BAB I PENDAHULUAN
Diabetes mellitus DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar glukosa darah hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin
merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya American Diabetes
Assosiation, 2004 dalam SmeltzerBare, 2008. Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak 90-95 dari seluruh kasus diabetes yang umumnya
mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan resistensi insulin American Council on Exercise, 2001; SmeltzerBare, 2008. DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif,
sehingga tidak terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh SmeltzerBare,
2008. Kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin dapat menurun pada pasien DM,
keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi baik akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperosmolar nonketotik maupun kronik. Komplikasi kronik biasanya terjadi
dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah diagnosa ditegakkan SmeltzerBare, 2008. Komplikasi kronik terjadi pada semua organ tubuh dengan penyebab kematian 50 akibat
penyakit jantung koroner dan 30 akibat penyakit gagal ginjal. Selain itu, sebanyak 30 penderita diabetes mengalami kebutaan akibat retinopati dan 10 menjalani amputasi
tungkai kaki Medicastore, 2007. DM sudah merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada abad
21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian
jumlah tersebut akan meningkat menjadi 300 juta orang Suyono, 2006. Menurut data
Universitas Sumatera Utara
WHO, Indonesia menempati urutan keempat terbesar dalam jumlah penderita diabetes di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang
mengidap penyakit diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang
sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur Medicastore, 2007.
Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok Suyono, 2006 didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7, demikian juga di Makasar prevalensi
terakhir pada tahun 2005 mancapai 12,5, merupakan suatu angka yang sangat mengejutkan. Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO bahwa jumlah
pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, meningkat dua kali dibanding tahun 1995.
Mengingat jumlah penderita DM yang terus meningkat dan besarnya biaya perawatan pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka
upaya yang paling baik adalah melakukan pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu pencegahan primer, sekunder dan
tersier. Pencegahan primer merupakan semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada populasi umum misalnya dengan kampanye makanan sehat,
penyuluhan bahaya diabetes. Pencegahan sekunder yaitu menemukan penderita DM sedini mungkin misalnya dengan tes penyaringan sedini mungkin terutama pada populasi resiko
tinggi sehingga komplikasi tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan melalui penyuluhan, maka perlu kerjasama semua
pihak untuk mensukseskannya Suyono, 2006. Menurut American Diabetes Association 2004, komplikasi diabetes dapat
dicegah, ditunda dan diperlambat dengan mengendalikan kadar glukosa darah. Pengelolaan diabetes yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam rentang normal
dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis. Pengelolaan nonfarmakologis meliputi pengendalian berat badan, olah ragalatihan jasmani dan diet. Terapi farmakologis
meliputi pemberian insulin danatau obat hiperglikemia oral Medicastore, 2007; SmeltzerBare, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Latihan jasmani merupakan salah satu dari empat pilar utama penatalaksanaan diabetes mellitus Perkeni, 2006 dalam Setyanto, 2009. Latihan jasmani dapat
menurunkan kadar glukosa darah karena latihan jasmani akan meningkatkan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif YunirSoebardi, 2006. Penelitian terbaru memperlihatkan
manfaat dari latihan jasmani yang teratur terhadap metabolisme karbohidrat dan sensitivitas insulin.
Penelitian yang terkait dengan senam diabetes antara lain adalah penelitian Boule dkk 2003
dalam penelitiannya yang berjudul Effects of exercise on glycemic control and body mass in type 2 diabetes mellitus: A meta-analysis of controlled clinical trials
e
menunjukkan hasil program latihan terstruktur secara statistik dan klinik memberikan pengaruh manfaat yang signifikan terhadap kontrol glukosa dan pengaruh ini tidak begitu
signifikan terhadap penurunan berat badan. Penelitian Pan, dkk 1997 tentang Effects of diet and exercise in preventing NIDDM in people with impaired glucose tolerance: The da
qing IGT and diabetes study didapatkan hasil kombinasi diet dan latihan jasmani secara
efektif menurunkan secara progresif kadar glukosa darah American Diabetes Association, 2009. Begitu juga penelitian Tessierab, dkk 2000 menunjukkan hasil bahwa latihan fisik
pada lansia memberikan pengaruh signifikan pada pengontrolan kadar gula darah selama uji toleransi glukosa oral.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA