Yang Muda Yang Menulis Sastra

HUMANIORA

Yang Muda
Yang Menulis Sastra
BUSTAN BASIR MARAS

pd

fsp

litm
erg
er.
co
m)

aktifitas manusia, termasuk dalam ber-sastra, seharusnya terus
menerus menyandarkan segalanya kepada Allah dan tidak
menduakan-Nya dengan yang lain. Meskipun perangkatperangkat kebudayaan seperti apresiasi terhadap gerakan sastra
budaya menjadi sangat penting sebagai media syiar Islam yang
kini sedang menjadi media alternatif positip dan terus menerus

menyedot perhatian remaja Muslim dimana-mana.
Islam sebagai agama wahyu yang menjadi penuntun duniaakhirat umat muslim, antara lain didefenisikan sebagai: Al-Islam
wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin sallallahu alaihi
wasallama lisa’adati al-dunya wa al-akhirah (Islam adalah wahyu
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman
untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat: Mudzhar: 1998: 19).
Sedangkan menurut bahasa, para ahli linguistik bahasa arab
menyatakan bahwa kata ‘Islam’ berasal dari kata ‘aslama’, berarti
‘patuh’ dan ‘menyerahkan diri’. Kata ini berakar pada kata ‘silm’,
berarti ‘selamat sejahtera’, mengandung arti ‘damai’. Orang yang
menyatakan dirinya Islam atau berserah diri, tunduk dan patuh
pada kehendak penciptanya (Allah swt) disebut ‘muslim’. Kedua,
asal kata Islam yakni ‘Aslama’ dan ‘Silm’ mempunyai hubungan
pengertian yang mendasar. Adanya kata pertama karena kata
kedua, adanya penyerahan diri (=kata aslama) karena adanya
tujuan hidup damai (=kata silm) (Majid dkk: 1991: 43).
Islam tidak mengajarkan konsep-konsep kebudayaan secara
parsial. Islam tidak membedakan antara urusan dunia dan akhirat
dalam pemisahan yang ketat. Artinya Islam memandang segala
gerak manusia dan alamnya di bumi (berkebudayaan) dari hal

terkecil hingga yang paling besar sebagai sebuah kesatuan yang
saling berdialektika dan menghasilkan sebuah rajutan kebudayaan
universal.
Atas dasar itulah, bagi sastrawan Muslim yang faham makna
kehadirannya di muka bumi sebagai khalifatan fil ard (khalifa di
muka bumi) menjadi sangat penting untuk secara terus menerus
mendasarkan segala gerak kebudayaanya kepada Zat yang Esa
Allah swt. sebagai sumber segala sumber, penjabaran dari AlIslam wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin sallallahu
alaihi wasallama lisa’adati al-dunya wa al-akhirah (Islam adalah
wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai
pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat).

De
mo
(

Vi
sit

htt

p:/
/w
w

w.

S

ekali waktu, saya diundang oleh salah satu sekolah yayasan
Islam untuk menjadi (semacam) dewan juri pada lomba
baca puisi berskala nasional yang mereka laksanakan
selama sehari penuh dan menghadirkan para pelajar (remaja
putra dan putri) dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Setelah
melewati beberapa acara seremonial, para remaja yang masih
belia itu bergantian melangkah ke panggung, membacakan puisipuisi Penyair D. Zawawi Imron, KH. A. Mustafa Bisri, WS. Rendra,
Hamdi Salad, serta sajak Ahmadun Yosi Herfanda dan lain-lain.
Sementara untuk finalnya, panitia memilih dua sajak Taufik Ismail.
Kedua sajak inilah yang mengantarkan puluhan peserta menjadi
sembilan nominasi juara.
Melihat fenomena yang demikian, kita tentu dapat berharap

bahwa dengan mendekatkan aktifitas sastra budaya dengan para
remaja putra dan putri kita, khususnya remaja putra putri Islam
yang menjadi garda depan pelaksanaan berbagai ivent sastra
adalah merupakan langkah alternatif dalam menyuguhkan mediamedia positip terhadap remaja Islam sebagai penggenggam obor
kesinambungan kejayaan Islam di masa datang dengan seabrek
tantangan yang jauh lebih berat dari yang kita hadapi kini. Sehingga
perlu ada jembatan dalam berbagai gerakan syiar Islam yang
kelak akan menyampaikan mereka kepada cita-cita kejayaan
Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Beberapa kalangan seringkali memperdebatkan, apakah
sastra Islam atau sastra Islami? Meskipun antara ‘Islam’ dan
‘Sastra’ tidaklah dapat dipisahkan dalam relasi kebudayaan yang
tumbuh selama berabad-abad dalam perjalanan Islam hingga ke
Nusantara. Sebab jika sastera akan dimasukkan ke dalam salah
satu sumber ilmu pengetahuan yang menopang penyiaran Islam
di Nusantara, maka ia tentu akan diletakkan sejajar dengan
beberapa perangkat dakwah Islam lainnya, terutama di pulau
Jawa, kususnya di zaman para wali.
Tetapi baiklah. Untuk mengerti lebih jauh apa itu sastra Islam
atau sastra Islami, ada baiknya mengetahuai pengertian mendasar

kedua variabel tersebut, agar sedari awal dapat menjadi acuan
mendasar bagi remaja Islam yang memiliki atensi terhadap
gerakan apresiasi sastra budaya; membaca, menulis dan
mengembangkannya. Mengapa hal ini penting menjadi pondasi
awal, sebab ideologi Islam mengajarkan segala sesuatu apapun

Rubrik Humaniora ini dipersembahkan oleh UHAMKA Jakarta, LSBOR PP Muhammadiyah, dan Suara Muhammadiyah

44

26 SHAFAR - 11 RABIULAWAL 1432 H

HUMANIORA

pd

fsp

litm
erg

er.
co
m)

sosiologi dan politik Islam ataupun Barat. Hamka juga terutama
banyak aktif dalam gerakan Islam di tubuh organisasi moderen
Muhammadiyah. Beliau memulai karirnya di organisasi ini sejak
tahun 1925, menentang khurafat, bidah, tarekat dan kebatinan sesat
di Padang Panjang. Ia pernah menjadi tokoh Muhammadiyah yang
bergerak di Sulawesi Selatan (Makassar). Di sinilah ia melahirkan
banyak karya sastra dan mendirikan beberapa sekolah
Muhammadiyah hingga ke Mandar (Sekarang Sulawesi Barat).
Dalam perjalanan panjang Hamka berdakwah dan mengembangkan
organisasi Muhammadiyah hingga ke pelosok Tanah Mandar, nun
di Kecamatan Pamboang yang penduduknya mayoritas Muslim
dan nelayan, Hamka merampungkan romannya yang fenomenal:
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang menginpirasi banyak
pemuda Islam ketika itu.
Tak lama berselang pasca kepopuleran Hamka sebagai salah
satu tokoh sastrawan Islam terkenal Indonesia, muncul pula namanama lain setelah melalui proses kretif yang cukup panjang, seperti

Taufik Ismail, KH. A. Mustofa Bisri, Abdul Hadi WM, Hamid Jabbar,
Danarto, Emha Ainun Nadjib, bahkan muncul pula dalam sajaksajak di hari tuanya, WS. Rendra, Sutardji Calzoum Bahcri, bahkan
yang paling mutakhir, semangat Islam bermunculan pula dalam
karya-karya Abidah Elkhaliqi, Helvi Tiana Rosa, Habiburrahman
Elzirazi, Andrea Hirata dan beberapa lagi lainnya yang tidak
mungkin dapat saya sebutkan satu persatu di sini.
Dari tahun ke tahun, terus bermunculan nama-nama sastrawan
yang karya-karyanya dilambari nafas Islam. Entah itu oleh kreatornya
sejak awal diniati sebagai media dakwah sebagaimana karya-karya
Emha Ainun Nadjib, Taufik Ismail, Mustofa Bisri dan beberapa lagi
lainnya, atau secara tidak sengaja. Tetapi kelahiran beberapa karya
sastra dari tangan beberapa sastrawan yang saya sebutkan di atas,
tentu tidak lepas dari materi historis masing-masing penulisnya yang
secara sadar atau tidak terus berpengaruh ke dalam karya-karya
yang dilahirkannya. Sudah saatnya bagi para remaja muslim
mengambil dan menjemput tongkat estapet kesusastraan Islam
yang terus bergemuruh kini dan sedang menjadi salah satu
maenstrim sastra Indonesia yang banyak diminati kalangan remaja.
Kesempatan ini adalah kesempatan emas bagi putra putri Islam
untuk terus mengasah diri, melakukan apresiasi satra, membaca,

menulis dan berkarya, melakukan berbagai aktifitas kesusastraan,
sebagaimana yang saya kisahkan di awal tulisan ini. Percayalah
bahwa dengan menulis sastra, anda telah turut mengambil bagian
dari sirah nabi dan menapak secara terus menerus di balik telapak
kaki Nabi Muhammad saw. Ayolah!l
_______________________________________________________
*Penulis adalah Penyair dan Pemerhati Sastra Budaya. Pendamping Komunitas Gubuk Indonesia (KGI) Yogyakarta,lahir di
tanah Mandar, alumnus Pascasarjana Antropologi UGM, banyak
menulis puisi, esai dan cerpen dan dimuat di media lokal dan
nasional. Sering berkeliling Indonesia untuk menghadiri pertemuan sastrawan dan membacakan karya-karyanya.

De
mo
(

Vi
sit

htt
p:/

/w
w

w.

Dalam konteks sastra, perdebatan panjang mengenai sastra
Islam atau sastra Islami, hampir tak ada matinya. Definisi, rumusan
dan segudang perbincangan teoritik lainnya telah berulang-ulang
diperdebatkan meski, tentu, tak dapat dipaksakan pendapat mana
atau defenisi yang mana yang paling tepat dalam merumuskan
genre sastra yang satu ini. Sebagian pendapat mengatakan bahwa
sastra Islam itu tidak ada. Yang ada hanyalah sastra Islami. Perbedaannya memang cukup tipis. Sebab sastra Islami adalah karya
sastra yang dilahirkan dari rahim ideologi Islam, sedangkan sastra
Islam adalah sastra yang lahir dari apa yang disebut dengan sastra
Islami. Sastra Islami ya, itulah sastra Islam. Begitulah kira-kira
jalan pintasnya.
Beberapa contoh sastra Islami yang kemudian ditarik ke dalam genre sastra Islam dapat ditemukan dalam berbagai perpustakaan sastra dunia maupun di tanah air. Bahkan di awal penyebaran
Islam dari masa nabi hingga di masa para wali di tanah air, ada
ribuan bahkan mungkin jutaan karya sastra yang pernah lahir
dari tangan-tangan dingin sastrawan Muslim. Bahkan di awal dakwah Nabi Muhammad saw. ada sebuah tradisi bersastra di kalangan bangsa Arab. Setiap sore menjelang senja, sepulang dari aktifitas berdagang dan lain semacamnya, mereka suka menuliskan

dan mengumpulkan syair-syair mereka dan menempelkannya
di dinding Ka’bah lalu diapresiasi bersama-sama sambil memuja
kebesaran Allah dan kemuliaan Nabi Muhammad saw. Meskipun
dalam situasi seperti ini, Allah swt kemudian menurunkan
perinagatannya kepada para penyair melalui surah Assyuara (Qs.
26. 224-227) agar lebih berhati-hati dan tak lupa diri.
Pasca nabi hingga ke periode para tabiin, terus bermunculan
banyak sastrawan dari kalangan muslim, seperti Rabiah Al-Adawiyah, Jalaluddin Rumi , Muahmmad Iqbal dan lain-lain. Sementara itu di Nusantara sendiri muncul beberapa penyair Islam yang
hebat, seperti Raja Ali haji dari Melayu bersama Hamzah Fanzuri,
di Jawa ada banyak syair yang kemudian menjadi lagu yang
bermunculan dari tangan para wali, seperti Syeh Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel dan beberapa lagi yang
lainnya. Bahkan di periode selanjutnya bermunculan sastrawan
yang menggunakan sastra, baik puisi maupun cerpen dan roman
sebagai salah satu media dakwahnya.
Buya Hamka yang bernama lengkap Haji Abdul Malik Karim
Amrullah, tentu tidak dapat diragukan lagi kemampuannya dalam
dunia sastra. Sastrawan muslim yang lahir di Maninjau, Sumatera
Barat ini lahir dari seorang ayah bernama Syeikh Abdul Karim bin
Amrullah atau dikenal dengan Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau. Ayahnya juga adalah seorang

pendiri gerakan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di sinilah
Hamka banyak belajar Islam, bahasa Arab, ilmu fikih dan lain semacamnya.
Hamka dalam karir intelektual dan kepenulisannya, lebih banyak
belajar sendiri dan melakukan banyak penelitian, meliputi pelbagai
bidang ilmu pengetahuan seperti falsafah, kesusasteraan, sejarah,

Rubrik Humaniora ini dipersembahkan oleh UHAMKA Jakarta, LSBOR PP Muhammadiyah, dan Suara Muhammadiyah

SUARA MUHAMMADIYAH 03 / 96 | 1 - 15 FEBRUARI 2011

45