eksistensi perbankan

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagasan adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip syari’at Islam berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya suatu sistem ekonomi Islam. Gagasan mengenai konsep ekonomi Islam secara Internasional muncul pada sekitar dasawarsa 70-an, ketika pertama kali diselenggarakan konfrensi Internasional tentang ekonomi Islam di Makkah pada tahun 1976.

Lembaga perbankan syari’at mengalami perkembangan yang amat pesat dengan lahirnya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 yang bertujuan untuk mendorong bertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan sosial bagi negara-negara anggota dan masyarakat muslim pada umumnya.

Pesatnya perkembangan lembaga perbankan syari’at ini karena bank syari’at memiliki keistimewaan-keistimewaan. Salah satu keistimewaan yang utama adalah yang melekat pada konsep kebersamaan. Orientasi kebersamaan inilah yang menjadikan bank syari’at mampu tampil sebagai alternatif pengganti sistem bunga yang selama ini hukumnya (halal-atau haram) masih diragukan oleh masyarakat muslim.


(2)

Pada dasarnya, aktivitas bank syari’at tidak jauh berbeda dengan aktivitas bank-bank yang telah ada, perbedaannya selain terletak pada orientasi konsep juga terletak pada konsep dasar operasionalnya yang berlandaskan pada ketentuan-ketentuan dalam Islam.

Perbankan syari’ah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syari’ah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah merupakan prinsip utama bagi bank syari’ah. Oleh karena itu bank syari’ah menerapkan ketentuan dengan menjauhkan diri dari unsur riba dan menjalankan prinsip bagi hasil dan sistem jual beli.

Di Indonesia bank syari’at yang beroperasi sampai sekarang ada dua jenis, yaitu Bank Mu’amalat Indomesia (BMI) dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’at (BPRS). Beroperasinya bank syari’at di Indonesia, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat dan negara Indonesia, baik bidang sosial, ekonomi maupun hukum. Selain itu juga harus memenuhi persyaratan pendirian dan operasionalnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Bank Muamalah Indonesia didirikan pada tahun 1991 dan mulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Pada tahun 1994 dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalah berhasil menyandang predikat sebagai bank devisa. Pengakuan ini selanjutnya semakin memperkokoh posisi


(3)

perseroan sebagai bank syari’ah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus berkembang.

OLeh karena itu saya akan membahas mengenai keberedaan perbankan Syariah atau eksistensi Perbankan Syariah.

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: 1. Apa pengertian perbankan syariah?

2. Bagaimana eksistensi perbankan syariah ?


(4)

PEMBAHASAN

1. Pengertian Perbankan Syariah

Istilah lain yang sering digunakan untuk bank syari’at adalah bank Islam. Bank Islam yang biasa juga disebut bank syari’at merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’at Islam.

Dalam prakteknya, perbankan Islam memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga memang dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga (interest). Ayat Alquran yang secara tegas menyatakan atas pelarangan riba (bunga bank), adalah QS. Al-Baqarah (2): 275 :

ببرررلا مبرربحبوب عبييببليا ههلربلا لربحبأبوب

Terjemahnya: “ dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” Berdasarkan uraian tersebut , bank syari’at berarti bank yang tata cara operasinya didasarkan pada ajaran Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Qur’an dan al-Hadis. Bank syari’at dalam operasionalisasinya harus mengikuti atau berpedoman kepada


(5)

praktik-praktik usaha yang telah dilakukan pada zaman Rasulullah saw., bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama/cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan al-Qur’an dan Hadis.1

2. Eksistensi Keberadaan Perbankan Syariah.

Di Indonesia pendirian bank syari’ah dengan prinsip bagi hasil tersebut sudah sejak lama dicita-citakan oleh umat Islam. Hal itu antara lain terungkap dalam Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang diadakan di Sidoarjo Jawa Timur pada tahun 1968. dalam poin nomor 4 diputuskan, Majelis Tarjih Muhammadiyah menyarankan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.

Eksistensi bank syari’at di Indonesia secara formal dimulai sejak tahun 1992 dengan diberlakukannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Namun, harus diakui bahwa UU tersebut belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank syari’at karena masih menggunakan istilah bank bagi hasil. Pengertian bank bagi hasil yang dimaksudkan dalam UU tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian bank syari’at yang relatif lebih luas dari bank bagi hasil. Dengan tidak adanya pasal-pasal dalam UU tersebut yang mengatur bank

1


(6)

syari’at, maka hingga tahun 1998 belum terdapat ketentuan operasional yang secara khusus mengatur kegiatan usaha bank syari’ah.

Amandemen terhadap UU No. 7 Tahun 1992 yang melahirkan UU No. 10 Tahun 1998 yang secara eksplisit menetapkan bahwa bank dapat beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syari’at. Kemudian, UU No. 23 Tahun 1999 tetang Bank Indonesia juga menetapkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syari’at. Kemudian UU tersebut telah mengamanatkan Bank Indonesia untuk menyiapkan perangkat ketentuan dan fasilitas penunjang lainnya yang mendukung operasional bank syri’at sehingga memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan perbankan syari’at di Indonesia, yaitu dengan diterbitkannya sejumlah ketentuan operasional dalam bentuk SK. Direksi BI/Peraturan Bank Indonesia. Kedua UU tersebut selanjutnya menjadi dasar hukum bagi keberadaan dual banking system di Indonesia, yaitu adanya dua sistem perbankan (konvensional dan syari’at) secara berdampingan dalam memberikan pelayanan jasa perbankan bagi masyarakat yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya pengembangan perbankan syari’at di Indonesia tidak semata hanya konsekuensi dari UU No 10/1998 dan UU No. 23/1999 tetapi juga merupakan bagian dari upaya penyehatan sistem perbankan yang bertujuan meningkatkan daya tahan perekonomian nasional. Krisis


(7)

ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 membuktikan bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip syari’at dapat bertahan di tengah gejolak nilai tukar dan tingkat suku bunga yang tinggi. Kenyataan tersebut di topang oleh karakteristik operasi bank syari’at yang melarang bunga (riba), transaksi yang bersifat tidak transparan (garar) dan spekulatif (maisyir). Dengan kenyataan tersebut, pengembangan perbankan syari’at diharapkan dapat meningkatkan ketahanan sistem perbankn nasional yang pada gilirannya juga diharapkan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi nasional di masa mendatang.2

Eksistensi perbankan syariah yang kini semakin berkembang pesat telah menjadi sebuah indikator dari keberhasilan ekonomi syariah di Indonesia. Sistem ekonomi syariah mempunyai aturan yang dilandaskan berdasarkan prinsip hukum Islam, dimana prinsip tersebut mengharamkan adanya sistem riba, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ayat-ayat yang terkandung dalam al-Quran.

Prinsip Islam yang diwujudkan dalam kegiatan ekonomi tersebut merupakan sebuah keniscayaan dari kesempurnaan agama Islam itu sendiri yang kebaikannya bukan hanya dapat dirasakan bagi masyarakat muslim saja namun juga akan memberikan kebaikan bagi seluruh umat. Melihat begitu banyak kebaikan yang akan didapat, bank syariah yang merupakan implemensi dari sistem ekonomi Islam seharusnya menjadi prioritas utama

2


(8)

baik bagi masyarakat muslim maupun non muslim dalam memberikan amanah sebagaimana fungsinya sebagai lembaga intermediasi, Dimana inti dari fungsi bank sebagai lembaga intermediasi adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana untuk kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana melalui pembiayaan serta memberikan pelayanan produk jasa dan sosial.3

BAB III

PENUTUP


(9)

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan keberadaan perbankan syariah sangat memberikan manfaat bagi seluruh umat dan juga sangat berkembang pesat di Indonesia dimana dilihat dari prinsip-prinsip syariahnya yang memberikan kemaslahatan / manfaat bukan hanya untuk orang muslim bahkan seluruh umat (muslim maupun non muslim).

Saran

Semoga dengan tersusunnya makalah ini memberikan manfaat kepada kita semua dalam mempelajarinya.

DAFTAR PUSTAKA


(10)

http://harismubarak.blogspot.co.id/2012/11/perbankan-syariah-dalam-tata-hukum.html diakses 26 maret


(1)

praktik usaha yang telah dilakukan pada zaman Rasulullah saw., bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama/cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan al-Qur’an dan Hadis.1

2. Eksistensi Keberadaan Perbankan Syariah.

Di Indonesia pendirian bank syari’ah dengan prinsip bagi hasil tersebut sudah sejak lama dicita-citakan oleh umat Islam. Hal itu antara lain terungkap dalam Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang diadakan di Sidoarjo Jawa Timur pada tahun 1968. dalam poin nomor 4 diputuskan, Majelis Tarjih Muhammadiyah menyarankan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.

Eksistensi bank syari’at di Indonesia secara formal dimulai sejak tahun 1992 dengan diberlakukannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Namun, harus diakui bahwa UU tersebut belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank syari’at karena masih menggunakan istilah bank bagi hasil. Pengertian bank bagi hasil yang dimaksudkan dalam UU tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian bank syari’at yang relatif lebih luas dari bank bagi hasil. Dengan tidak adanya pasal-pasal dalam UU tersebut yang mengatur bank 1


(2)

syari’at, maka hingga tahun 1998 belum terdapat ketentuan operasional yang secara khusus mengatur kegiatan usaha bank syari’ah.

Amandemen terhadap UU No. 7 Tahun 1992 yang melahirkan UU No. 10 Tahun 1998 yang secara eksplisit menetapkan bahwa bank dapat beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syari’at. Kemudian, UU No. 23 Tahun 1999 tetang Bank Indonesia juga menetapkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syari’at. Kemudian UU tersebut telah mengamanatkan Bank Indonesia untuk menyiapkan perangkat ketentuan dan fasilitas penunjang lainnya yang mendukung operasional bank syri’at sehingga memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan perbankan syari’at di Indonesia, yaitu dengan diterbitkannya sejumlah ketentuan operasional dalam bentuk SK. Direksi BI/Peraturan Bank Indonesia. Kedua UU tersebut selanjutnya menjadi dasar hukum bagi keberadaan dual banking system di Indonesia, yaitu adanya dua sistem perbankan (konvensional dan syari’at) secara berdampingan dalam memberikan pelayanan jasa perbankan bagi masyarakat yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya pengembangan perbankan syari’at di Indonesia tidak semata hanya konsekuensi dari UU No 10/1998 dan UU No. 23/1999 tetapi juga merupakan bagian dari upaya penyehatan sistem perbankan yang bertujuan meningkatkan daya tahan perekonomian nasional. Krisis


(3)

ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 membuktikan bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip syari’at dapat bertahan di tengah gejolak nilai tukar dan tingkat suku bunga yang tinggi. Kenyataan tersebut di topang oleh karakteristik operasi bank syari’at yang melarang bunga (riba), transaksi yang bersifat tidak transparan (garar) dan spekulatif (maisyir). Dengan kenyataan tersebut, pengembangan perbankan syari’at diharapkan dapat meningkatkan ketahanan sistem perbankn nasional yang pada gilirannya juga diharapkan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi nasional di masa mendatang.2

Eksistensi perbankan syariah yang kini semakin berkembang pesat telah menjadi sebuah indikator dari keberhasilan ekonomi syariah di Indonesia. Sistem ekonomi syariah mempunyai aturan yang dilandaskan berdasarkan prinsip hukum Islam, dimana prinsip tersebut mengharamkan adanya sistem riba, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ayat-ayat yang terkandung dalam al-Quran.

Prinsip Islam yang diwujudkan dalam kegiatan ekonomi tersebut merupakan sebuah keniscayaan dari kesempurnaan agama Islam itu sendiri yang kebaikannya bukan hanya dapat dirasakan bagi masyarakat muslim saja namun juga akan memberikan kebaikan bagi seluruh umat. Melihat begitu banyak kebaikan yang akan didapat, bank syariah yang merupakan implemensi dari sistem ekonomi Islam seharusnya menjadi prioritas utama

2 http://harismubarak.blogspot.co.id/2012/11/perbankan-syariah-dalam-tata-hukum.html diakses 26 maret


(4)

baik bagi masyarakat muslim maupun non muslim dalam memberikan amanah sebagaimana fungsinya sebagai lembaga intermediasi, Dimana inti dari fungsi bank sebagai lembaga intermediasi adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana untuk kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana melalui pembiayaan serta memberikan pelayanan produk jasa dan sosial.3

BAB III PENUTUP


(5)

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan keberadaan perbankan syariah sangat memberikan manfaat bagi seluruh umat dan juga sangat berkembang pesat di Indonesia dimana dilihat dari prinsip-prinsip syariahnya yang memberikan kemaslahatan / manfaat bukan hanya untuk orang muslim bahkan seluruh umat (muslim maupun non muslim).

Saran

Semoga dengan tersusunnya makalah ini memberikan manfaat kepada kita semua dalam mempelajarinya.

DAFTAR PUSTAKA


(6)

http://harismubarak.blogspot.co.id/2012/11/perbankan-syariah-dalam-tata-hukum.html diakses 26 maret