Optimization the Pilot Plant Scale Production of Functional Drink Based on Java Tea Extract

OPTIMASI PEMBUATAN MINUMAN FUNGSIONAL
BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon
aristatus BI.Miq) PADA SKALA PILOT PLANT

ELOK WAZIIROH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Pembuatan
Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon
aristatus BI.Miq) pada Skala Pilot Plant adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013

Elok Waziiroh
NRP F251100161

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
ELOK WAZIIROH. Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak
Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Skala Pilot Plant.
Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA dan BUDI NURTAMA.
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing merupakan
minuman yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu daun kumis kucing, kayu
secang, jahe gajah, temulawak, jeruk purut, jeruk nipis dan jeruk lemon. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan keseimbangan manfaat dengan
penerimaan citarasa oleh konsumen. Pengembangan penelitian selanjutnya adalah
produksi minuman fungsional pada skala pilot plant. Diharapkan karakteristik
produk minuman fungsional yang diproduksi pada skala pilot plant tetap memiliki

karakteristik yang optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan optimasi parameter
kritis, baik dari sisi formula maupun kondisi proses. Analisis kelayakan finansial
juga penting untuk dilakukan guna memberikan gambaran proyek usaha minuman
fungsional.
Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama adalah penelitian
pendahuluan untuk mengetahui parameter kritis pembuatan minuman fungsional
skala pilot plant. Tahap kedua adalah optimasi proses pembuatan minuman
fungsional dengan kombinasi empat faktor yang ditetapkan sebagai parameter
kritis, yaitu konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon dan suhu air yang
ditambahkan.
Penentuan kombinasi formula dan kondisi proses didapatkan dengan
response surface methodology (RSM), software Design Expert® 7. Respon yang
diukur yaitu warna (L dan Hue), organoleptik (warna, rasa, aroma, dan
penerimaan keseluruhan) serta fitokimia (aktivitas antioksidan dan total fenol).
Efek antihiperglikemik dengan mengukur inhibisi α-glukosidase dilakukan saat
proses verifikasi. Formula optimum yang didapatkan adalah konsentrasi jeruk
nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z% dan suhu air yang ditambahkan sebesar
D0C merupakan kondisi proses yang optimum.
Hasil verifikasi menunjukkan nilai total fenol sebesar 841.1 ppm GAE dan
aktivitas antioksidan 709 ppm AEAC. Uji organoleptik secara hedonik (skala 7),

hasil yang didapatkan yaitu warna 5.4 (agak suka sampai suka), aroma 5.1 (agak
suka sampai suka), rasa 4.89 (netral sampai suka), dan penerimaan keseluruhan
5.3 (agak suka sampai suka). Pengukuran warna secara objektif, nilai L sebesar
55.31 dan Hue 85.81 (kuning kemerahan). Aktivitas antihiperglikemik (inhibisi αglukosidase) sebesar 77.75%.
Karakteristik produk tersebut akan didapatkan apabila kondisi ekstraksi
bahan baku, formula konsentrasi jeruk dan suhu air yang ditambahkan sesuai
dengan yang dilakukan pada penelitian ini.
Analisis kelayakan finansial minuman fungsional menyatakan proyek usaha
tersebut layak untuk dijalankan. Kriteria investasi usaha minuman fungsional
yaitu net present value sebesar Rp. 203 565 151, internal rate ratio 20%, net
benefit/cost 1.49%, payback periode selama 2.46 tahun dan break even point 81
476 unit.
Kata kunci: analisis finansial, minuman fungsional , optimasi kombinasi,
response surface methodology.

1
SUMMARY
ELOK WAZIIROH. Optimization the Pilot Plant Scale Production of Functional
Drink Based on Java Tea (Orthosiphon aristatus BI. Miq) Extract. Supervised by
C. HANNY WIJAYA and BUDI NURTAMA.

Functional drink based on java tea extract is a complex drink that contains
several herbal extracts and spices. The ingredients are java tea, sappan wood,
ginger, turmeric, citrus, keffir lime, lemon. Several researches have been done to
get the balance benefit through consumer organoleptic-acceptance. The
development of further research is production of functional drink on pilot plant
scale. Production on the pilot plant scale needs adjustment of formulation and
process condition as a critical parameters to get the optimal quality product.
Financial analysis is also important to do for giving a project bussiness overview.
The research was conducted in two stages. The first stage was determined of
critical parameters of functional drink production on pilot plant scale. The second
stage was functional drink production with four factor combination that has been
attempted as critical parameters: concentration of citrus, keffir lime, lemon, and
water temperature that added into the formula.
Optimization of formula and process condition were developed using
response surface methodology (RSM) with Design Expert® 7 software. The
measured responses are color (L and Hue), organoleptic (color, taste, aroma, and
overall), and phytochemical (antioxidant activity and total phenol).
Antihiperglicemic activity (inhibition α-glucosidase) was measured at verification
stage. Optimum formula obtained was x% concentration of citrus, keffir lime y%,
z% lemon juice and water temperature was added at D0C as optimum process

condition.
The verification results showed the total value of total phenol at 841.1 ppm
GAE and antioxidant activity at 709 ppm AEAC. Organoleptic acceptability
(scale 7) were color between slightly like and like (5.3), aroma between slightly
like and like (5.1), taste between fair and slightly like (4.9), and overall between
slightly like and like (5.3). Objective-color analysis showed L 55.31 and Hue
85.81 (yellow red). The antihyperglicemic activity (inhibition α-glucosidase) was
at 77.75%. Equality of product characteristic would be obtained if extraction
condition, formula and process condition were similar with this research
Financial analysis of functional drink stated that the project was feasible to
run. Feasibility of this project were net present value Rp. 203 565 151, internal
rate ratio 20%, net benefit/cost 1.49%, payback periode for 2.46 years and break
even point 81 476 unit.
Keywords: financial analysis, functional drink, optimization, response surface
methodology (RSM),

2

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

3

OPTIMASI PEMBUATAN MINUMAN FUNGSIONAL
BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon
aristatus BI.Miq) PADA SKALA PILOT PLANT

ELOK WAZIIROH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister sains
pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

4
Judul Tesis:

Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun
Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Skala Pilot
Plant

Nama

:

Elok Waziiroh


NIM

:

F251100161

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr
Ketua

Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Ujian: 23 Januari 2013

Tanggal Lulus:

5
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Oktober 2013 ini
adalah pilot plant, dengan judul Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional
Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI.Miq) pada Skala
Pilot Plant.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir C Hanny Wijaya
MAgr dan Bapak Dr Ir Budi Nurtama MAgr selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir
Dede R Adawiyah MSi selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan
saran yang konstruktif. Di samping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan

kepada Bapak Dr Ir Edy Mulyono MS beserta seluruh staf Laboratorium
Pengolahan Pangan Balai Besar Pascapanen Pertanian Bogor, dan seluruh laboran
Laboratorium Departemen ITP IPB.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, suami, adik,
serta seluruh keluarga atas doa, motivasi, dan kasih sayangnya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar IPN 2010, Pondok Pesantren AlIhya, rekan sebimbingan, dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu per satu, yang telah memberikan inspirasi, semangat, motivasi, doa, dan
kebersamaan kepada penulis selama kuliah dan penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013
Elok Waziiroh

6

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x


DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

xii
1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Hipotesis

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Peningkatan Skala

3

Pangan Fungsional

5

Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing

6

Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bi. Miq)

8

Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

8

Jeruk Purut (Citrus histryx DC)

9

Jeruk Lemon (Citrus medica var. Lemon)

9

Dampak Proses Pemasakan terhadap Senyawa Bioaktif

10

Response Surface Methodology

11

Analisis Kelayakan Finansial

12

METODE PENELITIAN

12

Waktu dan Tempat Penelitian

12

Bahan dan Alat

12

Metode Penelitian

13

Prosedur Analisis

16

Analisis Respon

20

Optimasi Kombinasi

20

7
Verifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN

21
21

Kondisi Ekstraksi Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional

21

Karakterisasi Ekstrak Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional
Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing

23

Perbedaan Kondisi Skala Laboratorium dengan Skala Pilot Plant

23

Penetapan Batas Atas dan Bawah serta Kombinasi Perlakuan

25

Hasil Pengukuran dan Analisis Respon Optimasi Pembuatan
Minuman Fungsional Skala Pilot Plant

26

Analisis Signifikansi ANOVA Respon Optimasi Pembuatan
Minuman Fungsional Skala Pilot Plant

27

Analisis Respon Warna Secara Fisik pada Minuman Fungsional
Hasil Produksi Skala Pilot Plant

27

Analisis Respon Nilai L

30

Analisis Respon Nilai Hue

31

Analisis Respon Organoleptik pada Minuman Fungsional Hasil
Produksi Skala Pilot Plant

32

Analisis Respon Warna

32

Analisis Respon Rasa

33

Analisis Respon Aroma

35

Analisis Respon Keseluruhan

36

Analisis Respon Komponen Bioaktif pada Minuman Fungsional
Hasil Produksi Skala Pilot Plant

37

Analisis Respon Aktivitas Antioksidan

37

Analisis Respon Total Fenol

41

Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Skala Pilot Plant dengan
Design Expert® 7

43

Verifikasi Formula Optimum Pembuatan Minuman Fungsional
Skala Pilot Plant

45

Analisis Aktivitas Antihiperglikemik pada Formula 1 dan 2

46

Pembandingan Karakteristik Minuman Fungsional Skala Pilot Plant

47

8
dengan Skala Laboratorium
Analisis kelayakan Finansial Usaha Minuman Fungsional

48

SIMPULAN DAN SARAN

53

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

59

RIWAYAT HIDUP

100

9

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa-glukosidase
Deskripsi warna berdasarkan oHue
Rancangan BIBD untuk panelis (blok) beserta kode sampel
Hasil prediksi dan verifikasi kondisi optimum ekstraksi daun kumis
kucing dan kayu secang
Karakteristik ekstrak bahan baku minuman fungsional
Rancangan percobaan hasil olahan Design Expert 7.0
Hasil pengukuran respon pembuatan minuman fungsional skala pilot
plant
Hasil uji ANOVA seluruh respon pembuatan minuman fungsional
skala pilot plant
Lama waktu pemasakan akibat suhu air yang ditambahkan
Perbandingan respon formula 1 dan formula 2
Komponen dan respon yang dioptimasi, target, batas atas dan bawah,
serta importance pada optimasi minuman fungsional skala pilot plant
Hasil prediksi dan verifikasi formula 1 pembuatan minuman
fungsional skala pilot plant
Hasil prediksi dan verifikasi formula 2 pembuatan minuman
fungsional skala pilot plant
Karakteristik minuman fungsional skala pilot plant dan skala
laboratorium
Asumsi-asumsi pada analisis finansial usaha minuman fungsional

16 Nilai kriteria investasi usaha minuman fungsional

17
18
19
22
23
26
28
29
40
44
44
45
45
48
49
52

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5

Diagram alir skema umum penelitian
Diagram alir pembuatan minuman fungsional
Perbedaan pemarut yang digunakan pada skala laboratorium dan skala
pilot plant
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai L minuman
fungsional
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai Hue minuman

14
15
24
31
32

10
fungsional
6 Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon warna
minuman fungsional
7 Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon rasa
minuman fungsional
8 Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aroma
minuman fungsional
9 Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon keseluruhan
minuman fungsional
10 Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh antioksidan
11 Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aktivitas
antioksidan minuman fungsional
12 Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon total fenol
minuman fungsional

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Diagram alir proses pembuatan ekstrak air daun kumis kucing
Diagram alir proses pembuatan ekstrak rimpang jahe
Diagram alir proses pembuatan ekstrak air kayu secang
Diagram alir proses pembuatan ekstrak temulawak
Diagram alir proses pembuatan ekstrak buah jeruk lemon
Diagram alir proses pembuatan ekstrak buah jeruk purut
Diagram alir proses pembuatan ekstrak buah jeruk nipis
Diagram alir proses pembuatan larutan stok Xanthan gum 1%
Diagram alir proses pembuatan larutan stok Na-Benzoat 5000ppm
Diagram alir proses pembuatan larutan stok 1% Aspartam
Diagram alir proses pembuatan larutan stok 1% Acesulfam
Diagram alir proses pembuatan larutan stok 1% Sukralosa
Data pengukuran aktivitas antioksidan standar asam askorbat
Kurva standar aktivitas antioksidan standar asam askorbat
Hasil pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak bahan baku
Hasil pengukuran aktivitas antioksidan sampel minuman fungsional

59
60
61
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
67
68

33
35
36
37
38
41
43

11
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48

Data pengukuran total fenol asam galat
Kurva standar total fenol standar asam galat
Hasil pengukuran total fenol ekstrak bahan baku
Hasil pengukuran total fenol sampel minuman fungsional
Hasil pengukuran rendemen ekstrak bahan baku
Hasil pengukuran nilai L sampel minuman fungsional
Hasil pengukuran nilai a sampel minuman fungsional
Hasil pengukuran nilai b sampel minuman fungsional
Hasil pengukuran nilai Hue sampel minuman fungsional
Lembar uji rating hedonik formula minuman
Hasil uji organoleptik sampel minuman fungsional
Hasil uji ANOVA respon L minuman fungsional
Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon L minuman
Fungsional
Hasil uji ANOVA respon Hue minuman fungsional
Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon Hue minuman
fungsional
Hasil uji ANOVA respon warna (organoleptik) minuman fungsional
Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon warna
(organoleptik) minuman fungsional
Hasil uji ANOVA respon rasa (organoleptik) minuman fungsional
Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon rasa
(organoleptik) minuman fungsional
Hasil uji ANOVA respon aroma (organoleptik) minuman
fungsional
Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon aroma
(organoleptik) minuman fungsional
Hasil uji ANOVA respon keseluruhan (organoleptik) minuman
fungsional
Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon keseluruhan
(organoleptik) minuman fungsional
Hasil uji ANOVA respon aktivitas antioksidan minuman fungsional
Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon aktivitas
antioksidan minuman fungsional
Solusi perlakuan optimum yang dihasilkan dalam tahapan optimasi
Hasil uji aktivitas antihiperglikemik formula 1 dan 2
Rincian sumber modal
Rincian pembayaran pinjaman kredit
Rincian biaya investasi
Rincian biaya penyusutan
Rincian biaya reinvestasi dan nilai sisa

69
69
69
70
71
71
72
73
74
75
76
81
81
82
82
83
83
84
84
85
85
86
86
87
87
88
88
88
89
90
91
92

12
49
50
51
52

Rincian biaya tetap dan biaya variabel
Rincian harga pokok produksi bersih
Proyeksi laba rugi
Proyeksi arus kas
53 Rincian nilai BEP

93
94
94
95
96

55 Spesifikasi vacuum evaporator

97

56 Spesifikasi cold storage

98

57 Spesifikasi pemarut jahe dan temulawak

98

58 Spesifikasi panci ekstraksi dan pencampur

99

59 Spesifikasi panci pasteurisasi

99

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus BI.Miq) merupakan tanaman
herbal yang sering dimanfaatkan masyarakat. Pemanfaatan kumis kucing secara
aplikatif telah dilakukan oleh Wijaya et al. (2007) dengan menjadikannya sebagai
minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing. Untuk meningkatkan
aktivitas antihiperglikemik, aktivitas antioksidan, dan penerimaan organoleptik,
maka ditambahkan beberapa ekstrak rempah dan herbal lainnya. ekstrak rempah
dan herbal yang ditambahkan, yaitu kayu secang, jahe gajah, temulawak, jeruk
nipis, jeruk lemon dan jeruk purut, sedangkan bahan tambahan pangan lainnya
yaitu gula non sukrosa, hidrokoloid xanthan gum, flavor enhancer (GMP:IMP)
dan natrium benzoat.
Beberapa penelitian mengenai minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing telah dilakukan, guna menyelaraskan antara penerimaan
masyarakat, nilai fungsional serta umur simpannya. Formulasi awal minuman
fungsional berbasis daun kumis kucing dilakukan oleh Herold (2007),
perpanjangan umur simpan dan perbaikan citarasa minuman dengan cara
memvariasikan beberapa jenis varietas jeruk yang ditambahkan pada formula
minuman oleh Kordial (2009), pengujian aktivitas antihiperglikemik minuman
fungsional berbasis kumis kucing secara in vitro dan ex vivo oleh Diana (2010),
peningkatan citarasa minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing
dengan mengkombinasikan beberapa ekstrak jeruk dari varietas berbeda dan
flavor enhancer oleh Afandi (2010), dan pengujian aktivitas antihiperglikemik
minuman fungsional berbasis kumis kucing secara in vivo oleh Indariani (2011).
Febriani (2012) melakukan modifikasi minuman fungsional dengan pemanis non
sukrosa dengan kombinasi tiga jenis jeruk. Serta Mardhiyyah (2012) melakukan
perbaikan kondisi ekstraksi daun kumis kucing, kayu secang, jahe gajah, dan
temulawak.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan
formula minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing yang telah
diperbaiki dari berbagai sisi. Pengembangan selanjutnya diarahkan pada kegiatan
uji coba pada skala pilot plant. Permasalahan yang sering terjadi, saat sebuah
produk dikembangkan dari skala kecil ke skala besar adalah ketidakstabilan mutu
produk. Proses pilot plant diharapkan mampu menjadi solusi terhadap
permasalahan tersebut. Menurut Valentas et al. (1991) skala pilot plant
merupakan skala untuk mendapatkan operasi optimal dan kontrol yang tepat
sebelum menuju ke produksi secara komersial atau industrialisasi.
Oleh karena itu beberapa parameter yang menentukan kestabilan produk
antara skala labolatorium dan skala pilot plant perlu dikontrol. Penentuan
parameter penting pada skala pilot plant pada proses produksi teicoplanin oleh
Actinoplanes teichomyceticus telah dikembangkan oleh Jung et al. (2008).
Parameter penting pada produksi skala laboratorium adalah suhu, pH, dan oksigen
terlarut, namun kondisi ini menjadi berbeda pada saat dilakukan produksi skala
pilot plant. Oksigen terlarut merupakan titik kritis pada produksi skala pilot plant,
sedangkan suhu dan pH cenderung bukan termasuk parameter kritis. Berdasarkan

2
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa produk yang dikembangkan pada skala
kecil (laboratorium) memerlukan beberapa penyesuaian sebelum dapat diterapkan
pada skala yang lebih besar.
Parameter kritis untuk setiap proses skala pilot plant tentunya tergantung
dari setiap produk yang akan dikembangkan dan kestabilan mutu yang
diharapkan. Parameter kritis yang dikaji pada penelitian ini merupakan kombinasi
dari sisi formula dan proses. Konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk lemon
merupakan komponen pada formula minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing yang akan dikaji, mengingat citarasa minuman fungsional ini
didominasi oleh rasa jeruk. Colombo (2002) dan Pszczola (2010) menyebutkan
bahwa ekstrak jeruk nipis dapat memperbaiki citarasa dari minuman, ekstrak jeruk
purut dapat memperbaiki aroma dari minuman dan keduanya dapat bersinergi
dengan baik, dan menurut Herold (2007) jeruk lemon berfungsi dalam
menyatukan citarasa sehingga menjadi lebih baik.
Suhu air yang ditambahkan saat pemasakan merupakan kondisi proses
yang perlu dikontrol pada pembuatan minuman fungsional pada skala pilot plant.
Suresh et al. (2005) mengatakan bahwa proses pemanasan selama beberapa menit
dapat menurunkan kandungan komponen aktif tanaman herbal dan rempahrempah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa suhu air yang ditambahkan saat
pemasakan sangat menentukan kecukupan proses dan ketersediaan komponen
bioktif produk, dikarenakan hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh
terhadap lama proses pemasakan.
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, maka kombinasi optimasi
antara formula dan kondisi proses perlu dilakukan secara bersamaan. Keterkaitan
antara optimasi formula dan kondisi proses terhadap karakteristik produk yang
diharapkan menjadikan penelitian optimasi kombinasi ini penting untuk
dilakukan. Metode desain kombinasi (combined design) merupakan metode yang
digunakan pada penelitian ini agar dapat dihasilkan minuman fungsional berbasis
ekstrak daun kumis kucing dengan kualitas optimal pada skala pilot plant.

Perumusan masalah
Pilot plant merupakan suatu tahapan pengembangan produk yang
menjembatani antara skala laboratorium dengan skala komersil (skala industri).
Peran skala pilot plant menjadi penting guna meminimalisir banyaknya percobaan
yang perlu dilakukan apabila perbesaran skala langsung dilakukan dari skala
laboratium menuju skala komersil. Diharapkan dengan adanya tahapan pilot plant
akan didapatkan gambaran rancangan dan pembangunan pabrik yang akan
dilakukan.
Penetapan parameter kritis penting untuk dilakukan pada skala pilot plant
guna mendapatkan karakteristik produk yang optimal. Produksi minuman
fungsional pada skala pilot plant merupakan pengembangan penelitian yang
dilakukan oleh Febriani (2012), sehingga parameter kritis yang ditetapkan
didasarkan pada hasil penelitian tersebut. Febriani (2012) melakukan optimasi
formula yang terdiri dari tiga jenis jeruk: konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
jeruk lemon. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan citarasa yang optimal

3
akibat proses modifikasi gula, yaitu gula sukrosa menjadi gula non sukrosa. Oleh
karena itu ketiga jenis jeruk ditetapkan sebagai parameter kritis dari sisi formula.
Parameter kritis dari sisi kondisi proses juga perlu ditetapkan, mengingat
terdapat perbedaan jenis dan kapasitas peralatan yang digunakan pada skala pilot
plant. Suhu air yang ditambahkan saat proses pencampuran merupakan titik kritis
yang akan dikontrol. Pencampuran komponen ekstrak herbal dan rempah dengan
air sejumlah tertentu, akan menentukan waktu pemasakan minuman fungsional
sampai mencapai suhu 800C. Hal tersebut dikarenakan adanya fenomena
kesetimbangan suhu akibat pencampuran dua komponen yang memiliki suhu yang
berbeda. Kesetimbangan suhu yang dicapai oleh komponen herbal dan rempah
yang ditambahkan air pada kondisi mendidih akan lebih tinggi, daripada air pada
suhu ruang. Kondisi tersebut akan menjadikan adanya perbedaan lama pemasakan
untuk mencapai suhu 800C. Lama pemasakan secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap komponen bioaktif minuman fungsional.
Interaksi antara formula dan kondisi proses pada proses pembuatan
minuman fungsional skala pilot plant dimungkinkan akan terjadi dan berpengaruh
terhadap karakteristik minuman fungsional. Oleh karena itu perlu studi lebih
lanjut mengenai optimasi karakteristik produk minuman fungsional pada skala
pilot plant.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan optimasi kombinasi antara
formula dan kondisi proses pada pembuatan minuman fungsional berbasis ekstrak
daun kumis kucing pada skala pilot plant agar didapatkan karakteristik produk
yang optimal. Selain itu juga dilakukan analisa finansial proses produksi sebagai
gambaran penerapannya pada skala industri.

Hipotesis
1. Konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk lemon serta suhu air merupakan
parameter kritis yang akan berperan terhadap kualitas produk pada skala pilot
plant.
2. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing skala pilot plant tetap
memiliki aktivitas antioksidan dan efek antihiperglikemik.

TINJAUAN PUSTAKA
Pilot plant
Pilot plant didefinisikan sebagai suatu tindakan pengembangan suatu
produk ataupun tahapan proses yang diperoleh dari skala laboratorium menjadi
skala semi komersial. Peningkatan skala dilalui dengan 3 tahap yaitu: 1) skala
labolatorium, 2) skala pilot plant, 3) skala industri. Skala pilot plant merupakan

4
skala untuk mendapatkan operasi optimal dan kontrol yang tepat sebelum menuju
ke produksi secara komersial atau industrialisasi. Pilot plant sering diikuti dengan
pembangunan kondisi produksi pada taraf pilot plant, yang dimaksudkan untuk
memberikan gambaran rancangan dan pembangunan pabrik skala penuh ataupun
modifikasi pabrik yang sudah ada (Hulbert 1998).
Langkah pertama dalam pengembangan sebuah produk pangan baru adalah
mendefinisikan proses yang dibutuhkan untuk membuat produk. Salah satu
perangkat yang berguna dalam hal ini adalah pengembangan diagram alir proses.
Diagram ini menunjukkan laju produksi yang diinginkan dan materi yang
dibutuhkan pada setiap tahapan proses. Kebutuhan peralatan ditunjukkan secara
skematis melalui diagram yang berguna bagi para ahli teknik dalam menghitung
biaya dan menyeleksi serta mengukur peralatan proses (Hulbert 1998).
Langkah kedua adalah pemecahan masalah yang masih terdapat dalam
proses peningkatan skala, yang dimulai dengan uji coba terhadap peralatan
penting pada skala pilot plant. Selain itu, percobaan juga dilakukan karena dalam
ilmu pangan sendiri terdapat interaksi kimia dan fisik yang bersifat kompleks
(Scott et al. 2007). Oleh karena itu, pengetahuan dasar tentang interaksi kimia dan
fisik antar komponen produk penting untuk dipahami. Apabila interaksi sifat
kimia dan fisik tidak diperhatikan, kemungkinan besar akan terjadi kerusakan
produk terutama pada formulasi yang digunakan.
Kriteria peningkatan skala yang utama adalah parameter atau sekumpulan
parameter proses bersifat bebas, sehingga tidak terpengaruh oleh ukuran (skala)
proses. Kriteria utama melibatkan parameter proses dan hasil proses secara
kuantitatif, sedangkan kriteria tambahan adalah adanya perubahan secara fisik dan
mekanik yang berkaitan dengan perubahan skala, misalnya pengaruh skala
terhadap transfer panas atau terhadap energi. Sistem secara fisik dan obyek
material pada dasarnya dicirikan oleh tiga karakter, yaitu ukuran, bentuk, dan
komposisi. Kemiripan yang penting dalam peningkatan skala proses dan peralatan
pangan yaitu kemiripan secara geometri, mekanika, termal, atau kimiawi
(Valentas et al. 1991).
Untuk dapat melakukan peningkatan skala perlu adanya pengembangan
produk dan layanan yang terintegrasi. Diantaranya yaitu pengembangan produk
(sumber dan formulasinya), menguji unit operasi, mengembangkan kinerja kerja
dari spesifikasi alat, dan menentukan titik kritis proses. Produk pangan yang
ditingkatkan skalanya akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan produk
aslinya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan rasa, tekstur, aroma, dan
penampakan secara visual. Proses skala besar tidak akan menghasilkan produk
yang identik dengan produk aslinya, akan tetapi akan menghasilkan produk yang
menyerupai produk aslinya (Scott et al. 2007).
Produksi teicoplanin oleh Actinoplanes teichomyceticus pada skala pilot
plant telah dikembangkan oleh Jung et al. (2008). Parameter penting pada
produksi skala laboratorium adalah suhu, pH, dan oksigen terlarut, namun kondisi
ini menjadi berbeda pada saat dilakukan produksi skala pilot plant. Oksigen
terlarut merupakan titik kritis pada produksi skala pilot plant, sedangkan suhu dan
pH cenderung bukan termasuk parameter kritis.
Parameter yang berbeda antara produksi skala laboratorium dan pilot plant
dimungkinkan juga terjadi pada pengembangan minuman fungsional, sehingga
penetapan parameter kritis penting dilakukan. Optimasi formulasi dan kondisi

5
proses produksi minuman fungsional pada skala pilot plant dilakukan untuk
mendapatkan produk yang sesuai dengan hasil percobaan skala labolatorium.
Optimasi formulasi dilakukan pada komponen konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut,
dan jeruk lemon.
Penggunaan ketiga jenis jeruk tersebut didasarkan pada hasil penelitian oleh
Febriana (2012) yang bertujuan untuk mendapatkan citarasa yang disukai panelis
akibat penggunaan pemanis non sukrosa pada minuman fungsional. Sehingga
dapat dikatakan bahwa ketiga komponen tersebut sangat berpengaruh terhadap
citarasa dan penerimaan minuman fungsional berbasis daun kumis kucing.
Colombo (2002) dan Pszczola (2010) menyebutkan bahwa ekstrak jeruk nipis
dapat memperbaiki citarasa dari minuman, ekstrak jeruk purut dapat memperbaiki
aroma dari minuman dan keduanya dapat bersinergi dengan baik, bahkan menurut
Indariani (2011) jeruk purut dapat berperan sebagai senyawa antihiperglikemik.
Menurut Herold (2007) jeruk lemon berfungsi dalam menyatukan citarasa
sehingga menjadi lebih baik.
Kondisi proses yang berperan pada tahap peningkatan skala minuman
fungsional adalah suhu air saat pemasakan. Suhu air saat pemasakan akan
berpengaruh terhadap lama pemasakan serta komponen aktif yang terkandung di
dalamnya. Hal ini didasarkan pada Suresh et al. (2005) yang mengatakan bahwa
proses pemanasan selama beberapa menit dapat menurunkan kandungan
komponen aktif tanaman herbal dan rempah-rempah.

Pangan Fungsional
Peningkatan prevalensi penyakit pada beberapa dekade terakhir telah
mendorong perubahan sikap masyarakat yang lebih menyukai pencegahan
penyakit dan berusaha untuk hidup sehat. Oleh sebab itu, pangan fungsional lebih
disukai daripada obat-obatan karena efek fisiologis yang menyehatkan tanpa
mengkonsumsi obat dan efek samping yang jauh lebih rendah.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pangan fungsional
adalah bahan pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses,
mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah
memiliki fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan (BPOM
2005). Meskipun demikian, pangan fungsional bukan berupa obat melainkan
berupa makanan dan minuman. Oleh karena itu, pangan fungsional tidak perlu
melewati pengujian ketat sebelum dipasarkan dan juga tidak diawasi secara ketat
oleh pemerintah.
Winarti dan Nurdjanah (2005) menjelaskan bahwa pangan fungsional
dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai
karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat
diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan efek samping
terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan dalam jumlah yang
dianjurkan. Selain itu terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu
pada kemasan pangan fungsional tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan,
namun hanya boleh memuat pernyataan minuman ini diperkaya dengan atau
mengandung suatau zat yang bermanfaat bagi kesehatan, harus jelas sasaran

6
golongan konsumen penggunanya, dan tidak memuat peringatan yang terkait
dengan kesehatan.
Kebiasan minum jamu yang berasal dari ramuan herbal dan rempahrempah sudah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat memiliki
kepercayaan yang kuat terhadap kemujaraban jamu dalam penyembuhan suatu
penyakit,
kebugaran, dan kecantikan.
Sampoerno dan Fardiaz (2001)
menjelaskan bahwa jamu yang disajikan dalam bentuk minuman dapat
dikategorikan sebagai minuman fungsional asal karakteristik sensorinya diatur
sedemikian rupa, sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas. Minuman seperti
beras kencur, sari jahe dan susu telor madu jahe merupakan contoh minuman asal
jamu yang dapat dikembangkan sebagai produk industri minuman fungsional.

Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing (minuman
fungsional) merupakan minuman hasil formulasi dari beberapa ekstrak cair
rempah dan herbal yang didasarkan pada aktivitas antihiperglikemik, antioksidan,
mutu citarasa, dan warna. Komposisi minuman yang paling dominan terdapat
dalam minuman ini adalah ekstrak daun kumis kucing, komposisi lainnya adalah
kayu secang, jahe gajah, jeruk purut, jeruk lemon, dan jeruk nipis. Ekstrak
temulawak merupakan komposisi dalam minuman yang ditambahkan dalam
jumlah sedikit. Bahan tambahan pangan yang terdapat dalam minuman ini adalah
gula sintetis sebagai pemanis, xanthan gum sebagai penstabil, flavor enhancer
(GMP:IMP), dan natrium benzoat sebagai pengawet.
Penelitian minuman fungsional diawali dengan formulasi minuman yang
dilakukan Herold (2007) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa skor kesukaan
panelis (30 panelis tidak terlatih) terhadap citarasa produk minuman fungsional
hanya mencapai skala hedonik antara netral sampai suka (skor hedonik 3.32 dari
skala 5.00) dengan umur simpan selama 9 hari pada suhu ruang dan aktivitas
antioksidan sebesar 621.78 ppm AEAC.
Upaya perbaikan citarasa minuman fungsional serta perpanjangan umur
simpannya dilakukan oleh Kordial (2009). Upaya perbaikan citarasa dilakukan
dengan cara memvariasikan beberapa jenis varietas jeruk yang ditambahkan pada
formula minuman. Beberapa jenis jeruk yang digunakan, yaitu jeruk lemon
(Citrus medica var. Lemon), jeruk purut (Citrus hystrix D.C), jeruk nipis (Citrus
aurantifolia Swingle), dan jeruk limau (Citrus amblycarpa). Selain itu juga
dengan penggunaan suhu 800C selama 30 menit pada proses pasteurisasi yang
dilakukan.
Hasil yang diperoleh Kordial (2009) menyatakan bahwa minuman yang
ditambahkan jeruk purut (Citrus hystrix D.C) memiliki skor tertinggi dengan skala
hedonik antara agak suka sampai suka (skala hedonik 5.57 dari skala 7.00),
adapun panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang.
Minuman yang dihasilkan memiliki aktivitas antioksidan sebesar 621.7 ppm
AEAC. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan dengan botol gelap yang
steril dan dipasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit. Melalui perlakuan
tersebut terjadi peningkatan umur simpan selama 12 minggu, meskipun dalam

7
kurun waktu tersebut terdapat beberapa perubahan atribut mutu minuman yang
dapat dideteksi oleh panelis.
Pengujian aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional secara in vitro
(inhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase) dan ex vivo (peningkatan
penyerapan glukosa oleh sel diagfragma mencit) dilakukan oleh Diana (2010).
Minuman ini mempunyai kemampuan inhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase
dengan IC50 sebesar 217.12 dan 217.41 mg/ml. Minuman fungsional ini juga
dapat meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit sebesar 37.48
g glukosa/g sel. Minuman fungsional lebih berpotensi dalam stimulasi
penyerapan glukosa (menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi) dibandingkan
dengan inhibisi α-glukosidase dan α-amilase (mencegah peningkatan kadar
glukosa darah). Bahan baku minuman yang menunjukkan peran ini adalah jahe
gajah dan jeruk purut. Minuman fungsional ini lebih berpotensi dalam stimulasi
penyerapan glukosa dibandingkan inhibisi α-glukosidase dan α-amilase.
Perkembangan penelitian lanjutan dilakukan oleh Afandi (2011) dengan
tujuan untuk meningkatkan penerimaan citarasa produk di konsumen, perubahan
formulasi menggunakan kombinasi jeruk nipis sejumlah 2.241 g dan jeruk purut
sejumlah 0.731 g serta penambahan flavor enchancer (50 GMP: 50 IMP)
sejumlah 0.028 g dalam 100 ml minuman telah meningkatkan tingkat kesukaan
menjadi 7.42 (dari skala 9.00) dan pengujian antioksidan masih menunjukkan
nilai yang tinggi yaitu 605 ppm AEAC seperti penelitian sebelumnya. Hasil
pengujian antihiperglikemik melalui inhibisi α-amilase tidak memberikan hasil
yang memuaskan karena adanya perbedaan proses pada pembuatan minuman oleh
Diana (2010) dan Afandi (2011), yaitu adanya proses pengeringan dengan freeze
drier pada persiapan bahan di penelitian sebelumnya sedangkan pada penelitian
terakhir tidak dilakukan.
Penelitian tentang kemampuan antihiperglikemik minuman fungsional
telah dilakukan oleh Indariani (2011) secara in vivo. Minuman fungsional yang
diformulasikan dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih
ini memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma sebesar
54.81 % dengan aktivitas antioksidan sebesar 726.818 ppm AEAC/ml dan
kandungan fenol sebesar 440.157 ppm GAE/ml. Minuman dengan konsentrasi 16
kali formula, memiliki daya antihiperglikemik yang lebih stabil pada mencit
diabetes sebesar 65.83 %, dengan meningkatkan sensitivitas insulin terhadap
glukosa serta dapat menekan kerusakan sel β lebih lanjut.
Formulasi mimuman fungsional dengan pemanis non sukrosa dilakukan
oleh Febriani (2012). Kemampuan antihiperglikemik yang diharapkan pada
minuman ini menuntut adanya perbaikan formula dari sisi pemanis yang
digunakan, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap rasa ataupun penerimaan
konsumen. Untuk itu Febriana (2012) menggunakan tiga varietas jeruk untuk
meningkatkan penerimaan konsumen, yaitu jeruk purut, jeruk lemon, dan jeruk
nipis. Pemanis non sukrosa yang digunakan adalah, acesulfam, aspartam dan
sukralosa. Tingkat kesukaan konsumen memiliki skor sebesar 6.4 yaitu berkisar
antara agak suka sampai suka.
Perbaikan metode ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang pada
skala laboratorium dan pilot plant dilakukan oleh Mardhiyyah (2012). Ekstrasi
daun kumis kucing dan kayu secang pada skala pilot plant dilakukan pada suhu
800C selama 30 menit. Proses ekstraksi yang dilakukan tanpa diikuti proses

8
pemekatan, oleh karena itu metode ekstraksi pada skala pilot plant yang akan
digunakan perlu dilakukan proses verifikasi terlebih dahulu.

Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI.Miq)
Tanaman kumis kucing telah dikenal secara luas oleh masyarakat,
dikarenakan kemampuannya yang dapat memberikan beberapa manfaat seperti
peluruh air seni. Menurut Awale et al. (2003) tanaman kumis kucing mempunyai
khasiat untuk penyakit yang berkaitan dengan saluran urin, hipertensi, reumatik,
diabetes mellitus, peradangan, dan kelainan menstruasi.
Indariani (2011) menyebutkan bahwa daun kumis kucing mempunyai
kandungan senyawa fitokimia berupa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin,
triterpenoid, dan hidroquinon. Adapun senyawa penciri daun kumis kucing yang
berperan sebagai komponen antihiperglikemik adalah sinensetin. Sinensetin
merupakan kelompok flavonoid. Ekstrak air kumis kucing yang digunakan dalam
formulasi minuman fungsional ini mengandung senyawa sinensetin sebesar 23.54
mg/L.
Menurut Sriplang et al. (2007), ekstrak air dari kumis kucing yang
memiliki komponen fenol dan flavonoid memiliki pengaruh siginifikan dalam
menurunkan kadar glukosa plasma darah dan meningkatkan HDL plasma pada
pemberian ekstrak 0.5 g/kg selama 14 hari dan 1.0 g/kg berat tikus pada OGTT
mendekati glibenklamid 5 mg/kg berat badan tikus. Sriplang et al. (2007) juga
menyatakan bahwa pemberian ekstrak sebanyak 100 ug/ml secara in situ pada
pankreas berpotensi dalam menginduksi sekresi insulin.
Tanaman kumis kucing juga mempunyai kemampuan sebagai antioksidan.
Kapasitas antioksidan dari daun kumis kucing adalah 90.1 % dengan DPPH dan
77.72% dengan sistem beta karoten (Khamsah et al. 2006). Menurut Khamsah et
al. (2006), kemampuan kumis kucing dalam menangkap radikal bebas tidak hanya
disebabkan oleh komponen fenol (9.71 mg/g bobot kering), tetapi juga oleh
komponen terpenoid lainnya. Selain itu, kumis kucing juga mengandung garam
kalium dan kalsium, inositol, saponin, dan minyak atsiri.

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) termasuk ke dalam famili
Rutaceae. Pemanfaatan buah ini kebanyakan ditujukan dengan memanfaatkan
kandungan asamnya yang tinggi, yaitu digunakan sebagai penghilang aroma tidak
sedap seperti pada proses pencucian alat-alat dapur. Jeruk nipis memiliki
karakteristik citarasa yang lembut, berair, dan sangat asam dengan aroma yang
tajam. Pemanfaatan jeruk nipis cukup luas antara lain sebagai bahan obat
tradisional, perawatan kecantikan, penyedap makanan, dan menambah rasa segar
pada minuman.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indariani (2011) menyebutkan bahwa
jeruk nipis mempunyai kandungan senyawa fitokimia berupa tanin, flavonoid, dan
steroid. Jeruk nipis mengandung senyawa-senyawa kimia yang bermanfaat,
seperti asam sitrat, asam askorbat, vitamin B1 (thiamine), asam amino (triptofan,

9
lisisin), minyak atsiri 7% (yang mengandung sitral, limonene, fenkhon, terpineol,
bisabolena, felandren, lemon kamfer, kadinen, geranil-asetat, linalil-asetat,
aktilaldehida, nonildehida, dan terpenoid lainnya). Selain itu juga mengandung
glikosida, lemak, kalsium, besi, belerang, saponin dan flavanoid (hesperetin 7rutinosida), tangeritin, naringin, eriocitrin, eriocitrocide.
Menurut Ghafar et al. (2009) jeruk nipis memiliki kandungan hesperidne
yang tinggi sebesar 16.67±2.57 g/100 ml jus jeruk Hesperidin merupakan salah
satu komponen terbesar yang dapat bermanfaat sebagai antiinflamasi dan
menghambat sintesis prostalglandin. Hesperidin dan naringin memiliki efek
poliferasi sel kanker, menunda tumorigenesis, dan agen kemopreventif
karsinogenesis. Selain itu hesperidin dapat menurunkan lipopolysaccharide yang
dapat menginduksi hepatotoksisitas pada hati tikus. Pada penelitian lain yang
dilakukan oleh Zhang et al. (2007) menyatakan bahwa hesperidin memiliki efek
sitotoksik pada sel melanoma B16 pada tikus.

Jeruk Purut (Citrus histryx DC)
Jeruk purut merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota
suku jeruk-jerukan (Rutaceae), sub famili Aurantioidae, genus Citrus, sub genus
Papeda, dan spesies Citrus hystrix. Jeruk purut memiliki ukuran lebih kecil dari
kepalan tangan, berbentuk buah pir, banyak tonjolan sehingga bentuknya susah
dipertahankan. Kulit buahnya tebal dan berwarna hijau, hanya buah yang masak
benar yang akan berwarna kuning sedikit. Daging buahnya berwarna hijau
kekuningan, rasanya sangat masam dan kadang pahit. Jeruk purut banyak
dimanfaatkan sebagai tanaman obat sebagai obat sakit perut akibat gangguan
pencernaan serta dimanfaatkan untuk penambah citarasa berbagai masakan
(ekstrak buah dan daun).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indariani (2011) menyebutkan bahwa
jeruk purut mempunyai kandungan senyawa fitokimia berupa alkaloid, tanin,
flavonoid, dan steroid. Adapun senyawa penciri dari buah jeruk purut berdasarkan
hasil kromatografi yang dilakukan oleh Indariani (2011) yaitu hesperidin dan
naringin. Kedua senyawa ini merupakan golongan flavonoid yang dapat
memperbaiki kondisi hiperglikemia dan hiperlipidemia pada hewan diabetes tipe2 dengan mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol, serta
mempengaruhi ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al.
2006). Senyawa naringin dapat menekan produksi glukosa hepatik (Purushotam et
al. 2008).

Jeruk Lemon (Citrus medica var. Lemon)
Jeruk lemon berbentuk lonjong atau prolate, memiliki karakteristik citarasa
lembut, berair, dan asam. Kandungan total padatan terlarut dan total asam dalam
jeruk lemon akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya
derajat kematangan buah, sedangkan kandungan total gulanya akan menurun.
Kandungan asam dalam jeruk lemon berkisar antara 60-75% dari TPT dan total
gulanya berkisar 1% dari berat lemon (Ladaniya 2008).

10
Berdasarkan penelitian Sun et al. (2002) menyatakan bahwa jeruk lemon
memiliki kandungan total fenolik yang tinggi, yaitu sekitar 81.9 + 3.5 mg asam
galat ekivalen/100g berat dapat dimakan. Aktivitas antioksidan pada jeruk lemon
juga diukur dan dinyatakan dalam µmol vitamin C equiv/g berat dapat dimakan
sebesar 42.8+ 1.0 µmol/g. Selain itu, ekstrak jeruk lemon juga diketahui memiliki
aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel-sel kanker HepG2 yang
dinyatakan dalam EC 50 (mg/ml), yaitu sebesar 30.6 + 0.8 mg/ml.

Dampak Proses Pemasakan terhadap Senyawa Bioaktif
Proses pemasakan secara tidak langsung akan mempengaruhi senyawasenyawa bioaktif yang terkandung di dalam bahan pangan. Menurut Rehman et
al. (2003); Zhang dan Hamauzu (2004) proses pemasakan sayuran akan terjadi
beberapa perubahan karakteristik fisik dan komposisi kimia. Hal ini juga
didukung oleh Sahlin et al. (2004) bahwa pada proses perebusan dan
pemanggangan tomat akan terjadi perubahan terhadap komponen asam askorbat,
total fenol, licopene dan aktivitas antioksidan. Sementara proses penggorengan
tomat akan mengurangi jumlah komponen asam askorbat, total fenol dan licopene
secara signifikan.
Pola yang sama juga terjadi pada tanaman herbal dan rempah, Suresh et al.
(2005) mengatakan bahwa proses pemanasan selama beberapa menit dapat
menurunkan kandungan komponen aktif tanaman herbal dan rempah-rempah.
Ketahanan setiap tanaman herbal dan rempah-rempah selama proses pemasakan
tentu berbeda-beda. Perebusan kunyit selama 10 menit akan menjadikannya
kehilangan senyawa curcumin sebesar 12-30%, sementara pemasakan dengan
tekanan pada cabai merah akan menjadikannya kehilangan senyawa capsaicin
sebesar 18-36% dan pada proses yang sama kehilangan senyawa piperine pada
lada sebesar 16-34% (Suresh et al. 2005).
Menurut Jaya (2008) rimpang jahe yang direbus selama 6 menit mengalami
penurunan terhadap total hidrokarbon dari 68.07% (rimpang jahe tanpa
pemanasan) menjadi 61.97%. Senyawa hidrokarbon yang berperan terhadap
flavor adalah α-pinene, camphene, β-phellandrene, ar-curcumene dan
zingiberene. Penurunan total hidrokarbon menandakan bahwa perebusan rimpang
jahe selama 6 menit telah menurunkan total area senyawa volatil yang
bertanggung jawab terhadap flavor.
Berubahnya senyawa bioaktif selama pemasakan pada tanaman herbal dan
rempah merupakan proses yang harus dikontrol pada pembuatan minuman
fungsional skala pilot plant. Mengingat keunggulan yang diharapkan dari
minuman ini adalah sinergisme antioksidan dari beberapa komponen penyusunnya
dan aktivitas antihiperglikemik dari komponen fenol pada komponen tertentu.
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut maka suhu air yang
ditambahkan saat proses pemasakan secara tidak langsung akan berpengaruh
terhadap lama proses pemasakan yang akan berdampak pula terhadap perubahan
senyawa aktif ekstrak herbal dan rempah-rempah. Penambahan air dengan suhu
ruang yang kemudian dimasak bersamaan dengan campuran ekstrak sampai
mencapai suhu 800C tentu ketersediaan senyawa bioaktifnya akan berbeda dengan

11
penambahan air dengan suhu lebih tinggi dari 800C, dengan asumsi pertimbangan
terjadinya penurunan suhu akibat penambahan campuran ekstrak.

Response Surface Methodology
Response Surface Methodology (RSM) merupakan kumpulan teknik
matematika dan statistika yang berguna untuk analisis dan permodelan dari suatu
permasalahan (respons) dengan satu atau lebih perlakuan dalam penelitian
(Montgomery 2001). Perancangan model dengan menggunakan RSM dapat
memberikan hubungan atau korelasi dari suatu permasalahan dengan kombinasi
perlakuan yang berbeda. Tujuan utama dari RSM adalah membantu peneliti untuk
merancang percobaan agar mendapatkan hasil paling optimum dari percobaan
tersebut (Montgomery 2001).
Menurut Anderson et al. (2000) pada dasarnya terdapat dua proses optimasi
yaitu optimasi formula menggunakan metode mixture design dan optimasi proses
dengan metode faktorial atau response surface. Mixture design merupakan teknik
optimasi yang sering digunakan untuk formulasi suatu produk, sedangkan
response surface digunakan untuk menentukan ataupun perbaikan tahapan proses.
Junqueira et al (2007) menggunakan mixture design untuk menentukan formulasi
yang optimum untuk mendaptkan tepung dengan kandungan oksidant yang
maksimum. Terdapat tiga formula yang digunakan yaitu lipoxygenase enzyme,
benzoyl peroxide dan asam askorbat. Sementara itu Yap et al (2009)
menggunakan response surface untuk menentukan kondisi ektraksi buah
belimbing untuk mendapatkan total fenol yang optimal. Terdapat tiga kondisi
proses yang dioptimasi, yaitu suhu ekstraksi, waktu ekstraksi, dan konsentrasi
pelarut.
Apabila dikaji lebih lanjut, maka pada mixture design dan response surface
terdapat satu kelemahan, yaitu tidak dapat mengoptimasikan r