.18
7.04 ± 1.023)
Pra pupa
4.24 ± 0.58 0.87 ± 0.11
2.00 ± 0.00
Pupa
3.62 ± 0.25 0.78 ± 0.06
13.12 ± 0.67
1)

N

30
4
12
25
25
25
25
25

= rata-rata, SD = standar deviasi; 2) diameter telur, 3) stadium instar IV termasuk pra pupa

awal memakan daun dari bagian bawah permukaan daun. Hal ini nampaknya larva
berlindung dari musuh alami atau gangguan lain. Stadium larva instar I berkisar
antara 6-7 hari atau rata-rata 7.00 ± 0.82 hari (Tabel 1).
Larva instar II ditandai dengan berubahnya warna mulai dari kepala hingga
abdomen. Larva pada awalnya berwarna merah kemudian akan berubah menjadi
hijau mengkilap kekuningan, tanduk bagian belakang berwarna merah muda
(Gambar 2c). Larva instar II tidak jauh berbeda dengan larva instar I, yaitu
memakan daun yang masih muda. Larva instar II lebih aktif dan memakan lebih
banyak daun dibandingkan dengan larva instar I. Rata-rata lebar kepala larva
instar II yaitu 0.24 cm, dengan rata-rata panjang tubuh 2.42 ± 0.59 cm dan lebar
tubuh rata-rata 0.24 ± 0.06 cm (Tabel 1). Stadium larva instar II berkisar antara 45 hari dengan rata-rata 4.42 hari.
Larva instar III ditandai dengan terlepasnya kulit kepala. Tungkai asli,
tungkai palsu, dan omatidium terlihat secara jelas tanpa menggunakan mikroskop
(Gambar 2d). Warna abdomen larva instar III hampir menyerupai warna dari daun
inangnya, terlebih kuncup daun. Seperti yang dijelaskan oleh Kalshoven (1981),
bahwa larva dari famili Sphingidae dapat berkamuflase dengan baik sehingga
dapat melindungi diri dari serangan predator. Tanduk pada bagian akhir abdomen
mulai terlihat berwarna hijau dengan warna merah muda. Rata-rata lebar tubuh
larva instar III adalah 0.45 cm dengan panjang tubuh sebesar 4.19 cm (Tabel 1).
Perubahan lebar kepala terlihat jelas dibandingkan instar sebelumnya dengan ratarata 0.47 cm. Hal ini karena larva instar III jauh lebih aktif makan dibandingkan
larva instar II, dan larva instar III dapat memakan hingga pertulangan daun.
Stadium larva instar III berkisar antara 4-5 hari dengan rata-rata 4.72 hari.
Larva instar IV berwarna hijau kekuningan. Setelah 24 jam, bagian kepala
larva instar IV akan dikelilingi garis lebih gelap (Gambar 2e). Pada bagian dorsal
kepala dan abdomen terdapat garis berwarna coklat. Pada bagian lateral abdomen
terdapat bintik berwarna coklat. Tanduk bagian ujung juga mulai berwarna coklat.
Larva instar IV terlihat seperti ular yang bersisik, oleh karena itu ada yang
memberi julukan“snake caterpillar”. Saat terganggu larva instar akhir akan
menarik kepalanya dan memperbesar ruas abdomen dan memberi kesan seperti

8
ular kecil karena terdapat tanda-tanda sisik di kepala, sehingga dapat mengelabuhi
predator (Lok et al. 2012).
Larva instar IV memiliki rata-rata panjang tubuh 6.88 cm dan rata-rata lebar
tubuh 0.75 cm, sedangkan rata-rata lebar kepala 0.78 ± 0.18 cm (Tabel 1). Setelah
dua hari ganti kulit, larva instar IV masih aktif makan walaupun tidak seaktif larva
instar III. Tiga atau empat hari setelah ganti kulit larva instar IV sudah tidak aktif
makan. Stadium larva instar IV termasuk pra pupa rata-rata 7.04 ± 1.02 hari.
Menjelang masa pra pupa, tubuh larva memendek, sehingga terlihat lebih
lebar dan pendek. Warna tubuh pra pupa hijau kekuningan (Gambar 2f). Masa pra
pupa terjadi selama dua hari, ditandai dengan menurunnya aktifitas dan larva tidak
makan. Larva akan melindungi tubuhnya dengan membentuk benang-benang
yang mengelilingi tubuhnya. Saat pemeliharaan di laboratorium larva akan
membuat benang-benang yang melindungi tubuhnya dengan merekatkan ujung
daun dengan daun. Saat di lapangan larva berada di tanah. Rata-rata panjang pra
pupa 4.24 cm dengan rata-rata lebar tubuh 0.87 cm (Tabel 1).
Pupa
Pada pupa yang baru terbentuk, bagian atas berwarna hijau dan bagian
lainnya berwarna coklat muda. Pupa yang akan menjadi imago berubah warna
menjadi coklat dan lebih gelap dibandingkan dengan pupa saat awal terbentuk
(Gambar 3a). Pupa memiliki tipe obtekta yaitu bakal antena, alat mulut, sayap,
serta tungkai menyatu dengan tubuh dan tidak dapat dipisahkan.

2 cm

Gambar 3 Pupa P. elegantulus, (a) pupa, (b) eksuvia pupa
Saat pemeliharaan di laboratorium, pupa berada di dalam tanah. Pupa saat di
lapangan dapat ditemukan di dalam tanah. Perbedaan antara pupa jantan dan pupa
betina tidak terlihat jelas. Panjang dan lebar pupa yaitu 3.62 cm dan 0.78 cm.
Stadium pupa berkisar antara 11-13 hari dengan rata-rata 13.12 hari (Tabel 1).
Kendala pemeliharaan di laboratorium adalah adanya perbedaan suhu dan
kelembapan antara di laboratorium dan di lapangan. Oleh karena itu ada beberapa
pupa yang dipelihara gagal membentuk imago. Hal ini dapat disebabkan
kelembapan yang kurang sehingga pupa kering, atau terlalu lembap sehingga pupa
terserang cendawan.
Imago
Imago yang keluar dari pupa berupa ngengat (Gambar 4). Dasar warna
sayap ngengat jantan dan betina adalah coklat, tetapi untuk imago jantan berwarna
coklat muda dengan sedikit warna kuning di bagian sayap bawah. Sayap imago

9
betina berwarna coklat gelap dengan sedikit warna kuning pada bagian bawah
sayap.

2 cm

2 cm

Gambar 4 Imago P. elegantulus jantan (kiri) dan betina (kanan)
betina berwarna coklat gelap dengan sedikit warna kuning pada bagian bawah
sayap. Bagian lateral abdomen imago betina berwarna coklat keemasan.
Lok et al. (2012) menyatakan bahwa sayap imago jantan bagian depan
berwarna coklat dengan tanda putih bintik-bintik coklat dan hitam. Tanda di sayap
miring dengan garis hitam dan dikelilingi coklat segitiga. Sayap belakang
berwarna coklat dengan tempelan coklat keputihan. Imago betina tidak jauh
berbeda dengan imago jantan yaitu, berwarna coklat tetapi dengan tempelan
coklat pucat. Menurut Akkuzu et al. (2007), sayap memiliki karakteristik
berbentuk segitiga yang sempit dan tajam.
Panjang tubuh dan rentang sayap imago betina lebih panjang dibandingkan
imago jantan. Rata-rata panjang tubuh dan rentang sayap imago betina adalah
2.96 cm dan 4.74 cm. Rata-rata panjang tubuh dan rentang sayap imago jantan
adalah 2.85 cm dan 4.54 cm (Tabel 2). Lama hidup imago betina lebih panjang
dari pada imago jantan. Lama hidup imago jantan berkisar antara 4-5 hari dengan
rata-rata 4.18 hari. Imago betina dapat bertahan hidup sekitar 5-8 hari dengan ratarata 6.09 hari.
Tabel 2 Ukuran dan lama hidup imago P. elegantulus
Aspek yang diamati
Jantan
N
Betina
Panjang tubuh (cm)
2.85 ± 0.15
11
2.96 ± 0.36
± SD1)
Rentang sayap (cm)
4.54 ± 0.23
11
4.74 ± 0.36
± SD
Lama hidup (hari)
4.18 ± 1.33
11
6.09 ± 1.51
± SD
Pra oviposisi (hari)
2.75 ± 0.5
Oviposisi (hari)
2.00 ± 0
Keperidian (butir)
23.67 ± 1.63
Telur yang diletakkan (butir)
4.00 ± 2.45
Telur di dalam abdomen (butir) 21.50 ± 2.35
Siklus hidup
43.18 ± 5.33
1)

= rata-rata, SD = standar deviasi

N
11
11
11
4
4
6
4
6

10
Perbedaan antara imago jantan dan betina, selain dari warna sayap juga
dapat dilihat dari bentuk dan ukuran abdomen (Gambar 5). Imago jantan memiliki
abdomen yang lebih kecil dan ramping dibandingkan dengan imago betina.

Gambar 5 Ujung abdomen imago P. elegantulus, (a) imago jantan dan (b) imago
betina
Abdomen imago betina lebih besar karena mempunyai bakal telur di dalam
tubuhnya. Ujung abdomen imago betina lebih runcing dibandingkan ujung
abdomen imago jantan. Seperti yang dijelaskan oleh Akkuzu et al. (2007),
karakter tubuh imago berbentuk seperti peluru runcing dan panjang. Tubuh imago
betina lebih besar dibandingkan imago jantan.
Perbandingan jumlah antara imago jantan dan imago betina adalah 3 : 5
(N=40). Masa pra oviposisi imago betina adalah 2-3 hari dengan rata-rata 2.75
hari. Siklus hidup P. elegantulus adalah 43.18 hari. Imago betina meletakkan telur
satu per satu di setiap helai daun, dalam satu helai daun biasanya terdapat lebih
dari satu individu telur. Untuk mengetahui reproduksi seekor imago betina maka
dilakukan pembedahan pada abdomen, setelah imago tersebut mati. Bila
diasumsikan reproduksi telur adalah jumlah telur yang diletakkan dan jumlah telur
di dalam abdomen, maka keperidian betina adalah 23.67 ± 1.63 butir.
Kendala yang ditemui saat pemeliharaan imago di laboratorium adalah
imago sulit bertelur. Telur yang telah diletakkan oleh imago pada daun tidak
menetas. Hal tersebut terjadi karena imago yang dipelihara tidak berkopulasi
dengan imago jantan. Kendala tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor suhu
dan kelembapan udara yang berbeda antara laboratorium dengan keadaan di
lapangan. Selain itu kemungkinan ruang pemeliharaan yang kurang luas, karena
ngengat famili Sphingidae adalah penerbang yang kuat. Menurut Akuzzu et al.
(2007) famili Sphingidae merupakan penerbang yang sangat kuat, mereka dapat
terbang hingga 40-50 km/jam.
Kerusakan yang Ditimbulkan
Larva P. elegantulus merupakan hama pada tanaman Aglaonema di
lapangan yang memakan daun. Karena Aglaonema memberikan keindahan dari
bentuk, corak, dan warna daunnya, maka hama ini termasuk hama langsung.
Gejala yang disebabkan larva muda adalah hilangnya sebagian daun muda bagian
tepi atas. Gejala yang ditimbulkan oleh larva instar lanjut adalah hilangnya
sebagian daun bahkan hingga ke pertulangan daun baik daun muda maupun daun
tua. Serangan berat akan menyebabkan tanaman Aglaonema gundul. Larva P.

11
elegantulus juga menyerang tanaman dari genus Dieffenbachia. Spesies dari
famili Sphingidae memiliki inang spesifik meliputi tanaman dari famili Araceae,
Rubiceae, dan Vitaceae (Kalshoven 1981). Hal ini terlihat di sekitar Taman
Araceae di Kebun Raya Bogor yang terserang hama P. elegantulus (Gambar 6).

Gambar 6 Serangan larva P. elegantulus, (a) pada pertanaman Aglaonema di
Kebun Raya Bogor, (b) serangan pada daun

Musuh Alami
Selama penelitian, dari larva-larva yang diperoleh dari lapangan dan
dipelihara di laboratorium diperoleh tiga jenis parasitoid. Parasitoid tersebut
adalah dua jenis dari ordo Hymenoptera, yaitu famili Eulophidae dan Braconidae,
dan satu jenis dari ordo Diptera, yaitu famili Tachinidae (Gambar 7).

0.1 cm
0.2 cm

0.5 cm

Gambar 7 Parasitoid yang ditemukan selama penelitian dan gejala larva yang
terparasit, (a) Eulophidae, (b) Braconidae, (c) Tachinidae, (d) larva
yang terparasit Eulophidae, (e) larva yang terparasit Braconidae, dan
(f) larva yang terparasit Tachinidae

12
Parasitoid famili Eulophidae ditemukan pada larva instar II. Jumlah larva
instar II yang terparasit ada delapan individu dari jumlah total 33 individu (Tabel
3). Gejala pada larva ditandai dengan pergerakan larva yang lambat dan
pertumbuhannya juga terhambat, hal ini disebabkan larva tidak aktif makan.
Warna larva yang terparasit terlihat lebih kusam dibandingkan dengan larva yang
sehat. Gejala terlihat pada bagian anterior larva yaitu di sekitar kepala hingga ruas
ke dua abdomen. Pada gejala lanjut, larva akan berwarna coklat dan memendek.
Parasitoid famili Eulophidae menyerang larva secara bersamaan atau gregarious,
yang artinya dalam satu inang larva terdapat lebih dari satu individu parasitoid.
Hasil pengamatan menunjukkan dalam satu inang larva terdapat 12-14 individu
parasitoid dari famili Eulophidae (Tabel 3). Parasitoid famili Eulophidae ini
bersifat sebagai endoparasitoid, yaitu hidup dan berkembang di bagian dalam
tubuh serangga inangnya.
Parasitoid famili Braconidae ditemukan pada larva instar III. Ketika larva
masih instar II, perkembangan larva mulai lambat dan larva tidak aktif. Jumlah
total larva instar III dari lapangan adalah 48 individu, dan 23 individu terparasit
oleh famili Braconidae. Ukuran larva terparasit sudah terlihat tidak normal
dibandingkan dengan larva yang sehat. Selain itu, terkadang larva instar II tidak
mengalami pergantian kulit ke instar III sehingga fase larva instar II yang
terparasit lebih lama dibandingkan dengan larva instar II yang sehat. Pupa keluar
ketika larva memasuki instar III, dan fase larva instar III yang terparasit lebih
lama dibandingkan dengan larva instar III sehat. Gejala akan terlihat pada bagian
abdomen larva sebelah kanan ruas ke enam. Pada bagian tersebut akan terlihat
lubang dan muncul larva parasitoid instar lanjut membentuk kokon yang berwarna
keemasan yang menempel pada abdomen. Setelah pupa parasitoid terbentuk, larva
tidak langsung mati. Larva inang akan mati setelah 3-4 hari kemudian. Larva yang
mati mengerut sehingga larva terlihat lebih pendek dari ukuran seharusnya.
Tabel 3 Serangan parasitoid pada larva P. elegantulus (individu)
Jumlah larva Jumlah imago
Instar larva
Jumlah
Ordo dan famili
yang
parasitoid
inang
parasitoid/inang
terparasit
yang keluar
Hymenoptera
Eulophidae
II
8
86
12 – 14
Braconidae
III
23
23
1
Diptera
Tachinidae
IV
9
80
8 – 10
Famili Braconidae menyerang larva secara individu atau soliter, yang
artinya dalam satu tubuh inang (larva) hanya terdapat satu parasitoid. Jumlah
parasitoid yang keluar dari inang sama seperti jumlah inang yang terparasit (Tabel
3). Parasitoid Braconidae ini sama seperti famili Eulophidae yang ditemukan yaitu
bersifat endoparasitoid.
Parasitoid famili Tachinidae ditemukan pada larva instar IV. Larva instar IV
berjumlah 34 individu, dan sembilan individu terparasit oleh famili Tachinidae.
Larva yang terserang parasitoid Tachinidae terlihat lebih kusam dan tidak
mengalami pergantian kulit sehingga menyebabkan larva gagal memasuki masa
pra pupa. Gejala yang terlihat pada larva adalah pada bagian atas abomen ruas ke

13
empat dan ke tujuh terdapat lubang hitam. Gejala lanjut akan menyebabkan
abdomen larva menjadi lebih lunak sehingga mudah sobek. Parasitoid famili
Tachinidae ditemukan secara berkelompok atau gregarious, di dalam satu inang
terdapat 8-10 individu parasitoid (Tabel 3). Parasitoid famili Tachinidae ini juga
bersifat sebagai endoparasitoid.

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Rata-rata lama stadium telur, larva, dan pupa P. elegantulus masing-masing
4.25, 23.18, dan 13.12 hari. Larva terdiri atas empat instar. Rata-rata lama hidup
imago betina 6.09 hari, sedangkan imago jantan 4.18 hari. Jumlah telur yang
dihasilkan imago betina rata-rata 23.67 butir. Serangan larva pada tanaman
Aglaonema dapat mengakibatkan tanaman gundul. Parasitoid yang ditemukan
adalah famili Eulophidae, Braconidae, dan Tachinidae.
Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai teknik pembiakan P. elegantulus di laboratorium khususnya perilaku
kopulasi dan peletakan telur. Selain itu perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut
terhadap parasitoid yang ditemukan. Perlu dilakukan pula penelitian tentang
teknik pembiakan massal musuh alami serta potensinya untuk dapat dimanfaatkan
sebgai agens pengendali hayati hama P. elegantulus.

15

DAFTAR PUSTAKA
Akkuzu E, Ayberk H, Inac S. 2007. Hawk moths (Lepidoptera: Sphingidae) of
Turkey and their zoogeographical distribution. J Environ Biol. 28(4):723730.
Angkasa S, Duryatmo S, Firstantinovi ES, Susanto DA, Cahyana D, Dermawan R,
Wijayanti L, Apriyanti RN, Tambunan LA. 2006. Aglaonema. Jakarta (ID):
PT. Trubus Swadaya.
[Balithi] Balai Penelitian Tanaman Hias. 2008. Panduan karakteristik tanaman
hias Aglaonema [Internet]. [diunduh 2013 Nov 20]. Tersedia pada:
deptan.go.id.
[Balithi] Balai Penelitian Tanaman Hias. 2014. Produksi tanaman florikultura
tahun 2011-2013 [Internet]. [diunduh 2014 Jan 25]. Tersedia pada:
http://hortikultura.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=art
icle&id=316&Itemid=917.
Budiarto K. 2007. Panduan karakterisasi tanaman Aglaonema [Internet]. [diunduh
2013 Nov 20]. Tersedia pada: deptan.go.id.
Courtier J. 1993. Growing Indoor Plants. London (GB): Ward Lock.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Lok AFSL, Ang WF, Tan HTW, Corlett RT, Tan PY. 2012. The native fauna of
garden at Hortpark: birds, fishes, amphibians, reptiles, butterflies, moths,
damselflies, and dragonflies. [Internet] HortPark (SG): National University
of Singapore; [diunduh 2013 Sep 21]. Tersedia pada: http://rmbr.nus.edu.sg/
Raffles_museum_pub_/fauna-native_garden_hortpark.pdf.
Mattjik NA. 2010. Budi daya Bunga Potong dan Tanaman Hias. Bogor (ID).
Bogor Agricultural Univ Pr.
Sulianta F, Yonathan R. 2009. Tanaman Indoor Anti Polutan. Yogyakarta (ID):
Lily Publisher.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 21 Maret 1992 sebagai anak ke
dua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sukardi dan Ibu Sri Djanarti.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1
Jatirogo, Kabupaten Tuban pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama masa perkuliahan, pada tahun 2010 sampai 2012 penulis pernah
menjadi anggota UKM Bulutangkis IPB. Tahun 2011 sampai 2012 penulis
bergabung dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman
(HIMASITA) sebagai anggota Divisi Eksternal dan Informasi (EKSINFO), tahun
2012 sampai 2013 sebagai anggota Divisi Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
(PSDM), anggota Club Entomologi, dan anggota Organisasi Mahasiswa Daerah
(OMDA) IPMRT pada tahun 2010 sampai sekarang.
Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Proteksi Tanaman
(Dasprotan) pada tahun ajaran 2013/2014 dan Ilmu Hama Tumbuhan Dasar
(IHTD) pada tahun ajaran 2013/2014. Selain mengikuti kegiatan kampus, penulis
juga aktif mengikuti kepanitiaan beberapa kegiatan di Departemen Proteksi
Tanaman dan Fakultas Pertanian seperti Masa Perkenalan Departemen (MPD),
Sport and entertainment event region in Faperta (Seri-A), National Plant
Protection Event (NPV), Pekan Olahraga dan Seni Proteksi Tanaman
(PORSSITA), Migratoria, dan kepanitiaan lainnya. Penulis juga pernah menjadi
salah satu anggota dalam penerimaan dana DIKTI untuk Program Kreativitas
Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) yang berjudul “DOKAR” Donat Bakar
Berbahan Dasar Singkong Upaya Peningkatan Gengsi Singkong sebagai
Alternatif Pangan. Selain itu, penulis pernah mengikuti Pelatihan Jurnalistik
Bulutangkis Mahasiswa 2014 yang diselenggarakan oleh Gramedia Kompas dan
Majalah Bola.