Pengaruh Struktur Mikro Terhadap Sifat Mekanis Baja Hss Asp 23 Untuk Bahan Mata Pisau Pemanen Sawit

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisau Pemanen Sawit/Pisau Egrek
Bahan baku alat pemanen sawit dalam hal ini pisau egrek biasanya
menggunakan baja karbon sedang dari pegas daun mobil yang dalam bentuk
potongan platstrip sesuai dengan ukuran pisau egrek dan tipe yang ada.
Proses produksi egrek ini dilakukan dengan pembakaran arang kayu atau
dipanaskan didalam furnace guna untuk mempermudah proses tempa
(hammer). Proses pembakaran arang kayu atau furnace dapat dilakukan
sesuai dengan bahan yang akan di tempa.

Sumber : http://alatperkebunan.blogspot.com/

Gambar 2.1 Pisau Egrek/Pisau Pemanen Sawit
Dalam proses produksi egrek, beberapa tahapan yang harus dilalui antara
lain:
1.


Proses tempa (hammer)
Baja karbon sedang yang sudah dalam bentuk potongan
platstrip dibakar dalam tungku pembakaran dengan waktu kurang

Universitas Sumatera Utara

8

lebih 45 menit tujuannya agar baja karbon sedang tersebut mudah
untuk dibengkokkan karena pada awal tahap ini dilakukan proses
tarik ekor yaitu pada ujung potongan baja karbon sedang. Proses
tarik ekor ini dilakukan dengan menggunakan mesin tempa manual.
Setelah proses tarik ekor, potongan baja karbon sedang dipanaskan
kembali. Akibat pemanasan ini, ukuran baja karbon sedang
semakin

memanjang

Selanjutnya


dilakukan

karena
proses

mengalami
buka

proses

bagian

pemuaian.

depan

dengan

menggunakan mesin tempa. Agar ukuran/dimensi platstrip tersebut
rata, maka dibawa ke tempat pemotongan dan dipotong dengan

menggunakan mesin potong. Kemudian dipanaskan kembali di
tungku pembakaran agar baja karbon sedang tersebut dapat
dibengkokkan dengan menggunakan mesin rolling sesuai dengan
bentuk egrek yang sudah standard dan dipukul rata dengan
menggunakan mesin tempa. Seperti gambar dibawah ini.

Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan

Gambar 2.2 Mesin tempa (hammer)

Universitas Sumatera Utara

9

2.

Proses Polishing
Hasil akhir dari proses tempa (hammer) sudah dalam bentuk
egrek tetapi masihmemerlukan pemolesan kembali agar sesuai
dengan ukuran standard perusahaan.Tahap pertama proses ini

adalah

penggambaran

pola.

Dalam

penggambaran

polaini,

digunakan egrek yang sudah terstandar sebagai acuan. Dengan
menggambarpola ini, maka operator dapat dengan mudah
memformat dengan menggunakanmesin format dan mempertajam
bagian tepinya. Setelah selesai diformat, egrek dibawa ke proses
flating. Proses flating ini merupakan proses pemukulan dengan
menggunakan palu, tujuannya agar egrek tersebut tidak baling.
3.


Gerinda kasar
Setelah selesai dari proses format, egrek dibawa ke stasiun
gerinda kasar.Pada tahap ini dilakukan kegiatan tekuk ekor dengan
menggunakan mesin gerinda sehingga bagian ujungnya runcing
dan bagian tepinya juga makin dipertajam. Proses ini merupakan
proses paling lama karena membutuhkan waktu sekitar 7 menit
untuk menyelesaikannya. Setelah kegiatan gerinda selesai, maka
kembali. dibawa ke tempat flating untuk dipukul dengan palu. Tiap
akhir proses selalu dilakukan proses pemukulan yang tujuannya
agar egrek tersebut tidak baling karena biasanya setelah mengalami
proses permukaan egrek tersebut tidak rata.

Universitas Sumatera Utara

10

4.

Penyepuhan
Setelah mengalami proses gerinda kasar, egrek tersebut di

sepuh dengan memanaskan pada tungku pembakaran. Oleh karena
itu sebelum disepuh, arang dibakar selama 5 menit pada tungku
pemanasan sehingga suhu mencapai diatas 850˚C. Tujuan dari
proses ini adalah untuk mengeluarkan kandungan karbon sehingga
egrek tersebut makin keras. Pada tahap penyepuhan ini terjadi dua
proses yaitu proses pengerasan (hardening) dan proses tempering.
Pada proses hardening, egrek dipanaskan agar kandungan karbon
hilang namun apabila pada tahap pemanasan suhu sudah terlalu
tinggi maka egrek dapat patah maka dilanjutkan dengan tahap
tempering agar panas pada egrek dapat disesuaikan. Sesudah
disepuh, egrek masih mengalami proses flating untuk meratakan
permukaan egrek (agar tidak baling).

5.

Gerinda halus
Egrek yang sudah disepuh dibawa ke mesin gerinda halus
untuk digerinda. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutihkan
permukaan egrek sehingga tampak mengkilap dan tampak lebih
tajam.


6.

Finishing
Tahap

finishing

merupakan

tahap

pengecatan

dengan

menggunakan tiner.Egrek direndam sebentar dalam wadah yang
berisi tiner kemudian ditiriskan pada lemari oven dengan
temperatur 600ºC. Dalam lemari oven ini, bertujuan untuk


Universitas Sumatera Utara

11

mengeringkan cat clear dan dibutuhkan waktu sekitar 30 menit agar
cat clear tersebut dapat benar-benar kering. Setelah itu, egrek yang
sudah selesai dibawa ke gudang produk jadi dengan menggunakan
beko.
Tabel 2.1. Syarat Mutu Egrek – SNI 02-4874-1998
No

Jenis Uji

Satuan

Persyaratan

1

Tampak Luar


-

Tidak cacat

2

Sisi Potong

-

Tajam

3

Bahan Baku

-

4


Kekerasan Sisi Potong
Dilakukan Perlakuan Panas

HRC

Baja karbon sedang
atau setara
45,3 (421 BHN)

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Medan

2.2 Baja
Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi
sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan
karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya.
Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon
yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si),
kromium (Cr), vanadium (V), dan unsur lainnya.
Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen

kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit
listrik, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Baja
menduduki peringkat pertama di antara barang tambang logam dan
produknya melingkupi hampir 90 % dari barang berbahan logam.

Universitas Sumatera Utara

12

2.2.1. Klasifikasi Baja
A. Baja Karbon
Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa
macam yaitu: Baja Karbon ( Carbon Steel ), dan Baja Paduan ( Alloy
Steel )
Berdasarkan tinggi rendahnya presentase karbon di dalam baja, baja
karbon diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah mengandung karbon antara 0,10 s/d 0,30 %.
Baja karbon ini dalam perdagangan dibuat dalam plat baja, baja strip
dan baja batangan atau profil. Berdasarkan jumlah karbon yang
terkandung dalam baja, maka baja karbon rendah dapat digunakan
atau dijadikan baja-baja sebagai berikut:
a.

Baja karbon rendah yang mengandung 0,04 % - 0,10% C.
untuk dijadikan baja – baja plat atau strip.

b.

Baja karbon rendah yang mengandung 0,10 - 0,15% C
digunakan untuk keperluan badan-badan kendaraan.

c.

Baja karbon rendah yang mengandung 0,15% - 0,30% C
digunakan untuk konstruksi jembatan, bangunan, membuat
baut atau dijadikan baja konstruksi.

2. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel)
Baja karbon menengah mengandung karbon antara 0,30% 0,60% C. Baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk
keperluan alat-alat perkakas bagian mesin. Berdasarkan jumlah

Universitas Sumatera Utara

13

karbon yang terkandung dalam baja maka baja karbon ini dapat
digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk keperluan industri
kendaraan, roda gigi, pegas dan sebagainya.
3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja karbon tinggi mengandung kadar karbon antara 0,60% 1,7% C dan setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon
antara 70 – 130 kg. Baja ini mempunyai tegangan tarik paling tinggi
dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari
baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja.
Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung didalam baja maka baja
karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat
perkakas seperti: palu, gergaji atau pahat potong. Selain itu baja jenis
ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti
pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji dan lain sebagainya.
Baja karbon rendah merupakan baja yang paling murah
diproduksi, mudah dimachining dan dilas, serta keuletan dan
ketangguhannya sangat tinggi tetapi kekerasannya rendah dan tahan
aus. Sehingga pada penggunaannya, baja jenis ini dapat digunakan
sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen mobil, struktur
bangunan, pipa gedung, jembatan, pagar, dan lain-lain.
B. Baja Paduan
Selain baja dengan paduan karbon (C), ada juga baja dengan
paduan lainnya seperti Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Baja paduan
didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih

Universitas Sumatera Utara

14

unsur campuran yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang
dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan, dan keuletannya. Paduan
dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja.
Misalnya baja yang dipadu dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja
yang mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan kadar paduannya, baja
paduan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
Baja paduan diklasifikasikan menurut kadar paduannya dibagi
menjadi:
1. Baja paduan rendah (low-aloy steel ), jika elemen paduan ≤ 2,5 %
misalnya unsur Cr, Mn, S, Si, P dan lain-lain.
2. Baja paduan menengah (medium-aloy steel ), jika elemen paduannya
2,5-10 % misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain.
3. Baja paduan tinggi (high- alloy steel) jika elemen paduannya > 10 %
misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain.
Baja paduan dihasilkan dengan biaya lebih mahal dari baja karbon
lainnya, karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerasan
khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja padauan dapat
didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih
unsur campuran seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan
dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang
dikehendaki (1).
Pada umunya, baja paduan mempunyai sifat yang unggul
dibandingkan dengan baja karbon biasa, diantaranya adalah mempunyai
keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik, tahan terhadap

Universitas Sumatera Utara

15

korosi dan keausan yang tergantung pada jenis paduannya, tahan
terhadap perubahan suhu, serta memiliki butiran yang halus dan
homogen.
Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikut :
1.

Unsur Karbon (C)
Karbon merupakan unsur terpenting yang dapat meningkatkan
kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja
sekitar 0,3 – 1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi sesuai dengan
kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja
adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan
menghasilkan sifat-sifat yang khusus. Karbon dalam baja dapat
meningkatkan kekuatan dan kekerasan tetapi jika berlebihan akan
menurunkan ketangguhan.

2.

Unsur Mangan (Mn)
Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan
dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan kurang lebih
0,6% tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak
memberikan pengaruh besar pada struktur baja dalam jumlah yang
rendah. Penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan
kekuatan tarik sehingga baja dengan penambahan mangan dapat
memiliki sifat kuat dan ulet.

3.

Unsur Silikon (Si)
Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja
dengan kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk

Universitas Sumatera Utara

16

menaikkan tegangan tarik dan menurunkan laju pendinginan kritis.
Silikon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan,
kekenyalan, ketahanan aus, dan ketahanan terhadap panas dan karat.
4.

Unsur Nikel (Ni)
Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu
memperbaiki kekuatan tarik dan menaikkan sifat ulet, tahan panas,
jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 2,5% maka baja
dapat tahan terhadap korosi. Unsur nikel yang bertindak sebagai
tahan korosi disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang
yang melindungi permukaan baja.

5.

Unsur Kromium (Cr)
Sifat unsur kromium dapat menurunkan laju pendinginan kritis
(kromium sejumlah 1,5% cukup meningkatkan kekerasan dalam
media pendinginan minyak). Penambahan kromium pada baja
menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja
dikeraskan lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk
karbida. Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan
serta berguna juga dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi
baja dari korosi serta tahan terhadap suhu tinggi.

6.

Wolfram (W)
Unsur paduan dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan untuk:
1. Meningkatkan kekerasan dan kekuatan pada temperatur tinggi.
2. Membentuk karbida yang kuat sehingga membentuk partikel
yang tahan aus.

Universitas Sumatera Utara

17

7.

Vanadium (V)
Unsur paduan ini dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan
antara lain :
1. Memantapkan ferrit.
2. Menurunkan kekerasan austenit.
3. Sebagai pembentuk karbida yang kuat.
4. Mengurangi pengembangan butir pada suhu yang tinggi.
5. Membatasi pertumbuhan butir sehingga karbida-karbida tersebar
secara halus dan merata

8. Molibdenum (Mo)
Unsur paduan ini dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan
antara lain :
1. Meningkatkan ketahanan korosi.
2. Pembentuk karbida sehingga mempunyai partikel-partikel yang
tahan pada gesekan dan sangat besar pengaruhnya terhadap sifat
mampu keras.
3. Meningkatkan kekuatan dan kekerasan.
4. Meningkatkan mampu bentuk.
5. Meningkatkan kekerasan butir pada fasa austenit.
6. Memperlambat proses difusi.
7. Memcegah pertumbuhan butir pada temperatur tinggi.
2.2.2. Sifat-Sifat Baja
Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka bahan
tersebut harus dapat dikenali dengan baik sifat-sifatnya yang mungkin

Universitas Sumatera Utara

18

akan dipilih untuk digunakan. Sifat-sifat tersebut tentunya sangat banyak
macamnya, untuk itu secara umum sifat-sifat bahan tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1.

Sifat Kimia
Dengan sifat kimia diartikan sebagai sifat bahan yang mencakup
antara lain kelarutan bahan terhadap larutan kimia, basa atau garam
dan pengoksidasiannya terhadap bahan tersebut. Salah satu contoh
dari sifat kimia yang terpenting adalah : Korosi

2.

Sifat Teknologi
Sifat teknologi adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam
proses pengolahannya. Sifat ini harus diketahui terlebih dahulu
sebelum mengolah atau mengerjakan bahan tersebut.
Sifat-sifat teknologi antara lain : sifat mampu las (weldability),
sifat mampu dikerjakan dengan mesin (machineability), sifat mampu
cor (castability), dan sifat mampu dikeraskan (hardenability)

3.

Sifat Mekanik
Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk
menahan beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban
tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau
beban kombinasi.
Sifat-sifat mekanik yang terpenting antara lain :
a.

Kekuatan (strength)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah.

Universitas Sumatera Utara

19

Kekuatan ini ada beberapa macam, dan ini tergantung pada
beban yang bekerja antara lain dapat dilihat dari kekuatan
tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan
kekuatan bengkok.
b.

Kekerasan (hardness)
Dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk
bertahan terhadap goresen, pengikisan (abrasi), penetrasi.
Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear
resistance). Dimana kekerasan ini juga mempunyai korelasi
dengan kekuatan.

c.

Kekenyalan (elasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu
bahan mengalami tegangan maka akan terjadi perubahan
bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak melewati
suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi
bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang
bersamaan dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila
tegangan yang bekerja telah melampaui batas, maka
sebagian bentuk itu tetap ada walaupun tegangan telah
dihilangkan.
Kekenyalan

juga

menyatakan

seberapa

banyak

perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan kata

Universitas Sumatera Utara

20

lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk
kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima
beban yang menimbulkan deformasi.
d.

Kekakuan (stiffness)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk (deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal
kekakuan ini lebih penting daripada kekuatan.

e.

Plastisitas (plasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami
sejumlah

deformasi

plastis

yang

permanen

tanpa

mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat
diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai
proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan
sebagainya.

Sifat

keuletan/kekenyalan

ini

sering

(ductility).

juga
Bahan

disebut

sebagai

yang

mampu

mengalami deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan
sebagai bahan yang mempunyai keuletan / kekenyalan
tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet / kenyal
(ductile). Sedang bahan yang tidak menunjukan terjadinya
deformasi plastis dikatakan sebagai bahan yang mempunyai
keuletan rendah atau dikatakan getas / rapuh (brittle).

Universitas Sumatera Utara

21

f.

Ketangguhan (toughness)
Menyatakan kemampuan bahan untuk

menyerap

sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan.
Juga dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang
diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada suatu
kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor,
sehingga sifat ini sulit untuk diukur.
g.

Kelelahan (fatigue)
Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah
apabila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress)
yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan
elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi
pada

komponen

mesin

disebabkan

oleh

kelelahan.

Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting
tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor
yang mempengaruhinya.
h.

Keretakan (creep)
Merupakan kecenderungan suatu logam mengalami
deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu,
pada saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya
relatif tetap.

2.2.3. Diagram Fasa Besi-Karbon (Fe-C)
Diagram keseimbangan besi karbon seperti pada gambar 2.3 adalah
diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi

Universitas Sumatera Utara

22

perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat
dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk
semua operasi-operasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa
adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk
setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun
proses pengerasan.

Sumber : http://idrusme.blogspot.com/2011/11/diagram-fasa.html

Gambar 2.3. Diagram Fasa Fe-C

Besi karbon terbagi atas dua bagian yaitu baja (steel) dan cast iron.
Baja adalah paduan besi dengan karbon maksimal sampai sekitar 2%,
sedangkan cast iron adalah paduan besi dengan karbon diatas 2%. Baja
dibagi dua bagian yaitu baja yang mengandung kurang dari 0,83% disebut
hypoetectoid dan baja yang mengandung lebih dari 0,83% sampai dengan
2% karbon disebut dengan hyperetectoid.

Universitas Sumatera Utara

23

Pemanasan pada suhu 723 0C dengan komposisi 0,8 % C disebut
dengan titik eutectoid. Apabila dilakukan pemanasan sebelum mencapai
titik eutectoid, pada titik hypoeutectoid terbentuk fasa pearlit dan ferrit.
Sedangkan dibawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlit dan sementit.
Pada pemanasan melewati garis eutectoid, terjadi perubahan fasa pearlit
menjadi austenit.
Ketika paduan A (A1) mencapai suhu 7230C (suhu eutektoid) sisa
austenit sekitar 0,8% C (meskipun sebenarnya jumlah komposisinya
0,4%). Oleh karena itu, pada titik eutectoid reaksi yang terjadi adalah
perubahan sisi austenite menjadi pearlite (α + Fe3C). ketika paduan A
(A3) mencapai suhu 9100C, ferit bcc mulai berubah bentuk menjadi
austenite. Ini merupakan reaksi solid dan dipengaruhi oleh difusi karbon
pada austenit. Ferrit yang berisi karbon terbentuk dengan sangat lambat.
Keadaaan paduan A (Acm) transformasi Fe3C menjadi austenit secara
keseluruhan pada suhu ini, seperti prediksi pada diagram. Seluruh sistem
austenit fcc dengan kadar karbon 0.95 %.
Dari gambar (2.2), andaikan suatu bahan dipanaskan sampai sekitar
suhu 800-12000C dengan komposisi 0,68 % karbon sampai fasa austenit,
kemudian didinginkan sampai 6000C fasa yang terbentuk adalah fasa
pearlit tetapi bila didinginkan sampai batas kritis 7380C, fasa gamma
sebagian akan terdistorsi menjadi fasa alpha, dan bila dilanjutan
pendinginan di bawah sedikit batas kritis, ferrit akan bergabung didalam
pearlit dan austenite akan bertransformasi menjadi karbida (sementit).
Andaikan didinginkan cepat, fasa akan bertransformasi menjadi sementit

Universitas Sumatera Utara

24

dan pearlit. Dalam hal ini, pengaruh waktu tahan sangat menetukan pada
pembetukan perubahan butir. Adapun macam – macam struktur yang ada
pada besi karbon adalah sebagai berikut:
1.

Ferrit
Ferrit adalah fasa larutan padat yang memiliki struktur BCC
(body centered cubic). Ferrit terbentuk akibat proses pendinginan
yang lambat dari austenit baja hypotectoid pada saat mencapai A3.
Ferrit bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki kekerasan sekitar 70 100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi.

2.

Austenit
Fasa Austenit memiliki struktur atom FCC (Face Centered
Cubic). Dalam keadaan setimbang fasa austenit ditemukan pada
temperatur tinggi. Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile)
pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam larutan
padat austenit lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom
karbon pada fasa ferrit dan memiliki kekerasan sekitar 200 BHN.

3.

Sementit
Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum
dikenal sebagai karbida besi dengan kandungan karbon 6,67% yang
bersifat keras sekitar 5-68 HRC

4.

Perlit
Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki
kekerasan sekitar 10-30HRC. Perlit yang terbentuk sedikit dibawah

Universitas Sumatera Utara

25

temperatur eutectoid memiliki kekerasan yang lebih rendah dan
memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak.
5.

Bainit
Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari
austenit pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur
transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit.

6.

Martensit
Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh
pada besi alfa sehingga latis-latis sel satuanya terdistorsi.

2.3 Mekanisme Penguatan Logam
Penguatan logam yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik
dapat terjadi dengan berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan
regangan (strain hardening), larut-padat, fasa kedua, prespitasi, dispersi,
penghalusan butir dan tekstur.
1.

Pengerasan regang (strain hardening)
Penguatan melalui mekanisme pengerasan regangan dapat
terjadi terhadap semua logam akibat proses deformasi plastis yang
menyebabkan terjadinya peningkatan kerapatan dislokasi. Dislokasi
yang semakin rapat mengakibatkan dislokasi itu sendiri semakin
sukar bergerak sehingga bahan semakin kuat atau keras.

2.

Larut padat
Penguatan mekanisme larut padat terjadi akibat adanya atomatom asing yang larut padat baik secara subtitusi maupun interstisi.

Universitas Sumatera Utara

26

Atom asing yang larut padat tersebut dapat berupa unsur pemadu
dalam bentuk paduan maupun inklusi berupa atom pengotor.
Kelarutan

atom-atom

asing

ini

dalam

bentuk

larut

padat

mengakibatkan timbulnya medan tegangan yang berdampak
terhadap pergerakan dislokasi. Pergerakan dislokasi semakin sukar
dengan timbulnya medan tegangan sehingga mengakibatkan logam
menjadi lebih kuat atau keras.
3.

Fasa kedua
Penguatan

atau

pengerasan

dapat

pula

terjadi

melalui

mekanisme fasa kedua karena timbulnya senyawa fasa paduan.
Pembentukan senyawa fasa kedua dalam paduan terjadi karena
penambahan unsur paduan yang melampaui batas larut padat.
Senyawa fasa yang terbentuk relatif bersifat keras dan pergerakan
dislokasi cenderung akan terhambat oleh fasa kedua tersebut.
Pergerakan dislokasi yang terhambat oleh fasa kedua akan
memperkuat dan memperkeras logam.
4.

Prespitasi
Pengerasan logam dapat juga ditingkatkan dengan proses
prespitasi yaitu pengerasan melalui partikel endapan fasa yang halus
dan menyebar. Distribusi prespitasi dalam bentuk partikel endapan
fasa kedua ini menimbulkan tegangan dalam (internal sress).
Tegangan yang ditimbulkan semakin besar sehingga mengakibatkan
semakin meningkatnya kekuatan atau kekerasan. Pengerasan
presipitasi ini terjadi melalui proses perlakuan panas, quenching dan

Universitas Sumatera Utara

27

aging. Paduan logam dalam bentuk dua fasa atau lebih dipanaskan
pada suhu tertentu sehingga senyawa fasa tersebut akan larut-padat
dalam satu fasa yang relatif homogen. Fasa yang relatif homogen
tersebut kemudian didinginkan secara cepat sehingga membentuk
fasa larut-padat super jenuh. Fasa larut-padat super jenuh tersebut
kemudian mengalami aging sehingga terbentuk presipitat berupa
partikel endapan fasa kedua yang halus dan tersebar merata yang
mengakibatkan bahan menjadi keras. Pengerasan presipitasi ini akan
menurun kekuatannya bila mengalami suhu overaging.
5.

Dispersi
Penguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat
dilakukan dengan metode dispersi. Pengerasan dispersi merupakan
pengerasan melalui proses memasukkan partikel-partikel dispersi
dalam bentuk serbuk yang tercampur secara homogen. Partikel
dispersi yang digunakan merupakan partikel yang sama sekali tidak
larut dalam matriknya. Campuran serbuk logam tersebut dikenai
proses kompaksi dan sintering dengan suhu pemanasan sampai
mendekati titik cair logam matrik sehingga mengakibatkan terjadi
ikatan yang kuat. Partikel dispersi tersebut merupakan rintangan bagi
gerakan dislokasi dan semakin banyak partikel akan semakin banyak
terjadinya dislokasi. Dislokasi yang semakin banyak mengakibatkan
dislokasi semakin rapat dan semakin sulit bergerak sehingga bahan
akan semakin keras.

Universitas Sumatera Utara

28

6.

Penghalusan butir dan tekstur
Penguatan dengan cara penghalusan butir (grain refining) terjadi
melalui struktur butir. Butir logam merupakan kumpulan sel-satuan
yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang
orientasinya berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi
terjadi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan berusaha
mencapai permukaan luar. Oleh karena orientasi setiap butir berbeda
dengan yang lain, orientasi bidang slip pada butir-butir juga akan
berbeda-beda.

Sebagai

akibatnya

pergerakan

dislokasi

akan

terhambat. Gerakan dislokasi yang akan menyeberangi batas butir
memerlukan tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian
batas butir akan menjadi penghalang dan penghambat gerakan
dislokasi. Struktur butir memiliki batas-batas butir yang merupakan
rintangan bagi pergerakan dislokasi. Butir yang semakin halus
cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir
yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar
karena semakin banyak rintangan sehingga material menjadi
semakin kuat. Penghalusan butir dapat dilakukan melalui proses
pembekuan dan proses rekristalisasi. Penguatan tekstur merupakan
peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui orientasi kristal.
Logam yang ditingkatkan kekuatannya diusahakan kristalnya
memiliki orientasi tertentu.

Universitas Sumatera Utara

29

2.3 Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Perlakuan panas atau Heat Treatment mempunyai tujuan untuk
meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal stress),
menghaluskan ukuran butir kristal dan meningkatkan kekerasan atau
tegangan tarik logam. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perlakuan panas, yaitu suhu pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu
pemanasan, laju pendinginan dan lingkungan atmosfir. Cara yang dipakai
ialah memanaskan logam sehingga terbentuk suatu fasa, kemudian diikuti
dengan pendinginan cepat. Dengan cara ini pada temperature kamar akan
terbentuk satu fasa yang kelewat jenuh. Bila logam dalam keadaan
tersebut dipanaskan maka fasa-fasa yang larut akan mengendap.
Perlakuan panas adalah kombinasi anatara proses pemanasan atau
pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk
mendapatkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka
kecepatan pendinginan dan batas temperatur sangat menentukan (9).
Perlakuan panas dibedakan: (a) proses laku panas dengan kondisi
equilibrium, seperti annealing, normalising (b) proses laku panas nonequilibrium, seperti pengerasan (hardening).
Jenis-jenis perlakuan panas antara lain :
2.4.1 Annealing
Proses annealing atau melunakkan baja adalah proses pemanasan baja
diatas temperatur kritis (723oC) selanjutnya dibiarkan berapa lama sampai
temperatur merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan
sambil dijaga agar temperatur bagian luar dan dalam kira-kira sama hingga

Universitas Sumatera Utara

30

diperoleh struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin
udara.
Tujuan proses annealing yaitu :
 Melunakkan material logam
 Menghilangkan tegangan dalam/sisa
 Memperbaiki butir-butir logam
2.4.2 Normalizing
Normalizing adalah proses pemanasan logam hingga mencapai fase
austenite yang kemudian didinginkan secara perlahan-lahan dengan media
pendingin udara. Hasil pendinginan ini berupa perlit dan ferit namun
hasilnya jauh lebih mulus dari annealing. Prinsip proses normalizing
adalah melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau paduan
tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh baja lunak. Mungkin
berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.
Normalizing dilakukan untuk mendapatkan struktur mikro dengan
butir halus dan seragam. Proses ini dapat diartikan sebagai pemanasan dan
mempertahankan pemanasan pada suhu yang sesuai diatas batas perubahan
diikuti dengan pendinginan secara bebas di dalam udara luarsupaya
menjadi seragam dan juga untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik dari baja
tersebut
2.4.3 Hardening
Pengertian hardening atau pengerasan ialah perlakuan panas terhadap
baja dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami baja. Hardening

Universitas Sumatera Utara

31

menuntut pemanasan benda kerja menuju suhu pengerasan dan
pendinginan secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis (14).
Faktor penting yang dapat mempengaruhi proses hardening terhadap
kekerasan baja yaitu oksidasi oksigen udara. Selain berpengaruh terhadap
besi, oksigen udara berpengaruh terhadap karbon yang terikat sebagai
sementit atau yang larut dalam austenit. Oleh karena itu pada benda kerja
dapat berbentuk lapisan oksidasi selama proses hardening. Pencegahan
kontak dengan udara selama pemanasan atau hardening dapat dilakukan
dengan jalan menambah temperature yang tinggi karena bahan yang
terdapat dalam baja akan bertambah kuat terhadap oksigen. Jadi, semakin
tinggi temperatur, semakin mudah untuk melindungi besi terhadap
oksidasi (14).
Proses hardening atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan
logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk
mendapatkan ke-homogenan ini maka austenite perlu pemanasan yang
cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke media
pendingin, tergantung pada kecepatan pendinginan yang kita inginkan
untuk mencapai kekerasan baja.
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat
berubah menjadi ferit atau pearlit karena tidak ada kesempatan bagi atomatom karbon yang telah larut dalam austenite untuk mengadakan
pergerakan difusi dan berbentuk sementit oleh karena iti terjadi fase yang
martensit, ini berupa fase yang sangat keras dan tergantung pada keadaan
karbon.

Universitas Sumatera Utara

32

Dasar pengujian pengerasan pada bahan baja yaitu suatu proses
pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur kerasyang
disebut martensit. Martensit yaitu fasa larutan padat lewat jenuh dari
karbondalam sel satuan tetragonal pusat badan atau mempunyai bentuk
Kristal Body Centered Tetragonal (BCT).

Sumber : ASM International, Material Park

Gambar 2.4 Struktur Kristal Martensit-Body Centered Tetragonal (BCT)

Makin tinggi derajat kelewatan jenuh karbon, maka makin besar
perbandingan satuan sumbu sel satuannya, martensit makin keras tetapi
getas. Martensit adalah fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan
cepat, semua unsur paduan masih larut dalam keadaan padat. Pemanasan
harus dilakukan secara bertahap (preheating) dan perlahan-lahan untuk
memperkecil deformasi ataupun resiko retak. Setelah temperatur
pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu
(holding time) kemudian didinginkan cepat.
Tahap pendinginan lambat pada baja mengakibatkan suatu keadaan
yang relatif lunak atau plastis. Untuk menambah kekerasan baja, dapat
dilakukan dengan pengerjaan yang dimana baja dipanaskan sampai suhu

Universitas Sumatera Utara

33

1050oC kemudian didinginkan secara cepat (quenching). Tujuan
pengerjaan ini dengan maksud pengerasan baja adalah mendinginkan atau
melindungi suatu perubahan austenitic dari pada pendinginan.
2.4.4 Tempering
Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah
dikeraskan (quenching) pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis)
sehingga diperoleh ductility tertentu, yang dilanjutkan dengan proses
pendinginan (11). Prosesnya adalah memanaskan kembali berkisar antara
suhu 150oC – 650 oC dan didinginkan secara perlahan-lahan tergantung
sifat akhir baja tersebut (14). tujuan proses Tempering dibedakan sebagai
berikut :
a. Tempering pada suhu rendah (150 oC - 300oC)
Perlakuan ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan
kerut dan kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat kerja yang
tidak mengalami beban berat seperti alat-alat potong, mata bor dan
sebagainya.
b. Tempering suhu menengah (300oC - 550oC)
Bertujuan untuk menambah keuletan, dan kekerasannya
sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang
mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas.
c. Tempering pada suhu tinggi (550oC - 650oC)
Tempering pada suhu tinggi bertujuan untuk memberikan daya
keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah,
misalnya pada roda gigi, poros, batang penggerak dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

34

Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan
tidak cocok untuk digunakan. Melalui temper, kekerasan, dan
kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan
turun, kekuatan tarik akan turun, sedang keuletan dan ketangguhan
akan meningkat (8).
Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lebih lemah,
proses ini berbeda dengan annealing karena dengan proses ini belum
tentu memperoleh baja yang lunak, mungkin berupa pengerasan dan
ini tergantung oleh kadar karbon.
Pada saat tempering proses difusi dapat terjadi yaitu karbon
dapat melepaskan diri dari martensit berarti keuletan (ductility) dari
baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan kekerasan menurun.
sehingga sifat-sifat mekanik baja yang telah dicelup, dan di-temper
dapat diubah dengan cara mengubah temperatur tempering.

2.5 Media Pendingin
Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja
bermacam-macam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses
perlakuan panasantara lain :
1. Air
Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan
yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai
usaha mempercepat turunnya temperatur benda kerja dan mengakibatkan
bahan menjadi keras.

Universitas Sumatera Utara

35

Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa
kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (Dugan, 1972;
Hutchinson, 1975; Miller, 1992). Pada kisaran suhu yang sesuai bagi
kehidupan, yakni 0oC (32o F) – 100oC, air berwujud cair. Suhu 0oC
merupakan titik beku (freezing point) dan suhu 100o C merupakan titik didih
(boiling point) air.
Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi
panas atau dingin dalam seketika. Air memerlukan panas yang tinggi dalam
proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air
menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang
besar. Oleh karena itudalam penelitian ini digunakan air es dalam proses
pendinginan setelah proses heat treatment karena dapat mendinginkan logam
yang telah dipanaskan secara cepat. Suhu air es berkisar antara 4°C-5°C,
densitas (berat jenis) air maksimum sebesar 1 g/cm3 terjadi pada suhu 3,95oC.
Pada suhu lebih besar maupun lebih kecil dari 3,95o C, densitas air lebih kecil
dari satu (15).
2. Minyak
Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan
panasadalah benda kerja yang diolah. Selain minyak yang khusus digunakan
sebagaibahan pendingin pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan
oli,minyak bakar atau solar.
Dalam penelitian ini peneliti memakai oli SAE 40 yang merupakan
pelumas dengan viskositas 40 pada temperatur 100˚C. Penggunaan pelumas

Universitas Sumatera Utara

36

sebagai media pendingin akan menyebabkan timbulnya selaput karbon pada
spesimen tergantung dari besarnya viskositas pelumas. Atas dasar tujuan
untuk memperbaiki sifat baja tersebut, maka peneliti memilih perlakuan
panas temper dengan quenching media oli SAE 40. Perubahan sifat pada baja
dapat diketahui dengan cara melakukan pengujian kekerasan dan pengujian
tarik. Alasan dipilihnya media pendingin oli SAE 40 adalah karena memiliki
kadar viskositas 40 pada temperatur 100˚C yang akan menyebabkan
timbulnya selaput karbon pada spesimen dan atas dasar tujuan memperbaiki
sifat material baja.
3. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan
pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke
dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara
sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk
membentuk kristal – kristal dan kemungkinan mengikat unsur – unsur
laindari udara. Adapun pendinginan pada udara terbuka akan memberikan
oksidasi oksigen terhadap proses pendinginan.
4. Garam
Garam dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki sifat
mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didiginkan di dalam cairan
garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras karena pada
permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang.

Universitas Sumatera Utara

37

2.6 Pengujian Kekerasan
Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan
memberikan indikasi cepat mengenai perilaku deformasi (Smallman, 2000).
Alat uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida atau kerucut ke
permukaan logam dengan beban tertentu, dan bilangan kekerasan ( Brinell
atau piramida Vickers) diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat
dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam, Karena
sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis
mencapai beberapa persen regangan tertentu. Bilangan kekerasan Vickers
(VPN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan jejak piramida dan
dinyatakan dalam satuan kgf/mm2 dan besarnya sekitar tiga kali tegangan
luluh untuk material yang tidak mengalami pengerasan kerja yang berarti.
Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan (2.1). Dimana
bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan kgf/mm2,
diamana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang
membentuk indentasi. Jadi
{



} ……...............………..(2.1)

dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. Agar
diperoleh hasil yang kosisten maka rasio d/D harus kecil dan diusahakan agar
tetap konstan. Dengan begini nilai BHN untuk material lunak adalah sama.
Pengujian kekerasan penting, baik untuk pengendalian kerja maupun
penelitian, khususnya bilamana diperlukan informasi mengenai getas pada
suhu tinggi.

Universitas Sumatera Utara

38

2.6 Pengujian Tarik
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus
menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang
lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.5. Kurva ini
menunjukkan hubungan antara tegangan dengan regangan.
Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik(  eng.),
yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan
statik (L) terhadap panjang batang mula-mula (L0). Tegangan yang
dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (σeng), dimana
didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas
penampang awal (A0).

Sumber : Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan. E.J Bradbury

Gambar 2.5. Kurva tegangan regangan baja

Universitas Sumatera Utara

39

Tegangan normal tesebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan
persamaan (2.2).

 

F
.……………………………….................................... (2.2)
Ao

Dimana:
σ = Tegangan tarik (MPa)
F = Gaya tarik (N)
Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)

Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan
persamaan (2.3).


L
…………………………………...........................................(2.3)
L

Dimana: L  L-L0
Keterangan:
ε = Regangan akibat gaya tarik
ΔL = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan (mm)
Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)

Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian
tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik
yang terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen
akan menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis (10). Hubungan
antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.4)
E = σ / ε ……………………………….. ..............................(2.4)

Universitas Sumatera Utara

40

E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan
tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus
Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan
antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurvaSS (SS curve).
Umumnya, limit elastis bukan merupakan definisi tegangan yang jelas,
tetapi pada besi tidak murni dan baja karbon rendah, titik awal terjadinya
deformasi plastis ditandai dengan penurunan beban secara tiba-tiba yang
menunujukan adanya titik luluh atas dan titik luluh bawah. Perilaku luluh ini
merupakan karakteristik bebagai jenis logam, khususnya yang memiliki
struktur bcc dan mengandung sejumlah kecil elemen terlarut. Untuk material
yang tidak memiliki titik luluh yang jelas, berlaku definisi konvensional
mengenai titik awal deformasi plastis, yaitu tegangan uji 0,1 atau 0,2 %. Di
sini ditarik garis sejajar dengan bagian elastis kurva tegangan-regangan dari
titik dengan regangan 0,2 %.

2.8 Pengujian Fatigue
Batas lelah merupakan batas tegangan suatu spesimen saat
spesimen tersebut masih dapat menerima tegangan bolak-balik yang tak
hingga tanpa terjadi patah. Batas lelah material dapat ditentukan dari
pengujian lelah lentur putar (rotary bending fatique test) terhadap
beberapa specimen uji. Beban yang diberikan pada masing-masing
specimen uji dibuat berbeda-beda.
Bentuk penampang patahan akibat pembebanan dinamik dapat
dicirikan oleh adanya :

Universitas Sumatera Utara

41

a. Retakan awal (crack inisiation)
b. Daerah rambatan retak (crack growth)
c. Daerah beban berlebih (overload area)
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya patah lelah adalah
fluktuasi tegangan, dan secara umum kondisi tegangan dibagi menjadi tiga
jenis dan dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Tegangan pembalikan ( reversed stress ) menunjukkan kondisi tegangan
balik dengan bentuk sinusoidal hal ini dapat terjadi bila dalam keadaan
ideal. Misalnya poros yang berputar dengan kecepatan konstan tanpa
beban lebih sehingga keadaan tegangan maksimum dan minimum yang
terjadi sama besar.
b. Tegangan berulang ( repeated stress ) terlihat bahwa tegangan maksimum
dan tegangan minimum tidak sama dan keduanya dalam keadaan tarik.
Tegangan berulang ini dapat juga terjadi dalam keadaan tekan keduaduanya.
c. Tegangan tidak beraturan ( irregular stress ) keadaan tegangan tidak
teratur, hal ini terjadi pada bagian sayap pesawat terbang karena factor
aerodinamik sehingga besar kecilnya beban yang mengenai sayap tidak
dapat dideteksi pada setiap periode waktu.
Perbandingan

antara

tegangan

minimum

dengan

tegangan

maksimum disebut stress ratio diberi notasi R, hasilnya dapat dihitung
dengan persamaan berikut ini.
…….........................................................(2.8)

Universitas Sumatera Utara

42

Sedangkan pada pengujian fatik ada beberapa sistim penbebanan
yang dapat digunakan seperti berikut ini :
- Tegangan tarik rata-rata (tensile mean stress) , R = + 1
- Tegangan balik sempurna (completely reversed stress ) , R = - 1
- Tegangan tarik pulsa (pulsating tension) , 0 < R < 1
- Tegangan tekan pulsa (pulsating compession) , 1 < R < + tak terhingga
- Tegangan tarik bolak-balik rata-rata (alternating tensile mean stress ) , 1