KOMPETENSI SOSIAL REMAJA DITINJAU DARI GAYA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA

KOMPETENSI SOSIAL REMAJA DITINJAU DARI GAYA
KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA

SKRIPSI

Oleh :
Ilham Yanuar Kharisma
201210230311222

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kompetensi
Sosial Remaja Ditinjau dari Gaya Kelekatan terhadap Orang Tua” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari segala pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
2. Dr. Iswinarti, M.Si, dan Ari Firmanto, S.Psi, M.Si, selaku Pembimbing I dan
Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan
bimbingan serta arahan yang sangat berguna hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
3. Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
4. Zainul Anwar, M.Psi, selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberikan arahan
sejak awal perkuliahan hingga selesainya studi ini.
5. Muhammad Shohib, S.Psi, M.Si, selaku Kepala UPT BK UMM yang telah memberi
kesempatan untuk belajar di UPT BK UMM.
6. Segenap dosen Fakultas Psikologi UMM yang telah memberikan ilmu dan pelajaran
selama proses perkuliahan hingga saat ini.
7. Kepala Sekolah MTs Al-Hidayah Karangploso dan jajaranya yang telah member izin
untuk melakukan tryout isntrumen penelitian.
8. Kepala Sekolah MTsN Grogol dan jajaranya yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
9. Kedua orang tua saya, Bapak Suwardi (Alm) dan Ibu Evvy Maria Hanifah serta kakakkakak dan adik saya yang selalu memberi dukungan dari awal sampai akhir perkuliahan.
10. Segenap keluarga HMI Komisariat Psikologi UMM, Psychology Club (PC), teman-teman
Psikologi D 2012, UPT. BK UMM yang telah memberi kesempatan penulis untuk selalu
berproses menjadi lebih baik.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii

DAFTAR ISI

Cover
Halaman Sampul
Lembar Pengesahan ......................................................................................................... i
Surat Pernyataan .............................................................................................................. ii
Kata Pengantar ................................................................................................................ iii
Daftar Isi ......................................................................................................................... v
Daftar Tabel .................................................................................................................... vi
Daftar Gambar ................................................................................................................. vii
Daftar Lampiran .............................................................................................................. viii

Identitas .................................................................................................................... 1
Abstrak ..................................................................................................................... 1
Kata Kunci / Keyword .............................................................................................. 1
Pendahuluan ............................................................................................................. 1
Landasan Teori ......................................................................................................... 5
Metode Penelitian ..................................................................................................... 9
Hasil Penelitian ......................................................................................................... 12
Diskusi ..................................................................................................................... 15
Simpulan dan Implikasi ............................................................................................ 18
Daftar Pustaka .......................................................................................................... 20
Lampiran .................................................................................................................. 21

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks Validitas Skala Penelitian ....................................................................... 11
Tabel 2. Indeks Reliabilitas Skala Penelitian .................................................................... 11
Tabel 3. Deskripsi Subjek Penelitian................................................................................ 12
Tabel 4. Perhituangan T-Score Skala Kompetensi Sosial ................................................. 13

Tabel5. Hasil Analisis Menggunakan One Way ANOVA .................................................. 15
Tabel 6. Perbedaan Kompetensi Sosial Antar Gaya Kelekatan ......................................... 15

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Jumlah Subjek Berdasarkan Gaya Kelekatan .................................................. 13
Gambar 2. Rata-Rata Kompetensi Sosial Berdasarkan Gaya Kelekatan ............................ 14
Gambar 3. Rata-Rata Kompetensi Sosial Setiap Aspek Berdasarkan Gaya Kelekatan ...... 14

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Blueprint Skala Penelitian Sebelum Tryout ........................................ 21
Lampiran 2. Skala Penelitian Sebelum Tryout.................................................................. 24
Lampiran 3. Tabulasi Hasil Tryout Skala Penelitian ......................................................... 32
Lampiran 4. Hasil Analisis Validitas & Reliabilitas Skala Penelitian ............................... 37
Lampiran 5. Tabel Blueprint Skala Penelitian .................................................................. 44

Lampiran 6. Skala Penelitian ........................................................................................... 47
Lampiran 7. Tabulasi Hasil Penelitian ............................................................................. 54
Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas Kompetensi Sosial ...................................................... 80
Lampiran 9. Hasil Analisa Menggunakan One Way ANOVA ............................................ 83

viii

KOMPETENSI SOSIAL REMAJA DITINJAU DARI GAYA KELEKATAN
TERHADAP ORANG TUA
Ilham Yanuar Kharisma
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Seketo@ymail.com

Kompetensi sosial diperlukan remaja untuk dapat membina hubungan baik
dengan lingkungan sosialnya. Meskipun demikian, tidak semua remaja memiliki
kompetensi sosial yang baik. Kompetensi sosial yang buruk bisa sampai pada
masalah perilaku. Banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi sosial, salah
satunya adalah gaya kelekatan terhadap orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan kompetensi sosial pada remaja ditinjau dari gaya kelekatan
terhadap orang tua. Subjek penelitian adalah siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah

Negeri Grogol-Kabupaten Kediri mulai dari kelas 7 sampai dengan kelas 9
dengan jumlah total 265 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah stratifiedrandomsampling. Analisa data dengan menggunakan uji One Way
ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kompetensi sosial
pada remaja ditinjau dari gaya kelekatan terhadap orang tua dengan nilai
signifikan sebesar 0.000< 0.05.
Kata kunci: Kompetensi Sosial, Gaya Kelekatan, Remaja
Social competence is required by teenager to perform a good relation with their
social environment. But than, not every teenager have a minimum degree of it to
conduct such relation. Poor social competence can be up to behavior problems.
Some factor effecting the social competence, one of this factor is attachment stye
to parents. The purpose of this research is to understand the different between
social competence of teenager according to their attachment style with parents.
Participants were 265 of student in seventh to ninth grade of state Islamic junior
high school of Grogol of Kediri. Sampling technique used stratified random
sampling and analyze the data with One Way ANOVA. The result showed that
there are different in social competence according to attachment style with their
parents by significant value of 0,000 < 0.05.
Keyword: Social Competence, Attachment Style, Teenager.


Menurut Havighurst perkembangan manusia selalu ditandai dengan adanya tugas-tugas
perkembangan yang harus diselesaikan. Tugas-tugas perkembangan ini memiliki sifat yang
khas pada setiap masa hidup seseorang (Monks, Knoers & Haditono,2002). Havighurst
menambahkan jika individu dapat memenuhi tugas perkembangannya maka individu tersebut
akanmerasa bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
perkembangan selanjutnya. Akan tetapi jika gagal individu tersebut akan merasa tidak
1

bahagia serta kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan yang akan datang
(Hurlock, 1980).
Salah satu tugas perkembangan yang paling sulit bagi remaja adalah yang berkaitan dengan
penyesuaiansosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan orang-orang di luar keluarga yang
sebelumnya belum pernah ada. Di samping itu individu selalu dituntut oleh adanya harapan
sosial yang barupada setiap fase perkembangannya. Setiap kelompok budayamengharapkan
anggotanya untuk menguasai kemampuan tertentu yang penting dan memperoleh pola
perilaku yang dapat diterimadiberbagai usia sepanjang kehidupan. Hal ini tentunya juga
berlaku bagi individu dimasa remaja (Hurlock, 1980).
Di sisi lain remaja seringkali mempunyai kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima
oleh teman sebaya maupun kelompok tertentu. Hal ini membuat merekamerasa senang
apabila diterima dan sebaliknya mereka akan merasatertekanapabila dikeluarkan atau

diremehkan oleh teman sebaya maupun kelompoknya. Sebab kebanyakan remaja
menganggap bahwa pandangan teman-teman terhadap dirinya merupakan hal yang
palingpenting (Santrock, 2007).
Oleh karena itu remaja membutuhkan sejumlah kemampuan agar dapat menyesuaikan diri dan
memenuhi harapan-harapan sosialnya. Kemampuan yang dibutuhkan oleh remaja itu disebut
sebagai kompetensi sosial. Clikeman (2007) menjelaskan kompetensi sosial sebagai
kemampuan individu dalam mengambil perspektif orang lain saat berinteraksi yang diperoleh
melalui pengalaman dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi sosial. Kemampuan inilah
yang digunakan individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Dengan adanya
kemampuan ini masing-masing individu akan memiliki cara tersendiri dalam melakukan
interaksi sosial.
Individu yang memiliki kemampuan sosial yang baik cenderung lebih disukai, dan sebagian
besar dari mereka menjadi anak yang populer (Desmita, 2014; Durkin, 1995; Santrock,
2007).Hal itulah yangmenyebabkan remajadengan kemampuan sosial yang baik akan
memiliki hubungan yang baik pula dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian
mereka tidak akan melakukan perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial.
Sementara itu, individu yangtidak memiliki kemampuan sosialcenderung menilai interaksi
dengan orang lain secara negatif dan bereaksi dengan kecemasan. Mereka membatasi diri
dalam berinteraksi dengan orang lain guna menghindari penolakan serta mengambil sedikit
inisiatif dan sangat sedikit mengungkapkan mengenai diri mereka. Bahkan seseorang yang

tidak memiliki kemampuan sosial berpeluang lebih besaruntuk menjadi individu yang
tidakdisukai dan terlibat dalam perilaku yang tidak menyenangkan bagi orang lain (Baron &
Byrne,2005).
Di sisi lain Santrok (2007) menjelaskan bahwa remaja membutuhkan relasi yang baik dengan
teman sebaya gunamemperoleh perkembangan sosial yang normal dimasanya. Relasi dengan
teman sebaya pada masa ini akan mempengaruhi perkembangan individu di masa selanjutnya.
Hal ini memungkinkan remaja yang memiliki relasi buruk dengan teman sebayanya akan
mengalami tekanan berat dan berpotensi memunculkan tindak perilaku yang bertentangan
dengan norma sosial.
Seperti fenomena yang terjadi di Madrasah Tsanawiyah Negeri Grogol-Kabupaten Kediri.
Berdasarkan catatan yang terdapat di kantor BK (Bimbingan Konseling) selama semester
genap tahun ajaran 2014/2015 saja ada 35 kasus terkait dengan masalah perilaku siswa.
2

Kasus-kasus tersebut terdiri dari 15 kasus perkelahian antar siswa, 13 kasus bolos sekolah,
dan 7 kasus pelanggaran lainya.
Penelitian yang dilakukan oleh Groot (2009) di Amerika menunjukkan bahwa anak-anak
muda yang mengalami masalah perilakuternyata memiliki kompetensi sosial yang rendah.
Penelitian tersebut dilakukan pada 113 remaja yang diidentifikasi mengalami gangguan
emosional berat dan dirawat pada sebuah pusat perawatan setempat. Hasilnya ditemukan

bahwa subjek penelitian tersebut memang memiliki masalah perilaku yang serius dan
kekurangankompetensi sosial.
Sementara penelitian yang dilakukan Langeveld, Gundersen& Svartdal (2012) membuktikan
bahwa kompetensi sosial dapat mereduksi masalah perilaku. Penelitian tersebut dilakukan
kepada 112 anak-anak dan remaja yang direkrut dari beberapa sekolah reguler di Norwegia.
Dalam penelitian ini subjek diberi intervensi berupa Aggresion Replacement Training (ART).
Setelah menjalani masa intervensi ternyata masalah perilaku dari peserta mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya aspek-aspek kompetensi sosial seperti kontrol diri
(self-control) dan kooperatif (cooperation).
Sebuah studi yang dilakukan oleh Smart & Sanson (2003) terhadap 940 anak-anak muda
Australia yang berusia 19-20 tahun menunjukkan bahwa kompetensi sosial jugamemberi
kontribusi terhadap tercapainya penyesuaiansosial yang baik. Dari studi tersebut diketahui
anak-anak muda yang memiliki kompetensi sosial tinggi lebih memiliki hubungan yang erat
serta jarang mengalami konflik dengan orangtua mereka. Selain itu, mereka mampu menjalin
hubungan pertemanan yang berkualitas dan sangat jarang mengalami keterasingan.
Kompetensi sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantara faktor tersebut ada
yang bersifat herediter, serta ada yang disebabkan pengaruh lingkungan sekitar. Durkin
(1995) menjelaskan setidaknya ada 3 (tiga) faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi
sosial individu.
Menurut Durkin (1995) faktor pertama yang berperan dalam pembentukan kompetensi sosial

adalah temperamen. Temperamen akan memberi perbedaan pada cara individu dalam
memberikan respon dalam berbagai situasi sosial. Orang bertemperamen mudah umumnya
memiliki kompetensi sosial yang lebih bagus daripada orang dengan temperamen sulit
maupun lambat.
Faktor kedua yang berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi sosial adalah kemampuan
kognitif. Kemampuan kognitif seseorang dapat menggambarkan pemrosesan informasi yang
dapat dilakukan individu untuk mmecahan masalah diberbagai situasi. Sehingga, individu
dengan kemampuan kognitif yang bagus mampu melakukan adaptasi saat berinteraksi dengan
orang lain di berbagai situasi dan kondisi. Sedangkan individu dengan kemampuan kognitif
yang jelek akanmengalami hal yang sebaliknya (Durkin, 1995).
Faktor ketiga yang juga berperan dalam pembentukan kompetensi sosial adalah hubungan
dengan keluarga. Hubungan yang baik dengan keluarga akan memberikan informasi kepada
individu bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut kemudian dapat
memberikan gambaran bagi individu dalam melakukan proses interaksi dengan lingkungan
sosial yang lebih luas (Durkin, 1995).
Di dalam keluarga, remaja mempunyai hubungan utama, yakni hubungan dengan orang tua.
Model baru psikologi perkembangan menjelaskan bahwa orang tua memiliki fungsi sebagai
3

tokoh kelekatan dan sistem pendukung yang penting ketika remaja mulai mengeksplorasi
dunia sosial yang lebih luas dan kompleks (Santrock, 2007; 2012). Penelitian yang dilakukan
Lopez (1997) menunjukkan bahwa hubungan yang aman dengan orang tua akan membuat
individu lebih mudah dalam membangun hubungan serupa dengan orang lain. Individu yang
memiliki relasi hangat dengan orang tua diketahui mampu menjalin relasi dengan baik
terhadap dosen dan mampu membaur dengan lingkungan sosialnya. Pernyataan tersebut dapat
memberikan penjelasan bahwa selain ketiga faktor di atas, kelekatan dengan orang tua dimasa
remaja juga berkaitan dengan kompetensi sosial yang dimiliki remaja. Kelekatan dengan
orang tua merupakan bagian yang sangat penting di dalam hubungan remaja dengan
keluarganya.
Penelitian yang dilakukan oleh Engels, Finkenauer, Meeus, & Dekovic (2001) kepada 412
remajajuga berhasil mengungkap bahwa kelekatan antara orang tua-remaja berhubungan
dengan keterampilan sosial yang dimiliki remaja. Pada penelitian ini subjek dikategorikan
dalam 2 (dua) kelompok. Kelompok pertama berisi remaja yang berusia 12-14 tahun dan grup
kedua berisi remaja berusia 15-18 tahun. Pada kelompok kedua ditemukan bahwa kelekatan
remaja dengan orang tuanya terkait dengan keterampilan sosial, yang pada giliranya akan
mempengaruhi kemampuan remaja dalam persahabatan dan hubungan romantis.
Selain itu para ahli perkembangan percaya bahwa relasi yang hangat dengan orang tua dimasa
remaja dapat membantukompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja sebagaimana
tercermin dalam beberapa ciri-ciri, seperti harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan
fisik. Mereka meyakini bahwa hubungan tersebut mampu memudahkan remaja dalam
membangun hubungan sosial (Desmita, 2014; Santrock, 2007)
Diantara faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi sosial remaja, kelekatan dengan
orang tua menjadi hal yang sangat menarik untuk diteliti. Sebab, dalam perkembangan sosial
remaja dapat dilihat adanya dua arah gerakyaitu: pertama mulai mengurangi ketergantungan
dengan orang tua karena adanya dorongan untuk menjadi sosok yang otonom dan
bertanggungjawab, kedua lebih mengarah ke teman sebaya (Desmita, 2014;Monks, Knoers &
Haditono,2002; Santrock, 2007; 2012). Padahal remaja akan lebih sehat secara psikologis
apabila tetap mempertahankan kelekatanya dengan orang tua saat menjadi semakin otonom
(Santrock, 2007).
Selain itu kelekatan dengan orang tua juga merupakan faktor eksternal dan bukan bawaan
lahir seperti temperamen dan kemampuan kognitif. Sehingga, pengetahuan mengenai
pentingnya kelekatan dengan orang tua di masa remaja dapat dijadikan sebagai langkah
antisipasibagi orang tua dalam membentuk kompetensi sosial anaknya. Senada dengan hal
tersebut Desmita (2014) menjelaskan bahwa kelekatan antara orang tua dan remaja
merupakan faktor penting dalam menentukan arah perkembangan remaja. Sehingga, orang tua
harus mampu menjaga dan mempertahankan kelekatan dengan anaknya.
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengungkap perbedaan kompetensi sosial remaja
dilihat dari gaya kelekatan yang mereka miliki terhadap orang tua. Hal ini dimaksudkan agar
orang tua dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan kepada anak remaja mereka melalui
kelekatan yang mereka bangun. Dengan demikian orang tua dapat memilih dan menciptakan
gaya kelekatan yang memiliki efek bagus bagi perkembangan kompetensi sosial anak di masa
remaja.
Selain itu penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif mengenai kompetensi sosial
remaja yang dibedakan berdasarkan empat gaya kelekatan terhadap orang tua masih belum
4

pernah dilakukan. Sehingga hasil dari penelitian ini nantinya juga dapat digunakan untuk
memperluas khazanah keilmuan yang berkaitan dengan kompetetensi sosial remaja dan gaya
kelekatan orang tua remaja.
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakankemampuan individu dalam menjalin hubungan efektif dengan
orang lain diberbagai situasi sosial (Clikeman, 2007; Thorndike, 1920, dalam Smart &
Sanson, 2003). Sebagai mahluk sosial setiap orang membutuhkan kemampuan ini untuk
berhubungan dengan orang lain. Dengan kemampuan ini individu akan mampu beradaptasi
secara efektif diberbagai kondisi sosial. Hal ini sangat penting guna menciptakan relasi yang
baik dengan lingkungan sekitar.
Kompetensi Sosial pada Remaja
Masa remaja merupakan periode perkembangan yang terjadi pada umur 10-12 hingga 18-21
tahun (Santrock, 2012). Pada masa ini remaja bukan lagi sebagai anak-anak yang selalu
mebutuhkan bantuan orang tua dalam melakukan setiap aktivitasnya. Namun, remaja juga
bukan orang dewasa yang memiliki kematangan dalam berbagai aspek kehidupan. Disamping
itu remaja juga mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui.
Menurut Hurlock (1980) untuk mencapai tujuan perkembangan sosial pada tahap selanjutnya,
remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Dengan adanya pengaruh kelompok sebaya,
perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai persahabatan,
nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial menjadikan penyesuaian sosial sebagai
hal yang paling penting dan paling sulit bagi remaja.
Individu yang mampu menjalin interaksi sosial dengan mudah, bisa memahami situasi sosial,
memiliki keterampilan yang tinggi dalam hubungan antar pribadi, cenderung bertindak
dengan cara-cara yang kooperatif, prososial, serta sesuai dengan norma kelompok, cenderung
lebih disukai dan biasanya lebih populer (Desmita, 2014). Anak-anak yang populer biasanya
memang memiliki sejumlah kemampuan bersosial yang membuat mereka disukai kawankawannya (Cillessen & Bellmore, dalam Smith & Hart, 2011; Santrock, 2007).Kemampuankemampuan itu menjadi faktor penting dalam terbentuknya relasi yang hangat dengan
lingkungan sekitar. Dengan kemampuan tersebut remaja akan mampu berperilaku sesuai
harapan sosial.
Sementara orang yang tidak memiliki kemampuanbersosial yang cukup menilai interaksi
sosial secara negatif dan bereaksi dengan kecemasan. Mereka membatasi interaksi dengan
orang lain, mengambil sedikit inisiatif, dan sangat sedikit mengungkapkan mengenai diri
mereka untuk menghindarkan diri menjadi individu yang ditolak (Baron & Byrne, 2005).
Pada titik ekstrimnya, kompetensi sosial yang rendah pada seseorang dapat membutnya
melakukan beberapa masalah perilaku (Durkin, 1995). Seperti penelitian yang dilakukan
Emilia & Leonardi (2013) yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara kompetensi
sosial remaja dengan perilaku Cyberbullying. Semakin tinggi kompetensi sosial remaja maka
kemungkinan untuk melakukan Cyberbullying semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah
kompetensi sosial remaja kemungkinan untuk melakukan Cyberbullying semakin tinggi.

5

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Sosial
Durkin (1995) dalam bukunya menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kompetensi
sosial individu,diantaranya:
1. Faktor Kognitif
Kemampuan kognitif seseorang akan mencerminkan seberapa mampu individu
memperoleh informasi, mengelola informasi, dan mengingat informasi yang didapatkan
sebagai gambaran dalam berhubungan sosial dengan orang lain dikemudian hari. Kognitif
juga menggambarkan penyelesaian masalah yang dapat dilakukan individu diberbagai
situasi sosial.
2. Hubungan Keluarga
Hubungan orang tua-anak yang terjalin secara terus menerus akan mempengaruhi kualitas
hubungan anak dengan teman sebayanya. Keluarga merupakan awal mula individu
melakukan aktivitas sosial. Jika hubungan individu terhadap keluarganya terjalin secara
baik maka individu akan lebih nyaman dalam mengeksplorasi lingkup sosial yang lebih
luas dikarenakan telah memiliki pengalaman sosial yang baik pula.
3. Tempramen
Temperamen merupakan faktor bawaan yang mempengaruhi suasana hati dan cara
bersikap seseorang terhadap kondisi tertentu. Anak dengan temperamen mudah umumnya
memiliki kompetensi sosial yang bagus. Hal tersebut dapat terjadi karena anak dengan
temperamen mudah memiliki suasana hati yang positif, cepat membangun rutinitas, dan
mudah beradaptasi dengan pengalaman-pengalaman baru.
Aspek-aspek Kompetensi Sosial
Menurut Gresham & Elliot (1990, dalam Smart & Sanson, 2003) aspek-aspek kompetensi
sosial meliputi:
1. Assertif
Perilaku inisiatif seperti menanyakan suatu informasi, memperkenalkan diri terlebih
dahulu, dan memberikan tanggapan pada tindakan orang lain.
2. Kooperatif
Perilaku yang menggambarkan dapat diajak kerjasama seperti menolong orang lain,
berbagi sesuatu, mematuhi aturan yang telah dibuat, dan memenuhi permintaan orang lain.
3. Empati
Perilaku yang menunjukkan kepedulian serta mampumelihat dan menghormati perasaan
orang lain dari sudut pandang orang tersebut.
4. Tanggungjawab
Perilaku yang mencerminkan kemampuan berkomunikasi dengan orang dewasa serta
penghormatan atas benda atau pekerjaan yang dimiliki.
5. Pengendalian diri
Perilaku yang menunjukkan pengambilan tindakan yang tepat saat ada situasi yang
mengganggu, serta dapat berkompromi dengan baik.

6

Aspek-aspek kompetensi sosial menurut Gresham & Elliot(1990, dalam Smart & Sanson,
2003) ini akan digunakan sebagai dasar pembuatan alat ukur dalam penelitian ini guna
mengetahui kompetensi sosial subjek.
Kelekatan
Kelekatan merupakan ikatan emosional antara individu dengan individu lain yang terbentuk
karena suatu interaksi (Papalia, Old & Feldman, 2009; Santrock, 2012). Pada mulanya konsep
kelekatan hanya terbatas pada ikatan emosional antara bayi dengan ibunya. Namun, pada
akhirnya konsep itu berkembang seiring dengan pengetahuan bahwa kelekatan bayi dengan
ibunya akan terus dibawa oleh bayi ke masa perkembangan selanjutnya (Baron & Byrne,
2005). Saat ini kelekatan memiliki makna yang lebih luas dan tidak hanya terpaku pada
hubungan ibu dan bayi. Kelekatan menggambarkan kadar kenyamanan individu saat
berhubungan sosial dengan orang lain di berbagai masa kehidupan.
Kelekatan Orang Tua-Remaja
Remaja cenderung mempunyai perbedaan sikap dan nilai dengan orang tuanya. Pada masa ini
individu menganggap bahwa mereka sudah mandiri dan mampu melakukan aktivitas-aktivitas
layaknya orang dewasa. Di sisi lain orang tua menganggap bahwa remaja masih memerlukan
bimbingan lebih serta batasan-batasan dari orang tua dalam menghadapi dunia sosial yang
lebih kompleks.Hal itu dikarenakan remaja memiliki dorongan otonomi yang tinggi
(Santrock, 2012).
Dorongan otonomi dan tanggungjawab yang dialami remaja membuat individu di masa ini
mempunyai keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari orang tua. Pada fase ini remaja
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkumpul bersama teman sebayanya. Pada
akhirnya waktu berkumpul bersama orang tua menjadi berkurang.Orang tua seringkali
mengantisipasi bahwa remaja akan kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada
dalam kehidupanya. Namun, orang tua jarang memperhitungkan keinginan yang kuat dari
remaja untuk meluangkan waktunya dengan teman sebaya serta keinginan membuktikan diri
bahwa mereka sudah bisa mandiri dan bertanggungjawab atas tindakanya (Desmita, 2014;
Monks, Knoers & Hadinoto, 2002; Santrock, 2007; 2012).
Konflik sehari-hari merupakan ciri-ciri yang mencerminkan relasi remaja dengan orang
tuanya. Perselisihan dan negosiasi kecil yang terjadi antara remaja dengan orang tuanya dapat
mendukung transisi remaja dari sosok yang masih ketergantungan dengan orang tua menjadi
sosok yang otonom (Santrock, 2007;2012).
Model lama mengatakan bahwa remaja akan melepaskan diri dari orang tua dan mulai
memasuki dunia otonomi yang terpisah dari orang tua saat mereka semakin matang Model
lama ini juga menyatakan bahwa konflik orang tua-remaja menjadi lebih sering terjadi dan
membuat remaja menjadi stres. Namun, model baru menekankan bahwa orang tua berfungsi
sebagai tokoh kelekatan dan berperan sebagai sistem pendukung yang penting saat remaja
melakukan relasi sosial yang lebih luas (Santrock, 2007; 2012).
Macam-macam Gaya Kelekatan
Griffin & Bartholomew (1994, dalam Baron & Byrne, 2005) mengklasifikasikan gaya
kelekatan berdasarkan 2 (dua) dimensi yaitu, self-esteem dan kepercayaan interpersonal. Hal
7

itu didasarkan pada konsep awal Bowlby mengenai kelekatan yang terbentuk olehself dan
orang lain. Mereka membagi gaya kelekatan menjadi 4 (empat) jenis. Berikut merupakan
gaya kelekatan menurut Griffin & Bartholomew (1994a, 1994b, dalam Baron & Byrne 2005):
1. Gaya Kelekatan Aman (Secure Attachment Style)
Gaya kelekatan yang dimiliki seseorang dengan karakteristik self-esteem yang tinggi dan
kepercayaan interpersonal yang tinggi pula. Gaya kelekatan ini merupakan gaya kelekatan
paling baik dan paling adaptif. Seseorang dengan gaya kelekatan ini memiliki hubungan
yang hangat dikarenakan mempunyai harga diri yang tinggi sekaligus mengekspresikan
kepercayaan terhadap lawan interaksinya.
2. Gaya Kelekatan Takut Menghindar (Fearful-avoident attachment style)
Gaya kelekatan yang dimiliki seseorang dengan karakteristik self-esteem yang rendah dan
kepercayaan interpersonal yang rendah pula. Gaya kelekatan ini merupakan gaya kelekatan
yang paling buruk dan tidak adaptif. Seseorang dengan gaya kelekatan ini akan
meminimalkan kedekatan dengan orang lain serta menghindari hubungan akrab dengan
harapan bisa terhindar dari rasa sakit akibat ditolak. Selain itu individu dengan gaya
kelekatan ini tidak mengalami keintiman dan kesenangan saat menjalin relasi dengan orang
lain.
3. Gaya Kelekatan Terpreokupasi (Preoccupied Attachment Style)
Gaya kelekatan yang dimiliki seseorang dengan karakteristik self-esteem yang rendah,
namun memiliki kepercayaan interpersonal yang tinggi. Sebagai akibatnya individu dengan
gaya kelekatan ini akan benar-benar mengharap sebuah hubungan dekat akan tetapi ia
merasa tidak pantas mendapatkan hubungan tersebut. Selain itu individu dengan gaya
kelekatan terpreokupasi akan mencari kedekatan hubungan, namun mengalami kecemasan
serta malu-malu saat berusaha mencapainya. Individu ini juga memiliki kebutuhan yang
tinggi untuk dicintai.
4. Gaya Kelekatan Menolak (Dismissing attachment style)
Gaya kelekatan yang dimiliki seseorang dengan karakteristik self-esteem yang tinggi,
namun memiliki kepercayaan interpersonal yang rendah. Gaya kelekatan ini merupakan
gaya kelekatan yang berisi konflik dimana individu merasa layak memperoleh hubungan
akrab, namun tidak mempercayai objek lekat tersebut. Sebagai akibatnya individu dengan
gaya kelekatan ini akan menolak seseorang dalam suatu titik hubungan. Hal ini
menyebabkan ia digambarkan sebagai individu yang tidak ramah dan terbatas keterampilan
sosialnya.
Gaya kelekatan menurut Griffin & Bartholomew(1994a, 1994b, dalam Baron & Byrne
2005)di atas akan digunakanuntuk pembuatan skala penelitian guna mengetahui gaya
kelekatan yang dimiliki subjek terhadap orang tuanya.
Keterkaitan Kompetensi Sosial Remaja dengan Kelekatan Terhadap Orang Tua
Remaja dikatakan memiliki kompetensi sosial yang baik jika ia mampu memberikan suatu
respon yang semestinya pada saat berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan remaja dalam
melakukan hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah bagaimana
hubungan remaja dengan keluarganya (Durkin, 1995).
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memiliki peranan penting dan menjadi dasar
bagi perkembangan psikososial anak(Desmita, 2014). Remaja mendapatkan gambaran
8

mengenai cara berhubungan sosial dari hubunganya dengan keluarga tersebut. Hubungan
yang menyenangkan dan memuaskan di dalam keluarga diasosiasikan dengan kemampuan
empati, rasa percaya diri yang tinggi, dan kepercayaan interpersonal (Baron & Byrne, 2005).
Keluarga juga merupakan tempat pertama kali interaksi sosial terjadiyang mana terdapat
hubungan utama yaitu, hubungan dengan orang tua (Desmita, 2014). Relasi yang baik dengan
orang tua memilikiperan penting bagi perkembangan remaja. Sebab relasi ini berfungsi
sebagai model atau cetakan yang akan dibawa seumur hidup dan mempengaruhi terbentuknya
relasi-relasi baru di kemudian hari (Santrock, 2007).
Remaja yang memiliki hubungan hangat dengan orang tua mereka, cenderung memiliki harga
diri yang tinggi dan kesejahteraan emosional yang lebih baik. Sebaliknya, kurangnya ikatan
emosional dengan orang tua berkaitan erat dengan perasaan-perasaan akan penolakan oleh
orang tua yang lebih besar, serta perasaan lebih rendahnya daya tarik sosial dan romantic yang
dimiliki seseorang (Desmita, 2014)
Oleh karena itu kelekatan dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi adaptif dan
menyediakan landasan kokoh bagi remaja untuk dapat menjelajahi, serta menguasai
lingkungan-lingkungan baru dan dunia sosial yang lebih luas dengan cara-cara yang sehat
secara psikologis (Desmita, 2014). Memiliki hubungan yang aman dengan orang tua juga
membuat lebih mudah bagi individu untuk membangun hubungan serupa dengan orang lain
(Lopez, 1997, dalam Baron & Byrne, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa kelekatan remaja
terhadap orang tuanya berkaitan dengan kemampuan remaja dalam bersosial.
Kerangka Berfikir
Gaya kelekatan aman
Gaya kelekatan menolak

KOMPETENSI

Gaya kelekatan terpreokupasi

SOSIAL

Gaya kelekatan menghindar
Hipotesis
Terdapat perbedaan yang signifikan pada kompetensi sosial remaja ditinjau dari gaya
kelekatan terhadap orang tua.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif yaitu, penelitian yang berusaha menjelaskan
faktor yang menyebabkan suatu fenomena. Penelitian ini secara khusus menjawab pertanyaan
“mengapa” suatu fenomena ini terjadi. Sedangkan pendekatan yang dipakai adalah
9

pendekatan kuantitatif yaitu, pendekatan yang menekankan analisisnya pada data-data
numerik (angka) yang diolah dengan metode statistika. Dengan perhitungan statistika
nantinya akan diperoleh besarnya signifikansi untuk uji perbedaan.
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa MTsN Grogol Kabupaten Kediri mulai dari kelas 7
sampai dengan kelas 9 baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Jumlah
subjek penelitian didasarkan pada tabel yang dikembangkan Isaac dan Michael (dalam
Sugiyono, 2011). Populasi siswa MTsN Grogol Kabupaten Kediri saat ini sebanyak 1.055
siswa. Peneliti kemudian membulatkan populasi menjadi 1.100 siswa agar dapat disesuai
dengan tabel Isaac dan Michael (dalam Sugiyono, 2011). Dengan taraf kesalahan 5% maka
subjek yang diambil sebagai sampel penelitian sebanyak 265 orang.
Sedangkan pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik probability berupa stratified
random sampling. Pada teknik sampling ini populasi dibagi ke dalam kelompok strata dan
kemudian peneliti mengambil sampel dari tiap kelompok tersebut. Dalam penelitian ini
kelompok strata dibagi menjadi 3 jenis yaitu, siswa kelas 7, siswa kelas 8, dan siswa kelas 9.
Semua siswa di setiap strata mempunyai peluang yang sama untuk mendapat jatah menjadi
sampel.
Variabel dan InstrumenPenelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yakni variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
Adapun yang menjadi variabel bebas (X) adalah gaya kelekatan (attachment style) dan
variabel terikat (Y) adalah kompetensi sosial.
Gaya kelekatan merupakan derajat keamanan emosional yang dialami seseorang saat
berhubungan sosial dengan orang lain. Gaya kelekatan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah gaya kelekatan yang dimiliki oleh siswa-siswi MTsN Grogol-Kabupaten Kediri
terhadap orang tuanya.
Kompetensi sosial adalah kemampuan individu dalam melakukan interaksi sosial dengan
orang lain. Kompetensi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi sosial
yang dimiliki oleh siswa-siswi MTsN Grogol-Kabupaten Kediri. Kompetensi sosial ini akan
dilihat perbedaanya berdasarkan gaya kelekatan yang dimiliki siswa-siswi terhadap orang
tuanya.
Data penelitian diperoleh melalui skala yang disebarkan peneliti kepada subjek penelitian.
Dalam penelitian ini digunakanduamacam skala. Skala pertama digunakan untuk mengukur
kompetensi sosial yang dimiliki oleh siswa. Sedangkan skala kedua digunakan untuk
mengetahui gaya kelekatan yang dimiliki siswa terhadap orang tuanya.
Skala pertama disusun berdasarkan aspek kompetensi sosial menurut Gresham & Elliott
(1990, dalam Smart & Sanson, 2003) yang terdiri dari aspek asertif, kooperatif, empati,
tanggungjawab, dan pengendalian diri. Skala ini disusun menggunakan skala model likert
dengan alternatif jawaban SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat
Tidak Setuju). Pada item favorable untuk setiap jawaban SS diberikan skor 4, setiap jawaban
S diberikan skor 3, setiap jawaban TS diberikan skor 2, dan setiap jawaban STS diberikan
skor 1. Sedangkan untuk item unfavorable pada setiap jawaban SS diberikan skor 1, setiap
jawaban S diberikan skor 2, setiap jawaban TS diberikan skor 3, dan seriap jawaban STS
10

diberikan skor 4. Skordari keseluruhan item digunakan untuk menggambarkan kompetensi
sosial yang dimiliki subjek.
Sedangkan skala kedua disusun berdasarkan gaya kelekatan menurut Griffin & Bartholomew
(1994a, 1994b, dalam Baron & Byrne 2005)yang terdiri dari gaya kelekatan aman, gaya
kelekatan menolak, gaya kelekatan terpreokupasi, dan gaya kelekatan menghindar. Skala ini
merupakan skala nominal dimana peneliti menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
umum pada setiap item guna mengetahui respon subjek dalam menentukan gaya kelekatanya.
Setiap item memiliki empat alternatif jawaban yang masing-masing terdapat respon yang
menggambarkan gaya yang dimiliki subjek terhadap orang tuanya. Peletakan alternatif
jawaban tersebut diacak untuk memastikan bahwa subjek membaca skala dengan sungguhsungguh. Setiap jawaban yang mencerminkan gaya kelekatan aman akan diberi lebel 1, gaya
kelekatan menolak diberi label 2, gaya kelekatan terpreokupasi diberi label 3, dan gaya
kelekatan menghindar diberi label 4. Kemudian peneliti menghitung jumlah jawaban yang
mencerminkan masing-masing gaya kelekatan, lalu diolah menjadi Z-score untuk mengetahui
gaya kelekatan yang dimiliki subjek..
Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian kedua skala tersebut diujikan terlebih dahulu
melalui tryout guna mengetahui nilai validitas dan reliabilitasnya. Tryout tersebut dilakukan
kepada 51 siswa yang ada di MTs Al-Hidayah Kec. Karangploso Kab. Malang. Menurut
Azwar (2011) suatu item dalam instrumen dapat digunakan jika memiliki koefisien validitas ≥
0,21. Sedangkan suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki Alpha ≥ 0,7.
Setelah diujikan diketahui pada skala kompetensi sosial dari 34 item yang disediakan valid
sebanyak 21 item dengan indeks validitas 0,277–0,568. Sedangkan pada skala gaya kelekatan
dari 18 item yang disediakan valid sebanyak 15 item dengan indeks 0,247– 0,574. Berikut
merupakan tabel 1 indeks validitas skala penelitian.
Tabel 1.
Indeks Validitas Skala Penelitian
Alat Ukur
Skala Kompetensi
Sosial
Skala Gaya
Kelekatan

Juimlah Item
Diujikan

Jumlah Item
Valid

Indeks Validitas

34

21

0,277 – 0,568

18

15

0,247 – 0,574

Sedangkan indeks reliabilitas pada skala kompetensi sosial menunjukkan Alpha 0,824.
Sementara indeks reliabilitas pada skala gaya kelekatan menunjukkan Alpha 0,754. Berikut
merupakan tabel 2 indeks reabilitas skala penelitian.
Tabel 2.
Indeks Reliabilitas Skala Penelitian
Alpha

Alat Ukur
Skala Kompetensi Sosial
Skala Gaya Kelekatan

0,824
0,754

11

Prosedur dan Analisa Data
Secara umum penelitian ini memiliki tiga prosedur utama yaitu, tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, dan tahap analisa data. Tahap persiapan dimulai dengan pembuatan rancangan
penelitian serta membuat skala mengenai kompetensi sosial dan gaya kelekaan remaja
terhadap orang tua. Skala yang dibuat kemudian diujikan terlebih dahulu melalui try outlalu,
dianalisa menggunakan program SPSS for windowsuntuk memastikan bahwa setiap itemnya
valid dan reliable.
Tahap pelaksanaan dimulai dengan memberikan skala yang telah diuji validitas dan
reabilitasnya kepada sampel yang dijadikan subjek penelitian. Skala tersebut disebarkan
kepada 265 siswa-siswi yang ada di MTsN Grogol-Kabupaten Kediri.
Tahap terakhir adalah analisa data hasil penelitian. Data kompetensi sosial yang diperoleh
merupakan data ordinal. Sedangkan data yang diperoleh dari gaya kelekatan terhadap orang
tua berupa data nominal. Metode analisa dilakukan menggunakan analisis of variance
(ANOVA) berupa one-way ANOVA yang dibantu menggunakan program SPSS for windows.
Dengan metode analisa tersebut peneliti akan dapat mengetahui perbedaan kompetensi sosial
remaja berdasarkan gaya kelekatan yang mereka miliki terhadap orang tua.

HASIL PENELITIAN
Subjek dalam penelian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan dengan jumlah total
sebanyak 265 orang yang terdiri dari kelas 7, kelas 8, dan kelas 9. Jumlahsubjek laki-laki
adalah 130 orang (49,057%). Sedangkan jumlah subjek perempuan adalah 135 orang
(50,943%). Sementara jumlah subjek kelas 7 sebanyak 98 orang (36,98%), kelas 8 sebanyak
99 orang (37,36%), dan kelas 9 sebanyak 68 orang (25,66%). Berikut merupakan tabel 3
deskripsi subjek penelitian.
Tabel 3.
Deskripsi Subjek Penelitian
Kategori
Jenis Kelamin
Laki- laki
Perempuan
Total
Kelas
7
8
9
Total

Frekuensi

Persentase

130 orang
135 orang
265 orang

49,06%
50,94%
100%

98 orang
99 orang
68 orang
265 orang

36,98%
37,36%
25,66%
100%

Remaja yang memilikigaya kelekatan aman sebanyak 128 orang yang terdiri dari 56 orang
berjenis kelamin laki-laki dan 72 orang berjenis kelamin perempuan. Remaja yang memiliki
gaya kelekatan menolak sebanyak 40 orang yang terdiri dari 26 orang berjenis kelamin lakilaki dan 14 orang berjenis kelamin perempuan. Remaja yang memiliki gaya kelekatan
12

terporeokupasi sebanyak 62 orang yang terdiri dari 23 orang berjenis kelamin laki-laki dan 39
orang berjenis kelamin perempuan. Sedangkan remaja yang memiliki gaya kelekatan
menghindar sebanyak 35 orang yang terdiri dari 25 orang berjenis kelamin laki-laki dan 10
orang berjenis kelamin perempuan. Berikut merupakan gambar 1 jumlah subjek berdasarkan
gaya kelekatan.
72

80
56
60

39
26

40

14

20

25

23

Laki-laki
10

Perempuan

0
Aman
(128 orang)

Menolak
(40 orang)

Terpreokupasi
(62 orang)

Menghindar
(35 orang)

Gambar 1. Jumlah subjek berdasarkan gaya kelekatan.
Hasil perhitungan menggunakan Tscore menunjukkan jumlah subjek yang memiliki
kompetensi sosial tinggi berjumlah 142 orang (53,58%). Sedangkan subjek yang memiliki
kompetensi sosial rendah berjumlah 123 orang (46,42%). Berikut merupakan tabel 4
perhitungan t-score skala kompetensi sosial.
Tabel 4.
Perhitungan T-Score Skala Kompetensi Sosial
Katergori

Interval

Frekuensi

Persentase

Tinggi
Rendah

T-Score ≥ 50
T-Score ≤ 50

142
123

53,58%
46,42%

265

100%

Total

Subjek laki-laki yang memiliki gaya kelekatan aman mempunyai rata-rata kompetensi sosial
67,82. Subjek perempuan yang memiliki gaya kelekatan aman mempunyai rata-rata
kompetensi sosial 69,69. Subjek laki-laki yang memiliki gaya kelekatan menolak mempunyai
rata-rata kompetensi sosial 62,08. Subjek perempuan yang memiliki gaya kelekatan menolak
mempunyai rata-rata kompetensi sosial 64,86. Subjek laki-laki yang memiliki gaya kelekatan
terpreokupasi mempunyai rata-rata kompetensi sosial 63,35. Subjek perempuan yang
memiliki gaya kelekatan terpreokupasi mempunyai rata-rata kompetensi sosial 64,54. Subjek
laki-laki yang memiliki gaya kelekatan menghindar mempunyai rata-rata kompetensi sosial
61,16. Sedangkan subjek perempuan yang memiliki gaya kelekatan menghindar mempunyai
rata-rata kompetensi sosial 61,7. Berikut merupakan gambar 2 rata-rata kompetensi sosial
berdasarkan gaya kelekatan.

13

70

67.82

69.69
64.86
62.08

65

63.35

64.54
61.7
61.16

60

Laki-laki

55

Perempuan

50
Aman
(128 orang)

Menolak
(40 orang)

Terpreokupasi
(62 orang)

Menghindar
(35 orang)

Gambar 2. Rata-rata kompetensi sosial berdasarkan gaya kelekatan.

Subjek dengan gaya kelekatan aman memiliki rata-rata asertif 3,03, rata-rata kooperatif 3,59,
rata-rata empati 3,28, rata-rata tanggungjawab 3,37, dan rata-rata pengendalian diri 3,42.
Sedangkan subjek dengan gaya kelekatan menolak memiliki rata-rata asertif 2,77, rata-rata
kooperatif 3,47, rata-rata empati 3,05, rata-rata tanggungjawab 3,08, rata-rata pengendalian
diri 2,98. Sementara subjek dengan gaya kelekatan terpreokupasi memiliki rata-rata asertif
2,8, rata-rata kooperatif 3,46, rata-rata empati 3,07, rata-rata tanggungjawab 3,15, dan ratarata pengendalian diri 3,11. Subjek dengan gaya kelekatan menghindar memiliki rata-rata
asertif 2,63, rata-rata kooperatif 3,23, rata-rata empati 3,11, rata-rata tanggungjawab 2,98, dan
rata-rata pengendalian diri 2,9. Berikut merupakan gambar 3 rata-rata kompetensi sosial setiap
aspek berdasarkan gaya kelekatan.

4

3.59 3.373.42
3.03 3.28

3

3.47 3.08
3.46 3.15
3.23 2.98
3.07 3.11
2.98
3.11 2.9
2.8
2.77 3.05
2.63

Asertif
Kooperatif

2

Empati

1

Tanggungjawab
0
Aman
(128 orang)

Menolak
(40 orang)

Terpreokupasi
(62 orang)

Menghindar
(35 orang)

Pengendalian diri

Gambar 3. Rata-rata kompetensi sosial setiap aspek berdasarkan gaya kelekatan.

Uji Hipotesis
Hasiluji beda yang dilakukan terhadap 265subjek menggunakan One Way ANOVA
menunjukkan nilai signifikan 0,000> 0,05 yang artinya Ho ditolak maka populasi tidak
identik atau ada perbedaan. Rata-rata kompetensi sosial pada subjek yang memiliki gaya
kelekatan aman adalah 68,88. Rata-rata kompetensi sosial pada subjek yang memiliki gaya
kelekatan menolak adalah 63,05.Rata-rata kompetensi sosial pada subjek yang memiliki gaya
kelekatan terpreokupasi adalah 64,10. Rata-rata kompetensi sosial pada subjek yang memiliki
14

gaya kelekatan menghindar adalah 61,31. Berikut merupakan tabel 5 hasil analisis
menggunakan one way anova.
Tabel 5.
Hasil Analisis Menggunakan One Way ANOVA
Kategori

N

Mean

Std. Deviation

Gaya Kelekatan
Aman
Menolak
Terpreokupasi
Menghindar

128
40
62
35

68,88
63,05
64,10
61,31

F

Sig

42,730

0,000

4,190
4,723
3,933
4,951

Perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan aman dengan gaya
kelekatan menolak adalah0,000 < 0,05. Perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang
memiliki gaya kelekatan aman dengan gaya kelekatan terpreokupasi adalah 0,000 < 0,05.
Sedangkan perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan aman
dengan gaya kelekatan menghindar adalah 0,000 < 0,05. Perbedaan kompetensi sosial antara
subjek yang memiliki gaya kelekatan menolak dengan gaya kelekatan terpreokupasi adalah
0,234 > 0,05. Perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan
menolak dengan gaya kelekatan menghindar adalah0,84 > 0,05. Sedangkan perbedaan
kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan terpreokupasi dengan gaya
kelekatan menghindar adalah 0,003 < 0,05. Berikut merupakan tabel 6 perbedaan kompetensi
sosial antar gaya kelekatan.
Tabel 6.
Perbedaan Kompetensi Sosial Antar Gaya Kelekatan
(I) Kelekatan

(J) Kelekatan

Mean Difference (I-J)

Std. Error

Sig.

Aman

Menolak
Terpreokupasi
Menghindar
Terpreokupasi

5.825*
4.778*
7.561*

.783
.669
.825

.000
.000
.000

Menghindar

-1.047
1.736

.877
1.000

.234
.084

Menghindar

2.782*

.914

.003

Menolak
Terpreokupasi

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

DISKUSI
Penelitian ini secara umum menunjukkan adanya perbedaan kompetensi sosial remaja ditinjau
dari gaya kelekatan terhadap orang tua. Hal tersebut menunjukkan bahwa gaya kelekatan
terhadap orang tua merupakan faktor penting dalam pembentukan kompetensi sosial remaja.
Gaya kelekatan dengan orang tua merupakan pengalaman yang sangat diperlukan remaja
dalam mengeksplorasi dunia sosial yang lebih luas. Jika individu memiliki relasi yang hangat
15

dengan orang tua memungkinkan individu tersebut akan mengembangkan relasi serupa
dengan lingkungan sosialnya. Relasi inilah yang mempengaruhi cara individu dalam
melakukan interaksi sosial saat bersama orang lain. Sebagaimana Santrock (2007)
menjelaskan relasi yang karib dengan orang tua berperan penting bagi perkembangan remaja
karena relasi ini berfungsi sebagai model atau cetakan yang akan dibawa seumur hidup dan
mempengaruhi terbentuknya relasi-relasi baru bagi remaja di kemudian hari.
Kompetensi sosial remaja yang memiliki gaya kelekatan aman terhadap orang tua berbeda
secara signifikan dengan remaja yang memiliki gaya kelekatan lain. Remaja dengan gaya
kelekatan aman diketahui mempunyai kompetensi sosial yang lebih tinggi dibanding dengan
gaya kelekatan menolak, terpreokupasi, maupun menghindar. Hal ini menunjukkan bahwa
remaja dengan gaya kelekatan aman memiliki kemampuan paling bagus dalam melakukan
aktivitas-aktivitas sosial. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Allen, dkk.
(2002) yang menunjukkanremaja dengan gaya kelekatan aman terhadap ibunya lebih
memungkinkan mengalami peningkatan keterampilan sosial. Sedangkan remaja yang
memiliki gaya kelekatan tidak aman dengan ibunya lebih beresiko mengalami penyimpangan
dalam bersosial. Selain itu Green & Cambell (2000) menjelaskan diantara anak-anak dan
orang dewasa, gaya kelekatan aman diasosiasikan dengan perilaku yang adaptif, seperti rasa
ingin tahu dan eksplorasi pada lingkungan.
Sedangkan kompetensi sosial remaja yang memiliki gaya kelekatan menolak terhadap orang
tua tidak berbeda secara signifikan dengan remaja yang memiliki gaya kelekatan
terpreokupasi maupun menghindar. Ketiganya sama-sama mempunyai kompetensi sosial yang
lebih rendah dibanding gaya kelekatan aman. Hal ini disebabkan gaya kelekatan menolak,
terpreokupasi, dan menghindar sama-sama termasuk dalam jenis gaya kelekatan yang tidak
adaptif. Penelitian yang dilakukakan oleh Osland (2001, dalam Baron & Byrne, 2005)
mengungkap bahwa orang-orang dengan gaya kelekatan menolak, menghindar dan
terpreokupasi diketahui mengalami kekurangan keterampilan empati jika dibanding dengan
orang-orang yang memiliki gaya kelekatan aman. Sebagai akibatnya hubungan mereka
dengan orang lain mengalami masalah. Gresham & Elliot (1990, dalam Smart & Sanson,
2003) menjelaskan bahwa keterampilan empati merupakan salah satu aspek yang ada didalam
kompetensi sosial. Sehingga, semakin tinggi empati seseorang maka akan semakin tingg