Pemeriksaan Biofilm Pada Alat Pengolahan Makanan Laut Di Beberapa Tahap Pemrosesan
PEMERIKSAAN BIOFILM PADA ALAT PENGOLAHAN MAKANAN LAUT DI BEBERAPA TAHAP PEMROSESAN
IT JAMILAH NUNUK PRIYANI KIKI NURCAHYA
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN Bakteri yang hidup bebas (planktonik) dalam perairan di alam akan cenderung untuk melekat ( sesil ) ke berbagai macam permukaan baik abiotik maupun biotik. Pelekatan ini didukung berbagai faktor diantaranya oleh matrik ekstrasellular (Marshall el al., 1971 ; Characklis & Marshall, 1990). Di alam, bakteri yang melekat ini jumlahnya jauh lebih besar dari yang hidup bebas (Costerton, 1995). Mikroorganisme yang melekat erat ke suatu permukaan disebut dengan biofilm, dimana kehadirannya menyebabkan masalah yang potensial terhadap beberapa industri, salah satunya adalah industri makanan. Kekhawatiran terjadi bila bakteri patogen melekat pada alat pemerosesan makanan. Kalau biofilm tidak dibersihkan, organisme yang melekat dalam perkembangannya dapat terlepas dari permukaan dan mengkontaminasi produk sebelum produksi (Frank & Koffi, 1990 ; Krysinski et al.,1992). Masalah yang ditimbulkan oleh adanya kontaminasi ini adalah terjadinya pembusukan makanan yang akan memperpendek masa simpan (shelflife) maupun penyebaran penyakit melalui makanan (foodbom desease) (Dunsmore et al., 1981 ;Chavalier el al., 1988). Pemerosesan jenis-jenis makanan laut (seafood) pada pasca pallen memberi peluang bagi bakteri yang terbawa pada permukaan tubuh maupun dari ususnya diwaktu pembersihan, membentuk biofilm pada permukaan alat-alat pengolahan, dimana setelah penangkapan, makanan laut ini akan dibilas dengan air pada bak-bak penampungan dan dibersihkan. Pada tahap inilah kekhawatiran bakteri terlepas ke air pencucian dan melekat pada permukaan bahan tempat pengolahan. Secar struktural dan fungsional keberadaan gel biofilm sangat berbeda dengan sel planktonik (Costerton et al, 1989). Hal inilah yang menjadi dasar kekhususan sekaligus keistimewaan lingkungan kehidupan mikroba (niche) ini, yang memberikan dampak negatif pada beberapa lingkungan perindustrian. Sel Biofilm lebih tahan beribu-ribu kali dibandingkan dengan set planktonik terhadap bahanbahan antimikroba, maupun kondisi fisik yang ekstrim seperti panas (Oh & Marshall, 1995). Oleh sebab itu bila biofilm ditemukan pada aliran pemerosesan makanan, pengontrolannya memerlukan usaha yang lebih keras dan teknik-teknik sanitasi yang khusus seperti konsentrasi yang lebih tinggi dari bahan anti mikroba, pemanasan yang lebih lama pada suhu tinggi, dan lain-lain. Beberapa bakteri di perairan telah dibuktikan mencemari makanan laut seperti ikan, udang, tiram, kerang, dan lain-lain. Jenis-jenis yang ditemukan sangat bervariasi, diantaranya mulai dari jenis yang sudah lama menjadi perhatian seperti Escherichia coli, Salmonela, Vibrio cholera, Pseudomonas aeruginosa sampai kepada jenis yang baru menjadi perhatian (emerging pathogen) seperti Aeromonas hydrophila, Vibrio parahaemolyticus dan Listeria monocytogenes (Abeyta et al., .1986).
© 2004 Digitized by USU digital library
1
Di beberapa penelitian penulis sebelumnya pengamatan biofilm dilakukan di laboratorium, tapi kali ini pengamatan dilakukan langsung di lapangan yaitu pada salah satu industri pengekspor makanan laut di Medan. Sejauh ini perhatian industri terhadap fenomena pembentukan biofilm dan dampaknya terhadap industri makanan di Indonesia masih sangat kecil, sedangkan hasil-hasil penelitian mengenai biofilm di Amerika Serikat menunjukkan bahwa fenomena ini perlu menjadi perhatian khusus pada industri makanan. Dalam penelitian ini akan diamati kemungkinan pembentukan biofilm pada alat yang digunakan dalam penanganan hasil laut yang akan diproduksi seperti bak-bak pencucian, tempat penyortiran dan pembersihan, dan lain-lain, yang dilakukan pada tahapan pemerosesan original pada industri tersebut, dengan mengambil sampel pada titik yang berbeda. Pada industri ini pengawasan secara mikrobiologi sudah dilakukan, namun pengertian tentang biofilm memerlukan waktu untuk diperkenalkan tapi penelitian ini bertujuan murni untuk tujuan ilmiah, bukan investigasi atau pemeriksaan kelayakan suatu usaha.
Perumusan Masalah Untuk mengetahui tingkat sanitasi yang baik pada lingkungan pengolahan
makanan, pengetahuan akan tingkat keberadaan mikroba pengkontaminasi sangat vital. Sejauh ini belum diketahui sejauh mana keberadaan biofilm pada alat yang digunakan untuk pemerosesan makanan laut dengan pengamatan langsung di lapangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Biofilm Di alam, biofilm terdiri dari lapisan gel yang terbentuk dari multispesies
mikroorganisme dan matrik yang tersusun secara tidak beraturan serta bahan-bahan organik yang terperangkap didalamnya yang melekat kuat (irreversibel) pada suatu permukaan padat. Pelekatan ke suatu material terjadi dengan menggunakan matrik ekstrasellular (Characklis & Marshall, 1990 ; Oewanti & Hariyadi, 1997), yang terutama terdiri dari polisakarida (Wirtanen & Matilla-Sandholm, 1993). Sel kemudian membelah diri dalam matrik ini untuk menghasilkan gel anak (Costerton et al., 1987). Sel anak dapat terlepas dari biofilm, kemudian akan mengkoloni permukaan dan dapat membentuk biofilm baru jika kondisi makanan mencukupi (Costerton et al., 1995). Dalam kondisi yang diperlakukan di laboratorium biofilm dapat terbentuk dari satu jenis mikroorganisme (Somers et al., 1994 ; Herald & Zottola, 1989 ; Jamilah, 1995 ; Jamilah, 1998; Dewanti, 1995).
Biofilm berkembang pada permukaan yang terbilas dalam lingkungan berair, baik permukaan biotik (tanaman air, binatang), maupun abiotik (batu, logam, dan tembok). Biofilm terbentuk sangat cepat dalam sistem yang mengalir dimana suplai makanan yang teratur cukup tersedia. Polimer ekstrasellular yang dihasilkan dalam perkembangan biofilm, menyebabkan terlihatnya lapisan berlendir pada permukaan. Efek yang ditimbulkan oleh biofilm menyangkut area yang luas yaitu (1) kehilangan energi dalam unit pemindah panas, (2) korosi logam, (3) pertumbuhan pada alatalat rumah sakit, (4) kontaminasi pada alat pendistribusian air minum (Characklis & Marshall, 1990), dan (5) kontaminasi permukaan alat pemerosesan makanan (Hood & Zottola, 1995).
2. Bakteri Pengkontaminasi Makanan Laut (Seafood) Beberapa makanan laut seperti ikan dan udang ditemukan telah tercemar
dengan beberapa mikroorganisme seperti Salmonela, Vibrio parahaemolyticus, dan akhir-akhir ini Aeromonas hydrophila juga merupakan kontaminasi yang penting, sehingga pemeriksaan untuk spesies ini dianjurkan untuk dilakukan selain
© 2004 Digitized by USU digital library
2
pemeriksaan spesies lainnya. Aeromonas hydrophilla telah ditemukan diperairan South Carolina (Fliermans et al., 1988). Bakteri ini diketahui sebagai penyebab gasroenteritis pada manusia (Ingham ef al., 1988). Selain itu Listeria monocytogenes terlibat sebagai pengkontaminasi berbagai jenis produk makanan laut seperti udang, kerang, dan lain-lain.
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan biofilm dan
jenis-jenis mikroba yang membentuknya pada permukaan alat untuk pemerosesan makanan yaitu stainless steel di beberapa tahap pemerosesan makanan laut.
B. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat untuk
prosedur makanan (industri, pedagang dan masyarakat yang terlibat dalam penyediaan makanan) maupun konsumen, untuk pengolahan makanan yang lebih baik, khususnya makanan laut, demi menjaga keamanan makanan dari segi kesehatan maupun mencegah kerugian secara ekonomis. Selain itu hasil penelitian ini akan bermanfaat sebagai acuan bagi penelitian lanjutan mengenai biofilm.
IV. METODA PENELlTIAN
1. Survey Lapangan Survey telah dilakukan sebelum membuat usulan penelitian ini. Yang
dilakukan adalah melihat tahapan proses penanganan makanan laut (terutama udang) sebelum dikemas untuk diekspor, pada salah satu industri makanan di Medan. Survey ini digunakan untuk melihat titik yang dipilih sebagai perlakuan pada jalur pemerosesan. Dari survey ini diketahui bahwa ada beberapa tahapan pemerosesan makanan laut pada industri tersebut sebelum diekspor (lihat Lampiran 1)
2. Persiapan Bahan Peletakan Biofilm Pembentukan biofilm akan diamati pada stainless steel (yang digunakan
untuk pemerosesan makanan dengan ukuran 1 cm2. Lempengan stainless steel dicuci dalam sonikator dengan larutan pembersih mikrobiologis, tergazime selama 15 menit, kemudian dikeringkan. Setelah itu lempengan dibungkus dengan alumunium foil dan disterilisasi didalam oven pada suhu 170 °c selama 2 jam. Setelah didinginkan, lempengan ini siap digunakan.
3. Persiapan Pembentukan Biofilm Lempengan stainless steel diletakkan dan ditempelkan pada bagian dasar
tempat pemerosesan dengan mempergunakan isolasi band pada hari produksi pada setiap lokasi yang sudah ditentukan, yaitu (1) tempat penerimaan, (2) pencucian I dan (3) pencucian III Untuk tiap-tiap perlakuan dibuat 3 ulangan sampel dan untuk identifikasi bakteri dan pengamatan elektron mikroskop dibuat sampel ekstra. Waktu kontak divariasikan selama 5,30 dan 60 menit.
4. Penghitungan Set Biofilm Lempengan stainless steel yang telah berkontak dengan makanan selama
pemerosesan dimasukkan masing-masing ke erlenmeyer 500 ml yang berisi 300 ml
© 2004 Digitized by USU digital library
3
air pepton dan dibilas sebanyak 3 kali untuk melepas bakteri yang melekat reversible (dapat terlepas).Kemudian disediakan 20 ml fosfat buffer dengan 0,5 gr manikmanik kaca mikroskopis (glass bead) dalam tabung reaksi untuk tiap-tiap lempengan kemudian diputar dengan vortek selama 2 menit untuk melepas gel dari permukaan maupun kumpulan gel (Krysinski et al., 1992). Setelah dibuat seri pengenceran 1 ml gel ditanam pada cawan petri yang berisi media plate count agar (PCA) dengan metoda cawan tuang (pour plate). Biakan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 28°c selama 24-48 jam dan dilakukan perhitungan cawan total (total plate count).
5. Identifikasi Bakteri Sel biofilm yang sudah dilepaskan dari permukaan dalam larutan fosfat
butter, diambil 1 ml dan dibiakkan dalam media Triptic Soy Broth (TSB ; Difco) selama 24 jam dalam inkubator pada suhu 28 °C. Setelah dibuat seri pengenceran, 0,5 ml dibiakkan pada cawam petri dengan metoda cawan tuang pada media TSA (Difco), diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 28 °C. Koloni yang tumbuh terpisah diamati dicatat karakteristiknya dan diidentifikasi dengan sistem API-20 system (API Analytab Products Inc., Plainview, NY), dan modiflkasi identifikasi lainnya (Fiqueredo & Plumb (1997) Bergeys Manual of Systematic Bacteriology).
6. Persiapan Sampel untuk Elektron Mikroskop Scanning Sel biofilm pada lempengan logam stainless steel dibilas dengan buffer fosfat
250 ml sebanyak 3 kali. Spesimen kemudian didehidrasi dengan seri tingkatan alkohol (30%, 50%, 70%, 90% dan sampai absolut). Alkohol diganti setiap 10 menit masing-masingnya 3 kali yang diperantarai dengan pembilasan dengan fosfat butter (pH 7,2), Spesimen kemudian dikering anginkan, setelah itu dilekatkan ke tempat spesimen dengan pita karbon bersisi ganda. Selanjutnya spesimen dilapisi dengan emas-patadum dan setelah itu siap untuk diamati dengan elektron mikroskop scanning (JEOL JSM – 35 CF pada kilovolt (KV)). (Modifikasi dari laboratorium mikroskop elektron Departemen Entoroologi MSU -USN. Pengamatan yang dilakukan adalah bentuk gel dan struktur biofilm.
7. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Untuk perhitungan jumlah gel bakteri pada tiap lokasi pengambilan sampel
dan waktu kontak yang berbeda akan digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Data yang didapatkan ditransformasikan ke dalam bentuk log10 dan uji lanjut Analysis of Varian (ANOV A) pada taraf kepercayaan P = 0,05.
V. HASIL DAN PEMBABASAN
5.1. Jumlah Sel Biofilm Dengan metode penelitian yang dilakukan, ditemukan adanya sel bakteri
yang mampu membentuk biofilm pada permukaan lempengan stainless steel pada aliran pemerosesan udang di pabrik yang dipilih sebagai tempat penelitian. Jumlah set yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel dan Gambar berikut :
© 2004 Digitized by USU digital library
4
Tabel 1. Jumlah sel biofilm pada tiga lokasi peletakan sampel dalam tiga waktu inkubasi
Perlakuan Lokasi
Jumlab Rata-rata Set Biofilm
(Log10 CFU/Lempengan)
5 Menit
30 menit
60 menit
Rata-rata
Penerimaan Pencucian I Pencucian III Rata-rata Keterangan: Angka kepercayaan 5%.i
2,67 2,56 2,59 2,61A yang diikuti
2,44 2,10 2,42 2,32A huruf yang
2,09 2,44 2,40 2,31A sama tidak
2,40 A 2,37 A 2,47 A
2,41 berbeda pada
taraf
Gambar 1. Grafik jumlah set biofilm yang ditemukan pada lokasi pemerosesan dan I waktu kontak yang diberikan.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada setiap lokasi pengambilan sampel dan lama waktu inkubasi tidak ada perbedaan jumlah set biofilm yang ditemukan. Hal ini juga dapat dilihat pada grafik pada Gambar 1. Jumlah set biofilm yang ditemukan rata-rata mencapai 2,4 log CFU/lempengan. Kalau dibandingkan dengan jumlah set yang diperlakukan di laboratorium, jumlah ini cukup rendah seperti Jamilah (1996) menemukan 3,5 log CFU/lempengan dengan memakai kultur tunggal A. Hydrophila pada waktu inkubasi 4 jam. Sedangkan Fadia (1998) menemukan 4 log CFU/lempengan dengan memakai kultur campuran pada waktu inkubasi 5 menit. Tetapi di laboratorium jumlah awal gel dibuat dalam jumlah tertentu (umumnya 104106 sel/ml), fase pertumbuhan adalah pertumbuhan aktif dan nutrisi yang tersedia dalam keadaan optimum, sedangkan di lapangan ketiga faktor ini tidak terkontrol.
Kalau dilihat perlakuan yang diberikan pada jalur pemerosesan pada tempat penerimaan udang, tidak diberikan klorin namun pada setiap tong diberi es balok – yang cukup banyak tapi es cenderung untuk mengapung dipermukaan tong, pada tempat pencucian I diberi 50 -75 ppm klorin, sedangkan ditempat pencucian III diberi 10 –25 ppm. Berdasarkan hasil yang didapatkan terlihat bahwa pemberian sanitizer ini tidak efektif mencegah pembentukan biofilm pada alat/tempat pengolahan yang berupa stainless steel. Hal ini juga berarti bahwa kosentrasi klorin yang diberikan tidak membunuh semua mikroba planktonik pada air pencucian, karena biofilm berasal dari sel planktonik. Kalau dilihat kosentrasi klorin pada tempat pencucucian I sudah cukup tinggi. Kurang efektifnya klorin pada kosentrasi yang dipakai pada pabrik ini dapat disebabkan oleh implementasinya yang kurang tepat di lapangan. Cara pemerosesan mungkin dapat menyebabkan konsentrasi klorin menjadi tidak stabil seperti penambahan udang berkali-kali pada air pencucian yang sama. Selain itu klorin juga tidak stabil. akibat pengaruh cahaya. Oleh sebab itu
© 2004 Digitized by USU digital library
5
perlu penggantian air pencuci dengan klorin terlarut untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama Selain itu kontaminasi silang dapat berasal dari para pekerja di jalur pemerosesan yang melibatkan ratusan orang. Jadi walaupun sanitizer sudah diberikan di suatu titik namun bila setelah itu masih ada penanganan oleh manusia rekontaminasi dapat terjadi.
Tempat pemerosesan pada pabrik ini bervariasi dari tong besi, bak plastik, serta keranjang plastik, namun bahan ini juga mungkin dapat ditumbuhi biofilm karena dan hasil penelitian Jamilah (1998) Fadia (1999) biofilm juga ditemukan pada bahan plastik dan kayu. Tetapi dari hasil penelitian Jamilah (1998) penggunaan klorin 50 ppm dapat menekan jumlah sel sebanyak 2log pada bahan kayu dengan sel biofilm tunggal A.hydrophila pada waktu kontak 24 jam.
Dari wawancara dengan star Lab. Mikrobiologi pabrik, perlakuan klorin pada kosentrasi yang mereka anut tidak efektif membunuh 100% bakteri, Mereka juga masih menemukan sejumlah bakteri pada sampel air dan udang pada tahap awal pemerosesan bahkan pada produk yang siap dikirim. Tetapi untuk udang mentah ada toleransi jumlah mikroba sejumlah 100.000 (5 log CFU/ml) pada penghitungan cawan total. Tetapi untuk patogen walaupun 1 gel kehadirannya sangat dipertimbangkan. Jadi untuk jenis patogen inilah perlakuan yang efektif sangat diperlukan.Pada lokasi penerimaan, dimana udang-udang diterima dalam tong-tong besi yang berisi es walaupun tidak diberi klorin, namun jumlah sel yang ditemukan tidak lebih tinggi dari pemerosesan berikutnya yang mempergunakan klorin. Hal ini mungkin disebabkan karena pemberian es pada tong-tong pengangkutan dapat menahan pertumbuhan bakteri mesofilik. Tetapi pada tahap pemerosesan selanjutnya es tidak diberikan lagi, sehingga mesofilik menemukan kembali lingkungan yang cocok untuk pertumbuhannya.
Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa pemberian waktu kontak yang bervariasi 5, 30 dan 60 menit pada lokasi yang sama juga tidak mempengaruhi jumlah gel biofilm. Hal ini dapat disebabkan dekatnya jarak waktu pengambilan sampel dimana mungkin belum terjadi pertumbuhan sel biofilm, sehingga gel yang ditemukan mungkin adalah semua bakteri yang mampu membentuk biofilm pada air pencucian yang melekat pada waktu inkubasi yang diberikan pertama kali. Jamilah (1996) mendapatkan waktu generasi gel biofilm A.hydrophila lebih lama dari sel planktoniknya yaitu 5 : 1 (jam) pada fase waktu pertumbuhan yang sama. Pada waktu inkubasi terpanjang (1 jam) jumlah gel yang ditemukan hanya mencapai 2 log CFU/lempengan, berdasarkan ini diperkirakan tingkat kontaminasi pada tahap pemerosesan cukup rendah. Fadia (1999) menemukan 4,39 log CFU/lempengan pada waktu 5 menit dari biakan campuran bakteri dari air pencucian makanan yang dibiakan di laboratorium dengan jumlah awal sel planktonik 105 cfu/ml.
Walaupun jumlah sel biofilm yang ditemukan sangat rendah namun kehadirannya harus dipertimbangkan mengingat ketahanannya yang jauh lebih tinggi terhadap kondisi-kondisi ekstrim seperti panas dan bahan-bahan kimia (Costerton et al.1987). Hal ini dapat terjadi akibat pembentukan matrik ekstraseluler yang berfungsi selain sebagai penguat pelekatan juga dapat melindungi sel dari kondisi yang kurang menguntungkan. Kehadiran biofilm mungkin sedikit sekali menjadi perhatian ahli mikrobiologi makanan di Indonesia, namun di Amerika Serikat justru sebaliknya, banyak penelitian yang sudah dipublikasikan tentang kekhawatiran terhadap pembentukan biofilm di lingkungan pemerosesan makanan.
5.2. Identifikasi Bakteri Dari hasil identifikasi ditemukan beberapa jenis bakteri seperti Escherichia coli, Shigella sp, Proteus sp, Enterobacter sp, Staphilococcus sp Tetapi kelemahan dalam penelitian ini tidak dilakukan penghitungan jumlah set per genus. Sebagaimana diketahui bahwa kelompok bakteri ini kecuali staphylococcus sp, adalah bakteri
© 2004 Digitized by USU digital library
6
enterik dari famili Enterobacteriaceae yang mempunyai habitat pada usus manusia dan hewan berdarah panas. Dengan demikian kemungkinan air pada tambak udang ini mempunyai kontak dengan sumber buangan rumah tangga. Walaupun dari hasil penelitian ini tidak ditemukan jenis patogen sangat berbahaya, namun kehadiran E. coli dapat menjadi indikator bahwa patogen lain dapat hadir pada waktu pemerosesan lainnya. Walaupun demikian pembekuan pada tahap akhir pemerosesan dapat mematikan bakteri mesofilik tapi tidak psikrofilik. Yang paling penting dari basil penelitian ini adalah bahwa genus yang ditemukan adalah pembentuk biofilm yang memerlukan pengontrolan yang lebih serius dibandingkan dengan set bebas.
5.3. Pengamatan Mikroskopis Struktur Biofilm Pada pengamatan lempengan stainless steel di bawah "scanning elektron
microscopy" terlihat bahwa hanya 1 sampai 2 set berbentuk batang yang terlihat pada setiap kali pengamatan pada pembesaran 2000 kali di layar monitor Hal ini mungkin karena rendahnya jumlah set biofilm yang ditemukan sedangkan untuk satu kali penampakan pada layar monitor hanya sebahagian kecil dari keseluruhan lempengan stainless steel. penyebab lain dari rendahnya jumlah sel yang terlihat adalah mungkin akibat metode persiapan sampel yang dimodifikasi dari Jamilah (1996) kurang memperlihatkan hasil yang baik.
DAFTARPUSTAKA
Abeyta, C[et.al],1986. Recovery of Aeromonas hydrophila from Oyster Implicated in An Outbreak of Foodborne Ilnesess . J. Food Prot: 49: 643-646.
Characklis, W. G. dan Marshall, K. C. 1990. Biofilms. John Wiley & Sons, Inc, New York. Hal. 3-195.
Chavalier, M. W., Cauthon, C. D., dan Lee, R. G. 1988. Factor promoting survival of bacteria in chlorinated water supplies. Appl. Environ. Microbiol. 54: 649654.
Costerton, J. W., Marrie, T. J., dan Cheng, K. J. 1985. Phenomenon of bacterial adhesion.Dalam Savage, D. C. and Fletcher, M. (Ed). Bacterial Adhesion. Plenum Press, New York. Hal. 3-43.
Costerton, J. W.[et.al].1987. Bacterial biofilms in nature and disease. Annu. Rev. Microbhiol. 41: 435-464.
Costerton, J. W., dan Lappin-Scott, H. M. 1989. Behavior of bacteria in biofilms .ASM News 55: 650-654.
Costerton, J. W[et.al]. 1995. Microbial Biofilms. Annu. Rev. Microhiol. 49: 711-745.
Dewanti, R. 1995. Studies on Biofilm Formation by Escherichia coli O157:H7. Ph.D Disertation. University of Wiconsin-Madison.
Dewanti,R. Dan Hariyadi. 1997. Pembentukan Biofilm Bakteri Pada Permukaan Padat. Buletin teknologi dan lndustri Pangan. Vol.8. lnstitut Pertanian Bogor,Hlm. 70-75.
© 2004 Digitized by USU digital library
7
Dunsmore, D.G. [et.al]. 1981. Design and Peforrnance of Systems for Cleaning Product Contact Surfaces of Food Equipment: A Review. J. rood Proto 44: 220-240.
Fadia, T. 1998. Pembentukan Biofilm oleh Biakan Campuran Bakteri yang Berasal dari Biakan Campuran Bakteri yang Berasal dari Air Pencucian Makanan. Thesis.Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam. USU.
Fletcher, M dan Loeb, G. I. 1979. Influence of subtratum characteristic on the attachment ora marine pseudomonad to solid surfaces. Appl. Environ. Microbial. 37: 67- 72.
Frank, J. F. dan Kofti, R. A. 1990. Surface adherent growth of Listeria monocytogenes associated with increased resistance to surfactant sanitizers and heat.J. food Proto 53: 550-554.
Herald, P. J. dan Zottola,E. A. 1989. Effect of various agents upon the attachment of Pseudomonas fragi to stainless steel. J. Food Sci. 54: 461-464.
Hood, S.K. danZottola, E.A. 1.995. Biofilms in Food processing Control 6: 9-1.8.
Jamilah, J. 1996. Formation and Control of Aeromonas hydrophila Biofilm on Stainless steel surfaces. Thesis. Food Science and Technology Department. Mississippi University.
Jamilah, I., Syarifuddin, I. Dan Mirzawati. 1998. Pembentukkan dan Kontrol Biofilm Aeromonas Hydrophila pada Bahan Plastik dan Kayu. Lembaga Penelitian USU. Medan.
Mafu, A. A., Roy, D., Goulet, J., dan Magny, P. 1990. Attachment of Listeria monocvtogenes to stainless steel, glass, prolypropylene, and rubber surfaces after short contact times. .J. food Proto 53: 742-746.
Marshall, K. C. 1992. Biofilms: An overview of bacterial adhesion, activity, and control at surfaces. ASM News 58: 202- 207.
Marshall, K.C. Stout R.H. 1988. Growth of Listeria monocytogenes at 100C in milk preincubated with selected pseudomonad J. Food Prot. 51: 277-282.
Oh, D. H. dan Marshall, D. L. 1995. Destruction of Listeria monocytogenes biofilms on stainless steel using monolaurin and heat. J. Food Proto 58: 251-255.
Sasahara, K. C. dan Zottola, E. A. 1993. Biofilm formation by Listeria monocytogenes utilizes a primary colonizing microorganism in flowing systems. J.Food Proto 56: 1022-1028. Microbiol. 25: 220-224.
Somers, E. B., Schoeni, J. L., dan Wong, A. C. L. 1994. Effect of trisodium phosphate on biofilm and planktonic cells of Campylobacter Jeyuni, Escherichia Coli o157 : : H7 Listmonocytogenes and Salmonella typhimurium. Int. .J. Food Microbiol. 22: 269-276.
Wirtanen, G., dan Mattila-Sandholm, T. 1993. Epiflourescene image analysis and cultivation of foodbome biofilm bacteria grown on stainless steel surfaces.J. Food Prot. 56: 678- 683.
© 2004 Digitized by USU digital library
8
IT JAMILAH NUNUK PRIYANI KIKI NURCAHYA
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN Bakteri yang hidup bebas (planktonik) dalam perairan di alam akan cenderung untuk melekat ( sesil ) ke berbagai macam permukaan baik abiotik maupun biotik. Pelekatan ini didukung berbagai faktor diantaranya oleh matrik ekstrasellular (Marshall el al., 1971 ; Characklis & Marshall, 1990). Di alam, bakteri yang melekat ini jumlahnya jauh lebih besar dari yang hidup bebas (Costerton, 1995). Mikroorganisme yang melekat erat ke suatu permukaan disebut dengan biofilm, dimana kehadirannya menyebabkan masalah yang potensial terhadap beberapa industri, salah satunya adalah industri makanan. Kekhawatiran terjadi bila bakteri patogen melekat pada alat pemerosesan makanan. Kalau biofilm tidak dibersihkan, organisme yang melekat dalam perkembangannya dapat terlepas dari permukaan dan mengkontaminasi produk sebelum produksi (Frank & Koffi, 1990 ; Krysinski et al.,1992). Masalah yang ditimbulkan oleh adanya kontaminasi ini adalah terjadinya pembusukan makanan yang akan memperpendek masa simpan (shelflife) maupun penyebaran penyakit melalui makanan (foodbom desease) (Dunsmore et al., 1981 ;Chavalier el al., 1988). Pemerosesan jenis-jenis makanan laut (seafood) pada pasca pallen memberi peluang bagi bakteri yang terbawa pada permukaan tubuh maupun dari ususnya diwaktu pembersihan, membentuk biofilm pada permukaan alat-alat pengolahan, dimana setelah penangkapan, makanan laut ini akan dibilas dengan air pada bak-bak penampungan dan dibersihkan. Pada tahap inilah kekhawatiran bakteri terlepas ke air pencucian dan melekat pada permukaan bahan tempat pengolahan. Secar struktural dan fungsional keberadaan gel biofilm sangat berbeda dengan sel planktonik (Costerton et al, 1989). Hal inilah yang menjadi dasar kekhususan sekaligus keistimewaan lingkungan kehidupan mikroba (niche) ini, yang memberikan dampak negatif pada beberapa lingkungan perindustrian. Sel Biofilm lebih tahan beribu-ribu kali dibandingkan dengan set planktonik terhadap bahanbahan antimikroba, maupun kondisi fisik yang ekstrim seperti panas (Oh & Marshall, 1995). Oleh sebab itu bila biofilm ditemukan pada aliran pemerosesan makanan, pengontrolannya memerlukan usaha yang lebih keras dan teknik-teknik sanitasi yang khusus seperti konsentrasi yang lebih tinggi dari bahan anti mikroba, pemanasan yang lebih lama pada suhu tinggi, dan lain-lain. Beberapa bakteri di perairan telah dibuktikan mencemari makanan laut seperti ikan, udang, tiram, kerang, dan lain-lain. Jenis-jenis yang ditemukan sangat bervariasi, diantaranya mulai dari jenis yang sudah lama menjadi perhatian seperti Escherichia coli, Salmonela, Vibrio cholera, Pseudomonas aeruginosa sampai kepada jenis yang baru menjadi perhatian (emerging pathogen) seperti Aeromonas hydrophila, Vibrio parahaemolyticus dan Listeria monocytogenes (Abeyta et al., .1986).
© 2004 Digitized by USU digital library
1
Di beberapa penelitian penulis sebelumnya pengamatan biofilm dilakukan di laboratorium, tapi kali ini pengamatan dilakukan langsung di lapangan yaitu pada salah satu industri pengekspor makanan laut di Medan. Sejauh ini perhatian industri terhadap fenomena pembentukan biofilm dan dampaknya terhadap industri makanan di Indonesia masih sangat kecil, sedangkan hasil-hasil penelitian mengenai biofilm di Amerika Serikat menunjukkan bahwa fenomena ini perlu menjadi perhatian khusus pada industri makanan. Dalam penelitian ini akan diamati kemungkinan pembentukan biofilm pada alat yang digunakan dalam penanganan hasil laut yang akan diproduksi seperti bak-bak pencucian, tempat penyortiran dan pembersihan, dan lain-lain, yang dilakukan pada tahapan pemerosesan original pada industri tersebut, dengan mengambil sampel pada titik yang berbeda. Pada industri ini pengawasan secara mikrobiologi sudah dilakukan, namun pengertian tentang biofilm memerlukan waktu untuk diperkenalkan tapi penelitian ini bertujuan murni untuk tujuan ilmiah, bukan investigasi atau pemeriksaan kelayakan suatu usaha.
Perumusan Masalah Untuk mengetahui tingkat sanitasi yang baik pada lingkungan pengolahan
makanan, pengetahuan akan tingkat keberadaan mikroba pengkontaminasi sangat vital. Sejauh ini belum diketahui sejauh mana keberadaan biofilm pada alat yang digunakan untuk pemerosesan makanan laut dengan pengamatan langsung di lapangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Biofilm Di alam, biofilm terdiri dari lapisan gel yang terbentuk dari multispesies
mikroorganisme dan matrik yang tersusun secara tidak beraturan serta bahan-bahan organik yang terperangkap didalamnya yang melekat kuat (irreversibel) pada suatu permukaan padat. Pelekatan ke suatu material terjadi dengan menggunakan matrik ekstrasellular (Characklis & Marshall, 1990 ; Oewanti & Hariyadi, 1997), yang terutama terdiri dari polisakarida (Wirtanen & Matilla-Sandholm, 1993). Sel kemudian membelah diri dalam matrik ini untuk menghasilkan gel anak (Costerton et al., 1987). Sel anak dapat terlepas dari biofilm, kemudian akan mengkoloni permukaan dan dapat membentuk biofilm baru jika kondisi makanan mencukupi (Costerton et al., 1995). Dalam kondisi yang diperlakukan di laboratorium biofilm dapat terbentuk dari satu jenis mikroorganisme (Somers et al., 1994 ; Herald & Zottola, 1989 ; Jamilah, 1995 ; Jamilah, 1998; Dewanti, 1995).
Biofilm berkembang pada permukaan yang terbilas dalam lingkungan berair, baik permukaan biotik (tanaman air, binatang), maupun abiotik (batu, logam, dan tembok). Biofilm terbentuk sangat cepat dalam sistem yang mengalir dimana suplai makanan yang teratur cukup tersedia. Polimer ekstrasellular yang dihasilkan dalam perkembangan biofilm, menyebabkan terlihatnya lapisan berlendir pada permukaan. Efek yang ditimbulkan oleh biofilm menyangkut area yang luas yaitu (1) kehilangan energi dalam unit pemindah panas, (2) korosi logam, (3) pertumbuhan pada alatalat rumah sakit, (4) kontaminasi pada alat pendistribusian air minum (Characklis & Marshall, 1990), dan (5) kontaminasi permukaan alat pemerosesan makanan (Hood & Zottola, 1995).
2. Bakteri Pengkontaminasi Makanan Laut (Seafood) Beberapa makanan laut seperti ikan dan udang ditemukan telah tercemar
dengan beberapa mikroorganisme seperti Salmonela, Vibrio parahaemolyticus, dan akhir-akhir ini Aeromonas hydrophila juga merupakan kontaminasi yang penting, sehingga pemeriksaan untuk spesies ini dianjurkan untuk dilakukan selain
© 2004 Digitized by USU digital library
2
pemeriksaan spesies lainnya. Aeromonas hydrophilla telah ditemukan diperairan South Carolina (Fliermans et al., 1988). Bakteri ini diketahui sebagai penyebab gasroenteritis pada manusia (Ingham ef al., 1988). Selain itu Listeria monocytogenes terlibat sebagai pengkontaminasi berbagai jenis produk makanan laut seperti udang, kerang, dan lain-lain.
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan biofilm dan
jenis-jenis mikroba yang membentuknya pada permukaan alat untuk pemerosesan makanan yaitu stainless steel di beberapa tahap pemerosesan makanan laut.
B. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat untuk
prosedur makanan (industri, pedagang dan masyarakat yang terlibat dalam penyediaan makanan) maupun konsumen, untuk pengolahan makanan yang lebih baik, khususnya makanan laut, demi menjaga keamanan makanan dari segi kesehatan maupun mencegah kerugian secara ekonomis. Selain itu hasil penelitian ini akan bermanfaat sebagai acuan bagi penelitian lanjutan mengenai biofilm.
IV. METODA PENELlTIAN
1. Survey Lapangan Survey telah dilakukan sebelum membuat usulan penelitian ini. Yang
dilakukan adalah melihat tahapan proses penanganan makanan laut (terutama udang) sebelum dikemas untuk diekspor, pada salah satu industri makanan di Medan. Survey ini digunakan untuk melihat titik yang dipilih sebagai perlakuan pada jalur pemerosesan. Dari survey ini diketahui bahwa ada beberapa tahapan pemerosesan makanan laut pada industri tersebut sebelum diekspor (lihat Lampiran 1)
2. Persiapan Bahan Peletakan Biofilm Pembentukan biofilm akan diamati pada stainless steel (yang digunakan
untuk pemerosesan makanan dengan ukuran 1 cm2. Lempengan stainless steel dicuci dalam sonikator dengan larutan pembersih mikrobiologis, tergazime selama 15 menit, kemudian dikeringkan. Setelah itu lempengan dibungkus dengan alumunium foil dan disterilisasi didalam oven pada suhu 170 °c selama 2 jam. Setelah didinginkan, lempengan ini siap digunakan.
3. Persiapan Pembentukan Biofilm Lempengan stainless steel diletakkan dan ditempelkan pada bagian dasar
tempat pemerosesan dengan mempergunakan isolasi band pada hari produksi pada setiap lokasi yang sudah ditentukan, yaitu (1) tempat penerimaan, (2) pencucian I dan (3) pencucian III Untuk tiap-tiap perlakuan dibuat 3 ulangan sampel dan untuk identifikasi bakteri dan pengamatan elektron mikroskop dibuat sampel ekstra. Waktu kontak divariasikan selama 5,30 dan 60 menit.
4. Penghitungan Set Biofilm Lempengan stainless steel yang telah berkontak dengan makanan selama
pemerosesan dimasukkan masing-masing ke erlenmeyer 500 ml yang berisi 300 ml
© 2004 Digitized by USU digital library
3
air pepton dan dibilas sebanyak 3 kali untuk melepas bakteri yang melekat reversible (dapat terlepas).Kemudian disediakan 20 ml fosfat buffer dengan 0,5 gr manikmanik kaca mikroskopis (glass bead) dalam tabung reaksi untuk tiap-tiap lempengan kemudian diputar dengan vortek selama 2 menit untuk melepas gel dari permukaan maupun kumpulan gel (Krysinski et al., 1992). Setelah dibuat seri pengenceran 1 ml gel ditanam pada cawan petri yang berisi media plate count agar (PCA) dengan metoda cawan tuang (pour plate). Biakan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 28°c selama 24-48 jam dan dilakukan perhitungan cawan total (total plate count).
5. Identifikasi Bakteri Sel biofilm yang sudah dilepaskan dari permukaan dalam larutan fosfat
butter, diambil 1 ml dan dibiakkan dalam media Triptic Soy Broth (TSB ; Difco) selama 24 jam dalam inkubator pada suhu 28 °C. Setelah dibuat seri pengenceran, 0,5 ml dibiakkan pada cawam petri dengan metoda cawan tuang pada media TSA (Difco), diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 28 °C. Koloni yang tumbuh terpisah diamati dicatat karakteristiknya dan diidentifikasi dengan sistem API-20 system (API Analytab Products Inc., Plainview, NY), dan modiflkasi identifikasi lainnya (Fiqueredo & Plumb (1997) Bergeys Manual of Systematic Bacteriology).
6. Persiapan Sampel untuk Elektron Mikroskop Scanning Sel biofilm pada lempengan logam stainless steel dibilas dengan buffer fosfat
250 ml sebanyak 3 kali. Spesimen kemudian didehidrasi dengan seri tingkatan alkohol (30%, 50%, 70%, 90% dan sampai absolut). Alkohol diganti setiap 10 menit masing-masingnya 3 kali yang diperantarai dengan pembilasan dengan fosfat butter (pH 7,2), Spesimen kemudian dikering anginkan, setelah itu dilekatkan ke tempat spesimen dengan pita karbon bersisi ganda. Selanjutnya spesimen dilapisi dengan emas-patadum dan setelah itu siap untuk diamati dengan elektron mikroskop scanning (JEOL JSM – 35 CF pada kilovolt (KV)). (Modifikasi dari laboratorium mikroskop elektron Departemen Entoroologi MSU -USN. Pengamatan yang dilakukan adalah bentuk gel dan struktur biofilm.
7. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Untuk perhitungan jumlah gel bakteri pada tiap lokasi pengambilan sampel
dan waktu kontak yang berbeda akan digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Data yang didapatkan ditransformasikan ke dalam bentuk log10 dan uji lanjut Analysis of Varian (ANOV A) pada taraf kepercayaan P = 0,05.
V. HASIL DAN PEMBABASAN
5.1. Jumlah Sel Biofilm Dengan metode penelitian yang dilakukan, ditemukan adanya sel bakteri
yang mampu membentuk biofilm pada permukaan lempengan stainless steel pada aliran pemerosesan udang di pabrik yang dipilih sebagai tempat penelitian. Jumlah set yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel dan Gambar berikut :
© 2004 Digitized by USU digital library
4
Tabel 1. Jumlah sel biofilm pada tiga lokasi peletakan sampel dalam tiga waktu inkubasi
Perlakuan Lokasi
Jumlab Rata-rata Set Biofilm
(Log10 CFU/Lempengan)
5 Menit
30 menit
60 menit
Rata-rata
Penerimaan Pencucian I Pencucian III Rata-rata Keterangan: Angka kepercayaan 5%.i
2,67 2,56 2,59 2,61A yang diikuti
2,44 2,10 2,42 2,32A huruf yang
2,09 2,44 2,40 2,31A sama tidak
2,40 A 2,37 A 2,47 A
2,41 berbeda pada
taraf
Gambar 1. Grafik jumlah set biofilm yang ditemukan pada lokasi pemerosesan dan I waktu kontak yang diberikan.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada setiap lokasi pengambilan sampel dan lama waktu inkubasi tidak ada perbedaan jumlah set biofilm yang ditemukan. Hal ini juga dapat dilihat pada grafik pada Gambar 1. Jumlah set biofilm yang ditemukan rata-rata mencapai 2,4 log CFU/lempengan. Kalau dibandingkan dengan jumlah set yang diperlakukan di laboratorium, jumlah ini cukup rendah seperti Jamilah (1996) menemukan 3,5 log CFU/lempengan dengan memakai kultur tunggal A. Hydrophila pada waktu inkubasi 4 jam. Sedangkan Fadia (1998) menemukan 4 log CFU/lempengan dengan memakai kultur campuran pada waktu inkubasi 5 menit. Tetapi di laboratorium jumlah awal gel dibuat dalam jumlah tertentu (umumnya 104106 sel/ml), fase pertumbuhan adalah pertumbuhan aktif dan nutrisi yang tersedia dalam keadaan optimum, sedangkan di lapangan ketiga faktor ini tidak terkontrol.
Kalau dilihat perlakuan yang diberikan pada jalur pemerosesan pada tempat penerimaan udang, tidak diberikan klorin namun pada setiap tong diberi es balok – yang cukup banyak tapi es cenderung untuk mengapung dipermukaan tong, pada tempat pencucian I diberi 50 -75 ppm klorin, sedangkan ditempat pencucian III diberi 10 –25 ppm. Berdasarkan hasil yang didapatkan terlihat bahwa pemberian sanitizer ini tidak efektif mencegah pembentukan biofilm pada alat/tempat pengolahan yang berupa stainless steel. Hal ini juga berarti bahwa kosentrasi klorin yang diberikan tidak membunuh semua mikroba planktonik pada air pencucian, karena biofilm berasal dari sel planktonik. Kalau dilihat kosentrasi klorin pada tempat pencucucian I sudah cukup tinggi. Kurang efektifnya klorin pada kosentrasi yang dipakai pada pabrik ini dapat disebabkan oleh implementasinya yang kurang tepat di lapangan. Cara pemerosesan mungkin dapat menyebabkan konsentrasi klorin menjadi tidak stabil seperti penambahan udang berkali-kali pada air pencucian yang sama. Selain itu klorin juga tidak stabil. akibat pengaruh cahaya. Oleh sebab itu
© 2004 Digitized by USU digital library
5
perlu penggantian air pencuci dengan klorin terlarut untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama Selain itu kontaminasi silang dapat berasal dari para pekerja di jalur pemerosesan yang melibatkan ratusan orang. Jadi walaupun sanitizer sudah diberikan di suatu titik namun bila setelah itu masih ada penanganan oleh manusia rekontaminasi dapat terjadi.
Tempat pemerosesan pada pabrik ini bervariasi dari tong besi, bak plastik, serta keranjang plastik, namun bahan ini juga mungkin dapat ditumbuhi biofilm karena dan hasil penelitian Jamilah (1998) Fadia (1999) biofilm juga ditemukan pada bahan plastik dan kayu. Tetapi dari hasil penelitian Jamilah (1998) penggunaan klorin 50 ppm dapat menekan jumlah sel sebanyak 2log pada bahan kayu dengan sel biofilm tunggal A.hydrophila pada waktu kontak 24 jam.
Dari wawancara dengan star Lab. Mikrobiologi pabrik, perlakuan klorin pada kosentrasi yang mereka anut tidak efektif membunuh 100% bakteri, Mereka juga masih menemukan sejumlah bakteri pada sampel air dan udang pada tahap awal pemerosesan bahkan pada produk yang siap dikirim. Tetapi untuk udang mentah ada toleransi jumlah mikroba sejumlah 100.000 (5 log CFU/ml) pada penghitungan cawan total. Tetapi untuk patogen walaupun 1 gel kehadirannya sangat dipertimbangkan. Jadi untuk jenis patogen inilah perlakuan yang efektif sangat diperlukan.Pada lokasi penerimaan, dimana udang-udang diterima dalam tong-tong besi yang berisi es walaupun tidak diberi klorin, namun jumlah sel yang ditemukan tidak lebih tinggi dari pemerosesan berikutnya yang mempergunakan klorin. Hal ini mungkin disebabkan karena pemberian es pada tong-tong pengangkutan dapat menahan pertumbuhan bakteri mesofilik. Tetapi pada tahap pemerosesan selanjutnya es tidak diberikan lagi, sehingga mesofilik menemukan kembali lingkungan yang cocok untuk pertumbuhannya.
Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa pemberian waktu kontak yang bervariasi 5, 30 dan 60 menit pada lokasi yang sama juga tidak mempengaruhi jumlah gel biofilm. Hal ini dapat disebabkan dekatnya jarak waktu pengambilan sampel dimana mungkin belum terjadi pertumbuhan sel biofilm, sehingga gel yang ditemukan mungkin adalah semua bakteri yang mampu membentuk biofilm pada air pencucian yang melekat pada waktu inkubasi yang diberikan pertama kali. Jamilah (1996) mendapatkan waktu generasi gel biofilm A.hydrophila lebih lama dari sel planktoniknya yaitu 5 : 1 (jam) pada fase waktu pertumbuhan yang sama. Pada waktu inkubasi terpanjang (1 jam) jumlah gel yang ditemukan hanya mencapai 2 log CFU/lempengan, berdasarkan ini diperkirakan tingkat kontaminasi pada tahap pemerosesan cukup rendah. Fadia (1999) menemukan 4,39 log CFU/lempengan pada waktu 5 menit dari biakan campuran bakteri dari air pencucian makanan yang dibiakan di laboratorium dengan jumlah awal sel planktonik 105 cfu/ml.
Walaupun jumlah sel biofilm yang ditemukan sangat rendah namun kehadirannya harus dipertimbangkan mengingat ketahanannya yang jauh lebih tinggi terhadap kondisi-kondisi ekstrim seperti panas dan bahan-bahan kimia (Costerton et al.1987). Hal ini dapat terjadi akibat pembentukan matrik ekstraseluler yang berfungsi selain sebagai penguat pelekatan juga dapat melindungi sel dari kondisi yang kurang menguntungkan. Kehadiran biofilm mungkin sedikit sekali menjadi perhatian ahli mikrobiologi makanan di Indonesia, namun di Amerika Serikat justru sebaliknya, banyak penelitian yang sudah dipublikasikan tentang kekhawatiran terhadap pembentukan biofilm di lingkungan pemerosesan makanan.
5.2. Identifikasi Bakteri Dari hasil identifikasi ditemukan beberapa jenis bakteri seperti Escherichia coli, Shigella sp, Proteus sp, Enterobacter sp, Staphilococcus sp Tetapi kelemahan dalam penelitian ini tidak dilakukan penghitungan jumlah set per genus. Sebagaimana diketahui bahwa kelompok bakteri ini kecuali staphylococcus sp, adalah bakteri
© 2004 Digitized by USU digital library
6
enterik dari famili Enterobacteriaceae yang mempunyai habitat pada usus manusia dan hewan berdarah panas. Dengan demikian kemungkinan air pada tambak udang ini mempunyai kontak dengan sumber buangan rumah tangga. Walaupun dari hasil penelitian ini tidak ditemukan jenis patogen sangat berbahaya, namun kehadiran E. coli dapat menjadi indikator bahwa patogen lain dapat hadir pada waktu pemerosesan lainnya. Walaupun demikian pembekuan pada tahap akhir pemerosesan dapat mematikan bakteri mesofilik tapi tidak psikrofilik. Yang paling penting dari basil penelitian ini adalah bahwa genus yang ditemukan adalah pembentuk biofilm yang memerlukan pengontrolan yang lebih serius dibandingkan dengan set bebas.
5.3. Pengamatan Mikroskopis Struktur Biofilm Pada pengamatan lempengan stainless steel di bawah "scanning elektron
microscopy" terlihat bahwa hanya 1 sampai 2 set berbentuk batang yang terlihat pada setiap kali pengamatan pada pembesaran 2000 kali di layar monitor Hal ini mungkin karena rendahnya jumlah set biofilm yang ditemukan sedangkan untuk satu kali penampakan pada layar monitor hanya sebahagian kecil dari keseluruhan lempengan stainless steel. penyebab lain dari rendahnya jumlah sel yang terlihat adalah mungkin akibat metode persiapan sampel yang dimodifikasi dari Jamilah (1996) kurang memperlihatkan hasil yang baik.
DAFTARPUSTAKA
Abeyta, C[et.al],1986. Recovery of Aeromonas hydrophila from Oyster Implicated in An Outbreak of Foodborne Ilnesess . J. Food Prot: 49: 643-646.
Characklis, W. G. dan Marshall, K. C. 1990. Biofilms. John Wiley & Sons, Inc, New York. Hal. 3-195.
Chavalier, M. W., Cauthon, C. D., dan Lee, R. G. 1988. Factor promoting survival of bacteria in chlorinated water supplies. Appl. Environ. Microbiol. 54: 649654.
Costerton, J. W., Marrie, T. J., dan Cheng, K. J. 1985. Phenomenon of bacterial adhesion.Dalam Savage, D. C. and Fletcher, M. (Ed). Bacterial Adhesion. Plenum Press, New York. Hal. 3-43.
Costerton, J. W.[et.al].1987. Bacterial biofilms in nature and disease. Annu. Rev. Microbhiol. 41: 435-464.
Costerton, J. W., dan Lappin-Scott, H. M. 1989. Behavior of bacteria in biofilms .ASM News 55: 650-654.
Costerton, J. W[et.al]. 1995. Microbial Biofilms. Annu. Rev. Microhiol. 49: 711-745.
Dewanti, R. 1995. Studies on Biofilm Formation by Escherichia coli O157:H7. Ph.D Disertation. University of Wiconsin-Madison.
Dewanti,R. Dan Hariyadi. 1997. Pembentukan Biofilm Bakteri Pada Permukaan Padat. Buletin teknologi dan lndustri Pangan. Vol.8. lnstitut Pertanian Bogor,Hlm. 70-75.
© 2004 Digitized by USU digital library
7
Dunsmore, D.G. [et.al]. 1981. Design and Peforrnance of Systems for Cleaning Product Contact Surfaces of Food Equipment: A Review. J. rood Proto 44: 220-240.
Fadia, T. 1998. Pembentukan Biofilm oleh Biakan Campuran Bakteri yang Berasal dari Biakan Campuran Bakteri yang Berasal dari Air Pencucian Makanan. Thesis.Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam. USU.
Fletcher, M dan Loeb, G. I. 1979. Influence of subtratum characteristic on the attachment ora marine pseudomonad to solid surfaces. Appl. Environ. Microbial. 37: 67- 72.
Frank, J. F. dan Kofti, R. A. 1990. Surface adherent growth of Listeria monocytogenes associated with increased resistance to surfactant sanitizers and heat.J. food Proto 53: 550-554.
Herald, P. J. dan Zottola,E. A. 1989. Effect of various agents upon the attachment of Pseudomonas fragi to stainless steel. J. Food Sci. 54: 461-464.
Hood, S.K. danZottola, E.A. 1.995. Biofilms in Food processing Control 6: 9-1.8.
Jamilah, J. 1996. Formation and Control of Aeromonas hydrophila Biofilm on Stainless steel surfaces. Thesis. Food Science and Technology Department. Mississippi University.
Jamilah, I., Syarifuddin, I. Dan Mirzawati. 1998. Pembentukkan dan Kontrol Biofilm Aeromonas Hydrophila pada Bahan Plastik dan Kayu. Lembaga Penelitian USU. Medan.
Mafu, A. A., Roy, D., Goulet, J., dan Magny, P. 1990. Attachment of Listeria monocvtogenes to stainless steel, glass, prolypropylene, and rubber surfaces after short contact times. .J. food Proto 53: 742-746.
Marshall, K. C. 1992. Biofilms: An overview of bacterial adhesion, activity, and control at surfaces. ASM News 58: 202- 207.
Marshall, K.C. Stout R.H. 1988. Growth of Listeria monocytogenes at 100C in milk preincubated with selected pseudomonad J. Food Prot. 51: 277-282.
Oh, D. H. dan Marshall, D. L. 1995. Destruction of Listeria monocytogenes biofilms on stainless steel using monolaurin and heat. J. Food Proto 58: 251-255.
Sasahara, K. C. dan Zottola, E. A. 1993. Biofilm formation by Listeria monocytogenes utilizes a primary colonizing microorganism in flowing systems. J.Food Proto 56: 1022-1028. Microbiol. 25: 220-224.
Somers, E. B., Schoeni, J. L., dan Wong, A. C. L. 1994. Effect of trisodium phosphate on biofilm and planktonic cells of Campylobacter Jeyuni, Escherichia Coli o157 : : H7 Listmonocytogenes and Salmonella typhimurium. Int. .J. Food Microbiol. 22: 269-276.
Wirtanen, G., dan Mattila-Sandholm, T. 1993. Epiflourescene image analysis and cultivation of foodbome biofilm bacteria grown on stainless steel surfaces.J. Food Prot. 56: 678- 683.
© 2004 Digitized by USU digital library
8