Hadits Tentang Maulid Nabi dan Sedekah untuk Almarhum ORTU
Hadits Tentang Maulid Nabi dan Sedekah untuk Almarhum ORTU
ADAKAH HADITS TENTANG
KEWAJIBAN MEMPERINGATI MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN
BAGAIMANAKAH KEDUDUKAN HADITS TENTANG BERSEDEKAH UNTUK
ORANG YANG SUDAH MENINGGAL DUNIA?
Pertanyaan dari:
Iluluddin, Agen SM No. 15, Manna Bengkulu
(Disidangkan pada hari Jum'at, 6 Dzulqa'dah 1428 H / 16 November 2007 M)
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Berhubung keterbatasan ilmu dalam mencari kebenaran terutama masalah agama Islam
saya mohon bantuan kiranya Bapak dapat menjelaskan:
1. Hadits yang dikemukakan khatib dalam berkhutbah berkenaan dengan memperingati hari
kelahiran Rasulullah (maulid) yang merupakan keharusan bagi umat Islam dengan alasan sebuah
hadits. Setelah dikonfirmasikan ternyata hadits tersebut diperolehnya dalam buku khutbah
(matan hadits terlampir). Yang menjadi pertanyaan saya, benarkah matan terlampir itu sebuah
hadits? Kalau benar, bagaimana kedudukan hadits tersebut? Shahih, hasan, dhaif, atau yang lain?
2. Dalam buku berjudul "Pilihan Hadits Politik, Ekonomi Dan Sosial" yang disusun oleh S. Ziyad
'Abbas terbitan Pustaka Panji Mas Jakarta 1991 halaman 291 s.d. 294 tentang sedekah untuk
orang mati (matan hadits terlampir). Yang menjadi pertanyaan saya, apa makna dan maksud
hadits tersebut, dan bagaimana kedudukan hadits tersebut kalau dihubungkan dengan al-Quran
surat an-Najm ayat 39 dan dengan hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari maupun Muslim (dalam
Tanya Jawab Agama Jilid I halaman 117 dan 118 susunan Tim Tarjih Pimpinan Pusat
Muhammadiyah)?
Demikian, keberkenanan Bapak menjawab serta menjelaskan pertanyaan saya tersebut di
atas saya aturkan banyak terima kasih. Nasruminallah wa fathun qarib.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Berikut ini jawaban atas pertanyaan bapak:
1. Hadits yang bapak lampirkan pada lampiran no. 1 berbunyi:
نَ ا ِاَ نَِااََن َ اايَن
َ اا
َ ن َم ااع:نََِ ااَ َنم َ اّ َن
َ َص اّهنّع
َ نميِ ااُشن َفي ا
َ قَ ا َانِّيّ ا ن
َ َ نََّ ا
نميِااُشنَ َ َّ اَ نَفا َ ا َاِن َ ااٍََنماعن َي َلا نْن َ ااَِ ن
َ ِّْقَِ َماِ َنمَمااعنَفا َ َاِنًََ ا ن
.ّعن
Artinya: “Nabi saw bersabda: 'Barang siapa mengagungkan hari kelahiranku, niscaya aku akan
memberi syafa'at kepadanya kelak pada hari kiamat. Dan barang siapa mendermakan satu
dirham di dalam menghormati hari kelahiranku, maka seakan-akan dia telah mendermakan satu
gunung emas di jalan Allah'.”
Setelah kami lacak dan teliti dalam kitab-kitab hadits, kami tidak mendapatkan hadits
tersebut. Kami cenderung untuk mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits maudhu' atau
palsu. Kecurigaan kami terhadap hadits ini karena beberapa sebab, antara lain hadits tersebut
tidak ada perawinya. Selain itu, redaksinya juga menunjukkan bahwa itu bukan sabda Rasulullah
saw, karena di dalam redaksinya disebutkan amalan yang kecil (sedekah satu dirham) dibalas
dengan pahala yang sangat besar (seakan-akan telah mendermakan satu gunung emas).
Tambahan pula dalam masalah maulid (hari kelahiran) Nabi saw itu memang banyak hadits
palsu yang dibuat untuk mengagungkan perayaan hari kelahiran tersebut oleh orang-orang yang
mengaku mencintai Nabi saw. Mereka membuat hadits palsu itu dengan alasan tidak mengapa
berbohong untuk (kepentingan) Nabi saw. Padahal Nabi saw tidak perlu kepada pembohongan
mereka itu. Menurut pendapat kami, memperingati hari kelahiran Nabi saw itu hukumnya bukan
wajib, tetapi ia boleh dilakukan dengan syarat menjauhi perkara-perkara bid'ah dan syirik.
2. Hadits-hadits yang bapak lampirkan pada lampiran no. 2 berbunyi:
نََِااَن
َ َنص ا َّنّع
َ َنََّا ِ َنًها َاهنّع
َ ََااعنّنااع
َ نَ ّن َنً َ ااٍنقَا َانَِو َ اايانّع: نَيا َ َ ا
نَاان ّنن:نفَا ََا نقَا َنا:نَيا َ ا نقَا َنا
َ ا
َ داُّق
َ َُنإ ّنن َّمااََنُاَ َيَاَِااا نََايا َ ََ َ ا نإنن:َم َ اّ َن
]ن[ًمّهنَِّخ ًش. ّقاننَنَيا
َ ِنَِوَّ َنمََ َُ َكن
َ َ َ ُد
َ ََُّنقَُن
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada
Rasulullah saw: Sesungguhnya ibuku telah wafat, apakah bermanfaat baginya jika saya
bersedekah atas namanya? Jawab beliau: "Ya". Orang itu berkata: Sesungguhnya saya
mempunyai kebun yang berbuah, maka saya mempersaksikan kepadamu bahwa saya telah
menyedekahkannya atas namanya.” [HR. al-Bukhari]
Dan sabda beliau:
نإ ّنن:نََِااَ َنم َ اّ َن
َ َنص ا َّنّع
َ َنَ ش َة اَِ َنًها َاهنّع
َ ََااع
َ َ نَ ّن َنً َ ااٍنقَا َانِ يّا: نَيا َ ا
دا ا ُّقَا نَا َ ا ا ن َ اَ ا نَ ا ااونإنن
َ َََُما ااهنَّاََاَََ ااانفَا ََا ا َ َنمَ َيا َ ا ا نَِا ااينَُ َ ّ َ ااان
]ن[ًمّهنَِّخ ًشنممَ نمِّ ظنِ َخ ًش
.نفَا ََ ن:نَيا َ نقَ َنا
َ ا
َ دُّق
َ َُ
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi
saw: Sesungguhnya ibuku meninggal secara mendadak, dan saya menduga jika dia berkata pasti
dia bersedekah, maka apakah dia mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? Jawab
beliau: "Ya".” [HR. al-Bukhari dan Muslim, lafadz al-Bukhari]
Dan sabda beliau lagi:
َ َنمَُا َاوَكن
َ َنصا َّنّع
َ نما
َ َََِعن
َ َ ّننَ ّن َنً َ ٍنقَ َانِ ي:نلَو اَوَنة
َ َِنإ ّنن:نََِاَ َنم َ اّ َن
] َن[ًمّهنم.نفَاَ ن:ا
َ ُد
َ ّق
َ َم ا َنمََن اَيص نَا َ ن َ َ ََو
َ ََُنَيََنإنن
َ نَيََ نقَ َن
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada
Nabi saw: Sesungguhnya ayahku wafat dan meninggalkan harta akan tetapi beliau belum
berwasiat. Maka apakah dia dihapuskan (dosanya) jika saya bersedekah atas namanya? Jawab
beliau: "Ya".” [HR. Muslim]
Hadits-hadits sahih riwayat al-Bukhari dan atau Muslim ini menunjukkan dengan jelas
bahwa sedekah yang kita lakukan dengan mengatasnamakan orang tua kita itu pahalanya sampai
kepada mereka. Adapun jika hadits-hadits di atas dihubungkan dengan ayat dan hadis berikut:
Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.” [QS. An-Najm (53): 39].
ن َمعن:نَََِ َنم َ ّ َن
َ َ ًنقَ َا َن:نَيا َ نقَ َِان
َ َنَ ش َةَِ َنًه َهنّع
َ ََع
َ َنص َّنّع
َ يانّع
] َن[ًمّهنَِّخ ًشنمم.ذّنم نَِِسنََِنَا ينًَن
َ َُ َح
َ َثنْنَموف
َ ََ
َ َ َ نل
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah r.a. beliau berkata: “Rasulullah saw bersabda:
'Barangsiapa yang membuat hal baru pada ajaran kami ini yang bukan termasuk darinya maka
tertolaklah ia'.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Maka dapat diambil kesimpulan berikut:
a. Pada umumnya, sebagaimana dinyatakan dalam surat an-Najm (53) ayat 39,
seorang manusia itu tidak memperoleh pahala dari Allah selain apa yang telah
diusahakannya/dikerjakannya sebelum dia meninggal dunia. Oleh karena itu,
setelah meninggal dunia, dia tidak akan mendapatkan pahala apa-apa dari Allah
karena dia tidak bisa lagi beramal saleh.
b. Namun keumuman ayat di atas dikhususkan oleh hadits-hadits yang menyatakan
bahwa sedekah yang dilakukan seorang anak atas nama orang tuanya yang telah
meninggal dunia, pahalanya sampai kepada orang tua yang telah meninggal dunia
tersebut. Sebagian ulama menambahkan, bahwa kemauan anak untuk bersedekah
atas nama orang tuanya itu termasuk hasil usahanya mendidik anak tersebut
ketika masih di dunia dahulu, sehingga layak jika sedekahnya itu sampai
kepadanya.
c. Adapun hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim terakhir itu adalah mengenai
sesuatu yang dibuat-buat dalam agama atau disebut dengan bid'ah, yaitu sesuatu
yang tidak mempunyai sandaran hukum. Dan masalah sedekah atas nama orang
tua yang telah meninggal itu --karena ada dalil atau sandaran hukumnya-- bukan
termasuk perkara bid'ah.
Wallahu a'lam bish-shawab. *mi)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]
ADAKAH HADITS TENTANG
KEWAJIBAN MEMPERINGATI MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN
BAGAIMANAKAH KEDUDUKAN HADITS TENTANG BERSEDEKAH UNTUK
ORANG YANG SUDAH MENINGGAL DUNIA?
Pertanyaan dari:
Iluluddin, Agen SM No. 15, Manna Bengkulu
(Disidangkan pada hari Jum'at, 6 Dzulqa'dah 1428 H / 16 November 2007 M)
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Berhubung keterbatasan ilmu dalam mencari kebenaran terutama masalah agama Islam
saya mohon bantuan kiranya Bapak dapat menjelaskan:
1. Hadits yang dikemukakan khatib dalam berkhutbah berkenaan dengan memperingati hari
kelahiran Rasulullah (maulid) yang merupakan keharusan bagi umat Islam dengan alasan sebuah
hadits. Setelah dikonfirmasikan ternyata hadits tersebut diperolehnya dalam buku khutbah
(matan hadits terlampir). Yang menjadi pertanyaan saya, benarkah matan terlampir itu sebuah
hadits? Kalau benar, bagaimana kedudukan hadits tersebut? Shahih, hasan, dhaif, atau yang lain?
2. Dalam buku berjudul "Pilihan Hadits Politik, Ekonomi Dan Sosial" yang disusun oleh S. Ziyad
'Abbas terbitan Pustaka Panji Mas Jakarta 1991 halaman 291 s.d. 294 tentang sedekah untuk
orang mati (matan hadits terlampir). Yang menjadi pertanyaan saya, apa makna dan maksud
hadits tersebut, dan bagaimana kedudukan hadits tersebut kalau dihubungkan dengan al-Quran
surat an-Najm ayat 39 dan dengan hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari maupun Muslim (dalam
Tanya Jawab Agama Jilid I halaman 117 dan 118 susunan Tim Tarjih Pimpinan Pusat
Muhammadiyah)?
Demikian, keberkenanan Bapak menjawab serta menjelaskan pertanyaan saya tersebut di
atas saya aturkan banyak terima kasih. Nasruminallah wa fathun qarib.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Berikut ini jawaban atas pertanyaan bapak:
1. Hadits yang bapak lampirkan pada lampiran no. 1 berbunyi:
نَ ا ِاَ نَِااََن َ اايَن
َ اا
َ ن َم ااع:نََِ ااَ َنم َ اّ َن
َ َص اّهنّع
َ نميِ ااُشن َفي ا
َ قَ ا َانِّيّ ا ن
َ َ نََّ ا
نميِااُشنَ َ َّ اَ نَفا َ ا َاِن َ ااٍََنماعن َي َلا نْن َ ااَِ ن
َ ِّْقَِ َماِ َنمَمااعنَفا َ َاِنًََ ا ن
.ّعن
Artinya: “Nabi saw bersabda: 'Barang siapa mengagungkan hari kelahiranku, niscaya aku akan
memberi syafa'at kepadanya kelak pada hari kiamat. Dan barang siapa mendermakan satu
dirham di dalam menghormati hari kelahiranku, maka seakan-akan dia telah mendermakan satu
gunung emas di jalan Allah'.”
Setelah kami lacak dan teliti dalam kitab-kitab hadits, kami tidak mendapatkan hadits
tersebut. Kami cenderung untuk mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits maudhu' atau
palsu. Kecurigaan kami terhadap hadits ini karena beberapa sebab, antara lain hadits tersebut
tidak ada perawinya. Selain itu, redaksinya juga menunjukkan bahwa itu bukan sabda Rasulullah
saw, karena di dalam redaksinya disebutkan amalan yang kecil (sedekah satu dirham) dibalas
dengan pahala yang sangat besar (seakan-akan telah mendermakan satu gunung emas).
Tambahan pula dalam masalah maulid (hari kelahiran) Nabi saw itu memang banyak hadits
palsu yang dibuat untuk mengagungkan perayaan hari kelahiran tersebut oleh orang-orang yang
mengaku mencintai Nabi saw. Mereka membuat hadits palsu itu dengan alasan tidak mengapa
berbohong untuk (kepentingan) Nabi saw. Padahal Nabi saw tidak perlu kepada pembohongan
mereka itu. Menurut pendapat kami, memperingati hari kelahiran Nabi saw itu hukumnya bukan
wajib, tetapi ia boleh dilakukan dengan syarat menjauhi perkara-perkara bid'ah dan syirik.
2. Hadits-hadits yang bapak lampirkan pada lampiran no. 2 berbunyi:
نََِااَن
َ َنص ا َّنّع
َ َنََّا ِ َنًها َاهنّع
َ ََااعنّنااع
َ نَ ّن َنً َ ااٍنقَا َانَِو َ اايانّع: نَيا َ َ ا
نَاان ّنن:نفَا ََا نقَا َنا:نَيا َ ا نقَا َنا
َ ا
َ داُّق
َ َُنإ ّنن َّمااََنُاَ َيَاَِااا نََايا َ ََ َ ا نإنن:َم َ اّ َن
]ن[ًمّهنَِّخ ًش. ّقاننَنَيا
َ ِنَِوَّ َنمََ َُ َكن
َ َ َ ُد
َ ََُّنقَُن
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada
Rasulullah saw: Sesungguhnya ibuku telah wafat, apakah bermanfaat baginya jika saya
bersedekah atas namanya? Jawab beliau: "Ya". Orang itu berkata: Sesungguhnya saya
mempunyai kebun yang berbuah, maka saya mempersaksikan kepadamu bahwa saya telah
menyedekahkannya atas namanya.” [HR. al-Bukhari]
Dan sabda beliau:
نإ ّنن:نََِااَ َنم َ اّ َن
َ َنص ا َّنّع
َ َنَ ش َة اَِ َنًها َاهنّع
َ ََااع
َ َ نَ ّن َنً َ ااٍنقَا َانِ يّا: نَيا َ ا
دا ا ُّقَا نَا َ ا ا ن َ اَ ا نَ ا ااونإنن
َ َََُما ااهنَّاََاَََ ااانفَا ََا ا َ َنمَ َيا َ ا ا نَِا ااينَُ َ ّ َ ااان
]ن[ًمّهنَِّخ ًشنممَ نمِّ ظنِ َخ ًش
.نفَا ََ ن:نَيا َ نقَ َنا
َ ا
َ دُّق
َ َُ
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi
saw: Sesungguhnya ibuku meninggal secara mendadak, dan saya menduga jika dia berkata pasti
dia bersedekah, maka apakah dia mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? Jawab
beliau: "Ya".” [HR. al-Bukhari dan Muslim, lafadz al-Bukhari]
Dan sabda beliau lagi:
َ َنمَُا َاوَكن
َ َنصا َّنّع
َ نما
َ َََِعن
َ َ ّننَ ّن َنً َ ٍنقَ َانِ ي:نلَو اَوَنة
َ َِنإ ّنن:نََِاَ َنم َ اّ َن
] َن[ًمّهنم.نفَاَ ن:ا
َ ُد
َ ّق
َ َم ا َنمََن اَيص نَا َ ن َ َ ََو
َ ََُنَيََنإنن
َ نَيََ نقَ َن
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada
Nabi saw: Sesungguhnya ayahku wafat dan meninggalkan harta akan tetapi beliau belum
berwasiat. Maka apakah dia dihapuskan (dosanya) jika saya bersedekah atas namanya? Jawab
beliau: "Ya".” [HR. Muslim]
Hadits-hadits sahih riwayat al-Bukhari dan atau Muslim ini menunjukkan dengan jelas
bahwa sedekah yang kita lakukan dengan mengatasnamakan orang tua kita itu pahalanya sampai
kepada mereka. Adapun jika hadits-hadits di atas dihubungkan dengan ayat dan hadis berikut:
Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.” [QS. An-Najm (53): 39].
ن َمعن:نَََِ َنم َ ّ َن
َ َ ًنقَ َا َن:نَيا َ نقَ َِان
َ َنَ ش َةَِ َنًه َهنّع
َ ََع
َ َنص َّنّع
َ يانّع
] َن[ًمّهنَِّخ ًشنمم.ذّنم نَِِسنََِنَا ينًَن
َ َُ َح
َ َثنْنَموف
َ ََ
َ َ َ نل
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah r.a. beliau berkata: “Rasulullah saw bersabda:
'Barangsiapa yang membuat hal baru pada ajaran kami ini yang bukan termasuk darinya maka
tertolaklah ia'.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Maka dapat diambil kesimpulan berikut:
a. Pada umumnya, sebagaimana dinyatakan dalam surat an-Najm (53) ayat 39,
seorang manusia itu tidak memperoleh pahala dari Allah selain apa yang telah
diusahakannya/dikerjakannya sebelum dia meninggal dunia. Oleh karena itu,
setelah meninggal dunia, dia tidak akan mendapatkan pahala apa-apa dari Allah
karena dia tidak bisa lagi beramal saleh.
b. Namun keumuman ayat di atas dikhususkan oleh hadits-hadits yang menyatakan
bahwa sedekah yang dilakukan seorang anak atas nama orang tuanya yang telah
meninggal dunia, pahalanya sampai kepada orang tua yang telah meninggal dunia
tersebut. Sebagian ulama menambahkan, bahwa kemauan anak untuk bersedekah
atas nama orang tuanya itu termasuk hasil usahanya mendidik anak tersebut
ketika masih di dunia dahulu, sehingga layak jika sedekahnya itu sampai
kepadanya.
c. Adapun hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim terakhir itu adalah mengenai
sesuatu yang dibuat-buat dalam agama atau disebut dengan bid'ah, yaitu sesuatu
yang tidak mempunyai sandaran hukum. Dan masalah sedekah atas nama orang
tua yang telah meninggal itu --karena ada dalil atau sandaran hukumnya-- bukan
termasuk perkara bid'ah.
Wallahu a'lam bish-shawab. *mi)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]