Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Pendugaan Luas Bidang Dasar Tegakan dan Kerapatan Tegakan (Studi Kasus di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung)
PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH
DALAM PENDUGAAN LUAS BIDANG DASAR TEGAKAN DAN
KERAPATAN TEGAKAN
(Studi Kasus di Kecamatan Sumberjaya, Kabnpaten Lampung Barat, Propinsi
Oieh :
ANUYG KURNIAWAN
E01499009
DEPARTEMEN MANAJEMEX HIJTAN
FAKULTAS I(EHUTAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Anung
Kurniawan
(E01499009).
PENGGUNAAN
TEKNOLOGI
PENGINDERAAN JAUH DALAM PENDUGAAN LUAS BIDANG DASAR
TEGAKAN DAN JCERAPATAN TEGAKAN (Studi Kasus di Kecamatan
Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung), di bawah
bilnbingan Ir. Ahinad Hadiib. MS. dan Dra. Nininrr Pusuaningsih, M S .
Salah satu daerah yang rneiniliki areal agroforestri kopi yang cukup luas
adalah Keca~natan Surnberjaya, Kabupaten Larnpung Barat, Propinsi Lainpung.
Masyarakat di Surnberjaya sebagian besar meiniliki m a s pencaharian sebagai petaili
kopi. Meningkatnya luas lahan agroforestri kopi di Surnberjaya berper~garuhterhadap
peningkatan penutupan pohon yang ada. Untuk mengetahui tingkat penutupan pohon
di suati~areal dapat digunakan faktor-faktor biofisik yang dirniliki oleh tegakan
hutan. Faktor biofisik yang digunakan dala~npenelitian ini ada dua, yaitu : Luas
Bidang Dasar Tegakan (LBDT) dan Kerapatan Tegakan (S~undde~~sity).
Pengukuran
kedua factor tersebut apabila dilakukan secara langsung di lapangan untuk areal yar..g
luas akan memcrlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Salah
satu alternatifnya adalah penggcnaan teknologi penginderaan jauh. Berdasarkaii
penelitian-penelitian yang dilakukan sebeluillnya terdapat hubungan antara faktor
biofisik tegakan hutan dengan data penginderaan jauh.
Penelitian ini bertujuan untuk inenentukan model yang paling tepat yang
dapat digunakan dalarn pendugaan luas bidang dasar tegakan (LBDT) dan kerapatan
tegakan (Stand Density) dengan menggunakan data citra satelit serta mene~tukan
tingkat penctupan pcbov yang ada rli hiltan a!am dan ai lahan agroforestri (kebun
kopi multistrata).
Data yang digunakan dalain penelitian ini berupa : citra SPOT ~nultispektral
2002, citra SPOT Pankromatik 2002, orthophoto foto udara tahun 1993 DEM (Digilul
E/ei~a/ioiz!dc~~el;Samberjzya dar. dztz lapazgar? yang berupa LRDT dan kersvatan
tegakan.
Metode yang digunakan dalain penelitiail ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitll :
pengambilan data lapangan (grozuzd c/zeci'): pengo!ahan citra saidit dan adalisis ciata.
Pengolahan citra satelit ada empat tahap yaitu : koreksi geometris, koreksi
radiometris, koreksi topografis dan ekstraksi nilai reflektan citra satelit dan nilai
NDVI (Nor~itulizedDifference Vegetution Irzdex). Analisis data dibagi menjadi tiga
yaitu : analisis hubungan antara luas bidang dasar tegakan (LBDT) dan kerapatan
tegakan (KT) dengan nilai spektral citra satelit, pembuatan peta luas bidang dasar
tegakan (LBDT) dan kerapatan tegakan (KT) Kecamatan Su~nberjayaserta analisis
tingkat penutupan pohon di hutan alaln dan di kebun kopi multistrata.
Pengarnbilan data lapangan dilakukan dengan metode pengembangan vmiuhle
urea tran.rect (Sheil el ul., 2003). Transek berukuran 60 In x 40 m dan terdiri dari 12
sel dengan ukuran 10 m x 20
111. Transek
ditempatkan di kebun kopi multistrata (30
transek) dan di hutan alam (10 transek). Data yang dialnbil di lapangan adalah data
luas bidang dasar tegakan (LBDT) dan
kerapatan tegakan (KT) untuk tanaman
kehutanan dengan diameter batang 2 10 cm. Koreksi topografis dilakuka~idengan
~netodeLambert, Minnaert dan pengembangan (e.ste~zded)Minnaert. Nilai reflektan
yang diekstrak a d a l ~ hnilai reflektan citra SPOT multispektral 2002 setelah koreksi
radio~netrisdan setelah koreksi topografis. Analisis data untuk rnengetahui hubungan
antara data lapangan (LBDT dan KT) dan nilai reflektan citra SPOT inultispektral
dilakukan dengan metode analisis regresi linier sederhana. Model regresi terbaik
dilihat dari nilai R~ tinggi dan nilai RMSE (Root Mean Square Error) rendah.
Hasil analisis regresi linier sederhana antara data LBD'T dengan data nilai
reflektal: citra SPOT rnultispektral menunjukkan bahwa model terbaik adalah model
yang ~nenggunakannilai reflektan band I setelah koreksi topografis Minnaert sebagai
peubah bebas. Model penduga LBDT tersebut yaitu : LBDT
Minnnaert + 158,95 dengan R~ = 60,9 % dan RMSE
=
=
- 1534,6 Band 1
12,57 m2/Ha. Untuk hasil
analisis regresi sederhana data KT dengan data nilai reflektan citra SPOT
rnultispektral, model terbaik adalah model cod el yang ~nenggunakannilai reflektan
band 1 setelah koreksi torografis Minnaert sebagai peubah bebas. Model penduga KT
yaitu : KT
=
- 17155 Band 1 Minnaert + 1855,2 dengan R~ = 68,2 Oh dan RMSE
=
120 pohotliHa. Jika dilihat dari nilai R' dan RMSE model penduga LBDT dan KT
tidak dapat menduga secara akurat data LBDT dan KT di lapangan. Kedua model
tersebut hanya dapat memberikan gambaran kondisi penutupan pohon di lapangan.
Analisis tingkat penutupan pohon di kebun kopi (lahan agroforestri) dan di
hutan alam dilakukan dengan mengbanakan data talnbahan yang berupa hasil
klasifikasi citra SPOT multispektral 2002 (Sumantri, 2004). Metode yang digunakan
yaitu dengan melakukan overluy peta Li3DT dan KT dengan pela hasil klasitikasi
citra SPOT multispektral. Hasil over-lay peta LBDT di hutan alam menunjukkan
bahwa LBDT hutan alam di Sulnberjaya berkisar antara 0,88 - 8632 m Z / ~ aUntuk
.
kebun kopi multistrata LBDT berkisar antara 0,88
-
56,13 &a.
Untuk peta KT
hasil over-/cry lnenunjukkan bahwa kisaran KT hutan alam di Suinberjaya berkisar
antara 3 - 894,51 pohon/Ha. KT di kebun kopi lnultistrala lnemiliki kisaran antara 3 637,19 pohon/FIa. Untuk mengetahui LBDT total dan KT total di kebun kopi dan
hutan alam dilakukan dengan mengkonversi nilai dugaan LBDT dan KT tiap piksel
dikalikan dengan luajan tiap piksel. LBDT total di hutan alam sebesar 75.797,16 mZ
dan LBDT total di kebun kopi sebesar 119.872,76 m'. Dengan luasan hutan alam di
Sumberjaya 2147 Ha, maka LBDT total hutan alam hanya lnenutupi 0,35 % dari luas
hutan alam seluruhnya. LBDT total kebun kopi hanya lnenutupi 0,11 % dari luas
kebun kopi di Sulnberjaya (1 l.247,8 Ha). Julnlah pohon total di hutan alam sebanyak
1.014.802 pohon, sedangkan di kebun kopi sebanyak 2.262.759 pohon. Analisis
tingkat penutupan pohon di atas memberikan hasil bahwa LBDT total dan jumlah
pohon total di hutan alam iebih kecil dari LBDT total dan jumlah pohon total di
kebun kopi multistrata. Nalnun jika dilihat dari persentase LBDT total hutan alam
terhadap luasan hutan alam (0,35 %) !ebih besar dari persentase LBDT total kopi
multistrata terhadap luasan kopi multistrata (O,11 %). Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat penutupan pohon di kebun kopi multistrata lnasih rendah jika dibandingkan
dengan hutan alam.
PENGGUNAAN TEICNOLOGI PENGINDERAAN JAUH
DALAM PENDUGAAN LUAS BIDANG DASAR TEGAKAN DAN
KERAPATAN TEGAKAN
(Studi Kasus di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi
Lampung)
Skripsi
Sebugui Srtlnk Sntu Synrrrt urztuk Menzperolelt
Gelar Sarjurzn Kelzutnrtnn
pndu Frtkultns Keltutartorz, Irzstitut Pertnniun Bogor
Oleh :
ANUNG KURNIAWAN
E01499009
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS IG3XUTAPu'AlV
INSTITUT I'ERTANIAN BOGOR
2004
Judul Penelitian
: PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH
DALAM PENDUGAAN LUAS BIDANG DASAR
TEGAKAN DAN KERAPATAN TEGAKAN (Studi Kasus
di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat,
i-ropinsi Lampung).
Nama Mahasiswa
: Anung Kumiawan
NRP
Program Studi
: E01499009
: Manajemen Hutan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Ir. Ahmad Hadiib. MS.
NIP. 130 516 500
Dosen Pembimbing 11
I,.n m i P u s ~ a n i n g sM.Si
Dra. ~ ~
ih,
NIP. 131 918 662
Tanggal Lulus : 14 Mei 2004
Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 14 Maret 1981 dari pasangan
Sirnun dan Sri Suparni sebagai anak pertarna dari dua bersaudara. Pada tahun 1987
penulis memulai pendidikan dasar di SDN 3 Mandiraja Kulon dan menyelesaikannya
pada tahun 1993. Pendidikan lanjutan tingkat pertama penulis telnpuh di SMPN 1
Banjarnegara dari tahun 1993 sarnpai tahun 1996. Pendidikan lanjutan tingkat
rnenengah atas diselesaikan di SMUN Banjarnegara dari tahun 1996 salnpai tahun
1999.
Tahun 1999 penulis diterilna sebagai salah satu rnahasiswa di Jurusan
Manajeriien Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor). Bidang lninat yang dipilih pada
saat perkuliahan adalah bidang Perencanaan Hutan.
Selarna rnasa perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan kepecintaalarnan dan
rnenjadi anggota oraganisasi RIMPALA (Rirnbawan Pecinta Alarn) Fakultas
Kehutanan, IPB. Penulis juga pernah aktif di organisasi IFSA (Ii?/errzu/ionuli70res/ry
,S/iic/e~z/'.s A~~ociulion).
Tahun 2002 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Hutan (PUK) di jalur
Cilacap (KPH Banyurnas Barat) - Baturraden (KPH Banyurnas Timur) dan Praktek
Urnurn Pengelolaan Hutan (PUPH) bersama dengan lnahasiswa dari Universitas
Gadjah Mada di Getas
(KPHNgawi). Tahun 2003 penulis tnelaksanakan kegiatan
Praktek Lapangan (PKL) di PT. INHUTANI I1 Unit Kalirnantan Selatan.
Tahun 2003 penulis lnelnperoleh kesempatan untuk rnenjadi salah satu
manasiswa yang mekakuitan penelitian atas biaya dari Worltl Agrojbresfiy Ce:e,~tre
atau
ICRAF (In/errzutionul Cenlre for Keseurclz in Agroforeslry). Penulis melakukan
penelitian dengan judul Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh Dalam
Pendngaan Luas Bidang Dasar Tegakan dan Kerapatan Tegakan (Studi Kasus
di Kecamatan Sumbetjaya, Kabupaten Lampting Barat, ~ i o p i n s iLampung) di
bawah bilnbingan lr. Ahlnad Hadjib, MS. dan Dra. Nining Puspaningsih, M.Si. serta
pembirnbing selalna di kantor ICRAF Ir. Bruno Verbist, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melnberikan Rahinat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat inenyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian yang dilakukan penulis mengambil
judul "Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh Dalarn Pendugaan Luas Bidang
Dasar Tegakan dan Kerapatan Tegakan (Studi Kasus di Kecamatan Surnbejaya,
Kabupaten Lainpung Barat, Propinsi Lainpung)". Penelitian ini dilakukan atas biaya
dari ICRAF (In/er~zotionulCenlrefor Reseurclz in Agrqforeslry).
Penelitian dan penulisan karya ilmiah yang penulis lakukan tidak akan selesai
tanpa bantuan dari banyak pihak oleh karena itu penulis inenyampaikan rasa terilna
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
I . Bapak Silnun dan Ibu Sri Supami serta adikku Anang Setiawan yang telah
ineinberikan dorongan moral dan material serta kasih sayangnya.
2. Ir. Ah~nad Hadjib; MS. dan Dra. Nining Puspaningsili, M.Si. yang telah
lnemberikan biinbingan dan arahan kepada penulis selama melakukan penelitian
dan penulisan karya ilmiah ini.
3. Ir. Lina Karlinasari, M.Sc.F. selaku penguji dari Departemen Teknologi Hasil
Hutan dan DR. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. selaku penguji dari Departemen
IConsewasi Sulnberdaya Hutan.
4. ICRAF (Internu/io~zulCentre for Xeseurcl7 in Agrojure.stry) yang telah
inemberikan bantuan dana dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian tian menyelesaikan karya iimiah ini.
5. Ir. Bruno Verbist, M.Sc. atas biinbingan dan diskusinya selaina pengolahan data
di kantor ICRAF SEA Bogor.
6. Mbak Atiek, Mas Danan, Mas Andree dan Pak Wijono atas saran, diskusi dan
kekeluargaannya selalna di ruangan Sp~iiaiAnuij)si.s Uni/ ICRAE SEA Ijogx,
Mas Desi dan Mbak Betha atas diskusinya.
7. Mas Rudi, Mbak Aris dan Mbak Vita yang telah membantu penulis selama
pengalnbilan data di Sumberjaya.
8. Selurut staff ICRAF SEA Bogor atas kekeluargaannya.
9. Nia Rachmawati, S.Hut. yang telah rnernberikan semangat dan kasih sayangnya
pada penulis.
13. Bramwidigdy:, S. zitas ba~tuandan kei-jasa~nanyaselerna rnelakukan penelitian ini
1 I . Nina Ayu M. Yang telah rllernbantu penulis pada saat rnelaksanakan serninar dan
ujian ko~nprehensif
12. Keluarga besar Manajernen Hutan '36 atas kekeluargaannya.
13. YYZers (keluarga besar kost YYZ) yang telah lnernberikan rasa nyarnan ketika
tinggal di Bogor.
14. Ternan-teman di organisasi RIMPALA dan IFSA yang telah rnernberikan sesuatu
yang "lain" pada penulis.
Penulis rnenyadari karya ilrniah ini lnasih jauh dari sempuma, oleh karena itu
saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan tangan
terbuka. Sernoga karya il~niahini berrnanfaat dan berguna bagi pengelolaan hutan di
lnasa yang akan datang.
Bogor, Mei 2004
Penulis
DAFTAR IS1
Nalaman
IWTA PENGANTA
I
...
DAPTAR IS
111
DAFTAR GAMBAR
\i
..
DAFTAR TABEL
\'I I
...
DAFTAR LAMPIRAN
\'III
I. PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang ...............................................................................................
B. Tujuan ..................................... . . .. . .
.
. . ...................:.. . . .
1
3
4
U. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIA
A. Letak dan Posisi Geografis
4
B. Ikliln
4
C. Tanah
4
5
6
F. Penutupan Lahan
G.Keadaan Sosial Ekonolni ..........
6
........................
.
.
.............................
11
11
UI.TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penglnderaan Jauh
B. Penginderaan Jauh Satelit ........... .......... .............................
C. Koreksi Geometris
7
, ,,
............
. ............ . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . 12
.. .
16
D. Koreksi Radiolnetris
18
E. Koreksi Topografis
19
F. Luas Bidang Dasar Tegakan
22
G. Kerapatan Tegakan ( S l ~ n d/Jensily) .....................
............. . . . . 22
H. Indeks Vegetasi ..............................................................................................
. .
I. Analisis Regresi ................... .
.
.
...................................................
23
23
J. Aplikasi Penginderaan Jauh dalarn Pendugaan Faktor Biofisik Hutan .......... 24
27
I\'. METODE PENELITIA
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
27
B. Bahan dan Ala
27
..
C. Metode Penelrtran ..................................................................................
28
I . Pengarnbilan Data Lapangan (Grozlrzd Clzeck) ......................... ............. 28
2. Pengolahan Citra Dijita
33
a) Koreksi Geolnetrik
33
b) Koreksi ~adiornetrik
34
C)
Koreksi Topografis ...........................................................................
36
d) Ekstraksi Nilai Reflektan Citra Satelit dan Nilai NDVI (Norn7ulized
/l$Jer.ence f"ege/(l/ioi7 I~zcle~x)..
................. .............. . . . . . . . ...... 40
. .
3. Analrsrs Data .........................................................................................
41
a j Analisis I-lubungan Antara Nilai Reflektan Citra Satelit dan Data
Lapangan (LBDT dan Kerapatan Tegakan): .................................... 41
b) Pernbuatan Peta Luas Bidang Dasar Tegakan dan KerapatanTegakan
Kecarnatan Surnberjaya ....................... .
.
............................... 43
c) Analisis Tingkat Penutupan Pohon di Hutan Alarn dan di Kebun Kopi
Multistrata .........................................................................................
44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengalnbilan Data Lapangan (Grour7d Clzeck) ................
...
46
... . 49
B. Pengolahan Citra Dijltal ..........................................................................
49
1. Koreksi Geornetrik ................................................................................ 49
2. Koreksi Radioinetrik .............
3. Koreksi Topografis
50
. .................................... 5 1
4. Ekstraksi Nilai Reflektan Citra Satelit dan Nilai NDVI (Nornzulized
Differer~ceIfege/u/ion Iizde-Y)...................... ............................. . . 53
..
C. Analisis Data
. ............................................. 59
1. Analisis Hubungan Antara Nilai Reflektan Citra Satelit dan Data
Lapangan (LBDT dan Kerapatan Tegakan) .................................... 59
a)
Luas Bidang Dasar Tegakan (LBDT)
59
b)
Kerapatan Tegakan
62
2. Pembuatarl Peta Luas Bidang Dasar Tegakan dan KcrcpatanTegaktin
Keca~natanSumberjaya ....................................................................... 64
3. Analisis Tingkat Penutupan Pohon di I-Iutan Alarn dan di Kebun Kopi
Multistrata ............................................................................................. 65
D. Sulnber Kesalahan Pendugaan Luas Bidang Dasar Tegakan (LBDT) dan
Kerapatan Tegakan (KT) .............................................................. 70
VI. KESI3IPULAN DAN SARAN
73
73
73
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
75
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1 Peta topografi Kecamatan Sumberjaya
5
2 Beberapa tipe penutupan lahan yang dominan di Kecamatan Sumberjaya .......
8
3 Pengaruh kondisi topografis terl~adapnilai reflektan ....................................... 20
4 Sudut-sudut daiam penghitungan iluminasi
21
5 Ilustrasi penempatan transek di lapangan
32
6 Bagan alir penelitian
45
7 Transek di hutan alam .................................................................................
48
8 Transek di kebun kopi multistrata .....................................................................
48
9 Nilai reflektan band 1 di hutan alam dan kebun kopi multistrata setelah koreksi
geometris dan topografis
54
10 Nilai reflektan band 2 di hutan alam dan kebun kopi multistrata setelah kcreksi
geornetris dan topografis
55
1 1 Nilai reflektan band 3 di hutan alam dan kebun kopi multistrata setelah koreksi
................................... 56
geometris dan topografis
12 Nilai NDVI dj hutan alam dan kebun kopi multistrata setelah koreksi geometris
........... ....................... ... . . . . . . . . .. 58
dan topografis ................ ......
.
13 Grafik hubungan antara LBDT dan reflektan band 1 koreksi topografis
Minnaert .... ..........................................,....... ,................. ..................... .............. 61
14 Grafik hubungan antara kerapatan tegakan dengan reflektan band 1 koreksi
topografis Minnaert
63
15 Histogcan, hzsi: ovcr.luy pzta LBDT di h t a n alam dan k e b x kcpi m.~!tistrata
dengan hasil klasifikasi citra SPOT Multispektral ............................................ 68
16 Histogram hasil overluy peta KT di hutan alam dan kebun kopi multistrata
dengen hasil klasifikasi citra SPOT Multispektral ............................................
68
DAFTAR TABEL
Nornor
Teks
IIalarnan
1 Luas beberapa tipe pengynaan lahan di Sulnberjaya tahun 2000 ...................
6
2 Data kependudukan kecalnatan Sulnberjaya lama
9
3 Karakteristik beberapa generasi satelit SPOT
14
4 Karakteristik masing-~nasingband yang digunakan sensor satelit SPOT
Multispektral
15
5 Statistik transek di lapangan
46
6 Nilai RMSE proses rektifikasi
50
7 Besaran yang digunakan dalaln proses koreksi radiolnetris ..................... ........ 50
8 Konstanta yang digunakan dalaln lnetode ex~etzdedMinnaert ......................... 52
9 Statistik nilai NDVI pada transek di kebun kopi multistrata dan hutan alam .. 57
10 Rekapitulasi hasil analisis regresi linier sederhana LBDT dengan nilai
reflektan dan NDVI ................................................................................
60
11 Rekapitulasi hasil analisis reyesi sederhana KT dengan nilai reflektan
dan NDVI
62
12 Luas tiap kelas peta LBDT dan KT
65
13 Luasan hasil overlay peta LBDT dengan beberapa t i p penutupan hasil
klasifikasi citra SPOT Multispektral ................................................................
66
14 Luasan hasil overlay peta KT dengan beberapa tipe penutupan hasil klasifikasi
citra SPOT Multispektral
66
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1 Rekapitulasi pengambilan data lapangan
79
2 Titik kontrol lapangan (GCP) citra SPOT Pankromatik 2002........................... 80
3 Titik kontrol lzpangan (GCP) citra SPOT Multispektral 2002 .........................
81
4 Gambar persebaran GCP pada proses koreksi geometrik .................................
82
5 Garnbar hasil koreksi geometris ........................................................................
83
6 Koreksi radiometrik citra SPOT Multispektral 2002 .................... .
.
.
84
7 Perhitungan konstanta minnaert (k) tiap band citra SPOT Multispektral
8 Perhitungan koreksi topografis metode lCx/eizdedMinnaert ................... ..........
9 Beberapa tarnpilan citra SPOT Multispektral setelah koreksi radiometris dan
topografis serta peta Illu~ninasibuatan
10 Nilai reflektan tiap transek setelah koreksi radiornetris dan topogafis
1 1 Analisis regresi linier sederhana model terbaik ......
12 Peta luas bidang dasar tegakan Kecalnatan Sumberjaya, Lampung Barat,
.
........... . ....................................................
Lampung Taiiun 2002 ....................
13 Peta kerapatan tegakan Keca~natanSumberjaya, Latnpung Barat, Lampung
Tahun 2002 .....................................................................................................
14 Peta hasil klasifikasi citra SPOT Multispektral 2002
15 Peta LBDT huran alaln dan kebun kopi (hasil overlay) ................
16 Peta kerapatan tegakan hutan alam dan kebun kopi (hasil overlay) ..................
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laju pertambahan penduduk di Indonesia yang begitu cepat telah meinberikan
pengaruh yang besar terhadap laju penggunaan sumber daya alam tennasuk
penggunaan su~nberdaya hutan. Tekanan dzri berb~gaisekto; kehidapan te:hada:,
sumber daya hutan cukup tinggi akibat kebutuhan yang selalu bertainbah. Konversi
lahan hutan dianggap sebagai upaya untuk ineinenuhi kebutuhan tersebut. Hasil
konversi lahan hutan uisumnya digunakan sebagai lahan pertanian dan peinukiinan.
Nainun tetap saja pelaksanaan konversi hutan ~nasihbeluin inencukupi kebutuhan
hidup manusia.
Salah salu upaya untuk meinberdayakan lahan yang ada yaitu dengan sisteln
Agroforestri. Menurut Lundgren dan Raintree dalam Hairiah el ul. (2003) agroforestri
adalah istilah kolektif untuk sistein-sistein dan teknologi-teknologi penggunaan
lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada suatu unit lahan dengan
inengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bainbu dll.) dengan
tanaman pertanian danlatau hewan (ternak) danlikan, yang dilakukan pada waktu
bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar
berbagai koinponen yang ada.
Salah satu daerah yang inemiliki areal agroforestri yang cukup luas adalah
Kecainatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lainpung. Masyarakat
di Sumberjaya sebagian besar meiniliki mata pencaharian sebagai petani kopi.
Mereka menanam kopi di pekarangan rumah maupun di lahan-lahan hutan alain yang
sengaja inereka buka untuk dijadikan kebun kopi. Hasil studi yang dilakukan oleh
Dinata (2001), dengan luas total citra satelit yang diklasifikasi 736,605 km',
menunjukkan terjadinya penurunan luasan hutan yang cukup drastis di Sulnberjaya
dari 176,91 km2 luas hutan pada tahun 1986 berkurang menjadi 92,44 k~n'pada tahun
2000. Pengurangan luas hutan ini sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian
yang berupa kebun kopi. Penutupan kopi ineningkat pesat dari hanya sekitar 58 %
!343,66 kin2) di tahun 1986 inenjadi 71 % (521,48 kin2) di tahun 2000.
Konversi hutan alam menjadi kebun kopi di Kecarnatan Sumberjaya menjadi
pangkal dari konflik yang timbul antara masyarakat dengan pihak Departemen
Kehutanan.
Menurut pihak Departemen Kehutanan deforestasi (konversi hutan)
rnerupakan penyebab hilangnya fungsi hutan, di lain pihak masyarakat sekitar hutan
inembutuhkan lahan pertanian untuk meinenuhi kebutuhan hidupnya (Verbist el a/.,
2003). Konflik ini seharusnya tidak perlu terjadi apabiia inasyarakat lnau ineilerapkan
sistem agroforestri dengan tepat di lahan pertaniannya. Penerapan sistem ayoforestri
di lahan pertanian akan inernberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat dan
~ n e ~ n b ~ r i kfungsi-fungsi
an
lain yang dapat iilenggantikan sebagian fungsi hutan yang
hilang. Namun perlu dipahami bahwa tidak selnua fungsi yang hilang itu dapat
dipulihkan inelalui penerapan sistem agoforestri (Widianto et al., 2003) . Salah satu
masalah yang perlu menjadi perhatian adalah tingkat penutupan pohon yang ada di
areal agroforestri, inasalah inilah yang dijadikan obyek dalam penelitian ini.
Sebagian besar petani kopi di Suinberjaya telah inenerapkan teknik
'
Agroforestri di kebun kopinya. Mereka menanain beberapa tanaman kehutanan di
sela-sela tanainan kopi. Tanaman kehutanan yang biasanya ditana~nberupa Gamal
(Gliricidiu sepizr~n), Dadap (Erytlzri~~aszrbunzbruns), Sengon (J'aruseriatzt/ze.s
falcafuria),
Lamtoro (Lezrcaenu lezrcocepl~alu),dan beberapa tanaman lainnya.
Sistem ayoforestri ini telah menghasilkan penutupan pohon yang cukup lebat (Agus
ef al., 2001). Nainun tidak semua kebun yang di dalamnya telah diterapkan sistern
agroforestri meiniliki penutupan pohon yang lebat, banyak petani yang hanya
menanam sedikit pohon karena mereka mengganggap penutupan pohon yang lebat
akan mengurangi produksi kopi.
Meningkatnya luas lahan agroforestri kopi di Sumberjaya berpengaruh
terhadap peningkatan penutupan pohon yang ada. Untuk mengetahui tingkat
penutupan pohon di suatu areal dapat digunakan faktor-faktor biofisik yang dimiliki
oleh tegaken hutan. Faktor biofisik yang dapat digunakan berupa : Luas Bidang
Dasar Tegakan (LBDT), Kerapatan Tegakan (Sturzd densily), LA1 (LeafArea Iizdeks),
Penutupan Tajuk (Crown cover) dan Biomassa Tegakan. Faktor biofisik yang
digunakan dalem pene!itian ini hanya dua yaitu Luas Bidang Dasar Tegakan (LBDT)
dan Kerapatan Tegakan (Stand dens@). LBDT dan kerapatan tegakan lebih mudah
diukur di lapangan dan mampu memberikan informasi tentang tingkat penutupan
pohon dengan baik. Pengukuran kedua faktor tersebut apabila dilakukan secara
langsung di lapangan untuk areal yang luas akan memerlukan waktu yang cukup lama
dan biaya yang tidak sedikit. Salah satu altematifnya adalah pengynaan teknologi
penginderaan jauh.
Menurut Iverson et al. (1989) sejak diluncurkannya satelit pengainat bulni
sipil pertaina kali (Landsat 1) pada tahun 1972, penginderaan jauh satelit telah
mernberikan informasi yang cukup menarik tentang struktur dan fungsi yang ada di
hutan. Pendugaan struktur hutan dan kerapatan tegakan dengan inenggunakan data
penginderaan jauh penting untuk dilakukan untuk fungsi keilinuan dan tujuan
pengelolaan areal (Vierling, 2002). Penelitian yang dilakukan sebelulnnya
menyatakan bahwa hubungan antara data penginderaan jauh dengan faktor biofisik
tegakan hutan memberikan hasil yang cukup baik. Namun perbedaan rentang spektral
yang dimiliki oleh tiap sensor satelit ternyata menyebabkan perbedaan hasil yang
diperoleh. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mencoba untuk n~enggunakan
data dari citra satelit untuk meinpelajari hubungan antara nilai spektral citra dengan
faktor biofisik (LBDT dan kerapatan tegakan) yang ada di hutan alain dan di lahan
agroforestri (kebun kopi multisrata). Penggmaan data citra satelit dan faktor biofisik
tersebut diharapkan mainpu menggambarkan tingkat penutupan pohon yang ada di
hutan alam dan di lahan agroforestri di Kecamatan Sumberjaya.
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Menentukan model yang paling tepat yang dapat digunakan dalain pendugaan
luas bidang dasar tegakan (LBDT) dan kerapatan tegakan (Stund Den.rity)
dengan menggunakan data citra satelit.
2. Menentukan tingkat penutupan pohon yang ada di hutan alam dan di lahan
agroforestri (kebun kopi multistrata).
11. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak dan Posisi Geografis
Kecamatan Sumberjaya tnerupakan bagian dari wilayah Kabupaten Lalnpung
Barat, Propinsi Lampung. Pada tahun 2000, Kecamatan Sutnberjaya dimekarkan
tnenjadi dua yaitu Kecamatan Sumberjaya di wilayah Ti~nurdan Kecaniatan Way
Tenong di wilayah barai. Secara geogafis terletak antara 4"45'
-
5"15' LS dan
104°i 5 - 104' BT. Batas adlninistratif Kecamatan Sumberjaya lama, yaitu:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bukit Bangit
* Sebeiah Timur berbatasan dengan Kecatnatan Bukit Ketnuning
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pulau Punggung
Sebelah Rarat berbatasan dengan Kecamatan Sekincau
Batas-batas Kecamatan Sumberjaya lama berimpitan dengan batas sub DAS Way
Besai, terletak di bagian hulu DAS Tulang Bawang, dcngan luas kurang lebih 478
Km2 (Agus e/ ul., 200 1).
B. lMim
Sumberjaya tennasuk dalam tipe iklim Af menurut klasifikasi iklim Koppen
atau tipe A berdasarkan Schmidt-Ferguson, yaitu tidak ~nemiliki bulan kering.
Menurut klasifikasi Oldeman, Sumberjaya termasuk dalam zona B1 dengan jumlah
bulan basah (CH > 200 mm) = 7 bulan dan jumlah bulan kering (CH < 100 mm) = 1
bulan. Curah hujan rata-rata tahunan 2.614 mmltahun. Suhu udara rata-rata harian
21,2" C, dengan suhu udara terendah 20,3" C dan tertinggi 21, 7' C. Ke!ernbaban
relatif berkisar antara 80 - 89 %. Musim hujan terjadi antara bulan November - Mei,
sedangkan musim kering terjadi antara bulan Juni - September (Agus eta/.,2001).
C. Tanah
Jenis tanah yang banyak terdapat di Kecamatan Sutnberjaya adalah Inceptisol,
dengan ciri tingkat perkembangannya yang relatif muda, berkembang dari bahm
ixduk vu!kan muda. Pada tingkat greri! gr~rozp tanah ters~but terdiri &ri
Humitropepts, Dystropepets, Dystrandepts dan Tropaquepts. Humitropepts dan
Dystropepts meinpunyai kandungan organik yang tinggi, Dystrandepts didominasi
abu vulkanik vitrik dan Tropaquepts bercirikan regim kelembaban aguik dan
perbedaan temperatur tahunan < 5" C pada inusim panas dan dingin (Agus et al.,
2001).
D. Fisiografis
Bentang alam di Keca~natanSuinberjaya bemariasi dari wilayah yang cukup
datar hingga berbukit dan bergunung-gunung. Ketinggian tempat di Kecamatan
Sumberjaya berkisar antara 700
-
1700 m dpl. Puncak-puncak gunung disekeliling
Sumberjaya antara lain : Gunung Subhanallah (1.623 mdpl), Gunung Tangkit Tebak
(2.115 mdpl) di Timur, Gunung Tangkit Begelung (1.213 mdpl) di Tenggara dan
Gunung Sekincau (1.718 mdpl) di Barat. Di tengah wilayah Kecamatan Sumberjaya
terdapat Bukit Rigis dengan ketinggian (1.395 mdpl). Jenis bentang alain bukit-bukit
berpola wilayah bergelombang, terdapat di sebagian kecil wilayah Sumberjaya bagian
tengah, tepatnya di sebelah Utara Bukit Rigis.
Gambar 1. Peta Topografi Kecamatan Sumberjaya
E. Hidrologi
Sungai utama di Keca~natanSumberjaya adalah sungai Way Besai. Sungai ini
lnemiliki beberapa anak sungai diantaranya Way Petai dan Way Ringki. Aliran anakanak sungai di wilsyah sub Das Way Besai secara umum berbentuk dendritik
sedangkan untuk anak-anak sungai di sekitar Gunung Sekincau, pola alirannya
berbentuk radial. I-Iulu surigai yang ada di sub DAS Way Besai berassl dari Gunung
Tangkit Tebak, dengan anak sungai utalna Way Tenong, menuju ke barat dan
kemudian ke utara inenuju sungai utamanya, Way Besai. Rata-rata debit bulanan
Way Besai yang luas Sub DASnya sekitar 43.985 ha, berkisar antara 11 - 33 mi/dt.
Debit terkecil terjadi di bular. Agustus sedangkan debit terbesar di bulan Januari
(Agus el ul., 2001).
F. Penutupan Lahan
Keca~natan Sumberjaya merupakan salah satu wilayah penghasil kopi di
Propinsi La~npung,oleh karena itu tipe penutupan lahan di wilayah Sumberjaya
didominasi oleh tipe penutupan lahan yang berupa kopi (Cefeu clierzop/zor.u).
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Dinata,
(2001)
dengan
mengklasifikasikan citra Landsat ETM tahun 2000 menghasilkan beberapa tipe
penggunaan lahan di Sumberjaya.
Tabel 1.
Luas beberapa tipe penggunaan lahan di Sumberjaya
tahun 2000 (Dinata, 2001)
Hutan alam yang masih ada di Sumberjaya adalah hutan alam yang terdapat di
Bukit Rigis. Berdasarkan h a i l pengumpulan data dengan menggunakan transek di
Bukit Rigis vegetasi yang mendominasi berupa jenis-jenis pohon hutan tropis, yang
berupa : Rasamala (Alfingiu excelsu), Pasang (Qtrercus sp.), Medang, Bayur
(Pferospernzuin sp.), Kelat dan dari famili Dipterocarpaceae. Hutan di Bukit Rigis
termasuk dalam hutan sub pegunwgan. Luas hutan alam di Bukit Rigis semakin
berkurang karena adanya tekanan dari kegiatan pembukaan lahan oleh masyarakat.
Selain areal kopi yang cukup luas di Sumberjaya, tipe penutupan yang h a s
lainnya adalah sawah, lahan kosong, semak belukar dan padang rumput. Sawah
terdapat di sekitar daerah aliran sungai dengan topografi yang relatif datar dan ada
pula sawah yang mengandalkan pengairan dari hujan. Lahan kosong, semak belukar
dan padang rumput banyak terdapat di wilayah di selatan Sumberjaya, daerah ini
dibiarkan kosong karena cukup rawan. Areal lahan kosong juga merupakan tempat
~nencarimakan gajah pada musim tertcntu, sehingga petani malas untuk menggarap
lahan tersebut.
Gainbar 2 menunjukkan beberapa tipe penutupan lahan yang dominan di
Sumberjaya, yang berupa : hutan alam di Bukit Rigis, kebun kopi multistrata, kebun
kopi monokultur dan
persawahan. Daerah di sekitar hutan alam telah berubah
menjadi tipe penutupan yang lain, masyarakat sekitar hutan alam menebang hutan
alam untuk dijadikan kebun kopi.
G. Keadaan Sosial Ekonomi
Nama Kecamatan Sumberjaya diresmikan oleh Presiden Sukarno pada tanggal
14 November 1952 bersamaan dengan kunjungannya untuk peresmian Sumbejaya
sebagai daerah tujuan Program Transmigrasi di bawah,Biro Rekonsiliasi Nasional
(BRN) dari Jawa Barat dan merupakan pusat pemukiman baru di Kabupatefi
iampung Barat (pada saat itu masih merupakan bagian dari wilayah Kabupaten
Lampung Utara).
Gambar 2. Beberapa tipe penutupan lahan yang dominan di Kecamatan
Sumberjaya
Secara administratif, Kecamatan Sumberjaya lama terdiri atas 28 desa dengan
total luas wilayah 54.194 ha atau 10,9 % dari luas total Kabupaten Lampung Barat.
Pada tahun 2000, Keca~natanSurnberjaya dimekarkan menjadi dua yaitu Kecainatan
Sumberjaya di wilayah Tirnur dan Kecainatan Way Tenong di wilayah Barat.
Masing-masing terdiri atas 14 desa. I-Iingga saat ini, data statistik yang tersedia ~nasih
belum dipisahkan sesuai dengan pemekaran tersebut. Sumberjaya merupakan salah
satu kecamatan yang ~neiniliki laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi,
khususnya antara tahun 1978 - 1988. Tingkat pertulnbuhan penduduk pada dekade
tersebut tercatat 7,51 % per tahun, atau terjadi pertambahan penduduk dari 37.557
jiwa pada 1978 ~nenjadi79.567 jiwa pada tahun 1988. Migrasi spontan dari daerah
sekitar Su~nberjayame~nberikansumbangan terbesar dalain pertambahan penduduk
tersebut. Hal ini terkait dengan meningkatnya budidaya kopi di wilayah Sumberjaya
pada
dekade 1970-an dan 1980-an. Pada dekade berikutnya (1989
-
1999)
pertumbuhan penduduk relatif lebih rendah, yaitu 1,04 % per tahun atau terjadi
pertambahan penduduk dari 78.759 jiwa pada tahun 1989 menjadi 87.390 pada tahun
1999. Penduduk Sumberjaya terdiri dari berbagai etnis; Sunda, Jawa, Bali, Semendo
dan etnis Lampung asli. Tabel 2 menunjukkan data kependudukan di Kecamatan
Sumberjaya.
Sumber pendapatan utama sebagian besar penduduk Sumbejaya berasal dari
sektor pertanian, terutama dari budidaya kopi dan kebun campuran. Sumbangan
budidaya kopi terhadap kegiatan ekonomi penduduk tidak terbatas pada hasil
produksi kopi semata, akan ietapi juga terbukanya lapangan pekerjaan di sektor
perdagangan dan jasa (pengangkutan).
Sebagian besar penduduk berpendidikan Sekolah Dasar. Ketersediaan fasilitas
pendidikan masih relatif sedikit, sebagian besar berupa fasilitas pendidikan dasar (54
SD dengan 533 guru), sedangkan fasilitas pendidikan menengah (SLTP dan SLTA)
julnlahnya relatif terbatas; 4 buah dengan 96 guru dan 4 buah SLTA dengan 60 guru.
Tabel 2. Data kependudukan Kecamatan Sumberjaya lama
Lanjutan tabel 2
Sulnber : Sumberjaya dalaln angka 1998
111. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni unluk mernperoleh infonnasi tentang
suatu obyek atau fenomena, ~nenggunakansuatu alat perekaman dari suatu kejauhan,
dilnana pengukuran dilaksanakan ranpz melakukan kontak secara Esik dertgan obyek
alau feno~nenayang dikaji (Mu~zuulofl?enzote Selzsing, 1983 dalarn Howard, 1996).
Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan alat pengindera atau
alat pengulnpul data atau sensor. Berbagai sensor pengumpul data dari jarak jauh,
umumnya dipasang pada wahana (Plulforllz) yang berupa pesawat terbang, balon,
satelit atau wahana lainnya (Purwadhi, 2001).
Menurut Jaya (2002) penginderaan jauh bisa dilakukan karena adanya variasi
sebagai berikut:
1) Variasi Spektral (Specfr.al vaii~fion)
Variasi reflehansi spektral yang terdapat pada spektrurn biru, hijau, merah,
inframerah dekat, sedang dan termal serta gelombang mikro (micru~l.uve)
memungkinkan suatu obyek dengan mudah dikenali karena ulnuinnya suatu
obyek mempunyai reflektansi spektral yang berbeda-beda.
2) Variasi Spasial (Spallul v r ~ r ~ a l ~ o n )
Variasi ukuran dan bentuk suatu obyek di lapangan seperti blok, lingkaran,
garis, titik dan yang lainnya yang me~nungkinkanta~npaknyaobyek-obyek
seperti kota, jalan, re1 kereta api dan sebagainya.
3) Variasi Waktu (Tenzpor.ul var.rutio~z)
Frekuensi overpuss dari satelit menyebabkan terjadinya perekaman suatu
lokasi lebih dari satu kali dalarn kurun waktu yang relatif pendek
me~nungkinkandilakukannya analisa multiwaktu.
Lillesand
dan Kiefer (1979) menyatakan bahwa
komponen
dasar
penginderaan jauh adalah : sulnber energi, atmosfer, interaksi energi di permukaan
bumi, sensor, penanganan data dan penggunaan data
Rentang spektral yang umum digunakan dalam penginderaan jauh untuk
mengindera atau merekam sumberdaya yang terdapat di permukaan bumi umumnya
berkisar antara 0,4 pm dan 12 pm (mencakup sinar tampak dan inframerah) clan
antara 30 m ~ n dan 300 mm yang sering disebut dengan gelo~nbang lnikro
(nzicrowave). Pada daerah sinar tampak dan inframerah dekat dan sedang, energi
yang direfleksikan dan direka~noleh sensor sangat bergantung kepada sifat-sifat
obyek yang bersangkutan, seperti pisnentasi, kadar air, dan struktur sel, daun atau
percabangan dari vegetasi, kandungan mineral dan kadar air tanah serta tingkat
sedimentasi pada air. Pada daerah inframerah tetmal, kapasitas panas dan sifat-sifat
dari pennukaan lnaupun di bawah pennukaan tanah yang mempengaruhi kekuatan
radiasi yang dideteksi oleh sensor (Jaya, 2002).
B. Penginderaan Jauh Satelit
Teknik penginderaan jauh satelit jauh berkembang sangat pesat sejak
diluncurkannya satelit pengideraan jauh ERTS (Eartlz Resources Technolog)/
Salellr~e)pada tahun 1972. Satelit ini kemudian dikenal dengan nama Landsat (Lurzd
Sa/eNr/e) (Howard, 1996). Perkembangan sistem penginderaan jauh khususnya dalam
penggunaan sensor dan cara perekaman datanya, telah diikuti dengan pengembangan
dalam cara pengolahan dan analisis datanya (Punvadhi, 2001).
Setiap citra dijital penginderaan jauh satelit yang dihasilkan oleh setiap sensor
mempunyai sifat khas datanya. Sifat khas data tersebut dipengaruhi oleh sifat orbit
satelit, sifat dan kepekaan sensor penginderaan jauh terhadap panjang gelo~nbang
elektromagnetik, jalur transmisi yang digunakan, sifat sasaran (obyek) dan sifat
sumber tenaga radiasinya. Sifat orbit satelit dan cara operasi sensornya dapat
mempengaruhi resolusi dan ukuran piksel datanya (Punvadhi, 2001).
Menurut Jaya (2002) karakteristik data penginderaan jauh satelit dapat dilihat
pada resolusi yang dimiliki oleh setiap citra satelit sesuai dengan sensornya. Ada
empat rnacaln resolusi yaitu :
1) Resolusi Spasial
Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari suatu bentuk Cfeature) pemukaan
bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk pemukaan di sekitamya atau yang
ukurannya bisa diukur.
2) Resolusi Spektral
Resolusi spek:ral diartiksii sebagai dimensi d a i ~jumlah daerah panjang
gelombang yang sensitif terhadap sensor.
3) Resolusi Radiolnetrik
Resolusi radiometrik adalah ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan
aliran radiasi (radiaiztJlm) yang dipantulkan atau diemisikan dari suatu obyek
di per~nukaanburni.
4) Resolusi Temporal
Resolusi temporal adalah frekuensi suatu sistem sensor merekam suatu areal
pang sama (revisif).
Sistem perekaman data penginderaan jauh dapat dibedakan dalam dua bagian
yaitu sistem pasif dan sistem aktif. Penginderaan jauh satelit sistem pasif
menggunakan sumber tenaga yang berasal dari matahari atau sumber lain. Contoh
data satelit sistem pasif, antara lain : (1) Data satelit Landsat dengan sensor RBV
(lietuuz Beanz Vidicon), MSS (Multispectral Scanner) dan TM (Tlzenzatic Mapper) ;
(2) Data satelit SPOT (Systinze Probatoi~ed'Observation de la Terre) dengan sensor
Visible1 mullispeclral mode) dan HRVIP (Huule
HRVIXS (Haute Rksol~~tio~z
Rksolz~/ionVisible/ Panclzro~~zatic
mode); (3) Data satelit NOAA (National Oceanic
Ao~zosphericAd~ninistrafion)denga sensor AVHRR (Advanced Very Higlz Resolution
Radionzeter) (4) Data satelit JERS-1 (Japan Eurtlz Resources SateNile) dengan
sensor VNIR (Visible Near lnfa R e 4 dan S W E (Sl~ort Wave lnfru Red) serta
beberapa data dari satelit yang lain (Punvadhi,2001). Selanjutnya Punvadhi (2001)
menyatakan bahwa penginderaan jauh
sistem aktif menggmakan
tenaga
elektomagnetik yang dibangkitkan oleh sensor radar (Rudio Delecling and Ranging).
Satelit SPOT (Systinze Probatoire d'Observation de la Terre) merupakan
satelit penginderaan jauh pertama milik Perancis yang diluncurkan dengan roket
Ariane. SPOT 1 diluncurkan pada tanggal 21 Februari 1986 dari Stasiun Peluncuran
Kouro di Guyana. Satelit SPOT merupakan satelit penginderaan jauh pertama yang
menggunakan dua sensor yang berbentuk sapu (Puslzbroonz) dengan teknik
penyiaman (Scanning) dan dilengkapi telemetri untuk mengirimkan data ke stasiun
penerilna di bulni (Purwadhi, 2001).
Hingga haat ini satelit SPOT ielah memi!iki 3 generasi, generasi terakhii
satelit SPOT yaitu SPOT 5. Berikut disampaikan karakteristik satelit SPOT dari
beberapa generasi :
Tabel 3. Karakteristik beberapa generasi satelit SPOT
/
Karakteristik
I
SPOT5
I
1
SPOT 4
I
I
I
1: Februari 1986
2: Januari 1990
Maret 1998
Mei 2002
Waktu Peluncuran
1 SPOT 1,2 and 3 1
3: September 1993
Ariane 4
Ariane 4
Ariane 213
Sun-synchronous
Sun-synchronous
Sun-synchronous
Roket Peluncur
Orbit
I
I
Waktu melintas;
--
I
Instrumen Sensor
7,4 kps
7,4 kps
Kecepatan
1
2 HRG
I
822 km
I
10130 a.m.
98.7O
98.7'
98.7'
I
I
10:30 a.m.
10:30 a.m.
ekuator
Sudut Inklinasi
822 km
822 km
Ketinggian di ekuator
I
7.4 kps
2 HRV
2 HRVIR
I
I
2 Pankromatik (5 m),
yang di-gabungkan
Jumlab band spektral
yang digunakan dan
Resolusi Spasial
1 Pankromatik (10 m)
untuk meng-hasilkan
.
3 Muliispekral (20 n)
resolusi 2,5 m
3 Multispektral (10 m)
1 short-wave infrared
r
1 short-wave infrared
.-
1 Pankromatik ( I 0 m)
3 Multispektral
(20 m)
(20 m)
(20 m)
Kesohsi temporzl
I~uage~ ~ ~ J U I J J ~ C . T
26 hari
26 hari
26 hari
8 bit
8 bit
8 bit
Lanjutan tabel 3
Karakteristik
Rentang Spektral
SPOT 5
SPOT 4
P: 0,48 - 0,71 ym
P: 0,50 - 0,73 pm
B1 : 0,50 - 0,59 pm
BI: 0 3 0 - 0,59 ym
B2: 0,61 - 0,68 pm
8 2 : 0,61 - 0,68 pm
8 3 : 0,78 - 0,89 ym
B3: 0,78 -0,89 pm
B4- 1,58 - 1,75 pm
B4: 1,58 - 1,75 pm
60 km x 60 km
60 km x 60 km
60 krn x 60 km
to 80 km
to 80 km
to 80 km
2 x 50 Mbps
50 Mbps
50 Mbps
< 50 m (rms)
< 350 ~n( m s )
< 350 m (rnis)
lmasing swath
Telemetri
citra (8 GHz)
SPOT 1 , 2 and 3
P: 0.50 - 0,73 pm
B1: 0,50 - 0,59 pm
8 2 : 0,151 - 0,68 bm
8 3 : 0,78 - O,S9 pm
Akurasi lokasi
absolut (tanpa
Ground control point,
daerah datar)
1
Tabel 4. Karakteristik masing-masing band yang digunakan sensor satelit SPOT
multispektral
Daerah Panjang
Gelombang
Sinar tampak (hijau)
1 Band
1
1
Band Satelit
SPOT
Kegunaanlaplikasi
0.50 - 0.59 pm
Biomassa dan kandungan khloropil
I (kondisi kehijauan vegetasi). Puncak I
reflektansi ada pada ?.0,51 pm
Sinar
0.61 - 0.68 pm
tampak
Diskriminasi vegetasi. Band pada
(me~ah)
daerah yang
Band 2
(maks pada h. 0.66 pm) yang dapat
I
I membantu
I
Infra merali dekat
/ Band 3
I
1
I
pernbedaan
khlornpil
jenis
1
tumbuhan.
0.79 - 0.89 pm
I
menyerap
I Identifikasi akumulasi biomassa dan
I batas-batas daratan dan perairai:. I
/ Terjadi kontras antara daun hidup I
dan daun mati serth sensitif terhadap
I
Lanjutan tabel 4
Daerah Panjang
Gelombang
/
Band Satelit
SPOT
lnfra merah sedans
(SPOT 4 dan SPOT 5)
I Band
I
1
1.58 - 1.75 pm
I
I
4
1
I
Kegunaanlaplikasi
I kadar air permukaan :anah.
1 Pendeteksian
I
kandungan
air
(kelembaban) permukaan, deliniasi
/
I batas-batas perbedaan presipitasi. I
1 Sensitif terhada!, kadar air tanaman /
1 dan tanali, dan kerapatan tegakan.
1
Suinber : Jaya (2002)
C. Koreksi Geometris
Menurut Jaya (2002) sistem penginderaan jauh yang telah dikembangkan
sampai saat ini bukanlah sistein yang sempurna. Bentilk relief perrnukaan bumi yang
begitu kompleks tidak bisa direkam secara sempuma oleh sensor penginderaan jauh
karena sensor umumnya mempunyai keterbatasan resolusi spasial, spektral, temporal
dan radiometrik. Data yang direkatn pada uinuliinya masih inengandung distorsi atau
kesalahan baik geometrik lnaupun radiometrik.
Berdasarkan sumbernya, kesalahan geometrik dapat dikelomnokkan menjadi
dua tipe, yaitu kesalahan internal dan kesalahan eksternal. Kesalahan internal
disebabkan oleh :
1) Pembelokan arah penyinaran menyebabkan distorsi panoramik (look angle)
2 ) Abrasi sub-sistem optik karena kemiringan cermin penyiarn (Scul? nzir.i.01.)
sehingga cakupan tidak tegak lurus
3) Sistem penyiaman (Scanning systenz) yang tidak linier karena kecepatan
cermin penyiam barubah yang mengakibatkan pergeseran lokasi setiap pixel.
Kesalahan eksternal disebabkan oleh :
1) Perubahan
ketinggian wahana dan kecepatan
wahana menyebabkan
peruhahan cakilpan (co~wc!ge)dan yerubahan luas. yang mengakibatkan
perubahan skala pada arah orbit
2) Perubahan posisi wahana terhadap obyek karena gerakan berputar (roN),
yang mengakibatkan terjadinya
menggelinding ipitclz), dan berhelok @m),
distorsi atau bising acak (rundonz)
3) Rotasi bumi gerakan putaran bumi saat pengambilan data, sehingga
mengakibatkan obyek miring ke arah barat.
4) Kelengkungan bumi mengakibatkan ukuran piksel yang direkam menjadi
berubah, karena terjadinya sudut pada arah perekarnan (uccros [rack), yaitu
antara piksel yang direkam di titik nadir dengan piksel pada saat sensor
stunner melakukan
penyiaman.
Kesalahan geometrik menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kesalahan sisternatis dan kesalahan rundon1 (acak) (Punvadhi, 2001, Lillesand dan
Kiefer, 1994).
1) Kesalahan sisternatis
Kesalahan sistematik bisanya lebih mudah dikoreksi dengan menggunakan
model matematis yang berdasarkan data sebelum peluncuran.
2) Kesalahan random (acak)
Kesalahan acak hanya dapat dikoreksi dengan menggunakan titik kontrol
lapangan (Ground Control I'ointlGCP) yang tersebar lnerata pada citra.
Koreksi geometris disebut juga dengar. proses rektifikasi citra. Rektifikasi
merupakan proses untuk memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga memiliki
proyeksi yang sama dengan peta. Proses rektifikasi dilakukan dengan dua cara yaitu :
rektifikasi citra ke peta dan rektifikasi citra ke citra (Jaya, 1997).
Menurut Smith dan Brown (1997) rektifikasi adalah proses transfonnasi data
dari satu sistem grid ke sistem grid yang lain dengan menggunakan persamaan
polinomial orde ke-n. Salah satu bentuk rektifikasi adalah Ortorektifikasi yang
berfungsi untuk mengkoreksi kesalahan ~errnukaan(terrain) dan dapat dilakukan
apabila ada data Digital .EIevution Model (DEM) pada daerah studi. Hasil dari proses
ortorektifikasi adalah orllzoinzuge (digital ortlzopoto). Pada daerah yang relatif datar
ortorektifikasi 'tidak harus dilakukan, tetapi untuk daerah yang bergunung-gunung
atau pads penggunaan foto udara proses tersebut perlu dilakukan.
Lillesand dan Kiefer (1994) menyatakan bahwa dalam proses rektifikasi
terjadi proses resamnpling yaitu penempatan kembali pisel-piksel citra lama pada
posisi yang telah dikoreksi pada citra baru. Ada tiga macam proses resanzpling, yaitu
: nearest neigborhood, bilinear dan cubic convulation. Proses yang sering digunakan
adalah nearesl neiglzborlzood.
D. Koreksi Radiometris
Jumlah pantulan radiasi elektromagnetik yang ditangkap oleh sensor satelit
diwujudkan dalam bentuk nilai digital (ljigital Nunzber/2)N) pada. citra. Energi
tersebut berasal dari radiasi matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi.
Pantulan radiasi elektromagnetik yang diterirna oleh sensor satelit tidak hanya berasal
dari pantulan permukaan bumi saja, pantulan energi tersebut masih dipengaruhi oleh
faktor- faktor yang lain. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain: kondisi atlnosfer
pada saat citra direkam, scene illunziiza/ion,variasi pandangan secara geolnetri dan
karakteristik respon sensor (Lillesand dan Kiefer, 1994). Jadi sebenamya energi yang
diterima oleh sensor satelit berupa akurnulasi dari efek-efek yang ditimbulkan oleh
faktor-faktor di atas. Oleh karena itu untuk memperoleh nilai pantulan sebenarnya
(nilai reflektan) dari permukaan bumi citra asli ( r u ~inluge)
~
perlu dikoreksi
radiometrik. Nilai reflektan menunjukkan jurnlah radiasi energi elektromagnetik yang
dipantulkan kembali oleh suatu permukaan bumi.
Kesalahan atau cacat radiometrik merupakan kpsalahan yang berupa
pergeseran nilai atau derajat keabuan elemen gambar @isel) pada citra. Penyebab
kesalahan radiometrik dibedakan menjadi tiga :
1) Kesalahan pada sistem optik, penyebabnya adalah bagian pembentuk citra
buram dan perubahan kekuatan sinyal.
2) Kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer
yang ciisebabkan oleh pengaruh hamburan dan serapan, tanggapan (revonse)
amplitudo yang tidak linier serta tejadinya bising (noise) pada waktu
transmisi data.
Faktor yang sangat berpengaruh dala~nkesalahan topografis adalah sudut azimuth
matahari, sudut elevasi matahari, slope dan uspeci permukaan bumi.
Ga~nbar3. Pengaruh kondisi topografis terhadap nilai reflektan
Koreksi topografis (nonnalisasi topografis) perlu dilakukan sebagai proses
awal untuk klasifikasi penutupan vegetasi secara inultispektral dan ~nultite~nporal
(Riafio el cl., 2003). Kesulitan utama dala~npenerapan koreksi topoyafis adalah
kurangnya metode yang umuin dan dapat
DALAM PENDUGAAN LUAS BIDANG DASAR TEGAKAN DAN
KERAPATAN TEGAKAN
(Studi Kasus di Kecamatan Sumberjaya, Kabnpaten Lampung Barat, Propinsi
Oieh :
ANUYG KURNIAWAN
E01499009
DEPARTEMEN MANAJEMEX HIJTAN
FAKULTAS I(EHUTAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Anung
Kurniawan
(E01499009).
PENGGUNAAN
TEKNOLOGI
PENGINDERAAN JAUH DALAM PENDUGAAN LUAS BIDANG DASAR
TEGAKAN DAN JCERAPATAN TEGAKAN (Studi Kasus di Kecamatan
Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung), di bawah
bilnbingan Ir. Ahinad Hadiib. MS. dan Dra. Nininrr Pusuaningsih, M S .
Salah satu daerah yang rneiniliki areal agroforestri kopi yang cukup luas
adalah Keca~natan Surnberjaya, Kabupaten Larnpung Barat, Propinsi Lainpung.
Masyarakat di Surnberjaya sebagian besar meiniliki m a s pencaharian sebagai petaili
kopi. Meningkatnya luas lahan agroforestri kopi di Surnberjaya berper~garuhterhadap
peningkatan penutupan pohon yang ada. Untuk mengetahui tingkat penutupan pohon
di suati~areal dapat digunakan faktor-faktor biofisik yang dirniliki oleh tegakan
hutan. Faktor biofisik yang digunakan dala~npenelitian ini ada dua, yaitu : Luas
Bidang Dasar Tegakan (LBDT) dan Kerapatan Tegakan (S~undde~~sity).
Pengukuran
kedua factor tersebut apabila dilakukan secara langsung di lapangan untuk areal yar..g
luas akan memcrlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Salah
satu alternatifnya adalah penggcnaan teknologi penginderaan jauh. Berdasarkaii
penelitian-penelitian yang dilakukan sebeluillnya terdapat hubungan antara faktor
biofisik tegakan hutan dengan data penginderaan jauh.
Penelitian ini bertujuan untuk inenentukan model yang paling tepat yang
dapat digunakan dalarn pendugaan luas bidang dasar tegakan (LBDT) dan kerapatan
tegakan (Stand Density) dengan menggunakan data citra satelit serta mene~tukan
tingkat penctupan pcbov yang ada rli hiltan a!am dan ai lahan agroforestri (kebun
kopi multistrata).
Data yang digunakan dalain penelitian ini berupa : citra SPOT ~nultispektral
2002, citra SPOT Pankromatik 2002, orthophoto foto udara tahun 1993 DEM (Digilul
E/ei~a/ioiz!dc~~el;Samberjzya dar. dztz lapazgar? yang berupa LRDT dan kersvatan
tegakan.
Metode yang digunakan dalain penelitiail ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitll :
pengambilan data lapangan (grozuzd c/zeci'): pengo!ahan citra saidit dan adalisis ciata.
Pengolahan citra satelit ada empat tahap yaitu : koreksi geometris, koreksi
radiometris, koreksi topografis dan ekstraksi nilai reflektan citra satelit dan nilai
NDVI (Nor~itulizedDifference Vegetution Irzdex). Analisis data dibagi menjadi tiga
yaitu : analisis hubungan antara luas bidang dasar tegakan (LBDT) dan kerapatan
tegakan (KT) dengan nilai spektral citra satelit, pembuatan peta luas bidang dasar
tegakan (LBDT) dan kerapatan tegakan (KT) Kecamatan Su~nberjayaserta analisis
tingkat penutupan pohon di hutan alaln dan di kebun kopi multistrata.
Pengarnbilan data lapangan dilakukan dengan metode pengembangan vmiuhle
urea tran.rect (Sheil el ul., 2003). Transek berukuran 60 In x 40 m dan terdiri dari 12
sel dengan ukuran 10 m x 20
111. Transek
ditempatkan di kebun kopi multistrata (30
transek) dan di hutan alam (10 transek). Data yang dialnbil di lapangan adalah data
luas bidang dasar tegakan (LBDT) dan
kerapatan tegakan (KT) untuk tanaman
kehutanan dengan diameter batang 2 10 cm. Koreksi topografis dilakuka~idengan
~netodeLambert, Minnaert dan pengembangan (e.ste~zded)Minnaert. Nilai reflektan
yang diekstrak a d a l ~ hnilai reflektan citra SPOT multispektral 2002 setelah koreksi
radio~netrisdan setelah koreksi topografis. Analisis data untuk rnengetahui hubungan
antara data lapangan (LBDT dan KT) dan nilai reflektan citra SPOT inultispektral
dilakukan dengan metode analisis regresi linier sederhana. Model regresi terbaik
dilihat dari nilai R~ tinggi dan nilai RMSE (Root Mean Square Error) rendah.
Hasil analisis regresi linier sederhana antara data LBD'T dengan data nilai
reflektal: citra SPOT rnultispektral menunjukkan bahwa model terbaik adalah model
yang ~nenggunakannilai reflektan band I setelah koreksi topografis Minnaert sebagai
peubah bebas. Model penduga LBDT tersebut yaitu : LBDT
Minnnaert + 158,95 dengan R~ = 60,9 % dan RMSE
=
=
- 1534,6 Band 1
12,57 m2/Ha. Untuk hasil
analisis regresi sederhana data KT dengan data nilai reflektan citra SPOT
rnultispektral, model terbaik adalah model cod el yang ~nenggunakannilai reflektan
band 1 setelah koreksi torografis Minnaert sebagai peubah bebas. Model penduga KT
yaitu : KT
=
- 17155 Band 1 Minnaert + 1855,2 dengan R~ = 68,2 Oh dan RMSE
=
120 pohotliHa. Jika dilihat dari nilai R' dan RMSE model penduga LBDT dan KT
tidak dapat menduga secara akurat data LBDT dan KT di lapangan. Kedua model
tersebut hanya dapat memberikan gambaran kondisi penutupan pohon di lapangan.
Analisis tingkat penutupan pohon di kebun kopi (lahan agroforestri) dan di
hutan alam dilakukan dengan mengbanakan data talnbahan yang berupa hasil
klasifikasi citra SPOT multispektral 2002 (Sumantri, 2004). Metode yang digunakan
yaitu dengan melakukan overluy peta Li3DT dan KT dengan pela hasil klasitikasi
citra SPOT multispektral. Hasil over-lay peta LBDT di hutan alam menunjukkan
bahwa LBDT hutan alam di Sulnberjaya berkisar antara 0,88 - 8632 m Z / ~ aUntuk
.
kebun kopi multistrata LBDT berkisar antara 0,88
-
56,13 &a.
Untuk peta KT
hasil over-/cry lnenunjukkan bahwa kisaran KT hutan alam di Suinberjaya berkisar
antara 3 - 894,51 pohon/Ha. KT di kebun kopi lnultistrala lnemiliki kisaran antara 3 637,19 pohon/FIa. Untuk mengetahui LBDT total dan KT total di kebun kopi dan
hutan alam dilakukan dengan mengkonversi nilai dugaan LBDT dan KT tiap piksel
dikalikan dengan luajan tiap piksel. LBDT total di hutan alam sebesar 75.797,16 mZ
dan LBDT total di kebun kopi sebesar 119.872,76 m'. Dengan luasan hutan alam di
Sumberjaya 2147 Ha, maka LBDT total hutan alam hanya lnenutupi 0,35 % dari luas
hutan alam seluruhnya. LBDT total kebun kopi hanya lnenutupi 0,11 % dari luas
kebun kopi di Sulnberjaya (1 l.247,8 Ha). Julnlah pohon total di hutan alam sebanyak
1.014.802 pohon, sedangkan di kebun kopi sebanyak 2.262.759 pohon. Analisis
tingkat penutupan pohon di atas memberikan hasil bahwa LBDT total dan jumlah
pohon total di hutan alam iebih kecil dari LBDT total dan jumlah pohon total di
kebun kopi multistrata. Nalnun jika dilihat dari persentase LBDT total hutan alam
terhadap luasan hutan alam (0,35 %) !ebih besar dari persentase LBDT total kopi
multistrata terhadap luasan kopi multistrata (O,11 %). Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat penutupan pohon di kebun kopi multistrata lnasih rendah jika dibandingkan
dengan hutan alam.
PENGGUNAAN TEICNOLOGI PENGINDERAAN JAUH
DALAM PENDUGAAN LUAS BIDANG DASAR TEGAKAN DAN
KERAPATAN TEGAKAN
(Studi Kasus di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi
Lampung)
Skripsi
Sebugui Srtlnk Sntu Synrrrt urztuk Menzperolelt
Gelar Sarjurzn Kelzutnrtnn
pndu Frtkultns Keltutartorz, Irzstitut Pertnniun Bogor
Oleh :
ANUNG KURNIAWAN
E01499009
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS IG3XUTAPu'AlV
INSTITUT I'ERTANIAN BOGOR
2004
Judul Penelitian
: PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH
DALAM PENDUGAAN LUAS BIDANG DASAR
TEGAKAN DAN KERAPATAN TEGAKAN (Studi Kasus
di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat,
i-ropinsi Lampung).
Nama Mahasiswa
: Anung Kumiawan
NRP
Program Studi
: E01499009
: Manajemen Hutan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Ir. Ahmad Hadiib. MS.
NIP. 130 516 500
Dosen Pembimbing 11
I,.n m i P u s ~ a n i n g sM.Si
Dra. ~ ~
ih,
NIP. 131 918 662
Tanggal Lulus : 14 Mei 2004
Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 14 Maret 1981 dari pasangan
Sirnun dan Sri Suparni sebagai anak pertarna dari dua bersaudara. Pada tahun 1987
penulis memulai pendidikan dasar di SDN 3 Mandiraja Kulon dan menyelesaikannya
pada tahun 1993. Pendidikan lanjutan tingkat pertama penulis telnpuh di SMPN 1
Banjarnegara dari tahun 1993 sarnpai tahun 1996. Pendidikan lanjutan tingkat
rnenengah atas diselesaikan di SMUN Banjarnegara dari tahun 1996 salnpai tahun
1999.
Tahun 1999 penulis diterilna sebagai salah satu rnahasiswa di Jurusan
Manajeriien Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor). Bidang lninat yang dipilih pada
saat perkuliahan adalah bidang Perencanaan Hutan.
Selarna rnasa perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan kepecintaalarnan dan
rnenjadi anggota oraganisasi RIMPALA (Rirnbawan Pecinta Alarn) Fakultas
Kehutanan, IPB. Penulis juga pernah aktif di organisasi IFSA (Ii?/errzu/ionuli70res/ry
,S/iic/e~z/'.s A~~ociulion).
Tahun 2002 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Hutan (PUK) di jalur
Cilacap (KPH Banyurnas Barat) - Baturraden (KPH Banyurnas Timur) dan Praktek
Urnurn Pengelolaan Hutan (PUPH) bersama dengan lnahasiswa dari Universitas
Gadjah Mada di Getas
(KPHNgawi). Tahun 2003 penulis tnelaksanakan kegiatan
Praktek Lapangan (PKL) di PT. INHUTANI I1 Unit Kalirnantan Selatan.
Tahun 2003 penulis lnelnperoleh kesempatan untuk rnenjadi salah satu
manasiswa yang mekakuitan penelitian atas biaya dari Worltl Agrojbresfiy Ce:e,~tre
atau
ICRAF (In/errzutionul Cenlre for Keseurclz in Agroforeslry). Penulis melakukan
penelitian dengan judul Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh Dalam
Pendngaan Luas Bidang Dasar Tegakan dan Kerapatan Tegakan (Studi Kasus
di Kecamatan Sumbetjaya, Kabupaten Lampting Barat, ~ i o p i n s iLampung) di
bawah bilnbingan lr. Ahlnad Hadjib, MS. dan Dra. Nining Puspaningsih, M.Si. serta
pembirnbing selalna di kantor ICRAF Ir. Bruno Verbist, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melnberikan Rahinat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat inenyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian yang dilakukan penulis mengambil
judul "Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh Dalarn Pendugaan Luas Bidang
Dasar Tegakan dan Kerapatan Tegakan (Studi Kasus di Kecamatan Surnbejaya,
Kabupaten Lainpung Barat, Propinsi Lainpung)". Penelitian ini dilakukan atas biaya
dari ICRAF (In/er~zotionulCenlrefor Reseurclz in Agrqforeslry).
Penelitian dan penulisan karya ilmiah yang penulis lakukan tidak akan selesai
tanpa bantuan dari banyak pihak oleh karena itu penulis inenyampaikan rasa terilna
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
I . Bapak Silnun dan Ibu Sri Supami serta adikku Anang Setiawan yang telah
ineinberikan dorongan moral dan material serta kasih sayangnya.
2. Ir. Ah~nad Hadjib; MS. dan Dra. Nining Puspaningsili, M.Si. yang telah
lnemberikan biinbingan dan arahan kepada penulis selama melakukan penelitian
dan penulisan karya ilmiah ini.
3. Ir. Lina Karlinasari, M.Sc.F. selaku penguji dari Departemen Teknologi Hasil
Hutan dan DR. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. selaku penguji dari Departemen
IConsewasi Sulnberdaya Hutan.
4. ICRAF (Internu/io~zulCentre for Xeseurcl7 in Agrojure.stry) yang telah
inemberikan bantuan dana dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian tian menyelesaikan karya iimiah ini.
5. Ir. Bruno Verbist, M.Sc. atas biinbingan dan diskusinya selaina pengolahan data
di kantor ICRAF SEA Bogor.
6. Mbak Atiek, Mas Danan, Mas Andree dan Pak Wijono atas saran, diskusi dan
kekeluargaannya selalna di ruangan Sp~iiaiAnuij)si.s Uni/ ICRAE SEA Ijogx,
Mas Desi dan Mbak Betha atas diskusinya.
7. Mas Rudi, Mbak Aris dan Mbak Vita yang telah membantu penulis selama
pengalnbilan data di Sumberjaya.
8. Selurut staff ICRAF SEA Bogor atas kekeluargaannya.
9. Nia Rachmawati, S.Hut. yang telah rnernberikan semangat dan kasih sayangnya
pada penulis.
13. Bramwidigdy:, S. zitas ba~tuandan kei-jasa~nanyaselerna rnelakukan penelitian ini
1 I . Nina Ayu M. Yang telah rllernbantu penulis pada saat rnelaksanakan serninar dan
ujian ko~nprehensif
12. Keluarga besar Manajernen Hutan '36 atas kekeluargaannya.
13. YYZers (keluarga besar kost YYZ) yang telah lnernberikan rasa nyarnan ketika
tinggal di Bogor.
14. Ternan-teman di organisasi RIMPALA dan IFSA yang telah rnernberikan sesuatu
yang "lain" pada penulis.
Penulis rnenyadari karya ilrniah ini lnasih jauh dari sempuma, oleh karena itu
saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan tangan
terbuka. Sernoga karya il~niahini berrnanfaat dan berguna bagi pengelolaan hutan di
lnasa yang akan datang.
Bogor, Mei 2004
Penulis
DAFTAR IS1
Nalaman
IWTA PENGANTA
I
...
DAPTAR IS
111
DAFTAR GAMBAR
\i
..
DAFTAR TABEL
\'I I
...
DAFTAR LAMPIRAN
\'III
I. PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang ...............................................................................................
B. Tujuan ..................................... . . .. . .
.
. . ...................:.. . . .
1
3
4
U. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIA
A. Letak dan Posisi Geografis
4
B. Ikliln
4
C. Tanah
4
5
6
F. Penutupan Lahan
G.Keadaan Sosial Ekonolni ..........
6
........................
.
.
.............................
11
11
UI.TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penglnderaan Jauh
B. Penginderaan Jauh Satelit ........... .......... .............................
C. Koreksi Geometris
7
, ,,
............
. ............ . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . 12
.. .
16
D. Koreksi Radiolnetris
18
E. Koreksi Topografis
19
F. Luas Bidang Dasar Tegakan
22
G. Kerapatan Tegakan ( S l ~ n d/Jensily) .....................
............. . . . . 22
H. Indeks Vegetasi ..............................................................................................
. .
I. Analisis Regresi ................... .
.
.
...................................................
23
23
J. Aplikasi Penginderaan Jauh dalarn Pendugaan Faktor Biofisik Hutan .......... 24
27
I\'. METODE PENELITIA
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
27
B. Bahan dan Ala
27
..
C. Metode Penelrtran ..................................................................................
28
I . Pengarnbilan Data Lapangan (Grozlrzd Clzeck) ......................... ............. 28
2. Pengolahan Citra Dijita
33
a) Koreksi Geolnetrik
33
b) Koreksi ~adiornetrik
34
C)
Koreksi Topografis ...........................................................................
36
d) Ekstraksi Nilai Reflektan Citra Satelit dan Nilai NDVI (Norn7ulized
/l$Jer.ence f"ege/(l/ioi7 I~zcle~x)..
................. .............. . . . . . . . ...... 40
. .
3. Analrsrs Data .........................................................................................
41
a j Analisis I-lubungan Antara Nilai Reflektan Citra Satelit dan Data
Lapangan (LBDT dan Kerapatan Tegakan): .................................... 41
b) Pernbuatan Peta Luas Bidang Dasar Tegakan dan KerapatanTegakan
Kecarnatan Surnberjaya ....................... .
.
............................... 43
c) Analisis Tingkat Penutupan Pohon di Hutan Alarn dan di Kebun Kopi
Multistrata .........................................................................................
44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengalnbilan Data Lapangan (Grour7d Clzeck) ................
...
46
... . 49
B. Pengolahan Citra Dijltal ..........................................................................
49
1. Koreksi Geornetrik ................................................................................ 49
2. Koreksi Radioinetrik .............
3. Koreksi Topografis
50
. .................................... 5 1
4. Ekstraksi Nilai Reflektan Citra Satelit dan Nilai NDVI (Nornzulized
Differer~ceIfege/u/ion Iizde-Y)...................... ............................. . . 53
..
C. Analisis Data
. ............................................. 59
1. Analisis Hubungan Antara Nilai Reflektan Citra Satelit dan Data
Lapangan (LBDT dan Kerapatan Tegakan) .................................... 59
a)
Luas Bidang Dasar Tegakan (LBDT)
59
b)
Kerapatan Tegakan
62
2. Pembuatarl Peta Luas Bidang Dasar Tegakan dan KcrcpatanTegaktin
Keca~natanSumberjaya ....................................................................... 64
3. Analisis Tingkat Penutupan Pohon di I-Iutan Alarn dan di Kebun Kopi
Multistrata ............................................................................................. 65
D. Sulnber Kesalahan Pendugaan Luas Bidang Dasar Tegakan (LBDT) dan
Kerapatan Tegakan (KT) .............................................................. 70
VI. KESI3IPULAN DAN SARAN
73
73
73
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
75
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1 Peta topografi Kecamatan Sumberjaya
5
2 Beberapa tipe penutupan lahan yang dominan di Kecamatan Sumberjaya .......
8
3 Pengaruh kondisi topografis terl~adapnilai reflektan ....................................... 20
4 Sudut-sudut daiam penghitungan iluminasi
21
5 Ilustrasi penempatan transek di lapangan
32
6 Bagan alir penelitian
45
7 Transek di hutan alam .................................................................................
48
8 Transek di kebun kopi multistrata .....................................................................
48
9 Nilai reflektan band 1 di hutan alam dan kebun kopi multistrata setelah koreksi
geometris dan topografis
54
10 Nilai reflektan band 2 di hutan alam dan kebun kopi multistrata setelah kcreksi
geornetris dan topografis
55
1 1 Nilai reflektan band 3 di hutan alam dan kebun kopi multistrata setelah koreksi
................................... 56
geometris dan topografis
12 Nilai NDVI dj hutan alam dan kebun kopi multistrata setelah koreksi geometris
........... ....................... ... . . . . . . . . .. 58
dan topografis ................ ......
.
13 Grafik hubungan antara LBDT dan reflektan band 1 koreksi topografis
Minnaert .... ..........................................,....... ,................. ..................... .............. 61
14 Grafik hubungan antara kerapatan tegakan dengan reflektan band 1 koreksi
topografis Minnaert
63
15 Histogcan, hzsi: ovcr.luy pzta LBDT di h t a n alam dan k e b x kcpi m.~!tistrata
dengan hasil klasifikasi citra SPOT Multispektral ............................................ 68
16 Histogram hasil overluy peta KT di hutan alam dan kebun kopi multistrata
dengen hasil klasifikasi citra SPOT Multispektral ............................................
68
DAFTAR TABEL
Nornor
Teks
IIalarnan
1 Luas beberapa tipe pengynaan lahan di Sulnberjaya tahun 2000 ...................
6
2 Data kependudukan kecalnatan Sulnberjaya lama
9
3 Karakteristik beberapa generasi satelit SPOT
14
4 Karakteristik masing-~nasingband yang digunakan sensor satelit SPOT
Multispektral
15
5 Statistik transek di lapangan
46
6 Nilai RMSE proses rektifikasi
50
7 Besaran yang digunakan dalaln proses koreksi radiolnetris ..................... ........ 50
8 Konstanta yang digunakan dalaln lnetode ex~etzdedMinnaert ......................... 52
9 Statistik nilai NDVI pada transek di kebun kopi multistrata dan hutan alam .. 57
10 Rekapitulasi hasil analisis regresi linier sederhana LBDT dengan nilai
reflektan dan NDVI ................................................................................
60
11 Rekapitulasi hasil analisis reyesi sederhana KT dengan nilai reflektan
dan NDVI
62
12 Luas tiap kelas peta LBDT dan KT
65
13 Luasan hasil overlay peta LBDT dengan beberapa t i p penutupan hasil
klasifikasi citra SPOT Multispektral ................................................................
66
14 Luasan hasil overlay peta KT dengan beberapa tipe penutupan hasil klasifikasi
citra SPOT Multispektral
66
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1 Rekapitulasi pengambilan data lapangan
79
2 Titik kontrol lapangan (GCP) citra SPOT Pankromatik 2002........................... 80
3 Titik kontrol lzpangan (GCP) citra SPOT Multispektral 2002 .........................
81
4 Gambar persebaran GCP pada proses koreksi geometrik .................................
82
5 Garnbar hasil koreksi geometris ........................................................................
83
6 Koreksi radiometrik citra SPOT Multispektral 2002 .................... .
.
.
84
7 Perhitungan konstanta minnaert (k) tiap band citra SPOT Multispektral
8 Perhitungan koreksi topografis metode lCx/eizdedMinnaert ................... ..........
9 Beberapa tarnpilan citra SPOT Multispektral setelah koreksi radiometris dan
topografis serta peta Illu~ninasibuatan
10 Nilai reflektan tiap transek setelah koreksi radiornetris dan topogafis
1 1 Analisis regresi linier sederhana model terbaik ......
12 Peta luas bidang dasar tegakan Kecalnatan Sumberjaya, Lampung Barat,
.
........... . ....................................................
Lampung Taiiun 2002 ....................
13 Peta kerapatan tegakan Keca~natanSumberjaya, Latnpung Barat, Lampung
Tahun 2002 .....................................................................................................
14 Peta hasil klasifikasi citra SPOT Multispektral 2002
15 Peta LBDT huran alaln dan kebun kopi (hasil overlay) ................
16 Peta kerapatan tegakan hutan alam dan kebun kopi (hasil overlay) ..................
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laju pertambahan penduduk di Indonesia yang begitu cepat telah meinberikan
pengaruh yang besar terhadap laju penggunaan sumber daya alam tennasuk
penggunaan su~nberdaya hutan. Tekanan dzri berb~gaisekto; kehidapan te:hada:,
sumber daya hutan cukup tinggi akibat kebutuhan yang selalu bertainbah. Konversi
lahan hutan dianggap sebagai upaya untuk ineinenuhi kebutuhan tersebut. Hasil
konversi lahan hutan uisumnya digunakan sebagai lahan pertanian dan peinukiinan.
Nainun tetap saja pelaksanaan konversi hutan ~nasihbeluin inencukupi kebutuhan
hidup manusia.
Salah salu upaya untuk meinberdayakan lahan yang ada yaitu dengan sisteln
Agroforestri. Menurut Lundgren dan Raintree dalam Hairiah el ul. (2003) agroforestri
adalah istilah kolektif untuk sistein-sistein dan teknologi-teknologi penggunaan
lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada suatu unit lahan dengan
inengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bainbu dll.) dengan
tanaman pertanian danlatau hewan (ternak) danlikan, yang dilakukan pada waktu
bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar
berbagai koinponen yang ada.
Salah satu daerah yang inemiliki areal agroforestri yang cukup luas adalah
Kecainatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lainpung. Masyarakat
di Sumberjaya sebagian besar meiniliki mata pencaharian sebagai petani kopi.
Mereka menanam kopi di pekarangan rumah maupun di lahan-lahan hutan alain yang
sengaja inereka buka untuk dijadikan kebun kopi. Hasil studi yang dilakukan oleh
Dinata (2001), dengan luas total citra satelit yang diklasifikasi 736,605 km',
menunjukkan terjadinya penurunan luasan hutan yang cukup drastis di Sulnberjaya
dari 176,91 km2 luas hutan pada tahun 1986 berkurang menjadi 92,44 k~n'pada tahun
2000. Pengurangan luas hutan ini sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian
yang berupa kebun kopi. Penutupan kopi ineningkat pesat dari hanya sekitar 58 %
!343,66 kin2) di tahun 1986 inenjadi 71 % (521,48 kin2) di tahun 2000.
Konversi hutan alam menjadi kebun kopi di Kecarnatan Sumberjaya menjadi
pangkal dari konflik yang timbul antara masyarakat dengan pihak Departemen
Kehutanan.
Menurut pihak Departemen Kehutanan deforestasi (konversi hutan)
rnerupakan penyebab hilangnya fungsi hutan, di lain pihak masyarakat sekitar hutan
inembutuhkan lahan pertanian untuk meinenuhi kebutuhan hidupnya (Verbist el a/.,
2003). Konflik ini seharusnya tidak perlu terjadi apabiia inasyarakat lnau ineilerapkan
sistem agroforestri dengan tepat di lahan pertaniannya. Penerapan sistem ayoforestri
di lahan pertanian akan inernberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat dan
~ n e ~ n b ~ r i kfungsi-fungsi
an
lain yang dapat iilenggantikan sebagian fungsi hutan yang
hilang. Namun perlu dipahami bahwa tidak selnua fungsi yang hilang itu dapat
dipulihkan inelalui penerapan sistem agoforestri (Widianto et al., 2003) . Salah satu
masalah yang perlu menjadi perhatian adalah tingkat penutupan pohon yang ada di
areal agroforestri, inasalah inilah yang dijadikan obyek dalam penelitian ini.
Sebagian besar petani kopi di Suinberjaya telah inenerapkan teknik
'
Agroforestri di kebun kopinya. Mereka menanain beberapa tanaman kehutanan di
sela-sela tanainan kopi. Tanaman kehutanan yang biasanya ditana~nberupa Gamal
(Gliricidiu sepizr~n), Dadap (Erytlzri~~aszrbunzbruns), Sengon (J'aruseriatzt/ze.s
falcafuria),
Lamtoro (Lezrcaenu lezrcocepl~alu),dan beberapa tanaman lainnya.
Sistem ayoforestri ini telah menghasilkan penutupan pohon yang cukup lebat (Agus
ef al., 2001). Nainun tidak semua kebun yang di dalamnya telah diterapkan sistern
agroforestri meiniliki penutupan pohon yang lebat, banyak petani yang hanya
menanam sedikit pohon karena mereka mengganggap penutupan pohon yang lebat
akan mengurangi produksi kopi.
Meningkatnya luas lahan agroforestri kopi di Sumberjaya berpengaruh
terhadap peningkatan penutupan pohon yang ada. Untuk mengetahui tingkat
penutupan pohon di suatu areal dapat digunakan faktor-faktor biofisik yang dimiliki
oleh tegaken hutan. Faktor biofisik yang dapat digunakan berupa : Luas Bidang
Dasar Tegakan (LBDT), Kerapatan Tegakan (Sturzd densily), LA1 (LeafArea Iizdeks),
Penutupan Tajuk (Crown cover) dan Biomassa Tegakan. Faktor biofisik yang
digunakan dalem pene!itian ini hanya dua yaitu Luas Bidang Dasar Tegakan (LBDT)
dan Kerapatan Tegakan (Stand dens@). LBDT dan kerapatan tegakan lebih mudah
diukur di lapangan dan mampu memberikan informasi tentang tingkat penutupan
pohon dengan baik. Pengukuran kedua faktor tersebut apabila dilakukan secara
langsung di lapangan untuk areal yang luas akan memerlukan waktu yang cukup lama
dan biaya yang tidak sedikit. Salah satu altematifnya adalah pengynaan teknologi
penginderaan jauh.
Menurut Iverson et al. (1989) sejak diluncurkannya satelit pengainat bulni
sipil pertaina kali (Landsat 1) pada tahun 1972, penginderaan jauh satelit telah
mernberikan informasi yang cukup menarik tentang struktur dan fungsi yang ada di
hutan. Pendugaan struktur hutan dan kerapatan tegakan dengan inenggunakan data
penginderaan jauh penting untuk dilakukan untuk fungsi keilinuan dan tujuan
pengelolaan areal (Vierling, 2002). Penelitian yang dilakukan sebelulnnya
menyatakan bahwa hubungan antara data penginderaan jauh dengan faktor biofisik
tegakan hutan memberikan hasil yang cukup baik. Namun perbedaan rentang spektral
yang dimiliki oleh tiap sensor satelit ternyata menyebabkan perbedaan hasil yang
diperoleh. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mencoba untuk n~enggunakan
data dari citra satelit untuk meinpelajari hubungan antara nilai spektral citra dengan
faktor biofisik (LBDT dan kerapatan tegakan) yang ada di hutan alain dan di lahan
agroforestri (kebun kopi multisrata). Penggmaan data citra satelit dan faktor biofisik
tersebut diharapkan mainpu menggambarkan tingkat penutupan pohon yang ada di
hutan alam dan di lahan agroforestri di Kecamatan Sumberjaya.
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Menentukan model yang paling tepat yang dapat digunakan dalain pendugaan
luas bidang dasar tegakan (LBDT) dan kerapatan tegakan (Stund Den.rity)
dengan menggunakan data citra satelit.
2. Menentukan tingkat penutupan pohon yang ada di hutan alam dan di lahan
agroforestri (kebun kopi multistrata).
11. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak dan Posisi Geografis
Kecamatan Sumberjaya tnerupakan bagian dari wilayah Kabupaten Lalnpung
Barat, Propinsi Lampung. Pada tahun 2000, Kecamatan Sutnberjaya dimekarkan
tnenjadi dua yaitu Kecamatan Sumberjaya di wilayah Ti~nurdan Kecaniatan Way
Tenong di wilayah barai. Secara geogafis terletak antara 4"45'
-
5"15' LS dan
104°i 5 - 104' BT. Batas adlninistratif Kecamatan Sumberjaya lama, yaitu:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bukit Bangit
* Sebeiah Timur berbatasan dengan Kecatnatan Bukit Ketnuning
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pulau Punggung
Sebelah Rarat berbatasan dengan Kecamatan Sekincau
Batas-batas Kecamatan Sumberjaya lama berimpitan dengan batas sub DAS Way
Besai, terletak di bagian hulu DAS Tulang Bawang, dcngan luas kurang lebih 478
Km2 (Agus e/ ul., 200 1).
B. lMim
Sumberjaya tennasuk dalam tipe iklim Af menurut klasifikasi iklim Koppen
atau tipe A berdasarkan Schmidt-Ferguson, yaitu tidak ~nemiliki bulan kering.
Menurut klasifikasi Oldeman, Sumberjaya termasuk dalam zona B1 dengan jumlah
bulan basah (CH > 200 mm) = 7 bulan dan jumlah bulan kering (CH < 100 mm) = 1
bulan. Curah hujan rata-rata tahunan 2.614 mmltahun. Suhu udara rata-rata harian
21,2" C, dengan suhu udara terendah 20,3" C dan tertinggi 21, 7' C. Ke!ernbaban
relatif berkisar antara 80 - 89 %. Musim hujan terjadi antara bulan November - Mei,
sedangkan musim kering terjadi antara bulan Juni - September (Agus eta/.,2001).
C. Tanah
Jenis tanah yang banyak terdapat di Kecamatan Sutnberjaya adalah Inceptisol,
dengan ciri tingkat perkembangannya yang relatif muda, berkembang dari bahm
ixduk vu!kan muda. Pada tingkat greri! gr~rozp tanah ters~but terdiri &ri
Humitropepts, Dystropepets, Dystrandepts dan Tropaquepts. Humitropepts dan
Dystropepts meinpunyai kandungan organik yang tinggi, Dystrandepts didominasi
abu vulkanik vitrik dan Tropaquepts bercirikan regim kelembaban aguik dan
perbedaan temperatur tahunan < 5" C pada inusim panas dan dingin (Agus et al.,
2001).
D. Fisiografis
Bentang alam di Keca~natanSuinberjaya bemariasi dari wilayah yang cukup
datar hingga berbukit dan bergunung-gunung. Ketinggian tempat di Kecamatan
Sumberjaya berkisar antara 700
-
1700 m dpl. Puncak-puncak gunung disekeliling
Sumberjaya antara lain : Gunung Subhanallah (1.623 mdpl), Gunung Tangkit Tebak
(2.115 mdpl) di Timur, Gunung Tangkit Begelung (1.213 mdpl) di Tenggara dan
Gunung Sekincau (1.718 mdpl) di Barat. Di tengah wilayah Kecamatan Sumberjaya
terdapat Bukit Rigis dengan ketinggian (1.395 mdpl). Jenis bentang alain bukit-bukit
berpola wilayah bergelombang, terdapat di sebagian kecil wilayah Sumberjaya bagian
tengah, tepatnya di sebelah Utara Bukit Rigis.
Gambar 1. Peta Topografi Kecamatan Sumberjaya
E. Hidrologi
Sungai utama di Keca~natanSumberjaya adalah sungai Way Besai. Sungai ini
lnemiliki beberapa anak sungai diantaranya Way Petai dan Way Ringki. Aliran anakanak sungai di wilsyah sub Das Way Besai secara umum berbentuk dendritik
sedangkan untuk anak-anak sungai di sekitar Gunung Sekincau, pola alirannya
berbentuk radial. I-Iulu surigai yang ada di sub DAS Way Besai berassl dari Gunung
Tangkit Tebak, dengan anak sungai utalna Way Tenong, menuju ke barat dan
kemudian ke utara inenuju sungai utamanya, Way Besai. Rata-rata debit bulanan
Way Besai yang luas Sub DASnya sekitar 43.985 ha, berkisar antara 11 - 33 mi/dt.
Debit terkecil terjadi di bular. Agustus sedangkan debit terbesar di bulan Januari
(Agus el ul., 2001).
F. Penutupan Lahan
Keca~natan Sumberjaya merupakan salah satu wilayah penghasil kopi di
Propinsi La~npung,oleh karena itu tipe penutupan lahan di wilayah Sumberjaya
didominasi oleh tipe penutupan lahan yang berupa kopi (Cefeu clierzop/zor.u).
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Dinata,
(2001)
dengan
mengklasifikasikan citra Landsat ETM tahun 2000 menghasilkan beberapa tipe
penggunaan lahan di Sumberjaya.
Tabel 1.
Luas beberapa tipe penggunaan lahan di Sumberjaya
tahun 2000 (Dinata, 2001)
Hutan alam yang masih ada di Sumberjaya adalah hutan alam yang terdapat di
Bukit Rigis. Berdasarkan h a i l pengumpulan data dengan menggunakan transek di
Bukit Rigis vegetasi yang mendominasi berupa jenis-jenis pohon hutan tropis, yang
berupa : Rasamala (Alfingiu excelsu), Pasang (Qtrercus sp.), Medang, Bayur
(Pferospernzuin sp.), Kelat dan dari famili Dipterocarpaceae. Hutan di Bukit Rigis
termasuk dalam hutan sub pegunwgan. Luas hutan alam di Bukit Rigis semakin
berkurang karena adanya tekanan dari kegiatan pembukaan lahan oleh masyarakat.
Selain areal kopi yang cukup luas di Sumberjaya, tipe penutupan yang h a s
lainnya adalah sawah, lahan kosong, semak belukar dan padang rumput. Sawah
terdapat di sekitar daerah aliran sungai dengan topografi yang relatif datar dan ada
pula sawah yang mengandalkan pengairan dari hujan. Lahan kosong, semak belukar
dan padang rumput banyak terdapat di wilayah di selatan Sumberjaya, daerah ini
dibiarkan kosong karena cukup rawan. Areal lahan kosong juga merupakan tempat
~nencarimakan gajah pada musim tertcntu, sehingga petani malas untuk menggarap
lahan tersebut.
Gainbar 2 menunjukkan beberapa tipe penutupan lahan yang dominan di
Sumberjaya, yang berupa : hutan alam di Bukit Rigis, kebun kopi multistrata, kebun
kopi monokultur dan
persawahan. Daerah di sekitar hutan alam telah berubah
menjadi tipe penutupan yang lain, masyarakat sekitar hutan alam menebang hutan
alam untuk dijadikan kebun kopi.
G. Keadaan Sosial Ekonomi
Nama Kecamatan Sumberjaya diresmikan oleh Presiden Sukarno pada tanggal
14 November 1952 bersamaan dengan kunjungannya untuk peresmian Sumbejaya
sebagai daerah tujuan Program Transmigrasi di bawah,Biro Rekonsiliasi Nasional
(BRN) dari Jawa Barat dan merupakan pusat pemukiman baru di Kabupatefi
iampung Barat (pada saat itu masih merupakan bagian dari wilayah Kabupaten
Lampung Utara).
Gambar 2. Beberapa tipe penutupan lahan yang dominan di Kecamatan
Sumberjaya
Secara administratif, Kecamatan Sumberjaya lama terdiri atas 28 desa dengan
total luas wilayah 54.194 ha atau 10,9 % dari luas total Kabupaten Lampung Barat.
Pada tahun 2000, Keca~natanSurnberjaya dimekarkan menjadi dua yaitu Kecainatan
Sumberjaya di wilayah Tirnur dan Kecainatan Way Tenong di wilayah Barat.
Masing-masing terdiri atas 14 desa. I-Iingga saat ini, data statistik yang tersedia ~nasih
belum dipisahkan sesuai dengan pemekaran tersebut. Sumberjaya merupakan salah
satu kecamatan yang ~neiniliki laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi,
khususnya antara tahun 1978 - 1988. Tingkat pertulnbuhan penduduk pada dekade
tersebut tercatat 7,51 % per tahun, atau terjadi pertambahan penduduk dari 37.557
jiwa pada 1978 ~nenjadi79.567 jiwa pada tahun 1988. Migrasi spontan dari daerah
sekitar Su~nberjayame~nberikansumbangan terbesar dalain pertambahan penduduk
tersebut. Hal ini terkait dengan meningkatnya budidaya kopi di wilayah Sumberjaya
pada
dekade 1970-an dan 1980-an. Pada dekade berikutnya (1989
-
1999)
pertumbuhan penduduk relatif lebih rendah, yaitu 1,04 % per tahun atau terjadi
pertambahan penduduk dari 78.759 jiwa pada tahun 1989 menjadi 87.390 pada tahun
1999. Penduduk Sumberjaya terdiri dari berbagai etnis; Sunda, Jawa, Bali, Semendo
dan etnis Lampung asli. Tabel 2 menunjukkan data kependudukan di Kecamatan
Sumberjaya.
Sumber pendapatan utama sebagian besar penduduk Sumbejaya berasal dari
sektor pertanian, terutama dari budidaya kopi dan kebun campuran. Sumbangan
budidaya kopi terhadap kegiatan ekonomi penduduk tidak terbatas pada hasil
produksi kopi semata, akan ietapi juga terbukanya lapangan pekerjaan di sektor
perdagangan dan jasa (pengangkutan).
Sebagian besar penduduk berpendidikan Sekolah Dasar. Ketersediaan fasilitas
pendidikan masih relatif sedikit, sebagian besar berupa fasilitas pendidikan dasar (54
SD dengan 533 guru), sedangkan fasilitas pendidikan menengah (SLTP dan SLTA)
julnlahnya relatif terbatas; 4 buah dengan 96 guru dan 4 buah SLTA dengan 60 guru.
Tabel 2. Data kependudukan Kecamatan Sumberjaya lama
Lanjutan tabel 2
Sulnber : Sumberjaya dalaln angka 1998
111. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni unluk mernperoleh infonnasi tentang
suatu obyek atau fenomena, ~nenggunakansuatu alat perekaman dari suatu kejauhan,
dilnana pengukuran dilaksanakan ranpz melakukan kontak secara Esik dertgan obyek
alau feno~nenayang dikaji (Mu~zuulofl?enzote Selzsing, 1983 dalarn Howard, 1996).
Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan alat pengindera atau
alat pengulnpul data atau sensor. Berbagai sensor pengumpul data dari jarak jauh,
umumnya dipasang pada wahana (Plulforllz) yang berupa pesawat terbang, balon,
satelit atau wahana lainnya (Purwadhi, 2001).
Menurut Jaya (2002) penginderaan jauh bisa dilakukan karena adanya variasi
sebagai berikut:
1) Variasi Spektral (Specfr.al vaii~fion)
Variasi reflehansi spektral yang terdapat pada spektrurn biru, hijau, merah,
inframerah dekat, sedang dan termal serta gelombang mikro (micru~l.uve)
memungkinkan suatu obyek dengan mudah dikenali karena ulnuinnya suatu
obyek mempunyai reflektansi spektral yang berbeda-beda.
2) Variasi Spasial (Spallul v r ~ r ~ a l ~ o n )
Variasi ukuran dan bentuk suatu obyek di lapangan seperti blok, lingkaran,
garis, titik dan yang lainnya yang me~nungkinkanta~npaknyaobyek-obyek
seperti kota, jalan, re1 kereta api dan sebagainya.
3) Variasi Waktu (Tenzpor.ul var.rutio~z)
Frekuensi overpuss dari satelit menyebabkan terjadinya perekaman suatu
lokasi lebih dari satu kali dalarn kurun waktu yang relatif pendek
me~nungkinkandilakukannya analisa multiwaktu.
Lillesand
dan Kiefer (1979) menyatakan bahwa
komponen
dasar
penginderaan jauh adalah : sulnber energi, atmosfer, interaksi energi di permukaan
bumi, sensor, penanganan data dan penggunaan data
Rentang spektral yang umum digunakan dalam penginderaan jauh untuk
mengindera atau merekam sumberdaya yang terdapat di permukaan bumi umumnya
berkisar antara 0,4 pm dan 12 pm (mencakup sinar tampak dan inframerah) clan
antara 30 m ~ n dan 300 mm yang sering disebut dengan gelo~nbang lnikro
(nzicrowave). Pada daerah sinar tampak dan inframerah dekat dan sedang, energi
yang direfleksikan dan direka~noleh sensor sangat bergantung kepada sifat-sifat
obyek yang bersangkutan, seperti pisnentasi, kadar air, dan struktur sel, daun atau
percabangan dari vegetasi, kandungan mineral dan kadar air tanah serta tingkat
sedimentasi pada air. Pada daerah inframerah tetmal, kapasitas panas dan sifat-sifat
dari pennukaan lnaupun di bawah pennukaan tanah yang mempengaruhi kekuatan
radiasi yang dideteksi oleh sensor (Jaya, 2002).
B. Penginderaan Jauh Satelit
Teknik penginderaan jauh satelit jauh berkembang sangat pesat sejak
diluncurkannya satelit pengideraan jauh ERTS (Eartlz Resources Technolog)/
Salellr~e)pada tahun 1972. Satelit ini kemudian dikenal dengan nama Landsat (Lurzd
Sa/eNr/e) (Howard, 1996). Perkembangan sistem penginderaan jauh khususnya dalam
penggunaan sensor dan cara perekaman datanya, telah diikuti dengan pengembangan
dalam cara pengolahan dan analisis datanya (Punvadhi, 2001).
Setiap citra dijital penginderaan jauh satelit yang dihasilkan oleh setiap sensor
mempunyai sifat khas datanya. Sifat khas data tersebut dipengaruhi oleh sifat orbit
satelit, sifat dan kepekaan sensor penginderaan jauh terhadap panjang gelo~nbang
elektromagnetik, jalur transmisi yang digunakan, sifat sasaran (obyek) dan sifat
sumber tenaga radiasinya. Sifat orbit satelit dan cara operasi sensornya dapat
mempengaruhi resolusi dan ukuran piksel datanya (Punvadhi, 2001).
Menurut Jaya (2002) karakteristik data penginderaan jauh satelit dapat dilihat
pada resolusi yang dimiliki oleh setiap citra satelit sesuai dengan sensornya. Ada
empat rnacaln resolusi yaitu :
1) Resolusi Spasial
Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari suatu bentuk Cfeature) pemukaan
bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk pemukaan di sekitamya atau yang
ukurannya bisa diukur.
2) Resolusi Spektral
Resolusi spek:ral diartiksii sebagai dimensi d a i ~jumlah daerah panjang
gelombang yang sensitif terhadap sensor.
3) Resolusi Radiolnetrik
Resolusi radiometrik adalah ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan
aliran radiasi (radiaiztJlm) yang dipantulkan atau diemisikan dari suatu obyek
di per~nukaanburni.
4) Resolusi Temporal
Resolusi temporal adalah frekuensi suatu sistem sensor merekam suatu areal
pang sama (revisif).
Sistem perekaman data penginderaan jauh dapat dibedakan dalam dua bagian
yaitu sistem pasif dan sistem aktif. Penginderaan jauh satelit sistem pasif
menggunakan sumber tenaga yang berasal dari matahari atau sumber lain. Contoh
data satelit sistem pasif, antara lain : (1) Data satelit Landsat dengan sensor RBV
(lietuuz Beanz Vidicon), MSS (Multispectral Scanner) dan TM (Tlzenzatic Mapper) ;
(2) Data satelit SPOT (Systinze Probatoi~ed'Observation de la Terre) dengan sensor
Visible1 mullispeclral mode) dan HRVIP (Huule
HRVIXS (Haute Rksol~~tio~z
Rksolz~/ionVisible/ Panclzro~~zatic
mode); (3) Data satelit NOAA (National Oceanic
Ao~zosphericAd~ninistrafion)denga sensor AVHRR (Advanced Very Higlz Resolution
Radionzeter) (4) Data satelit JERS-1 (Japan Eurtlz Resources SateNile) dengan
sensor VNIR (Visible Near lnfa R e 4 dan S W E (Sl~ort Wave lnfru Red) serta
beberapa data dari satelit yang lain (Punvadhi,2001). Selanjutnya Punvadhi (2001)
menyatakan bahwa penginderaan jauh
sistem aktif menggmakan
tenaga
elektomagnetik yang dibangkitkan oleh sensor radar (Rudio Delecling and Ranging).
Satelit SPOT (Systinze Probatoire d'Observation de la Terre) merupakan
satelit penginderaan jauh pertama milik Perancis yang diluncurkan dengan roket
Ariane. SPOT 1 diluncurkan pada tanggal 21 Februari 1986 dari Stasiun Peluncuran
Kouro di Guyana. Satelit SPOT merupakan satelit penginderaan jauh pertama yang
menggunakan dua sensor yang berbentuk sapu (Puslzbroonz) dengan teknik
penyiaman (Scanning) dan dilengkapi telemetri untuk mengirimkan data ke stasiun
penerilna di bulni (Purwadhi, 2001).
Hingga haat ini satelit SPOT ielah memi!iki 3 generasi, generasi terakhii
satelit SPOT yaitu SPOT 5. Berikut disampaikan karakteristik satelit SPOT dari
beberapa generasi :
Tabel 3. Karakteristik beberapa generasi satelit SPOT
/
Karakteristik
I
SPOT5
I
1
SPOT 4
I
I
I
1: Februari 1986
2: Januari 1990
Maret 1998
Mei 2002
Waktu Peluncuran
1 SPOT 1,2 and 3 1
3: September 1993
Ariane 4
Ariane 4
Ariane 213
Sun-synchronous
Sun-synchronous
Sun-synchronous
Roket Peluncur
Orbit
I
I
Waktu melintas;
--
I
Instrumen Sensor
7,4 kps
7,4 kps
Kecepatan
1
2 HRG
I
822 km
I
10130 a.m.
98.7O
98.7'
98.7'
I
I
10:30 a.m.
10:30 a.m.
ekuator
Sudut Inklinasi
822 km
822 km
Ketinggian di ekuator
I
7.4 kps
2 HRV
2 HRVIR
I
I
2 Pankromatik (5 m),
yang di-gabungkan
Jumlab band spektral
yang digunakan dan
Resolusi Spasial
1 Pankromatik (10 m)
untuk meng-hasilkan
.
3 Muliispekral (20 n)
resolusi 2,5 m
3 Multispektral (10 m)
1 short-wave infrared
r
1 short-wave infrared
.-
1 Pankromatik ( I 0 m)
3 Multispektral
(20 m)
(20 m)
(20 m)
Kesohsi temporzl
I~uage~ ~ ~ J U I J J ~ C . T
26 hari
26 hari
26 hari
8 bit
8 bit
8 bit
Lanjutan tabel 3
Karakteristik
Rentang Spektral
SPOT 5
SPOT 4
P: 0,48 - 0,71 ym
P: 0,50 - 0,73 pm
B1 : 0,50 - 0,59 pm
BI: 0 3 0 - 0,59 ym
B2: 0,61 - 0,68 pm
8 2 : 0,61 - 0,68 pm
8 3 : 0,78 - 0,89 ym
B3: 0,78 -0,89 pm
B4- 1,58 - 1,75 pm
B4: 1,58 - 1,75 pm
60 km x 60 km
60 km x 60 km
60 krn x 60 km
to 80 km
to 80 km
to 80 km
2 x 50 Mbps
50 Mbps
50 Mbps
< 50 m (rms)
< 350 ~n( m s )
< 350 m (rnis)
lmasing swath
Telemetri
citra (8 GHz)
SPOT 1 , 2 and 3
P: 0.50 - 0,73 pm
B1: 0,50 - 0,59 pm
8 2 : 0,151 - 0,68 bm
8 3 : 0,78 - O,S9 pm
Akurasi lokasi
absolut (tanpa
Ground control point,
daerah datar)
1
Tabel 4. Karakteristik masing-masing band yang digunakan sensor satelit SPOT
multispektral
Daerah Panjang
Gelombang
Sinar tampak (hijau)
1 Band
1
1
Band Satelit
SPOT
Kegunaanlaplikasi
0.50 - 0.59 pm
Biomassa dan kandungan khloropil
I (kondisi kehijauan vegetasi). Puncak I
reflektansi ada pada ?.0,51 pm
Sinar
0.61 - 0.68 pm
tampak
Diskriminasi vegetasi. Band pada
(me~ah)
daerah yang
Band 2
(maks pada h. 0.66 pm) yang dapat
I
I membantu
I
Infra merali dekat
/ Band 3
I
1
I
pernbedaan
khlornpil
jenis
1
tumbuhan.
0.79 - 0.89 pm
I
menyerap
I Identifikasi akumulasi biomassa dan
I batas-batas daratan dan perairai:. I
/ Terjadi kontras antara daun hidup I
dan daun mati serth sensitif terhadap
I
Lanjutan tabel 4
Daerah Panjang
Gelombang
/
Band Satelit
SPOT
lnfra merah sedans
(SPOT 4 dan SPOT 5)
I Band
I
1
1.58 - 1.75 pm
I
I
4
1
I
Kegunaanlaplikasi
I kadar air permukaan :anah.
1 Pendeteksian
I
kandungan
air
(kelembaban) permukaan, deliniasi
/
I batas-batas perbedaan presipitasi. I
1 Sensitif terhada!, kadar air tanaman /
1 dan tanali, dan kerapatan tegakan.
1
Suinber : Jaya (2002)
C. Koreksi Geometris
Menurut Jaya (2002) sistem penginderaan jauh yang telah dikembangkan
sampai saat ini bukanlah sistein yang sempurna. Bentilk relief perrnukaan bumi yang
begitu kompleks tidak bisa direkam secara sempuma oleh sensor penginderaan jauh
karena sensor umumnya mempunyai keterbatasan resolusi spasial, spektral, temporal
dan radiometrik. Data yang direkatn pada uinuliinya masih inengandung distorsi atau
kesalahan baik geometrik lnaupun radiometrik.
Berdasarkan sumbernya, kesalahan geometrik dapat dikelomnokkan menjadi
dua tipe, yaitu kesalahan internal dan kesalahan eksternal. Kesalahan internal
disebabkan oleh :
1) Pembelokan arah penyinaran menyebabkan distorsi panoramik (look angle)
2 ) Abrasi sub-sistem optik karena kemiringan cermin penyiarn (Scul? nzir.i.01.)
sehingga cakupan tidak tegak lurus
3) Sistem penyiaman (Scanning systenz) yang tidak linier karena kecepatan
cermin penyiam barubah yang mengakibatkan pergeseran lokasi setiap pixel.
Kesalahan eksternal disebabkan oleh :
1) Perubahan
ketinggian wahana dan kecepatan
wahana menyebabkan
peruhahan cakilpan (co~wc!ge)dan yerubahan luas. yang mengakibatkan
perubahan skala pada arah orbit
2) Perubahan posisi wahana terhadap obyek karena gerakan berputar (roN),
yang mengakibatkan terjadinya
menggelinding ipitclz), dan berhelok @m),
distorsi atau bising acak (rundonz)
3) Rotasi bumi gerakan putaran bumi saat pengambilan data, sehingga
mengakibatkan obyek miring ke arah barat.
4) Kelengkungan bumi mengakibatkan ukuran piksel yang direkam menjadi
berubah, karena terjadinya sudut pada arah perekarnan (uccros [rack), yaitu
antara piksel yang direkam di titik nadir dengan piksel pada saat sensor
stunner melakukan
penyiaman.
Kesalahan geometrik menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kesalahan sisternatis dan kesalahan rundon1 (acak) (Punvadhi, 2001, Lillesand dan
Kiefer, 1994).
1) Kesalahan sisternatis
Kesalahan sistematik bisanya lebih mudah dikoreksi dengan menggunakan
model matematis yang berdasarkan data sebelum peluncuran.
2) Kesalahan random (acak)
Kesalahan acak hanya dapat dikoreksi dengan menggunakan titik kontrol
lapangan (Ground Control I'ointlGCP) yang tersebar lnerata pada citra.
Koreksi geometris disebut juga dengar. proses rektifikasi citra. Rektifikasi
merupakan proses untuk memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga memiliki
proyeksi yang sama dengan peta. Proses rektifikasi dilakukan dengan dua cara yaitu :
rektifikasi citra ke peta dan rektifikasi citra ke citra (Jaya, 1997).
Menurut Smith dan Brown (1997) rektifikasi adalah proses transfonnasi data
dari satu sistem grid ke sistem grid yang lain dengan menggunakan persamaan
polinomial orde ke-n. Salah satu bentuk rektifikasi adalah Ortorektifikasi yang
berfungsi untuk mengkoreksi kesalahan ~errnukaan(terrain) dan dapat dilakukan
apabila ada data Digital .EIevution Model (DEM) pada daerah studi. Hasil dari proses
ortorektifikasi adalah orllzoinzuge (digital ortlzopoto). Pada daerah yang relatif datar
ortorektifikasi 'tidak harus dilakukan, tetapi untuk daerah yang bergunung-gunung
atau pads penggunaan foto udara proses tersebut perlu dilakukan.
Lillesand dan Kiefer (1994) menyatakan bahwa dalam proses rektifikasi
terjadi proses resamnpling yaitu penempatan kembali pisel-piksel citra lama pada
posisi yang telah dikoreksi pada citra baru. Ada tiga macam proses resanzpling, yaitu
: nearest neigborhood, bilinear dan cubic convulation. Proses yang sering digunakan
adalah nearesl neiglzborlzood.
D. Koreksi Radiometris
Jumlah pantulan radiasi elektromagnetik yang ditangkap oleh sensor satelit
diwujudkan dalam bentuk nilai digital (ljigital Nunzber/2)N) pada. citra. Energi
tersebut berasal dari radiasi matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi.
Pantulan radiasi elektromagnetik yang diterirna oleh sensor satelit tidak hanya berasal
dari pantulan permukaan bumi saja, pantulan energi tersebut masih dipengaruhi oleh
faktor- faktor yang lain. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain: kondisi atlnosfer
pada saat citra direkam, scene illunziiza/ion,variasi pandangan secara geolnetri dan
karakteristik respon sensor (Lillesand dan Kiefer, 1994). Jadi sebenamya energi yang
diterima oleh sensor satelit berupa akurnulasi dari efek-efek yang ditimbulkan oleh
faktor-faktor di atas. Oleh karena itu untuk memperoleh nilai pantulan sebenarnya
(nilai reflektan) dari permukaan bumi citra asli ( r u ~inluge)
~
perlu dikoreksi
radiometrik. Nilai reflektan menunjukkan jurnlah radiasi energi elektromagnetik yang
dipantulkan kembali oleh suatu permukaan bumi.
Kesalahan atau cacat radiometrik merupakan kpsalahan yang berupa
pergeseran nilai atau derajat keabuan elemen gambar @isel) pada citra. Penyebab
kesalahan radiometrik dibedakan menjadi tiga :
1) Kesalahan pada sistem optik, penyebabnya adalah bagian pembentuk citra
buram dan perubahan kekuatan sinyal.
2) Kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer
yang ciisebabkan oleh pengaruh hamburan dan serapan, tanggapan (revonse)
amplitudo yang tidak linier serta tejadinya bising (noise) pada waktu
transmisi data.
Faktor yang sangat berpengaruh dala~nkesalahan topografis adalah sudut azimuth
matahari, sudut elevasi matahari, slope dan uspeci permukaan bumi.
Ga~nbar3. Pengaruh kondisi topografis terhadap nilai reflektan
Koreksi topografis (nonnalisasi topografis) perlu dilakukan sebagai proses
awal untuk klasifikasi penutupan vegetasi secara inultispektral dan ~nultite~nporal
(Riafio el cl., 2003). Kesulitan utama dala~npenerapan koreksi topoyafis adalah
kurangnya metode yang umuin dan dapat