Pengaruh Proses Termomekanik Terhadap Sifat Mekanis Baja Bohler K-110 Knl Extra Untuk Bahan Mata Pisau Pemanen Sawit

PENGARUH PROSES TERMOMEKANIK TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA BOHLER K-110 KNL EXTRA UNTUK BAHAN MATA PISAU PEMANEN SAWIT
SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ALDIANSYAH LEO 080401004
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

i
ABSTRAK Depormasi plastis adalah suatu proses pembentukan logam, dimana ukuran dan bentuk logam tidak dapat kembali ke bentuk semula. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengamati pengaruh hammering dan tingkat deformasi terhadap sifat mekanis bahan seperti kekerasan, kekuatan tarik, dan struktur mikro bahan. Mengetahui hubungan dan pengaruh diameter butir terhadap sifat mekanis bahan. Melihat apakah baja K-110 yang telah diproses dengan perlakuan hammering memliki sifat mekanis lebih baik dari bahan awal (raw material) tanpa perlakuan apapun. Perbaikan sifat mekanis baja K-110 KNL EXTRA untuk mata pisau pemanen sawit ini dilakukan dengan metode deformasi plastis dengan menggunakan mesin hammering.Pemanasan pada suhu 700°C, 750°C, 800°C, 850°C dan 900°C ditahan selama 1 jam dengan waktu pukulan 5 detik, 10 detik, 15 detik, dan 20 detik. Hasil dari pengujian ini adalah Sifat mekanis baja karbon tinggi tipe K-110 KNL EXTRA dengan proses Hammering diperoleh Hasil uji kekerasan maksimum adalah 617,8 BHN pada proses Hammering dengan suhu 850°C dan waktu pukulan 20 detik. Hasil uji tarik maksimum untuk nilai tarik ultimate sebesar 995,06 Mpa dan nilai tarik yield (luluh) sebesar 680 Mpa pada suhu 850°C dengan waktu pukulan 10 detik. Hubungan antara kekerasan dan ukuran butir berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butir maka bahan akan semakin keras. Sedangkan untuk hubungan antara kekuatan tarik dan ukuran butir juga berbanding terbalik, dimana semakin besar ukuran butir maka kuat tarik bahan akan semakin kecil. Pengaruh dari proses yang telah dilakukan, setelah diambil nilai-nilai optimalnya maka hasil yang diperoleh masih diatas dari pada bahan mentahnya (raw material), sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh proses hammering menaikan sifat-sifat mekanisnya. Kata kunci: deformasi plastis, Baja K-110 KNL EXTRA, Sifat Mekanis,Diameter Butir.
ABSTRACT

ii
Depormasi plastic is a metal forming process , in which the size and shape of the metal can not return to its original shape . The purpose of this study is the effect of watching hammering and the degree of deformation of the material mechanical properties such as hardness , tensile strength , and microstructure of materials. Knowing the relationship and influence of grain diameter on mechanical properties of materials . See whether the steel K - 110 which had been processed by hammering treatment possess better mechanical properties of the starting materials ( raw material) without any treatment . Improvement of mechanical properties of steel K - 110 KNL EXTRA for palm harvester blade is done by plastic deformation method using hammering.Pemanasan machine at a temperature of 700 ° C , 750 ° C , 800 ° C , 850 ° C and 900 ° C held for 1 punch a time clock to 5 seconds , 10 seconds , 15 seconds , and 20 seconds . The results of this testing are mechanical properties of high carbon steel type K - 110 KNL EXTRA with the test results obtained Hammering maximum hardness is BHN 617.8 Hammering on the process temperature 850 ° C and time blow 20 seconds. Tensile test results for the maximum value of 995.06 MPa ultimate tensile and tensile yield value ( yield ) of 680 MPa at a temperature of 850 ° C with a time of 10 seconds blow . Relationship between hardness and grain size is inversely proportional , where the smaller the grain size of the material will be the hardest . As for the relationship between tensile strength and grain size is also inversely proportional , where the larger the grain size of the material tensile strength will be smaller . The influence of the process that has been done , after having taken the optimal values are still above the results obtained from the raw material (raw material ) , so it can be concluded that the effect of the process of hammering increasmechanicalproperties.
Keywords : plastic deformation, K - 110 KNL EXTRA Steel, Mechanical Properties, Diameter Item

iii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulilah saya ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga tugas sarjana ini dapat selesai. Tugas sarjana yang berjudul “Pengaruh Proses Termomekanik Terhadap Sifat Mekanis Baja K-110 KNL EXTRA Untuk Bahan Mata Pisau Pemanen Sawit” ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik Mesin Program Reguler di Departemen Teknik Mesin – Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Tugas sarjana ini berisikan penelitian yang berhubungan dengan pembentukan ukuran butiran pada skala mikro dengan menggunakan metode deformasi dengan menggunakan mesin hammering pada baja K-110 KNL EXTRA sehingga diharapkan terjadi perubahan sifat-sifat mekanis pada material tersebut.
Selama pembuatan tugas sarjana ini dimulai dari penelitian sampai penulisan, saya banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Kedua orangtuaku, Ayahanda Adi Sucipto Leo dan Ibunda Aisyah yang telah
memberikan perhatian, do’a, nasehat dan dukungan baik moril maupun materil, juga adikku Rahmanisyah yang terus menerus memberikan masukan selama pembuatan tugas sarjana ini. 2. Bapak Dr. Eng. Ir. Indra, MT selaku dosen pembimbing Tugas sarjana yang telah banyak membantu menyumbang pikiran dan meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas sarjana ini. 3. Bapak Dr. Ing- Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 4. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin, Ibu Ismawati, Kak Sonta, Bapak Syawal, Bang Sarjana, dan Bang Lilik yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu selama perkuliahan. 5. Seluruh anggota dalam tim penelitian ini, Ismail Husein Tanjung, Daniansyah, Royyan Sy Nasution, Sahir Bani Rangkuti, Indra Rukmana


iv
Maujan Yudika. Penelitian ini merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga bagi saya untuk dapat meningkatkan ilmu, dan kualitas, serta pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. 6. Seluruh teman-teman stambuk 2008, Fadli, Abdul, Ikram, Rozy, Rahman, dan yang lainnya yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik selama perkuliahan maupun dalam pembuatan tugas sarjana ini.
Saya menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari pembaca sekalian sangat diharapkan demi kesempurnaan skrispi ini. Semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.
Medan, 09 November 2013
Aldiansyah Leo NIM : 080401004

v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................. i KATA PENGANTAR................................................................................ iii DAFTAR ISI............................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix DAFTAR NOTASI..................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 4 1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 4 1.5 Batasan Masalah..................................................................... 5 1.6 Sistematika Penulisan............................................................. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 7 2.1 Klasifikasi Pisau Pemanen Sawit .......................................... 7 2.2 Klasifikasi Baja ..................................................................... 9
2.2.1 Baja Karbon ................................................................. 10 2.2.2 Sifat-Sifat Baja ............................................................. 12 2.2.3 Diagram Fasa Fe-C ...................................................... 15 2.3 Mekanisme Penguatan Logam .............................................. 18 2.4 Proses Deformasi................................................................... 21 2.5 Proses Termomekanik ........................................................... 22 2.5.1 Pemanasan ................................................................... 22 2.5.2 Proses Mekanik ............................................................ 23 2.6 Forging Hammer ................................................................... 24 2.7 Pengujian Kekerasan ............................................................. 25 2.8 Pengujian Tarik …………..……………………………… 26 2.9 Analisa Struktur Butir............................................................ 28 2.10 Pertumbuhan Struktur Butir ................................................ 29 2.11 Perhitungan diameter Butir …………………………….. 30

vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 32 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................ 32 3.2 Alat dan Bahan ...................................................................... 32 3.2.1 Alat .............................................................................. 32 3.2.2 Bahan ........................................................................... 33 3.3 Spesifikasi Spesimen ............................................................. 33 3.4 Proses hammering ................................................................. 35 3.5 Pengujian ............................................................................... 37 3.5.1 Pengujian Kekerasan.................................................... 37 3.5.2 Pengujian Tarik ............................................................ 39 3.5.3 Pengujian Polishing ...................................................... 41 3.6 Diagram Alir Penelitian......................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 44 4.1 Hasil....................................................................................... 44 4.1.1 Hasil Uji Kekerasan ..................................................... 44 4.1.2 Hasil Pengamatan Mikrostruktur ................................. 47 4.1.3 Hasil Uji Tarik ............................................................. 49 4.2 Pembahasan ........................................................................... 51 4.2.1 Hubungan Antara Kekerasan dan Kekuatan Tarik....... 51 4.2.2 Hubungan Antara Kekerasan dan Diameter Butir ....... 52 4.2.3 Hubungan Antara Kekuatan Tarik dan Diameter Butir 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 54 5.1 Kesimpulan............................................................................ 54 5.2 Saran ...................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pisau Pemanen Sawit ................................................................... 1 Gambar 2.1 Egrek Sawit Merek Crocodile...................................................... 7 Gambar 2.2 Egrek Sawit Warna Hitam ........................................................... 8 Gambar 2.3 Egrek Sawit Warna Putih ............................................................. 8 Gambar 2.4 Pisau Dodos.................................................................................. 9 Gambar 2.5 Diagram Fasa Fe-C ...................................................................... 15 Gambar 2.6 Pengaruh Proses Pemanasan Pada Perubahan Struktur Mikro Baja 23 Gambar 2.7 Kurva Tegangan Regangan Baja.................................................. 26 Gambar 2.8 Perhitungan Diameter Butir Menggunakan Metode Planimetri... 30 Gambar 3.1 Spesimen Uji Kekerasan .............................................................. 33 Gambar 3.2 Spesimen Polishing ...................................................................... 34 Gambar 3.3 Spesimen Uji Tarik ...................................................................... 34 Gambar 3.4 Pemanasan Spesimen Di Dalam Furnace .................................... 35 Gambar 3.5 Thermocouple Digital Tipe K ...................................................... 36 Gambar 3.6 Mesin Hammer............................................................................. 37 Gambar 3.7 Alat Uji Brinell............................................................................. 38 Gambar 3.8 Alat Uji Tarik Torsee Instron....................................................... 39 Gambar 3.9 Mikroskop Optic .......................................................................... 41 Gambar 3.10 Diagram Alir Penelitian ............................................................. 43 Gambar 4.1 Grafik Deformasi ......................................................................... 45 Gambar 4.2 Grafik Uji Kekerasan ................................................................... 46 Gambar 4.3 Foto Mikro Pembesaran 500X Pada Baha Awal (Raw Material) 47 Gambar 4.4 Foto Mikro Pembesaran 500X ..................................................... 48 Gambar 4.5 Grafik Hasil Uji Tarik .................................................................. 50 Gambar 4.6 Hubungan Antara Kekerasan Dengan Kekuatan Tarik Terhadap
Deformasi .................................................................................... 51 Gambar 4.7 Hubungan Antara Kekerasan Dengan Diamter Butir................... 52 Gambar 4.8 Hubungan Antara Kekuatan Tarik Dengan Diameter Butir......... 53

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hubungan Antara Perbesaran Mikroskop Optic Yang Digunakan Dengan Pengali Jeffries...................................................................
Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Bahan Baja K-110 KNL EXTRA .................. Tabel 4.2 Pengujian Kekerasan Bedasarkan Skala Brinell .............................. Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Diameter Butir ................................................... Tabel 4.4 Hasil Uji Tarik Pada Nilai Optimal .................................................

31 44 45 48 50

Lambang A d D ε f F L σ N Δ π

DAFTAR NOTASI

Keterangan luas penampang diameter butir Diameter Regangan pengali Jeffries gaya tarik Panjang Tegangan jumlah butir Perubahan Konstanta 3,14

Satuan mm2 Μm mm2 % butiran/mm2 N Mm MPa -


ix

i
ABSTRAK Depormasi plastis adalah suatu proses pembentukan logam, dimana ukuran dan bentuk logam tidak dapat kembali ke bentuk semula. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengamati pengaruh hammering dan tingkat deformasi terhadap sifat mekanis bahan seperti kekerasan, kekuatan tarik, dan struktur mikro bahan. Mengetahui hubungan dan pengaruh diameter butir terhadap sifat mekanis bahan. Melihat apakah baja K-110 yang telah diproses dengan perlakuan hammering memliki sifat mekanis lebih baik dari bahan awal (raw material) tanpa perlakuan apapun. Perbaikan sifat mekanis baja K-110 KNL EXTRA untuk mata pisau pemanen sawit ini dilakukan dengan metode deformasi plastis dengan menggunakan mesin hammering.Pemanasan pada suhu 700°C, 750°C, 800°C, 850°C dan 900°C ditahan selama 1 jam dengan waktu pukulan 5 detik, 10 detik, 15 detik, dan 20 detik. Hasil dari pengujian ini adalah Sifat mekanis baja karbon tinggi tipe K-110 KNL EXTRA dengan proses Hammering diperoleh Hasil uji kekerasan maksimum adalah 617,8 BHN pada proses Hammering dengan suhu 850°C dan waktu pukulan 20 detik. Hasil uji tarik maksimum untuk nilai tarik ultimate sebesar 995,06 Mpa dan nilai tarik yield (luluh) sebesar 680 Mpa pada suhu 850°C dengan waktu pukulan 10 detik. Hubungan antara kekerasan dan ukuran butir berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butir maka bahan akan semakin keras. Sedangkan untuk hubungan antara kekuatan tarik dan ukuran butir juga berbanding terbalik, dimana semakin besar ukuran butir maka kuat tarik bahan akan semakin kecil. Pengaruh dari proses yang telah dilakukan, setelah diambil nilai-nilai optimalnya maka hasil yang diperoleh masih diatas dari pada bahan mentahnya (raw material), sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh proses hammering menaikan sifat-sifat mekanisnya. Kata kunci: deformasi plastis, Baja K-110 KNL EXTRA, Sifat Mekanis,Diameter Butir.
ABSTRACT

ii
Depormasi plastic is a metal forming process , in which the size and shape of the metal can not return to its original shape . The purpose of this study is the effect of watching hammering and the degree of deformation of the material mechanical properties such as hardness , tensile strength , and microstructure of materials. Knowing the relationship and influence of grain diameter on mechanical properties of materials . See whether the steel K - 110 which had been processed by hammering treatment possess better mechanical properties of the starting materials ( raw material) without any treatment . Improvement of mechanical properties of steel K - 110 KNL EXTRA for palm harvester blade is done by plastic deformation method using hammering.Pemanasan machine at a temperature of 700 ° C , 750 ° C , 800 ° C , 850 ° C and 900 ° C held for 1 punch a time clock to 5 seconds , 10 seconds , 15 seconds , and 20 seconds . The results of this testing are mechanical properties of high carbon steel type K - 110 KNL EXTRA with the test results obtained Hammering maximum hardness is BHN 617.8 Hammering on the process temperature 850 ° C and time blow 20 seconds. Tensile test results for the maximum value of 995.06 MPa ultimate tensile and tensile yield value ( yield ) of 680 MPa at a temperature of 850 ° C with a time of 10 seconds blow . Relationship between hardness and grain size is inversely proportional , where the smaller the grain size of the material will be the hardest . As for the relationship between tensile strength and grain size is also inversely proportional , where the larger the grain size of the material tensile strength will be smaller . The influence of the process that has been done , after having taken the optimal values are still above the results obtained from the raw material (raw material ) , so it can be concluded that the effect of the process of hammering increasmechanicalproperties.
Keywords : plastic deformation, K - 110 KNL EXTRA Steel, Mechanical Properties, Diameter Item

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang Indonesia salah satu termaksuk negara agraris yang sebagian besar
daerahnya terdapat pertanian dan perkebunan, salah satunya perkebunan kelapa sawit. Permasalahan yang dihadapi saat proses panen kelapa sawit adalah masalah pada material pisau yang sering dikenal dengan sebutan pisau egrek. Pisau jenis ini banyak beredar dipasaran dan secara umum dipakai dalam memanen sawit. Salah satu persoalan pada pisau ini adalah umur pakai yang pendek, patah pada mata pisau. Pisau pemanen sawit ditunjukkan pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Pisau Pemanen Sawit Pembuatan pisau pemanen sawit di pandai besi didapatkan informasi bahwa material yang digunakan adalah baja karbon sedang dan pengerjaanya masih dengan cara konvensional. Untuk mengatasi persoalan yang terjadi pada material pisau pemanen sawit ini perlu dilakukan proses perbaikan sifat mekasnis dan pemilihan material yang tepat sebagai bahan dasar yang akan diaplikasikan pada

2

pisau. Banyak proses yang bisa dilakukan dalam perbaikan sifat mekanis pada material seperti, penambahan unsur paduan, mekanisme pengerasan regangan, proses carburizing, proses deformasi menyeluruh dan sebagainya.
Meningkatkan kualitas produk yang ada didalam dunia industri keteknikan khususnya untuk pembuatan mata pisau pemanen sawit maka dalam skripsi ini saya membahas cara untuk memperbaiki atau meningkatkan sifat mekanis pada mata pisau pemanen sawit. Seiring dengan perkembangan yang ada maka dibutuhkan baja dengan sifat dan karakteristik yang sesuai terhadap kondisi pada saat diaplikasikan. Untuk memenuhi tuntutan konsumen dalam teknik pengerasan logam pada baja karbon. Salah satu aplikasi baja karbon tinggi adalah penggunaanya sebagai bahan baku pembuatan pisau pemanen sawit. Hal yang mendasari penelitian ini adalah sifat mekanis dari mata pisau pemanen sawit yang kurang baik, salah satunya kekerasan yang tidak merata akibat proses penempaan konvensional, dan sifat tangguh yang masih rendah.
Baja adalah logam campuran yang terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C). Jadi baja berbeda dengan besi (Fe), alumunium (Al), seng (Zn), tembagga (Cu), dan titanium (Ti) yang merupakan logam murni. Secara sederhana, fungsi karbon adalah meningkatkan kualitas baja, yaitu daya tariknya (tensile strength) dan tingkat kekerasannya (hardness). Selain karbon, sering juga ditambahkan unsur chrom (Cr), nikel (Ni), vanadium (V), molybdaen (Mo) untuk mendapatkan sifat lain sesuai aplikasi dilapangan seperti antikorosi, tahan panas, dan tahan temperatur tinggi. Baja juga dapat diartikan sebagai campuran besi, dimana unsur logam menjadi dasar campurannya. Selain itu baja juga mengandung unsur campuran lain, seperti sulfur (S), posfat (P), silikon (Si) dan mangan (Mn) [1].

3
Kekerasan dapat didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi atau kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan indentasi dan penetrasi. Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan tarik atau luluh logam karena selama penjejakan, logam mengalami deformasi plastis sehingga terjadi regangan. Kekerasan juga berhubungan dengan ketahanan aus dari logam [2].
Kekerasan baja amutit yang dilakukan dengan lama waktu penahanan suhu untuk menahan suhu pemanasan homogen sehingga kekerasan maksimum dapat diperoleh. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada lama waktu penanahan suhu 10 menit kekerasan naik menjadi 60,08 HRc dari 34,24 HRc sebelum dilakukan proses perlakuan panas kemudian naik menjadi 62,693 HRc pada lama waktu penahanan suhu 20 menit dan meningkat mencapai maksimum pada lama waktu penahanan suhu 40 menit yaitu 65,146 HRc. Sehingga dapat diketahui bahwa tingkat kekerasan logam baja amutit dipengaruhi oleh lama waktu penahanan suhu di samping temperature pemanasan dan laju pendinginan [3].
Pengaruh suhu tempering terhadap kekerasan struktur mikro dan kekuatan tarik baja K-460. Semakin tinggi suhu proses tempering setelah proses hardening (850oC - 1000oC) menurunkan nilai kekerasan baja K-460 (48,5 – 56.5 HRC) dan struktur mikro yang terbentuk adalah martensite dan struktur partikel karbida dalam matriks martensite [4].
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk peningkatan sifat mekanis dari baja karbon tinggi produk Bohler tipe K-110 KNL EXTRA. Maka dengan peralatan yang ada peneliti melakukan proses termomekanik dengan rentang suhu 700°C, 750°C, 800°C, 850°C, dan 900°C lalu di hammering dengan waktu pukulan 5 detik, 10 detik, 15 detik, dan 20 detik.

4
1.2 Perumusan Masalah Permasalah yang menjadi pokok bahasan dalam penilitian ini adalah:
1. Bagaimana melakukan proses termomekanik untuk meningkatkan sifat mekanis pada baja K-110 KNL EXTRA sebelum diaplikasikan untuk pembuatan mata pisau pemanen sawit.
2. Bagaimana menganalisa sejauh mana pengaruh hasil deformasi plastis dari proses termomekanik, terhadap sifat mekanis seperti kekerasan bahan, kekuatan tarik bahan dan struktur mikro bahan.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisa pengaruh perlakuan termomekanik dan tingkat deformasi terhadap sifat mekanis bahan seperti kekerasan dan kekuatan tarik.
2. Menganalisa hubungan dan pengaruh ukuran butir terhadap sifat mekanis bahan.
3. Menganalisa apakah baja Bohler K-110 KNL EXTRA yang telah diproses dengan perlakuan termomekanik memliki sifat mekanis lebih baik dari bahan awal (raw material) tanpa perlakuan apapun.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman tentang ilmu logam fisik.

2. Bagi akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian tentang sifat mekanis bahan dan mikrostruktur logam.

5
3. Bagi industri, dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam pembuatan mata pisau pemanen sawit.
1.5 Batasan Masalah Batasan masalah pada skripsi ini yaitu:
1. Material yang digunakan adalah baja karbon tinggi produk Bohler tipe K-110 KNL EXTRA yang diaplikasikan pada mata pisau pemanen sawit.
2. Pemanasan pada suhu 700°C, 750°C, 800°C, 850°C dan 900°C ditahan selama 1 jam dengan waktu pukulan 5 detik, 10 detik, 15 detik, dan 20 detik.
3. Pengujian sifat mekanis setelah dilakukan proses termomekanik meliputi uji kekerasan, uji tarik dan pengamatan struktur mikro.
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka berisi tentang klasifikasi pisau pemanen sawit, klasifikasi baja, mekanisme penguatan pada logam, proses deformasi, proses termomekanik, proses hammering dan teori dasar pengujian sifat mekanis (uji tarik, kekerasan, dan struktur mikro), serta materi yang berhubungan dengan judul tugas akhir.

6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang dilakukan mencakup diagram alir penelitian
berdasarkan data-data yang diperoleh dan proses pengujian. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Meliputi hasil uji tarik, uji kekerasan, pengamatan struktur mikro dan pembahasan hasil penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pengujian tersebut pada bab sebelumnya akan diperoleh kesimpulan tentang sifat mekanik dan struktur mikro pada baja K-110 KNL EXTRA yang diuji. DAFTAR PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


7

2.1 Klasifikasi Pisau Pemanen Sawit Pisau pemanen sawit dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu pisau
dodos dan pisau egrek. Penggunaan alat ini tergantung dari umur atau ketinggian pohon sawit. Berdasarkan tinggi tanaman ada 2 cara panen yg umum di lakukan oleh perkebunan kelapa sawit: a. Untuk tanaman yang berumur kurang dari 7 tahun cara pemanenannya
dengan menggunakan alat dodos dengan gagang pipa besi atau tongkat kayu. b. Untuk tanaman yg berumur lebih dari 7 tahun pemanenannya menggunakan egrek yg disambung dengan pipa almunium atau batang bambu. Berikut ini adalah jenis-jenis atau merek pisau pemanen sawit yang dijual dipasaran antara lain:
1. Egrek Sawit Merek Crocodile Pisau ini buatan dari Inggris yang dipasarkan di Indonesia. Pisau egrek ini
mempunyai berbagai ukuran dan digunakan untuk memanen sawit yang tinggi. Pisau ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Egrek Sawit Merek Crocodile

8 2. Egrek Sawit Warna Hitam
Egrek sawit warna hitam ini adalah pisau egrek khusus kebun sawit yang berasal dari negara Malaysia dan juga beredar di Indonesia. Egrek hitam tersebut terbuat dari carbon steel yang sangat berkualitas. Pisau sawit ini dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Egrek Sawit Warna Hitam 3. Egrek Sawit Warna Putih
Egrek jenis ini adalah egrek yang bahan dasarnya terbuat dari baja stainlees steel oleh karena itu disebut dengan egrek putih, jenis ini umumnya banyak digunakan di Malaysia. Pisau ini dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Egrek Sawit Warna Putih 4. Pisau Dodos
Pisau jenis ini digunakan untuk sawit yang lebih rendah dan umumnya material yang digunakan dalam pembuatannya dengan baja karbon sedang, di

9
Indonesia banyak diproduksi dengan menggunakan dengan material baja bekas dari per mobil dan dikerjakan secara konvensional. Pisau ini dapat dilihat dari gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pisau Dodos 2.2 Klasifikasi Baja
Baja adalah besi karbon campuran logam yang dapat berisi konsentrasi dari element campuran lainnya. Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Besi baja menduduki peringkat pertama di antara barang tambang logam dan produknya melingkupi hampir 90 % dari barang berbahan logam.
Baja karbon adalah paduan antara Fe dan C, sifat mekanik baja karbon tergantung dari kadar C yang dikandungnya. Setiap baja maupun baja karbon sebenarnya adalah paduan multi komponen, disamping Fe selalu mengandung unsur-unsur lain seperti Mn, Si, S, P, N, H, yang dapat mempengaruhi sifatsifatnya. Baja karbon dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian menurut kadar karbon yang dikandungnya, yaitu baja karbon rendah dengan kadar karbon kurang dari 0,25% C, baja karbon sedang mengandung 0,25% C - 0,6% C, dan baja karbon tinggi mengandung 0,6% C - 1,4 % C.

10
2.2.1 Baja Karbon Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa
macam yaitu baja karbon (carbon steel), dan baja paduan (alloy steel). Baja karbon dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari 0,3% C. Baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,3% C. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja maka baja karbon rendah dapat digunakan atau dijadikan baja-baja sebagai berikut: a. Baja karbon rendah yang mengandung 0,04% C - 0,10% C digunakan
untuk baja-baja plat atau strip. b. Baja karbon rendah yang mengandung 0,10% C - 0,15% C digunakan
untuk keperluan badan-badan kendaraan. c. Baja karbon rendah yang mengandung 0,15% C - 0,30% C digunakan
untuk konstruksi jembatan, bangunan, membuat baut atau dijadikan baja konstruksi. 2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel) Baja karbon sedang (medium carbon steel) mengandung karbon 0,3% C - 0,6% C dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan

11
dengan baja karbon rendah. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja maka baja karbon sedang dapat digunakan atau dijadikan bajabaja sebagai berikut: a. Baja karbon sedang yang mengandung 0,35% C - 0,45% C digunakan
untuk roda gigi dan poros. b. Baja karbon sedang yang mengandung 0,4% C digunakan untuk
keperluan industri kendaraan, mur, poros, engkol dan batang torak. c. Baja karbon sedang yang mengandung 0,5% C - 0,6% C digunakan
untuk roda gigi. d. Baja karbon sedang yang mengandung 0,55% C - 0,6% C digunakan
untuk pegas. 3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja karbon tinggi mengandung 0,60% C - 1,7% C dan setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70-130 Kg. Baja ini mempunyai tegangan tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools.
Berdasarkan kegunaanya baja karbon tinggi diklasifikasikan sebagai berikut: a. Baja karbon tinggi yang mengandung 0,6% C - 0,7% C digunakan

untuk pembuatan pegas, perkakas (landasan mesin, martil) dan alatalat potong. b. Baja karbon tinggi yang mengandung 0,75% C - 1,7% C digunakan untuk pembuatan pisau cukur, mata gergaji, bantalan peluru dan bantalan mesin.

12
2.2.2 Sifat-Sifat Baja Sifat-sifat baja banyak ditentukan oleh kadar karbon, unsur paduan
(jenis dan jumlahnya) dan mikrostruktur. Untuk menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka bahan tersebut harus dapat dikenali dengan baik sifatsifatnya yang akan dipilih untuk digunakan. Sifat-sifat tersebut tentunya sangat banyak macamnya, secara umum sifat-sifat baja dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Sifat Kimia
Sifat kimia diartikan sebagai sifat bahan yang mencakup kelarutan bahan terhadap larutan kimia, basa atau garam dan pengoksidasiannya terhadap bahan tersebut. Salah satu contoh dari sifat kimia yang terpenting adalah korosi. 2. Sifat Teknologi
Sifat teknologi adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam proses pengolahannya. Sifat ini harus diketahui terlebih dahulu sebelum mengolah atau mengerjakan bahan tersebut. Sifat-sifat teknologi antara lain sifat mampu las, sifat mampu dikerjakan dengan mesin, sifat mampu cor dan sifat mampu dikeraskan. 3. Sifat Mekanik
Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi. Sifat-sifat mekanik yang terpenting antara lain kekuatan, kekerasan, kekenyalan, kekakuan, plastisitas, ketangguhan, kelelahan dan keretakan.

13
Kekuatan (strength) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.
Kekerasan (hardness) dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk bertahan terhadap goresen, pengikisan (abrasi) dan penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana kekerasan ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.
Kekenyalan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami tegangan maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang bersamaan dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila tegangan yang bekerja telah melampaui batas, maka sebagian bentuk itu tetap ada walaupun tegangan telah dihilangkan.
Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk deformasi atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting dari pada kekuatan.
Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis yang permanen tanpa mengakibatkan

14
terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan atau kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan atau kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet atau kenyal (ductile). Sedangkan bahan yang tidak menunjukan terjadinya deformasi plastis dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan rendah atau dikatakan getas atau rapuh (brittle).
Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur.
Kelelahan (fatigue) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah apabila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh di bawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya.

Keretakan (creep) merupakan kecenderungan suatu logam mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.

15 2.2.3 Diagram Fasa Fe – C
Diagram keseimbangan besi karbon adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasioperasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses pengerasan. Diagram ini dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Diagram Fasa Fe-C Besi karbon terbagi atas dua bagian yaitu baja (steel) dan cast iron. Baja adalah paduan besi dengan kadar karbon maksimal sampai sekitar 2%, sedangkan cast iron adalah paduan besi dengan kadar karbon di atas 2%. Baja dibagi dua bagian yaitu baja yang mengandung kurang dari 0,83% C

16
disebut hypoetectoid dan baja yang mengandung lebih dari 0,83% C sampai dengan 2% C disebut dengan hyperetectoid.
Pemanasan pada suhu 723oC dengan komposisi 0,8% C disebut dengan titik eutectoid. Apabila dilakukan pemanasan sebelum mencapai titik eutectoid, pada titik hypoeutectoid terbentuk fasa pearlit dan ferrit. Sedangkan di bawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlit dan sementit. Pada pemanasan melewati garis eutectoid, terjadi perubahan fasa pearlit menjadi austenit.
Ketika paduan A (A1) mencapai suhu 723oC (suhu eutektoid) sisa austenit sekitar 0,8% C (meskipun sebenarnya jumlah komposisinya 0,4%). Oleh karena itu, pada titik eutectoid reaksi yang terjadi adalah perubahan sisi austenite menjadi pearlite (α + Fe3C). ketika paduan A (A3) mencapai suhu 910oC, ferit BCC mulai berubah bentuk menjadi austenite. Ini merupakan reaksi solid dan dipengaruhi oleh difusi karbon pada austenit. Ferrit yang berisi karbon terbentuk dengan sangat lambat. Keadaaan paduan A (Acm) transformasi Fe3C menjadi austenit secara keseluruhan pada suhu ini, seperti prediksi pada diagram. Seluruh sistem austenit FCC dengan kadar karbon 0.95%.
Jika suatu bahan dipanaskan sampai sekitar suhu 800oC -1200oC dengan komposisi 0,68% C sampai fasa austenit, kemudian didinginkan sampai 600oC fasa yang terbentuk adalah fasa pearlit tetapi bila didinginkan sampai batas kritis 738oC, fasa gamma sebagian akan terdistorsi menjadi fasa alpha, dan bila dilanjutan pendinginan di bawah sedikit batas kritis, ferrit akan bergabung di dalam pearlit dan austenite akan bertransformasi

17
menjadi karbida (sementit). Dalam hal ini, pengaruh waktu tahan sangat menetukan pada pembetukan perubahan butir. Adapun macam-macam struktur yang ada pada besi karbon adalah sebagai berikut: 1. Ferrit
Ferrit adalah fasa larutan padat yang memiliki struktur BCC (Body Centered Cubic). Ferrit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenit baja hypotectoid pada saat mencapai A3. Ferrit bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki kekerasan sekitar 70-100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi. 2. Austenit
Fasa Austenit memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan setimbang fasa austenit ditemukan pada temperatur tinggi. Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat austenit lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fasa ferrit dan memiliki kekerasan sekitar 200 BHN. 3. Sementit
Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai karbida besi dengan kandungan karbon 6,67% yang bersifat keras sekitar 5-68 HRC. 4. Perlit
Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang kekerasannya sekitar 10-30 HRC. Perlit yang terbentuk di bawah temperatur eutectoid memiliki kekerasan yang lebih rendah.

18

5. Bainit Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit
pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit. 6. Martensit
Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada besi alfa sehingga latis-latis sel satuanya terdistorsi.
2.3 Mekanisme Penguatan Logam Penguatan logam yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat
terjadi berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larut-padat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir dan tekstur. 1. Pengerasan regang (strain hardening)
Penguatan melalui mekanisme pengerasan regangan dapat terjadi terhadap semua logam akibat proses deformasi plastis yang menyebapkan terjadinya peningkatan kerapatan dislokasi. Dislokasi yang semakin rapat mengakibatkan dislokasi itu sendiri semakin sukar bergerak sehingga bahan semakin kuat atau keras. 2. Larut padat
Penguatan mekanisme larut padat terjadi akibat adanya atom-atom asing yang larut padat baik secara subtitusi maupun interstisi. Atom asing yang larut padat tersebut dapat berupa unsur pemadu dalam bentuk paduan maupun inklusi berupa atom pengotor. Kelarutan atom-atom asing ini dalam bentuk larut padat

19
mengakibatkan timbulnya medan tegangan yang berdampak terhadap pergerakan dislokasi. Pergerakan dislokasi semakin sukar dengan timbulnya medan tegangan sehingga mengakibatkan logam menjadi lebih kuat atau keras. 3. Fasa kedua
Penguatan atau pengerasan dapat pula terjadi melalui mekanisme fasa kedua karena timbulnya senyawa fasa paduan. Pembentukan senyawa fasa kedua dalam paduan terjadi karena penambahan unsur paduan yang melampaui batas larut padat. Senyawa fasa yang terbentuk relatif bersifat keras dan pergerakan dislokasi cenderung akan terhambat oleh fasa kedua tersebut. Pergerakan dislokasi yang terhambat oleh fasa kedua akan memperkuat dan memperkeras logam. 4. Prespitasi
Prespitasi adalah pengerasan logam melalui partikel endapan fasa yang halus dan menyebar. Distribusi prespitasi dalam bentuk partikel endapan fasa kedua ini menimbulkan tegangan dalam (internal sress). Tegangan yang ditimbulkan semakin besar sehingga mengakibatkan semakin meningkatnya kekuatan atau kekerasan. Pengerasan presipitasi ini terjadi melalui proses perlakuan panas, quenching dan aging. Paduan logam dalam bentuk dua fasa atau lebih dipanaskan pada suhu tertentu sehingga senyawa fasa tersebut akan larut-padat dalam satu fasa yang relatif homogen. Fasa yang relatif homogen tersebut kemudian didinginkan secara cepat sehingga membentuk fasa larut-padat super jenuh. Fasa larut-padat super jenuh tersebut kemudian mengalami aging sehingga terbentuk presipitasi berupa partikel endapan fasa kedua yang halus dan tersebar merata yang mengakibatkan bahan menjadi keras. Pengerasan presipitasi ini akan menurun kekuatannya bila mengalami suhu overaging.

20
5. Dispersi Penguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat dilakukan dengan
metode dispersi. Pengerasan dispersi merupakan pengerasan melalui proses memasukkan partikel-partikel dispersi dalam bentuk serbuk yang tercampur secara homogen. Partikel dispersi yang digunakan merupakan partikel yang sama sekali tidak larut dalam matriknya. Campuran serbuk logam tersebut dikenai proses kompaksi dan sintering dengan suhu pemanasan sampai mendekati titik cair logam matrik sehingga mengakibatkan terjadi ikatan yang kuat. Partikel dispersi tersebut merupakan rintangan bagi gerakan dislokasi dan semakin banyak partikel akan semakin banyak terjadinya dislokasi. Dislokasi yang semakin banyak mengakibatkan dislokasi semakin rapat dan semakin sulit bergerak sehingga bahan akan semakin keras. 6. Penghalusan butir dan tekstur
Penguatan dengan cara penghalusan butir (grain refining) terjadi melalui struktur butir. Butir logam merupakan kumpulan sel yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang orientasinya berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi terjadi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan berusaha mencapai permukaan luar. Oleh karena itu orientasi setiap butir berbeda dengan yang lain, orientasi bidang slip pada butir-butir juga akan berbeda-beda. Sebagai akibatnya pergerakan dislokasi akan terhambat. Gerakan dislokasi yang akan menyeberangi batas butir memerlukan tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian batas butir akan menjadi penghalang dan penghambat gerakan dislokasi. Struktur butir memiliki batas-batas butir yang merupakan rintangan bagi pergerakan dislokasi. Butir yang semakin halus cenderung akan semakin

21
memperbanyak batas butir. Batas butir yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar karena semakin banyak rintangan sehingga material menjadi semakin kuat. Penghalusan butir dapat dilakukan melalui proses pembekuan dan proses rekristalisasi. Penguatan tekstur merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui orientasi kristal. Logam yang ditingkatkan kekuatannya diusahakan kristalnya memiliki orientasi tertentu. Pembentukan kristal logam agar sel-satuan memiliki orientasi yang mendekati arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi plastis.

2.4 Proses Deformasi Depormasi plastis adalah suatu proses pembentukan logam, dimana ukuran
dan bentuk logam tidak dapat kembali ke bentuk semula. Proses pengerjaannya dilakukan dengan proses dingin (cool work) yaitu proses pembentukan logam di bawah suhu rekristalisasi. Apabila suatu logam mengalami suatu proses pengerjaan dingin maka logam tersebut mengalami perubahan sifat mekanis, yang menyimpan tegangan sisa (internal stress), sehingga menimbulkan cacat material (dislokasi), jadi untuk mengatasi kerusakan tersebut maka logam akan diberikan perlakuan panas.
Deformasi plastis terjadi karena gerakan dislokasi disebut slip. Bidangnya disebut bidang slip. Dislokasi terbentuk pada saat pembekuan material, selama proses deformasi plastis dan karena tegangan termal pada proses pendinginan cepat.
Karakteristik dislokasi berpengaruh kepada sifat mekanik material. Termasuk medan regangan yang berada disekitar dislokasi yang akan menentukan

22
mobilitas dislokasi dan kemampuan untuk bertambah. Jika logam mengalami deformasi, 5% energi deformasi tetap berada pada material, sisanya menjadi panas. Sebagian besar energi yang disimpan tersebut berupa energi pegangan dan berada disekitar dislokasi. Energi regangan berupa tekan, tarik dan geser.
Deformasi dan slip pada bahan polikristal lebih kompleks. Polikristal terdiri dari banyak butiran yang arah slipnya berbeda satu sama lain. Deformasi plastis secara keseluruhan terjadi pada masing-masing butiran, namun butiran tidak robek atau terbuka tetapi tetap utuh hanya bentuk butir yang berubah.
2.5 Proses termomekanik Proses termomekanik adalah teknik perlakuan logam yang didesain untuk
meningkatkan sifat mekanis dengan proses deformasi plastis. Secara umum proses termomekanik terdiri dari proses pemanasan (thermal) dan proses mekanik seperti Thermo–Forging Hammer.
2.5.1 Pemanasan Pada proses pemanasan, pelat baja dipanaskan hingga temperatur
austenit dengan tujuan antara lain untuk melarutkan berbagai paduan yang terdapat dalam baja, dan untuk mencapai besar austenit yang optimum sehingga dapat mencapai kekuatan baja yang optimum setelah pengerjaan panas. Selama proses pemanasan yang dilakukan untuk baja karbon rendah pada temperatur di bawah Ac1, strukturnya adalah ferit dan perlit. Semakin tinggi temperatur melewati Ac1, dibawah Ac3 terjadi transformasi perlit menjadi austenit. Sehingga pada daerah tersebut fasa yang ada adalah austenit dan ferit.

23
Pada temperatur di atas Ac3, seluruh struktur mikro baja bertransformasi menjadi austenit. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Pengaruh proses pemanasan pada perubahan struktur mikro baja
2.5.2 Proses Mekanik Proses mekanik adalah proses pembentukan logam secara plastis
dengan mempergunakan gaya tekan untuk mengubah bentuk atau ukuran dari logam yang dikerjakan. Proses ini dapat dikerjakan dengan 2 cara yaitu pengerjaan panas (hot working) dan pengerjaan dingin (cold working). Banyak cara yang digunakan dalam proses mekanik seperti rolling, hammering, extrusi dan darwing. 1. Proses Pengerjaan Panas
Pengerjaan panas adalah proses pembentukan logam yang mana proses deformasinya dilakukan pada temperatur tinggi atau diatas suhu rekristalisasi dan deformasi terjadi bersamaan. Dalam proses deformasi pada temperatur tinggi terjadi peristiwa pelunakan yang terus menerus. Hal ini disebabkan karena sifat lunak dan sifat ulet sehingga gaya pembentukan yang dibutuhkan relatif kecil serta benda kerja mampu menerima perubahaan bentuk yang besar tanpa retak. Karena itulah keuntungan proses

24
pengerjaan panas biasanya digunakan pada proses-proses pembentukan primer yang dapat memberikan deformasi yang besar. 2. Proses Pengerjaan Dingin
Proses pengerjaan dingin didefinisikan sebagai proses pembentukan yang dilakukan pada daerah temperatur dibawah temperatur rekristalisasi. Dalam praktek memang pada umumnya pengerjaan dingin dilakukan pada temperatur kamar, atau dengan lain perkataan tanpa pemanasan benda kerja. Agar lebih singkat, untuk selanjutnya daerah temperatur dibawah temperatur rekristalisasi disebut saja sebagai daerah temperatur rendah. Pada kondisi ini pada logam yang dideformasi terjadi peristiwa pengerasan regangan. Logam akan bersifat makin keras dan makin kuat tetapi makin getas bila mengalami deformasi.

2.6 Forging Hammer

Hammering adalah alat pemukul dengan enegi terbatas dimana sebuah objek

dengan massa tertentu yang dipengaruhi oleh gravitasi juga fluida hidrolik

bertekanan. Palu pemukul bisa menghantam antara 60 - 150 per menitnya

tergantung dari ukuran dan kapasitasnya. Kapasitas mempengaruhi energi yang