TINJAUAN PUSTAKA Kajian teknik elektrokoagulasi untuk pemisahan mikroalga

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KULTIVASI MIKROALGA 2.1.1 Definisi Alga dan Mikroalga Pelczar dan Reid 1958 mendefinisikan alga sebagai tumbuhan sederhana, yang tidak memiliki akar, batang dan daun. Alga memiliki klorofil yang menyebabkan mereka dapat mensintesis makanan sendiri dengan melakukan fotosintesis. Alga menggunakan energi dari cahaya matahari untuk mengubah bahan inorganik menjadi senyawa organik dalam selnya. Menurut Kanibawa 2001, mikroalga merupakan jasad renik atau mikroorganisme dengan tingkat organisasi sel termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah. Mikroalga dikelompokan dalam filum thalophyta. Kawaroe 2010 menjelaskan mikroalga juga lazim disebut fitoplakton merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar dan laut. Presscott 1978 menambahkan bahwa sebagian besar alga yang tumbuh di air tawar tergolong ke dalam mikroalga karena bersifat mikroskopik. Namun ada beberapa jenis yang dapat dilihat tanpa menggunakan bantuan mikroskop. Mikroalga yang hidup di air tawar dapat menyebabkan “water-bloom”. Keragaman alga cukup besar, ukuran alga bermacam - macam mulai dari yang terkecil memiliki diameter 0,2 - 2 µm hingga yang besar mencapai 60 meter panjangnya. Keanekaragaman alga juga dilihat dari ekologi dan habitannya, struktur selnya, tingkat morfologinya, pigmen fotosintesis yang dimilikinya. Istilah alga mencakup makroalga berukuran besar dan mikroorganisme yang biasa dikenal sebagai mikroalga. Spesies alga diperkirakan mencapai satu sampai sepuluh juta spesies dan kebanyakan adalah golongan mikroalga Barsanti dan Gualtieri 2006. Tabel 1 berikut ini menampilkan beberapa golongan alga beserta jenis pigmen sistem, komposisi dinding sel, bahan cadangan, jumlah flagel dan rentang struktur tubuh yang dimilikinya. Tabel 1. Golongan Besar Alga Nama Grup Sistem Pigmen Komposisi Dinding Sel Bahan cadangan Jumlah Flagel Rentang Struktur Klorofil Pigmen Lain Alga Hijau Chlorophyta a + b - Selulosa Pati Umumnya dua flagel per sel Uniseluler, mirip tumbuhan, multiseluler Euglena Euglenophyta a + b - Tidak memiliki dinding sel Lemak dan Paramilum Satu, dua atau tiga flagel per sel Semua Uniseluler Dinoflagelata Phyrrophyta a + c Karotenoid tertentu Selulosa Pati dan Minyak Dua flagelata, bentuk dan posisinya dalam sel tidak sama Kebanyakan Uniseluler dan berbentuk filament atau lembaran Chrysophyta dan diatom Chrysophyta a + c Karotenoid tertentu Silica dan beberapa tidak memiliki dinding sel Leocosin dan minyak Dua Flagelata Uniseluler dan lembaran Alga Cokelat a + c Karotenoid tertentu Selulosa dan algin Laminarin dan lemak Dua Flagelata dengan panjang yang tidak sama Mirip tanaman, multiseluler Alga Merah a Phycobilin Selulosa Pati Tidak memiliki Flagel Uniseluler, mirip tanaman, dan multiseluler Sumber : Stainer 1976

2.1.2 Sifat Mikroalga

Sebagai bagian dari alga, mikroalga memiliki sifat yang hampir sama dengan alga lainnya. Beberapa alga yang melakukan fotosintesis dan menggunakan CO 2 sebagai sumber karbon dapat tumbuh dengan baik pada tempat gelap dengan menghabiskan beberapa senyawa organik. Hal ini berarti sifat metabolismenya berubah dari fotosintesis menjadi respirasi. Perubahan ini tergantung pada keberadaan sinar matahari. Alga yang seluruhnya terbungkus oleh dinding sel adalah osmotropik. Sumber energi yang digunakan untuk pertumbuhan alga di tempat gelap tergantung dari keberadaan substrat organik yang terlarut di dalam media. Beberapa mikroalga yang tidak mempunyai dinding sel dapat menelan bakteri atau organisme yang lebih kecil Stanier, 1976. Menurut Pleczar dan Chan 1986, alga menyimpan berbagai produk makanan cadangan hasil kegiatan fotosintesis sebagai granula di dalam selnya. Alga dapat menyimpan kelebihan nutrien dalam massa selnya. Oleh karena itu, alga dapat digunakan sebagai alat untuk mengambil beberapa nutrien yang terdapat pada hasil buangan atau limbah cair. Pengambilan nutrien dalam sistem alga akan memberikan hasil yang baik apabila tersedia tanah yang cukup luas, cukup mendapatkan sinar matahari, dan jenis alga yang ditumbuhkan cukup mudah dipanen dan dimanfaatkan. Diantara mikroorganisme yang melakukan fotosintesis, mikroalga merupakan mikroorganisme yang paling efisien dalam menggunakan sinar matahari, yaitu sekitar 7 dengan kemampuan produksi 60 - 80 ton berat keringhatahun, sedangkan produktivitas tanaman budidaya secara konvensional berkisar antara 10 - 30 ton berat keringha.tahun. Walaupun sama - sama tergolong mikroorganisme, alga dan bakteri memiliki perbedaan syarat lingkungan hidup dan sifat fisiologisnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Beberapa perbedaan syarat lingkungan hidup dan sifat Fisiologis antara Alga dan Bakteri Karakteristik Alga Bakteri pH optimum 4 - 11 6,5 - 7,5 Suhu optimum 20 - 30°C 20 - 37°C Kebutuhan oksigen Aerobik Aerobik atau anaerobik Cahaya Sebagian besar Sebagian kecil Sumber Karbon Kabanyakan organik Organik dan anorganik Dinding Sel Sebagian besar selulosa, beberapa digantikan oleh xilan dan manan Peptidoglikan Sumber : Pleczar dan Chan 1986

2.1.3 Komposisi Sel Mikroalga

Mikroalga menyimpan cadangan makanan didalam sel granulanya. Komposisi biokimia yang terdapat pada cadangan makanan yang disimpannya bermacam - macam. Menurut Dodge, 1973 beberapa mikroalga mengandung polosakarida dalam bentuk butiran pati. Selain itu mikroalga juga menyimpan cadangan Lemak dan Protein. Cadangan lemak disimpan dalam bentuk droplets dan terkadang droplets yang disimpan terlihat terdiri dari globula - globula. Pelczar dan Reid 1958 menambahkan bahwa beberapa mikrolaga dapat mensintesis beberapa jenis vitamin seperti vitamin A, D, B1, C dan vitamin E. Komposisi nutrisi yang dikandung mikroalga sangat tergantung pada ukuran sel, daya cerna, komposisi biokimia yang dimilikinya. Komposisi nutrisi yang dikandung oleh jenis mikroalga satu berbeda dengan mikroalga lainnya. Menurut Fogg 1973 walaupun komposisi nutrisi pada setiap mikroalga berbeda, protein merupakan senyawa yang dominan, kemudian diikuti oleh lipid dan karbohidrat. Komponen lipid dalam mikroalga khususnya mikroalga hijau-biru yang beragam, banyak terdapat lamela fotosintesis. Lipid ini terlibat dalam transport elektron, pengambilan cahaya sekaligus perlindungan terhadap cahaya yang berlebihan, dan kemungkinan besar juga berperan pada proses evolusi oksigen. Komponen lipid dalam mikroalga terbagi atas beberapa kategori yaitu klorofil, karotenoid, digliserida, quinon, dan sterol. Selain kelima kategori ini terdapat pula lipid droplet yang menyebar diantara tilakoid sel dan didekat permukaan sel Fogg et al. 1973. Tabel 3. Berikut ini menunjukkan komposisi nutrisi sel mikroalga blue-green alga. Tabel 3. Komposisi Sel Blue-Green Alga Komponen Persentase Protein 50 Karbohidrat 30 Lipid 5 Abu 15 Sumber : Fogg 1973

2.1.4 Media Pertumbuhan Mikroalga

Alga dapat tumbuh dihampir semua habitat. Alga dapat ditemukan di tanah, danau, sungai, dan perairan tawar. Kultur dapat didefinisikan sebagai lingkungan buatan dimana alga tumbuh. Kultur memiliki syarat tertentu untuk dapat ditumbuhi mikroalga, yaitu ketersediaan cahaya, CO 2 , dan nutrien. Barsanti 2006 mengatakan bahwa parameter terpenting untuk pertumbuhan mikroalga adalah temperatur, cahaya, pH, salinitas, serta kuantitas dan kualitas nutrien. Tabel 4 berikut menunjukan contoh paremeter yang biasanya dapat ditumbuhi mikroalga. Tabel 4. Kondisi tempat tumbuh mikroalga Paremeter Satuan Nilai Temperatur °C 16 - 27 Cahaya µEsm 2 100 - 200 PH 7 - 9 Salinitas gL 20 - 24 Sumber : Barsanti 2006 Kuantitas dan kualitas nutrien juga merupakan substansi penting untuk pertumbuhan mikroalga. Menurut Richmond 1986 konsentrasi nutrien yang optimal bagi pertumbuhan strain mikroalga tertentu sangat bervariasi tergantung pada kerapatan populasi, intensitas matahari, suhu dan pH media. Nutrien yang dibutuhkan mikroalga untuk tumbuh diketegorikan menjadi beberapa ketegori utama, yaitu sumber karbon, sumber nitrogen, sumber fosfor dan mikronurtien. Menurut Stainer 1976 mikroalga menggunakan CO 2 sebagai sumber karbon. Barsanti 2006 menambahkan bahwa CO 2 diperoleh mikroalga dari udara dan untuk menjaga ketersediaan CO 2 tersebut kultur mikroalga sebaiknya diberi silkulator. Kebanyakan mikroalga mempunyai kemampuan menggunakan ammonium NH 4 , nitrit NO 3 , dan nitrat NO 2 , sedangkan kemampuan mengikat nitrogen dari udara hanya dimiliki oleh mikroalga prokariotik. Beberapa mikroalga dapat menggunakan berbagai senyawa N- organik seperti amida, urea, glutamin, dan asparagin sebagai sumber nitrogennya Richmond 1986. Fosfor merupakan salah satu elemen utama yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga secara normal. Menurut Richmond 1986 kekurangan fosfor dapat menyebabkan perubahan morfologi sel, misalnya perubahan bentuk dan ukuran sel, karena fosfor berperan dalam transfer energi dan sintesa asam nukleat. Bentuk fosfor utama yang digunakan mikroalga adalah P-anorganik. Beberapa mikronutrien yang esensial terhadap pertumbuhan mikroalga dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Beberapa Mikronutrien dan Peranannya pada Pertumbuhan Mikroalga Unsur Peranan Besi Fe Asimilasi nitrogen, fotosintesis, sintesa pigmen, fotosintesis utama klorofil -A Bohr B Diperlukan oleh beberapa cyanobacteria dan diatom, tetapi tidak diperlukan oleh alga hijau. Mangan dan Tembaga Mn dan Cu Komponen penting dalam transfer elektron fotosintesis, sebagai komponen dan kofaktor beberapa enzim dan diperlukan oleh semua alga. Molibden Mo Diperlukan alga untuk reduksi nitrit dan fiksasi nitrogen Vanadium V Penting bagi alga tertentu Kobalt Co Diperlukan beberapa alga Cyanobacterium, seperti Calotrix parientina, Coccochloris peniocystic, Diplocystis aeruginosa. Silikon Komponen utama dinding sel diatom Selenium Meningkatkan Cyanobacterium dan menurunkan diatom Sumber : Richmond 1986 Media untuk pertumbuhan mikroalga diantaranya adalah laut perairan asin Harrison dan Berges, 2005 dan perairan tawar Watanabe, 2005. Selain berasal dari media alami, media untuk pertumbuhan mikroalga juga dapat dibuat media sintetik. Menurut Barsanti 2006, media perairan tawar dipilih karena karakteristiknya mirip dengan lingkungan alam habitat mikroalga tumbuh. Media sintetik dikenal sebagai komposisi kimia sering dijadikan sebagai media tambahan yang digunakan untuk mensimulasikan kebutuhan nutrisi dan kebutuhan fisik dari jenis mikroalga tertentu. Tabel 6 berikut berisikan contoh komposisi kimia yang dibutuhkan untuk menumbuhkan mikroalga jenis diatom. Tabel 6. Komposisi Media Diatom Reagent Per mg L CaNO 3 2 4H 2 O KH 2 PO 4 MgSO 4 NaHCO 3 EDTA FeNa EDTA Na 2 H 3 BO 3 MnCl 2 4H 2 O NH 4 6Mo 7 O 24 4H 2 O Biotin Vitamin H Thiamine Vitamin B1 Cyanocobalamin Vitamin B12 Na 2 SiO 3 9H 2 O pH = 6,9 20 12,4 25 15,9 2,25 2,25 2,48 1,39 1,0 0,04 0,04 0,04 57 Sumber : Barsanti 2006

2.2 PEMISAHAN MIKROALGA

Pemisahan mikroalga adalah bagian yang penting dari proses produksi mikroalga. Proses pemisahan menentukan banyak sedikitnya hasil mikroalga yang dapat diperoleh. Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan cara yang tepat sangat disarankan. Beberapa metode untuk pemisahan mikroalga diantaranya adalah sedimentasi, koagulasiflokulasi, sentrifugasi, autokoagulasi, dan elektrokoagulasi.

2.2.1 Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan bahan terlarut pada suatu cairan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pada pemisahan mikroalga, sedimentasi pengendapan dilakukan pada sebuah tangki. Pemisahan mikroalga dengan teknik sedimentasi membutuhkan ruang yang cukup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mohn 1988, penambahan ruang sedimentasi 300 m 2 pada pengembangan mikroalga skala besar, dapat memisahkan 15m 3 h mikroalga. Biasanya sedimentasi dilakukan setelah melakukan flokulasi. Selama sedimentasi endapan dipaksa untuk keluar melalui lubang kerucut pada dasar wadah melelui saluran. Pada proses sedimentasi, cairan jernih yang dihasilkan menunjukan efisiensi proses sedimentasi yang dilakukan.

2.2.2 Flotasi

Flotasi atau pengapungan adalah suatu cara untuk memisahkan padatan dari cairan dengan cara mengapungkan. Flotasi mudah untuk dilakukan karena terdapat beberapa zat padat atau substansi dengan kerapatan yang renggang sulit untuk diendapkan tetapi mudah untuh diapungkan. Cara untuk mengapungkan suspense tersebut biasanya dilakukan dengan memasukan gelembung udara pada larutan tersebut Sugiharto, 1987. Lebih lanjut Mohn 1988 melakukan pemisahan mikroalga dengan cara flotasi. Mohn menyatakan bahwa proses operasi flotasi lebih efisien dibandingkan dengan sedimentasi dan juga menghasilkan fraksi padatan lebih tinggi sampai dengan 7. Kekurangan dari proses pemisahan mikrolaga dengan flotasi adalah biaya investasi untuk fasilitas flotasi cukup tinggi.

2.2.3 Koagulasi Flokulasi

Koagulasi adalah proses penghilangan stabilitas partikel koloid sehingga perkembangan partikel dapat terjadi sebagai akibat dari benturan partikel. Sedangkan flokulasi adalah proses dimana ukuran partikel meningkat dikarenakan oleh benturan partikel. Proses koagulasi biasanya diikuti oleh proses flokulasi. Biasanya proses koagulasi flokulasi dilakukan dengan menambahkan bahan kimia pembantu yang biasanya dikenal sebagai koagulan dan flokulan. Koagulan dan flokulan yang biasanya digunakan adalah polimer, garam logam seperti alum atau ferric sulfat Metcalf dan Eddy, 2004. Menurut Oswald 1988 koagulan dan flokulan yang paling efektif untuk memisahkan alga adalah aluminium sulfat dan ferric sulfat. Reaksi yang terbentuk antara lain : Al 2 SO 4 3 + 3CaHCO 3 2 = 3CaSO 4 + 2AlOH 3 + 6CO 2 Fe 2 SO 4 3 + 3CaHCO 3 2 = 3CaSO 4 + 2 FeOH 3 + 6CO 2 2AlCl 3 + 3CaHCO 3 2 = 3CaCl 2 + 2AlOH 3 + 6CO 2 2FeCl 3 + 3CaHCO 3 2 = 3CaCl 2 + 2FeOH 3 + 6CO 2

2.2.4 Filtrasi

Filtrasi adalah suatu cara untuk mengendapkan dan mengambil partikel dengan jalan melewatkan cairan kedalam lapisan berporus dan berlubang Sugiharto, 1978. Menurut Mohn 1988 proses pemisahan mikroalga dengan cara filtrasi dilakukan dengan “filter press” yakni memisahkan alga dengan ukuran tertentu. Proses penyaringan ini membutuhkan tambahan energi yang berasal dari pompa. Selain itu uap juga dihembuskan untuk mengurangi kandungan air yang ada. Selain itu proses pemisahan dengan cara filtrasi juga dapat dilakukan dengan cara rotary vacuum filters, Vacuum band filters, dll.

2.2.5 Sentrifugasi

Proses sentrifugasi biasa digunakan untuk memisahkan padatan dan cairan dengan cara menghilangkan air yang ada pada larutan dengan menggunakan gaya sentrifugal putaran. Setelah proses sentrifugasi selesai maka akan terbentuk endapan didasar dan cairan supernatant dibagian atas. Oswald 1988 menerangkan bahwa kebanyakan spesies mikroalga dapat dipisahkan dari medianya dengan menggunakan sentrifugasi dengan rentang 500-3600 kali lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan gaya gravitasi. Untuk menghasilkan 500 g alga memerlukan waktu 10 menit pada proses sentrifugasi dengan mangkuk padat.

2.2.6 Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah suatu teknik pemisahan yang menggunakan sel elektrokimia yang biasa digunakan untuk menangani air. Elektrokoagulasi merupakan suatu teknik yang menjanjikan yang dapat diterapkan diberbagai bidang. Elektrokoagulasi terdiri dari tiga proses dasar yaitu elektrokimia, koagulasi dan flotasi. Ketiga proses dasar ini saling berinteraksi dan berhubungan untuk menjalankan elektrokoagulasi. Peranan ketiga proses dasar pada elektrokoagulasi dapat dilihat pada diagram venn berikut : Gambar 1. Diagram venn proses yang mendasari elektrokoagulasi Sumber : Holt , 2002 Holt 2002 menambahkan elektrokoagulasi yang melibatkan proses elektrokimia, koagulasi dan flotasi tersebut dapat dilakukan dalam sebuah reaktor kontinyu ataupun dengan reaktor batch. Didalam setiap proses elektrokimia, akan digunakan elektrode yang bersentuhan langsung dengan air yang tercemar. Elektroda yang biasa digunakan adalah aluminium, besi dan stainless steel. Aplikasi elektrokoagulasi yang sudah dilakukan dalam beberapa tahun belakangan diantaranya penerapan elektrokoagulasi untuk peningkatan kualitas air Ni’am et al., 2007; Holt et al., 2004; Susetyaningsih et al., 2008. Selain itu elektrokoagulasi juga telah diteliti untuk diterapkan dalam rangka mengurangi kandungan logam pada limbah cair Nouri et al., 2010; Hansen et al., 2007, untuk proses decolorization atau pengurangan zat warna berbahaya pada limbah cair Ghosh et al., 2008; Essadki et al., 2008, untuk menangani limbah cair industri penyamakan kulit Babu et al., 2007 dan untuk pemisahan mikroalga dari effluent lumpur aktif. Reaksi kimia yang terjadi pada proses elektrokoagulasi yaitu reaksi reduksi oksidasi, yaitu sebagai akibat adanya arus listrik DC. Pada reaksi ini terjadi pergerakan dari ion-ion yaitu ion positif disebut kation yang bergerak pada katoda yang bermuatan negatif. Sedangkan ion-ion negatif bergerak menuju anoda yang bermuatan positif yang kemudian ion- ion tersebut dinamakan sebagai anion bermuatan negatif Purwaningsih, 2008. Berikut adalah gambaran yang dapat menunjukkan interaksi mekanisme yang terjadi didalam reaktor elektrokoagulasi. Gambar 2. Mekanisme Elektrokoagulasi Holt et.al ,2002 Proses elektrokoagulasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengolah limbah cair. a. Kelebihan Elektrokoagulasi Elektrokoagulasi dalam pengolohan limbah sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu, tetapi abad 20 ini telah ditemukan berbagai pengembangan teknologi tentang elektrokoagulasi, berikut ini kelebihan dari elektrokoagulasi : 1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk dioperasikan. 2. Flok yang dihasilkan elektrokoagulasi ini sama dengan flok yang dihasilkan koagulasi biasa. 3. Keuntungan dari elektrokoagulasi ini lebih cepat mereduksi kandungan koloidpartikel yang paling kecil, hal ini disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan proses. 4. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan. 5. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi, dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur. 6. Tidak diperlukan pengaturan pH. 7. Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. b. Kelemahan Elektrokoagulasi Ada beberapa kekurangan elektrokoagulasi ini, berikut ini kekurangan dari proses elektrokoagulasi : electrons H 2 g electrons OH - H 2 gas formation Al 3+ Al Al Stable floc Sludge Pollutant Pollutant settles Al 3+ Anode oxidation Cathode reduction Pollutant rises to surface Hydrated cation Precipitate Solution Chemistry flocculation coagulation H 2 O flotation Water pH DC Voltage source 1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang mempunyai sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat antar elektroda. 2. Besarnya reduksi logam berat dalam limbah cair dipengaruhi oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda. 3. Batangan anoda yang mudah mengalami korosi sehingga harus selalu diganti.

III. METODOLOGI