MODEL IDEAL PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

  135

MODEL IDEAL PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Iza Rumest en R. S.

  Fakult as Hukum Universit as Sriwij aya E-mail:

  

Abst r act

Ther e ar e some negat ive phenomena in t hi s aut onomy er a t hat changi ng of new local r egul at ion t hat

has j ust l egal i zed and not ef f ect ivel y i mpl ement ed wi t h t he new r egul at i on t hat not r el evant wi t h

t he societ y need. Thi s r egul at ion has been changed because it s cont r adi ct i ve wit h t he hi gher

r egul at i ons. It phenomena happen because of l ess par t i ci pat ion of t he societ y in maki ng t he l ocal

r egul at i on, st ar t ed f r om t he maki ng pr ocess t o t he eval uat i on pr ocess. Keywor ds: i deal model , publ i c par t i ci pat ion, l ocal r egul at i on

  

Abst rak

  Di era ot onomi masih berkembang berbagai f enomena negat if diant aranya adalah adanya perda yang baru saj a disahkan dan belum berlaku secara ef ekt if sudah digant i dengan perda yang baru, perda yang kurang relevan dengan kebut uhan masyarakat . Perda yang dit erbit kan pemerint ah daerah dicabut pemerint ah pusat karena bert ent angan dengan perat uran yang lebih t inggi. Hal t ersebut t erj adi karena disebabkan banyak hal salah sat unya adalah karena kurangnya part isipasi akt if masyarakat dalam pembuat an perat uran daerah mulai dari proses pembuat an rancangan perat uran daerah sampai dengan t ahap evaluasi. Kat a Kunci: model ideal, part isipasi masyarakat , perat uran daerah

  2 Pendahuluan Pemerint ah. Dalam hal ini, pelibat an pe-ran

  Hukum dalam pembangunan semakin sert a masyarakat secara akt if masuk dalam berperan sebagai alat / sarana menyusun t at a poin kedua karena hal ini t ermakt ub dalam UUD kehidupan. Hasim Purba mengat akan bahwa 1945, sehingga pemerint ah berkewaj iban unt uk pembangunan hukum di Indonesia diharapkan melibat kan masyarakat dalam pembuat an per-

  3

  dapat memant apkan dan mengamankan pelak- at uran daerah secara lisan at au t ert ulis. Alex- sanaan pembangunan, mencipt akan kondisi ander Abdullah mengat akan part isipasi publik yang membuat anggot a masyarakat dapat me- harus diberikan t idak saj a dalam art i prosedu-

  1

  nikmat i iklim kepast ian dan ket ert iban hukum. ral, t et api j uga harus dilembagakan sebagai

  4 Jut t a Limbach mengat akan ada t iga ciri ut ama hak-hak rak-yat yang dij amin secara normat if .

  yang menandai prinsip supremasi konst it usi. Maria Farida Indrat i mengat akan bahwa

  

Per t ama, pembedaan ant ara norma hukum masyarakat berhak memberikan masukan dalam

  konst it usi dan norma hukum lainnya; ke-dua, Perat uran daerah unt uk set iap propinsi, kabu- ket erikat an penguasa t erhadap Undang-Undang pat en dan kot a secara berbeda-beda. Hal ini di- Dasar; dan ket i ga, adanya sat u lembaga yang 2 memiliki kewenangan unt uk menguj i konst it u-

  Jut t a Li mbach, “ The Concept of t he Supremacy of t he Const it ut ion” , The Moder n Law Revi ew, Vol . 64 No. 1

  sionalit as undang-undang dan t indakan hukum 3 Januar i 2001, hl m. 3 Mar ia Far i da Indr at i, “ Proses Pembent ukan Per at uran 1 Perundang-undangan Pasca Amandemen UUD 1945” ,

Hasi m Purba, “ Sinkronisasi dan Har moni sasi Sist em Hu- Maj al ah Hukum Nasi onal Jakar t a, No. 1 Tahun 2005,

  kum Nasional Bidang Pert ambangan, Kehut anan, Per- hl m. 98 4 t anahan dan Lingkungan Hidup” , Jur nal Hukum Al exander Abdul l ah, “ Desent ral isasi dan Undang-undang Equal i t y, Vol . 13 No. 2 Agust us 2008, FH USU Medan, Ot onomi Daerah di Era Ref ormasi, Jur nal Hukum Vol . 3

  136 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 1 Januari 2012

  10 Dampak

5 Perat uran daerah pada hakikat nya adalah

  merupakan bagian yang t ak t ak t erpisahkan da- ri kesat uan sist em hukum nasional.

6 Perat uran

  daerah yang dibuat harus sinkron dan harmonis dengan perat uran perundang-undangan lainnya.

  Penerapan sist em desent ralisasi dalam era ot onomi memberikan dampak posit if dan negat if kepada masyarakat . Salah sat u dampak posit if nya adalah meningkat nya kesadaran poli- t ik masyarakat dalam set iap rangkaian pest a demokrasi dan dalam proses pembuat an kebij a- kan publik. Didik Sukriono mengat akan ot onomi dan demokrasi merupakan sat u kesat uan sema- ngat sebagai bent uk pemerint ahan yang me- nempat kan rakyat sebagai penent u yang ut ama dalam negara,

  7

  bahkan Suharizal mengat akan demokrasi di daerah merupakan prasyarat bagi munculnya demokrasi di t ingkat nasional.

  Mahf ud MD mengat akan bahwa polit ik se- ringkali mengint ervensi pembuat an dan pelak- sanaan hukum, sehingga t idak selalu menj amin kepast ian hukum, penegakan hak-hak masyara- kat at au penj amin keadilan. Konf igurasi polit ik demokrat is akan mencipt akan hukum responsif , mencipt akan produk hukum konservat if . Masih berkait an dengan hal ini, Tauf iqurrahman yang mengut ip pendapat Bent ham mengat akan ma- nusia t unduk kepada hukum adalah karena de- ngan t unduk kepada hukum mereka merasa membut uhkan at au bermanf aat ( ut i l i t y)

  t erut ama perat uran daerah yang berkait an langsung de- ngan bidang ekonomi, bahkan banyak perat uran daerah yang j ust ru menimbulkan dan menye- babkan kerugian bagi negara.

  11

  negat if nya adalah sebagai berikut . Per t ama, banyak perat uran perundangan yang baru saj a disahkan bahkan belum berlaku secara ef ekt if sudah digant i dengan perat uran perundangan yang baru, karena t idak dapat berlaku ef ekt if dalam kehidupan masyarakat dan menimbulkan masalah sosial baru; kedua, banyak Undang- undang yang kurang relevan dengan kebut uhan at au permasalahan dalam masyarakat , misalnya UU Pemekaran Wilayah dan Undang-undang t ent ang Paj ak Pert ambahan Nilai; ket i ga, ba- nyaknya perat uran daerah yang dit erbit kan oleh pemerint ah daerah yang dicabut oleh pe- merint ah pusat (Mendagri) karena bert ent angan dengan perat uran yang lebih t inggi. Oka Mahen- dra mengat akan bahwa dalam hierarkhi perat u- ran perundang-undangan perat uran daerah me- nempat i j enj ang paling rendah sehingga t idak boleh bert ent angan dengan perat uran yang le- bih t inggi dan kepent ingan umum,

  sebabkan karena adanya perbedaan sumber da- ya yang t idak dapat disamakan dalam hal pe- ngelolaannya, t erut ama berkait an dengan ma- t eri. Hal ini senada dengan pendapat yang di sampaikan oleh I Made Dedy Priyant o yang me- ngat akan bahwa penyelenggaraan pemerint ah- an daerah haruslah disesuaikan dengan daerah masing-masing melalui suat u kebij akan at uran yang disesuaikan dengan keadaan daerah se- t empat , at uran inilah yang disebut dengan per- da.

  negara membuat Undang-undang dan meng- awasi pelaksanaan kekuasaan negara.

8 M.

  Yust i ka Vol . 12 No. 2 Desember 2009, Fakul t as Hukum Uni versit as Sur abaya, hl m. 149. 8 Suharizal , “ Penguat an demokrasi Lokal Mel al ui Peng- hapusan Jabat an Wakil Kepal a Daerah” , Jur nal Konst i - t usi , Vol . 7 No. 5 Okt ober 2010, hl m. 95 9 M. Syawal l uddin, “ Pil kada Langsung dan Penegakan

  Jur nal Hukum Adi l Vol . 2 No. 2 Agust us 2011, Fakul t as Hukum Yarsi Jakart a, hl m. 168 7 Di dik Sukriono, “ Membel a Desa dengan Desent ral isasi dan Mel aw an desa dengan Demokrat i sasi ” , Jur nal

  Pembat al an Per da Kabupat en Tabanan” , Jur nal Advo- kasi Vol . 1 No. 1 Tahun 2011, FH Univ. Mahasaraswat i Denpasar, hl m. 14. 6 Di dik Sukriono, “ Pembent ukan dan Pengawasan Produk Hukum Daerah” ,

  bahkan Hodio kan waj ib berpolit ik unt uk menent ukan haluan 5 I Made Dedy Priyant o, “ Kewenangan Gubernur dal am

  12

  . Be- 10 Hodio Pot i mbang, “ Fakt or -f akt or yang Mel ahirkan Per-

  adil an Massa dit inj au dar i Aspek Hukum Pi dana” , Maj a- l ah Var i a Per adi l an No. 302 Januar i 2011, hl m. 55 11 Oka Mahendra, “ Mekani sme Penyusunan Dan Pengol ah- an Program Legi sl asi Daerah” , Jur nal Legi sl asi Indone- si a Vol . 3 No. 1 Maret 2006, Dit j en Per at ur an Perun- dangan-undangan Jakart a, hl m. 22 12 Tauf iqurrahman, “ Konvergensi Paradigma Dal am Pe- rubahan Kar akt er Pil ihan Hukum Di Bidang Kont rak Jual

  Bel i Barang Int er nasional ” , Jur nal Reper t or i um, Vol . 1

  9

  Syawalludin mengat akan pemerint ah harus memberikan ruang dan peran yang besar bagi ket erlibat an polit ik masyarakat secara akt if da- lam penyelenggaraan negara,

  Konst i t usional isme; Bingkai Upaya Mewuj udkan Kemas- l ahat an Umat ” , Jur nal Uni ver sal i sme Isl am Mi mbar Akademi k Vol . 2 No. 1 Juni 2006, Direkt orat Pembinaan

  Model Ideal Part isipasi Masyar akat dal am Pembent ukan Perat uran Daer ah 137

  git upun masyarakat , mereka akan dengan sadar t unduk dan melaksanakan hukum apabila mera- sakan manf aat dari hukum t ersebut .

  Pembahasan 16 Bagir Manan, “ Konsist ensi Pembangungan Nasional dan Penegakan Hukum” , Maj al ah Var i a Per adi l an No. 275 Okt o-ber 2008, hl m. 10. 17 Subi hart a, “ Paj ak Daerah dan Ret r ibusi Daer ah Dal am Perspekt i f UU No. 28 Tahun 2009” , Maj al ah Var i a Per - adi l an, No. 305 Apr il 2011, hl m. 21. 18 W. Ri awan Tj andra dan Kresno Budi Sudar sono, Op. ci t ,

  yang dibuat oleh pemerint ah daerah t idak par- t isipat if art inya belum mampu mengcover aspi- rasi semua lapisan masyarakat , sehingga ket ika akan diberlakukan bert ent angan dengan apa yang diinginkan masyarakat . Hal ini t ent u saj a sangat mengganggu j alannya sist em pemerin- t ahan yang art inya j uga mengganggu kest abilan masyarakat di daerah, t erut ama dari segi sebut , maka t ulisan ini akan mengangkat t en- t ang model ideal part isipasi masyarakat dalam proses pembent ukan perat uran daerah dan ken- dala yang t imbul dalam upaya melibat kan part i- sipasi akt if masyarakat dalam pembent ukan perat uran daerah.

  18 Hal ini t erj adi karena perat uran daerah

  an Daerah yang dianggap bermasalah it u, dini- lai menimbulkan ekonomi biaya t inggi di daerah sert a j uga membebani masyarakat dan ling- kungan.

  17 Perat ur-

  sarkan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian dicabut dan digant i dengan UU No. 32 Tahun 2004, sudah ribuan Perat uran Daerah yang di buat oleh Pemerint ah Daerah, baik pada level propinsi maupun kabupet an/ kot a. Dat a yang di peroleh dari Depart emen Keuangan, sampai De- sember 2006 t erdapat 9. 617 Perat uran Daerah yang t erkait dengan perizinan, paj ak dan ret ribusi di daerah. Dat a yang diperoleh dari Depart emen Dalam Negeri menunj ukkan bahwa sej ak t ahun 2002 sampai t ahun 2007, Perat uran Daerah yang dibat alkan baru berj umlah 761 Perat uran Daerah. Bahkan Subihart a mengat a- kan bahkan ada perda yang t idak sah t et api daerah masih t et ap memberlakukan.

  16 Sej ak ot onomi daerah dit erapkan berda-

  keperluan mengadakan perat uran, asas bahwa perat uran t ersebut dapat dilaksanakan dan lain.

  Mi mbar Hukum Vol . 22 No. 2 Juni 2010, FH UGM, hl m.

  85. 14 Set iaw an, Bonnie, amal ia (ed), “ Inst it ut e For Gl obal Just i ce” , Jur nal Keadi l an Gl obal Jakar t a, No. 01 Tahun 2003, hl m. 16. 15 Bayu Dwi Anggono, “ Har monisasi Perat uran Perundang- undangan di bidang penanggu-l angan Bencana” , Jur nal

  Legi sl at i ve Dr af t i ng: Teor i dan Tekni k Pembuat an Per - at ur an Daer ah, Yogyakart a: Uni versit as At maj aya, hl m.

  dengan hal ini Bagir Manan mengat akan pem- bent ukan hukum yang baik harus memiliki ber- bagai syarat pembent ukan yang baik pula, se- pert i asas, asas t uj uan, asas kewenangan, asas 13 W. Riawan Tj andra dan Kresno Budi Sudarsono, 2009,

  produk hukum yang dibuat dengan berprinsip sepert i it u t idak akan dapat berlaku secara ef ekt if dalam masyarakat . Produk hukum yang baik j uga harus harmonis dan sinkron dengan perat uran perundang-undangan yang diat asnya, Bayu Dwi Anggono mengat akan harmonisasi t idak hanya menyangkut hal-hal yang bersif at yang dimaksudkan unt uk menghindari peng- at uran yang t umpang t indih at au saling bert en- t angan t api lebih dari it u agar perat uran perun- hukum posit if dapat menj alankan f ungsinya de- ngan baik dalam masyarakat .

  produk hukum Jangan berprinsip bahwa pasar akan t erus berj alan sesuai koridor, t ak akan pernah memikirkan agenda-agenda sosial, ha- nya berkut at pada urusan bagaimana mengha- silkan keunt ungan dengan maksimal t anpa t ahu menahu dampaknya bagi masyarakat .

  Menurut W. Riawan Tj andra dan Kresno Budi Sudarsono, pasca ref ormasi t erj adi perge- seran dari r echt sst aat menj adi pol it i cal st at e, padahal t uj uan negara hukum ( goal of st at e) adalah supremasi hukum. Pol it i cal st at e ibarat bis malam, t idak berdiri di at as ” rel” hukum yang berlaku. Baik buruknya, bersih/ kot ornya Pemerint ah Daerah sangat t ergant ung pada kualit as pengat uran hukumnya. Analog dengan hal it u, diperlukan eksekut if , legislat if dan produk hukumnya yang berkualit as secara hu- kum. Produk hukum t ersebut mempengaruhi kualit as negara hukum.

13 Dalam pembuat an

14 Karena

15 Masih berkait an

  138 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 1 Januari 2012

19 Part isipasi

20 Berkait an de-

  (dua) t ipe yait u hak akses inf ormasi pasif da hak inf ormasi akt if ; kedua, akses part isipasi dalam pengalihan keput usan ( publ i c par t i ci pa-

  Perwuj udan t ri akses t ersebut dapat dilihat dalam bebrapa bent uk. Per t ama, t urut memi- kirkan dan memperj uangkan nasib sendiri; ke- dua, kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Tidak menyerahkan penent uan nasibnya kepada 22 W. Riaw an Tj andr a dan Kresno Budi Sudar sono, op. ci t ,

  ser vi ce pr ovi der menj adi enabl er / f asi l it at or .

  Kresno Budi Sudarsono menj elaskan bahwa pe- nguat an t ri akses t ersebut diyakini dapat men- dorong t erj adinya perubahan orient asi sikap dan perilaku birokrasi yang semula menj adi

  22 Lebih lanj ut , M. Riawan Tj andra dan

  pi l l ar al so pr ovi des a mechani sm f or publ i c t o enf or ce envi r onment al l aw dir ect ly). Sif at da- ness) dan t ransparansi (t r anspar ency).

  kat unt uk mempengaruhi pengambilan keput us- an, part isipasi dalam penet apan kebij akan, rencana dan program pembangunan dan part isi- pasi dalarn pernbent ukan perat uran perundang- undangan; dan ket i ga, akses t erhadap keadilan ( access t o j ust i ce) dengan menyediakan meka- nisme bagi masyarakat unt uk menegakkan hu- kum lingkungan secara langsung ( t he j ust i ce

  t i on i n deci si on maki ng) meliput i hak masyara-

  ma, akses t erhadap inf ormasi yang meliput i 2

  Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembent ukan Perat uran Daerah

  dalam penyelenggaraan pemerint ahan. Per t a-

  cesses) yang perlu disediakan bagi masyarakat

  Sehubungan dengan part isipasi akt if ma- syarakat dalam pembent ukan Perat uran Dae- rah, maka perlu j uga dikemukakan pandangan M. Riawan Tj andra dan Kresno Budi Sudarsono, yang menegaskan t erdapat t iga akses ( t hr ee ac-

  bent uk pengerahan massa lainnya, at au bisa j uga melalui prosedur hukum. Dengan demiki- an, unt uk mencapai t uj uan perat uran perun- dang-undangan t ersebut syarat pert ama yang harus dipenuhi adalah ket erlibat an rakyat / par- t isipasi akt if masyarakat dalam suat u proses pembent ukan Perat uran Daerah at au kebij akan lainnya mulai dari proses pembent ukannya, proses pelaksanaannya di lapangan dan t erakhir t ahap evaluasi.

  XVI No. 44 Januari 2011, Uni t Penel i t i an FH Universi t as Sriwij aya Pal embang, hl m. 2327. 20 Saut P. Panj ai t an, “ Jaminan Perl indungan Konst it usio- nal Hak Ti ap Or ang Unt uk Memperol eh Inf or masi dan Berkomunikasi” , Jur nal Si mbur Cahaya, Vol . XV No. 42 Mei 2010, Unit Penel it i an FH Univer si t as Sriwij aya Pal embang, hl m. 1957-1958. 21 Lihat dal am Muhammad Aziz, “ Penguj ian Per at uran Perundang-undangan dal am Si st em Perat uran Per- undang-undangan Indonesia” , Jur nal Konst i t usi , Vol . 7

  l am Perancangan Pembent ukan Perat uran Perundang- undangan Yang Responsif ” , Jur nal Si mbur Cahaya Vol .

  part isipasi masyarakat dalam pemerint ahan, khususnya dalam pembent ukan perat uran dae- rah sangat bervariasi, t ergant ung pada sit uasi dan kondisi disuat u t empat dan wakt u. Dalam negara demokrasi dengan sist em perwakilan, kekuasaan pembent ukan undang-undang at au Perat uran Daerah hanya ada dit angan kelompok orang-orang yang t elah dipilih melalui pemilih- an umum. Dalam hal ini, set iap wakil it u akan bert arung di parlemen demi kepent ingan umum dan bila mereka bert indak sebaliknya, maka kursi yang didudukinya akan hilang dalam pemi- lihan umum yang akan dat ang, digant ikan oleh part ai yang berbeda. Disinilah let ak t it ik kon- t rol yang ut ama dari rakyat kepada wakilnya di parlemen. Alat kont rol lain yang dipergunakan masyarakat adalah demonst rasi at au bent uk- 19 Iza Rumest en RS, “ Rel evansi Par t i si pasi Masyarakat da-

  ngan hal ini Bagir Maman mengat akan bahwa kebebasan polit ik dit andai dengan adanya rasa t ent ram, karena set iap orang merasa dij amin keamanannya at au kesela-mat annya.

  dan pelibat an masyarakat dalam proses renca- na pembuat an kebij akan publik, program kebi- j akan publik, proses pengambilan keput usan publik dan alasan dari pengambilan keput usan publik merupakan salah sat u ciri dari penye- lenggaraan negara demokrat is.

  Part isipasi masyarakat dalam pembent uk- an perat uran perundang-undangan dapat diart i- kan sebagai part isipasi polit ik , oleh Hunt ingt on dan Nelson part isipasi polit ik diart ikan sebagai kegiat an warga negara sipil ( pi vat e ci t izen) yang bert uj uan unt uk mempengaruhi pengam- bilan keput usan oleh pemerint ah.

21 Bent uk

  Model Ideal Part isipasi Masyar akat dal am Pembent ukan Perat uran Daer ah 139

23 Sehubungan dengan penj elasan M. Ria-

  kont rol sosial yang konst rukt if dan kesiapan sosial masyarakat t erhadap set iap bent uk dam- pak akibat suat u kegiat an pembangunan.

  hl m. 46. 27 Rival G. Ahmad dkk, “ Dan Parl emen ke Ruang Publ ik: Menggagas Penyusunan Kebij akan Par t i si pat if ” Jur nal Hukum Jent er a Vol . I No. 2 Tahun 2003, PSHK Jakart a,

  t uan deraj at , bukan pada seberapa j auh masya- rakat t elah t erlibat dalam proses pembent ukan kebij akan at au program dilaksanakan oleh ne- gara t et api seberapa j auh masyarakat dapat menent ukan hasil akhir at au dampak dari ke- bij akan at au program t ersebut . Deraj at t er- bawah t erdiri dari dua t ingkat part isipasi, yait u manipulasi ( mani pul at ion) dan t erapi (t her a- 26 W. Riaw an Tj andra dan Kr esno Budi Sudar sono op. ci t .

  27 Lebih lanj ut dikat akannya “ dasar penen-

  Per t ama, t idak part isipat if (non par t i ci pat i on); kedua, deraj at semu (degr ees of t okeni sm); ci t i zen power )

  part isipasi di masa lalu, sekarang, dan yang akan dat ang. Lebih lanj ut Rival G. Ahmad yang menga- cu kepada pendapat Arenst ein, menyusun mo- del yang dapat membant u unt uk menilai t ing- kat part isipasi dalam suat u proses pembent uk- an kebij akan at au perat uran secara umum Per- undang-undangan/ Perat uran Daerah. Secara umum ada t iga deraj at part isipasi masyarakat .

  sipasi akt if masyarakat bert uj uan unt uk me- ningkat kan kemampuan rakyat yang rendah dari segi ekonomi, polit ik, dan sosial. Konsep par- t isipasi masyarakat mengalami pemaknaan yang berbeda-beda sehingga perlu diperj elas t ent ang proses yang mana yang dapat disebut part isi- pasi dan yang bukan, sehingga t erj adi kesama- an cara pandang dalam menilai sebuah proses

  26 Sist em demokrasi yang melibat kan part i-

  dua, membawa konsekuensi munculnya suat u

  orang lain; ket i ga, merespons dan bersikap kri- t is; keempat , penguat an posisi t awar; dan ke-

  Senada dengan hal ini, Bambang Sugiono dan Ahmad Husni M. D menj elaskan bahwa pe- laksanaan prinsip peran sert a masyarakat ber- t uj uan unt uk: per t ama, melahirkan prinsip ke- cermat an dan kehat ihat ian dari pej abat publik dalam membuat kebij aksanaan publik; dan ke-

  kursus t ent ang kepent ingan bersama warga ne- gara dilancarkan.

  Yahanan, 2009, Demokr at i sasi Pr oduk Hukum Ekonomi daer ah (pembent ukan per at ur an daer ah demokr at i s di bi dang ekonomi di Kabupat en/ Kot a, Mal ang: Tunggal Mandir i Publ ishing, hl m 263.

  menyat akan, bahwa t it ik t o- lak yang dapat menj adi acuan unt uk menat a ulang proses pelibat an part isipasi akt if masya- rakat t ersebut adalah memperluas perdebat an polit is dalam parlemen ke masyarakat sipil. Bu- kan hanya aparat negara dan wakil rakyat , me- lainkan j uga seluruh warga negara berpart isipa- si dalam wacana polit is unt uk mengambil ke- put usan polit ik bersama. Melalui radikalisasi konsep negara hukum klasik kedaulat an rakyat bergeser dari proses pengambilan keput usan di parlemen keproses part isipasi dalam ruang pub- lik. Kedaulat an rakyat bukanlah subst ansi yang membeku dalam perkumpulan para wakil rak- yat , melainkan j uga t erdapat diberbagai f orum warga negara, orgnisasi, non pemerint ah, ge- rakan sosial at au singkat nya di mana pun dis- 23 Loc. ci t 24 Muhammad Syai f uddin, Mada Apr iandi Zuhir dan Anal isa

  25

  wan Tj andra dan Kresno Budi Sudarsono, Mu- hammad Syaif uddin mengat akan: “ Dapat dipahami bahwa prinsip ket erbu- kaan adalah elemen pent ing dalam pe- nyelenggaraan pemerint ahan di kabupa- t en/ kot a, yang berorient asi pada konsep negara kesej aht eraan yang bert umpu pa- da kekuat an masyarakat sipil, dengan bercirikan birokrasi yang ef isien, ef ekt if , impersonal, impart ial, obj ekt if , rasional dan berorient asi pada kepent ingan pub- lik. Prinsip ket erbukaan membawa konse- kuensi adanya kewaj iban bagi Pemerint ah Kabupat en/ Kot a unt uk secara proakt if memberikan inf ormasi kepada masyara- kat , sert a menj elaskan kepada masyara- kat t ent ang ber-bagai hal yang mereka but uhkan. Pelaksanaan prinsip ket erbuka- an membawa konsekuensi perlunya pe- laksanaan prinsip part isipasi masyarakat dalam pembent ukan Perat uran Daerah.

  yg menj adi kekuat an pelaksanaan t ugas dan kewaj iban pemerint ah.

  l i ma, sumber dan dasar mot ivasi sert a inspirasi

24 Habermas

  140 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 1 Januari 2012 py). Dalam t ingkat ini part isipasi hanya ber-

  t uj uan unt uk menat a masyarakat dan mengoba- t i luka yang t imbul akibat dari kegagalan sist em dan mekanisme pemerint ahan. Tidak ada niat - an sedikit pun unt uk melibat kan masyarakat dalam menyusun kegiat an at au program peme- rint ah. Deraj at menengah (yang semu) t erdiri dari t iga t ingkat part isipasi, yait u: pemberit a- huan ( i nf or mi ng); konsult asi (consul t at i on); dan peredaman ( pl acat ion). Dalam t ahap ini su- dah ada perluasan kadar part isipasi, masyara- kat sudah bisa mendengar (t ingkat pemberit a- huan) dan didengar (t ingkat konsult asi), namun begit u t ahap ini belum menyediakan j aminan yang j elas bagi masyarakat bahwa suara me- reka diperhit ungkan dalam penent uan hasil se- buah kebij akan publik. Sedangkan pada t ahap peredaman memang sudah memungkinkan ma- syarakat pada umumnya khususnya yang rent an unt uk memberikan masukan secara lebih signi- f ikan dalam penent uan hasil kebij akan publik, namun proses pengambilan keput usan masih di- pegang penuh oleh pemegang kekuasaan. Dera- j at t ert inggi t erdiri dari t iga t ingkat part isipasi, yakni kemit raan ( par t ner shi ps), delegasi kekua- saan ( del egat ed power ), dan yang t erat as ada- lah kendali masyarakat ( ci t i zen cont r ol ). Dalam t ahap ini part isipasi masyarakat t ermasuk yang rent an sudah masuk dalam ruang penent uan proses, hasil, dan dampak kebij akan. Masyara- kat sudah bisa bernegosiasi dengan penguasa t radisional dalam posisi polit ik yang sej aj ar mengarahkan kebij akan karena ruang pengam- bilan keput usan t elah dikuasai (t ingkat delegasi kekuasaan). Sehingga pada t ahap akhir part isi- pasi masyarakat t elah sampai pada puncaknya, yait u ket ika masyarakat secara polit ik maupun administ rat if sudah mampu mengendalikan pro- ses, pembent ukan, pelaksanaan, dan kebij akan t ersebut (t ingkat kendali masyarakat ).

  yang berasal dari inisiat if Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun yang berasal dan ini- siat if Pemerint ah Daerah dilakukan melalui beberapa t ahapan. Adapun t ahapan pemben- t ukan perat uran daerah sama dengan t ahapan penyusunan perat uran perundang-perundangan yang lain, meliput i perencanaan, perancangan, pembaha-san, pengesahan, pengundangan, pe- laksanaan, dan evaluasi. Ruang part ispasi bagi masyarakat harus ada diset iap t ahapan t erse- but . Dengan demikian, diharapkan akan lahir perda yang part isipat if , masyarakat yang krit is, dan pemerint ahan yang responsif t erhadap ke- but uhan sosial.

  Part isipasi masyarakat t idak hanya diper- lukan dalam proses penyusunan Perat uran Dae- rah, namun dalam seluruh t ahapan pembent uk- annya sampai dengan evaluasi. Dalam agenda ROCCIPI- r ul e, oppor t unit y, communi ct ion, ca-

  paci t y, i nt er est , pr ocess, and i deol ogy (perat u-

  ran, kesempat an, komunikasi, kemampuan, ke- pent ingan, proses dan nilai/ sikap) dinyat akan bahwa dalam penyusunan perat uran yang baik harus memperhat ikan t uj uh agenda t ersebut . Kat egori ini dapat memberikan gambaran awal reaksi masyarakat t erhadap perat uran yang akan dibent uk. Kat egori ROCCIPI mengident if i- kasi f akt or-f akt or yang kerap menimbulkan ma- salah berkait an dengan berlakunya suat u pera- t uran perundang-undangan. Fakt or i nt er est dan

  i deology merupakan f akt or yang bersif at sub-

  j ekt if sedangkan r ule, oppor t unit y, communi -

  cat i on, capaci t y, dan pr ocess merupakan f akt or

  obj ekt if . Agenda ini bermanf aat unt uk mem- persempit dan mensist emat iskan ruang lingkup hipot esis yang muncul dalam benak perancang bermasalah. Dalam agenda ini t erdapat f akt or- f akt or yang memengaruhi peran sert a masya- rakat dalam pelaksanaan Perat uran Daerah ber- kait an mat eri yang t erdapat dalam Perat uran Daerah. Berikut penj elasan dari masing-masing f akt or dimaksud.

  Per t ama, Rul e (perat uran). Kepat uhan

28 Pembent ukan Perat uran Daerah, baik

  at au ket idakpat uhan seseorang t erhadap suat u perat uran, mungkin t erj adi karena banyak per- at uran yang t umpang-t indih, t idak j elas, at au mult it af sir/ bisa dit af sirkan sesuka hat i, bert en- t angan at au saling t idak mendukung, t idak t ransparan, t idak account abl e dan t idak part i- sipat if , at au memberikan wewenang yang ber- Model Ideal Part isipasi Masyar akat dal am Pembent ukan Perat uran Daer ah 141

  hal yang t idak bisa dit awar bahwa perat uran t idak dapat menghilangkan penyebab perilaku bermasalah.

  kehol der / masyarakat yang akan menj adi sasar-

  30 29 Jazim Hamidi, 2006, Revol usi Hukum Indonesi a (Makna, kedudukan dan Impl i kasi Hukum Naskah Pr okl amasi Indonesi a 17 Agust us 1945 dal am Si st em Ket at anega- r aan RI), Yogyakart a: Ker j asama Konst it usi Press Jakart a dengan Cit r a Medi a, hl m. 77. 30 Iza Rumest en RS, “ Peningkat an Fungsi Naskah Akademik Dal am Membant u DPRD Menghasil kan Perat ur an Daerah

  Pasal 53 UU No. 10 Tahun 2004. Dengan demi- kian, maka dapat dikat akan bahwa sesung- guhnya t elah ada koridor hukum yang j elas me- lindungi hak at as inf ormasi masyarakat . Ket en- t uan ini j uga berart i dalam pembent ukan se- yang memungkinkan masyarakat unt uk berpe- ran akt if di dalam proses perancangan t erse- but . Berkait an dengan hal ini, Iza Rumest en mengat akan bahwa naskah akademik merupa- kan bent uk konkret part isipasi masyarakat da- lam rangka pembent ukan perat uran perundang- undangan (t ermasuk perat uran daerah yang berbasis riset ).

  Pada dasarnya keikut sert aan masyarakat (part isipasi) dalam proses pembent ukan suat u Perat uran Daerah t elah diat ur dan dij amin oleh

  permasalahan yang dit emukan dalam masya- rakat , j ika dij abarkan berdasarkan kat egori ROCCIPI sebagaimana t ersebut , kemungkinan besar akan dapat dicegah ( pr event i f ) at au di- carikan solusinya, t ent unya dengan menyesuai- kan dengan subst ansi (mat eri) suat u Perat uran Daerah yang hendak dibuat dengan t erlebih da- hulu melakukan pengkaj ian t erhadap keinginan- keinginan at au harapan-harapan dari masyara- kat di mana Perat uran Daerah it u kelak hendak diberlakukan. Tent unya pengkaj ian t ersebut di- sandarkan pada t uj uh kat egori ROCCIPI t er- sebut . Meskipun demikian, akan lebih t epat j i- ka dalam set iap proses pembent ukan Perat uran Daerah t ersebut , masyarakat set empat senan- t iasa disediakan ruang unt uk berpart isipasi dan dij amin adanya inf ormasi mengenai prosedur- nya.

  29 Bagaimanapun rumit dan kompleksnya

  an pemberlakuan at uran t ersebut ). Kepent ing- polit ik, dan sosial-budaya. Keenam, Pr ocess (proses). Proses yang dimaksud dalam hal ini adalah proses bagi pelaku unt uk memut uskan apakah akan memat uhi at au t idak memat uhi suat u Perat uran Daerah. Proses ini sangat di- pengaruhi oleh subst ansi perat uran yang ber- dampak posit if at au t idak bagi kepent ingan ma- syarakat di mana Perat uran Daerah t ersebut diberlakukan. Ket uj uh, Ideology (nilai dan si- kap). Kat egori ideologi ini secara umum dimak- nai sebagai sekumpulan nilai yang dianut oleh suat u masyarakat unt uk merasa, berpikir, dan bert indak. Termasuk di dalamnya ant ara lain sikap ment al, pandangan t ent ang dunia, pema- ga disamakan dengan budaya yang sangat luas cakupannya. Dalam masyarakat Indonesia yang serba maj emuk (beragam) harus dapat diako- modasi oleh pengambil kebij akan agar dapat dengan mudah dit erima oleh masyarakat .

  pent ingan t erkait erat dengan manf aat bagi pelaku peran (pembuat perat uran maupun st a-

  Kedua, Oppor t uni t y (kesempat an/ pelu-

  Kel i ma, Int er est (kepent ingan). Aspek ke-

  Komunikasi pemerint ah daerah dengan rakyat t idak ef ekt if , t erut ama dalam mengumumkan perat urannya. Media sosialisasi yang digunakan t idak f amilier dan sulit unt uk diakses oleh ma- syarakat . Hal ini menunj ukkan indikasi kesenga- j aan, supaya masyarakat t idak t ahu cacat yang ada di dalam suat u perat uran.

  Keempat , Communi cat ion (komunikasi).

  an t idak dapat memerint ahkan seseorang unt uk melakukan sesuat u yang dia t idak mampu. Per- at uran harus dibuat dengan menget ahui kon- disi-kondisi masyarakat yang menj adi subj ek perat uran. Kemampuan masyarakat dapat dirin- ci ke dalam kemampuan polit ik, ekonomi, dan sosial-budaya.

  Ket i ga, Capaci t y (kemampuan). Perat ur-

  ang). Sebuah perat uran secara t egas melarang perilaku t ert ent u, namun j ika t erbuka kesem- pat an unt uk t idak memat uhinya orang dengan mudah melakukan perilaku bermasalah. Pelang- garan t erhadap Perat uran Daerah kerap t erj adi karena adanya kesempat an dan t idak adanya t indakan t egas dari aparat yang berwenang.

  Yang Responsif ” , Jur nal Penel i t i an Hukum Supr emasi

  142 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 1 Januari 2012

  j uh, ada pengat uran j angka wakt u yang mema-

  Part isipasi t idak cukup hanya dilakukan oleh sekelompok orang yang duduk di lembaga perwakilan di kabupat en/ kot a, karena inst it usi dan orang-orang yang duduk dalam lembaga perwakilan seringkali menggunakan polit ik at as nama kepent ingan rakyat unt uk memperj uang- 33 Hamzah Hal i m, op. ci t , hl m. 141.

  sipasi masyarakat t elah t erpenuhi maka adalah j uga menj adi kewaj iban masyarakat unt uk da- pat memanf aat kan f asilit as t ersebut secara ef ekt if agar dapat menj adi kekuat at an kont rol dan menj adi pengawas bagi kebij akan yang di- keluarkan pemerint ah.

  34 Jika ke-

  akan diperdakan (hal ini bisa dilakukan di De- wan Perwakilan Rakyat Daerah t et api j uga bisa dilakukan dengan cara t urun langsung ke t e- ngah-t engah masyarakat t erkait ( st akehol der ); dan ket i ga, memberikan kesempat an kepada warga unt uk mengikut i persidangan di kant or DPRD (dengan membuka inf ormasi j adwal si- dang pembent ukan perda t ersebut ).

  kedua, menggelar publ i c hear i ng mat eri yang

  realisasinya prinsip-prinsip t ersebut . Ada bebe- rapa bent uk upaya menj aring part isipasi masya- rakat yang dapat dilakukan oleh pembent uk Perat uran Daerah dalam pembent ukan Perat ur- an Daerah. Per t ama, melakukan penelit ian t er- padu sebelum perancangan Perat uran Daerah;

  33 Sebuah pemerint ahan yang baik ( good go- ver nance) dan demokrat is harus menj amin t e-

  dai unt uk seluruh proses penyusunan, pembah- asan Rancangan Perat uran Daerah, dan disemi- nasi Perat uran Daerah yang t elah dilaksanakan; dan kedel apan, ada pert anggungj awaban yang j elas dan memadai bagi proses pembent ukan Perat uran Daerah yang dengan sengaj a menu- t up peluang masyarakat unt uk berpart isipasi.

  yat Daerah dan pemerint ah; kel i ma, adanya pe- ngat uran yang j elas mengenai dokumen dasar yang waj ib t ersedia dan accessi bl e sepert i nas- kah akademik dan Rancangan Perat uran Dae- rah; keenam, adanya j aminan banding bagi publik bila proses pembent ukan Perat uran Dae- rah t idak dilakukan secara part isipat if ; ket u-

  Prakt ik yang t erj adi selama ini dalam proses pembent ukan perda peran masyarakat masih bersif at parsial dan simbolis. Beberapa komunikasi massa yang dilakukan hanyalah se- bagai pelengkap prosedur adanya basi c r e-

  Met ode Par t i si pasi masyar akat Dal am Penyel enggar aan Ot onomi Daer ah, Mal ang: Cor r upt i on Wat ch dan

  dang-undangan (suat u Pendekat an Input dan Out put ” , Jur nal Legi sl asi Indonesi a, Vol . 4 No. 2 Juni 2007, hl m. 13-14. 32 Siraj udin dkk, 2006, Legi sl at i ve Dr af t i ng; Pel embagaan

  nya j aminan prosedur dan f orum yang t erbuka dan ef ekt if bagi masyarakat unt uk t erlibat da- lam mengawasi proses sej ak t ahap perencana- an; keempat , adanya prosedur yang menj amin publik bisa mengaj ukan Rancangan Perat uran Daerah selain anggot a Dewan Perwakilan Rak- 31 AS. Nat abaya, “ Peni ngkat an Kual it as Per at ur an Perun-

  accessi bl e; ket iga, ada-

  t erdapat sedikit nya 8 (delapan) prinsip mengenai opt imalisasi part i- sipasi masyarakat di dalam proses pembent u- kan suat u Perat uran Daerah. Per t ama, adanya nya kewaj iban inf ormasi dan dokument asi yang sist emat is, bebas, dan

  32

  t ukan Perat uran Daerah. It u pun, dilakukan ha- nya pada t ahap perencanaan. Kemudian dalam t ahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat yang sudah ” t erlanj ur” me- wakilkan kekuasaannya pada wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah t idak lagi mendapat kan hak suara. Sidang paripurna ang- got a Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang t erhormat memang bersif at t erbuka, t et api kebal krit ik karena prot okol dan t at a t ert ib si- dang. Sement ara rakyat yang t idak puas, harus cukup puas dengan meneriakkan aspirasi dan kepent ingannya dengan cara ” it u-it u saj a” demo dan unj uk rasa yang t idak pernah ef ekt if . Berkait an dengan hal t ersebut Nat abaya me- ngat akan bahwa DPRD sebagai lembaga polit ik t idak lepas dari kepent ingan polit ik para ang- got anya, menj adi semacam kewaj aran dimana saj a diseluruh dunia para anggot a DPRD me- nyuarakan aspirasi polit ik part ainya sedangkan aspirasi masyarakat (konst it uennya) menj adi nomor 2.

  sear ch yang melandasi perencanaan pemben-

31 Menurut Siraj uddin,

  Model Ideal Part isipasi Masyar akat dal am Pembent ukan Perat uran Daer ah 143

  part ispasi masyarakat sangat t ergant ung pada sit uasi dan kondisi masyarakat dan lingkungannya. Tingkat kualit as sumber daya masyarakat , kepedulian lembaga pendidikan at au lembaga swadaya ma- syarakat dan sikap pemerint ah sangat mem- pengaruhi pola-pola part isipasi yang digunakan oleh masyarakat unt uk menyalurkan aspirasi- nya. Masyarakat berhak menent ukan cara yang digunakan unt uk berpart isipasi dalam proses penyusunan Perat uran Daerah. Part isipasi dapat dilakukan secara langsung, yait u dengan ikut sert a dalam salah sat u at au seluruh proses pembent ukan baik dilakukan melalui lembaga eksekut if maupun legislat if . Part isipasi iuga dapat dilakukan secara t idak langsung, yait u dengan melakukan kegiat an yang kurang lebih dapat mempengaruhi proses pembent ukan per- upaya mempengaruhi proses persidangan pem- bent ukan Perat uran Daerah adalah demonst rasi at au unj uk rasa. Undang-Undang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum No. 9 Tahun 1998 menyat akan bahwa bent uk menge- luarkan pendapat di muka umum adalah unj uk rasa, pawai, mimbar bebas, at au rapat umum. Melalui 4 cara t ersebut , masyarakat dapat ber-

  Per t ama, t erhindar dari peluang

  t erj adinya manipulasi ket erlibat an rakyat dan memperj elas apa yang dikehendaki masyara- kat ; kedua, memberi nilai t ambah pada legit i- masi rumusan perencanaan, karena semakin banyak j umlah pihak yang t erlibat semakin baik; dan ket i ga, mening-kat kan kesadaran dan ket erampilan polit ik masyarakat .

35 Pihak-pihak yang t erlibat dalam pelaksa-

  naan part isipasi masyarakat yang paling ut ama adalah masyarakat it u sendiri. Kesadaran ber- part isipasi dan dukungan t erhadap akt ivit as

  part isipasi melalui pendidikan polit ik perlu di- bangun. Tokoh-t okoh masyarakat dan organisa- si lokal baik berupa inst it usi akademis, media massa, dan lembaga swadaya masyarakat ber- t anggung j awab t erhadap penyelenggaraan pendidikan polit ik bagi masyarakat . Selain it u, harus ada dukungan dari pemerint ah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Mungkin banyak yang beranggapan bahwa part isipasi masyarakat t elah cukup (cukup represent at if dan legit imat if ) t erwakili oleh wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

  36

  . Namun kini hal it u t idaklah cukup, part isipasi masyarakat lebih dibut uhkan dalam memberi masukan pada saat proses pembuat an perat uran daerah dan memberikan legit imasi t erhadap Perat uran Daerah t ersebut , karena menurut Rosmala Po- t isasi dan pemberdayaan.

  kan kepent ingan pribadi at au kelompok mereka sendiri. Part isipasi rakyat secara langsung, me- nurut Alexander Abe, akan membawa t iga dam- pak pent ing.

  mengikat set iap warga dalam membangun pa- ham kedaulat an rakyat .

  38 Part isipasi akt if da-

  lam art i: masyarakat memiliki inisiat if sendiri unt uk berperan sert a dalam pembent ukan Per- at uran Daerah. Part isipasi akt if dapat dilakukan dengan cara: mengikut i debat publik, rapat umum, demonst rasi, at au melalui surat t erbuka di media massa. Part isipasi pasif , berart i ini- siat if part isipasi dat ang dari luar diri masyara- kat . Inisiat if bisa dat ang dari lembaga legislat if at au eksekut if dengan mengadakan dengar pen- dapat ( hear i ng), dialog publik, kunj ungan ker- j a, maupun wawancara penelit ian dalam rangka perancangan perat uran daerah.

  Bent uk-bent uk pelaksanaan

37 Masyarakat dapat menyalurkan aspirasi

  part isipasi meneriakkan keinginan dan sikapnya mengenai mat eri yang sedang dibahas dalam sidang pembent ukan perat uran perundang-un- dangan. Meskipun cara-cara t ersebut kurang 38 Laica Marzuki, “ Konst i t usi dan Konst it usional isme” Jur -

  mereka dalam set iap t ahap pembent ukan Per- at uran Daerah, secara akt if maupun pasif . Hal ini diat ur dalam konst it usi negara kit a. Laica Marzuki mengat akan Konst it usi merupakan nas- kah legit imasi paham kedaulat an rakyat . Nas- kah dimaksud merupakan kont rak sosial yang 35 Al exander Abe, 2005, Per encanaan Daer ah Par t i si pat i f , Pembaruan, Yogyakart a, hl m. 90-91. 36 Khair ul Mul uk, 2007, Menggugat Par t i si pasi Publ i k

  Dal am Pemer i nt ah Daer ah, Mal ang: LPD FIA UB dan Bayu Media, hl m. 225. 37 Rosmal a Pol ani, “ Pembagian Kewenangan di Wil ayah Perairan Pada Er a Ot onomi Daer ah” , Jur nal Si mbur Cahaya, Vol . XIII No. 35 Januar i 2008, Unit Penel it ian

  144 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 1 Januari 2012

  hanya saj a t idak set iap perumusan perda yang melakukan sosialiasi secara gencar dalam perumusan dan pembuat an rancangan perat uran daerah.

  hadap Pengaduan Kekerasan dal am Rumah Tangga” ,

  Ket idakef ekt if an suat u perat uran daerah mungkin t erj adi karena beberapa f akt or yang saling berkait an dalam sist em hukum. Menurut Lawrence Meir Friedman, ada 3 (t iga) unsur yang sangat berpengaruh dalam sist em hukum, yait u subst ansi, st rukt ur, dan kult ur hukum da- lam masyarakat . Fakt or-f akt or yang memenga- ruhi part isipasi masyarakat di dalam pelaksana- an suat u perat uran daerah. Per t ama, subst ansi Perat uran Daerah yang t idak sesuai dengan nilai masyarakat memancing reaksi masyarakat , se- dangkan prosedur part isipasi t idak j elas; Ke- 40 Iza Rumest en RS, “ Peranan Pemerint ah Daerah t er-