Komposisi Tegakan Dan Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Tegakan Di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat
KOMPOSISI TEGAKAN DAN PENDUGAAN KARBON
TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN LINDUNG
KABUPATEN PAKPAK BHARAT
TESIS
Oleh
IRWAN BAKO
077004009/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
S
E K
O L
A H
P A
S C
A S A R JA N
(2)
KOMPOSISI TEGAKAN DAN PENDUGAAN KARBON
TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN LINDUNG
KABUPATEN PAKPAK BHARAT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
IRWAN BAKO
077004009/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(3)
Judul Tesis : KOMPOSISI TEGAKAN DAN PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN LINDUNG KABUPATEN PAKPAK BHARAT
Nama Mahasiswa : Irwan Bako
Nomor Pokok : 077004009
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Ketua
(Dr. Delvian, SP., MP) Anggota
(Dr. Budi Utomo, SP., MP) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc)
(4)
Telah diuji pada Tanggal : 1 April 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S
Anggota : 1. Dr. Delvian, SP., MP
2. Dr. Budi Utomo, SP., MP
3. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc
(5)
KOMPOSISI TEGAKAN DAN PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN LINDUNG KABUPATEN PAKPAK BHARAT
Irwan Bako, Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S, Dr. Delvian, SP., MP dan Dr. Budi Utomo, SP., MP
ABSTRAK
Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan. Hutan mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Potensi hutan berupa keanekaragaman hayati dan kandungan karbon tersimpan perlu dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi tegakan dan mengetahui kandungan karbon tersimpan pada tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat.
Penelitian dilakukan mulai April 2009. Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak dan peletakan contoh dengan metode sistematic
sampling with random start. Identifikasi dilakukan terhadap tingkat pertumbuhan
tiang (dbh10 cm – 29,9 cm). dan pohon (dbh ≥ 30) cm dengan ukuran plot 10 m x 10 m untuk tingkat pertumbuhan tiangdan 20 m x 20 m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Metode perhitungan karbon menggunakan model alometrik Biomasa Kettering, (2001) dan Hairiah et al, (1999) karena model ini sangat sederhana serta mengakomodasi variabel yang lebih banyak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 72 plot yang diteliti tercatat 128 jenis tegakan yang tergolong dalam 57 marga dan 37 suku. Jenis yang mendominasi di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat adalah Archidendron sp dengan nilai INP 20,4 untuk tingkat tiang, dan untuk tingkat pohon didominasi oleh Lithocarpus
bennetti dengan INP 19,9%. Indeks kekayaan (R1) pada tingkat tiang sebesar 15,14 dan pada tingkat pohon sebesar 15,45. Indeks keanekaragaman (H1) sebesar 4,2 pada tingkat tiang dan 4,03 pada tingkat pohon. Indeks kemerataan (E1) sebesar 0,69 pada tingkat tiang dan 0,72 pada tingkat pohon. Kandungan karbon tersimpan pada tegakan adalah 143,7 ton/ha dan kandungan karbon tersimpan pada tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat adalah 4.605.297,6 ton.
(6)
THE TREES COMPOSITION AND ESTIMATING OF TREES CARBON SINK IN PROTECTED FOREST PAKPAK BHARAT DISTRICT
Irwan Bako, Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S, Dr. Delvian, SP., MP and Dr. Budi Utomo, SP., MP
ABSTRACT
Forest has various of benefit for lives. Forest supports human life in so many aspects. Forest potency has the shape of variety involves and carbon content are kept must to assess. The objective of this research was to know trees composition and carbon sink in protected forest Pakpak Bharat District.
This research was carried out at April 2009. Vegetation survey was conducted by using band method and sampling based on sistematic sampling with random start. Structure of tree community was observed for all life trees which categorized by age:pole, and tree. The group of trees (dbh ≥ 30) was identified with the 20x20 m2 main plot, and 10x10 m2 sub plot for pole (dbh10 – 29,9 cm) category were made inside. Method of carbon calculation uses model Biomasses Alometric Kettering (2001) and Hairiah et al (2007) because this model very simple and accommodation variable that more.
The Research showed from 72 plots studied, 128 tree species found consisting of 57 genus and 37 families. In the pole stage Archidendron sp were the dominant species with IVI were 20,4, and in the tree stage Lithocarpus bennetti were the dominant species with IVI 19,9. In the pole stage found that richness index (R1) were 15,14 and in the tree stage were 15,45. Diversity index (H1) were 4,2 in the pole stage and 4,03 in the tree stage. Eveness index (E1) were 0,69 in the pole stage and 0,72 in the tree stage. Average of carbon sink in protected forest Pakpak Bharat District were 143,7 tons/ha and carbon sink that exiest in protected forest Kabupaten Pakpak District is 4.605.297,6 tons.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang merupakan tugas akhir dalam menempuh Magister Sains di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Tema dari penelitian ini adalah mengenai Komposisi dan Kandungan Karbon Tersimpan Tegakan Berupa Tiang dan Pohon di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si, Bapak Dr. Delvian, SP., MP dan Bapak Dr. Budi Utomo, SP., MP yang telah membimbing penulis dalam penulisan dan penyempurnaan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc dan Ir. Guslim, MS selaku Dosen Penguji yang memberi masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. 3. Kepada kedua orang tua dan Istriku tercinta Sudarni Berutu dan ananda
tersayang Imam Alkhoiri Kadepa Bako yang dengan sabar memberi dorongan dan doa selama pendidikan.
4. Saudara Mahya dan kawan-kawan telah membantu penulis ke lapangan dan mengidentifikasi pohon selama penelitian.
5. Kawan-kawan di Program Studi PSL tahun 2007, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian dalam tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Semoga kiranya tesis ini bermanfaat bagi manusia dan kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan bersyukur kepada Allah SWT atas rahmat yang telah
(8)
diberikan-RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidikalang Kabupaten Dairi pada tanggal 30 Nopember 1978. Penulis merupakan anak kedua dari 5 bersaudara dari Bapak H. A. Bako dan Ibu Hj. N. Bancin.
Tahun 1997 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Medan. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi perguruan tinggi melalui tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke Program Magister Sains pada Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Sejak tahun 2004 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kabupaten Pakpak Bharat sampai saat ini.
Pada tahun 2006 penulis menikah dengan Sudarni Berutu dan Alhamdulillah saat ini penulis telah dikaruniakan Allah SWT seorang anak, yaitu Imam Alkhoiri Kadepa Bako.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
1. Latar Belakang ... 1
2. Perumusan Masalah ... 3
3. Tujuan Penelitian ... 4
4. Manfaat Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
1. Hutan ... 5
2. Komposisi Tegakan Hutan ... 8
3. Analisis Vegetasi ... 11
4. Peranan Hutan Sebagai Penyerap Karbon... 14
5. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 16
BAHAN DAN METODE ... 20
1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
2. Bahan dan Alat ... 20
3. Pelaksanaan Penelitian ... 20
4. Proses Pengambilan Bahan dan Data ... 23
5. Analisis Data ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
1. Interpretasi Citra Landsat ... 31
2. Jumlah Jenis Tegakan ... 32
3. Dominansi Jenis Tegakan ... 34
4. Indeks Kekayaan, Keanekaragaman dan Kemerataan ... 38
5. Jenis Kelompok HHbK (Hasil Hutan bukan Kayu) ... 41
(10)
KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
1. Kesimpulan ... 48
2. Saran ... 48
(11)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Daftar Jumlah Jenis di Hutan Alam Rimbo Panti
di Kabupaten Pasaman... 10 2. Kerapatan Tegakan pada Beberapa Tipe Hutan Dataran Rendah... 11 3. Status Kawasan Kabupaten Pakpak Bharat Berdasarkan
SK Menhut RI No.44/Menhut-II/2005... 18 4. Daftar Nama Lokasi, Azimuth, dan Ketinggian dari Permukaan
Laut... 21 5. Penutupan Lahan di Hutan Lindungan Kabupaten Pakpak Bharat.... 32 6. Daftar Jumlah Jenis Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak
Bharat……….. 33
7. Indeks Nilai Penting Beberapa Jenis Dominan yang Ditemui
di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat………. 35
8. Indeks Kekayaan, Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat………. 39
9. Daftar Jenis Tegakan yang Merupakan Kelompok HHbK
di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat………. 42
10. Daftar Kandungan Biomasa Tegakan (ton/ha) dan Karbon Tersimpan pada Tegakan (ton/ha) di Hutan Lindung
(12)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Peta Citra Landsat Kabupaten Pakpak Bharat……….. ... 17
2. Letak Blok Penelitian di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat . 22 3. Jalur Penelitian dalam Blok Penelitian di Hutan Lindung
Kabupaten Pakpak Bharat ... 23 4. Skematis Cara Menentukan Ketinggian Pengukuran dbh Batang
Pohon yang Bentuknya Tidak Teratur ... 24 5. Peta Penutupan Lahan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat .. 31
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Daftar Nama Tegakan yang Ditemukan di Hutan Lindung
Kab. Pakpak Bharat ... 53 2. Daftar Dominansi Jenis pada Tingkat Pertumbuhan Tiang yang
Ditemukan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat ... 56 3. Dominansi pada Tingkat Pohon yang Ditemukan di Hutan Lindung
Kab. Pakpak Bharat ... 58 4. Daftar Biomasa (kg) dan Karbon Tersimpan pada Tingkat
Pertumbuhan Tiang di Blok Uruk Gantung ... 60 5. Daftar Biomasa (kg) dan Karbon Tersimpan pada Tingkat
Pertumbuhan Tiang di Blok Sibudun ... 63 6. Daftar Biomasa (kg) dan Karbon Tersimpan pada Tingkat
Pertumbuhan Tiang di Blok Kuta Tinggi ... 67 7. Daftar Biomasa (kg) dan Karbon Tersimpan pada Tingkat
Pertumbuhan Tiang di Blok Kecupak ... 70 8. Daftar Biomasa (kg) dan Karbon Tersimpan pada Tingkat
Pertumbuhan Pohon di Blok Uruk Gantung ... 74 9. Daftar Biomasa (kg) dan Karbon Tersimpan pada Tingkat
Pertumbuhan Pohon di Blok Sibudun ... 76 10. Daftar Biomasa (kg) dan Karbon Tersimpan pada Tingkat
Pertumbuhan Pohon di Blok Kuta Tinggi ... 79 11. Daftar Biomasa (kg) dan Karbon Tersimpan pada Tingkat
Pertumbuhan Pohon di Blok Kecupak ... 82 12. Daftar Berat Jenis Tegakan yang Ditemukan di Hutan Lindung
(14)
KOMPOSISI TEGAKAN DAN PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN LINDUNG KABUPATEN PAKPAK BHARAT
Irwan Bako, Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S, Dr. Delvian, SP., MP dan Dr. Budi Utomo, SP., MP
ABSTRAK
Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan. Hutan mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Potensi hutan berupa keanekaragaman hayati dan kandungan karbon tersimpan perlu dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi tegakan dan mengetahui kandungan karbon tersimpan pada tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat.
Penelitian dilakukan mulai April 2009. Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak dan peletakan contoh dengan metode sistematic
sampling with random start. Identifikasi dilakukan terhadap tingkat pertumbuhan
tiang (dbh10 cm – 29,9 cm). dan pohon (dbh ≥ 30) cm dengan ukuran plot 10 m x 10 m untuk tingkat pertumbuhan tiangdan 20 m x 20 m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Metode perhitungan karbon menggunakan model alometrik Biomasa Kettering, (2001) dan Hairiah et al, (1999) karena model ini sangat sederhana serta mengakomodasi variabel yang lebih banyak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 72 plot yang diteliti tercatat 128 jenis tegakan yang tergolong dalam 57 marga dan 37 suku. Jenis yang mendominasi di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat adalah Archidendron sp dengan nilai INP 20,4 untuk tingkat tiang, dan untuk tingkat pohon didominasi oleh Lithocarpus
bennetti dengan INP 19,9%. Indeks kekayaan (R1) pada tingkat tiang sebesar 15,14 dan pada tingkat pohon sebesar 15,45. Indeks keanekaragaman (H1) sebesar 4,2 pada tingkat tiang dan 4,03 pada tingkat pohon. Indeks kemerataan (E1) sebesar 0,69 pada tingkat tiang dan 0,72 pada tingkat pohon. Kandungan karbon tersimpan pada tegakan adalah 143,7 ton/ha dan kandungan karbon tersimpan pada tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat adalah 4.605.297,6 ton.
(15)
THE TREES COMPOSITION AND ESTIMATING OF TREES CARBON SINK IN PROTECTED FOREST PAKPAK BHARAT DISTRICT
Irwan Bako, Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S, Dr. Delvian, SP., MP and Dr. Budi Utomo, SP., MP
ABSTRACT
Forest has various of benefit for lives. Forest supports human life in so many aspects. Forest potency has the shape of variety involves and carbon content are kept must to assess. The objective of this research was to know trees composition and carbon sink in protected forest Pakpak Bharat District.
This research was carried out at April 2009. Vegetation survey was conducted by using band method and sampling based on sistematic sampling with random start. Structure of tree community was observed for all life trees which categorized by age:pole, and tree. The group of trees (dbh ≥ 30) was identified with the 20x20 m2 main plot, and 10x10 m2 sub plot for pole (dbh10 – 29,9 cm) category were made inside. Method of carbon calculation uses model Biomasses Alometric Kettering (2001) and Hairiah et al (2007) because this model very simple and accommodation variable that more.
The Research showed from 72 plots studied, 128 tree species found consisting of 57 genus and 37 families. In the pole stage Archidendron sp were the dominant species with IVI were 20,4, and in the tree stage Lithocarpus bennetti were the dominant species with IVI 19,9. In the pole stage found that richness index (R1) were 15,14 and in the tree stage were 15,45. Diversity index (H1) were 4,2 in the pole stage and 4,03 in the tree stage. Eveness index (E1) were 0,69 in the pole stage and 0,72 in the tree stage. Average of carbon sink in protected forest Pakpak Bharat District were 143,7 tons/ha and carbon sink that exiest in protected forest Kabupaten Pakpak District is 4.605.297,6 tons.
(16)
P E N D A H U L U A N
1 . L a t a r B e l a ka n g
Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu kabupaten dari Provinsi Sumatera yang terletak di kawasan Pantai Barat Sumatera Utara. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Dairi. Kabupaten ini terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2003. Kabupaten ini memiliki wilayah seluas 121.830 hektar.
Kabupaten Pakpak Bharat memiliki kawasan hutan yang luas. Bila ditinjau berdasarkan peta kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara (SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005), dari 121.830 ha luas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat sekitar 106.404,32 hektar merupakan kawasan hutan atau sekitar 87,43% dari luas wilayah total kabupaten. Seluas 43.906,8 hektar diantaranya adalah Hutan Lindung, 7.938,45 hektar Hutan Produksi, 48.852 hektar Hutan Produksi Terbatas, 5.495,85 hektar Hutan Suaka Alam dan selebihnya adalah Areal Penggunaan Lain.
Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan. Hutan mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek misal kebutuhan akan air, oksigen, keanekaragaman genetik, kenyamanan (iklim mikro), keindahan (wisata), penghasilan (hasil hutan non kayu dan kayu), penyerapan carbon (carbon sink), pangan dan obat-obatan. Manfaat hutan kita dapatkan apabila pengelolaan sumberdaya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
(17)
Sebagian besar hutan-hutan di Indonesia termasuk dalam Hutan Hujan Tropis, yang mengandung keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Hutan Hujan Tropis merupakan masyarakat yang kompleks, tempat yang menyediakan pohon dari berbagai ukuran. Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi merupakan suatu koleksi yang unik dan mempunyai potensi genetik yang besar.
Hutan sebagai ekosistem harus dapat dipertahankan kualitas dan kuantitasnya dengan cara pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem hutan. Pemanfaatan ekosistem hutan akan tetap dilaksanakan dengan mempertimbangkan kehadiran keseluruhan fungsinya. Pengelolaan hutan yang hanya mempertimbangkan salah satu fungsi saja akan menyebabkan kerusakan hutan.
Saat ini di dunia internasional telah berkembang trend baru melalui perdagangan karbon (CO2). Perdagangan karbon diawali dengan disepakatinya Kyoto
Protocol bahwa negara-negara penghasil emisi karbon harus menurunkan tingkat emisinya dengan menerapkan teknologi tinggi dan juga menyalurkan dana kepada negara-negara yang memiliki potensi sumberdaya alam untuk mampu menyerap emisi karbon secara alami misalnya melalui vegetasi hutan.
Perdagangan karbon merupakan sebuah paradigma baru dalam sektor kehutanan dan dapat menjadi peluang bagi Indonesia yang notabene merupakan negara berkembang untuk mendapatkan devisa melalui sektor ini. Melalui Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) inilah negara berkembang seperti Indonesia dapat berpartisipasi dalam rangka perdagangan karbon.
(18)
Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Keberadaan kawasan hutan ini merupakan aset daerah yang harus terus dikelola dan dikembangkan ke arah yang lebih baik, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Untuk pengembangan dan pengelolaan ini perlu dilakukan berbagai penelitian dan pengembangan.
Informasi tentang potensi hutan di Kabupaten Pakpak Bharat saat ini sangat minim. Potensi hutan berupa keanekaragaman hayati dan kandungan karbon tersimpan perlu dikaji, dan informasi yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi dasar dalam membantu tindakan dan perlakuan tepat sehingga tujuan pengelolaan hutan yang lestari dapat tercapai.
Berdasarkan hal tersebut maka dipandang perlu untuk mengadakan penelitian tentang Komposisi Tegakan dan Pendugaan Karbon Tersimpan pada Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat.
2. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan pada hal sebagai berikut:
1. Bagaimana komposisi tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat? 2. Berapa besar kandungan karbon tersimpan pada tegakan di hutan lindung
(19)
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui komposisi tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat. 2. Mengetahui potensi karbon tersimpan pada tegakan di hutan lindung
Kabupaten Pakpak Bharat.
4. Manfaat Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini dapat diperoleh informasi komposisi tegakan dan besar kandungan karbon tersimpan pada tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat, demi membantu tindakan pengelolaan hutan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat.
(20)
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hutan
Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan luar hutan. Hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan hutan, margasatwa dan alam lingkungannya begitu erat sehingga hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem (Soeranegara dan Indrawan, 1998).
Pohon tidak dapat dipisahkan dari hutan, karena pepohonan adalah vegetasi utama penyusun hutan tersebut. Selama pertumbuhannya pohon melewati berbagai tingkat kehidupan sehubungan dengan ukuran tinggi dan diameternya. Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan.
Hutan merupakan suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup dalam lapisan dan permukaan tanah, yang terletak pada suatu kawasan dan membentuk suatu ekosistem yang berada dalam keadaan keseimbangan dinamis. Dengan demikian berarti berkaitan dengan proses-proses yang berhubungan yaitu:
1. Hidrologis, artinya hutan merupakan gudang penyimpanan air dan tempat menyerapnya air hujan maupun embun yang pada akhirnya akan mengalirkannya ke sungai-sungai yang memiliki mata air di tengah-tengah hutan secara teratur
(21)
menurut irama alam. Hutan juga berperan untuk melindungi tanah dari erosi dan daur unsur haranya.
2. Iklim, artinya komponen ekosistem alam yang terdiri dari unsur-unsur hujan (air), sinar matahari (suhu), angin dan kelembaban yang sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan bumi, terutama iklim makro maupun mikro.
3. Kesuburan tanah, artinya tanah hutan merupakan pembentuk humus utama dan penyimpan unsur-unsur mineral bagi tumbuhan lain. Kesuburan tanah sangat ditentukan oleh faktor-faktor seperti jenis batu induk yang membentuknya, kondisi selama dalam proses pembentukan, tekstur dan struktur tanah yang meliputi kelembaban, suhu dan air tanah, topografi wilayah, vegetasi dan jasad jasad hidup. Faktor-faktor inilah yang kelak menyebabkan terbentuknya bermacam-macam formasi hutan dan vegetasi hutan.
4. Keanekaan genetik, artinya hutan memiliki kekayaan dari berbagai jenis flora dan fauna. Apabila hutan tidak diperhatikan dalam pemanfaatan dan kelangsungannya, tidaklah mustahil akan terjadi erosi genetik. Hal ini terjadi karena hutan semakin berkurang habitatnya.
5. Sumber daya alam, artinya hutan mampu memberikan sumbangan hasil alam yang cukup besar bagi devisa negara, terutama di bidang industri. Selain itu hutan juga memberikan fungsi kepada masyarakat sekitar hutan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain kayu juga dihasilkan bahan lain
(22)
seperti damar, kopal, gondorukem, terpentin, kayu putih dan rotan serta tanaman obat-obatan.
6. Wilayah wisata alam, artinya hutan mampu berfungsi sebagai sumber inspirasi, nilai estetika, etika dan sebagainya (Simon, 2008).
Daniel et al, (1992) mengatakan bahwa hutan memiliki beberapa fungsi bagi kehidupan manusia antara lain: (1) pengembangan dan penyediaan atmosfir yang baik dengan komponen oksigen yang stabil, (2) produksi bahan bakar fosil (batu bara), (3) pengembangan dan proteksi tanah, (4) produksi air bersih dan proteksi daerah aliran sungai terhadap erosi, (5) penyediaan habitat dan makanan untuk binatang, serangga, ikan dan burung, (6) penyediaan material bangunan, bahan bakar dan hasil hutan, (7) manfaat penting lainnya seperti nilai estetis, rekreasi, kondisi alam asli, dan taman.
Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:
a. menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;
b. mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari;
c. meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;
d. meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan
(23)
sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan
e. menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 6 ayat 1 dan 2, membagi hutan menurut fungsi pokoknya menjadi (1) hutan konservasi, (2) hutan lindung dan (3) hutan produksi. Definisi yang diberikan untuk “hutan lindung” adalah
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
2. Komposisi Tegakan Hutan
Masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luas disebut vegetasi. Satuan vegetasi hutan yang tersebar (major vegetation unit) adalah formasi hutan. Untuk daerah tropika perbedaan antara formasi-formasi hutan dapat bertolak dari perbedaan iklim, fisiognomi (struktur) hutan, perbedaan habitan terutama tanah dan letak tinggi, dan sejarah perkembangannya (suksesi) (Soeranegara dan Indrawan, 1998).
Biasanya, suatu asosiasi hutan menempati wilayah yang luas. Bagian dari asosiasi hutan yang betul-betul diselidiki dan diketahui komposisi jenis-jenis pohonnya disebut asosiasi konkrit. Asosiasi-asosiasi hutan yang berlainan komposisinya tetapi memiliki fisiognomi yang bersamaan digolongkan ke dalam satu formasi hutan (Suin, 2002).
(24)
Kelimpahan jenis ditentukan, berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting, volume, biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan (Simon, 1993).
Frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis-jenis dalam suatu areal. jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran yang kurang luas. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas. Dominasi suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan penguasaan suatu jenis terhadap komunitas (Simon, 1993).
Suatu daerah yang didominasi oleh hanya jenis-jenis tertentu saja, maka daerah tersebut dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah. Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi, karena di dalam komunitas itu terjadi interaksi antara jenis yang tinggi. Lebih lanjut dikatakan, keanekaragaman merupakan ciri dari suatu komunitas terutama dikaitkan dengan jumlah dan jumlah individu tiap jenis pada komunitas tersebut. Keanekaragaman jenis menyatakan suatu ukuran yang menggambarkan variasi jenis tumbuhan dari
(25)
suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari setiap jenis (Soerianegara,1996).
Yusuf et al (2005) mengatakan bahwa pulau Sumatera dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati yang memiliki kawasan hutan dengan keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi. Hutan Alam Rimbo Panti di Sumatera Barat dengan luas ± 3400 ha termasuk salah satu kawasan hutan yang memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan mempunyai tipe vegetasi cukup beragam.
Tabel 1. Daftar Jumlah Jenis di Hutan Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman
Uraian Hutan Alam Rimbo Panti
Luas Penelitian 3 ha
Jumlah Jenis 199
Jumlah Marga 113
Jumlah Suku 48
Dipterocarpaceae:
Jumlah Jenis 4
Jumlah Pohon 12
Sumber: Yusuf et al (2005)
Sebagai perbandingan, kerapatan tegakan pada beberapa tipe hutan dataran rendah disajikan pada Tabel 2.
(26)
Tabel 2. Kerapatan Tegakan pada Beberapa Tipe Hutan Dataran Rendah
No Tipe Hutan dan Lokasi
Kerapatan Tegakan (individu/ha)
1 Kutan Kerangas, TNDS, Kalbar1) 870 2 Hutan Dipterocarpa, TNDS, Kalbar1) 550 3 Hutan Rawa Gambut, TNDS, Kalbar1) 750 4 Hutan Hujan Dataran Rendah, Ketambe, TNGL2) 524 5 Hutan Hujan Dataran Rendah, Pakuli, TNLR3) 323 6 Hutan Kerangas Primer, TNDS, Kalbar4) 1030 7 Hutan Kerangas bekas kebakaran, TNDS, Kalbar5) 10 8
Hutan hujan dataran rendah sekunder, TNDS,
Kalbar6) 160
9 Hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat 1005
Sumber: 1) = Giesen (1987), 2) = Sambas (1999), 3) = Purwaningsih dan Yusuf (2005), 4) = Onrizal (2004), 5) = Onrizal et al. (2005), 6) = Onrizal et al. (2005),
3. Analisis Vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik antara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono dan Surachman, 1990).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya (Marsono dan Surachman, 1990).
(27)
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan satuan yang yang diselidiki adalah suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit. Analisa vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan:
I. Mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya.
II. Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar (Soeranegara dan Indrawan, 1998).
Supaya data penelitian yang akan diperoleh bersifat valid, maka sebelum melakukan penelitian dengan metoda sampling kita harus menentukan terlebih dahulu tentang metode sampling yang akan digunakan, jumlah, ukuran dan peletakan satuan-satuan unit contoh. Pemilihan metode sampling yang akan digunakan bergantung pada keadaan morfologi jenis tumbuhan dan penyebarannya, tujuan penelitian dan biaya serta tenaga yang tersedia (Kusmana, 1997).
Dari segi floristis – ekologis “random sampling hanya mungkin digunakan
apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai “sistemic sampling” bahkan “purposive sampling” pun boleh digunakan
(28)
Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaannya sebelumnya, paling baik digunakan cara jalur atau tansek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan tanah, topografi dan elevasi. Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak (Kusmana, 1997).
Petak ukur jalur pada umumnya cukup panjang, mencapai 5 km atau lebih. Untuk memudahkan pencatatan data, petak ukur dibagi-bagi kedalam satuan hm (100 m). Dalam perkembangan berikutnya, pengukuran tidak dilakukan pada seluruh jalur melainkan diselang-seling. Hal ini dilandasi dugaan bahwa cara pengukuran selang-seling akan mengurangi waktu pengukuran, tetapi kecermatan
samplingnya tidak banyak berpengaruh (Simon, 1993).
Pada mulanya panjang jalur 100 m dan lebar 20 m, kemudian panjang semakin berkurang sampai menjadi bentuk bujur sangkar. Bentuk petak ukur persegi panjang maupun bujur sangkar merupakan penyederhanaan bentuk petak ukur jalur (Simon, 1993).
Cain (1938) mengatakan bahwa titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis (species), maka dalam menetapkan besar atau banyaknya petak-petak sampling perlu digunakan kurva (lengkung) speciesnya. Kurva
species-species ini diperlukan untuk menetapkan: (1) Luas atau besar minimum suatu petak
(29)
yang diperlukan agar hasilnya mewakili hasil tegakan (Soeranegara dan Indrawan, 1998).
Menurut Richard (1952) untuk kebanyakan hutan hujan tropika petak tunggal seluas 1,5 ha sudah cukup mewakili tegakan, sedangkan Wyatt and Smith (1959) menganggap bahwa petak sebesar 1,5 acre (0,6 ha) saja sudah cukup mewakili (Soeranegara dan Indrawan, 1998).
4. Peranan Hutan Sebagai Penyerap Karbon
Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 di mana dengan
bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara
lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen (Adinugroho, dkk, 2009).
Polunin (1997) mengatakan bahwa hutan tropis mempunyai biomassa lazimnya 450 (dengan kisaran 60-800) ton per hektar, tergantung kepada tipe vegetasi dan tipe tanah. Dan kebanyakan biomassa ini terdapat dalam batang-batang pohon. Palm et al (1999) mengemukakan bahwa pohon hutan menyimpan 50-80% karbon namun akumulasinya dipengaruhi oleh jenis, tanah, iklim dan manajemen.
Tresnawan dan Rosalina (2002) mengatakan bahwa biomassa pohon di hutan primer Dusun Aro, Jambi adalah 366,95 ton/ha terdiri dari 348,02 ton/ha biomassa
(30)
pohon, 11,74 ton/ha nekromasa pohon, 0,83 ton/ha tumbuhan bawah, 5,35 ton/ha serasah kasar dan 1,01 ton/ha serasah halus. Selanjutnya Bakri (2009) mengatakan bahwa cadangan karbon di hutan taman wisata alam Taman Eden sebanyak 95,82 ton/ha.
Peranan Hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Apabila laju konsumsi bahan bakar dan pertumbuhan ekonomi global terus berlanjut seperti yang terjadi pada saat ini, maka dalam jangka waktu 100 tahun yang akan datang suhu global rata-rata akan meningkat sekitar 1,7 - 4,5 OC (Indriayanto, 2006).
Perubahan iklim merupakan fenomena global yang ditandai dengan berubahnya suhu dan distribusi curah hujan. Kontributor terbesar bagi terjadinya perubahan tersebut adalah gas-gas di atmosfer yang sering disebut gas rumah kaca (GRK) seperti karbondioksida (CO2), methana (CH4) dan nitorus oksida (N2O) yang
konsentrasinya terus mengalami peningkatan. Gas-gas tersebut memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang bersifat panas sehingga suhu bumi akan semakin panas jika jumlah gas-gas tersebut meningkat di atmosfer (Najiyati et al, 2005).
Secara umum hutan dengan “net growth” (terutama dari pohon-pohon yang
sedang berada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2, sedangkan
hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan stock karbon tetapi tidak dapat menyerap CO2 berlebih (Adinugroho, dkk, 2009).
(31)
Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah. Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan serasah di permukaan tanah yang banyak (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) konsentrasi C dalam bahan organik biasanya sekitar 46%, oleh karena itu estimasi jumlah C tersimpan per komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat massanya dengan konsentrasi C. Palm
et al (1999) mengemukakan bahwa pohon hutan menyimpan 50-80% karbon namun
akumulasinya dipengaruhi oleh jenis, tanah, iklim dan manajemen.
5. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Pakpak Bharat adalah Kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi. Secara geografis Kabupaten Pakpak Bharat terletak pada koordinat 02023’00”- 20046’00” Lintang Utara dan 98004’– 98024’ Bujur Timur.
Secara administratif, Kabupaten Pakpak Bharat yang terletak di kawasan Pantai Barat Sumatera Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
(32)
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Gambar 1. Peta Citra Landsat Kabupaten Pakpak Bharat
Luas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,3 km2 atau 121.830 hektar. Bila ditinjau berdasarkan peta kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara (SK Menhut RI No. 44/Menhut-II/2005), maka status kawasan Kabupaten Pakpak Bharat
(33)
Tabel 3. Status Kawasan Kabupaten Pakpak Bharat Berdasarkan SK Menhut RI No. 44/Menhut-II/2005
No Uraian Luas (ha) Persentase (%)
1 Hutan Lindung 43.936,6 36.1
2 Hutan Suaka Alam 5.657,0 4.6
3 Hutan Produksi 7.916,71 6.5
4 Hutan Produksi Terbatas 48.894,0 40.1 5 Areal Penggunaan Lain 15.425,7 12.7
6 Total Luas Wilayah 121.830 100
Sumber: SK Menhut RI No. 44/Menhut-II/2005
Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 8 kecamatan yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kecamatan Tinada, Kecamatan Siempat Rube, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut dan Kecamatan Pagindar.
Secara topografis Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu wilayah Pantai Barat Sumatera Utara, berada pada bentang lahan yang didominasi oleh keadaan berbukit hingga bergunung. Kelerengan di daerah ini umumnya miring/ berbukit hingga sangat curam, sehingga penggunaan lahan di kawasan ini didominasi oleh kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas bahkan hutan suaka alam.
Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat berada pada ketinggian antara 200 – 1100 mdpl tergolong daerah tropis basah dengan curah hujan rata-rata 4047
mm/tahun, suhu rata-rata 280 C. Kabupaten Pakpak Bharat didominasi oleh topografi dengan kemiringan lereng lebih dari 15%, bahkan hingga 65%. Daerah ini merupakan kawasan hutan lindung dengan luas sekitar 36% dari 121.830 ha total luas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat.
(34)
Kabupaten Pakpak Bharat didominasi oleh bentuk lahan berbukit hingga bergunung menyebabkan kondisi hidrologi di Kabupaten Pakpak Bharat didominasi oleh drainase alami berupa sungai dan anak sungai yang banyak. Terdapat 22 sungai tersebar di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat dengan panjang total sekitar 452 km. Lae Ordi adalah merupakan sungai terpanjang di Kabupaten Pakpak Bharat dengan panjang mencapai 75 km.
(35)
B A H A N D A N M E T O D E
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah kawasan hutan lindung di Kabupaten Pakpak Bharat yang luasnya 43.966,8 hektar yang ditetapkan berdasarkan SK Menhut RI No. 44/Menhut-II/2005. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Penelitian di lapangan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009.
2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah hutan lindung di Kabupaten Pakpak Bharat sebagai objek penelitian, label spesimen, alkohol untuk pembuatan herbarium.
Alat yang digunakan untuk penelitian baik untuk kegiatan lapangan atau laboratorium adalah buku identifikasi untuk mengidentifikasi herbarium, kompas dan tali untuk pembuatan plot, phi band untuk mengukur diameter batang, haga meter untuk mengukur tinggi tegakan, kamera, alat tulis dan lain-lain.
3. Pelaksanaan Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Metode deskripsi kuantitatif dilakukan dalam tiga tahap penelitian yaitu: penelitian lapangan, penelitian pustaka, laboratorium dan analisis data.
(36)
a. Jenis Data
Data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data-data yang diambil langsung dari lapangan yaitu berupa data studi vegetasi. Data sekunder yang digunakan yaitu berupa data topografi, tanah dan iklim kawasan penelitian yang diperoleh dari Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat.
b. Penentuan Blok Pengamatan
Penelitian dilakukan berdasarkan survey terlebih dahulu di hutan alam pada kawasan Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat, kemudian ditentukan blok pengamatan di kawasan hutan lindung yang mewakili berbagai kondisi lapangan. Letak blok pengamatan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat pada Gambar 2. Daftar nama lokasi, azimut dan ketinggian dari permukaan laut tiap blok disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Daftar Nama Lokasi, Azimut, dan Ketinggian dari Permukaan Laut
Blok Nama Blok Azimuth Ketinggian (mdpl)
1 Uruk Gantung LU : 2
o
39’ 32,2”– 2o 39’ 78,6”
BT : 98o 14’ 43,3”– 98o 15’ 59,5” 300 – 600 2 Sibudun LU : 2
o
43’ 0,2”– 2o 43’ 59,5”
BT : 98o 9’ 7,9”– 98o 9’ 34” 240 - 867 3 Kuta Tinggi LU : 2
o
29’ 24,5”– 2o 29’ 40,4”
BT : 98o 15’ 33”– 98o 15’ 48,3” 756 – 980 4 Kecupak LU : 2
o
30’ 34,7”– 2o 30’ 56,9”
(37)
Gambar 2. Letak Blok Penelitian di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat
c. Penentuan Jalur dan Plot Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak dan peletakan contoh dengan metode sistematic sampling with random start. Penelitian dilakukan pada 4 (empat) blok penelitian, pada tiap blok penelitian terdapat 3 (tiga) jalur atau transek dengan lebar 20 meter. Dalam tiap jalur penelitian dibuat petak petak pengamatan dengan ukuran 20 m x 20 m untuk pohon dan 10 m x 10 m untuk tiang. Jumlah petak pengamatan dalam jalur ditentukan dengan menggunakan kurva lengkung spesies area sehingga diperoleh jumlah petak antara 5 sampai dengan 7 petak pengamatan per jalur. Jarak antara jalur adalah 200 meter sehingga intensitas sampel adalah sebesar 10%. Jumlah plot seluruhnya adalah sebanyak 72 plot.
Blok II
Blok I
Blok IV
(38)
20 m cm
200 m cm
20 m cm
Jalur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Jalur Penelitian dalam Blok Penelitian di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat
4. Proses Pengambilan Bahan dan Data
Identifikasi dilakukan pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon di mana: 1. Tiang, yaitu permudaan dengan diameter batang (dbh) 10 cm – 29.9 cm.
Diidentifikasi pada petak ukur 10 m x 10 m.
2. Pohon, yaitu tumbuhan berkayu dengan diameter batang > 30 cm (dbh = diameter
at breast height = 1,3 m dari permukaan tanah). Diidentifikasi pada petak ukur 20
m x 20 m.
Parameter yang diamati meliputi jenis, jumlah individu pada tiap petak ukur,
Arah jalur 10 m
cm 10 m cm
100 m cm
(39)
A B C D
at breast height = 1,3 m dari permukaan tanah) dengan menggunakan pita diameter.
Untuk jenis jenis vegetasi yang belum dapat dikenali, kemudian bagian tumbuhan diambil untuk kemudian diidentifikasi di Laboratorium Identifikasi Tumbuhan, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera, Medan.
Untuk menentukan ketinggian pengukuran dbh pada batang pohon yang tidak beraturan bentuknya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pada pohon pada lahan berlereng, diletakkan ujung tongkat 1.3 m pada lereng bagian atas;
2. Pada pohon bercabang sebelum ketinggian 1.3 m, diukur dbh semua cabang yang ada;
3. Pada pohon yang terdapat benjolan pada ketinggian 1.3 m, diukur dbh pada 0.5 m setelah benjolan;
4. Pada pohon berbanir (batas akar papan) pada ketinggian 1.3 m diukur dbh pada 0.5 m setelah banir (Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000).
Gambar 4. Skematis Cara Menentukan Ketinggian Pengukuran dbh Batang Pohon yang Bentuknya Tidak Teratur (Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000)
(40)
5. Analisis Data
Interpretasi Citra Landsat
Interpretasi citra landsat tahun 2005 menggunakan program pemetaan Arcview GIS 3.3. Data citra Landsat TM komposit (band 2,1,3) digunakan untuk menginterpretasikan penutupan lahan. Interpretasi ini dilakukan dengan menggunakan kunci-kunci interpretasi citra, seperti perbedaan warna (tone), pola, bentuk, asosiasi, dan lain sebagainya.
Citra landsat TM tahun 2005 komposit band 2,1,3 yang telah dikoreksi geometrik (georeference) diinterpretasi menggunakan elemen interpretasi visual. Bentuk shape dari formasi hutan biasanya tidak beraturan dan membentuk pola (pattern) tertentu. Citra ini memiliki resolusi spasial 30 m, maka setiap pixelnya mewakili luasan area 30 x 30 m di lapangan. Dengan membuat polygon shapefile pada ArcView 3.3 maka diketahui luasan penutupan lahan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat.
Jumlah Jenis
Untuk memperoleh data jumlah jenis dibutuhkan data dari tiap petak pengamatan baik untuk tingkat pertumbuhan tiang maupun pohon. Data tersebut yaitu nama lokal, nama ilmiah dan jumlah individu. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk memperoleh data jumlah jenis, marga dan suku pada tiap tingkat pertumbuhan.
(41)
Dominansi Jenis
Untuk mendapatkan dominansi jenis tingkat pertumbuhan tiang dan pohon di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat dilakukan analisa vegetasi. Analisa vegetasi dilakukan pada 4 blok dan terdiri dari 18 plot untuk tiap blok, sehingga diperoleh jumlah plot seluruhnya adalah sebanyak 72 plot. Plot penelitian untuk jenis tiang berukuran 10 m x 10 m, sehingga luas seluruh areal sampel penelitian adalah 0.72 hektar. Plot penelitian untuk jenis pohon berukuran 20 m x 20m, sehingga luas seluruh areal sampel penelitian adalah 2,88 ha.
Analisis vegetasi adalah cara untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi dalam suatu kawasan (Kusmana, 1997). Dalam analisis vegetasi dilakukan penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) untuk mengetahui dominansi jenis tumbuhan pada suatu kawasan. Indeks Nilai Penting merupakan penjumlahan Kerapatan Relatif (KR), Frekwensi Relatif (FR) dan Dominasi Relatif (DR).
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
INP = KR + FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon), di mana:
1. Kerapatan Jenis
Kerapatan = Jumlah individu (K) Luas petak ukur
Kerapatan relatif = Kerapatan satu jenis x 100% (KR) Kerapatan seluruh jenis
2. Frekuensi
Frekuensi = Jumlah petak penemuan suatu jenis (F) Jumlah seluruh petak
(42)
Frekuensi relatif = Frekuensi suatu jenis x 100% (FR) Frekuensi seluruh jenis
3. Dominasi
Dominasi = Luas bidang dasar (D) Luas petak
Dominasi Relatif = Dominasi suatu jenis x 100% (DR) Dominasi seluruh jenis
4. Indeks Kekayaan, Keanekaragaman dan Kemerataan
Untuk mengetahui Kekayaan Jenis dilakukan dengan menggunakan Indeks Kekayaan Jenis margalef (R’) dengan rumus:
Di mana:
R’ = Indeks Kekayaan Jenis margalef n = Jumlah total individu yang teramati ln = Logaritma natural
S = Jumlah jenis teramati
Keanekaragaman Jenis dihitung dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon dengan rumus:
Di mana:
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon ni = Jumlah individu ke-i
) ln( 1 ' n s
R
s I in
ni
n
ni
(43)
S = Jumlah jenis
n = Total jumlah individu ln = Logaritma natural
Kriteria nilai indeks keanekaragaman jenis berdasarkan Shanon-Wiener sebagai berikut:
H’<1 kategorikan sangat rendah,
H’>1–3 kategori sedang (medium), dan jika H’>3 kategori tinggi.
Konsep evenness menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu antar setiap jenis. Ukuran kemerataan merupakan indikator gejala dominansi antar jenis dalam komunitas. Jika tiap jenis memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai kemerataan jenis maksimum. Namun jika dalam komunitas terdapat jenis dominan atau sub dominan, maka nilai evennes memiliki nilai minimal. Evenness dihitung menggunakan Modified Hill’s Ratio dengan rumus:
Di mana:
E5 = Indeks kemerataan dari Hill’s Ratio (kisaran 0 – 1)
ë = Indeks diversitas Simpson H’ = Indeks diversitas Shannon
Jenis Kelompok HHbk
Jenis yang merupakan kelompok Hasil Hutan bukan Kayu (HHbK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Pengelompokan jenis kedalam kelompok
1
1
/
1
' 5
He
E
(44)
HHbK dilakukan berdasarkan dari data pada Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan No.P35/Menhut-II/2007 pada tanggal 28 Agustus 2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu.
Kandungan Karbon Tersimpan
Untuk pendugaan karbon tersimpan pada tegakan pohon, data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran di lapangan terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan biomasa dengan menggunakan persamaan alometrik menurut Ketterings (2001) dan Hairiah et al (1999) yaitu:
1. Biomasa Tegakan Bercabang
Biomasa (BK) = 0.11 ñ D2.62 Keterangan:
ñ : Berat Jenis Pohon (g cm-3)
D : Diameter Batang (cm) (Ketterings, 2001)
2. Biomasa Tegakan tidak Bercabang
Biomasa (BK) = ð ñ H D2 40-1 Keterangan:
ñ : Berat Jenis Pohon (g cm-3) H : Tinggi Pohon (cm)
D : Diameter Batang (cm) (Hairiah et al, 1999).
3. Biomasa Tegakan per Hektar
000
.
10
Lp
Bt
(45)
Keterangan:
Bph = Biomasa Tegakan per hektar Bt = Biomasa Total
Lp = Luas Penelitian
Untuk pendugaan karbon tersimpan pada tegakan pohon dihitung dengan memperkirakan bahwa konsentrasi karbon dalam bahan organik biasanya sekitar 46%, oleh karena itu pendugaan karbon tersimpan per hektar dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
(46)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Interpretasi Citra Landsat
Dengan membuat polygon shapefile pada ArcView 3.3 maka diketahui luasan penutupan lahan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta Penutupan Lahan di Hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat
Berdasarkan Peta Tutupan Lahan dalam Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat di atas dapat diketahui luas tutupan lahan dalam kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Pakpak Bharat seperti disajikan Tabel 5.
(47)
Tabel 5. Penutupan Lahan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat
No Uraian Kelompok Luas (ha) Persentase (%)
1 Hutan Lahan Kering Sekunder hutan 32.048,0 73 2 Kebun Campur non hutan 1.226,4 3 3 Pertanian Lahan Kering non hutan 7.702,2 18
4 Sawah non hutan 1.058,1 2
5 Semak Belukar non hutan 1.872,1 4
Jumlah 43.906,8
Tabel 5 menunjukkan bahwa sesuai dengan peta citra landsat tahun 2005 dari 43.966,8 luas total kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Pakpak Bharat yang ditetapkan dengan SK Menhut RI No. 44/Menhut-II/2005, terbagi pada beberapa penggunaan lahan. Kawasan yang masih merupakan hutan sekitar 32.048 ha atau sekitar 73% dari total luas hutan lindung di Kabupaten Pakpak Bharat dan selebihnya telah digunakan untuk penggunaan lain.
2. Jumlah Jenis Tegakan
Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada 4 (empat) blok penelitian dengan luas 2.88 ha, tercatat sebanyak 1075 tegakan (tingkat pertumbuhan tiang dan pohon). Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat terbagi atas 128 jenis, tergolong dalam 57 marga dan 37 suku.
Daftar jumlah jenis tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat selengkapnya terdapat pada Lampiran 1. Jumlah jenis, marga dan suku tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat disajikan pada Tabel 6.
(48)
Tabel 6. Daftar Jumlah Jenis Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat
Uraian Tiang Pohon
Jumlah Individu 609 466
Jumlah Jenis 98 96
Jumlah Marga 54 46
Jumlah Suku 36 31
Dari Tabel 6 diketahui bahwa pada penelitian yang dilakukan tercatat 609 tiang yang terbagi kepada 98 jenis yang tercakup dalam 54 marga dan 36 suku. Pada tingkat pertumbuhan pohon tercatat sebanyak 466 pohon yang terbagi kepada 98 jenis, 46 marga dan 31 suku.
Jumlah jenis yang ditemukan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat tergolong rendah bila dibandingkan dengan jumlah jenis di hutan alam Rimbo Panti di Kabupaten Pasaman. Tinggi dan rendahnya jumlah spesies pada suatu hutan selain dipengaruhi oleh kondisi habitat dan faktor lingkungan juga tingkat gangguan baik dari hewan dan terutama akibat kegiatan manusia.
Kegiatan manusia yang mengeksploitasi hutan dengan menebang pohon menyebabkan dampak yang tidak menguntungkan bagi kelestarian jenis. Hasil hutan yang bernilai ekonomi tinggi (seperti getah dari pohon gaharu yang mencapai puluhan juta rupiah per kilogram) memacu terjadinya penebangan pohon tersebut, terutama apabila komoditi yang ditebang seringkali terdiri atas jenis yang sudah langka.
Jumlah jenis suku Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat lebih tinggi dibandingkan jumlah jenis suku Dipterocarpaceae di hutan alam
(49)
Dipterocarpaceae merupakan bagian akhir dari suksesi hutan, karena hanya tumbuh di hutan-hutan yang sudah memiliki kanopi yang rapat. Jenis-jenisnya tersebar luas sekali, tumbuh di hutan-hutan dari dataran rendah sampai kaki pegunungan di seluruh Asia Tenggara dan sub-benua India. Suku Dipterocarpaceae merupakan bagian dari kayu keras yang paling berharga di dunia.
3. Dominansi Jenis Tegakan
Dominansi spesies menunjukkan tingkat kehadiran dan penguasaan suatu jenis dalam ekosistem. Jenis dominan di suatu tempat adalah jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan secara lebih efisien dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya di tempat yang sama (Smith, 1977). Dominansi jenis tegakan diperoleh dari hasil perhitungan Indeks Nilai Penting (INP). Jenis yang dominan adalah jenis yang memiliki INP tinggi. Nilai Indeks Nilai Penting (INP) untuk tiang dan pohon diperoleh dari hasil penjumlahan dari Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominasi Relatif (DR).
Daftar INP tegakan seluruh jenis yang ditemukan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Beberapa jenis tegakan dominan pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon dapat dilihat pada Tabel 7.
Lima jenis tiang yang mempunyai nilai INP tertinggi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jenis tersebut banyak ditemukan di lokasi penelitian. Jenis
(50)
Symplocos sp2 dengan INP 15,6%, jenis Lithocarpus bennetti dengan INP 13,7%, Archidendron microcarpu dengan INP 13,4%, jenis Gironniera sp dengan INP
11,7%.
Tabel 7. Indeks Nilai Penting Beberapa Jenis Dominan yang Ditemui di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat
Famili Spesies KR (%) FR (%) DR(%) INP
Tiang
Fabaceae Archidendron sp 7.6 5.9 7.0 20.4 Symplocaceae Symplocos sp2 5.1 4.8 5.6 15.6 Fagaceae Lithocarpus bennettii 5.6 1.8 6.3 13.7 Fabaceae Archidendron microcarpu 5.6 3.8 4.0 13.4 Ulmaceae Gironniera sp 4.1 3.6 4.0 11.7 Pohon
Fagaceae Lithocarpus bennetti 6.8 7.0 6.0 19.9 Fabaceae Archidendron sp 6.0 5.0 5.7 16.7 Dipterocarpaceae Shorea sp1 5.3 3.6 6.5 15.5 Bombacaceae Durio malaccensis 5.6 3.4 6.2 15.1 Guttiferaceae Garcinia sp 3.0 3.9 3.1 10.0
Pada Tabel 7 juga ditunjukkan bahwa untuk jenis pohon yang dijumpai
di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat didominasi oleh jenis
Lithocarpus bennetti dengan INP 19,9%, Archidendron sp dengan INP 16,7%, Shore
sp1 dengan INP 15,5%, jenis Durio malacensis dengan INP 15,1% dan jenis Garcinia sp dengan INP 10,0.
Jenis-jenis dominan tersebut diduga memiliki batas toleransi yang lebih lebar dibandingkan dengan jenis lain, dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya sehingga dapat mengalahkan jenis lainnya dalam kompetisi memperebutkan unsur-unsur pendukung untuk pertumbuhan seperti: unsur-unsur hara, cahaya matahari dan air.
(51)
Menurut ketahanannya terhadap lingkungan, tumbuhan dapat dibagi atas dua, yaitu: (1) Tumbuhan yang batas toleransinya lebar (eury) terhadap lingkungan; dan (2) Tumbuhan yang batas toleransinya sempit (steno) terhadap lingkungannya. Soerianegara dan Indrawan (1998) menambahkan bahwa pada tumbuhan-tumbuhan yang batas toleransinya sempit (steno), titik minimum, optimum, dan maksimum berdekatan sekali, sehingga perbedaan yang sedikit saja yang untuk tumbuh-tumbuhan eury tidak berarti apa-apa adalah kritis bagi jenis ini.
Jenis Archidendron sp dan Lithocarpus bennetti merupakan jenis yang mendominasi tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat. Jenis
Archidendron sp merupakan jenis dari suku fabaceae (polong-polongan). Jenis Archidendron sp merupakan jenis yang toleran terhadap cahaya matahari. Jenis ini
mampu hidup di bawah naungan. Hanum, (1998) mengatakan bahwa selain toleran terhadap cahaya matahari, jenis ini juga menghasilkan buah yang sangat disukai oleh binatang hutan seperti tikus. Tikus yang memakan buah jenis ini dan secara tidak langsung membantu penyebaran bijinya diareal hutan, hal ini menjadikan jenis ini lebih dominan dari jenis lainnya.
Jenis Lithocarpus bennetti merupakan jenis dari suku fagaceae. Jenis dari suku fagaceae dikenal memiliki kemampuan untuk beradaptasi di berbagai tipe hutan tropik (Whitmore, 1975). Lebih lanjut Heddy dan Kurniati (1996) menuturkan suku fagaceae memiliki kemampuan relatif tinggi beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan. Jenis ini cukup toleran terhadap kebutuhan cahaya matahari. Buah dari jenis ini memiliki biji yang sangat banyak. Barbour et al (1987) mengatakan bahwa
(52)
banyaknya Lithocarpus spp dalam suatu komunitas hutan karena jenis ini memiliki penyebaran biji yang sangat luas.
Di lokasi penelitian jenis-jenis yang memiliki regenerasi yang cukup baik
adalah antara lain adalah Lithocarpus bennetti, Archidendron spp,
Durio malacensis, Symplocos spp dan Litsea spp. Jenis-jenis ini akan terus
mendominasi karena faktor ketersediaan induk dan anakan yang cukup dalam habitat. Jenis-jenis ini di masa yang akan datang diperkirakan akan menggantikan posisi jenis utama.
Untuk jenis Shorea spp, Diospyros spp, Dysoxylum spp dan Syzigium spp menunjukkan proses regenerasi yang kurang baik. Sebagian besar jenis-jenis pohon tersebut berpotensi ekonomi yang tinggi dan memiliki perakaran yang kuat. Dikhawatirkan jenis-jenis yang dapat mengikat tanah dengan baik ini semakin terancam populasinya, sehingga diharapkan adanya perlakuan silvikultur demi kelestarian jenis-jenis tersebut di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat.
Jenis Shorea sp1, Durio malacensis dan Garcinia sp merupakan jenis yang mendominasi pada tingkat pohon tetapi bukan merupakan jenis dominan pada tingkat tiang. Hal ini dapat terjadi karena daya adaptasi jenis ini yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga walaupun pada tingkat permudaan bukan merupakan dominan, tetapi jenis-jenis ini tetap mampu terus berkembang dan lolos sampai tingkat pohon dan menjadi penguasa pada tingkat klimaks.
Menurut Utomo (2006) bahwa ketidakkonsistenan jenis dominan pada pohon dengan jenis dominan pada tiang dapat disebabkan beberapa hal, yaitu:
(53)
1. Tidak diketahuinya To (awal mulai sejarah pertumbuhan pohon).
2. Biji pohon hutan secara umum bersifat rekalsitran sehingga saat biji jatuh ke lantai hutan, bila tidak segera berkecambah akan membusuk/mati oleh tingginya kandungan air.
3. Kondisi lingkungan yang kompleks, seperti kemiringan tanah yang berbeda dan kandungan batuan yang tinggi menyebabkan biji yang jatuh di tempat yang berbatu tidak dapat tumbuh, dan karena kemiringan biji dapat terlempar jauh dari pohon induk. Tingginya kandungan serasah dan tumbuhan bawah yang membentuk lapisan tersendiri di atas permukaan tanah sehingga biji yang jatuh tidak menyentuh tanah, namun berada diatas serasah dan atau tajuk tumbuhan bawah sehingga tidak dapat tumbuh dan kehilangan viabilitasnya.
4. Beberapa jenis pohon klimaks yang ada sangat jarang berbuah sehingga produksi biji yang dihasilkan untuk membentuk semai lebih terbatas.
5. Beberapa biji jenis pohon hutan tertentu disukai satwa, bahkan beberapa diantaranya dipanen penduduk karena rasa dan nilai ekonomis sehingga sulit ditemukan di bawah pohon induk.
4. Indeks Kekayaan, Keanekaragaman dan Kemerataan
Hasil perhitungan indeks kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan jenis tegakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3 selanjutnya nilai dari masing-masing indeks dirangkum pada Tabel 8.
(54)
Tabel 8. Indeks Kekayaan, Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat
Uraian
Tingkat Pertumbuhan
Tiang Pohon
Indeks kekayaan (R1) 15.14 15.45 Indeks keanekaragaman (H1) 4.02 4.03 Indeks kemerataan (E5) 0.69 0.72
Tabel 8 menunjukkan bahwa indeks kekayaan (R1) untuk tingkat pertumbuhan tiang adalah sebesar 15,14 dan untuk tingkat pertumbuhan pohon sebesar 15,45. Nilai Indeks kekayaan (R1) digunakan untuk menggambarkan kekayaan jenis dalam suatu komunitas. Nilai Indeks kekayaan (R1) akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah jenis dalam komunitas.
Nilai Indeks keanekaragaman (H1) menunjukkan penyebaran individu dalam jenis. Nilai Indeks keanekaragaman (H1) = 0 jika hanya terdapat satu jenis yang ditemukan. Nilai Indeks keanekaragaman (H1) meningkat dengan meningkatnya jumlah spesies dan makin meratanya penyebaran individu diantara jenis. Nilai Indeks keanekaragaman (H1) bernilai maksimum jika seluruh individu jenis diwakili oleh jumlah individu yang sama (Ludwig and Reynold, 1988).
Nilai Indeks keanekaragaman (H1) untuk tingkat pertumbuhan tiang dan tingkat pertumbuhan pohon di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat tergolong tinggi karena memiliki Nilai Indeks keanekaragaman (H1) sebesar 4,02 untuk tingkat tiang dan 4,03 untuk tingkat pohon. Hal ini sangat berhubungan erat dengan jumlah jenis yang ditemukan pada lokasi penelitian, semakin tinggi jumlah jenis maka semakin tinggi indeks keanekaragaman suatu jenis.
(55)
Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-komponennya. Selanjutnya, Walter (1971) menyatakan bahwa di dalam lingkungan yang tidak menunjukkan adanya faktor khusus, maka komunitas yang menduduki lingkungan yang bersangkutan akan menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi. Dan Odum (1993) menambahkan bahwa keanekaragaman akan menjadi tinggi pada komunitas yang lebih tua dan rendah pada komunitas yang baru terbentuk.
Indeks kemerataan atau evenness index (E5) yang dikenal sebagai Modified
Hill’s Ratio menunjukkan kemerataan jenis dalam komunitas. Nilai E5 yang mendekati nol menunjukkan suatu komunitas didominasi oleh satu jenis dan sebaliknya (Ludwig and Reynold, 1988). Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa nilai indeks kemerataan jenis untuk tingkat pertumbuhan tiang adalah sebesar 0,69 untuk tingkat tiang dan 0,72 untuk tingkat pohon. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran jenis dalam komunitas di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat tidak didominasi oleh suatu jenis tertentu melainkan lebih menyebar pada banyak jenis untuk tingkat pertumbuhan tiang dan pohon.
(56)
5. Jenis Kelompok HHbK (Hasil Hutan bukan Kayu)
Daftar jenis tegakan yang merupakan kelompok HHbK di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat 20 jenis tegakan yang tergolong HHbK di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat. Dari hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa dari 20 jenis tersebut belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Jenis hasil hutan bukan kayu yang sudah umum dimanfaatkan oleh masyarakat adalah Archidendron microcarpu (kabo), Parkia speciosa (petai) Durio malacensis (durian) dan Styrax sp (kemenyan). Jenis Archidendron microcarpu (kabo), dan Parkia speciosa (petai) merupakan jenis yang dikonsumsi oleh masyarakat sekitar sebagai penambah nafsu makan. Jenis Archidendron microcarpu (kabo) belum dikenal secara luas dan belum dibudidayakan seperti kerabatnya Archidendron sp (jengkol). Jenis Archidendron
microcarpu diketahui terbatas di Indonesia, hanya ditemukan di Sumatera (Hanum,
1998). Selain biji tanaman ini yang dapat dimakan, menurut Perry dan Metzger (1980) melaporkan bahwa kulit kayu tanaman ini berkhasiat sebagai penurun panas/ obat demam.
(57)
Tabel 9. Daftar Jenis Tegakan yang Merupakan Kelompok HHbK di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat
No Famili Nama ilmiah Bahan yang dihasilkan
1 Arecaceae Areca cathecu L Tanin dan bahan pewarna 2 Fabaceae Archidendron microcarpu Buah-buahan
3 Moraceae Arthocarpus spp. Buah-buahan dan obat 4 Fagaceae Castanopsis spp. Bahan pewarna 5 Lauraceae Cinnamomum obtusifolium Getah
6 Ebenaceae Diospyros spp. Buah-buahan 7 Bombacaceae Durio malacensis Buah-buahan 8 Myrtaceae Eugenia sp Buah-buahan
9 Simaroubaceae Eurycoma longifolia Obat (akar, daun, bunga dan buah) 10 Moraceae Ficus sp Obat (ekstak akar)
11 Guttiferaceae Garcinia spp. Buah-buahan 12 Anacardiaceae Gluta renghas Getah (getah merah)
13 Lauraceae Litsea spp. Minyak atsiri (minyak kilemo) 14 Euphorbiaceae Macaranga triloba Obat (ekstrak daun)
15 Saportaceae Palaqium sp getah (getah balam) 16 Fabaceae Parkia speciosa Buah-buahan
17 Theaceae Schinia walchi Obat (ekstrak pepagan batang) 18 Dipterocarpaceae Shorea spp. Resin dan minyak lemak 19 Styracaceae Styrax sp Resin (resin kemenyan)
20 Anacardiaceae Swintonia sp Bahan pewarna (pewarna coklat) Sumber: Permenhut No. P35/Menhut-II/2007
Jenis Styrax sp (kemenyan) adalah salah satu komoditi unggulan bagi masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat terutama masyarakat di Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu. Jenis ini menghasilkan getah yang bernilai ekonomi tinggi dengan harga dapat mencapai Rp. 100.000,- per kilogramnya. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, hasil kemenyan dari Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu saat ini sudah jauh berkurang dibandingkan dengan masa tahun 1970an. Hasil kemenyan saat ini dari Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu hanya sekitar 1 ton per minggu sementara pada tahun 1970-an dapat mencapai 15 ton per minggu.
(58)
Mengingat bahwa fungsi hutan lindung sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 6 ayat 1 dan 2 adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Langkah yang tepat adalah memanfaatkan hutan secara bijaksana tanpa melupakan bahwa hutan merupakan suatu ekosistem, di mana komponen-komponennya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Optimalisasi potensi hasil hutan bukan kayu itu merupakan langkah yang tepat adalah memanfaatkan hutan secara bijaksana. Secara nasional pemerintah terus berupaya mempertahankan pelestarian sumber daya hutan, tanah dan air sekaligus mendukung ketahanan pangan dan energi. Salah satu upaya nyata mempertahankan kelestarian sumber daya hutan itu yakni kebijakan "moratorium logging" atau penghentian seluruh aktivitas penebangan di kawasan hutan. Namun, masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan harus tetap diberi ruang untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu agar mereka ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian sumber daya hutan itu.
6. Karbon Tersimpan pada Tegakan
Biomasa tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat dihitung dengan menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Untuk tegakan yang memiliki cabang digunakan persamaan
(59)
alometrik dari Katterings (2001) dan untuk tegakan yang tidak bercabang seperti pinang, digunakan persamaan alometrik dari Hairiah et al (1999).
Untuk menghitung kandungan karbon tersimpan, dilakukan dengan memperkirakan bahwa biomasa tegakan mengandung 46% karbon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hairiah et al (1999) yang mengatakan bahwa bahan organik mengandung 46% karbon
Hasil penghitungan biomasa tegakan secara lengkap disajikan pada Lampiran 4-5. Kandungan biomasa dan karbon tersimpan tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat yang merupakan rangkuman dari Lampiran 4-5 disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Daftar Kandungan Biomasa Tegakan (ton/ha) dan Karbon Tersimpan pada Tegakan (ton/ha) di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat
No Tingkat Pertumbuhan
Biomasa Karbon
(ton/ha) (ton/ha)
1 Tiang 120.0 55.2
2 Pohon 192.3 88.5
Total 312.3 143.7
Tabel 10 menunjukkan bahwa biomasa yang terkandung pada tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebesar 312,3 ton/ha. Besaran tersebut terdiri dari biomasa tegakan untuk tingkat pertumbuhan tiang sebesar 120 ton/ha, dan biomasa tegakan untuk tingkat pertumbuhan pohon sebesar 192,3 ton/ha.
Biomasa tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat masih tergolong cukup baik, yaitu 312,3 ton/ha. Biomasa pada tegakan di Hutan Lindung
(60)
Kabupaten Pakpak Bharat hampir sama dengan biomasa pada tegakan di hutan primer Dusun Aro, Jambi sebesar 348,02 ton/ha (Tresnawan dan Rosalina, 2002).
Tabel 10. juga menunjukkan bahwa untuk setiap hektar luas kawasan hutan lindung di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat karbon tersimpan pada tegakan sebesar 143,7 ton/ha. Di mana untuk tingkat pertumbuhan tiang terdapat 55,2 ton/ha dan untuk tingkat pertumbuhan pohon sebesar 88,5 ton/ha.
Kandungan karbon tersimpan pada tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 143,7 ton/ha lebih tinggi bila dibandingkan dengan kandungan karbon pada tegakan di hutan taman wisata alam Taman Eden sebesar 95,82 ton/ha. Tingginya biomasa tegakan dan kandungan karbon tersimpan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat karena hutan ini memiliki kerapatan pohon yang tinggi yaitu sebesar 843 individu/ha pada kelas tiang dan 162 individu pada kelas pohon.
Nilai karbon tersimpan menyatakan banyaknya karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam bentuk biomasa. Jumah karbon terbebas yang semakin meningkat saat ini harus diimbangi dengan jumlah karbon terserap guna meminimalkan pemanasan global. Pohon yang tumbuh di hutan merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan CO2 yang jauh lebih besar dari pada tanaman
semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpan CO2. Hutan juga
melepaskan CO2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) seresah,
namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar.
(61)
Sesuai dengan peta citra landsat tahun 2005, di mana diketahui bahwa luasan Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat adalah 43.906,8 ha. Dari luasan tersebut sebesar 32.048,0 ha masih merupakan hutan. Dengan mengalikan kandungan karbon pada tegakan sebesar 143,7 ton/ha dengan luas kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Pakpak Bharat yang masih merupakan hutan yaitu 32.048 ha (data pada Tabel 4), maka diketahui bahwa kandungan karbon tersimpan pada tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebesar 4.605.297,6 ton.
Kandungan karbon di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat harus dipertahankan dengan menjaga agar Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat tetap lestari. Bila hutan ini diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah CO2 tersimpan akan merosot.
Meskipun laju fotosistesis pada lahan pertanian dapat menyamai laju fotosintesis pada hutan, namun jumlah cadangan karbon yang terserap lahan pertanian jauh lebih kecil. Selain itu, karbon yang terikat oleh vegetasi hutan akan segera dilepaskan kembali ke atmosfir melalui pembakaran dan dekomposisi.
Masalah utama yang terkait dengan alih guna lahan adalah perubahan jumlah cadangan karbon. Pelepasan karbon ke atmosfir akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 ton/ha yang terjadi selama penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat, hanya sekitar 5 ton/ha/tahun (Tresnawan dan Rosalina 2002).
(62)
Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2
di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh
tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke udara serendah
(1)
Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2
di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh
tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke udara serendah
(2)
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis vegetasi, komposisi tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat terdiri atas 128 jenis yang tergolong dalam 57 marga dan 37 suku.
2. Jenis Archidendron sp mendominasi pada tingkat pertumbuhan tiang dan jenis Lithocarpus bennetti mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon.
3. Vegetasi tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat memiliki indeks kekayaan (R1) sebesar 15,14 pada tingkat tiang dan 15,45 pada tingkat pohon, indeks keanekaragaman (H1) sebesar 4,02 pada tingkat tiang dan 4,03 pada tingkat pohon, indeks kemerataan (E5) sebesar 0,69 pada tingkat tiang dan 0,72 pada tingkat pohon.
4. Vegetasi tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat mengandung karbon tersimpan rata-rata 143,7 ton/ha, dan karbon tersimpan pada tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat sesuai dengan peta citra landsat tahun 2005 adalah sebesar 4.605.297,6 ton.
2. Saran
1. Dari hasil penelitian yang diperoleh, tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat saat ini masih stabil dan mengandung karbon tersimpan yang tinggi, sehingga disarankan kepada pemerintah daerah diminta agar
(3)
memperketat penjagaan pal batas hutan dan mempertajam nilai jual karbon Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat untuk menambah pendapatan daerah.
2. Diharapkan adanya usaha pemerintah daerah untuk menggali potensi Hasil Hutan bukan Kayu di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, W.C., I. Syahbani, M.T. Rengku, Z. Arifin, dan Mukahidil. 2009. Pendugaan Cadangan Karbon (c-stock) dalam rangka Pemanfaatan Fungsi Hutan sebagai Penyerap Karbon. http://www.sith.itb.ac.id/. Diakses tanggal 5 November 2009.
Cain, S.A. 1938. The Species-Area Curve. Am. Midland Naturalist.
Daniel, T.W., J.A. Helms and F.S. Baker. 1992. Prinsip-prinsip Silvinatural. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Giesen, W. 1987. Danau Sentarum Wildlife Reserve: Inventory, Ecology, and Management Guidelines.
Hairiah, K dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Word Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Bogor.
Hairiah, K. Van Noordwijk, M. and Palm, C. 1999. Methods for Sampling Above and Below Ground Organic Pools. In: Murdiyarso, D., Van Noordwijk, M. and Suyamto, D.A. (eds) Modeling Global Change Impacts on the soil Environment. IC-SEA Report No. 6 SEAMEOBIOTROP-GCTE ICSEA, Bogor.
Hanum, F.I. 1998. Archidendron F.v. Muller. dalam: Sosef, M.S.M., L.T. Hong & S. Prawirohatmodjo (eds.) Plant Resources of South-East Asia No. 5(3) Timber tree: Lesser Known Timber. Prosea. Bogor-Indonesia, Hal. 84-87.
Ketterings, Q.M., Coe, R., Van Noordwijk, M., Ambagau, Y. and Palm, C. 2001. Reducing Uncertainty in the Use of Allometric Biomass Equations for Predicting Above-Ground Tree Biomass In Mixed Secondary Forests. Forest Ecology and Management 146 (2001) 199-209.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ludwig, J.A. and Reynold, J.F. 1988. Statistical Ecology A Prime on Methods and Computing. John Wiley & Sons, Inc. United States of America.
(5)
Marsono, Dj dan Surachman. 1990. Perilaku Permudaan Alam Cendana di Wanagama I. Buletin. II. Instiper Volume.1. No.1. Institut Pertanian STIPER. Yogyakarta.
Najiyati, Sri., Agus Asmana., I Nyoman N. dan Suryadiputra. 2005. Pemberdayaan Masyarakat di Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.
Odum, P.E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Onrizal. 2004. Model Penduga Biomassa dan Karbon Tegakan Hutan Kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Onrizal, C. Kusmana, B.H. Saharjo, I.P. Handayani, and T. Kato. 2005. Social and Environmental Issues of Danau Sentarum National Park, West Kalimantan. Biodiversitas 6(3): 222-225.
Palm, C. A., P. L. Woomer., J. Alegre., L. Arevalo., C. Castilla., D. G. Cordeiro., B. Feigl., K. Hairiah., J. Kotto-Same., R. Lasco., A. Mendes., A. Moukam., D. Murdiyarso., R. Njomgang., W. J. Parton., A. Ricse., V. Rodrigues., S. M. Sitompul., M. van Noordwijk. 1999. Strategic Information On Changes In Carbon Stocks And Land Use “Best Bet” Land-use Systems. Thematic reports. Carbon Sequestration and Trace Gas Emissions. http://www.asb.cgiar.org. Diakses tanggal 18 Agustus 2009.
Perry, L.M. and J. Metzger. 1980. Medicinal Plants of East and Southeast Asia: Attributed Properties and Uses. The MIT Press. Cambridge, Massachustts and London. England.
Polunin N. 1997. Ekosistem dan Penerapannya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Purwaningsih, dan R. Yusuf. 2005. Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan di Kawasan Pakuli, Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Biodiversitas 6 (2): 123-128.
Sambas, E.N. 1999. Flora Hutan Tepi Sungai Alas, Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser. Laporan Teknik1998/1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI. p. 1-6.
(6)
Smith, R.L. 1977. Element of Ecology. Harper & Row Publisher. New York.
Soerianegara, I. 1996. Beberapa Pemikiran tentang Pengelolaan Hutan Lindung. Gagasan, Pemikiran dan Karya Prof. Dr. Ir. H. Ishemat Soerianegara, MSc. Disunting oleh E. Suhendang, C. Kusuma, Istomo dan L.Syaufina. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soerianegara, I dan Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.
Treanawan, H. dan Rosalina, U. 2002. Pendugaan Biomasa di atas Tanah di Ekosistem Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan. Managemen Hutan Tropika 8(1):15-29.
Utomo, B. 2006. Peran Seed Bank terhadap Regenerasi Hutan Kaitannya dengan Invasi Tumbuhan Eksotik di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Walter, H. 1971. Ecological of Tropical and Subtropical Vegetation. Van Nostrand Reinhold Co. New York.
Yusuf R, Purwaningsih, Gusman. 2005. Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan Alam Rimbo Panti, Sumatera Barat. Biodiversitas 6 (4):269-274.