BAB I MANUSIA DAN AGAMA

BAB I
MANUSIA DAN AGAMA
A. Pengertian Manusia
Manusia dalam bahasa arab disebut dengan “insan” yang artinya ramah, mesra dan
berpuas hati. Ketiga arti ini merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh manusia. Ada
pendapat yang menghubungkan kata “insan” dengan kata “an-nisyan” yang berarti
pelupa. Pendapat ini mengacupada fitrah manusia yang memang sering lupa dan salah.
Menurut el-alaqqad, manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab, yang diciptakan
dengan sifat-sifat ke-tuhan-an, sehingga dapat memenuhi 3 hal :
1) Manusia itu betapapun hebatnya, tetap sebagai makhluk, sesuatu yang diciptakan dan
ditentukan, bukan pencipta dan penentu sesuatu.
2) Segala perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia harus dipertanggungjawabkan di
hadapan allah swt. Di akhirat, oleh karena itu manusia harus memikirkan dengan
sebaik-baiknya sebelum melakukan sesuatu perbuatan.
3) Pada diri manusia ada sifat-sifat ke-tuhan-an, berupa segala sifat yang baik yang harus
dikembangkan dan diwujudkan dalam bentuk perbuatan dan perilaku.
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa manusia adalah makhluk yang penuh
dengan kekurangan-kekurangan. Namun dibalik kekurangannya, allah swt. Memberikan
kelebihan yang menjadikannya sebagai makhluk yang mulia. Kelebihan-kelebihan
tersebut adalah : manusia diberikan hidayah oleh allah swt yang sangat lengkap, yakni :
 Hidayah ath-thabi’iyyah ( petunjuk insting / naluri )

 Hidayah al-hissiyah ( petunjuk panca indera )
 Hidayah al-aqliyah ( petunjuk akal )
 Hidayah ad-din ( petunjuk agama )
Kelebihan yang dimiliki oleh manusia tersebut, membedakanya dengan makhluk
yang lain yang harus tetap dipelihara agar ia hidup mulia, bahagia dan sejahtera. Menurut
al-ghazali, ada 5 perangkat hidup manusia yang harus dipelihara dan dijaga dengan baik
agar ia mencapai kesempurnaan hidup, di dunia dan akhirat. Kelima perangkat itu adalah
agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda.
B. Asal-Usul Manusia

Jumhur ulama berpendapat bahwa manusia yang mendiami bumi ini berasal dari satu
keturunan, yaitu nabi adam dan hawa. ( surah an-nisa (4) : 1 ) “nafsin wahidah” berarti diri
yang satu ( adam ) dan kata “zaujaha” berarti isterinya ( hawa ).
C. Tujuan Penciptaan Manusia
Tujuan penciptaan dan tugas kehidupan manusia ( terkait dengan kedudukan dan
fungsinya ) adalah sebagai “abdun” ( hamba ) dan khalifah ( wakil ) allah dimuka bumi ini.
Dalam kedudukan dan fungsinya sebagai hamba, maka tujuan da tugas kehidupan manusia
adalah beribadah kepada allah swt. ( surah adz-dzariyat (51) : 56 ) dalam kedudukan dan
fungsinya sebagai khalifah ( wakil ) allah swt di dunia ini, maka tujuan da tugas kehidupan
manusia adalah menciptakan suatu tatanan kehidupan sosial yang berakhlak mulia. ( surah

hud (11) : 61 ) dan ( surah al-a’raf (7) : 56 )
D. Hakekat Manusia
Menurut pandangan islam, manusia itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh.
Badan dan ruh masing-masing merupakan substansi yang berdiri sendiri, tidak tergantung
adanya oleh yang lain. Ruh yang berasal dari allah itulah yang menjadikan hakekat manusia,
dan inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Jasad manusia yang berasal dari ruh
untuk menjalani kehidupan material, alam material bersifat sekunder dan ruh adalah yang
primer. Karena ruh tanpa jasad yang material tidak dapat dinamakan manusia. Hubungan
antara ruh dan jasad adalah hubungan penciptaan, bukan hubungan kausal, adanya ruh dan
jasad manusia, bergantung pada iradah allah untuk menciptakannya.
E. Kebutuhan Hidup Manusia
Kebutuhan hidup yang dianggap paling pokok pada manusia yaitu :
1) Kebutuhan biologis.
2) Kebutuhan psikis.
3) Kebutuhan sosial.
4) Kebutuhan paedagogis ( intelektual ).
5) Kebutuhan agama ( spiritual ).

BAB II


AGAMA DAN AGAMA ISLAM
Agama adalah keyakinan suatu makhluk kepada sang penciptanya,dibagi diantaranya:
A. Arti Dan Ruang Lingkup Agama Islam
Islam menurut bahasa: kata islam berasal dari bahasa arab, yakni islam. Islam kata
turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan (kepada kehendak allah),
berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima; berakar dari huruf sin lam mim.
Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela dan tidak cacat. Dari
kata di itu terbentuk kata masdarsalamat (yang dalam bahasa indonesia menjadi
selamat). Dari akar kata itu juga terbentuk kata-kata salm, silm yang berarti kedamaian,
kepatuhan, penyerahan (diri). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa arti yang
dikandung perkataan islamadalah kedamaian, kesejahteraan, keselataman, penyerahan
(diri), ketaatan, dan kepatuhan. Dari perkataan salamat, salm tersebut timbul ungkapan
“assalamualaikum” yang telah membudaya dalam masyarakat indonesia. Artinya
(mengandung doa dan harapan) semoga anda selamat, damai, sejahtera.
Demikianlah analisis makna perkataan islam. Intinya adalah berserah diri, tunduk,
patuh dan taat dengan sepenuh hati kepada kehendak ilahi. Kehendak ilahi yang wajib
ditaati dengan sepenuh hati oleh manusia itu, manfaatnya, bukanlah untuk allah sendiri
tetapi untuk kemaslahatan atau kebaikan manusia dan lingkungan hidupnya. Kehendak
allah telah disampaikan oleh malaikat jibril kepada nabi muhammad sebagai rasul-nya
berupa wahyu yang kini dapat dibaca dan dikaji selengkapnya dalam alquran. Rasul-pun

tela memberi penjelasan, petunjuk, dengan contoh bagaimana memahami dan
mengamalkan ayat-ayat alquran dengan sunnah beliau.
Agama islam adalah agama yang diajarkan oleh nabi muhammad, berpedoman
pada kitab suci alquran yang diturunkan ke dunia melaui wahyu allah swt.
Agama islam merupakan satu sistem akidah dan syariah serta akhlak yang
mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Ruang lingkupnya
lebih luas dari ruang lingkup agama nasrani yang hanya mengatur hubungan manusia
dengan tuhan, agama islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan,
tetapi juga hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan diri
sendiri dan alam sekitarnya yang kita kenal dengan lingkungan hidup.
Memahami ajaran islam dengan sebaik-baiknya, merupakan komitmen umat islam
terhadap islam. Setiap muslim dan muslimah mempunyai komitmen terhadap islam,
intinya terdapat dalam alquran surat al-‘asr. Artinya lebih kurang: ”demi waktu.
Sesungguhnya manusia senantiasa berada dalam kerugian. Kecuali, orang-orang yang

beriman dan beramal saleh, saling nasihat-menasihati tentang kebenaran dan saling
berwasiat dengan kesabaran”.
Berpangkal tolak dari surat al-‘asr, ada lima komitmen atau keterikatan seorang
muslim dan muslimah terhadap islam. Komitmen itu adalah:
1. Menyakini, mengimani kebenaran agama islam seyakin-yakinnya.

2. Mempelajari, mengilmui ajaran islam secara baik dan benar.
3. Mengamalkan ajaran islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
4. Mendakwahkan, menyebarkan ajaran islam secara bijaksana disertai argumentasi
yang meyakinkan dengan bahasa yang baik, dan
5. Sabar dalam berislam, dalam menyakini, mempelajari, mengamalkan dan
mendakwahkan agama islam, agama yang diridhai allah, agama yang kita peluk
bersama, agama yang menyelamatkan kehidupan kita di dunia ini dan
membahagiakan hidup kita di akhirat kelak.
B. Klasifikasi Agama Dan Agama Islam
Klasifikasi: penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah
atau standar yang ditetapkan. Mengklasifikasi: menggolong-golongkan menurut jenis;
menyusun ke dalam kelompok.
Menurut sumber ajaran suatu agama, agama-agama dapat dapat dibagi menjadi
dua:
1. Agama wahyu (revealed religion) yang kadang-kadang disebut juga dengan agama
langit.
2. Agama budaya (cultural religion atau natural religion) yang kadang-kadang disebut
juga agama bumi atau agama alam.

Adapun ciri-ciri masing-masing agama adalah:

1. Agama wahyu dapat dipastikan kelahirannya. Pada waktu agama wahyu disampaikan
malaikat jibril kepada rasul atau nabi, pada waktu itulah agama wahyu itu
lahir. Agama budaya tidak dapat dipastikan kelahirannya karena mengalami proses
pertumbuhan sesuai dengan proses pertumbuhan kebudayaan masyarakat atau
perkembangan pemikiran manusia yang memberikan ajaran agama budaya itu.
2. Agama wahyu disampaikan kepada manusia melalui utusan atau rasulullah, yang
bertugas selain menyampaikan, juga menjelaskan wahyu yang diterimanya dengan

berbagai cara dan upaya. Agama budaya tidak mengenal utusan atau rasulullah. Yang
mengajarkan agama budaya adalah filsuf atau pemimpin kerohanian atau pendiri
agama itu sendiri.
3. Agama wahyu mempunyai kitab suci yang berisi himpunan wahyu yang diturunkan
allah. Wahyu yang ada dalam kitab suci itu tidak boleh berubah atau diubah. Agama
budaya tidak mempunyai kitab suci. Agama budaya yang telah berperadaban mungkin
mempunyai kitab suci, namun isinya dapat berubah karena perubahan filsafat agama
atau kesadaran agama masyarakatnya.
4. Ajaran agama wahyu mutlak benar karena berasal dari allah yang maha benar, maha
mengetahui segala-galanya. Karena itu pula kebenarannya tidak terikat pada ruang
dan waktu. Sedangkan ajaran agama budayakebenarannya relatif, terikat pada ruang
dan waktu tertentu.

5. Sistem hubungan manusia dengan allah, dalam agama wahyu, ditentukan oleh allah
sendiri dengan penjelasan lebih lanjut oleh rasulullah. Sistem hubungan ini tetap tidak
berubah bagaimanapun dahsyatnya perubahan karena perkembangan budaya, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Sistem hubungan manusia dengan tuhan dalam agama
budaya berasal dari akal berdasarkan kepercayaan dan pengetahuan serta pengalaman
manusia yang senatiasa berubah atau bertambah.
6. Konsep ketuhanan agama wahyu ialah monoteisme(paham yang mempercayai hanya
satu tuhan) murni sebagaimana yang disebutkan dalam ajaran agama langit itu.
Konsep ketuhanan agama budaya, karena disusun oleh akal manusia, berkembang
sesuai dengan perkembangan akal manusia mulai dari dinamisme(kepercayaan bahwa
segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup) sampai
kepada monoteisme tidak murni atau monoteisme terbatas.
7. Dasar-dasar ajaran agama wahyu bersifat mutlak, berlaku bagi seluruh umat manusia.
Sedangkan

dasar-dasar agama

budaya bersifat relatif karena


ditujukan

kepada

manusia dalam masyarakat tertentu yang belum tentu sesuai dengan masyarakat lain.
8. Sistem nilai agama wahyu ditentukan oleh allah sendiri yang diselaraskan dengan
ukuran dan hakikat kemanusiaan. Yang bernilai baik diwajibkan agar manusia
memperoleh keselamatan dan kebahagian. Yang bernilai buruk dilarang atau
diharamkan-nya untuk mencegah kecelakaan dan penderitaan manusia di dunia ini
dan di akhirat kelak. Nilai-nilai agama budayaditentukan oleh manusia sesuai dengan
cita-cita, pengalaman serta penghayatan masyarakat yang menganutnya. Nilai-nilai itu

mungkin sesuai untuk suatu masyarakat pada suatu masa tertentu, mungkin juga harus
diubah lagi di suatu masyarakat pada masa lain.
9. Agama wahyu menyebut sesuatu tentang alam yang kemudian dibuktikan
kebenaranya oleh ilmu pengetahuan (sains) modern. Demikian juga dengan peristiwaperistiwa yang telah berlalu dibuktikan kebenarannya oleh sejarah, sedangkan
ramalan tentang peristiwa yang akan datang kebenaranya akan dibuktikan oleh
pengalaman manusia. Hal-hal yang disebutkan agama budaya tentang alam sering
dibuktikan kekeliruan oleh sains. Demikian pula pemberitaannya tentang peristiwaperistiwa sejarah. Sedang ramalan-ramalannya tentang peristiwa-peristiwa yang akan
datang sering tidak sesuai dengan pengalaman manusia.

10. Melalui agama wahyu, allah memberi petunjuk, pedoman, tuntunan, dan peringatan
kepada manusia dalam pembentukan insan kamil, yaitu manusia sempurna, manusia
baik yang bersih dari noda dan dosa. Pembentukan manusia menurut agama
budayadisandarkan pada pengalaman dan penghayatan masyarakat penganutnya yang
belum tentu diakui oleh masyarakat lain yang berbeda cita-cita, pengalaman dan
penghayatannya.
C. Agama Islam Dan Ilmu Pengetahuan (iptek)
Ilmu pengetahuan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama
Islam, sebab kata islam itu sendiri, dari kata dasar aslama yang artinya “tunduk patuh”,
mempunyai makna “tunduk patuh kepada kehendak atau ketentuan Allah”. Dalam Surat
Ali Imran ayat 83, Allah menegaskan bahwa seluruh isi jagat raya, baik di langit maupun
di bumi, selalu berada dalam keadaan islam, artinya tunduk patuh kepada aturan-aturan
Ilahi. Allah memerintahkan manusia untuk meneliti alam semesta yang berisikan ayatayat Allah. Sudah tentu manusia takkan mampu menunaikan perintah Allah itu jika tidak
memiliki ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, kata alam dan ilmu mempunyai akar huruf
yang sama: ain-lam-mim. Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat
secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu
tertentu.
Dengan akal pikiran tersebutlah, kita selalu akan berinteraksi dengan ilmu. Akal
yang baik dan benar, akan terisi dengan ilmu-ilmu yang baik pula. Sedangkan teknologi,

dapat kita gunakan sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Namun, dalam mempelajari dan mengaplikasikan iptek itu sendiri, harus memperhatikan

beberapa hal yang penting.Tidak semua sains dan teknologi yang diciptakan para
ilmuwan itu baik untuk kita. Terkadang ada pula yang menggunakan bahan – bahan
berbahaya bagi kesehatan lingkungan sekitar. Beberapa dari mereka ada yang
menyalahgunakan hasil penelitian tsb. Sesungguhnya Allah melarang kita membuat
pengrusakan di bumi, seperti dalam firman-Nya dalam (Q.S. Al-A’raf :56).
 IPTEK DALAM PANDANGAN ISLAM
Sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan.
Menuntut ilmu, dalam ajaran Islam, adalah suatu yang sangat diwajibkan sekali bagi
setiap Muslim, apakah itu menuntut ilmu agama atau ilmu pengetahuan lainnya.
Terkadang orang tidak menyadari betapa pentingnya kedudukan ilmu dalam kehidupan
ini.
Ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan pendidikan sebagai berikut.
1) QS. Al Alaq 1-5 yang artinya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
2) Allah Ta’ala berfirman menerangkan keutamaan ulama dan apa-apa yang mereka
miliki dari kedudukan dan ketinggian: “Katakanlah: “Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya
orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)
3) Firman Allah yang lain: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa
derajat.” (QS. Al-Mujaadilah: 11)
4) Sungguh Allah telah memuliakan ilmu dan ulama dengan memberikan kepada
mereka kebaikan yang umum dan menyeluruh sebagaimana diterangkan dalam
firman-Nya: “Allah menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang
Al-Qur`an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang
dianugrahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.” (QS. AlBaqarah: 269)

5) Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hambahamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Faathir:28)
6) Ulama adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang lurus dan
pemahaman

yang

mendalam,

Allah

Ta’ala

berfirman:

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabuut:43)
7) Selain itu dalam firman Allah: “Allah dan para malaikat serta orang-orang yang
berilmu menyatakan (bersaksi) bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia (Allah)” (QS.Ali-‘Imran: 18).
8) “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui” (QS. An-Nahl: 43).
9) Firman Allah: “Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada
orang-orang yang diberi ilmu”… (QS. Al Ankabut: 49)
10) “Salah satu syarat diterimanya sebuah amal manusia adalam adanya ilmu. Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” (QS.Al-Israa’: 36)
Selain ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan ilmu ada juga hadits sebagai
berikut.
1. Dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ممنن ي يدردد الليه دبده مخي نررا ي يمفدققنهيه دفي الدقدي ندن‬
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya, niscaya Allah akan
pahamkan dia tentang agama(nya).” (Muttafaqun ‘alaih)
2. Dari Abud Darda` radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫حتممها لدمطالددب‬
‫ مودإ قمن ال نممل مدئك ممة ل متممضيع أ منجدن م‬،‫جن قمدة‬
‫ مسل ممك الليه دبده مطدري نرقا دمنن يطيردق ال ن م‬،‫ب دفي نده دعل نرما‬
‫ممنن مسل ممك مطدري نرقا ي منطل ي ي‬
‫ مودإ قمن ال نمعالدمم ل مي منستمنغدفير ل ميه ممن ندفي ال قمسممموا د‬،‫ال ندعل ندم‬
‫ موال ندحي نمتاين دفي مجنو د‬،‫ت موممنن دفي ال منردض‬
‫ع‬
‫ مودإ قمن مفنضمل ال نمعالددم م‬،‫ف ال نممادء‬
‫ مودإ قمن ال من ندبميامء ل منم ي يمودقرث ينوا ددي نمناررا مو‬،‫ مودإ ق منال نيعل مممامء مومرث مية ال من ندبميادء‬،‫عملى مسادئدر ال نك مموادكدب‬
‫ملى ال نمعادبدد ك ممفنضدل ال نمقممدر ل مي نل ممة ال نبمنددر م‬
‫حظقظ موادفظر‬
‫ مفممنن أ ممخمذيه أ ممخمذ دب م‬،‫ دإن ق ممما مو قمريثوا ال ندعل نمم‬،‫“ل م ددنرمهرما‬
Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu, maka Allah
akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju) jannah, dan
sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya untuk

penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampun
untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi, sampai ikan
yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan sesungguhnya
keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah adalah seperti
keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang, dan sesungguhnya
ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun
dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang
mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat banyak.”
(HR. Abu Dawud no.3641, At-Tirmidziy no.2683, dan isnadnya hasan, lihat Jaami’ul
Ushuul 8/6)
3. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫عى دمنن مسادمظع‬
‫ب يمبمل ق مغغ أ منو م‬
‫ مفير ق م‬،‫ن م ق مضمر الليه انممررءا مسدممع دم قمنا مشي نرئا مفبمل ق ممغيه ك ممما مسدممعيه‬
“Semoga Allah memuliakan seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu dia
menyampaikannya (kepada yang lain) sebagaimana yang dia dengar, maka kadangkadang orang yang disampaikan ilmu lebih memahami daripada orang yang
mendengarnya.” (HR. At-Tirmidziy no.2659 dan isnadnya shahih, lihat Jaami’ul
Ushuul 8/18)
4. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda:
‫عنو ل ميه‬
‫ أ منو مول مظد مصالدظح ي مند ي‬،‫ أ منو دعل نظم ي ين نتممفيع دبده‬،‫ مصمدمقظة مجادري مظة‬:‫عممل ييه دإل قم دمنن ث مل مظث‬
‫ت ابنين آمدمم ان نمقمطمع م‬
‫“دإمذا مما م‬
Apabila seorang keturunan Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya
kecuali dari tiga hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau seorang
anak shalih yang mendo’akannya.” (HR. Muslim no.1631)
5. Adapun pahala menuntut ilmu Rasululllah saw. bersabda: “Orang yang menuntut
ilmu berarti menuntut rahmat; orang yang menuntut ilmu berarti menjalankan rukun
Islam dan pahala yang diberikan kepadanya sama dengan pahala para nabi.” (H.R.
Ad-Dailami dari Anas r.a).
6. Sedangkan

dalam

hadist

lain

yang

diriwayatkan

Imam

Muslim

r.a.:

“Barangsiapa yang melalui suatu jalan guna mencari ilmu pengetahuan, niscaya
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkan baginya jalan ke surga.” Maka dalam
menuntut ilmu niatkanlah semata-mata mencari keridaan Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang akan dibalas dengan pahala kebaikan untuk dunia dan akhirat.

7. Nabi Muhammad SAW juga sangat menghargai orang yang berilmu. “Ulama adalah
pewaris para Nabi” Begitu sabdanya seperti yang dimuat di HR Abu Dawud.
8. Bahkan Nabi tidak tanggung-tanggung lebih menghargai seorang ilmuwan daripada
satu kabilah. “Sesungguhnya matinya satu kabilah itu lebih ringan daripada matinya
seorang ‘alim.” (HR Thabrani)
9. Seorang ‘alim juga lebih tinggi dari pada seorang ahli ibadah yang sewaktu-waktu
bisa tersesat karena kurangnya ilmu. “Keutamaan orang ‘alim atas orang ahli ibadah
adalah seperti keutamaan diriku atas orang yang paling rendah dari sahabatku.” (HR
At Tirmidzi).
10. Nabi Muhammad mewajibkan ummatnya untuk menuntut ilmu. “Menuntut ilmu
wajib bagi muslimin dan muslimah” begitu sabdanya. “Tuntutlah ilmu dari sejak
lahir hingga sampai ke liang lahat.”
11. Hadits-hadits seperti “Siapa yang meninggalkan kampung halamannya untuk
mencari pengetahuan, ia berada di jalan Allah”, “Tinta seorang ulama adalah lebih
suci daripada darah seorang syahid (martir)”, memberikan motivasi yang kuat untuk
belajar.
12. Dari Ibunda kaum mu’minin, Ummu Abdillah ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia
berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Barang siapa
yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari
kami, maka (amalan) itu tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan dalam riwayat
Muslim: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari
kami, maka itu tertolak.”
13. Perintah untuk ber-guru sangat dianjurkan walaupun harus sampai kenegeri Cina.
“Uthlubul ‘ilma walaw bishshiin”, tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Hadits ini
diri wayatkan dari jalan Abu ‘Atikah Al Bashri, dari Anas bin Malik.
14. Apabila kamu melewati taman-taman surga, minumlah hingga puas. Para sahabat
bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud taman-taman surga itu?” Nabi Saw
menjawab, “Majelis-majelis taklim.” (HR. Ath-Thabrani)
15. “Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya
jalan ke surga.” (HR. Muslim)
16. Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan
purnama terhadap seluruh bintang. (HR. Abu Dawud )

BAB III
SUMBER AJARAN ISLAM

A. AL-QUR’AN
Secara

etimologi

Alquran

berasal

dari

kata qara’a,

yaqra’u,

qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (aldlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala
yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan
menurut para ulama klasik, Alquran sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan
utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi
sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Medinah.
Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu dapat
dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di
Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang turun setelah Nabi Muhammad hijrah (pindah)
ke Madinah. Ayat-ayat yang tutun ketika Nabi Muhammad masih berdiam di Mekkah di
sebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi Muhammad
pindah ke Medinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah

1. Ciri-cirinya adalah :
a. Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh
isi al-Quran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah
pada umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Quran,
terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.
b. Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia)
sedang ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina
aamanu (hai orang-orang yang beriman).

c. Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada
Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa
lalu, sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat
dan sebagainya.

2. Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
a. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini
berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari
kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.
b. Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam
berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup
manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.
c. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan
leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan
sosial.
d. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Saba
yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum
mereka dengan mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu
dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya.
e. Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia
yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan
sangkakala

(terompet)

oleh

malaikat

Israil.



Apabila

sangkakala

pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya
dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah
langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.
f. Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
g. Hukum yang berlaku bagi alam semesta.

3. Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:
a. Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya
b. Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
c. Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat
yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih
lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR.
Muslim).
d. Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan
Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
e. Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai
penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).

4. Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
a. Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia
dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum
ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid,
Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
b. Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia
dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia
dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan
disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Fikih.
c. Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia
dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum

ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut
Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.

5. Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
a. Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah
SWT, misalnya salat, puasa, zakat, dan haji.
b. Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia
dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai
berikut:
 Hukum munakahat (pernikahan).
 Hukum faraid (waris).
 Hukum jinayat (pidana).
 Hukum hudud (hukuman).
 Hukum jual-beli dan perjanjian.
 Hukum tata Negara/kepemerintahan
 Hukum makanan dan penyembelihan.
 Hukum aqdiyah (pengadilan).
 Hukum jihad (peperangan).
 Hukum dauliyah (antarbangsa).

6. Fungsi Al-Qur’an antara lain adalah:

a. Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
b. Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
c. Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48;
6: 92; 10: 37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
d. Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
e. Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
f. Sebagai pemberi kabar gembira
g. Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
h. Sebagai peringatan
i. Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
j. Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
k. Sebagai pelajaran

B. HADIST
Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama
dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran
sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam
kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan
diamalkan.
Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran
Islam, yakni sebagai berikut :

a) Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya
dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara
pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
b) Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan
manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan
banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang
menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan
syarat mendirikan shalat.
c) Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar
ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini
seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam laranganlarangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah
larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya
hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama
Islam.

1. Macam-macam As-Sunnah:
 Ditinjau dari bentuknya:
a) Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
b) Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
c) Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap
pernyataan ataupun perbuatan orang lain
d) Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi
tidak sampai dikerjakan
 Ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya

a) Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
b) Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya)
kepada derajat mutawir
c) Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
 Ditinjau dari kualitasnya
a) Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah
b) Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi
hafalan pembawaannya yang kurang baik.
c) Dhaif, yaitu hadits yang lemah
d) Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
 Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
a) Maqbul, yang diterima.
b) Mardud, yang ditolak.

3. IJTIHAD
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau
bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala
kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu
Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran
dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak
terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan
menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.

1. Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
a. Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan
menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad
SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan
cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para
ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
b. Qiyas,yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya.
Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk
membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok
masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat
23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak
diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai
memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
c. Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya
yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk
mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu
perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan
syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi
akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau
keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal,
sedangkan barangnya dikirim kemudian.
d. Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun
menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan
manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang
memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini
dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
e. Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut
istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau

haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum
minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak
memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang
tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
f. Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan
di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut.
Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di
saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu
sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
g. Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli
menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa
mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan
pembeli.

BAB IV
SYARIAH DAN AMAL
A. SYARIAH
Syari’ah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang
merupakan jalan atau pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical
kepada Pencipta, Allah SWT, dan juga kepada sesame manusia.

Ada dua pendekatan dalam mendefinisikan Syari’ah, yaitu antara lain: Dari segi
tujuan, Syari’ah memiliki pengertian ajaran yang menjaga kehormatan manusia sebagai
makhluk termulia dengan memelihara atau menjamin lima hal penting, yaitu:
1) Menjamin kebebasan beragama (Berketuhanan Yang Maha Esa)
2) Menjamin kehiupan yang layak (memelihara jiwa)
3) Menjamin kelangsungan hidup keluarga (menjaga keturunan)
4) Menjamin kebebasan berpikir (memelihara akal)
5) Menjamin kehidupan dengan tersedianya lapangan kerja yang pantas (memelihara
harta)
Lima hal pemeliharaan itu akan menjadi ukuran dari lima hukum Islam, seperti
wajib, sunnat, haram, makruh, dan mubah. Untuk memahami hal ini, ada baiknya
terlebih dahulu kita mengetahui arti dari Ibadah dan Muamalah itu sendiri. Ibadah.
1. Ruang Lingkup Syariah
Ruang lingkup syariah lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :
1. Munakahat
Munakahat yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain
dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya),
diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan,
memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung dari suami yang
wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-lain.
2. Jinayat
Jinayat yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat,
kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan,
kesaksian dan lain-lain.
3. Siyasa
Siyasa yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik),
diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah
(keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah
(tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.
4. Akhlak
Akhlak yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar,
tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah
(berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.

Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu,
nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan
lain-lain.
2. Sumber-Sumber Syariah
a) Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan
merupakan Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
b) Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan
rincian terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum.
c) Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk
menetapkan hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan AsSunnah.
B. IBADAH
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan
para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk
yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah
Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah
Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [AdzDzaariyaat : 56-58].
Allah SWT. memberitahukan hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar
mereka agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.dan Allah SWT. Maha
Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi mereka yang membutukan-Nya.
Karena ketergantungan mereka kepada Allah SWT. maka mereka menyembah-Nya
sesuai aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak ibadah kepada Allah SWT. ia

adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang
disyari’atkan maka ia adalah mubtadi (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya
menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakal (ketergantungan), raghbah (senang), dan
rahbah (takut) adalah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat,
haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati).
C. MUAMALAH
Secara Etiomologi Muamalah berasal dari kata (‫ )العمل‬yang merupakan istilah
yang digunakan untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf.
muamalah mengikuti pola (‫عملة‬
‫ )يممفا م‬yang bermakna bergaul (‫)التق ممعايمل‬.
Secara Terminologi Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan
selain ibadah.
Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual
beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam,
berserikat dan lain-lain.
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh
tatacara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak
ada, maka tindakan yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bid’ah, dan
setiap

perbuatan bid’ah adalah dhalalah (sesat).

Sebaliknya

dalam mu’amalah yang

harus dan penting untuk diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan
Rasul-Nya, karena apabila tidak ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.
Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu kita
perhatikan, yaitu:
 Pertama: Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata
caranya, karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para
Rasul-Nya yang ditugasi menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka
menciptakan agama dan ibadah adalah bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.
 Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang
berkaitan dengan masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan

dalam masyarakat dan lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia
(Bani Adam) dengan batasan atau larangan tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya
melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.
Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di
atas. Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan
dan aturan telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya
telah diajarkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam
ibadah, yang tidak ada disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan
sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan
yang sesat.
Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan
perkembangan zaman. Di sini lah implikasi dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada
larangan secara tegas di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu
boleh dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis
di atas. Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya
Rasulullah, masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain
menggunakan binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu tidak mungkin sama
dalam kehidupan zaman modern ini. Dan karenanya, menggunakan kendaraan bermotor
diperbolehkan karena tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya (tidak tertera larangan
yang tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah).
Terkait dengan susunan tertib Syari’at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara,
maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara
implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan
RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri
ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS
5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah
dimaafkanAllah.
D. MACAM – MACAM IBADAH DAN MU’AMALAH
Persamaan pengertian muamalah dalam arti sempit dengan muamalah dalam arti
luas ialah sama sama mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitan dengan
pengaturan harta.
Pembagian Muamalah

Menurut Ibn Abidin, fiqh muamarah terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
a. Mu'awadlah Matiyah (Hukum Kebendaan),
b. Munakahat (Hukum Perkawinan),
c. Muhasanat (Hukum Acara),
d. Amanat dan ‘Aryah (pinjaman),
e. Tirkah (Harta Peninggalan).
Ibn Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan muamalah secara luas
sehingga munakahat termasuk salah satu bagian fiqh muamalah, padahal munakahat
diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh munakahat.
E. PERKARA YANG DIHADAPI UMAT ISLAM
Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani
hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa
yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara’ dan perkara
yang masuk dalam kategori Furu’ Syara’.
1. Asas Syara’
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al
Hadits. Kedudukannya sebagaiPokok Syari’at Islam dimana Al Quran itu Asas
Pertama

Syara’ dan Al

Hadits

itu Asas

Kedua

Syara’. Sifatnya,

pada

dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan
Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan
yang memungkinkan umat Islamtidak mentaati syari’at Islam, ialah keadaan yang
terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan
keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya,
demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan
darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari’at yang berlaku.
2. Furu’ Syara’
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan
Al

Hadist.Kedudukannya sebaga Cabang

Syari’at

Islam.Sifatnya pada

dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil
Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam
wilayah

kekuasaanya.

Perkara atau masalah yang masuk dalam furu’ syara’ ini juga disebut sebagai
perkara ijtihadiyah.
F. FILSAFAT IBADAH DAN MUAMALAH
Pendahuluan Tujuan penciptaan manusia dan jin hanya tiada lain adalah untuk
beribadah kepada Allah SWT. Penciptaan itu bukan sekedar main-main atau hal yang
percuma. Di balik penciptaan itu, Allah SWT mempunyai rencana yang sungguhsungguh. Setiap makhluk diberi kesempatan untuk berkembang maju ke arah suatu
tujuan itu, yaitu keridhaan-Nya. Allah SWT adalah sumber dan pusat segala kekuasaan
dan kesempurnaan. Kemajuan yang kita capai tergantung kepada cara kita mendapatkan
diri sesuai dengan kehendak-Nya. Inilah sebaik-baik ibadah kita kepada-Nya. Gambaran
tentang kemampuan syari'at Islam dalam menjawab segala persoalan modern dapat
diketahui dengan mengemukakan beberapa prinsip syari'at Islam mengenai tatanan hidup
secara vertikal (antara manusia dengan Tuhannya) dan secara horizontal (antara sesama
manusia). kebanyakan ahli fiqh teah menetapkan kaidah bahwa hukum asal segala
sesuatu dalam bidang material dan hubungan antara sesama manusia (mu'amalat) adalah
boleh, kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dilarang. Kaidah di
atas berlawanan dengan kaidah hukum dalam bidang ibadah. Dalam bidang ibadah,
syari'at Islam menetapkan sendiri garis-garisnya.
Di sini dikemukakan nash yang tidak dapat ditafsirkan lain, sehingga terjaga dari
kesimpangsiuran. Dalam bidang yang disebut terakhir ini terdapat kaidah bahwa ibadah
tidak dapat dilakukan kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu
telah diperintahkan oleh Allah SWT dan atau dicontohkan oleh Rasulullah. Sebagaimana
yang dikatakan oleh imam al-Syathibi, ibadah memiliki maksud asli dan maksud
sekunder, maksud asli adalah semata-mata menuju Allah SWT dengan tujuan tunduk,
taat, mencintai dan menuju kepada Allah SWT dalam setiap kondisi, kemudian diikuti
dengan bukti berupa beribadah untuk mendapatkan derajat di akhirat atau menjadi
kekasih Allah SWT dan lain-lain. Sedangkan maksud sekunder dalam ibadah adalah
seperti meluruskan diri dan mendapatkan keutamaan. Apabila makna-makna ibadah yang
diberikan oleh masing-masing ahli ilmu diperhatikan baik, nyatalah bahwa takrif yang
diberikan oleh suatu golongan berpaut untuk menyempurnakannya dengan takrif yang
diberikan oleh golongan yang lain.
Jelasnya, tidaklah dipandang seorang mukallaf telah beribadah (sempurna
ibadahnya) kalau ia hanya mengerjakan ibadah-ibadah dalam pengertian fuqaha, atau

ahli ushul saja. Di samping ia beribadah dengan ibadah yang dimaksudkan oleh ahli
tauhid, ahli hadits dan ahli tafsir. Dan perlu pula ia beribadah dengan yang dimaksudkan
oleh ahli akhlak, yaitu memperbaiki budi pekerti. Maka apabila pengertian-pengertian
tersebut telah menyatu, barulah terdapat hakikat ibadah dan ruhnya : barulah rangka
ibadahnya mempunyai motor yang menggerakkan. Al-Qur'an dan Al-Sunnah yang
menjadi sumber dan pedoman bagi umat untuk beribadah mengandung ajaran-ajaran
yang oleh Mahmud Syaltut dibagi kepada dua bagian, yaitu : ajaran tentang akidah dan
ajaran tentang syari'ah, kemudian syari'ah itu sendiri terdiri atas ibadah dan mu'amalah.
Ajaran tentang akidah berkaitan dengan persoalan keimanan dan keyakinan
seseorang terhadap eksistensi Allah SWT, para malaikat, Rasul, ki