Tingkatan Hegemoni Teori Hegemoni

Untuk mempertahankan hegemoni kelompok sosial yang menghegemon akan terus berusaha untuk mempertahankan hegemoninya. Hal ini menuntut kegigihan untuk mempertahankan dan memperkuat otoritas sosial dari semua kelas yang berkuasa dalam kelompok masyarakat sipil dan membuat kompromi-kompromi yang diperlukan untuk menyesuaikan sistem aliansi yang ada dengan kondisi yang senantiasa berubah serta aktifitas kekuatan oposisi Simon 2004: 45-46.

2.2.1.1 Tingkatan Hegemoni

Menurut Gramsci, hegemoni memiliki tiga tingkatan, yaitu hegemoni total integral hegemony, hegemoni merosot decadent hegemony, dan hegemoni minimum minimal hegemony. Tingkatan hegemoni menurut Gramsci tersebut diuraikan lebih lanjut oleh Femia dalam Hendarto 1993:82-83 sebagai berikut. Hegemoni total. Hegemoni ini ditandai dengan afiliasi massa yang mendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan tingkat kesatuan moral dan intelektual yang kokoh. Hal ini tampak dalam hubungan organis antara pemerintah dan yang diperintah, hubungan tersebut tidak diliputi dengan kontradiksi dan antagonisme baik secara sosial maupun etis. Gramsci memberikan contoh hegemoni yang terjadi di Prancis sesudah revolusi. Hegemoni merosot. Hegemoni ini ditandai adanya potensi disintegrasi. Dalam masyarakat kapitalis modern, dominasi ekonomi borjuis menghadapi tantangan berat, dia menunjukkan adanya potensi disintegrasi itu tampak dalam konflik yang tersembunyi di bawah permukaan kenyataan sosial. Artinya sekalipun sistem yang ada telah mencapai kebutuhan atau sasarannya, namun mentalitas massa tidak sungguh-sungguh selaras dengan pemikiran yang dominan dari subjek hegemoni. Oleh karena itu, integrasi budaya maupun politik mudah runtuh. Situasi yang demikian disebut decadent hegemony. Hegemoni minimum. Hegemoni ini bersandar pada kesatuan ideologis antara elit ekonomis, politis, dan intelektual yang berlangsung bersamaan dengan keengganan terhadap setiap campur tangan massa dalam hidup bernegara. Dengan demikian, kelompok-kelompok hegemoni tidak mau menyesuaikan kepentingan dan aspirasi-aspirasi mereka dengan kelas lain dalam masyarakat. Mereka malah mempertahankan peraturan melalui transformasi penyatuan para pemimpin budaya, politik, sosial, maupun ekonomi yang secara potensial bertentangan dengan “negara baru” yang dicita-citakan oleh kelompok hegemoni tersebut. Situasi seperti inilah yang terjadi di Italia dari periode unifikasi sampai pertengahan abad ini. Bentuk hegemoni seperti ini merupakan yang paling rendah dibanding dua bentuk hegemoni di atas. Pandangan Gramsci yang menganggap bahwa dunia gagasan, kebudayaan, superstruktur, bukan hanya refleksi atau ekspresi dari struktur kelas ekonomi atau infrastruktur yang bersifat material, melainkan sebagai salah satu kekuatan material. Sebagai kekuatan material, dunia gagasan atau ideologi berfungsi mengorganisasi massa manusia Faruk 2005:62. Menurutnya, ada tiga cara penyebaran gagasan atau ideologi, yaitu melalui bahasa, common sense, dan folklor. Folklor meliputi sistem- sistem kepercayaan menyeluruh, opini-opini, tahayul-tahayul, cara melihat tindakan dan segala sesuatu Faruk 2005:70.

2.2.1.2 Hegemoni Sastra