Tindak Pidana TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA ASAL

peringanan pidana yang bersifat khusus diatur dalam pasal 308, 341, dan 342 KUHP Chazawi.2002. 97-106

2.3 TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA ASAL

USUL PERKAWINAN

2.3.1 Tindak Pidana

Dalam bu kunya “Pelajaran Hukum Pidana”, Adami Chazawi 2005:67-68 menerangkan bahwa di Indonesia sendiri setidaknya dikenal ada tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari istilah Strafbaar feit Belanda. Istilah-istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah Strafbaar feit antara lain adalah tindak pidana. peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum dan yang terakhir adalah perbuatan pidana. Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar dan feit. Dari tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan perbuatan sehingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum. Adapun istilah yang dipakai Moeljatno dan Roeslan Saleh Hamzah.2008:86 dalam menerjemahkan Strafbaar feit adalah istilah perbuatan pidana, dan Leden Marpaung 2009:7 menggunakan istilah “delik” Ter Haar Moeljatno. 2002:18 memberi definisi untuk delik yaitu tiap-tiap penggangguan keseimbangan dari satu pihak atas kepentingan penghidupan seseorang atau sekelompok orang. Definisi lain diterangkan bahwa definisi delik adalah perbuatan yang dianggap melanggar Undang-Undang atau hukum dimana si pelanggarnya dapat dikenakan hukuman pidana atas perbuatannya tersebut . Menurut Bambang Waluyo 2008 :6 pengertian tindak pidana delik adalah perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman Strafbare Feiten. R. Abdoel Djamali 2005: 175 menambahkan bahwa peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana delik ialah suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam hukum pidana atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Selanjutnya menurut Pompe Sudarto. 2009: 70 perkataan “strafbaar feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Moeljatno 2009:59 Perbuatan Pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat diartikan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-Undang dan diberi sanksi berupa sanksi Pidana. Kata kunci untuk membedakan suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana atau bukan adalah apakah perbuatan tersebut diberi sanksi pidana atau tidak. Tetapi sebelum itu, mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan, yaitu mengenai perbuatan pidananya sendiri mengenai criminal act, juga ada dasar pokok, yaitu Asas Legalitas” principle of legality. Asas Legalitas yaitu asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Hal ini dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenale tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu. Ucapan Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege poenale berasal dari Von Feuerbach seorang Sarjana Hukum Jerman. “Tindak pidana ialah suatu tindakan pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu, yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang mampu bertanggung jawab”.Von feuerbach menyatakan bahwa asas legalitas mengandung tiga unsur yaitu: a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal itu belum dinyatakan dalam suatu aturan Undang-Undang. b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi. c. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut Moeljatno.2009: 27 Namun didalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana RKUHP Konsep KUHP asas legalitas diperluas perumusannya secara materiil bahwa menegaskan ketentuan dalam Pasal 1 ayat 1 itu tidak mengurangi hukum yang hidup dalam masyarakat. Disamping itu sumber hukum utama atau Undang- Undang sebagai kriteria atau patokan formal yang utama yang bertolak dari alur pemikiran mengenai dasar patut dipidananya perbuatan bahwa tindak pidana pada hakekatnya merupakan perbutan yang bersifat melawan hukum baik secara formal dan materiil yang juga merupakan unsur mutlak dari tindak pidana Nawawi Arief.2011:79-83 .

2.3.2 Tindak Pidana Asal Usul Perkawinan

Dokumen yang terkait

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

13 140 63

KAJIAN YURIDIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

0 6 16

PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI IMPLEMENTASI PASAL 3 JO PASAL 6 PERDA NOMOR 6 TAHUN 2014 KOTA PEKALONGAN TENTANG PENGGUNAAN LABEL BATIK PEKALONGAN

0 8 104

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH.

0 3 10

TESIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DI KABUPATEN BARITO TIMUR.

0 5 11

PENDAHULUAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DI KABUPATEN BARITO TIMUR.

0 5 18

TINJAUAN PUSTAKA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DI KABUPATEN BARITO TIMUR.

0 4 60

KESIMPULAN DAN SARAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DI KABUPATEN BARITO TIMUR.

0 8 7

PELAKSANAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN KLATEN ( STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN).

0 0 13

MODEL IDEAL PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 1 14