REKOMENDASI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPULAUAN NIAS

BAB V REKOMENDASI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPULAUAN NIAS

Proses rekonstruksi dan rehabilitasi Kabupaten Nias saat ini dengan memfokuskan pada perbaikan kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan, merupakan momentum penting untuk mengelolanya ke arah yang lebih baik lagi. Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan analisis kebijakan yang telah diuraikan sebelumnya maka arah kebijakan pengelolaan perikanan dan kelautan harus dapat mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Terkait dengan kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan akibat bencana sunami dan gempa bumi, maka prioritas utama kebijakan adalah memperbaiki ekosistem kelautan dan perikanan di Kepulaun Nias. Perbaikan ini merupakan mandat pemerintah bagi pemulihan sumberdaya paska sunami. Perbaikan ekosistem ini, tidak terbatas pada pesisir dan laut yang rusak baik oleh sunami ataupun perilaku pengguna sumberdaya, tetapi juga menyangkut upaya menginventarisasi kembali ketersedian sumber daya yang ada saat ini. Data sumber daya perikanan dan kelautan yang lebih mutakhir diperlukan sebagai hitungan stok ketersediaan sumber daya yang ada saat ini dan referensi bagi pemanfaatannya dikemudian hari . Data tersebut menjadi ukuran untuk melihat berapa jumlah yang bisa dimanfaatkan, sumber daya apa saja yang bisa dan tidak dieksploitasi, dan bagaimana cara pemanfaatannya. Data tersebut bertujuan agar resiko kerugian yang diakibatkan oleh karena bencana alam maupun karena prilaku pengerusakan oleh manusia dapat dikendalikan secara dini.

Agar kerusakan ekosistem dimaksud bisa dikendalikan maka perlu ditetapkan kawasan konservasi, kawasan budidaya, kawasan pemanfaatan dan sempadan pantai. Kemudian diatur mengenai jumlah yang boleh dimanfaatkan, kompensasi atas dampak dari pemanfaatan, kegiatan usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan pemberian ijin yang ketat, sanksi hukum dan mitigasi bencana. Agar data sumber daya kelautan dan perikanan diperbaharui secara terus menerus maka perlu dibentuk pusat data perikanan dan kelautan di Kabupaten Nias.

2. Kebijakan perikanan dan kelautan ke depan harus juga disertai dengan perbaikan institusi. Adanya institusi seperti Panglima Laot di NAD dan awig-awig di Lombok diyakini dapat menjaga keberlanjutan sumber daya alam laut. Persoalan pengelolaan sumber daya alam selama ini, tidak bisa dilepaskan rendahnya perhatian akan pentingnya peran institusi lokal dengan kearifan yang ada. Program pengelolaan yang bersifat sentralis, top down (Pemerintah Propinsi- Daerah-Masyarakat) harus dirubah dengan melalui model bottom up. Peran serta masyarakat harus lebih dimaksimalkan di kemudian hari, atau berbasis masyarakat. Selain itu keterpaduan antar stakeholder juga harus dilakukan dengan membuat jadwal pertemuan koordinasi antar stakeholder terkait kelautan dan perikanan. Pertemuan koordinasi sangat penting untuk mengupdate perkembangan-perkembangan dan sebagai media berbagi pengalaman. Peran pemerintah daerah untuk mengkoordinir keterpaduan antar stakeholder tersebut 2. Kebijakan perikanan dan kelautan ke depan harus juga disertai dengan perbaikan institusi. Adanya institusi seperti Panglima Laot di NAD dan awig-awig di Lombok diyakini dapat menjaga keberlanjutan sumber daya alam laut. Persoalan pengelolaan sumber daya alam selama ini, tidak bisa dilepaskan rendahnya perhatian akan pentingnya peran institusi lokal dengan kearifan yang ada. Program pengelolaan yang bersifat sentralis, top down (Pemerintah Propinsi- Daerah-Masyarakat) harus dirubah dengan melalui model bottom up. Peran serta masyarakat harus lebih dimaksimalkan di kemudian hari, atau berbasis masyarakat. Selain itu keterpaduan antar stakeholder juga harus dilakukan dengan membuat jadwal pertemuan koordinasi antar stakeholder terkait kelautan dan perikanan. Pertemuan koordinasi sangat penting untuk mengupdate perkembangan-perkembangan dan sebagai media berbagi pengalaman. Peran pemerintah daerah untuk mengkoordinir keterpaduan antar stakeholder tersebut

Agar perbaikan institusi bisa dilakukan maka penghargaan atas hak-hak masyarakat pesisir mutlak dilakukan, sistem pengelolaan sumber daya pesisir harus berbasis masyarakat, prioritas pemberdayaan nelayan skala kecil, resolusi konflik , keterpaduan antar stakeholders, dan peran pemerintah. Perbaikan intitusi ini juga harus dibarengi juga peningkatan kapasitas pemangku kepentingan.

3. Terkait dengan nilai ekonomis sumber daya kelautan dan perikanan Kepulauan Nias yang sangat prospek bagi peningkatan pendapatan daerah, maka kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan seharusnya tidak terperangkap pada orientasi ekonomi semata. Sumber daya kelautan dan perikanan Kepulauan Nias seharusnya tidak diperlakukan sebagai “mesin uang” pemerintah daerah, melainkan menjadi modal pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat. Nilai non ekonomi, seperti fungsi mangrove, terumbu karang bagi pertahanan wilayah pesisir harus dikedepankan. Dengan demikian eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan harus mempertimbangan aspek biologi, ekologi dan sosial.

Agar nilai ekonomis tidak menjadi orientasi utama maka sumber daya yang berkelanjutan untuk peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha, khususnya masyarakat pesisir perlu diperhatikan dengan menyeimbangkan antara aspek manusia dengan lingkungan. Pengelolaan Sumber daya kelautan dan perikanan untuk kepentingan pendapatan daerah harus dibarengi dengan azas transparansi dan akuntabilitas, kehati-hatian dini, azas keadilan, dan keberlanjutan.

Dari uraian di atas maka ke depan perlu dibuat kebijakan antara lain ;

1. Peraturan Bupati Tentang Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pulau Terluar Kepuluan Nias.

2. Peraturan daerah Tentang Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

3. Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/Pulau Terluar Kabupaten Nias

Sebagai justifikasi atas rekomendasi kebijakan di atas adalah sebagai berikut: Pertama , munculnya bencana alam, masih rendahnya penghargaan atas hak-hak masyarakat pesisir, sistem pengelolaan sumber daya pesisir selama ini lebih bercorak sentralis dan bias daratan telah memunculkan degradasi wilayah pesisir. Menurunnya kualitas sumber daya pesisir oleh berbagai hal, tumpang tindih kewenangan, ego antar sektor dan masih belum adanya kesesuaian kebijakan mulai dari pusat, provinsi dan daerah kabupaten.

Kedua, peraturan daerah dimaksud, bertujuan mewujudkan pemanfaatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian sumber daya pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. Lewat kebijakan daerah pemanfaatan potensi ekonomi dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir dapat lebih optimal dan berkelanjutan. Hal ini terlepas dari potensi sumber daya pesisir dan laut Kabupaten Nias dengan banyaknya Kedua, peraturan daerah dimaksud, bertujuan mewujudkan pemanfaatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian sumber daya pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. Lewat kebijakan daerah pemanfaatan potensi ekonomi dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir dapat lebih optimal dan berkelanjutan. Hal ini terlepas dari potensi sumber daya pesisir dan laut Kabupaten Nias dengan banyaknya

Dari alasan penting tersebut maka skema usulan pembentukan kebijakan bisa dilihat seperti di bawah ini :