Dua setengah tahun yang sangat berarti bersama Endang Rahayu Sedyaningsih - [BUKU]

610.69
Ind
d

1

2

3

4

5

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal
Dua setengah tahun yang sangat berarti bersama Endang
Rahayu Sedyaningsih,-Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2012
610.69 ISBN 978-602-235-117-7
Ind
d

1. Judul
I. BIOGRAPHY
II. PHYSICIAN’S ROLE

Dua setengah tahun yang sangat berarti
bersama Endang Rahayu Sedyaningsih
Penerbit:
Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan RI
Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav.4-9 Jakarta 12950

6

Pengantar
Melihat keburukan orang itu mudah, seperti melihat gajah di
depan mata. Sebaliknya, melihat kebaikan orang itu sangat sulit,
seperti mencari jarum di gurun pasir. Begitu, sebagian besar orang
berperilaku. Tapi, tidak untuk Bu Endang Rahayu Sedyaningsih.
Beliau justru sebaliknya. Ada orang yang jelas-jelas mengkritik
dengan pedas dan sangat pribadi, beliau menyebutnya, sebagai
“kritik membangun”. Menanggapi cara mengkritiknya, beliau

berkomentar “pada hakekatnya semua orang baik, hanya cara
menyampaikannya saja yang berbeda”, begitu kata saksi mata
Dirjen BUK, dr. Supriantoro, Sp.P MARS.

utuh, apa adanya dan unik, sesuai dengan situasi yang terjadi.
Mulai dari ekspresi marah, gembira, kecewa, sedih atau lainnya.

Masih banyak tutur kata, sikap dan perilaku mulia yang inspiratif
dari dr. Endang Rahayu Sedyaningsih. Sebagian kecil keteladanan
itu terekam saat berinteraksi dengan staf, teman sejawat,
saudara dengan berbagai sudut pandang dan pengalamannya.
Tak ketinggalan kesan tokoh masyarakat dan tokoh agama yang
dimuat media massa. Kini, kesan-kesan mengagumkan itu telah
terangkum dalam buku mungil yang sedang Anda baca ini.

Memang, penerbitan buku kesan-kesan ini diperuntukkan bukan
hanya kepada keluarga, teman sejawat Kementerian Kesehatan,
tapi juga untuk semua. Mengapa ? Banyak hikmah, teladan dan
pelajaran yang dapat diambil dari sosok ERS selama dua setengah
tahun pengabdiannya menjadi Menteri Kesehatan.


Mereka dengan tulus ikhlas menulis kesan yang dirasakan
tentang Bu Endang Rahayu Sedyaningsih, dengan gaya
bahasanya sendiri. Harapannya, seluruh kesan terungkap secara

Begitu beragam kesan dan kedekatan terhadap Bu Endang,
terlihat dari cara mereka menyapanya. Ada yang menyapa
dengan ERS ( Endang Rahayu Sedyaningsih), Eny, Bu Endang, Ibu
Endang, Bu Menteri atau Bu Menkes. Semua jenis penyebutan
nama itu mempunyai maknanya sendiri-sendiri, sesuai dengan
kesan para pelakunya. Nah, sebagian kesan itu dapat pembaca
nikmati dalam buku ini.

Akhirnya, sebagai hamba, tak ada gading yang tak retak, tak
ada kesempurnaan yang tak bersalah dan khilaf, termasuk
almarhumah Endang Rahayu Sedyaningsih. Mari kita maafkan
dan mohonkan ampunanNya. Semoga, kita sesama hamba, juga
dimaafkan dan mendapat ampunanNya. Amin.

Jakarta, 11 Juni 2012

Kementerian Kesehatan RI
Sekretaris Jenderal

dr. Ratna Rosita, MPH.M

7

Datar Isi
07
Pengantar

13
Pemimpin cerdas dan
memilih hidup yang berkualitas
Prof. dr. Ali Gufron Mukti, M.SC. PhD
Wakil Menteri Kesehatan RI

25
Smart dan strong-leadership,
dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(Dirjen. Binfar & Alkes)

27
Banyak yang dapat dipelajari dari Beliau
Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F (K), Sp.KP
Staf Ahli Menteri Bidang Mediko Legal

29
Dua bilah keris Bu Enny

Sahabat yang penuh semangat

dr. Bambang Sardjono, MPH
Staf Ahli Menteri Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan
Desentralisasi

dr. Ratna Rosita, MPH.M
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI


33

15

17
Please, make it another success!

Ia Memperhatikan Anak Buah
dr. Untung Suseno Sutarjo, M. Kes
Staf Ahli Menteri Bidang Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp. P(K), MARS, DTM&H, DTCE
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (Dirjen. P2-PL)

35

19

dr. Indriyono Tantoro, MPH

Staf Khusus Menkes Bidang Percepatan Pembangunan Kesehatan dan
Reformasi Birokrasi

Menteri Kesehatan dengan
Prestasi Prima dan Reputasi Indah
Dr. dr. Trihono, M.sc
Kepala Badan Litbangkes

Dia peneliti baik dan pandai

39
Bu Endang Inspirasiku

23

drg. Murti Utami, MPH
Kepala Pusat Komunikasi Publik

Ibu Endang,
Pemimpin yang Apresiatif,

Aspiratif, Disiplin, dan Tegas

41

dr. Supriantoro, Sp.P, MARS
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Dirjen BUK)

8

Empaty, rational, smart, and smile
dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes
Direktur Bina Yankes Tradisional, Alternatif & Komplementer
Direktorat Jenderal Bina Gizi Ibu dan Anak

43

63

Ringan membantu akar rumput


Sampai Ketemu Lagi, Mbak

Anorital Sutanbatuah
Peneliti Pusat 1

Damaryanti Suryaningsih
Adik dari Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih

47

73

Sang pencetus jaminan persalinan

Beliau memikirkan generasi yang
akan datang

Direktorat Bina Kesehatan Ibu

49

2,5 tahun yang sangat berarti
Dr. Merki Rundengan, MKM
Auditor Itjen

51

Dr. Minarto,MPS
Direktur Bina Gizi Masyarakat
Direktorat Jenderal Bina Gizi Ibu dan Anak

75
Ibu Endang, si angsa hitam

dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes
Inspektur III, Itjen

Dr.Hj.Eko Rahajeng, SKM, M. Kes
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular,
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan


Selalu punya waktu untuk staf

53

77

Beliau bagian dari kami

Sederhana tapi menghargai budaya

Supraptini
Peneliti Pusat 3

dr. Sri Henni Setiawati, MHA
Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes

55

79

Hujan di Mamuju

Kesan dan Pesan dalam Rangka Kunjungan ke
Tanah Papua Tanggal 20 Februari 2012

Wahyudin Amir

57
Dia penuh perhatian pada anak
penderita kanker

Humas Sekretariat Badan PPSDMKes

81
Jujur dalam semua bidang

Dr. Ir Ashwin Sasongko Sastro Subroto, M.Sc
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo

dr.Elizabet Jane Soepardi, MPH, DSc
Kepala Pusat Data dan Informasi

61

83

Beliau adalah puteri terbaik bangsa

Dia selalu tersenyum

dr.H.Azimal, M.Kes
Kepala Pusat Kesehatan Haji

drg. S.R. Mustikowati, M.Kes
Sekretaris Inspektorat Jenderal

9

85

101

Dia tak pantas dilupakan

Bu Endang, pendengar yang baik

MKDKI - Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Ria Sukarno, SKM, MCN
Sekretaris Badan Litbang Kesehatan

87
Saya terharu ibu menteri memberi
perhatian pada istri saya di ICU
Dr. Nyoman Kandun, MPH
Purnabakti Eselon I Kemkes

91
Dia selalu ingin hasil terkini
Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt
Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan
Litbangkes

103
Kami senang
diperhatikan Ibu Menteri
Rita Djupuri, B.Sc, DCN, M.Epid
Direktorat Surveilans Imunisasi Karantina dan Kesehatan Matra
Direktorat Jenderal P2-PL

105
Menteri yang arif dan bijaksana

93

Subdit Bina Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan

Menteri yang rajin
ke pelosok tanah air

107

drg. Oscar Primadi, MPH
Kepala Pusat Standarisasi dan Sertiikasi dan Pendidikan Berkelanjutan
SDM Kes, Badan PPSDM

Pesan dan Kesan

95

113

Dia mengayomi
semua jajaran profesi medis

Kenangan dan Kesan
dari Sahabat & Kawan

Drg. Zaura Kiswarini, MDSc
Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI)

121

97
Srikandi Indonesia yang memberi
warna kesehatan Indonesia
Pusat Promosi Kesehatan

99
Semua programnya prorakyat
Pusdiklat Aparatur, Badan PPSDM

10

Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung,
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Endang, Menteri Kesehatan Terbaik
Prof.Dr. Agus Suwandono, MPH, Dr Ph
Peneliti Pusat 1

123
Sedikit Bicara Terkesan Selamanya
Dr. Qomariah Alwi, SKM, M.Sc
PDBK’ers Kab. Kupang

127

145

Beliau Mengajarkan Kami Pro Rakyat

Selalu Menyediakan Waktu

Direktorat Bina Kesehatan Jiwa,
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Dirjen BUK)

Siti Isfandari
Badan Litbangkes

129

147

Dia Ditakdirkan Jadi Orang Besar

@ NEWS

Farida
Peneliti

131
Sekilas Kenangan Bersama
Bu Menkes
Prof,Dr. Menaldi Rasmin, Sp. P(k)
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia

133
Kenangan berkesan
bersama pemilik untaian Garnet
yang selain indah juga menyejukkan hati dari
sahabatku “Endang Rahayu Sedyaningsih Mamahit”
Hj. Endang Agustini Syarwan H.,S.IP
Anggota MPR / DPR RI No. A - 237

139
Big Condolance
Kamel Senouci
Director SIVAC

141
I’ll remember Dr. Endang
as a scientist and politician
Brad Gessner

143
One More Ibu Endang Story
Robert Tilden

11

12

Pemimpin cerdas dan
memilih hidup yang berkualitas
Prof. dr. Ali Gufron Mukti, M.SC. PhD
Wakil Menteri Kesehatan RI

I

bu Menkes adalah seorang pemimpin yang cerdas, cepat
belajar, fokus, memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas
dan tanggung jawabnya, dan memiliki visi yang jelas. Meskipun
sedang sakit, ia tidak terlalu menghiraukan penyakitnya. Beliau
hanya memikirkan bagaimana meningkatkan kesehatan
masyarakat.
Beliau juga memiliki hubungan solidaritas yang tinggi terhadap
staf maupun rekan kerja. Caranya berkomunikasi sangat bagus.
Dia mempunyai kedekatan yang khas hampir dengan seluruh
jajaran di kementerian. Ia juga dikenal sangat lugas dalam
menyampaikan nasehat kepada orang di lingkungan kerjanya.
Sekalipun tegas, tapi nasehat disampaikan dengan cara yang
sangat lembut. Lebih dari semua itu, beliau memiliki nilai
kejujuran yang hakiki.
Suatu hari, Ibu Menkes pernah mendapat souvenir atau uang
dari orang lain yang berindikasi tidak baik dan terkait dengan
tugas dan tanggung jawabnya sebagai menteri, beliau langsung
mengembalikan hadiah itu kepada yang memberinya.
Terkait dengan kedekatan hubungan dengan orang lain, beliau
sangat perhatian kepada orang yang dekat dengannya, termasuk

di kementerian. Beliau proaktif memulai berkomunikasi dengan
orang lain. Suatu hari saya pernah ditanya, “Pak Wamen,
bagaimana ada masalah?” Saya jawab, “Tidak ada. Cuma masalah
transportasi yang menyita waktu 3-4 jam sehari untuk perjalanan.”
Hal lain yang menonjol dari Beliau adalah: dia memiliki
semangat bekerja juga semangat hidup yang luar biasa.
Saya punya pengalaman menarik soal ini dengan beliau,
sekaligus pengalaman terakhir tentang berpergian ke luar
kota. Ketika itu, kami akan berkunjungan ke NTT, tepatnya
ke Waykabubak. Secara geograis, medan tempat ini sangat
berat bagi kebanyakan orang. Saya mengatakan begitu,
karena saya pernah menjadi konsultan di tempat ini.
Karena itu, dalam hati saya bertanya: “Mengapa Beliau ingin
berangkat ke sana? Mengapa tidak memberi tugas kepada yang
lain atau saya, yang lebih muda atau kuat. Walaupun beliau juga
kuat, dan memiliki semangat yang tinggi, tapi kan beliau sedang
sakit.”
Walau akhirnya batal karena beliau harus merawat kesehatannya
peristiwa ini memperlihatkan bahwa beliau mempunyai
semangat baja, hampir dalam segala hal yang dipegangnya.

13

Kesehatannya
dideritanya.

memang

merosot

karena

penyakit

yang

Saya pernah membaca ungkapan Bu Menkes tetang penyakit
yang dideritanya, “Why me?” Artinya, dia telah berikir panjang
tentang mengapa dia yang menderita sakit seperti itu. Dan
jawabannya sungguh mengagumkan bagi semua orang.

14

Katanya, penyakitnya itu seperti membawa anugerah dari
Allah SWT. Maksudnya, beliau menyadari mungkin waktunya
di dunia sudah dibatasi, lalu beliau ingin sekali memanfaatkan
sisa umur untuk membantu sesama. Sungguh pemikiran yang
mulia dan sangat terpuji. “Panjangnya umur tak terlalu penting
dibanding kualitas umur itu sendiri,” ungkapan Bu Menkes dalam
sambutannya di hadapan penderita kanker, di Indonesia.

Sahabat yang penuh semangat
dr. Ratna Rosita, MPH.M
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI

K

erja cerdas dan cepat. Itu yang saya alami ketika bekerja
bersama Ibu Endang sejak tahun 2003. Ketika itu, SARS
melanda beberapa kawasan di dunia. Gejala klinis pada
penderita suspect SARS menjadi tanggung  jawab saya sebagai
kasubdit Gawat Darurat dan Matra. Sedangkan konirmasi kasus
menjadi tanggung jawab Ibu Endang di Litbang. Setelah proyek
SARS ini kami sibuk masing-masing dengan pekerjaan berbeda.
Jauh sebelum bekerjasama menangani SARS, kami telah
berkawan sejak kami bersama masuk FKUI th 1973, dan lulus
serta diwisuda pada tahun 1979.
Kami bertemu kembali, dan bekerja bersama pada saat Beliau
menjadi Menteri Kesehatan. Saya melihat Beliau sebagai sosok
yang konsisten, jujur, teguh dalam pendirian, pantang menyerah,
teliti, dan mempunyai komitmen tinggi terhadap tugasnya.
Dengan karakter seperti itu, Ibu Endang menjadi panutan bagi

sejumlah pejabat di Kementerian Kesehatan.
Ketika Beliau sakit, semangatnya tidak surut, walaupun dia
harus berjuang untuk sekedar dapat menikmati makan siangnya
dengan baik. Ketika sudah terbaring di rumah sakit, beliau masih
mengerjakan tugas-tugas negara, memberikan arahan, baik
dengan sms maupun email. Pesan beliau melalui sms tanggal 31
Maret 2012 agar kita  merapatkan lagi barisan.  Jangan sampai
barisan kita terpecah-belah.
Beliau seperti roket, melesat dengan cepat lalu menghilang atau
lenyap. Banyak kenangan manis bersama ibu ERS yang tidak
dapat dilupakan.
Ya Allah, ampunilah segala dosa-dosa ibu Endang Rahayu
Sedyaningsih, masukkanlah ke dalam surgaMu kelak. Selamat
jalan sahabat.

15

Menkes Canangkan Kemenkes Raih WTP2012
16

Please, make it another success!
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp. P(K), MARS, DTM&H, DTCE
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjen. P2-PL)

S

aya memiliki empat kesan mendalam tentang almarhumah
Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih. Pertama, Almarhumah
amat menguasai Ilmu Kesehatan Masyarakat yang menjadi
tanggung jawab beliau sebagai Menteri Kesehatan. Penguasaan
ilmu ini didasari pada tiga hal utama. Yaitu, latar belakang
pendidikan Beliau sebagai dokter dan Doktor; kebiasaan Beliau
membaca berbagai jurnal dan publikasi ilmiah, walaupun di
tengah kesibukannya sebagai Menteri; dan terakhir pengalaman
panjang beliau bekerja di lingkungan Kesehatan sejak 30 tahun
lalu, di masa awal Beliau masuk dunia bekerja.
Kedua, Almarhumah amat taat pada aturan yang ada. Dalam
berbagai arahan, beliau selalu menekankan agar semua dilakukan
sesuai dengan aturan yang ada. Dalam semua kegiatan di
Kementerian Kesehatan maka semua pekerjaan selalu dilakukan
dengan aturan perundangan yang ada.
Ketiga, Almarhumah sebagai pimpinan sangat menjaga
hubungan baik yang humanis dengan para stafnya. Beliau selalu
menjaga agar selalu ramah dan tersenyum. Namun, dengan tetap
memegang prinsip hubungan kerja amat sehat dan produktif
dalam organisasi Kementerian Kesehatan. 
Terakhir keempat, Almarhumah adalah orang yang baik hati.
Kesimpulan itu saya ambil setelah mengenal beliau sejak lama,
sejak sebelum beliau menjadi Menteri. Yaitu, sejak kami sama-

sama menangani kasus berbagai penyakit waktu saya masih kerja
di RS dan Almarhumah di Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kesehatan, lalu sama-sama menjadi pejabat eselon
2 di Departemen Kesehatan,  sampai beliau menjadi Menteri
Kesehatan. Sebagai pribadi, kesan mendalam saya bahwa
Almarhumah adalah orang yang baik hati, dan menurut saya
kebaikan hati Almarhumah terpancar dari lubuk hati beliau.   
Di sisi lain, dalam aspek kesehatan masyarakat, almarhumah
Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih mampu secara serasi
menyeimbangkan antara kegiatan Promotif Preventif dengan
Kuratif Rehabilitatif. 
Saya pernah dengan beliau, pada suatu waktu di tahun 2011
yang lalu, melakukan kunjungan kerja ke suatu kabupaten
untuk meninjau kegiatan PosBinDu (Pos Pembinaan Terpadu,
semacam Posyandu untuk dewasa dan orang tua). Waktu itu
pimpinan daerah setempat mengatakan bahwa Ibu Menkes
harusnya meninjau ke Rumah Sakit, dan almarhumah dengan
amat bijak mengatakan bahwa pelayanan kesehatan harus
berjalan secara menyeluruh, mulai dari perilaku hidup bersih
sehat, pemeriksaan kesehatan, kesehatan lingkungan dan
berbagai kegiatan promotif preventif lain sampai ke pelayanan
kesehatan yang prima di berbagai fasilitas (Puskesmas,
Klinik, RS) sampai kegiatan rehabilitatif bila diperlukan. 
Secara umum, menurut Beliau, pada dasarnya keberadaan
Posyandu dan posbindu adalah sama pentingnya dengan

17

ketersediaan rumah sakit yang canggih. Dalam hal penelitian,
beberapa bulan yang lalu di awal tahun 2012 saya mendapat
tugas dari Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih untuk menghadiri
pertemuan WHO, sehubungan ada kontroversi penelitian
ilmiah lu burung yang antara lain menyebutkan kemungkinan
perubahan virus sehingga mungkin menular antar manusia.
Arahan Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih saat ini menunjukkan
kematangan beliau dalam bidang penelitian dalam kaitannya
dengan hubungan luar negeri, yaitu antara lain:
- ilmu pengetahuan pada dasarnya perlu terus dikembangkan
- hasil penelitian harus mempertimbangkan azaz manfaat dan
aspek kemanusiannya
- keterlibatan negara asal merupakan hal yang mutlak bila
sampel dari satu negara di/ter kirim ke negara lain
- semua negara harus mematuhi resolusi WHO, dalam hal ini
tentang hal “virus and beneit sharing”.
- azaz “fair, transparant and equitable” harus selalu dipegang
erat.
Sementara itu, dalam hal teknologi informasi, setidaknya ada 4
pengalaman saya yang menunjukkan bahwa Ibu Endang Rahayu
Sedyaningsih amat menyadari dan memanfaatkan teknologi
komunikasi.
Pertama, pada saat beliau masih awal menjadi Menteri
Kesehatan, Beliau membuat group email antar-eselon 1 di
Kementerian Kesehatan. Melalu group email ini berbagai
informasi dipertukarkan, dan saya sering pula menyampaikan
laporan kegiatan, khususnya pada hal-hal yang sifatnya segera/
mendadak.    
Kedua, pada rapat koordinasi dengan seluruh pejabat
eselon 2 DitJen P2PL maka beliau berpesan agar P2PL dapat
memanfaatkan maksimal teknologi komunikasi yang ada, antara
lain karena dua hal:
1. Letupan penyakit dapat datang di mana saja dan harus

18

ditangani dengan cepat.
2. Pentingnya surveilans untuk pengamatan terus menerus dan
tindakan untuk menanganinya, yang memang merupakan
salah satu aspek penting dalam kegiatan pengendalian
penyakit.
Sejalan dengan arahan Ibu Endang itu maka kami kemudian
mengembangkan sistem  EWARS, E-tb, E-malaria dll.
Ketiga, saya ingat, salah satu email laporan saya ke beliau adalah
ketika terjadi gempa di Aceh 11 April yang lalu. Ketika itu saya
melaporkan komunikasi saya dengan Kepala Dinas Kesehatan
Aceh dan Sumatera Barat serta beberapa Kepala Kantor Kesehatan
Pelabuhan di Sumatera. Pada waktu itu beliau sedang dirawat di
RSCM, dan setelah menerima email saya beliau langsung menjawab:
“Harap dipantau terus Prof. Saya juga melihat dari TV. Siagakan
bantuan yang kira-kira dibutuhkan. Terimakasih.” Seperti
sudah diberitakan bahwa walau sedang dirawat di rumah
sakit, Ibu Endang terus memimpin Kementerian Kesehatan dan
memberikan arahannya.
Keempat, terakhir kali beliau menanggapi secara pribadi email
laporan saya adalah pada 15 April 2012 ketika saya melaporkan
4 kegiatan Hari Malaria Sedunia, dimana saya laporkan juga bhw
puncak acara tingkat nasional akan dilakukan di Palangkaraya
pada 2 Mei 2012, dan ini penggalan dari jawaban email beliau :
“Baik sekali. Terima kasih laporan Prof. Tjandra. Kita bangga
upaya kita diapresiasi. Semua saran rekomendasi kita upayakan
lakukan. Mungkin baik juga kalau kita tawarkan ibu-ibu sikib
untuk sebar ikan kepala timah ya? Silakan lanjutkan dengan Hari
Malaria Palangkaraya. Please make it another success! Ers”.
Jadi,dalam email terakhir sekitar dua minggu sebelum wafat,
juga ketika sedang dirawat di RS, beliau menyebutkan bahwa
hari malaria yang diperingati tanggal 2 Mei agar “Please make it
another success!”. Tanggal 2 Mei ini Ibu Endang wafat, dan saya
akan tetap mengingat pesan beliau agar terus bekerja dengan
giat dan “Please make it another success!”.

Menteri Kesehatan dengan
Prestasi Prima dan Reputasi Indah
Dr. dr. Trihono, M.sc
Kepala Badan Litbangkes

P

agi hari, pada tanggal pelatikan pejabat eselon 2, saya
dipanggil Kepala Badan Litbang Kesehatan, Pak Triono
Sundoro. Sebagai Kabadan, beliau menasihati saya agar
siap kalaupun tidak jadi dilantik. Katanya, perubahan bisa terjadi
setiap saat.
Hal itu sudah terjadi pada surat undangan pelantikan saya.
Undangan sampai di tangan saya kemarin malam jam 19.00
(sehari sebelum pelantikan). Kemudian Pukul 21.00, undangan
untuk saya dibatalkan. Tetapi pukul 06.00 pagi, esok harinya,
undangan pelantikan itu dihidupkan kembali. Saya santai saja
menanggapi, “Kalau enggak jadi dilantik, ya, pecinya dilepas. Jadi
tamu undangan.”
Pagi itu, Pak Triono minta saran. Bagaimana, ya, cara
memberitahukan kepada Ibu Endang bahwa jabatannya selaku
Kepala Pusat Litbang Biomedis dan Farmasi akan dicopot. Pada
saat itu belum pernah ada eselon 2 yang dilengserkan begitu
saja, biasanya diputar menduduki jabatan eselon 2 lainnya.
Saya menyarankan untuk diberitahu saja, akan lebih baik Kabadan
yang memberi tahu terlebih dahulu dari pada menunggu sampai
saat pelantikan oleh Ibu Menkes SFS.

Tak lama kemudian Ibu Endang datang. Ada suasana hening,
tampaknya berat juga Pak Triono mengungkapkannya. Ternyata
setelah disampaikan bahwa Ibu Endang dicopot dari jabatannya,
saya lihat Ibu Endang ada rasa terkejut. Tetapi beliau tetap tegar.
Setelah hening sejenak, Ibu Endang berkata,” Saya sudah diberi
irasat oleh Allah, tadi malam saya bermimpi diberi bantal yang
bau pesing oleh Ibu Menkes. Tampaknya itu tanda, saya harus
lengser. Saya siap kembali jadi peneliti.” Waktu itu belum tahu
siapa yang menggantikan beliau. Setelah pelantikan baru tahu
bahwa saya yang menggantikan beliau.
Pisah sambut
Beberapa hari setelah pelantikan diadakan pisah sambut antara
Ibu Endang dan saya. Suasana mengharukan, beberapa sahabat
beliau meneteskan air mata, karena jarang sekali kejadian seperti
ini. Banyak staf yang memberikan cindera mata, bahkan ada yang
membuat puisi khusus untuk Ibu Endang. Itu semua menandakan
penghormatan dan pengakuan atas jasa beliau selama memimpin
Puslitbang Biomedis dan Farmasi. Saya perhatikan beliau tetap
tegar meski sewaktu salaman banyak peneliti yang meneteskan
air mata tanda haru. Beliau mengucapkan terima kasih atas
kerjasama yang baik dengan seluruh jajaran Pusat Biomedis dan
Farmasi, dan mohon maaf bila ada kesalahan yang diperbuat

19

selama ini. Juga mengucapkan selamat atas pengangkatan saya
sebagai pengganti beliau.
Giliran saya menyampaikan sambutan: “Saya bersyukur Ibu
Endang tetap di Puslitbang Biomedis dan Farmasi sebagai
peneliti senior, saya akan menempatkan Ibu sebagai Konsultan,
yang pasti memudahkan saya dalam mengemban amanah,
karena biomolekuler bukanlah bidang saya.” Jadi meski Ibu ERS
kembali sebagai peneliti, saya menempatkan beliau pada posisi
lebih karena saya tahu kompetensi dan profesionalitas beliau.
Ruang ERS
Setelah tidak menjabat, beliau menempati ruang yang beliau
disain sendiri. Tempatnya di Lantai 1 Puslitbang Biomedis
dan Farmasi. Nuansa seninya memang terasa. Di ruang beliau
segalanya teratur rapi dan selalu ada bunga. Kini ruang itu
kami lestarikan dan kami beri nama ruang ERS. Semua pesan
dan kenangan beliau kami kumpulkan di ruang tersebut. Ada
beberapa buku dan tulisan ilmiah karya beliau, ada kaca cermin
yang beliau gunakan, juga karya kenangan kami (puisi, kumpulan
SMS) terhadap beliau kami taruh di ruang tersebut. Ruang ERS
semoga menjadi tanda bahwa seorang peneliti dari Balitbangkes
pernah diangkat menjadi Menteri Kesehatan, dengan prestasi
prima dan reputasi indah.
Rasa yang paling menyakitkan
Saya pernah mendapati Ibu ERS dalam keadaan marah, sedih,
sakit hati, bercampur aduk. Saya lupa tanggalnya, tetapi saat itu
saya perlu konsultasi tentang Flu Burung. Beliau telah mendalami
masalah ini, bahkan pernah membuat tulisan ilmiah tentang
penyakit ini. Saya menghadap beliau dan hanya berdua saja. Saya
minta pendapat beliau tentang penanganan Avian Inluenza
kaitannya dengan pengembangan laboratorium. Namun diskusi
ini kemudian bergerak kemana-mana termasuk tudingan Ibu
Menkes SFS kepada beliau. Pada saat itulah beliau menangis
sedih dan seolah menahan rasa sakit, dengan penuh perasaan
beliau berkata: “Pak Tri, yang paling menyakitkan adalah

20

kalau dituduh berkhianat pada bangsa sendiri”. Saya terdiam,
merasakan betapa sesaknya beliau ketika dituduh menjual virus
ke luar negeri. Saya dan segenap jajaran litbangkes tahu betul,
tuduhan itu tidak pernah terbukti. Dari situ saya tahu betapa
tingginya kadar merah-putih dalam dada Ibu Endang.
Tidak ada rasa balas dendam
Sewaktu beliau masih menjabat sebagai Kepala Pusat Biomedis
dan Farmasi, beliau pernah “berantem” dengan staf peneliti
senior. Biasa, di Balitbangkes peneliti bisa tidak sejalan dengan
Kepala Pusatnya, karena peneliti mempunyai integritas sendiri,
yang tentu saja bisa berbeda pendapat dengan Pimpinannya.
Pertengkaran itu cukup parah sehingga sang peneliti sampai
“mogok”.
Namun sewaktu beliau menjadi Menteri Kesehatan, peneliti
tersebut malah sekarang dipromosikan menjadi eselon 2
atas usulan beliau. Ini bukti yang menunjukkan bahwa beliau
memang tidak mempunyai rasa “balas dendam”.
Mementingkan pluralitas
Sewaktu beliau mencari Kepala Badan Litbang Kesehatan untuk
menggantikan Prof. AP, beliau minta agar dicarikan calon yang
memenuhi syarat tetapi bukan dari UI. Beliau menyadari bahwa
makin beragam asal universitas dari para pejabat eselon 1, akan
makin baik buat Kementerian Kesehatan secara keseluruhan.
Apalagi waktu itu ada saran agar jangan “UI sentris”. Sayangnya
tidak mudah mencarinya, mereka yang mau tidak memenuhi
syarat sedangkan yang memenuhi syarat tidak mau. Itulah
sebabnya saya yang juga alumni UI akhirnya dipromosikan,
setelah calon dari Universitas lain tidak bersedia/belum
memenuhi syarat.
Bersemangat bila berkunjung ke Balitbangkes
Setiap beliau berkunjung kembali ke Balitbangkes, baik formal
maupun dadakan, saya perhatikan beliau selalu kelihatan
“sumringah”, merasa kembali ke dalam dunianya. Itulah sebabnya
Balitbangkes selalu membuat acara bila ibu sedang “terbebani”

banyak masalah. Dengan bertemu kembali para peneliti di
Balitbangkes, semangat beliau seolah kembali segar dan siap
menghadapi beban seberat apapun. Di bawah ini disajikan puisi
sederhana sewatku kami merayakan ulang tahun beliau pada
tahun 2010.

Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih
Semoga tetap bekerja tanpa pamrih
Berteman tanpa pilih kasih
Mendapatkan ridho Allah Yang Maha Pengasih
Demikian sekilas kenangan saya dengan Ibu Dr. Endang Rahayu
Sedyaningsih MPH, DR.PH

Menkes & Meneg PP dan Anak dalam acara hari anak
21

Menkes menghadiri pertemuan WHO tahun 2010

22

Ibu Endang,
Pemimpin yang Apresiatif,
Aspiratif, Disiplin, dan Tegas
dr. Supriantoro, Sp.P, MARS
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Dirjen BUK)

S

eperti kita ketahui bahwa sebelum menjabat sebagai
Menteri Kesehatan, Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih
pernah menjabat Eselon II. Saat itu tidak sedikit yang
meragukan Beliau, underestimated. Bahkan ada yang mencurigai
hubungannya dengan Namru. Namun saya tahu, itu tidak benar.
Ibu Endang adalah sosok yang cepat belajar, cepat menyesuaikan
diri, dan cepat pula menyelesaikan pekerjaan.
Yang menjadi ciri khasnya, Ibu Menkes selalu membawa buku.
Dengan buku itulah beliau langsung menuliskan apa saja hal-hal
menarik yang didiskusikan atau disampaikan lawan bicaranya.
Mungkin ini disebabkan latar belakangnya seorang peneliti.
Ini menunjukan bahwa Ibu Menkes sangat mengapresiasi dan
mendengar masukan dari orang lain, siapapun itu. Kemudian
saran dan masukan yang baik akan ditindaklanjuti dan
diimplementasikan.
Beliau juga sangat menghargai masukan dengan cara
menyampaikan apa adanya. Contohnya dalam sebuah pertemuan
dengan Gubernur, DPRD, Bupati, Walikota, dan pejabat daerah di
Provinsi Nusa Tenggara Barat, Ibu Endang mengatakan bahwa
apa yang disampaikannya berdasarkan informasi dari saya.
Padahal sebagai Menkes, beliau mempunyai kewenangan tidak

harus menyebutkan hal itu. Itulah bukti bahwa Ibu Menkes
sangat menghargai staf-stafnya. Beliau juga contoh pemimpin
yang terbuka dengan perbedaan pendapat. Beliau tidak marah
atau tersinggung jika stafnya mempunyai pemikiran berbeda.
Di antara Pejabat Negara, Ibu Menkes termasuk yang sangat
peduli dengan masalah-masalah masyarakat umum, terutama
masyarakat miskin dan tidak mampu. Teleponnya terbuka
bagi siapa saja bisa menyampaikan pengaduan. Beliau sendiri
merespon pengaduan tersebut. Dan selanjutnya meneruskan
pengaduan masyarakat itu kepada staf-stafnya terkait untuk
ditindaklanjuti dan diselesaikan.
Di antara kebaikan dan kesabarannya, Ibu Menkes adalah
pemimpin yang tegas. Siapa yang benar akan diapresiasi, siapa
yang salah akan ditegur baik secara halus maupun tegas. Pendek
kata, Ibu Endang adalah pemimpin yang berwibawa, apresiatif,
aspiratif, disiplin, dan tegas. Untuk kejujurannya dan kepatuhan
pada prinsip tata pemerintahan yang baik, tak usah diragukan
lagi. Sebagai contoh ketika diberikan sebuah souvenir saja,
Beliau mengembalikan kepada yang memberikan.
Ada beberapa sikap yang membuat saya sangat terkesan.

23

Misalnya saja ketika saya menanyakan mengapa Beliau selalu
berprasangka baik bahkan kepada orang yang pernah menyakiti
dan melecehkan dirinya. Beliau menjawab bahwa pada dasarnya
orang itu adalah orang baik dan apa yang disampaikannya
merupakan koreksi dan perbaikan diri bagi Ibu Menkes. Luar
biasa, beliau selalu melihat sisi positif dan mengabaikan sisi
negatif seseorang.
Saya semakin kagum dengan komitmen dan etos kerja yang
ditunjukkan Beliau meskipun sedang sakit. Sebagai spesialis
paru, saya sampaikan prognosa terkait kesehatan beliau. Namun
faktanya, beliau sangat tegar dan aktif melaksanakan tugas-tugas
berat sehari-hari. Tanpa segan beliau juga melakukan kunjungan
ke daerah yang jauh. Saya ingat beliau mengatakan bahwa
beliau sudah merasa mendapatkan anugerah yang banyak dari
Allah SWT, sehingga sekarang saatnya melakukan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat. Mengisi hidup dengan hal-hal yang
bermanfaat bagi sesama.
Suatu hari sebelum dirawat di rumah sakit, saya pernah

24

menyarankan Ibu Menkes tidak melakukan kunjungan ke Sumba.
Karena itu perjalanan yang jauh dan berat. Namun ternyata beliau
tetap bertekad melaksanakan tugas ke Sumba. “Pak Pri, saya
sudah janji. Mereka akan kecewa jika saya tidak datang,” begitu
kata Ibu Menkes waktu itu. Dan meskipun akhirnya Ibu Menkes
batal ke Sumba, karena harus menjalani perawatan sakitnya.
Akhirnya, saya bisa mengambil hikmah bahwa Ibu Endang adalah
pribadi yang telah melakukan apa yang pernah dikatakan pada
sambutan buku Berdamai dengan Kanker, “Sungguh, lamanya
hidup tidaklah sepenting kualitas hidup itu sendiri. Mari lakukan
sebaik-baiknya apa yang bisa kita lakukan hari ini. Kita lakukan
dengan sepenuh hati.”
Begitulah sekelumit kesan saya tentang Ibu Menkes. Apa yang
saya paparkan ini mungkin tak berarti apa-apa dibandingkan
dengan keteladanan sebenarnya yang dilakukan oleh Ibu
Endang Rahayu Sedyaningsih.
Selamat jalan, Ibu Menkes.

Smart dan strong-leadership
dra. Maura Linda sitanggang, Ph.D
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

I

bu Endang adalah pribadi yang smart, namun tetap rendah hati
dengan segala kelebihan dan talenta yang dimilikinya. Sebagai
pemimpin, beliau memiliki strong-leadership. Walaupun bagi
saya sangat singkat, selama bekerja di bawah pimpinannya, saya
merasakan ketegasan dan kecepatan beliau dalam mengambil
keputusan serta berani mengambil risiko, namun tetap penuh
pertimbangan.

Di balik kepribadiannya yang tegas, Ibu Endang adalah sosok
yang sangat perhatian/concern kepada orang kecil dan terpuruk,
yang diaktualisasikan melalui sikap dan pengorbanannya.
Selamat berpulang Ibu. Kenangan dan teladanmu akan selalu
menginspirasi banyak orang!

25

26

Banyak yang dapat dipelajari
dari beliau
Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F (K), Sp.KP
Staf Ahli Menteri Bidang Mediko Legal

E

ndang Rahayu Sedyaningsih saya kenal sebagai
pemimpin, ibu, dan teman. Beliau seorang pemimpin
yang memiliki visi. Ia mampu menguraikan dan
mempertahankan pandangannya ke depannya, gigih
dalam melaksanakan upaya untuk mencapainya, serta tidak
mudah tergoyahkan.
Di bidang yang merupakan domain kerja saya, khususnya
penyusunan peraturan perundang undangan, kematangan
beliau dalam membuat kebijakan publik terlihat dengan
nyata. Beliau bijaksana dalam menghadapi tantangan,
khususnya dalam kebijakan di bidang Air Susu Ibu, produk
tembakau, dan sunat perempuan. Beliau meyakini bahwa
tujuannya baik bagi masyarakat luas.

Beliau begitu bersemangat dan berkeinginan kuat untuk
menyelesaikan rancangan peraturan pemerintah tentang Air
Susu Eksklusif dan pengamanan bahan yang mengandung zat
adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Keputusan dalam menghadapi pertentangan dua kepentingan
selalu dibuat dengan mempertimbangkan dari berbagai aspek.
Beliau mau mendengar kritik dan saran, dan mampu pula
membuat keputusan yang tegas.
Beliau juga konsisten dan konsekuen dalam menjalankan konsep
dan isi kedua rancangan peraturan tersebut.
Banyak yang dapat dipelajari dari kepemimpinan beliau.

27

Menkes menyerahkan bantuan bencana mentawai
disahkan Wapres dan Mensos tahun 2010
28

Dua bilah keris Bu Enny
dr. Bambang Sardjono, MPH
Staf Ahli Menteri Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi

A

pabila kita bercerita tentang Bu Endang Rahayu
Sedyaningsih, atau akrab disapa dengan Bu Enny,
tidak  akan pernah ada habisnya. Ada saja topik
pembicaraan yang dikaitkan dengan beliau sebab wawasan
beliau sangat luas. Beliau juga memberikan perhatian yang besar
pada banyak hal.
Kadang-kadang saya masih belum percaya bahwa beliau sudah
tiada. Saya sering merasa bahwa beliau masih ada. Ketika
saya sedang berkunjung ke daerah, dan ketika menyampaikan
kebijakan Kemenkes --menjelaskan tentang kebijakan Kemenkes
antara lain PIREB (Pro-Rakyat, Inklusif, Responsif, Eisien -Efektif
dan Bersih)-- rasanya Bu Enny masih ada di sekitar saya. Seakanakan dia sedang mengawasi dari kejauhan sambil tersenyum.
Senyum khas Bu Enny. Atau apabila saya sedang  melintasi Blok A
lantai 2 kantor Kementerian Kesehatan, masih terasa kehadiran
sosok Bu Enny. Seakan-akan beliau masih berada di ruang kerja
beliau.
Tentu sudah banyak orang yang menulis mengenai Bu Enny dari
berbagai sudut padang. Misalnya, tentang keterkaitan beliau
dengan khazanah penelitian, mengenai etos dan semangat kerja,
tentang kedekatan beliau dengan program untuk masyarakat,

tentang anthusiasme beliau terhadap rakyat, tentang penyakit
yang beliau derita, tentang keluarga, dan tentang-tentang yang lain. 
Saya juga mempunyai kesan tersendiri tentang Bu Enny. Saya
bisa menulis berbagai hal tentang Bu Enny menurut persepsi
saya. Namun, kali ini saya menulis atau bercerita tentang hal-hal
yang sangat berbeda dengan yang selama ini diketahui banyak
orang, yakni tentang keris. Ya, tentang KERIS dan Bu Enny.
Begini ceritanya; suatu hari  di  bulan Oktober 2011, setelah selesai
memimpin sebuah rapat di gedung  Kementerian Kesehatan,
ketika berjalan menuju ruangan, Bu Menkes memanggil saya.
Beliau berkata bahwa ada orang menyampaikan bahwa hobi saya
adalah mengoleksi keris. Kemudian beliau sampaikan bahwa dia
memiliki dua bilah keris peninggalan ayahnya, almarhum Prof.
Sudjiran. Singkatnya, beliau ingin agar saya melihatnya dan
minta saran sebaiknya diapakan keris itu. Bu Enny meminta saya
datang dan melihat  di rumahnya, di Duren Sawit, Jakarta Timur.
Pada hari yg ditentukan, yaitu Sabtu pagi, sekitar pukul 08.30,
saya menghadap beliau di rumahnya. Ketika saya tiba di sana,
sepertinya beliau baru kembali dari suatu acara  meresmikan atau
memberikan amanat atau kegiatan di Monas. Beliau mengenakan

29

kaus olah raga lengan panjang. Dan, beliau  rupanya sedang asyik
menata koleksi gantungan kunci dan magnet kulkas. Ternyata,
salah satu hobi beliau adalah mengumpulkan magnit kulkas dari
berbagai tempat.
Setelah masuk, kami duduk dan ngobrol sejenak seputar
pekerjaan. Saya menyampaikan tentang kegiatan Direktorat
Bina Upaya Kesehatan Dasar yang saya emban. Lalu, akhirnya,
kami membicarakan tentang keris. Beliau masuk ke kamar dan
membawa keluar dua bilah keris. Satu  terbungkus kain slayer/
scarf dan satu lagi dibungkus kain hitam.
Beliau menceritakan riwayat keris tersebut. Dia menerima keris
itu dari ayahanda. Dia juga bercerita bahwa keris itu sebenarnya
milik keluarga, dan akan diberikan kepada adik laki-laki beliau.
Saya mohon izin membuka sarung/warangkanya. Lalu saya
mengamati  dan memeriksa dengan seksama. Saya mencermati
keris itu dan mengecek/merujuk referensi --Ensiklopedi Keris
karya Bambang  Harsrinuksmo dan lainnya yang sengaja saya
bawa.
Lalu saya sampai pada kesimpulan sementara; kedua keris itu
dibuat dari bahan yang baik. Pamornya bagus. Hanya sedikit
berkarat karena lama tidak dibersihkan. Deskripsi kedua keris
itu kira-kira adalah: 1) Keris A: Warangkanya Ladrang Surakarta,
dibuat di era Sri Sunan Paku Buwono IX di Surakarta dan kerisnya
Sabuk  Inten luk 11 dari zaman Majapahit. 2) Keris B: Warangkanya
ladrang Surakarta era baru, Keris Luk 9 yang dibuat zaman
Majapahit atau sebelumnya.
Bu Enny rupanya ingin tahu lebih detil. Pertanyaan beliau
antara lain:  makna pamornya, karya empu dari mana,
dari zaman kapan, apa tanda-tandanya, bagaimana cara
memelihara dan menyimpan. Sambil mengobrol beliau
membolak-balik buku ensklopedia. Rasa ingin tahu beliau
tentang keris itu sangat besar. Saya menduga, barangkali
karena  beliau adalah seorang peneliti dan jiwa peneliti selalu

30

ingin mengetahui hal apapun. Singkatnya, kemudian beliau
memasrahkan keris untuk saya bersihkan. Saya menyanggupi.
Kedua keris tersebut saya bawa pulang ke rumah. Saya langsung
membersihkan keris itu. Sebenarnya, proses membersihkan
keris cukup panjang, dan ada urut-urutan bakunya. Langkah
pertama adalah merendam keris itu di dalam air kelapa sayu.
Lalu membersihkan karat. Setelah itu,  memutihkan permukaan
keris dengan jeruk nipis. Setelah putih, lalu mewarangi, dan
seterusnya.
Pada saat yang sama saya juga membersihkan beberapa bilah
keris lama saya. Kebetulan, persediaan warangan (arsenikum)
saya saat itu tidak ada, maka proses hari itu hanya sampai
memutihkan besinya. Pada hari Minggu esoknya saya minta
bantuan ke rekan mranggi (pembuat warangka) di daerah
Cipinang. Di sana kami  sama-sama mewarangi. Siang itu cuaca
cukup bagus, sehingga dalam waktu satu jam sudah terlihat
gambaran pamor di besi ke dua keris tersebut. Saya bisa melihat
keindahan besi berpadu dalam pamor yang indah.  Sementara
itu rekan mranggi yang lain menggarap ke dua warangkanya.
Menjelang ashar, proses kerja spoet ini sudah selesai
Keesokan harinya saya kirim SMS ke Bu Enny mengabarkan
bahwa keris telah selesai dibersihkan dan  sudah siap untuk
diantar. Beliau menjawab melalui SMS: kok, cepat  sekali. Saya
tidak menceritakan bahwa saya membersihkan keris itu bersama
teman-teman saya para mranggi dari  Madura.
Kemudian beliau menentukan waktu untuk bertemu di rumah
dinas di Jl. Denpasar. Pada hari yang ditentukan pukul 07.30 saya
sudah hadir. Ajudan dan penjaga mempersilahkan masuk. Saya
menunggu di ruang dalam. Sementara itu, seorang pembantu
menyodorkan teh manis dan kue.
Sejenak kemudian beliau keluar kamar dengan wajah cerah

dengan pakaian rapi siap untuk suatu acara. Kemudian
saya menyerahkan keris tersebut kepada beliau sambil 
menyampaikan dan menjelaskan lebih detil. Intinya, bahwa dua
keris ini berkualitas baik. Rupanya beliau ingin tahu lebih banyak
tentang keris. Lalu kami membuka buku rujukannya. Kami
berdiskusi tentang keris lebih kurang 15 menit. Setelah itu, saya
pamit ke kantor.

memelihara keris.
Saya sungguh  bangga dan bahagia diberi amanah, mendapat
kehormatan dan kesempatan untuk melihat, memegang 
bahkan membersihkan dan mewarangi pusaka keluarga ibu
Enny. Demikianlah, sekelumit cerita tentang keris dan Bu Enny.
Wilujeng saklajengipun.

Cerita ini menggambarkan sisi lain dari bu Enny yang tetap
meneruskan tradisi nguri-urii kabudayan (memelihara
kebudayaan), yang salah satunya adalah melestarikan dan

Kunjungan Menkes bersama mentri PDT di Sambas Kalbar

31

32

Ia Memperhatikan Anak Buah
dr. Untung Suseno Sutarjo, M. Kes
Staf Ahli Menteri Bidang Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat

P

ada suatu hari saya diminta menghadap Ibu Menkes.
Saya waktu itu memang baru membuat telaahan tentang
pembiayaan sesuai dengan tupoksi jabatan saya, yang
dikaitkan dengan pengambilan keputusan Ibu Menteri. Jadi, saya
datang membawa semua bahan yang diperlukan.
Sesampai di kamar beliau, langsung saya masuk dan duduk.
Beliau memang tampak tegang dan langsung menyatakan, “Pak
Untung harus sadar bahwa jabatan itu adalah amanah. Kalau
masih dibutuhkan, akan tetap menjabat. Kalau tidak mampu,
dipersilahkan untuk ke tempat lain.”
Saya terkejut mendengar kalimat itu, dan macam-macam timbul
di pikiran saya. Termasuk terpikirkan juga yang paling ekstrim:
saya harus berkarya di luar Kemkes. Atau, rupanya tidak mudah
masuk jajaran eselon satu. Sebab, saya baru dilantik tiga bulan
tapi sudah menghadapi pernyataan yang demikian kerasnya.
Apalagi beliau kemudian menjelaskan secara panjang lebar
kriteria menjadi pejabat di Kemkes. Beliau juga menekankan
apa yang diharapkannya dari para pejabat dalam melaksanakan
program unggulan Kemkes.
Terus terang pada saat itu saya berikir, saya pasti sudah buat

salah besar. Tetapi, mengapa beliau harus bicara sendiri seperti
itu pada saya. Jadi saya dengarkan terus arahan hingga akhirnya
beliau menyatakan itu keputusannya harus dijalankan.
Wah saya speechless, tidak berani menjawab. Saya pikir nanti
setelah beliau selesai saya akan bertanya. Kurang lebih 20
menit kemudian beliau memberikan kesempatan kepada untuk
melaporkan apa yang saya bawa. Saya langsung bertanya,
“Mohon maaf Ibu menteri. Mohon izin, kalau berkenan, ibu
memberitahu apa salah saya sehingga harus dipindahkan.
Saya siap Ibu kalau harus dipindahkan.” Tiba-tiba saja beliau
tersenyum dan membalas, “Saya tidak ada niat memindahkan
Pak Untung. Baru saja dilantik, koq dipindah. Saya hanya mau
kasih tahu, instruksi saya di rakorpim, karena saya perhatikan Pak
Untung sudah dua kali tidak hadir, dan harus tahu apa yang saya
putuskan.”
Terus terang perasaan saya kaget campur kagum. Seorang
menteri mau memanggil anak buahnya untuk menjelaskan
keputusannya. Baru pertama kali saya mengalami hal seperti itu.
Beliau juga memperhatikan kehadiran anak buahnya dalam rapat
penting. Ketika saya jelaskan kekagetan saya pada saat awal

33

datang, beliau tertawa. Beliau menyatakan tujuannya sederhana
supaya saya mendapatkan informasi langsung dari sumbernya,
bukan isu atau gosip. Beliau tidak marah atas ketidakhadiran
saya, karena jelas alasannya. Saya baru menyadari betapa beliau
mengutamakan chain of command yang harus mendapatkan

informasi yang benar, sehingga staf bisa menjalankan tugas
dengan baik. Saya masih ingat ungkapan yang sering beliau
sampaikan yaitu A chain is only as strong as its weakest link.
Dan benar satu bulan kemudian ada pelantikan pejabat, sesuai
dengan arahan beliau.

Kunjungan Menkes di B2P2TO-OT Tawangmangu
34

Dia peneliti baik dan pandai
dr. Indriyono Tantoro, MPH
Staf Khusus Menkes Bidang Percepatan Pembangunan Kesehatan dan Reformasi Birokrasi

K

etika itu tahun 1997. Seorang teman mengatakan kepada
saya bahwa di Badan Litbangkes ada seorang peneliti
baru yang baik dan pandai. Saya segera menemui peneliti
itu untuk berkenalan. Waktu itu, sebagai penanggung jawab
program Pengendalian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut),
saya memerlukan counter part dari Badan Litbangkes untuk
membantu mengembangkan program.
Peneliti itu bernama Endang Rahayu Sedyaningsih. Beliau
menyatakan bersedia membantu saya dengan ramah. Itulah
perkenalan saya pertama kali dengan Bu Endang. Setelah itu
pertemanan dan kerjasama kami berlanjut sekitar lima belas
tahun. Berteman dan bekerjasama dengan Bu Endang sangat
menyenangkan, karena beliau selalu bersikap ramah dan
bersahabat. Beliau juga bekerja keras, profesional, serius, tekun,
serta amat bertanggung-jawab. Karena waktu itu saya bekerja
di bidang pemberantasan penyakit menular dan Bu Endang
bekerja di bidang penelitian yang terkait dengan penyakit
menular, maka kerjasama kami terus berlanjut. Antara lain dalam
Pengendalian HIV-AIDS yang kelak menjadi tugas pokok saya dan
merupakan topik tesis doktor beliau di Harvard School of Public
Health.

Ketika terjadi Pandemi SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
tahun 2002-2003, saya kembali bekerjasama dengan Bu
Endang. Di Badan Litbangkes, beliau bertanggungjawab
mengkoordinasikan konirmasi laboratorium kasus suspek SARS.
Sedangkan saya yang saat itu bertugas di bidang Surveilans
Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra, bertanggungjawab dalam surveilans SARS. Selama beberapa minggu, saat
Pandemi SARS merebak, setiap hari mulai pukul 08:00 pagi
diadakan rapat koordinasi di Departemen Kesehatan yang
dipimpin langsung oleh Menteri Kesehatan (waktu itu Dr Sujudi).
Rapat koordinasi itu dihadiri para pejabat terkait serta para
klinisi dan para peneliti di bidang penyakit menular. Bu Endang
tidak pernah absen dalam rapat yang setiap hari berlangsung
selama 3-4 jam itu.
Pada tahun 2005, kasus lu burung yang disebabkan virus Inluenza
H5N1 mulai bermunculan di Indonesia. Dalam Pengendalian Flu
Burung, Bu Endang bertugas mengkoordinasikan pemeriksaan
spesimen dan pengembangan kapasitas laboratorium virus
Inluenza H5N1. Ketika itu saya bertugas sebagai Sekretaris Tim
Penanggulangan Flu Burung internal Departemen Kesehatan.
Sebetulnya bidang yang ditekuni Bu Endang adalah Medical

35

Anthropology dan Epidemiology, tetapi beliau selalu menekuni
dengan sungguh-sungguh bidang apa pun yang menjadi tugas
dan tanggung-jawab beliau. Di Badan Litbangkes beliau bertugas
di laboratorium yang juga melaksanakan kegiatan virologi
inluenza. Oleh karena itu pengetahuan dan pemahaman Bu
Endang tentang inluenza tidak perlu diragukan.
Pada tahun 2006, ketika Dr. Siti Fadilah Supari menjabat
Menteri Kesehatan, Indonesia mempelopori perubahan atau
reformasi tatanan Pandemic Inluenza Preparedness: Sharing
of Virus and Sharing of Vaccines and Other Beneits di lingkungan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Reformasi ini dimaksudkan
agar tatanan yang berlaku di WHO tidak merugikan negara
berkembang dan agar menganut prinsip adil, transparan dan
setara (fair, transparent, and equitable). Dalam negosiasi antara
negara berkembang (yang dipelopori Indonesia) dan negara
maju (yang dipelopori Amerika Serikat) tentang reformasi
tatanan tersebut, Bu Endang adalah negosiator Delegasi
Indonesia dalam aspek tehnis virologi Inluenza. Beliau sangat
disegani oleh delegasi negara-negara yang berpihak maupun
yang berseberangan dengan Indonesia. Negosiasi berlangsung
alot dan untuk mencapai titik temu antara negara berkembang
dan negara maju, WHO harus menyelenggarakan beberapa
kali IGM (Inter Governmental Meeting) dan beberapa kali Open
Ended Working Group (OEWG) di Jenewa sepanjang hampir lima
tahun (2006-2011). Ada kejadian lucu dalam salah satu sidang
OEWG di Jenewa. Ketika itu Bu Endang sebagai negosiator
Delegasi Indonesia bertahan pada posisi Indonesia untuk bunyi
suatu paragraf dalam draft MTA (Material Transfer Agreement).
Sementara itu, pihak Amerika juga bertahan pada posisinya.
Ketika waktu makan siang tiba, Delegasi Amerika Serikat
mengusulkan agar sidang ditunda untuk istirahat makan siang.
Bu Endang, segera mengangkat lag – isyarat minta bicara
pada Ketua Sidang - dan sambil tersenyum beliau menyatakan
bahwa Indonesia dapat menyetujui usul Amerika untuk istirahat
makan siang. Seluruh peserta sidang tertawa dan Ketua Sidang
mengatakan : ”Inilah pertama kalinya Delegasi Indonesia dan

36

Delegasi Amerika dapat menyepakati sesuatu, yaitu sepakat
untuk istirahat makan siang”.
Untuk mewujudkan reformasi tatanan tersebut, Indonesia
bersama beberapa negara berkembang (like minded countries)
harus berjuang keras dalam lima Sidang Majelis Kesehatan
Sedunia (World Health Assembly), yaitu tahun 2007, 2008, 2009,
2010, dan 2011. Akhirnya, pada tahun 2011, sewaktu Bu Endang
menjabat Menteri Kesehatan, perjuangan itu berhasil dengan
sukses. Tatanan baru yang adil, transparan dan setara berhasil
disepakati oleh seluruh negara anggota WHO dalam Sidang
Majelis Kesehatan Sedunia ke-64 tahun 2011.
Ketika Bu Endang menjabat Menteri Kesehatan (2009-2012),
saya ditugasi membantu beliau sebagai Staf Khusus Menteri
Kesehatan. Beliau melaksanakan tugas Menteri Kesehatan
dengan profesional, penuh dedikasi, dan dengan komitmen
kuat. Hal ini tercermin dalam tag line beliau, yaitu : pro-rakyat,
responsif, efektif, inklusif dan bersih. Dalam kesibukan sebagai
Menteri Kesehatan, Beliau tetap membaca dengan teliti semua
surat, dokumen, e-mail, dan SMS yang diajukan kepadanya.
Bahkan beliau menandai dengan coretan jika dalam suatu
dokumen ada salah ketik, salah ejaan, pilihan kata yang tidak
tepat atau ada data atau informasi yang tidak masuk akal.
Beliau bukan hanya membaca tetapi juga menilai akurasi data
yang disajikan dalam dokumen yang diajukan staf. Beliau selalu
memberikan umpan balik pada hasil pekerjaan staf disertai
ucapan terima kasih. Umpan balik beliau dapat berupa pujian,
kritik, atau teguran. Beliau mengarahkan agar semua surat, e-mail,
sms dan telpon yang masuk ke Kementerian Kesehatan dari siapa
pun harus direspons segera. Beliau sendiri bekerja cepat, semua
berkas yang diajukan kepada beliau rata-rata sudah “turun”
dalam waktu 1 X 24 jam. Dalam setiap rapat, diskusi, dan saat
menerima staf atau tamu, beliau selalu mencatat sendiri hal-hal
yang penting dalam buku catatan. Jika beliau mengikuti Sidang
Kabinet, maka catatan beliau disampaikan kepada staf dalam
Rapat Koordinasi Pimpinan (Rakorpim) untuk ditindaklanjuti. Ada

mekanisme unik yang berlaku bagi saya setiap beliau memimpin
rapat. Dalam rapat tersebut, bila saya ingin menyampaikan
sesuatu, saya akan memandang beliau dan beliau paham bahwa
saya mohon diberi kesempatan bicara. Mekanisme unik ini tidak
pernah dibicarakan atau disepakati sebelumnya, berlaku begitu
saja.
Pada tahun 2010, beberapa bulan setelah